Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“TIME VALUE OF MONEY DAN TRANSAKSI DALAM ISLAM”


Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah “ Akuntansi Bank Syariah dan
Praktikum“
Dosen Pengampu : Nur Jannah Nasution, M.E

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Nazifa Hannum Nst
2. Abdi Sobari
3. Sarwan

PRODI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BARUMUN RAYA
TP.2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang
tak terhitung jumlahnya, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak. Solawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada
nabi kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, maupun kita
semua yang mengikuti jejak langkahnya hingga hari kiamat kelak.

Penulis menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh


dari kesempurnaan serta sangat banyak kekurangan-kekurangannya, untuk itu
besar harapan kami agar teman-teman dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun supaya kami dapat menyempurnakan makalah-makalah kami di lain
waktu.

Harapan yang paling besar bagi penulis adalah bahwa makalah yang
berjudul (Time Value Of Money Dan Transaksi Dalam Islam) ini dapat memberi
manfaat, baik untuk diri pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil hikmah dari makalah ini, atau sebagai tambahan dalam menambah
referensi yang telah ada.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................... ........... 2

A. .Konsep Time Value Of Money........................................................ 2


B. Kritik Konsep Time Value Of Money.............................................. 5
C. Konsep Economic Value Of Time.................................................... 7
D. Economic Value Of Time dan Teori Akad dalam Islam................... 9

BAB III PENUTUP....................................................................................... 11

A. Kesimpulan........................................................................................ 11
B. Saran.................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memebicarakan ekonomi pada umumnya, dan ekonomi islam pada


khususnya, rasanya janggal jika tidak memulainya dengan membahas “uang”.
Apalagi, jika pembahasan ekonomi ini terfokus pada masalah atau topik moneter
dan fiskal. Dimana uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sejak
peradaban kuno mata uang logam sudah menjadi alat pembayaran biasa walaupun
belum sesempurna sekarang.

Berkenaan dengan masalah uang, sistem ekonomi yang berlaku memiliki


pandangan yang berbeda. Perbedaan utama antara ekonomi konvensional dengan
ekonomi Islam yaitu dari segi filosofinya, mengenai pandangan terhadap waktu
dan uang. Ekonomi konvensional mengenal konsep time value of money yaitu
berpandangan bahwa nilai uang yang dimiliki saat ini lebih berharga
dibandingkan dengan nilai uang dimasa yang akan datang. Sedangkan dalam
Islam hanya mengenal konsep economic value of time, yaitu konsep yang
menyatakan bahwa waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukan uang yang
memiliki nilai waktu.

B. Rumusan Masalah

1.      Bagaimana konsep time value of money?

2.      Apakah kritik terhadap konsep time value of money?

3.      Bagaimana konsep economic value of time?

4.      Apakah economic value of time dan teori akad dalam islam?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Time Value Of Money

Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika
digunakan untuk membeli jasa. Berkenaan dengan uang, bahwasanya dalam
ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu (time value of
money). Time value of money merupakan nilai uang yang bertambah karena
perjalanan  waktu, bukan didasarkan pada aktivitas ekonomi apa yang dilakukan.

Time value of money dilatar belakangi oleh adanya anggapan hilangnya pemilik


modal akan biaya kesempatan (opportunity cost), pada saat ia meminjamkan uang
kepada pihak lain. Sehingga pemilik modal membebankan nilai persentase
tertentu sebagai kompensasinya.

Peran nilai waktu dari uang, di mana nilai uang sangat dipengaruhi oleh waktu.
Nilai waktu dari uang merupakan suatu pertimbangan yang kritikal dalam
keputusan keuangan (Finansial) dan investasi. Sebagai contoh, umpamanya bunga
majemuk (compoud interest) diperlukan untuk menentukan jumlah uang yang
akan datang sebagai akibat dari suatu investasi.1

Selain itu Time value of money pada dasarnya merupakan intervensi konsep


biologi dalam bidang ekonomi. Konsep Time value of money muncul karena
adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang  hidup (sel hidup). Sel
yang hidup, untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan
berkembang.2

Uang bukanlah sesuatu yang hidup dan berkembang dengan sendirinya. Implikasi
dari ini semua dalam dunia bisnis selalu diharapkan pada untung dan rugi.
Keuntungan dan kerugian tidak dapat dipastikan untuk masa yang akan datang.
Keuntungan yang diperoleh dalam bisnis tidak hanya keuntungan didunia, namun
yang dicari adalah keuntungan akhirat juga. Teori keuangan konvensional yang

1
Manahan P. Tampubolon, Manajemen Keuangan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005). hlm. 111.
2
Muhammad, Manajemen Keuangan Syari’ah, Cet 2, (Yogyakarta : 2016) Hal 157
telah mendasarkan argument bunganya dengan konsep Time value of
money. Konsep ini kemudian ditolak oleh para ekonomi Islam dengan
alasan economic value of time. Hakikat waktu itu sama, yaitu 24 jam sehari.
Faktor yang menentukkan nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan
waktu itu. Sehingga karenanya, siapapun pelakunya tanpa memandang suku,
agama, dan ras secara sunnatullah, ia akan mendapatkan keuntungan dunia. Dalam
islam selain waktu diisi dengan efektif (tepat guna) dan efesien (tepat cara), ia
juga didasari dengan keimanan.

Dalam ekonomi konvensional, Time value of money didefinisikan sebagai: a


dollar today is worth more than a dollar in the future because  dollar today can
be invested to get a return. Ada dua alasan yang mendasari konsep Time value of
money yakni: presence of inflation (adanya inflasi), dan preference present
consumptionto future cosumtion (komsumsi hari ini lebih disukai daripada
konsumen pada waktu akan datang). Kedua istilah tersebut dikenal juga dengan
istilah teori bunga abstinence (penundaan konsumsi) dan time preference
theory (saat ini lebih berharga dari masa akan datang).3

Argument ada inflasi tidak dapat diterima karenaa tidak lengkap kondisinya (non
exhausted condition). Dalam setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan
deflasi. Bila keadaan inflasi dijadikan alasan Time value of money, seharusnya
keadaan deflasi menjadi alasan adanya negative Time value of
money. Sedangkan time preference theory ditolak dalam ekonomi syariat karena
bertentangan dengan prinsip al-ghunmu bi la ghurmi dan al-kharaj bi la dhaman.
Teori ini ditolak juga oleh teori finance.

Apabila inflasi dijadikan alasan sebagai akibat adanya Time value of


money dalam system ekonomi atau keuangan. Inflasi yang diartikan naiknya
harga dalam waktu tertentu tidak semata-mata diakibatkan oleh bunga (sebagai
kompensasi opportunitycost), inflasi dapat terjadi karena produsen mengambil
keuntungan semakin meningkat, disamping itu diakibatkan oleh factor-faktor lain.
Penentuan suku bunga sebagai faktor penentu inflasi adalah suatu tindakan
menyerdehanakan masalah atau konsep. Tindakan ini menguntungkan sebelah
3
Ibid, Hal 158
pihak, tidak mau rugi (return and risk) konsekuensi ini harus ditanggung bersama
pihak-pihak yang bersinggungan (transaksi).

Kredit konvensional yang terdapat Time value of money, karena


adanya opportunity cost yang hilang dan kemudian dikompensasi dengan nilai
persentase tertentu atas pokok pinjaman (jual beli kredit). Alasan mengenai
ketidak pastian return dalam usaha. Dalam ekonomi konvensional,
penerapan Time value of money tidak senaif yang dibayangkan misalnya dengan
mengabaikan ketidakpastian return yang akan diterima. Bila kompensasinya
sebagai discount rate. Sehingga discount rate lebih bersifat umum.  

Sebab dalam ekonomi islam, penggunaan sejenis discount rate dalam menentukan


harga mu’ajjal dapat dibenarkan. Hal ini karenakan : pertama, jual beli dan sewa
menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic value added (nilai
tambah ekonomis). Kedua, tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang
telah melaksanakan kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia
tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.4

Selain itu, ada beberapa asumsi dan kejadian yang dapat dijadikan rujukan
analisisnya, yaitu: (1) harga yang dibayar tangguh dapat lebih besar dari pada
harga yang dibayar sekarang, (2) not due to inflation nor interest foregone, (3)
adanya penahanan hak si pemilik barang, asumsi ini merujuk pada apa yang
pernah dilakukan oleh Zaid Ibnu Ali Zainal Abidin Ibnu Husen Ibnu Abi Thalib.

Uang dengan sendirinya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang
memiliki niali ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang
dimanfaatkan secara baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian
dapat diukur dengan istilah atau batasan-batasan ekonomi. Sehubungan dengan
tertahannya hak pemilik barang dalam transaksi ekonomi, yang berkaitan dengan
nilai waktu. Hal ini diilustrasikan sebagai berikut: apabila suatu barang dijual
dengan tunai untung sebesar Rp500, maka penjual dapat membeli barang lain
dengan menjual barang beliannya tersebut. Dengan demikian, keuntungan penjual
tersebut (dimungkinkan) dapat berlipat. Namun apabila dijual dengan tangguh

4
Ibid, Hal. 159
bayar; maka hak penjual bertahan dan tidak dapat membeli barang lain. Sebagai
kompensasi atas “tertahannya” hak penjual dan pembeli, maka istilah memberikan
(mensahkan) harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai. Dalam ekonomi
konvensional, ketidakpastian return dikonversi menjadi suatu kepastian
melalui premium for uncertainty. Dalam setiap investasi tentu selalu ada
probabilitas untuk mendapat positive return, negative return, dan no
return. Adanya probabilitas inilah yang menimbulkan ketidakpastian.5         

B. Kritik Konsep Time Value Of Money

            Dalam ekonomi konvensional Time value of money didefinisikan sebagai


“a dollar is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be
invested to get a return.”

Definisi ini tidak akurat karena setiap investasi selalu mempunyai peluang
ataukemungkinana untuk mendapat hasil positif, negative, atau impas. Itu
sebabnya dalam teori keuangan, selalu dikenal hubungan antara risk return.

Ada dua alasan dari ekonomi konvensional tentang teori Time value of money,
yaitu:6

1.      Presence of inflation

Katakanlah tingkat inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli sepuluh
potong pisang goreng hari ini dengan membayar sejumlah Rp10.000,-. Namun
bila ia membelinya tahun depan, dengan sejumlah uang yang sama yaitu
Rp10.000,-, ia hanya dapat membeli Sembilan pisang goreng. Oleh karena itu, ia
akan meminta kompensasi untuk hilangnya daya beli uangnya akibat inflasi.

2.      Preference present consumption to future consumption

Bagi umumnya individu, present consumption lebih disukai dari pada future
consumption. Katakanlah tingkat inflasi nihil, sehingga dengan uang Rp10.000,-
5
Ibid, Hal. 159
6
Adimarwan A. karim, EKONOMI MAKRO ISLAM, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
hal. 112-113
seseorang tetap dapat membeli sepuluh pisang goreng hari ini maupun tahun
depan. Bagi kebanyakan orang, mengonsumsi sepuluh pisang goreng hari ini lebih
disukai dari pada mengonsumsi sepuluh pisang goreng tahun depan. Dengan
argumentasi ini, meskipun suatu perekonomian tingkat inflasinya nihil, seseorang
lebih menyukai Rp10.000,- hari ini dan mengonsumsi hari ini. Oleh karena itu
untuk menunda konsumsi, ia meminta kompensasi.

Alasan pertama tidak dapat diterima karena tidak lengkap kondisinya. Dalam
setiap perekonomian selalu ada keadaan inflasi dan keadaan deflasi. Bila
keberadaan inflasi menjadi alasan adanaya negative Time value of money. dengan
demikian, selama ini hanya ada satu kondisi saja (inflasi) yang diakomodasi oleh
teori Time value of money ; sedangkan kondisi deflasi diabaikan.

Alasan mengenai ketidakpastian return dalam usaha. Dalam ekonomi


konvensional, penerapan Time value of money tidak senaif yang dibayangkan,
misalnya dengan mengabaikan ketidakpastian return yang akan diterima. Bila
unsur ketidakpastian return ini dimasukkan, ekonomi konvensional menyebut
kompensasinya sebagai discount rate. Jadi istilah discount rate lebih bersifat
umum dibandingkan istilah interest rate.7

Ekonomi konvensional memasukkan unsur ketidakpastian return dan menyebut


kompensasinya sebagai discount rate yang lebih bersifat umum dibandingkan
dengan istilah interest rate. Ketidakpastian return dikonversikan menjadi suatu
kepastian melalui premium for uncertainty (hadiah dari ketidakpastian). Dalam
investasi selalu ada kemungkinan mendapatkan pengembalian yang positif,
negatif atau no return. Inilah yang menyebabkan ketidakpastian (uncertainty),
tetapi probabilitas negative return dan no return ditukarkan dengan sesuatu yang
pasti, yaitu premium for uncertainty.8

7
Ibid, Hal. 162
8
http://www.slideshare.net/alalantanala/kritik-atas-time-value-of-money, diakses pada 14 Maret
2017, 13:12.
C. Konsep Economic Value Of Time

            Teori ini dikembangkan pada abad ke 7 Masehi. Pada saat digunakannya


emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar
disebabkan nilai instrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan
selama periode itu, sehingga hubungan debitur/kreditur yang muncul bukan
karena akibat transaksi dagang langsung, namun jelas merupakan transaksi
“permintaan uang”. Sejak teori keuangan islam lebih dekat dengan standar emas
hampir pasti bahwa masyarakat muslim lebih mudah ragu apakah masalah
keuangan dunia saat ini disebabkan oleh tidak dipakainya lagi standar emas atau
sejenisnya.9

Tentu saja alat tukar ini sebagaimana sekarang dipahami semua Negara islam
dimana saja, tetapi akhirnya akan condong kepada riba yang diharamkan. Dapat
dipermasalahkan bahwa penolakan terhadap segala bentuk bunga dapat
dibenarkan apabila dapat diperdebatkan apakah teori Time value of money benar-
benar terjadi. Investasi dalam obligasi pemerintah yang stabil, adalah bebas resiko
tidak dibayar, tetapi tidak bebas dari kerugian penyusutan nilainya yang sudah
merupakan kenyataan sejarah diseluruh dunia.

Lagi pula apapun alasannya uang dengan jumlah yang sama sekarang lebih
bernilai dibandingkan dengan uang saat nanti. Hal ini juga tergantung pada
ketidakpastiaan hidup ini, seperti kematian kreditur yang akan menagih
piutangnya. Apabial teori Time value of money hanya masalah keuntungan dan
resiko, maka islam akan menolaknya disebabkan masalah ketidakpastian didunia
ini juga sifat seluruh manusia, dan tidak seorang pun berhak mengecualikan
dirinya dari hal itu dengan sebesar biaya apapun.

Tawney juga menyatakan bahwa pandangan semula yang melarang riba dalam
gereja Kristen memberikan kesempatan pada Juhudi Diaspora untuk mengambil
peranan usaha bank. Namun, perkembangan berikutnya terdapat pada riba lebih
kaku dan cenderung membagi masalahnya pada aspek dunia dan akhirat, dan

9
Muhammad, Manajemen Keuangan Syari’ah, Cet 1 (Yogyakarta : Upp STIM YKPN 2014) Hal.
162
memberi kesempatan bagi Kristen untuk melaksanakan kegiatan simpan pinjam.
Namun terlalu sinis pun pandangan terhadap isu tidak tepat.

Hal ini membuktikan bahwa pengalaman yang bisa menimbulkan kontroversi


tentang bagaimana melaksanakan bisnis yang benar sesuai dengan ketentuan
Tuhan. Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional inilah
yang ditolak dalam ekonomi syari’ah, yaitu keadaan alghubmu bi
alghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan suatu resiko) dan al kharaj bi
la dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya).10

Dalam ekonomi syar’iah. Penggunaan sejenis discount rate dalam menetukkan


harga bai’ muajjal (membayar tangguh) dapat digunakan. Hal ini dibenarkan,
karena:

1. Jual beli dan sewa menyewa adalah sektor riil yang menimbulkan economic
value added (nilai tambah ekonomis).
2. Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan
kewajibannya (menyerahkan barang atau jasa), sehingga ia tidak dapat
melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.

Begitu pula penggunaan discount rate dalam menentukan nisbah bagi hasil, dapat


digunakan. Nisbah ini akan dikalikan dengan pendapatan aktual (actual return),
bukan dengan pendapatan yang diharapkan (expected return). Transaksi bagi hasil
berbeda dengan transaksi jual beli dan transaksi sewa menyewa, karena dalam
transaksi bagi hasil hubungannya bukan antara penjual dengan pembeli atau
penyewa dan yang menyewakan. Dalam transaksi bagi hasil, yang ada adalah
hubungan antara pemodal dengan yang memproduktifkan modal tersebut. Jadi,
tidak ada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya namun masih bertahan
haknya. Shahibul maal telah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberikan
sejumlah modal, yang memproduktifkan modal (mudharib) juga telah
melaksanakan kewajibannya, yaitu memproduktif kan modal tersebut. Hak
bagi Shahibul maal dan mudharib adalah bagi hasil atas pendapatan atau

10
Ibid, Hal. 163
keuntungan tersebut, sesuai kesepakatan awal apakah bagi hasil itu akan
dilakukan atas pendapatan atau keuntungan.11       

D. Economic Value Of Time dan Teori Akad dalam Islam

            Gambaran hukum dalam islam mengenai prinsip-prinsip keuangan


syari’ah adalah tercakup dalam bentuk aqad dan bentuk instrument keuangan.
Dua hal ini akan memberi jalan bagi akademisi maupun investasor yang ingin
konsisten menggunakan prinsip islam dalam menilai instrument investasi yang
tersedia dipasar modal. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar diatas, para akademisi
maupun investor tidak serta merta menolak atau memodifikasi instrument
keuangna yang ada. Namun demikian, masih ada peluang untuk melakukan
perbaikan dan bahkan inovasi keuangan, maupun memberikan tawaran-tawaran
baru instrumen keuangan untuk kesejahteraan dan kemanfaatan yang lebih luas
(maslahat-mursalah). Hubungan ikatan dagang dan keuangan didalam islam
diatur dengan hukum fiqih muamalat. Fiqh mualamat membedakan antara wa’ad
dengan akad (aqad).

Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak dan pihak  lain. Wa’ad hanya


mengikat satu pihak, yaitu pihak yang memberikan janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberikan janji tidak
memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Wa’ad belum ditetapkan
secara rinci dan spesifik terms and condition-nya. Dengan demikian, bila pihak
yang berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih
merupakan sanski moral.

Akad adalah ikatan kontrak dua pihak yang telah bersepakat. Hal ini berarti di
dalam akad masing-masing pihak terlihat untuk melaksanakan kewajiban mereka
masing-masing yang telah tersepakati terlebih dahulu. Akad telah disepati secara
rinci dan spesifik tentang terms and condition-nya. Dengan demikian, bila salah
satu atau kedua pihak yang terikat dalm kontrak itu tidak dapat memenuhi

11
Ibid, Hal. 164
kewajibannya, maka salah satu atau kedua pihak tersebut menerima sanksi yang
sudah disepakati dalam akad.

Didalam fiqh muamalat, pembahasan akad berdasarkan segi ada atau tidak adanya


kompensasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: aqad tabarru’ dan aqad tijarah
mu’awada. Dengan penjelasan sebagai berikut:

Aqad tabarru: (Tabarru’ besar dari kata birr dalam bahasa Arab, yang diartinya


kebaikan) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba atau
transaksi tidak mengambil untung. Dengan kata lain, aqad tabarru’ pada
hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk memberi keuntungan komersil. Tujuan
diterapkannya aqad tabarru’ adalah untuk aktivitas tolong-menolong dalam
rangka berbuat kebaikan. Dalam aqad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan
tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya,
imbalan dari aqad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun
demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta
kepada counterpart-nya untuk sekedar menutup biaya (cover the cost) yang
dikeluarnya untuk dapat melakukan aqad tabarru’tersebut. Namun ia tidak boleh
sedikit pun mengambil laba dari akad  tabarru’ itu.  Meminjamkan jasa dan
memberikan sesuatu.

 Aktivitas meminjam uang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1)
meminjamkan harga atau qard (pinjaman) (2) meminjam harga dengan
memberikan agunan oleh si peminjam atau rahn (gadai) dan (3) meminjam harta
untuk mengambil alih pinjaman dari pihak lain disebut hiwalah (pengalihan
utang).

 Aktivitas meminjamakan jasa dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (1)
meminjamkan jasa pada saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain
disebit wakalah (2) memberikan jasa untuk pemeliharaan uang atau barang
tersebut dengan wadiah dan (3) memberikan jasa untuk melakukan sesuatu
apabila terjadi sesuatu di sebut kafalah. Aktifitas memberikan sesuatu yang
dimiliki kepada orang lain dapat dilakakan dengan cara hibah, sedaqah, waqaf,
dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

          Pengertian Time value of money ( nilai waktu uang ) yaitu merupakan suatu


konsep yang menyatakan nilai uang sekarang akan lebih berharga dari pada nilai
uang masa yang akan datang. Sedangkan pengertian Economic value of time
adalah sebuah konsep dimana waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukan uang
yang memiliki nilai waktu. Dan economic value of time dapat diartikan
memaksimumkan nilai ekonomis suatu dana pada periodik waktu.

          Kritik atas konsep time value of money, Islam tidak mengenal konsep time


value of money, Dasar perhitungan pada kontrak berbasis time value of
money adalah bunga. Sedangkan dasar perhitungan pada kontrak
berbasis economic value of time adalah nisbah. Economic value of time relatif
lebih adil dalam perhitungan kontrak yang bersifat pembiayaan bagi hasil (profit
sharing). Konsep bagi hasil (profit sharing) berdampak pada tingkat nisbah yang
menjadi perjanjian kontrak dua belah pihak.

          Gambaran hukum Islam mengenai prinsip-prinsip keuangan syariah


tercakup dalam bentuk aqad dan bentuk instrument keuangan. Hubungan ikatan
dagang dan keuangan di dalam Islam diatur dengan hukum fiqh muamalat.
Dalam fiqh muamalat, pembahasan akad dari segi ada atau tidaknya kompensasi
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu aqad tabarru’ dan aqad tijarah.
DAFTAR PUSTAKA

 Manahan P. Tampubolon. 2005. Manajemen Keuangan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Adimarwan A. karim. 2007. EKONOMI MAKRO ISLAM. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Bishop, Matthew. 2010. Ekonomi Panduan dari A sampai Z. Yogyakarta:

Pustaka. Baca

Adiwarman A.Karim. 2011. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta:

Rajawali Pres.

Muhammad. 2014. Manajemen Keuangan Syari’ah, Cet 1. Yogyakarta : UPP

STIM YKPN.

 Muhammad. 2016. Manajemen Keuangan Syari’ah, Cet 2. Yogyakarta : UPP

STIM YKPN.

http://www.slideshare.net/alalantanala/kritik-atas-time-value-of-money, diakses

pada 14 Maret 2017, 13:12.

Anda mungkin juga menyukai