Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

PENAWARAN UANG DAN PERAN SERTA FUNGSI NEGARA DALAM

KEUANGAN PUBLIK

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Moneter dan Keuangan Publik

Islam

Dosen pengampu : Dr. Syahriyah Semaun, S.E.,M.M

Oleh:

Andi Riska Amalia Novianti Putri 2220203860102007


Sumi 2220203860102008

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena hanya dengan rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokah-Nya,

penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penawaran Uang dan

Peran Serta Fungsi Negara dalam Keuangan Publik”. Salawat serta salam

tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan, Rasullullah Muhammad SAW yang

syafaatnya senantiasa kita harapkan di akhirat kelak.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen

Keuangan Syariah. Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat

banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Parepare, 02 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4

A. Penawaran Uang .................................................................................... 4

1. Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Konvensional .................. 4

2. Penawaran Uang dalam Ekonomi Islam ......................................... 5

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang ..................... 7

4. Penawaran Uang Tanpa Bank ........................................................ 11

5. Kebijakan Bank Sentral dalam Mengatur Penawaran Uang .......... 13

B. Peran dan Fungsi Negara dalam Keuangan Publik ............................... 15

1. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Sektor Publik ........... 15

a. Fungsi Alokasi Negara ......................................................... 20

b. Fungsi Distribusi .................................................................. 32

c. Fungsi Stabilisasi .................................................................. 41

2. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik ...... 47

3. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik

Islam............................................................................................... 50
iii
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 53

A. Kesimpulan ........................................................................................... 53

B. Saran ..................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya, penawaran uang adalah jumlah uang yang tersedia dalam

suatu perekonomian. Kita telah mengenal kebijakan moneter, yaitu kebijakan

yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang/mengatur jumlah uang yang

beredar. Jadi penawaran uang merupakan tugas pemerintah melalui bank sentral

(Bank Indonesia).

Sangat perlu dipahami bahwa konsep uang sangat terkait pada konsep

likuiditas. Suatu asset likuid adalah asset yang dengan mudah dapat diuangkan

dengan tanpa kehilangan risiko rugi. Pada satu sisi ekstrim dari spectrum

likuiditas, uang tunai adalah asset yang paling likuid dengan daya beli penuh.

Pada tingkat spektrum likuiditas moderat kita mengenal uang kuasi yang secara

definitif tidak secara langsung berfungsi sebagai medium of exchange. Pada sisi

ekstrim lainnya kita mengenal asset-aset fisik yang sangat tidak likuid sebagai alat

pertukaran seperti rumah, tanah, obligasi jangka panjang dan sebagainya.

Uang beredar (Money Supply) tercipta melalui interaksi pasar yaitu

permintaan dan penawaran uang, jadi uang beredar dapat bertambah dan

berkurang tergantung tarik-menarik antara permintaan dan penawaran uang yang

tercermin pada perilaku pelaku utama dalam pasar uang.

1
Negara memainkan peran penting dalam mewujudkan keinginan

masyarakat, yaitu meningkatkan standar hidup dan kualitas hidup. Dalam masalah

ekonomi, negara harus menjamin dan memastikan bahwa semua warga negara

memiliki peluang yang sama untuk menggunakan sumber daya ekonomi. Oleh

karena itu negara harus mengatur dan mendistribusikan penggunaan sumber daya

ekonomi secara adil dan merata. Dalam ekonomi ini menggaris bawahi konsep

liberal yang menekankan perlunya kebebasan mutlak bagi masyarakat dalam

berbagai kegiatan ekonomi tanpa campur tangan negara.1

Menurut Islam, negara memiliki hak untuk melakukan intervensi dalam

kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu, baik untuk memantau kegiatan

atau untuk mengatur atau melakukan berbagai jenis kegiatan ekonomi yang tidak

dapat dilakukan oleh individu. Partisipasi negara dalam kegiatan ekonomi pada

awal Islam sangat kurang karena kegiatan ekonomi masih sederhana karena

kemiskinan lingkungan di mana Islam muncul. Selain itu, ini juga disebabkan oleh

kontrol spiritual dan stabilitas mental umat Islam di masa awal yang membuat

mereka secara langsung mematuhi perintah Syariah dan sangat berhati-hati untuk

melindungi keselamatan mereka dari penipuan dan kesalahan. Semua ini

mengurangi peluang negara untuk ikut campur dalam kegiatan ekonomi.2

A. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Konvensional?

1 Ani Sri Rahayu, “Pengantar Kebijakan Fiskal” (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
2 Muhammad „Abid Al-Jabiri, “Agama Negara dan Penerapan Syariah”, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2001), 20.
2
2. Bagaimana Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Islam?

3. Apa Saja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang?

4. Bagaimana Penawaran Uang Tanpa Bank?

5. Bagaimana Kebijakan Bank Sentral dalam Mengatur Penawaran Uang?

6. Bagaimana Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Sektor Publik?

7. Bagaimana Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik?

8. Bagaimana Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik

Islam?

B. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk Mengetahui Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Konvensional

2. Untuk Mengetahui Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Islam

3. Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Uang

4. Untuk Mengetahui Penawaran Uang Tanpa Bank

5. Untuk Mengetahui Kebijakan Bank Sentral dalam Mengatur Penawaran

Uang

6. Untuk Mengetahui Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Sektor

Publik

7. Untuk Mengetahui Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan

Publik

8. Untuk Mengetahui Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan

Publik Islam

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENAWARAN UANG

1. Teori Penawaran Uang dalam Ekonomi Konvensional

Penawaran uang adalah jumlah uang yang beredar dalam masyarakat yang

terdiri dari uang kartal dan uang giral. Berkenaan dengan uang tersebut, dikenal

M1, M2, dan M3, M1 merupakan uang yang sangat liquid (biaya menggunakannya

sangat rendah). Termasuk dalam golongan ini ialah uang kartal (uang yang di

cetak pemerintah) serta tabungan yang dapat diambil setiap saat, M 2 meliputi M1

ditambah derivative uang yang kurang liquid (deposito, ini sering disebut sebagai

quasi money). M3 meliputi M2 ditambah derivative uang yang kurang liquid

disbanding M2, dan seterusnya.3

a) Uang beredar dalam arti sempit /Narrow money (M1). Meliputi uang kartal

( uang kertas dan uang logam) yang ada dalam peredaran ditanda dengan

uang giral (uang bank), yaitu deposito yang disimpan dalam bank-bank

umum yang dapat dikeluarkan dengan menggunakan cek, giro atau surat

perintah lainnya.

b) Uang beredar dalam arti luas / Broad money (M2). Meliputi M1 ditambah

dengan tabungan dan deposito berjangka di bankbank umum. Tabungan

dan deposito berjangka itu dinamakan juga sebagai uang kuasi. Uang kuasi

ini adalah uang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam pembayaran

karena keterikatan waktu.

3 Ali Ibrahim Hasyim, Ekonomi Makro, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016) , hlm. 72-73
4
c) Uang beredar lebih luas lagi (M3). Meliputi M2 dan ditambah lagi dengan

deposito dan tabungan berjangka dalam lembaga-lembaga keuangan yang

lain diluar dari bank-bank umum.

Dalam Theory of liquidity preference yang menjelaskan bagaimana

permintaan dan penawaran uang riil menentukan tingkat suku bunga. Teori ini

juga mengasumsikan penawaran uang riil besarnya tetap, jika M adalah jumlah

penawaran uang dan P adalah tingkat harga, maka M/P adalah penawaran uang

riil. Hal tersebut dapat di tuliskan sebagai berikut.

Penawaran uang riil = M/P

Penawaran uang (M) adalah peubah eksogen yang besarnya di tentukan oleh

bank sentral. Tingkat harga P juga dianggap peubah eksogen dalam model ini.

Implikasi dari asumsi ini , bahwa penawaran uang riil tetap dan tidak tergantung

pada bunga. Artinya kurva penawaran vertikal.

Keseimbangan pasar uang terjadi jika permintaan uang riil sama dengan

penawaran uang riil. Sesuai dengan Theory of liquidity preference, penurunan

jumlah penawaran uang akan mengakibatkan suku bunga naik dan sebaliknya

peningkatan dalam jumlah Bank Sentral mengurangi penawaran uang M dengan

harga P tetap, maka M/P akan semakin kecil.

2. Penawaran Uang dalam Ekonomi Islam

Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam ekonomi islam hanya berdasarkan

motivasi untuk transaksi dan berjaga-jaga, merupakan fungsi dari tingkat

pendapatan, pada tingkat tertentu di atas yang telah ditentukan zakat atas aset

yang kurang produktif. Menurut Metwally, meningkatnya pendapatan akan


5
meningkatkan permintaan atas uang oleh masyarakat, untuk tingkat pendapatan

tertentu yang terkena zakat.4

Mazhab Iqtishaduna, pandangan utama dari mazhab ini adalah jumlah uang

yang beredar bersifat elastis sempurna, di mana pemerintah sebagai pemegang

otoritas moneter tidak mampu untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar.

Penawaran uang (Ms) ditentukan oleh perdagangan ekspor impor barang. Banyak

sedikitnya penawaran uang yang beredar tidak akan berdampak dan berpengaruh

terhadap rasio harga tangguh terhadap harga tunai (P t/P0), karena dengan

perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai dari perdagangan tersebut

menyebabkan pengontrolan keluar masuk uang akan selalu diseimbangkan

nilainya dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan. Elastis sempurna

penawaran uang ini juga didukung oleh kesamaan dari nilai uang dengan nilai

intrinsiknya serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan pencetakan

uang dan mengontrolnya.

Mazhab Mainstream, menurut mazhab ini penawaran uang dalam Islam

sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari penerbitan

uang yang sah (legal tender). Keberadaan bank sentral adalah untuk menerbitkan

mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat berada pada tingkat harga yang

stabil. Oleh karena itu, penawaran uang diasumsikan secara penuh dipengaruhi

oleh kebijakan bank sentral.

4 Nurul Huda et al, Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008 ), hlm.
95 – 96.
6
Mazhab Alternatif, menurut mazhab ini jumlah uang beredar lebih

ditentukan oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk transaksi di

pasar barang dan jasa (uang merupakan variabel yang endogen). Asumsi yang

digunakan dalam konsep ini yaitu: (1) telah terjadinya globalisasi perekonomian

menyebabkan bank sentral tidak lagi mampu melakukan pengontrolan secara

penuh terhadap jumlah uang beredar. (2) perekonomian mengarah ke tahap

islamisasi sistem keungannya, sistem ummah yang sudah mulai diberlakuakan

dalam sistem perekonomian yang diantut. Sistem ummah yang dimaksud adalah

tidak adanya suku bunga dan penggunaan expected rate of profit dalam sistem

pembiayaan serta mengarahkan kepada maksimalisasi sumber dana kepada usaha-

usaha yang bersifat produktif.5

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran Uang

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran uang atau

jumlah uang beredar. Faktor – faktor tersebut antara lain:

a. Kebijakan moneter bank sentral

Bank sentral memiliki peran penting dalam menentukan berbagai macam

kebijakan yang ditujukan untuk kestabilan ekonomi negara, termasuk pada

penentuan arah kebijakan moneter. Kebijakan moneter bertujuan untuk

mencapai dan mempertahankan kestabilan nilai mata uang. Selain itu bank

sentral melalui kebijakan moneter melakukan pengaturan pada persediaan uang

negara, mengendalikan inflasi dan berperan dalam mengatur jumlah uang yang

beredar atau sering disebut dengan istilah penawaran uang. Berkaitan dengan

5 Ibid, h.2014
7
penawaran uang. bank sentral melakukan pengawasan agar besar kecilnya

jumlah penawaran uang di masyarkat agar tetap stabil.

b. Tingkat Pendapatan Masyarakat

Tingkat kestabilan ekonomi suatu negara memiliki peran penting bagi

terciptanya peluang kerja yang lebih banyak, yang mana dengan adanya hal

tersebut akan berdampak pada meratanya pendapatan masyarakat. Tingkat

pendapatan masyarakat akan menentukan jenis perilaku dalam kehidupan

sosial. Perilaku ini akan terus berubah, karena ketika terjadi perubahan tingkat

pendapatan kemungkinan besar dalam kegiatannya masyarakat membutuhkan

beragam jenis produk barang dan jasa yang terus berubah-ubah sesuai dengan

tingkat pendapatan mereka.

Ketika masyarakat memiliki daya beli atas kebutuhan produk barang dan

jasa, maka secara langsung maupun tidak langsung dengan adanya kondisi

yang seperti ini akan mempengaruhi pada jumlah penawaran uang. Semakin

meningkatnya pendapatan masyarakat kemungkinan masyarakat dalam

melakukan kegiatan jual beli juga akan semakin meningkat sehingga peredaran

uang juga meningkat seiring meningkatnya kegiatan tersebut. Begitu juga

sebaliknya, jika pendapatan masyarakat menurun kemampuan atau daya beli

juga menurun, sehingga peredaran uang juga menurun.

c. Tingkat Harga

Harga pasar berkaitan dengan banyaknya faktor jumlah produksi barang

dan jasa yang ada di pasar dan faktor jumlah permintaan akan kebutuhan

masyarakat. Dua faktor tersebut memiliki peran dalam menentukan


8
terbentuknya sebuah nilai harga yang terjadi di pasar. Ini sesuai dengan hukum

penawaran dan permintaan (supply and demand law) yang mana jika

permintaan lebih sedikit dari jumlah produksi maka harga akan murah,

sedangkan jika permintaan meningkat dan produksi yang tersedia sedikit maka

harga akan meningkat pula Tingkat harga suatu produk barang dan jasa akan

mempengaruhi besar kecilnya kemampuan masyarakat dalam menjalankan

kegiatan jual beli, karena untuk menebus harga tersebut dibutuhkan nilai tukar

yang sesuai. Sehingga jika terjadi peningkatan harga produk barang dan jasa,

maka akan berdampak pada meningkatnya jumlah kebutuhan akan penawaran

uang di masyarakat untuk menyeimbangkan kemampuan atau daya beli

masyarakat.

d. Gaya hidup masyarakat yang berubah

Pola kehidupan masyarakat akan terus mengalami perubahan seiring

dengan kemajuan zaman. Gaya hidup baru akan terus muncul dan berubah-

ubah sesuai dengan kecenderungan perilaku masyarakat. Adanya gaya hidup

baru akan menimbulkan permintaan terhadap produk yang lebih up to date,

permintaan ini akan terus meningkat seiring dengan pemenuhan kebutuhan

masyarkat.

Permintaan yang meningkat akan mempengaruhi harga produk yaitu

produk akan semakin mahal. Ketika masyarakat memiliki kemampuan dalam

memenuhi nilai harga produk tersebut, tentu akan terjadi peningkatan jumlah

uang yang beredar di masyarakat. Jika masyarakat tidak mampu mengimbangi

kenaikan harga tersebut maka pemerintah akan berperan dalam menentukan


9
kebijakan yang berupaya dalam menambah uang yang beredar agar memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus mengalami peningkatan.

e. Bertambahnya jumlah produksi barang dan jasa

Peningkatan produk barang dan jasa yang masih bisa diimbangi dengan

kemampuan daya beli masyarakat memungkinkan kecenderungan harga yang

stabil. Namun ketika produksi barang dan jasa tidak sesuai dengan kebutuhan

permintaan masyarakat maka akan menimbulkan potensi terjadinya deflasi.

Deflasi akan menimbulkan kerugian bagi kegiatan produksi dan perekonomian

negara, sehingga dengan melihat kondisi ini diperlukan peran pemerintah

dalam mengendalikan potensi deflasi dengan cara meningkatkan penawaran

uang di masyarakat.

f. Penerapan Kebijakan Anggaran

Penerapan kebijakan anggaran berkaitan dengan pengeluaran atau belanja

negara, jika kebutuhan dalam negeri tidak terpenuhi maka pemerintah akan

melakukan belanja negara, meningkatnya kegiatan belanja negara ini tentu

akan mempengaruhi peningkatan penawaran uang Dengan kondisi semacam ini

maka pemerintah melalui bank sentral akan menyediakan jumlah uang yang

lebih banyak agar mampu memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara

melakukan pencerakan uang baru untuk menambah jumlah uang yang beredar.

g. Tingkat Bunga

Tinggi-rendahnya tingkat bunga Makin mempengaruhi penawaran uang.

Semakin tinggi tingkat bunga bank makin sedikit jumlah uang yang beredar,

semakin rendah tingkat bunga semakin banyak jumlah uang yang beredar.
10
h. Selera masyarakat terhadap barang

Apabila selera masyarakat meningkat terhadap suatu barang, maka akan

mendorong naiknya permintaan. Jadi apabila permintaan naik maka harga

barang juga naik sehingga jumlah uang beredar akan naik.6

4. Penawaran Uang tanpa Bank

Teori ini adalah gambaran ketika perekonomian masih menggunakan emas

sebagai alat pembayaran dan belum ada system perbankan yang mempengaruhi

penggunaan alat tukar tersebut7. Jumlah alat tukar ini di masyarakat berubah-ubah

sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat. Ciri penawaran uang pada teori ini

,yaitu harga emas bisa naik dan bisa turun, uang beredar secara otomatis

berdasarkan mekanisme pasar,dan tanpa campur tangan pemerintah.

Jumlah uang (emas) dapat turun apabila emas dikirim keluar negeri untuk

menutup deficit neraca pembayaran (impor), industry-industri yang menggunakan

emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada. Jumlah uang beredar

(emas) naik apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas

meningkat.

Uang beredar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan pemerintah bank

sentral atau perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang

beredar. Contoh sederhana: suatu perekonomian tertutup yang menggunakan emas

untuk alat pembayarannya. Dalam hal ini uang hanya akan bertambah apabila

6 Masyhuri machfudz, Dekonstruksi model ekonomi islam, ( Malang: Maliki Press, 2015) h.27
7 Nurul Jannah, Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam, Diktat Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam, 2020, hlm. 10.
11
orang memproduksi emas. Sedangkan produsen emas akan memproduksi emas

hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas di pasaran lebih tinggi

dari pada biaya produksinya. Ciri penawaran/ supplay emas pada zaman tersebut:

 Jumlah emas/ alat tukar yang beredar berubah-ubah (bisa turun atau naik)

 Jumlah emas turun apabila terjadi deficit neraca pembayaran luar negeri

untuk pembayaran barang (dikirim keluar karena impor atau ekspor).

 Terjadi perubahan jumlah emas ini juga bisa dikarenakan adanya peningkatan

penggunaan emas untuk produksi lain (perhiasan).

 Jumlah emas juga akan naik jika surplus pembayaran luar negeri atau

ditemukan tambang emas baru.

 Uang beredar benar–benar ditentukan secara otomatis oleh proses pasar (tidak

ada campur tangan pemerintah/otoritas moneter yang melakukan kebijakan

moneter).

 Penambahan produksi emas (di tambang dan di murnikan) oleh produsen

emas mengikuti hokum perilaku produsen/penawaran( mengikuti pemerintah

dan harga emas tersebut) jika harga emas tinggi disbandingkan barang yang

dipertukarkan maka produksi emas akan tinggi, namun kemudian jika

penawaran emas berlebih harga emas akan turun dan penawarannya akan

berkurang.

Teory penawaran uang (system emas) belum berkembang dan masih dalam

bentuk yang sederhana , karena tidak banyak memerlukan campur tangan untuk

mempengaruhi jumlahnya.

12
5. Kebijakan Bank Sentral dalam Mengatur Penawaran Uang

Adapun beberapa kebijakan bank sentral yang berpengaruh terhadap

penawarang uang, yaitu kebijakan operasi pasar terbuka, kebijakan diskonto,

kebijakan cadangan kas, kebijakan kredit selektif dan longgar

a. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka.

Secara garis besar, OPT didefinisikan sebagai pembelian atau penjualan surat-

surat berharga oleh bank sentral baik pada pasar perdana maupun pasar sekunder

dengan tujuan untuk mempengaruhi kondisi likuiditas pasar uang. Surat-surat

berharga yang biasanya dipergunakan untuk keperluan OPT antara lain ialah surat

berharga yang diterbitkan oleh pemerintah (treasury bills atau T-bills), surat

berharga yang diterbitkan oleh bank sentral (central bank bills), dan surat

berharga yang diterbitkan oleh sektor swasta (prime commercial papers).

OPT merupakan instrumen yang paling sering dipergunakan oleh otoritas

moneter dalam melaksanakan kebijakan moneternya mengingat instrumen ini

lebih berorientasi pasar, keterlibatan peserta OPT (bank dan pialang) tidak

mengikat, arah kebijakannya mudah ditangkap oleh pasar, dan tidak

membebankan pajak kepada bank. Selain itu, bank sentral dapat mengontrol

frekuensi OPT dan jumlah/kuantitas lelang yang diinginkan sehingga OPT

merupakan instrumen yang sangat bermanfaat untuk menstabilkan uang primer

atau suku bunga jangka pendek.8

8 F.X. Sugiyono, Instrumen pengendalian moneter, Operasi Pasar Terbuka, (Jakarta: Pusat
Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2004), hlm 7-8.
13
b. Kebijakan Diskonto

Kebijakan diskonto adalah kebijakan bank sentral yang digunakan untuk

menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, dengan

menaik-turunkan suku bunga bank umum.

Kebijakan diskonto adalah salah satu instrumen dalam kebijakan moneter yang

diambil oleh pemerintah untuk menunjang aktivitas ekonomi. Misalnya untuk

mencegah inflasi dan meningkatkan laju investasi masyarakat. Tujuan lain dari

kebijakan diskonto adalah untuk menjaga stabilitas harga barang dan menjaga

kestabilan neraca pembayaran internasional.

Gambaran dari kebijakan diskonto adalah ketika bank umum mengalami defisit

(kekurangan uang). Lalu, bank umum tersebut akan meminjam uang ke bank

sentral. Jika pemerintah ingin meningkatkan jumlah uang yang beredar, maka

pemerintah akan menurunkan tingkat suku bunga peminjaman uang. Lalu, jika

pemerintah ingin menekan jumlah uang yang beredar, maka tingkat suku

bunganya akan dinaikkan.

c. Kebijakan cadangan kas

Kebijakan cadangan kas adalah kebijakan bank sentral untuk mengatur jumlah

uang yang beredar di masyarakat dengan menaikkan atau menurunkan jumlah

cadangan kas minimum yang ada di bank9.

d. Moral situation

Merupakan kebijakan bersifat sugesti yang dilakukan bank sentral pada bank

umum untuk menaikan atau menurunkan tingkat suku bunga guna menambah atau

9
Basuki, Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal, Modul Pembelajaran Ekonomi , 2020, hlm. iv.
14
mengurangi jumlah uang uang beredar. Contoh nya seperti menghimbau

perbankan pemberian kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk

mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang

lebih kebank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada

perekonomian.10

B. PERAN DAN FUNGSI NEGARA DALAM EKONOMI ISLAM

1. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Sektor Publik

Negara merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari sistem Islam,

karena tanpa negara, Islam secara sistem tidak akan dapat berjalan secara utuh.

Tanpa negara, Islam tidak dapat mencapai tujuan hakikinya, yakni menjadi agama

yang rahmatan lil alamin atau agama yang memberikan rahmat kepada seluruh

bumi beserta isinya. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang sangat vital untuk

mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam suatu negara dan sistem

kenegaraan.

Ketika negara secara sistem telah dijalankan dengan landasan nilai-nilai

Islam, maka tujuan-tujuan yang ingin dicapai pun harus sesuai dengan kehendak

Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT. Tujuan utama dari

suatu negara islami adalah untuk melindungi Islam dan menegakkan supremasi

kalimat tauhid la ilaha illallah. Untuk menegakkan tujuan tersebut, maka negara

sudah semestinya menjalankan seluruh lembaga, baik lembaga negara maupun

lembaga ekonomi dan sosial lainnya, dengan landasan prinsip Islam.

10 Aulia Pohan, Potret kebijakan moneter Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2008) h.31-34
15
Tujuan hakiki dari suatu negara Islam adalah untuk memberikan maslahah

kepada seluruh masyarakatnya tanpa terkecuali. Maslahah ini hendaknya dapat

mengantarkan seluruh anggota masyarakatnya kepada kemakmuran di dunia dan

akhirat. Dengan demikian, pemerintahan negara Islam harus

mengimplementasikan orientasi material dan spiritual. Jika orientasi ini

dijalankan, maka negara akan berbuat adil bagi seluruh anggota masyarakat.

Setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk

diperlakukan secara adil baik oleh negara maupun oleh masyarakat. Prinsip

keadilan yang harus diperankan oleh negara terhadap masyarakat meliputi seluruh

sektor kehidupan, mulai dari agama, pendidikan, kesehatan, hukum, politik,

hingga ekonomi. Secara tegas, Allah SWT menerangkan perintah untuk berlaku

adil dan dampaknya jika keadilan tidak ditegakkan, yakni perbuatan keji dan

permusuhan akan terjadi di antara masyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam

QS. an-Nahl (16): 90:

ُ ‫ئ ذِي ْانقُ ْس ٰبً َويَ ُْهٰ ً َع ٍِ ْانفَحْ َش ۤب ِء َو ْان ًُ ُْك َِس َو ْانبَ ْغي ِ يَ ِع‬
‫ظ ُك ْى‬ ِ ‫بٌ َواِ ْيت َۤب‬ ِ ْ ‫ّٰللا يَأ ْ ُي ُس بِ ْبن َعدْ ِل َو‬
ِ ‫اْلحْ َس‬ َ ‫ا ٌَِّ ه‬

ٌَ‫نَ َعهَّ ُك ْى تَرَ َّك ُس ْو‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

dapat mengambil pelajaran,”

Untuk persoalan ekonomi, negara harus menjamin dan memastikan bahwa

setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses dan

memanfaatkan sumber daya ekonomi. Dampaknya, setiap anggota masyarakat


16
akan dapat hidup dengan standar kebutuhan minimum, seperti makanan, tempat

tinggal, kesehatan, pakaian, ibadah, dan pendidikan. Dengan demikian, negara

selayaknya mengatur pemanfaatan sumber daya ekonomi tersebut agar dapat

terdistribusi secara merata dan adil. Sehingga tidak ada satu pun bagian dari

anggota masyarakat yang terzalimi haknya baik oleh negara maupun sesarna

anggota masyarakat untuk memperoleh hak akses terhadap sumber daya ekonomi

tersebut.

Agar keadilan tersebut dapat tercapai, maka negara bisa mengalokasikan

sumber daya sesuai dengan tingkat kepentingan dan ketersediaan sumber daya

ekonomi yang dimiliki oleh suatu negara. Tanpa adanya pengalokasian yang

bijak, akan terjadi inefisiensi dalaun pemanfaatan sumber daya ekonomi.

Inefisiensi ini akan membawa dampak yang sangat luas baik dalam dimensi ruang

maupun waktu. Salah satu dampaknya adalah terjadinya ketimpangan

pembangunan antarwilayah dalam suatu negara, karena daya ekonomi yang tidak

dialokasikan secara merata untuk masing-masing wilayah.

Salah satu dampak inefisiensi adalah terjadinya eksploitasi sumber daya

ekonomi oleh generasi saat ini, sehingga generasi yang akan datang tidak

memiliki kesempatan untuk menikmati sumber daya ekonomi yang sudah telanjur

dikuras habis oleh generasi sebelumnya. Oleh karena itu, hal-hal semacam ini

sudah selayaknya bisa dicegah sedini mungkin dengan perencanaan

pennbangunan sosial dan ekonomi yang sesuai dengan ajaran Islarn.

Jika kemudian negara harus menghadapi kenyataan seperti itu, maka negara

kernudian tetap harus berupaya untuk menjamin bahwa generasi yang akan datang
17
bisa memanfaatkan sumber daya ekonomi yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan mereka nantinya. Salah satu upaya yang wajib dilakukan oleh negara,

dalarn hal ini negara adalah dengan jalan riset dan penelitian untuk penemuan dan

pengembangan sumber daya ekonomi yang baru dan terbarukan. Sehingga negara

Islam tidak diperkenankan untuk meninggalkan keturunannya dalana keadaan

lemah, baik lemah secara ekonomi, agama, ilmu, maupun pertahanan, seperti

perintah Allah SWT dalann QS. an-Nisaa (4): 9 berikut ini:

‫ّٰللا َو ْنيَقُ ْىنُ ْىا قَ ْى ًْل َس ِد ْيدًا‬


َ ‫ضعٰ فًب خَبفُ ْىا َعهَيْ ِه ْۖ ْى فَ ْهيَتَّقُىا ه‬
ِ ً‫ش انَّ ِريٍَْ نَ ْى ت ََس ُك ْىا ِي ٍْ خ َْه ِف ِه ْى ذ ُ ِ ّزيَّة‬
َ ‫َو ْنيَ ْخ‬

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada

Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataanyang benar”.

Jika sumber daya ekonorni sudah didistribusikan dan dialokasikan secara

adil, maka tugas negara selanjutnya adalah menjaga supaya 11 keadaan tersebut

dapat berlangsung dalam waktu yang berkelanjutan secara konsisten. Jika hal ini

tidak dijalankan, maka akan terbuka peluang terjadinya ketidakstabilan

perekonomian. Oleh karena itu, menjaga stabilitas ekonomi, negara harus

memiliki instrumen yang adil dan tepat, sehingga gejolak perekonomian dapat

dihindari.

Instrumen tersebut cukup banyak, ada yang sifatnya perintah langsung dari

Allah SWT, ada yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dan ada juga instrumen

yang merupakan kebijakan pemerintahan pada masa kekhalifahan Islam yang lalu.

11 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h.
49-51
18
Tidak tertutup pula kemungkinan bagi generasi saat ini untuk melakukan riset dan

eksplorasi sehingga ditemukan instrumen modern yang sesuai dengan syariat

Islam dan semakin menguatkan ilmu ekonomi Islam dalam tataran teoretis dan

praktis.

Selain di bidang sosial-ekonomi, negara juga memiliki kewajiban untuk

meningkatkan kekuatan sistem pertahanannya. Kekuatan pertahanan ini

merupakan salah satu bentuk upaya untuk melindungi Islam dan keimanan yang

ada pada masyarakat di dalam negeri itu sendiri maupun masyarakat Muslim yang

menjadi minoritas di negeri lain. Bahkan Allah SWT juga memerintahkan kepada

umat Islam, agar mau melindungi Muslim di negeri yang lain jika alasannya

adalah untuk kepentingan agama dan iman. Firman Allah dalam QS. al-Anfa1 (8):

72:

ُ ‫ص ُسوا أُو ٰنَ ِئ َك َب ْع‬


‫ض ُه ْى أ َ ْو ِن َيب ُء‬ َ ََ‫ّٰللا َوانَّرِيٍَ َآو ْوا َو‬ ِ ‫ِإ ٌَّ انَّرِيٍَ آ َيُُىا َوهَب َج ُسوا َو َجب َهد ُوا ِبأ َ ْي َىا ِن ِه ْى َوأ َ َْفُ ِس ِه ْى ِفي َس ِب‬
ِ َّ ‫يم‬

ِ ‫ص ُسو ُك ْى فِي اند‬


ٍ‫ِّي‬ ِ ‫َيءٍ َحت َّ ًٰ يُ َه‬
َ ُْ َ ‫بج ُسوا ۚ َو ِإ ٌِ ا ْست‬ ِ ‫ض ۚ َوا َّنرِيٍَ آ َيُُىا َونَ ْى يُ َه‬
ْ ‫بج ُسوا َيب نَ ُك ْى ِي ٍْ َو َْليَتِ ِه ْى ِي ٍْ ش‬ ٍ ‫َب ْع‬

‫يس‬
ٌ ‫ص‬ِ َ‫ّٰللاُ ِب ًَب ت َ ْع ًَهُىٌَ ب‬
َّ ‫ص ُس ِإ َّْل َعهَ ًٰ قَ ْى ٍو بَ ْيَُ ُك ْى َوبَ ْيَُ ُه ْى ِييثَب ٌق ۗ َو‬
ْ َُّ‫فَ َعهَ ْي ُك ُى ان‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan

harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat

kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu

sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi

belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi

mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta

pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib

19
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara

kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Implikasi dari kekuatan pertahanan tersebut di dalam pergaulan dunia

internasional juga sangat besar. Negara yang memiliki kekuatan pertahanan

tangguh, akan disegani oleh negara-negara lain. Hal ini akan sangat berarti bagi

kepentingan diplomasi untuk memperjuangkan Islam di seluruh muka bumi ini.

Tentunya, kekuatan militer tersebut tidak mungkin dapat dicapai jika negara Islam

tidak terlebih dahulu menjadi negara yang makmur, sebab untuk memiliki system

pertahanan yang canggih, dibutuhkan ilmu pengetahuan dan dana yang luar biasa

besar jumlahnya. Jadi, sangat tidak mungkin negara miskin memiliki sistem

persenjataan yang mutakhir, karena untuk menyelesaikan urusan dasar saja belum

tuntas. Di lain sisi, sudah menjadi kewajiban pula bagi negara Islam yang sudah

makmur untuk Islam yang masih kesulitan untuk menyelesaikan persoalan

dasarnya.

Mengingat betapa pentingnya peran negara dalam Islam, baik dateritorial,

maka perlu dijabarkan secara mendalam. Begitu juga dampaknya terhadap

ekonomi dan sektor publik. Secara garis besar, fungsi negara dalam mengelola

sektor ekonomi dan publik terbagi atas tiga fungsi, yakni fungsi alokasi, fungsi

distribusi, serta fungsi stabilisasi.12

a. Fungsi Alokasi Negara

Pada hakikatnya, dalam konseo Islam, fungsi ini harus dapat di jalankan oleh

tiga elemen utama dalam perekonomian, yakni pasar, negara-negara, dan

12 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h.
52-53
20
organisasi negara. Ketiganya saling berinteraksi di dalam suatu negara

perekonomian, dan mendorong terjadinya transfer antar-elemen sehingga tercipta

keadilan dan keseimbangan perekonomian. Lebih jauh, ketiga negara tersebut

tidak hanya berperan dalam hal alokasi sumber daya saja, namun juga merupakan

elemen yang suka tidak suka harus hidup berdampingan dalam sebuah tatanan

negara yang islami.

Sektor negara merupakan negara yang melakukan aktivitas dengan orientasi

untuk kemaslahatan bersama bagi ketiga negara tersebut, baik kemaslahatan di

dunia maupun di akhirat. Sektor negara pada umumnya dikendalikan oleh

pemerintahan atau negara, oleh karena itu negara harus mampu mengarahkan

pasar dan negara-negara melalui regulasi dan keteladanan agar kedua negara turut

mendukung terwujudnya tujuan besar dari negara Islam.

Pasar merupakan negara yang memiliki motif untuk meraih profit dari

aktivitas yang mereka lakukan. Sektor ini biasanya dikendalikan oleh kalangan

negara dan pelaku usaha baik kecil, menengah, hingga besar. Meskipun negara ini

berorientasi kepada profit, namun hal itu bukanlah suatu hal yang buruk. Profit

merupakan bentuk penghargaan yang layak diberikan oleh masyarakat umum

kepada pasar karena kesediaannya untuk menyediakan barang dan jasa yang

dibutuhkan oleh negara. Apalagi jika pasar dikelola dengan kerangka kebijakan

yang islami, sehingga aktivitas dan persaingan yang terjadi di dalamnya tidak

menyebabkan eksternalitas bagi negara.

Adapun negara merupakan elemen di dalam negara ekonomi yang

menjalankan aktivitasnya semata-mata untuk tujuan kemaslahatan negara yang


21
diridai Allah SWT dan kalaupun ada yang mencari profit, hal itu semata-mata

hanya untuk menjaga sustainabilitas dari aktivitas mereka. Meskipun pada

kenyataannya, negara ini sering ditunggangi oleh kepentingan lain, seperti politik,

ideologi, dan agama lain diluar Islam, namun negara merupakan negara yang

memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap pembangunan umat dan negara.

Dampak yang sangat terasa bagi kemajuan negara adalah adanya lembaga

pendidikan, lembaga kesehatan untuk masyarakat miskin, dan masih banyak

contoh lainnya. Lembaga-lembaga tersebut terkesan negara sama dengan lembaga

negara swasta, namun kenyataannya, lembaga tersebut bergerak untuk

membangun kehidupan negara yang lebih baik dan memperkuat ketakwaan

masyarakat Islam.

Meskipun motif dari ketiga negara tersebut berbeda-beda, dalam suatu

negara yang islami, motif utama dari setiap tindakan masing-masing negara ini

haruslah tetap merujuk kepada tujuan utama dari suatu negara islami, yakni untuk

melindungi agama Islam, menegakkan supremasi kalimat tauhid la ilaha illallah,

dan menjamin tercukupinya kebutuhan hidup minimum setiap anggota

masyarakat. Oleh karena itu, ada peran negara atau negara yang harus dijalankan

agar terjadi harmonisasi di antara ketiga elemen tersebut. Dengan adanya

harmonisasi dan koordinasi di antara elemen-elemen tersebut, maka proses

pengalokasian sumber daya negara dan ekonomi akan menjadi lebih optimal.

Dalam rangka untuk mengalokasikan sumber daya negara di antara anggota

masyarakat, maka ketiga elemen di atas (negara, pasar, dan negara) melakukan

integrasi tindakan sehingga ketiganya memiliki agenda yang komprehensif untuk


22
mengelola negara. Jika ketiga elemen tersebut saling berkoordinasi dalam

tindakan dan kebijakannya, maka kemungkinan terjadi tumpang-tindih kebijakan

akan dapat diminimalisasi. Dengan demikian, sumber daya yang dimiliki oleh

suatu negara akan menjadi lebih optimal dalam pemanfaatannya.

Meskipun demikian, ketiga elemen tersebut tidak akan sama persis dalam

tindakan dan kebijakannya terhadap proses alokasi dan distribusi yang mereka

jalankan. Setiap elemen memiliki karakternya sendiri-sendiri, misalnya saja pasar,

akan menjalankan mekanisme pasar sehingga akan memengaruhi pergerakan

harga keseimbangan. Mengapa harga selalu bergerak di dalam mekanisme pasar,

karena pasar juga menjalankan agenda lain yang merupakan karakteristik

istimewanya, yakni untuk memperoleh profit.13

Dengan profit tersebut, pasar menjalankan perannya untuk pengalokasian

sumber daya ekonomi. Sebagai contoh, ketika barang-barang yang negara

melimpah di pasaran dan tidak memerlukan upaya yang mahal untuk

memperolehnya, maka pasar hanya akan mengenakan profit yang negara rendah

karena biaya yang mereka keluarkan juga rendah. Ketika barang yang dijual di

pasaran merupakan barang langka dan untuk mendapatkannya harus

mengeluarkan investasi yang tidak sedikit, maka pasar akan meminta tingkat

profit yang lebih tinggi dan sepadan dengan investasi yang telah mereka

keluarkan. Dengan mekanisme seperti ini, jika berjalan secara wajar dan tidak

menyengsarakan masyarakat, maka pasar telah berperan sangat besar dalam

13 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h.53-
55
23
proses alokasi sumber daya ekonomi. Sumber daya hanya diminta oleh orang

yang benar-benar membutuhkan saja dan tidak dihambur-hamburkan.

Bisa dibayangkan, jika pasar tidak memiliki motif profit, maka semua

barang hanya akan dijual apa adanya sesuai dengan harga yang diperolehnya. Jika

hal ini yang terjadi, maka pasar akan menjadi ajang untuk menghambur-

hamburkan sumber daya. Sumber daya yang tersedia di negara akan cepat habis

karena kerusakan yang diperbuat oleh manusia. Bisa juga, jika pasar tidak

mengharapkan profit, maka orang akan keluar dari pasar dan akan terjadi

kompetisi yang tidak sehat antara anggota masyarakat untuk memperebutkan

sumber daya yang ada.

Selanjutnya, negara akan memosisikan dirinya sebagai pihak yang akan

mengoreksi mekanisme pasar dengan cara menyediakan negara bagi orang yang

ternyata tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam pasar. Banyak

sebabnya mengapa seseorang tidak mampu masuk ke dalam pasar, mungkin

karena keterbatasan daya belinya atau keterbatasan pengetahuannya tentang pasar.

Sektor negara akan menyediakan negara berupa zakat, sedekah, infak, wakaf, dan

negara lainnya yang dapat membantu golongan lemah untuk mendapatkan alokasi

sumber daya ekonomi.

Salah satu bentuk aktivitas negara ini adalah ketika orang yang terlibat di

dalam pasar tersebut kemudian secara sukarela menyisihkan sebagian dari

keuntungannya untuk keperluan zakat, sedekah, infak, dan lain sebagainya.

Sumber daya yang telah terkumpul dari negara instrumen tersebut, kemudian

didistribusikan kepada kalangan yang lemah secara negara dan ekonomi sesuai
24
dengan ketentuan syariat, sehingga mereka kemudian memiliki kemampuan yang

lebih baik (misalnya daya beli dan pengetahuan) untuk mengakses sumber daya

ekonomi. Jika peran ini dilaksanakan oleh negara secara berkelanjutan dan

konsisten, maka setiap elemen masyarakat ákan memiliki kesempatan yang lebih

adil untuk mengakses sumber-sumber daya ekonomi.

Lalu bagaimana peran negara, yang lebih dominan dalam mengendalikan

negara, terhadap proses alokasi sumber daya tersebut. Tugas negara adalah untuk

mengawasi dan meregulasi, baik negara itu sendiri maupun negara dan pasar. Jika

kita merujuk kepada peranan negara pada masa Rasulullah dan masa kekhalifahan

hingga pada masa kejayaan Islam, maka negara memiliki peranan sebagai

regulator melalui satu lembaga yang bernama al-Hisba.

Peranan al-Hisba mencakup tiga hal . Pertama, menegakkan peraturan

syariat mulai dari ibadah sampai dengan etika negara kemasyarakatan. Mengawasi

tingkah Iaku negara masyarakat sehingga jika terjadi indikasi terjadinya tindakan

yang melanggar syariat segera dicegah. Bahkan lembaga ini juga memiliki

kewajiban untuk memastikan bahwa setiap anggota masyarakat menjalankan

ibadah wajib sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Kedua, berperan dalam

pengelolaan tata kota, termasuk berperan dalam melengkapi fasilitas umum untuk

masyarakat kota. Seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan kota, maka

al-Hisba juga memiliki peranan untuk mencegah kota dari kerusakan lingkungan.

Ketiga, al-Hisba juga memiliki peranan yang sangat penting dalam

mengontrol kegiatan pasar, memastikan syariat Islam ditegakkan di tengah-tengah

hiruk pikuk kegiatan pasar. Bentuk pengawasan al-Hisba terhadap pasar antara
25
lain, mereka memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa masing-masing orang

yang terlibat di dalam pasar tidak saling menzalimi satu dengan yang lainnya,

entah itu dalam hal harga, timbangan, ukuran, pengemplangan utang, hingga

pencegahan terjadinya transaksi yang dilarang oleh syariat. Masih dalam tanggung

jawab al-Hisba juga adalah mengawasi kelancaran aliran barang dan keluar pasar,

sehingga tidak terjadi penimbunan barang.14

Jika kemudian kita merujuk kepada peranan lembaga al-Hisba di atas, maka

lembaga ini tetap masih up to date jika kemudian kita terapkan lagi ke dalam

negara islami kontemporer. Memang saat ini kita banyak menemui lembaga-

lembaga yang memiliki peranan mirip dengan peranan al-Hisba, namun peranan

lembaga kontemporer tersebut tidak lagi sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam.

Satu hal yang hilang dari lembaga tersebut, meskipun di negara mayoritas Muslim

adalah tidak dijadikannya nilai-nilai syariat Islam sebagai landasan operasional

mereka. Nilai yang dijalankan hanyalah nilai humanis universal yang meskipun

terlihat baik namun belum tentu benar dalam kacamata syariat Islam.

Berkenaan dengan fungsi alokasi yang ada dalam kekuasaan negara Islam,

maka dengan adanya lembaga al-Hisba tersebut, negara dapat menjalankan

peranan sebagai regulator dalam upaya untuk menjaga terciptanya alokasi sumber

daya yang efisien. Bentuk regulasi yang dijalankan oleh negara di pasar pun

seharusnya tetap mengacu kepada ketentuan syariat dalam hal muamalah. Dengan

demikian, negara tetap tidak diperkenankan untuk melanggar rambu-rambu syariat

ketika hendak menegakkan keadilan di ranah negara atau pasar. Keadilan yang

14 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h56-
58
26
ditegakkan dengan melanggar ketentuan syariat tentunya bukan lagi keadilan yang

sejati, dan itu bukanlah keadilan yang dikehendaki oleh Islam. Keadilan yang

dikehendaki oleh Islam adalah kebenaran yang ditegakkan tanpa ada pihak yang

terzalimi dan tidak melanggar ketentuan syariat Islam.

Sebagai contoh di lapangan di ruang negara, ketika negara hendak

menjalankan fungsi alokasi, maka negara harus memastikan terlebih dahulu

apakah mekanisme alokasi yang dijalankan oleh mekanisme pasar sudah berjalan

dengan baik dan adil atau belum. Jika ternyata proses alokasi ini belum berjalan

dengan baik dan adil, maka negara harus turut campur ke dalam pasar. Campur

tangan negara terhadap pasar tentunya harus sesuai dengan ketentuan syariat.

Bentuk campur tangan negara ke dalam pasar tentunya tidak boleh dalam

bentuk intervensi harga, kecuali dalam keadaan yang sangat darurat. Sebab,

Rasulullah SAW pernah mencontohkan bahwa beliau tidak berkenan untuk

menaikkan atau menurunkan harga dengan negara bahwa beliau tidak ingin jika

penyelesaian yang beliau putuskan justru akan membuat ada pihak tertentu yang

terzalimi. Dengan demikian, jika masalahnya adalah harga yang tidak berada pada

kondisi ekuilibrium lagi, maka negara dapat mengambil jalan untuk menambah

rasio atau mengurangi pasokan barang di pasar dengan jalan operasi pasar.

Bentuk lain dari kebijakan negara untuk menjalankan fungsi aalokasinya

adalah melalui regulasi. Salah satu bentuk regulasi untuk mengatur alokasi sumber

daya ekonomi adalah dengan menentukan rasio bagi hasil (profit sharing). Jika

kita mengacu pada ketentuan syariat, maka ppengaturan alokasi sumber daya

ekonomi melalui penentuan tingkat suku bbunga seperti yang berlaku di dunia
27
modern saat ini bukanlah suatu bentuk kkebijakan yang diterima oleh syariat

Islam. Meskipun suku bunga menurut para ahli ekonomi merupakan salah satu

negara untuk mengatur alokasi sumber daya ekonomi di pasaran.

Dampak dari penentuan rasio bagi hasil terhadap alokasi sumber daya di

pasar antara lain, ketika negara melihat ada salah satu negara yang menurut negara

cukup penting untuk dikembangkan namun sangat sedikit investor maupun

pengusaha yang bersedia menggarapnya karena rasio bagi hasil yang kurang

menarikbagi mereka. Sumber daya pun banyak yang dikerahkan untuk menggarap

beberapa negara saja yang menurut investor dan pengusaha sangat menarik rasio

bagi hasilnya. Dengan demikian, terjadi inefisiensi alokasi sumber daya untuk

negara tersebut, karena dengan segala potensi yang ada di negara tersebut, tetap

saja nilai tambah yang dapat diperoleh tidakakan meningkat meskipun seluruh

sumber daya sudah dialokasikan ke negara tersebut. Bahkan negara lain justru

menjadi terabaikan gara-gara rasio bagi hasil yang kurang menarik.

Jika terjadi kasus seperti ini, maka negara turun tangan untuk mentukan

rasio bagi hasil di negara yang menurut para investor kurang menarik tersebut.

Diikuti dengan kebijakan-kebijakan lainnya, Seperti penyediaan infrastruktur

lengkap dan memberikan kepastian negara, sehingga negara investor yang

mengalokasikan sumber dayanya untuk menggarap negara ini.

Bentuk lain dari aplikasi negara dalam hal alokasi sumber daya antara lain,

ketika negara melihat adanya kegagalan pasar untuk berikan kesempatan kepada

golongan lemah agar dapat mengakses sumber daya ekonomi, maka negara

kemudian turun tangan dengan memberikan bantuan kepada mereka agar dapat
28
mengakses sumber daya ekonomi. Contoh nyata dari kebijakan ini antara lain,

kebijakan penyediaan dana pembiayaan untuk usaha mikro oleh negara. Jika dana

tersebut disediakan oleh bank umum melalui dana pihak ketiga, tentunya bank

akan mengenakan rasio bagi hasil yang cukup memberatkan bagi pengusaha

mikro, belum lagi syarat yang ketat yang diterapkan oleh bank umum.

Dengan adanya campur tangan negara, maka bank dapat memberikan

kesempatan bagi pengusaha mikro untuk mengakses sumber daya keuangan

tersebut. Bank umum tidak perlu menerapkan rasio bagi hasil yang memberatkan

bagi pengusaha mikro, karena bank tidak memikirkan bagi hasil dengan nasabah

pemilik dana. Negara memberikan dana tersebut dengan akad qardh al-Hasan

kepada bank, sehingga bank hanya memiliki kewajiban untuk mengembalikan

pokoknya saja.

Jika hal ini terjadi, maka bank cukup memikirkan biaya operasional yang

harus dikeluarkan untuk mengurus pembiayaan bagi pengusaha mikro tersebut.

Kondisi ini tentunya sangat menguntungkan pengusaha mikro, karena mereka

akan mendapat bagian bagi hasil yang lebih besar apabila dibandingkan dengan

rasio bagi hasil yang mereka terima ketika dana yang mereka pinjam bukan dana

bantuan dari pemerintah. Ketika rasio bagi hasil yang mereka terima lebih besar,

maka pengusaha mikro akan lebih cepat menuntaskan tanggung jawabnya.

Contoh lain mengenai fungsi alokasi adalah ketika negara ingin

mengutamakan pemenuhan kebutuhan yang bersifat daruriyat, maka negara dapat

mengatur pengalokasian sumber daya untuk kasus ini dengan beberapa jenis

negara. Misalnya, pemerintah melihat betapa pentingnya untuk mengutamakan


29
produksi dan impor barang yang sifatnya daruriyat dan sudah sangat mendesak

untuk dipenuhinya permintaan pasar atas barang-barang tersebut. Maka,

pemerintah memberikan kemudahan dalam proses distribusi barang-barang

kategori bea impor, atau bahkan memberikan fasilitas berupa keringanan biaya

listrik dan kemudahan memperoleh bahan bakunya.

Adapun untuk barang yang masuk kategori kebutuhan hajiyat dikenakan bea

impor barang yang lebih tinggi serta tidak dibentuk dalam proses produksinya dan

distribusinya. Meskipun demikian, pemerintah masih dapat memberikan sedikit

insentif supaya investor tertarik untuk menggelutinya dengan negara untuk

meningkatkan kekuatan ekonomi suatu negara. Adapun barang yang masuk

kategori tahsiniyat, pemerintah dapat mengenakan pajak yang sangat tinggi, bea

impor yang tinggi, tidak ada kemudahan dalam hal produksi, impor, apalagi

distribusi. Dengan demikian, diharapkan target pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan daruriyat-nya dapat tercapai, karena sumber daya ekonomi akan

banyak dikerahkan oleh investor untuk mengembangkan negara daruriyat

tersebut.

Masih ada asumsi lain yang harus dipenuhi ketika negara ingin memenuhi

target kecukupan barang-barang daruriyat tersebut. Negara harus memberikan

teladan kepada rakyatnya, melalui sikap para pemimpin di negeri tersebut.

Dengan memangkas anggaran yang sifatnya tahsiniyat, lalu membiasakan hidup

dengan berempati kepada nasib yang dialami Oleh rakyatnya dengan tetap

berpegang teguh kepada cara-cara hidup ala Islam. Jika para pemimpin negara

30
telah memberikan keteladanan seperti itu, maka target yang ingin dicapai pun juga

akan didukung oleh seluruh rakyatnya.

Kebijakan serupa dapat juga dilakukan oleh negara ketika negara ingin

mengembangkan atau menitikberatkan orientasi pembangunan pada negara-sektor

tertentu. Bisa juga ketika negara ingin mengendalikan tingkat inflasi, arus modal

luar negeri yang masuk, jumlah uang beredar, tingkat polusi, arus ekspor-impor,

atau bahkan ingin mengerem pertumbuhan ekonomi yang terlalu tinggi. Tentunya

negara yang dapat digunakan oleh negara bukan hanya rasio bagi hasil saja, tetapi

juga berupa zakat, wakaf, pajak, dan negara lainyya yang secara syariat

diperbolehkan.

Agenda utama yang ingin dicapai dari fungsi alokasi yang dijalankan oleh

negara ini adalah untuk memastikan bahwa seluruh sumber daya yang ada di

dalam kekuasaan suatu negara dapat dimanfaatkan secara efisien dan optimal.

Ujung dari pelaksanaan fungsi alokasi ini adalah terciptanya tingkat produksi

barang dan jasa yang optimal, sehingga masyarakat secara rat-rata dapat hidup di

atas kebutuhan dasar minimum atau lebih. Dengan termanfaatkannya seluruh

sumber daya di suatu negara secara adil dan efisien dan dengan hasil yang

optimal, maka secara teoritis diharapkan dapat mendorong negara tersebut untuk

menjadi negara yang Makmur sehingga membantu umat atau negara Muslim lain

yang masih membutuhkan bantuan.15

15 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h58-
62
31
b. Fungsi Distribusi

Peran negara di dalam mengelola sektor publik, tidak berhenti sampai dengan

pelaksanaan fungsi alokasi saja. Namun negara juga memiliki peranan untuk

menjamin bahwa setiap anggota masyarakat bisa menikmati kesejahteraan yang

adil. Jika di dalam fungsi alokasi negara mengatur bagaimana seharusnya alokasi

sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara adil dan efisien, maka dengan

fungsi distribusi ini, negara harus memastikan bahwa seluruh anggota masyarakat

dapat menikmati hasil-hasil dari pembangunan berupa tercukupinya kebutuhan

hidup minimum.

Ada beberapa pilar yang harus terpenuhi oleh negara untuk menjalankan fungsi

distribusinya, yaitu:

1. Supremasi atas kepentingan sosial dibanding kepentingan pribadi.

2. Penentuan standar publik mengenai kebutuhan dasar minimum.

3. Melarang adanya konsentrasi kekayaan dan eksploitasi.

4. Kebijakan yang mengutamakan sektor riil dan melarang penggunaan suku

bunga.

Pilar-pilar tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk dapat

diaplikasikan apabila ingin melaksanakan fungsi distribusi dari suatu negara. Jika

salah satu pilar tersebut ada yang tidak dijalankan, maka fungsi distribusi tidak

dapat dijalankan oleh negara dengan baik. Oleh sebab itu, negara yang telah

menjalankan kebijakan sehingga keempat pilar ini telah ada di dalam suatu negara

dan masyarakatnya, akan lebih mudah untuk merealisasikan proses distribusi yang

adil tanpa harus menghadapi distorsi pasar.


32
Ketika kepentingan individu diletakkan di atas kepentingan sosial (umum),

maka fungsi distribusi yang dijalankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.

Bukan berarti Islam tidak menghargai hak individu, justru Islam sangat mengakui

kebebasan individu beserta hak-haknya. Namun di dalam kebebasan itu, tentunya

Islam tidak menghendaki jika kemudian melanggar hak individu lainnya.

Sebagai contoh, ketika di Jepang baru-baru ini diterpa bencana gempa dan

tsunami pada semester pertama 2011, meskipun bangsa itu bukanlah bangsa yang

memeluk agama Islam, namun ada pelajaran yang sangat berharga yang dapat kita

ambil. Mereka tetap mengutamakan kepentingan publik, meskipun mereka

menderita kelaparan dan kehilangan orang-orang yang mereka sayangi. Mereka

juga sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk mendapatkan makanan dan

bantuan lainnya. Namun, mereka tetap mengikuti setiap antrean untuk

mendapatkan jatah bantuan dengan tertib, sehingga negara dengan mudah

mendistribusikan hak-hak rakyat banyak dengan lancar.

Jika mayoritas masyarakat apalagi pejabat negara masih mengutamakan

kepentingan pribadi daripada kepentingan umum, maka akan muncul tindakan

yang melanggar hak orang lain. Tindakan pelanggaran terhadap hak orang lain

tentunya tidak dikehendaki oleh syariat. Bentuk pelanggaran tersebut antara lain

kegiatan penimbunan barang, penimbunan uang, penetapan harga jual yang terlalu

tinggi, permainan takaran dan timbangan di pasar, tindakan monopolistik, dan

masih banyak tindakan lain yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi.16

16 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h 63
33
Semua tindakan penyimpangan tersebut merupakan bentuk-bentuk aktivitas

yang merusak mekanisme pasar. Mendorong pasar ke kondisi disekuilibrium,

sehingga bisa terjadi kekurangan pasokan barang atau harga barang yang terlalu

tinggi sehingga tidak dapat dijangkau seluruh anggota masyarakat. Oleh karena

itu, untuk memudahkan proses distribusi sumber daya kepada seluruh masyarakat,

maka negara harus memberantas tindakan tersebut.

Pilar selanjutnya adalah penentuan standar publik tentang kebutuhan hidup

minimum. Jika standar ini tidak ditentukan oleh negara, maka negara tidak akan

memiliki target yang harus dicapai sehingga negara bisa mengontrol apakah

kebijakannya sudah berhasil atau belum. Dengan adanya standar tersebut, maka

mudah bagi pemerintah untuk menjalankan fungsi distribusi. Masyarakat akan

mudah dikelompokkan dan di klasifikasikan berdasarkan level-level yang ada di

standar yang telah ditentukan oleh negara. Bukan berarti level-level ini kemudian

dimanfaatkan untuk melakukan diskriminasi, tetapi dimanfaatkan untuk

mempermudah treatment seperti apa yang harus diterapkan agar semua lapisan

masyarakat bisa terangkat kesejahteraannya secara adil.

Jika pemerintah tidak memiliki standar kebutuhan hidup minimal bagi

masyarakat, maka pemerintah tidak akan memiliki orientasi yang jelas dalam

menjalankan kebijakan distribusi dan pengentasan kemiskinan. Standar kebutuhan

hidup itu pun tentunya berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya dalam

suatu negara. Mengingat masing-masing daerah pasti memiliki keunikan masing-

masing dalam hal ketersediaan sumber daya ekonomi dan sosial. Standar

kebutuhan hidup minimum ini, dalam perspektif Islam, tidak hanya pada
34
kebutuhan hidup material saja. Standar tersebut harus meliputi kebutuhan spiritual

dan sosial lainnya. Misalnya, standar kecukupan jumlah sekolah dan fasilitas

ibadah minimal dalam suatu daerah atau jumlah populasi tertentu.

Secara materiel, tujuan utama dari fungsi distribusi yang dijalankan oleh

negara adalah untuk menghapus terjadinya konsentrasi kekayaan dan eksploitasi

oleh segelintir atau segolongan masyarakat saja. Jika sumber daya ekonomi di

eksploitasi lalü terkonsentrasi di tangan segolongan orang tertentu saja, maka

negara harus melakukan intervensi supaya kekayaan tersebut dapat didistribusikan

kepada orang lain.

Bahkan, Allah SWT jelas-jelas memerintahkan supaya kekayaan dan

sumber daya didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan seperti

tertuang dalam QS. al-Hasr (59) : 7 berikut ini:

ِ ِ‫ْاْلَ ْغ نِي اء‬


ْ‫ْم نْ ُك ْم‬ َ ْ َ‫َْل ْيَ ُك و َن ْدُ ولَةًْبَ ْْي‬
َ ‫َك ْي‬

“supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di

antara kamu”

Untuk mendistribusikan sumber daya dan kekayaan, negara dapat

melakukannya dengan intervensi langsung ataupun melalui regulasi. Bentuk

intervensi langsung tersebut antara lain dengan menggunakan anggaran

pendapatan dan belanja negara. Dari sisi anggaran pendapatan, pemerintah dapat

memasang target penerimaan zakat, infak, sedekah dan wakaf, dan instrumen

lainnya yang sesuai dengan syariat Islam. Semakin besar target penerimaan yang

35
dicapai, maka semakin besar sumber daya yang dapat didistribusikan oleh negara

kepada orang-orang yang membutuhkan.

Selanjutnya, dari sisi belanja negara, pemerintah harus mengalokasikan

anggaran belanja sesuai dengan ketentuan syariat. Jika dana yang diterima dari

sumber-sumber yang telah diatur oleh syariat termasuk peruntukannya, seperti

zakat, maka pemerintah harus mengalokasikannya sesuai dengan perintah syariat,

yaitu delapan golongan yang berhak dan telah ditentukan di dalam Al-Qur'an.

Adapun untuk sumber yang tidak ditetapkan oleh syariat peruntukannya, negara

tetap memiliki kewajiban untuk menjalankan amanah dari Allah SWT sehingga

sumber daya tersebut dapat terdistribusikan kepada orang yang berhak

menerimanya.

Masih di sisi belanja negara, pemerintah dapat mendistribusikan supber

daya dengan cara yang lain, misalnya melalui pembangunan infrastruktur yang

memadai, sehingga seluruh wilayah dapat menikmatinya secara adil. Dengan

dibangunnya infrastruktur tersebut, maka pemerintah telah menjalankan kebijakan

untuk menstimulasi pasar agar dapat mengoptimalkan outputnya. Jika pasar

mampu mengoptimalkan outputnya secara berkelanjutan, maka pasar akan

membutuhkan lebih banyak tenaga kerja. Semakin banyak tenaga kerja yang

diserap oleh pasar, secara tidak langsung, pemerintah telah mendorong terjadinya

distribusi pendapatan di kalangan masyarakat.17

Selain dengan langkah intervensi langsung, negara dapat juga menjalankan

peran distribusi melalui regulasi. Regulasi ini dijalankan dengan tujuan agar

17 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h64-
65
36
tercipta redistribusi pendapatan di kalangan masyarakat cara sistematis. Sebelum

dijalankan, regulasi tersebut, harus disepakati terlebih dahulu oleh dewan syura

atau dewan perwakilan rakyat suatu negara, sehingga ketika regulasi tersebut

dijalankan tidak menciptakan kezaliman baru terhadap anggota masyarakat.

Syariat Islam tidak menghendaki negara menegakkan keadilan dengan melanggar

keadilan itu sendiri. Keadilan merupakan hak bagi setiap orang bahkan bagi orang

yang telah bertindak tidak adil sekalipun. Jika regulasi tersebut hanya diputuskan

oleh pemerintah secara sepihak tanpa persetujuan dari dewan perwakilan rakyat

terlebih dahulu, tidak tertutup kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam

peraturan itu sehingga akan tercipta kezaliman-kezaliman baru pada saat

pelaksanaannya.

Dengan regulasi tersebut, pemerintah dapat memaksa mandorong

masyarakat secara suka rela agar mendistribusikan kekayaannya kepada

oranglain yang membutuhkan. Jika kemudian tidak membuahkan hasil, dan

ketimpangan yang tinggi masih terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka

pemerintah memiliki hak paksa sehingga orang-orang yang tidak menaati

peraturan negara dapat dikenakan sanksi atau dipaksa agar mau mendistribusikan

sebagian kekayaannya. Seperti pada zaman khalifah Umar, yang memerangi

orang-orang yang tidak mau membayarkan zakat sedangkan mereka memiliki

kewajiban untuk itu.

Bentuk distribusi sumber daya, pada hakikatnya bukan hanya dalam bentuk

transfer harta atau kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin, dari orang yang

sadar bahwa di dalam harga yang mereka miliki terdapat hak orang lain yang
37
harus disalurkan. Namun persoalan distribusi ini juga menyangkut pemanfaatan

barang publik yang terkadang hanya dikuasai oleh segolongan orang saja.

Salah satu contoh barang publik yang seharusnya terus berputar dan

dimanfaatkan oleh semua orang di dalam kegiatan ekonomi adalah uang. Dalam

konsep Islam, uang sejatinya merupakan barang publik, sehingga siapa pun tidak

berhak menahan lembaran atau kepingan uang dari peredaran dalam jumlah yang

terlalu banyak. Uang harus terus mengalir dengan mengikuti prinsip flow concept.

Artinya uang harus terus berputar dari satu orang ke orang lainnya sebagai media

transaksi, sehingga negara tidak harus mencetak uang untuk memenuhi kebutuhan

likuiditas perekonomian dalam jangka pendek. Laju inflasi dapat ditahan jika

negara hanya melakukan pencetakan uang setelah melihat adanya kebutuhan

tambahan Iikuiditas dalam jangka panjang.

Mengapa uang harus didistribusikan dan mengikuti flow concept? Jika uang

mengikuti capital concept, maka uang dapat ditimbun sesuka hati oleh

pemegangnya sehingga uang tersebut tercerabut dari peredaran. Ketika uang

tercerabut dari peredaran, maka perekonomian akan mengalami kekurangan

Iikuiditas sehingga mengganggu kegiatan investasi secara makro. Perekonomian

akan melambat dan mengalami penurunan produktivitas akibat menurunnya

investasi. Jika perekonomian melambat, maka dampaknya adalah terjadinya

kekurangan jumlah produksi barang dan jasa. Jika barang dan jasa menurun

drastis, maka dampak selanjutnya adalah terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

Ketika inflasi terjadi, maka hal ini akan mengakibatkan tergerusnya pendapatan

riil masyarakat sehingga daya belinya menurun. Ketika daya beli masyarakat
38
menurun sedikit ataupun secara drastis, hal ini akan mengganggu proses transfer

sumber daya di tengah-tengah masyarakat.

Oleh karena itu, melalui regulasi, negara seharusnya melarang dan bersikap

tegas terhadap tindakan penimbunan uang, baik oleh individu maupun oleh

lembaga. Contoh dari penimbunan uang oleh lembaga adalah ketika rasio antara

dana yang disalurkan oleh bank dalam bentuk pembiayaan dibandingkan dengan

dana pihak ketiga yang dikumpulkan oleh bank dalam keadaan rendah. Jika posisi

financing to deposit ratio (FDR) atau lend to deposit ratio (LDR) suatu bank

rendah berarti telah terjadi penimbunan uang oleh lembaga secara resmi dan

diketahui oleh negara, bahkan dalam jumlah yang tidak sedikit.

Jika kondisi itu terjadi, maka negara seharusnya bertindak tegas terhadap

bank umum yang tidak mampu mencapai target minimum rasio FDR atau LDR

yang telah ditentukan. Negara harus memiliki kebijakan yang menentukan, apakah

bank dipaksa untuk menyalurkan pembiayaan atau bank bekerja sama dengan

pemerintah untuk menyalurkan pernbiayaan sehingga perekonomian dapat

tertolong dengan naiknya investasi dan tingkat produksi barang dan jasa.

Masih terkait dengan uang beredar dan peranan negara dalam hal distribusi

sumber daya. Negara harus memerangi penggunaan suku bunga dan lebih

mengutamakan sektor riil. Jika suku bunga masih diterapkan di dalam

perekonomian, maka akan mengakibatkan munculnya kerusakan ekonomi yang

terjadi secara sistematis. Perekonomian akan diwarnai dengan tindakan yang

spekulatif. Beberapa dampak buruk dari penggunaan suku bunga adalah tidak

stabilnya nilai mata uang karena tergerus inflasi.


39
Inflasi disebabkan oleh penciptaan uang yang dilaksanakan oleh otoritas

moneter secara terus-menerus. Mengapa otoritas moneter terus mencetak uang?

Padahal mereka sangat sadar bahwa aktivitas tersebut akan mengakibatkan

terjadinya inflasi. Sebab, otoritas moneter harus membayar bunga atas instrumen

moneter yang mereka gunakan. Instrumen itu sendiri tidak di-backup oleh aset riil

atau tidak bersentuhan langsung dengan sektor riil, tetapi hanya berkutat di pasar

financial saja. Oleh karena itu, untuk membayar bunga instrumen tersebut, otoritas

moneter melakukan pencetakan uang baru. Cukup beralasan, jika kemudian

banyak ahli yang berpendapat bahwa bunga merupakan biang keladi terjadinya

inflasi. Seperti yang ditulis oleh Shaih menurutnya empat faktor utama penyebab

inflasi adalah suku bunga, depresiasi nilai mata uang, pajak tidak langsung, dan

distorsi harga.

Oleh karena itu, dalam tulisan ini sangat direkomendasikan supaya suku

bunga dihapuskan dari sistem perekonomian, sehingga setiap instrumen baik

fiskal maupun moneter, mau tidak mau harus bersentuhan secara langsung dengan

sektor riil. Jika tidak, para pemegang likuiditas akan cenderung lebih suka untuk

menginvestasikan uangnya pada surat- surat berharga di pasar uang, terutama

sertifikat yang dikeluarkan oleh bank sentral. Tanpa harus menghadapi risiko

gagal investasi, semua dana inisial dan suku bunga dipastikan aman dan terjamin

lancar dalam proses pengembaliannya.

Jika kondisi ini terjadi, maka investasi di sektor riil akan menyusut. Jika

investasi disektor riil berkurang, berarti telah terjadi perlambatan di sektor riil

sehingga kuantitas supply barang dan jasa di pasar akan menyusut pula.
40
Dampaknya secara ekonomi, pengangguran akan meningkat karena investasi di

sektor riil yang menyusut, sehingga lapangan kerja otomatis menurun juga

sedangkan penduduk usia produktifterus meningkat dari waktu ke waktu. Harga-

harga barang dan jasa juga akan meningkat pula karena pasokan barangyang

semakin sedikit, sedangkan permintaan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk.

Pengangguran, kelangkaan barang, inflasi merupakan beberapa kriteria di

mana proses distribusi pada suatu negara sedang memburuk. Sehingga tidak

semua lapisan masyarakat dapat menikmati tingkat kesejahteraan dan kelayakan

hidup yang adil, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum pun sangat

sulit. Dengan demikian, jika kondisi tersebut terjadi, maka sistem ekonomi telah

menyimpang dari salah satu tujuan penting Islam di dalam ekonomi, yaitu

keadilan sosialekonomi dalam hal distribusi harta dan kekayaan di lapisan

masyarakat.18

c. Fungsi Stabilisasi

Stabilitas di dalam tulisan ini merupakan suatu kondisi social ekonomi yang

memiliki risiko minimal sehingga manusia memiliki kepastian harapan terhadap

pertumbuhan dan utilisasi sumber daya ekonomi serta keharmonisan interaksi

sosial yang dinamis baik untuk hari ini maupun masa depan, sedangkan

ketidakpastian sepenuhnya merupakan hak Allah SWT. Target dari stabilitas

sosial adalah terciptanya interaksi sosial kemasyarakatan yang dinamis dan

harmonis, sehingga setiap individu dapat menikmati kehidupan sosial yang kuat

18 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h 66-
69.
41
secara spiritual, sejahtera, dan adil. Target dari stabilitas ekonomi adalah untuk

terciptanya kesejahteraan yang tinggi dengan pemanfaatan sumber daya penuh,

sehingga pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkelanjutan .

Stabilitas di sektor publik tidak hanya melülü berbicara mengenai stabilitas

ekonomi saja, namım juga terkait dengan stabilitas kehidupan sosial lainnya.

Stabilitas sosial harus terjaga, supaya masyarakat tenang melaksanakan aktivitas

ekonominya, sehingga stabilitas ekonomi pun dapat dicapai juga. Bentuk stabilitas

sosial dalam pandangan Islam antara lain tegaknya keadilan di tengah-tengah

masyarakat, di mana hukum benar-benar berfungsi untuk menertibkan

masyarakat, sehingga tidak ada perbedaan antara penguasa dan masyarakat biasa

di depan hukum. Keadilan tersebut juga berlaku bagi seluruh anggota masyarakat,

tanpa memandang agama, dan status sosialnya.

Bentuk lain dari stabilitas sosial adalah keharmonisan hubungan antara

anggota masyarakat baik antara umat İslam sendiri maupun dengan kaum dzimmi.

Keharmonisan ini terjaga karena masing-masing merasa tenang hidup

berdampingan. Masing-masing pihak saling mengerti hak dan kewajibannya. Ada

garis pembatas yang mereka sepakati sehingga masing-masing tidak saling

menyeberanginya, tidak saling melukai dan mengganggu.

Tujuan dari sebuah stabilitas dalam sebuah ekonomi adalah terciptanya

keadilan ekonomi yang dijalankan dengan sistem Islam, sehingga pertumbuhan

ekonomi dan kesempatan kerja penuh bukan merupakan tujuan melainkan sebagai

sarana untuk menciptakan distribusi ekonomi yang adil. Oleh karena itu, stabilitas

ekonomi hanya merupakan sebuah indikator yang harus dicapai agar distribusi
42
ekonomi dapat dijalankan dengan adil. Lalu, apakah distribusi ekonomi yang adil

tidak dapat dicapai tanpa stabilitas ekonomi? Distribusi ekonomi tetap dapat

dijalankan namun tentunya tidak dapat mencapai sasaran secara optimal.

Sebenarnya, stabilitas merupakan sebuah kondisi yang diupayakan tetap ada

sehingga kedua fungsi pemerintah sebelumnya tetap dapat dijalankan, fungsi

alokasi dan fungsi distribusi. Stabilitas merupakan jaminan supaya seluruh sumber

daya ekonomi dapat dialokasikan dan didistribusikan secara adil. Tanpa stabilitas

ekonomi, maka proses alokasi dan distribusi tersebut akan terhambat, karena

instabilitas identik dengan suatu kondisi distorsi yang terjadi di tengah pasar. Oleh

karena itu, fungsi stabilisasi yang dijalankan pemerintah tidak lain hanya untuk

melanggengkan proses alokasi dan distribusi yang adil. 19

Bagaimana cara pemerintah untuk mempertahankan proses alokasi dan

distribusi tersebut tetap berjalan? Cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah bisa

dalam bentuk intervensi langsung ke pasar maupun melalui intervensi regulasi.

Seperti halnya dalam menjalankan fungsi alokasi dan distribusi, pemerintah dapat

menjalankan kebijakan melalui dua sisi instrumen, fiskal, dan moneter. Masing-

masing instrumen tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda di dalam

perekonomian, sehingga penggunaannya tergantung target apa yang ingin dicapai

oleh negara.

Sebagaimana juga di dalam ekonomi konvensional, stabilitas yang harus

dijaga dalam konsep Islam antara lain stabilitas nilai mata uang, harga, dan supply

barang dan jasa. Ketiga target tersebut, pada hakikatnya merupakan suatu

19 Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h 69-
70.
43
kesatuan dan dapat diringkas menjadi satu target, yakni kestabilan harga. Hanya

saja, dari ketiga target tersebut, masing-masing dapat di-treatment dari ranah yang

berbeda. Stabilitas nilai mata uang pengendaliannya lebih dititik beratkan pada

kebijakan moneter, meskipun dalam konsep ekonomi Islam, pengendalian

stabilitas nilai mata uang tetap harus disandarkan pada kondisi di sektor riil.

Adapun harga merupakan dampak yang muncul akibat terganggunya stabilitas

nilai mata uang dan supply barang dan jasa di pasaran. Pengendalian supply

barang dan jasa lebih dititik beratkan di sisi kebijakan fiskal.

Dengan kebijakan fiskal, negara dapat mendorong investasi atau

memperlambatnya. Mendorong investasi untuk menaikkan tingkat pasokan barang

dan jasa di pasar, sehingga tingkat inflasi dapat dijaga pula. Tentunya kebijakan

ini juga tidak terlepas dari kebijakan moneter melalui pengaturan rasio bagi hasil.

Dan sejatinya, target dari kebijakan moneter dan fiskal di dalam ekonomi Islam

adalah sama-sama disandarkan pada perkembangan disektor riil. Sehingga

pengendalian tingkat pasokan barang dan jasa sejatinya merupakan target baku

yang harus dicapai oleh kebijakan moneter dan fiskal sekaligus.

Nilai mata uang dapat dikendalikan melalui pengelolaan devisa negara dan

jumiah uang beredar. Mengingat saat ini perekonomian dunia sudah saling terkait

antara satu negara kebijakan ekonomi tertutup. Mau tidak mau, negara harus

mengelola keterikatan perekonomian antarnegara. Salah satu bentuk keterikatan

tersebut adalah saling terikatnya nilai mata uang suatu negara dengan negara lain,

dalam hal hubungan dagang. Ketika kegiatan perdagangan antarnegara terlalu

timpang, maka salah satu dinegara akan mengalami gangguan nilai mata uang
44
yang kadarnya pada seberapa besar defisit perdagangan yang mereka hadapi. Oleh

karenanya, negara harus bertanggungjawab mengelola sektor riil agar mampu

bersaing di ranah internasional, sehingga defisit perdagangan tidak terlalu menjadi

masalah serius.

Pengendalian nilai mata uang juga dapat dilakukan melalui pengendalian

jumlah uang beredar. Jumiah uang beredar dapat diatur melalui kebijakan

moneter. Dalam perspektif ekonomi Islam, jumlah uang beredar adalah cenderung

tetap dalam jangka pendek. Pertumbuhan jumlah uang beredar sangat disandarkan

pada perkembangan di sektor riil. Sehingga tugas utama sektormoneter adalah

bagaimana mengendalikan perputaran uang di dalam perekonomian. Perputaran

mata uang tersebut bisa dipercepat atau bisa juga diperlambat, tergantung target

yang ingin dicapai. Jika negara ingin mengamankan pasokan barang dan jasa,

maka perputaran uang harus dipercepat melalui investasi dan perdagangan. Jika

negara ingin mengendalikan excess supply, maka negara dapat menekan laju

perputaran mata uang.

Pada prinsipnya, untuk menjaga stabilitas perekonomian, yang harus

dikendalikan oleh negara adalah jumlah pasokan barang dan jasa di pasaran. Baik

melalui kebijakan produksi maupun perdagangan impor-ekspor. Jika pasokan

barang dan jasa sudah berada pada level yang aman untuk jangka pendek maupun

jangka panjang, maka nilai mata uang dan stabilitas harga dapat dikendalikan

relatif lebih mudah. Negara tidak lagi khawatir terhadap pemenuhan kebutuhan

dan jasa, sehingga gejolak harga dan nilai mata uang pun akan relatif lebih kecil

terjadi di pasar.
45
Dalam upaya untuk menstabilkan perekonomian, negarajuga dapat

menggunakan anggarannya, baik sisi pengeluaran maupun penerimaan. Dengan

pengelolaan dan penggunaan anggaran yang tepat, negara dapat melakukan

intervensi pasar guna memastikan stabilitas hadir di dalam perekonomian.

Intervensi ini tentunya bukan dalam bentuk harga, melainkan pada tingkat

pasokan barang dan jasa. Baik melalui operasi pasar maupun stimulus investasi,

yang penting akan membawa dampak pada jumlah pasokan barang dan jasa di

masyarakat.

Satu hal lagi yang tidak boleh luput dari perhatian kita semua adalah

mengenai perilaku pasar. Negara harus mengatur dan mendidik pasar sedemikian

rupa, sehingga pasar tidakIagi dipenuhi oleh oknum-oknum yang culas dan

spekulatif dalam melakukan kegiatan perekonomian. Hal ini merupakan persoalan

karakter suatu bangsa. Pemerintah tidak akan dapat menjalankan fungsinya

dengan baik, apabila di tengah pasar dan masyarakat masih banyak oknum yang

sering memanfaatkan keadaan pasar untuk mengeruk keuntungan pribadi yang

setinggi-tingginya. Motifnya bermacam-macam, mulai dari tindakan spekulasi,

penimbunan barang, penciptaan permintaan semu, dan tindakan monopolistik.

Tanpa adanya kebijakan khusus untuk mendidik pasar agar berperilaku sesuai

dengan prinsip islami, maka pemerintah tidak akan mampu memenuhi

kewajibannya di dalam pasar dan kehidupan negara yang lebih luas. 20

20
Nurul Huda, dkk, Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), h 70-
73.
46
2. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik

Setiap masyarakat memiliki keiginan yaitu adanya peningkatan taraf hidup

dan kualitas hidup. Setiap orang menginginkan peningkatan nilai dari satu titik

kepada nilai lainnya yang lebih tinggi. Dalam mencapai tujuan tersebut, tentunya

diperlukan suatu media lain selain kerja keras yang dilakukan oleh tiap orang.

Media tersebut mampu memfasilitasi pemenuhan kebutusan untuk kepuasan bagi

seluruh masyarakat. Subjek ekonomi yang berperan dalam ekonomi, yaitu 1)

Rumah tangga, 2) perusahaan, 3) negara (pemerintah), dan 4) masyarakat luar

negeri. Negara memiliki peran penting dalam mewujudkan keinginan masyarakat

yaitu peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup. Dalam persoalan ekonomi,

negara harus menjamin dan memastikan bahwa seluruh warga negara memiliki

kesempatan yang sama dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi. Dengan

demikian negara sepatutnya mengatur dan mendistribusikan pemanfaatan sumber

daya ekonomi secara adil dan merata. Dalam perekonomian yang menekankan

konsep liberal, menekankan keharusan adanya kebebasan mutlak bagi masyarakat

dalam berbagai kegiatan ekonomi tanpa ikut campur tangan pemerintah, kecuali

untuk hal yang tidak dapat dikur sendiri oleh para individu.21 Dalam

penerapannya, hal-hal tertentu yang berkaitan dengan bidang keadilan sosial,

pekerjaan umum, serta pertahanan dan keamanan tetap diatur dan dijalankan oleh

negara. Aliran sosialis berpendapat bahwa kebebasan mutlak yang diberikan

kepada individu dapat menimbulkan pertentangan dan akan ada pihak yang akan

dirugikan. Oleh karena itu, sosialis menanggap bahwa konsep pengaturan dan

21 Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 14
47
pengendalian kehidupan ekonomi sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Pemerintah

berperan sangat dominan dalam perencanaan dan penggunaan faktor-faktor

produksi, pelaksanaan, dan pengaturan distribusi barang-barang ekonomi.22

Peran pemerintah tercermin jelas dalam menciptakan pasar yang efisien

yang mampu menghasilkan maslahah yang maksimum. Pasar ini terjadi manakala

harga yang tercipta sama dengan biaya minimum untuk menghasilkan satu unit

barang tersebut. Secara teknis, kondisi seperti ini dapat tercipta apabila pasar

dapat bersaing dengan sempurna dmana tidak satupun individu yang dapat

mengatur harga pasar. 23 Dengan demikian, pasar efisien adalah pasar yang setiap

produsen dapat menetapkan harya yang konstan dan besarnya harga adalah sama

dengan tingkat minimum. Namun, realisasi pasar yang efisien tidak dapat

terwujud bila diserahkan sepenuhnya kepada pelaku pasar, maka intervensi

pemerintah sangat diperlukan. Peran pemerintah dalam ekonomi Islam tercermin

pula dalam mengatasi eksternalitas. Eksternalitas merupakan dampak dari suatu

aktivitas ekonomi yang diterima pihak lain, baik yang bersifat positif dan negatif.

Hal ini diakibatkan karena pasar tidak mampu menydiakan sistem kompensasi

yang adil terhadap dampak tersebut. Eksternal positif terjadi bila suatu aktivitas

yang dilakukan menimbulkan manfaat kepada pihak lain. Adapun eksternalitas

negatif terjadi ketika pihak lain merasa dirugikan. 24

22 Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.15
23 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta dan Bank
Indonesia, Ekonomi Islam, h. 449
24 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta dan Bank
Indonesia, Ekonomi Islam, h. 457
48
Indonesia sebagai negara yang beragama dengan memberikan kebebasan

penuh kepada rakyatnya untuk memeluk dan menjalankan perintah agamanya

masing-masing. Penyelenggaraan dan pengelolaan kebijakan negara tidak

bertumpu pada ideologi agama, akan tetapi berdasarkan ideologi Pancasila.

Kebijakan negara Indonesia dalam bidang ekonomi mengikuti ideologi Pancasila.

Pengembangan ekonomi diserahkan sepenuhnya di tangan rakyat berdasarkan

pada nilai-nilai dan prinsip yang terkandung dalam falsafah Pancasila. Tujuan

negara tercermin pada Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..”25

Isi UUD 1945 sesuai dan tidak ada yang bertentangan secara hakiki

dengan Islam. Ia menempatkan manusia dalam kedudukan yang sama dihadapan

hukum dan pemerintahan, tidak memberatkan masyaraka untuk menegakkan

keadilan, dan dapat mewujudkan kemaslahatan, serta menajuhkan

kemudharatan.26

Sejalan dengan pemikiran tersebut, Muchsan menyatakan bahwa

fungsi/tugas negara Indonesia adalah: 1) Fungsi keamanan, pertahanan, dan

ketertiban. Termasuk dalam fungsi ini adalah fungsi perlindungan terhadap

25 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea 4

26 Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang NKRI; Kajian Perbandingan tentang
Dasar Hidup Beragama dalam Masyarakat Majemuk (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.233
49
kehidupan, hak milik, dan hak- hak lainnya sesuai dengan yang diatur dalam

peraturan perundang undangan. 2) Fungsi kesejahteraan (welfare function),

termasuk didalamnya social service dan sosial welfare, yang jelas seluruh kegiatan

yang di tujukan untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat serta keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. 3) Fungsi Pendidikan (education

Function),termasuk kedalamnya tugas penerangan umum, nation and character

building, peningkatan kebudayaan, dan sebagainya. 4) Fungsi mewujudkan

ketertiban serta kesejahteraan dunia.27

3. Peran dan Fungsi Negara dalam Mengelola Keuangan Publik Islam

Dalam ekonomi Islam, tindakan ekonomi diatur secara seimbang sehingga

peran individu memperoleh kebebasan, tetapi dibatasi oleh batasan-batasan

tertentu dan pemerintah menetapkan peraturan sesuai dengan kehendak rakyat.

Adanya peraturan pemerintah mendorong harmonisasi kegiatan ekonomi. Dengan

menerapkan ekonomi Islam, masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk

mengembangkan ekonomi yang adil dan makmur.

Setiap warga negara memiliki hak dan peluang yang sama untuk

diperlakukan secara adil oleh negara dan warga negaranya. Prinsip keadilan harus

diwakili oleh negara vis-à-vis masyarakat, yang mencakup semua bidang

kehidupan, dari agama, pendidikan, kesehatan, hukum, politik hingga ekonomi.

Keadilan adalah salah satu aspek terpenting ekonomi yang didasarkan pada

27 Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata
Usaha Negara di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 8.

50
ekonomi Islam. Keadilan dapat mencapai keseimbangan dalam perekonomian

dengan menutup celah antara pemilik modal dan mereka yang membutuhkan

modal.28

Menurut M. Nejatullah Siddiqi, mengklasifikasikan fungsi negara dalamp

respektif Islam terdiri dari tiga kategori:

1. Tugas-tugas yang secara konstan ditugaskan oleh Syariah meliputi:

a. Pertahanan

b. Hukum dan ketertiban

c. Kebenaran

d. Pemenuhan

e. Dakwah

f. Amar Makruf Nahi Mungkar

g. Administrasi Sipil

h. Pemenuhan kewajiban social

2. Fungsi turunan berbasis syariah berdasarkan kondisi sosial dan ekonomi pada

waktu tertentu, termasuk 6 fungsi:

a. Konservasi

b. Penyediaan fasilitas untuk kepentingan umum

c. Penelitian

d. Peningkatan modal dan pembangunan ekonomi

e. Pemberian hibah untuk kegiatan pribadi tertentu

28
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam “Prespektif Konsep Model, Paradigma, Teori dan Aspek
Hukum”, (Surabaya: Vira Jaya Multi Press, 2008), 283
51
f. Pengeluaran dimaksudkan untuk stabilitas politik.

Fungsi yang ditugaskan pada saat yang sama didasarkan pada proses

konseling (Syara), yang mencakup semua kegiatan yang dipercayakan masyarakat

kepada proses Syura. Inilah yang, menurut Siddiqi, terbuka dan bervariasi

tergantung pada keadaan masing-masing negara.29

Menurut Islam, negara memiliki hak untuk melakukan intervensi dalam

kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu, baik untuk memantau kegiatan

atau untuk mengatur atau melakukan berbagai jenis kegiatan ekonomi yang tidak

dapat dilakukan oleh individu. Partisipasi negara dalam kegiatan ekonomi pada

awal Islam sangat kurang karena kegiatan ekonomi masih sederhana karena

kemiskinan lingkungan di mana Islam muncul. Selain itu, ini juga disebabkan oleh

kontrol spiritual dan stabilitas mental umat Islam di masa awal yang membuat

mereka secara langsung mematuhi perintah Syariah dan sangat berhati-hati untuk

melindungi keselamatan mereka dari penipuan dan kesalahan. Semua ini

mengurangi peluang negara untuk ikut campur dalam kegiatan ekonomi.30

29
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam “Prespektif Teori Sistem dan Aspek Hukum”, (Surabaya: CV.
Putra Media Nusantara, 2009), 182.
30 Muhammad „Abid Al-Jabiri, “Agama Negara dan Penerapan Syariah”, (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2001), 20.

52
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penawaran uang adalah jumlah uang beredar dan tersedia dalam suatu

perekonomian. Kita telah mengenal kebijakan moneter, yaitu kebijakan

yang bertujuan untuk mengatur penawaran uang / mengatur jumlah uang

yang beredar.

2. Jenis-jenis uang yang beredar diindonesia terdiri dari : uang beredar

dalam arti sempit (M1), uang beredar dalam arti luas (M2), uang beredar

yang lebih luas lagi adalah (M3).

3. Ketika permintaan masyarakat akan uang meningkat, maka respon bank

Indonesia menambah penawaran uang beredar. Sebaliknya, pada saat

permintaan uang masyarakat berkurang maka respon bank Indonesia

mengurangi jumlah uang beredar.

4. Peran pemerintah dalam perekonomian modern dibedakan menjadi 3,

yaitu a) peran alokasi, berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa yang

dibutuhkan masyarakat melalui kebijakan yang bersifat mengatur

(regulatory policies), b) peran distribusi, berkaitan dengan upaya agar

pendapatan maupun kekayaan terdistribusi secara merata, dan c) peran

stabilisasi yang diperlukan untuk mengatasi berbagai gejolak yang terjadi

dalam perekonomian melalui berbagai kebijakan pemerintah (fiskal,

moneter, ekonomi lainnya).

53
5. Pemerintah yang ideal adalah pemerintah atau penguasa yang dalam

melaksanakan fungsinya harus dapat memahami kehendak dan aspirasi

masyarakatnya. Dalam pengertian lain bahwa ada suatu kewajiban bagi

penguasa untuk selalu mengupayakan agar kepentingan rakyat terpenuhi.

B. Saran

Dari pembahasan yang sudah dijelaskan diatas sebaiknya masyarakat muslim

di dunia, lebih khususnya di Indonesia karena penduduknya mayoritas muslim.

Menerapkan sistem ekonomi Islam dalam kajian penawaran, agar barang kita

yang kita konsumsi atau gunakan tersebut halalan dan berkah. Adapun bagi

pemerintah untuk menurunkan tingkat inflasi agar dapat menurunkan tingkat suku

bunga.

Adapun saran bagi pemerintah dalam konsep keuangan publik dalam

persfektif ekonomi Islam dapat dijadikan referensi dalam mengelolah keuangan

dinegara kita. dengan konsep ekonomi Islam yang diterapkan bisa menjadi

pengendali dunia. Saran bagi masyarakat harus bergerak dan bekerjasama dengan

pemerintah dalam menyelenggarakan aktivitas ekonomi untuk mencapai

kesejahteraan umat.

54
DAFTAR PUSTAKA

„Abid Al-Jabiri, Muhammad. 2001. “Agama Negara dan Penerapan Syariah”,


(Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru).

Basuki, 2020. Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal, Modul Pembelajaran


Ekonomi.

F.X. Sugiyono. 2004. Instrumen pengendalian moneter, Operasi Pasar Terbuka,


(Jakarta: Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank
Indonesia)

Hasyim, Ali Ibrahim. 2016. Ekonomi Makro, (Jakarta: Prenadamedia Group)

Huda, Nurul dkk, 2012. Keuangan Publik Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup).

Jannah, Nurul 2010. Ekonomi Moneter dan Keuangan Islam, Diktat Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam.

Machfudz, Masyhuri. 2015. Dekonstruksi model ekonomi islam, ( Malang: Maliki


Press).

Muchsan. 2000. Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan


Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia (Yogyakarta: Liberty).

Nawawi, Ismail. 2008. Ekonomi Islam “Prespektif Konsep Model, Paradigma,


Teori dan Aspek Hukum”, (Surabaya: Vira Jaya Multi Press).

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


alinea 4.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta dan
Bank Indonesia, Ekonomi Islam.

Pohan, Aulia. 2008. Potret kebijakan moneter Indonesia, (Jakarta: PT


Rajagrafindo).

Rahayu, Ani Sri. 2010. “Pengantar Kebijakan Fiskal” (Jakarta: Bumi Aksara).

Sukardja, Ahmad. 2012. Piagam Madinah dan Undang-Undang NKRI; Kajian


Perbandingan tentang Dasar Hidup Beragama dalam Masyarakat
Majemuk (Jakarta: Sinar Grafika).

55

Anda mungkin juga menyukai