Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Makalah Pada Mata
Kuliah Teori Ekonomi Makro Islam
Dosen Pengampu :
Nurfitriani, S.E.I., M.E.
Di susun Oleh :
Mahraeni J (215150048)
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan ekonomi yang
memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap individu, masyarakat, dan
perekonomian secara keseluruhan. Dalam konteks ekonomi global yang semakin
kompleks, pemahaman terhadap konsep uang menjadi sangat relevan, tidak
hanya dari perspektif ekonomi konvensional, tetapi juga dari sudut pandang
agama, terutama Islam.
Islam sebagai salah satu agama besar di dunia memiliki pandangan yang
unik terkait dengan uang dan keuangan. Konsep uang dalam Islam tidak hanya
berkaitan dengan aspek ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi etika dan moral
yang mendalam. Hal ini mendorong perlunya kajian mendalam terkait dengan
konsep uang dalam Islam, bagaimana Islam memandang peran uang dalam
kehidupan sehari-hari, dan bagaimana pandangan ini memengaruhi perilaku
ekonomi umat Islam.
Makalah ini akan menjelaskan secara komprehensif tentang konsep uang
dalam Islam. Sebagai latar belakang, perlu diakui bahwa dalam praktiknya,
banyak umat Islam yang berinteraksi dengan sistem keuangan global yang
didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi konvensional. Namun, pemahaman
yang lebih dalam terkait dengan pandangan Islam terhadap uang akan membantu
individu Muslim untuk membuat keputusan yang lebih bijak dalam mengelola
keuangan mereka dan berinvestasi sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
1
Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan masalahnya adalah sebagai
berikut :
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Bustari Muktar, Rose Rahmidani, dan Kurnia Menik Siwi, Bank dan lembaga Keuangan
Lain (Jakarta: Prenada Media, 2016), 2.
3
Dengan adanya uang, transaksi perdagangan menjadi lebih mudah dan
efisien. Fungsi uang dalam perekonomian meliputi:2
2
Muktar, Rahmidani, dan Siwi, 6.
4
Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan
sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan
uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for
transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan
penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari
kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai' al
muqayyadah), di mana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman:
"Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan ke- lemahan-
kelemahan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin meng- gantinya dengan sistem
pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para
sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan
oleh Ata bin Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri.
"Ternyata Rasulullah saw tidak menyetujui transaksi- transaksi dengan
sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Tampaknya
beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di
dalamnya."
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena
spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang
memberikan bunga atas harta, Islam ma- lah menjadikan harta sebagai obyek
zakat. Uang adalah milik ma- syarakat sehingga menimbun uang di bawah
bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah
flow concept, sehingga harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin
cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat
pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian.
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Is lam
menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Mu- syarakah atau
Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi-hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko
karena ber-musyarakah atau ber- mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan
untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apa pun, karena
meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.
5
Secara mikro, qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang
meminjamkan. Namun secara makro, qard akan memberikan manfaat tidak
langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena
pemberian qard membuat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan
bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian,
sehingga pendapatan nasional (national income) meningkat. Dengan
peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat
pula pendapatannya. Demikian pula, pengeluaran shadaqah juga akan
memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian qard.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, namun Islam
mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai
adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar
lebih tinggi daripada harga tunai. Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Hussein bin Ali
bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang pertama kali
menjelaskan di- perbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (deferred
payment). lebih tinggi daripada harga tunai.
Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh
yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of money, namun
karena semata-mata ditahannya hak si penjual barang. Dapat dijelaskan di sini
bahwa bila barang dijual tunai dengan untung Rp 500, maka si penjual dapat
membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam satu hari itu keuntungannya
adalah Rp 1.000. Sedangkan bila dijual tangguh-bayar, maka hak si penjual
menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi.
Akibat lebih jauh dari itu, hak dari keluarga dan anak si penjual untuk makan
malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu
tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan
barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi
daripada harga tunai.3
3
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah (Tangerang: Pustaka Alvabet,
2012), 21–22.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Muktar, Bustari, Rose Rahmidani, dan Kurnia Menik Siwi. Bank dan lembaga
Keuangan Lain. Jakarta: Prenada Media, 2016.