Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR PUSTAKA

Agastia, I.B.G. 1980. ”Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali”. Makalah
pada Sarasehan Sastra Daerah, Pesta Kesenian Bali II Denpasar.

Agastia, I.B.G. 1994. Kesusastraan Hindu Bali, Denpasar: Yayasan Dharma


Sastra.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,


Jakarta: Bina Aksara.

Bernard, Raho. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pusaka

Burhan Bungin, 2001. Metodelogi Penelitian Sosial. Surabaya: University Press

Damono, Supardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Duija, I Wayan. 2006. Metodelogi Penelitian Pendidikan, Amlapura.

Ghony, Muhamad Djunadi. 1982. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam


Pendidikan.Surabaya:Usaha Nasional

Gie, The Liang, 1996. Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pusat Belajar
Ilmu Berguna.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan


Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Halliday, 1992. Diterjemahkan Asmuddin Barori Tou dan M. Ramlan Bahasa,


Konteks, danTeks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik
Sosial. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Ikram, Achadiati. 1993. Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Telaah Struktur dan
Amanat. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra Persoalan Teori dan Metode. Dewan Bahasa
dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia, Kuala Lumpur.
Kemendiknas. RI. 2010. Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Kementrian
Pendidikan Nasional Tahun 2010. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta:


Gramedia.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Moleong, Lexy, J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada

Panuti, Sudjiman. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka
Jaya

Poerwadarminta, W.J.S. 1978. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Pradopo, Sri Widati, dkk. 1995. Struktur Cerita pendek Jawa. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pudja, G. 1985. Pengantar Agama Hindu. Jakarta: Mayasari

Putra, Ida Bagus Rai. 1987. ”Anak Agung Istri Agung dan Aspek Triwarga dalam
Karyanya” . Denpasar: Balai Penelitian Bahasa.

Raho, Benard, SVD. 2007. Teori Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Robson, S.O. 1978. Pengkajian Sastra-Sastra Tradisional Indonesia, dalam


Bahasa dan Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suastika, I Made. 1984. Kakawin Dimbicarita. Analisis Struktur dan Fungsi.


Yogyakarta: Tesis S2 untuk Fakultas Pascasarjana, Universitas Gajah
Mada.

Subagyo, Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian, Jakarta: Alfabeta.

Sudharta, Tjok Rai dan Ida Bagus Oka Punia Atmaja. 2001. Upadesa Tentang
Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Sugriwa, I Gusti Bagus. 1977. Penuntun Pelajaran Kakawin. Denpasar: Serana


Bhakti.

Suharianto, S. 1982. Berkenalan dengan Cipta Seni. Semarang: Mutiara Permata


Widhi.

Suparta, I Made, dkk. 2010. Pendidikan Agama Hindu. Denpasar: Tri Agung.

Suprapta, I Nyoman. 2006. Geguritan Brahmana Keling. Denpasar: Sanggar


Sunari

Suyitno. 1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: Hanindita.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Teeuw, A. 1983.Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Teeuw, A.1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.

Tinggen, I Nengah. 1982. Aneka Rupa Paribasa Bali. Singaraja: Sekolah


Pendidikan Guru Negeri.

Triguna, Yudha, IB. 2000. Perubahan Sosial dan Respon Kultural Masyarakat
Hindu Bali,Widya Stya Dharma. Jurnal Kajian Hindu Budaya dan
Pembangunan. Singaraja: STIE Satya Dharma.

Warsana. 2007. Analisis Efisiensi dan Keuntungan

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam


Lembaga Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Lampiran
Lampiran 1

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : I Nyoman Badra, S.Sos,

Umur : 56 Tahun

Pendidikan : S1

Jabatan : Bendesa Adat

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

2. Nama : I GN Putrawan, S.Sos

Umur : 52 Tahun

Pendidikan : S1

Jabatan : Kepala Kelurahan Denpasar Utara

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

3. Nama : I Wayan Gede Suartha

Umur : 62 Tahun

Pendidikan : SMA

Jabatan : Guru/ Pembina Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

4. Nama : Jro Mangku Sirma

Umur : 67 Tahun

Pendidikan : SMA

Jabatan : Tokoh Masyarakat


Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

5. Nama : Jro Mangku Pasek Bendesa

Umur : 59 Tahun

Pendidikan : SMA

Jabatan : Anggota Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

6. Nama : Dra. Ni Nyoman Sungarni,

Umur : 51 Tahun

Pendidikan : S1

Jabatan : Anggota Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

7. Nama : Desak made Suparti

Umur : 50 Tahun

Pendidikan : PGAH

Jabatan : Anggota Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

8. Nama : Ni Wayan Arini, S.Pd

Umur : 53 Tahun

Pendidikan : S1

Jabatan : Anggota Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara


9. Nama : Dra. Ni Nyoman Manik

Umur : 54 Tahun

Pendidikan : S1

Jabatan : Anggota Pesantian

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara

10. Nama : I Nyoman Jirta

Umur : 65 Tahun

Pendidikan : SLTA

Jabatan : Tokoh Masyarakat

Alamat : Desa Dangri Kangin, Denpasar Utara


Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apakah anda mengetahui tentang keberadaan Geguritan Brahmana

Keling?

2. Tahun berapakah pertama kali anda membaca atau mengetahui Geguritan

Brahmana Keling?

3. Bahasa apakah yang paling dominan digunakan dalam Geguritan

Brahmana Keling yang pernah anda baca, nyanyikan atau tembangkan?

4. Geguritan Brahmana Keling karya siapakah yang pernah anda ketahui,

dibaca atau dinyanyikan?

5. Ada berapa pupuh dalam Geguritan Brahmana Keling yang pernah anda

baca atau anda nyanyikan?

6. Apakah yang menjadi tema dalam Geguritan Brahmana Keling yang

pernah anda baca?

7. Insiden apakah yang terjadi dalam cerita Geguritan Brahmana Keling

yang pernah anda nyanyikan?

8. Bagaimanakah alur cerita dalam Geguritan Brahmana Keling yang pernah

anda nyanyikan?

9. Siapakah tokoh utama dalam Geguritan Brahmana Keling yang pernah

anda baca?

10. Adakah anda menemukan bahasa Alus Singgih dalam Geguritan

Brahmana Keling yang pernah anda baca?


11. Amanat apakah yang tersurat dalam Geguritan Brahmana Keling yang

pernah anda nyanyikan?

12. Adakah unsur Agama dalam Geguritan Brahmana Keling yang pernah

anda baca?

13. Unsur sosial budaya apakah yang dapat anda petik setelah anda membaca

Geguritan Brahmana Keling?

14. Nilai-nilai apa sajakah yang terkandung dalam Geguritan Brahmana

Keling yang pernah anda nyanyikan?

15. Adakah nilai pendidikan karakter dalam Geguritan Brahmana Keling

yang pernah anda baca? Jika ada nilai pendidikan karakter apa sajakah

yang terkandung dalam geguritan tersebut?

16. Berapa kali dipergunakan pupuh Sinom dalam Geguritan Brahmana

Keling yang pernah anda nyanyikan?

17. Berapa kali dpergunakan pupuh Ginada dalam Geguritan Brahmana

Keling yang pernah anda nyanyikan?

18. Bagian pupuh yang mana sajakah yang memuat tentang nilai religius

dalam Geguritan Brahmana Keling yang pernah anda baca?

19. Ketika anda membaca dan menyanyikan Geguritan Brahmana Keling

aspek Pengendalian sosial apa yang bisa anda tangkap dari isi cerita

Geguritan tersebut?

20. Dalam upacara apakah Geguritan Brahmana Keling tersebut paling sering

anda nyanyikan?
Lampiran 3

SINOPSIS CERITA BRAHMANA KELING

Diceritakan pada zaman dahulu kala di pulau Bali, Bertahtalah seorang

Raja yang arif bijaksana dan sangat sakti, beliau bernama Raja Waturenggong

yang kerajaannya terletak di daerah Gegel Klungkung Bali . Beliau sangat

bijaksana dalam memerintah. Segala peraturan sangat bernilai luhur. Disebarkan

dan dilestarikan . Yang menyebabkan kehidupan rakyatnya damai. Eksis dan

sejahtera Bali pada saat itu.

Tidak lama merasakan kebahagiaan selanjutnya malapetaka datang. Pada

saat itu apapun yang ditanam oleh rakyat dimakan hama sampai habis, melihat

kedaan itu rajapun memerintahkan semua rakyatnya, agar menetralisir dengan

melaksanakan upacara Yajna. Upacara tersebut bernama Nangluk Mrana.

Tempatnya di Pura Besakih. Selanjutnya diceritakan datang seseorang yang sudah

tua Brahmana Keling namanya. Berpakaian dekil kumel, gumbrang-gambring

rambutnya, di luar pura tengak-tengok. Rakyat mengira gegendong tua, Jero

bendesa mendekati sang brahmana itu dan diberi sedekah nasi ,sate dan sayur,

kemudian disuruh pergi cepat-cepat, karena beliau dikira akan merusak

yadnyanya. Brahmana Keling berkata, “Jero bendesa yang baik saya minta maaf ,

saya bukan ngegendong kesini, saya berasal dari jawa Dwipa, mau melihat dan

ketemu dengan saudara saya, Dalem waturenggong Raja Bali yang akan

melaksanakan yadnya disini, itulah saudara saya”. Rakyat dan bendesa adat tidak

percaya dengan ucapan pendeta itu, terus aja beliau dicaci maki, dibilang

mengejek raja mereka, di bilang gegendong gila,apapun ejekan itu, pendeta ini
terus ingin ketemu denga raja mereka , dengan demikian rakyat dan bendesa

adatpun marah, lalu diseretlah pendeta itu dan disuruh cepat-cepat pergi, dengan

segala cara dilakukan pendeta itu agar bisa ketemu dengan saudaranya, Namun

tetap sama sekali tidak diijinkan ketemu,dan rajapun tidak ada yang ngasi tau

tentang hal ini, Karena karakter rakyat dan bendesa adat memang arogan, tidak

baik diterima oleh sang pendeta maka timbul kemarahan dari sang pendeta,

sehingga dikutuklah rakyat yang berdosa itu dan yadnyanya. Kemudian pendeta

itu pergi, sepeninggal pendeta itu rakyat Bali menjadi menderita, rakyat sering

bertengkar tanpa sebab, upacara Nangluk mrana sudah dilaksanakan namun

masih tetap hama itu menggagalkan panen rakyat Bali , Rajapun menderita,

bingung karena sudah banyak yang dilakukan oleh raja, kemudian raja menghadap

Dang Hyanag Dwijendra, dan menceritakan tentang keadaan rakyatnya dan

yadnya yang sudah dilaksanakan dengan baik, kenapa masih tetap hama itu

merusak bahkan bertambah banyak, sehingga rakyatpun menjadi bertambah

menderita, , lalu Dang Hyang Dwijendra menyatukan kekuatan sucinya sehingga

didapatkanlah ciri-ciri muncul, lalu beliau berkata bahwa dulu pernah ada orang

tua datang kemari, orang itu Brahmana Keling namanya. Dan Brahmana Keling

itu adalah Saudara Raja yang utama yang pernah diusir oleh Rakyat. Sekarang

jemputlah beliau dan berilah beliau untuk memimpin upacara Yajnya. Niscaya

sejahtera Wilayah Paduka Raja. Raja Dalem sangat berterima kasih dan segera

memerintahkan delapan prajuritnya untuk menjemput dan menjunjung Brahmana

Keling kembali, para prajurit menyebar sampai ke Bendana Negara. Kemudian

ditemukan pendeta itu dan beliau bertanya mendahului kepada rakyat tersebut ,
kenapa semua ke sini mencari saya, rakyatpun menyahut dengan rendah hati dan

minta maaf atas dosa-dosa yang sudah diperbuat, dan rakyatpun menyampaikan

pesan rajanya agar pendeta kemali ke kerajaan Gegel untuk memimpin upacara

yadnya. Akhirnya rakyatpun dimaafkan , pendeta kembali ke kerajaan Gegel

untuk bertemu saudaranya, sesampainya di Gegel rajapun kaget melihat

saudaranya kotor dan dekil, Sehingga raja hampir tidak percaya hal itu, Namun

dari segi sifat, karakter pendeta itu sungguh mulia, rajapun minta maaf atas

perbuatan rakyatnya, Raja menceritakan apa yang sudah terjadi dan telah

menimpa rakyat Bali, Sehingga upacara yadnya Nangluk mrana mulai di gelar

kembali dan Brahmana Keling yang memimpin upacara yadnya tersebut, setelah

selesai upacara yadnya dilaksanakan oleh pendeta itu, rakyat Bali menjadi

senang, tenang, sejahtera dan jaya kembali, hamapun tiada lagi, apapun yang

ditanam menghasilkan dengan baik, rakyat rukun damai, sehingga atas jasa

pendeta itu di beri nama Dalem Sidha Karya, dan diberi tempat tinggal di

Bandana Negara, yang di sebut daerah Sidakarya, setelah balik ke Bandana

Negara, Sida Karya moksa nuggal ring Hyang Widi. Dalem Waturenggong

menyuruh rakyatnya membuat Topeng yang bagus sebagai tapakan atau linggih

Ida Dalem Sidakarya yang di jungjung sebagai muput wali,yang di sebut Topeng

Sidakarya sampai saat ini, di yakini, dipercaya dan di lestarikan oleh masyarakat

Hindu di Bali.
LAMPIRAN

Told in ancient times on the island of Bali, Bertahtalah a king wise and so

powerful, he was named King Waturenggong whose kingdom located in an area

Gegel Klungkung Bali. He is very wise ruling. All regulations are very valuable

sublime. Disseminated and preserved. Which led to the peaceful life of the people.

Exist and prosper Bali at the time.

Not long felt happiness comes next catastrophe. At that time everything

planted by the people of pests eat until they run out, see the situation the king

ordered all the people, in order to neutralize the Yajna ceremony. The ceremony

named Nangluk Mrana. His place in the Pura Besakih. Furthermore recounted

came an old man Brahmana Keling name. Dressed in filthy kumel, gumbrang-

gambring hair, outside the temple Tengak-look. People thought gegendong old,

Jero bendesa approached the brahmin and given alms rice, satay and vegetables,

and then told to go quickly, because he thought would damage his yadnya.

Brahmana Keling said, "Jero bendesa well I'm sorry, I'm not ngegendong here, I

come from Java Dwipa, want to see and meet with my brother, Dalem

Waturenggong King Bali who will carry out yadnya here, that's my brother".

People and bendesa customs not believe, with the word minister, continues aja he

reviled, practically mocking their king, in say gegendong crazy, whatever the

insult, this minister continues to want to see premises their king, so the people and

bendesa adatpun angry, then diseretlah the pastor and told to quickly go, by all

means do pastor so he could meet with his brother, but still is not allowed at the

meet, and the king was no ngasi know about this, because the people's character
and bendesa custom is arrogant, not well received by the pastor then raised the

ire of the priest, so that innocent people dikutuklah and his yadnya. Then the

pastor was gone, after the death of the pastor of the Balinese people became

miserable, people often quarrel without cause, the ceremony has been carried out

but is still a threat that thwart crop Balinese people, the King was suffering,

confused because much was done by the king, then the king facing Dang Hyang

Dwijendra, and told him about yadnya already implemented properly, why still

keep pests that damage, even people become more suffering, and Dang Hyang

Dwijendra join forces holy so didapatkanlah traits appear, and then he said: once

there parents come here, people were Brahmana Keling name. And Brahmana

Keling it is you main king ever expelled by the People. Fetch him now and give

him to preside over the ceremony Yajnya. Undoubtedly prosperous region

Majesty the King. King Dalem very grateful and immediately ordered eight

soldiers to pick up and uphold Brahmin Keling back, the soldiers spread to

Bendana State. Later found the pastor and he asked precede to the people that,

why are all here looking for me, rakyatpun replied with humility and apologize for

sins that have been done, and people also convey the message the king her that

the pastor returned to the kingdom Gegel to lead yadnya ceremony. Finally

rakyatpun forgiven, the pastor returned to the kingdom Gegel to meet his brother,

when he got in Gegel rajapun surprised to see his brother's dirty and filthy, so

that the king could not believe it, but in terms of the nature, the character of the

priest is noble, the king apologized for the actions of its people King told him

what had happened and had happened to the people of Bali, so the ceremony
Yadnya started at the title back and Brahmana Keling who presided at yadnya it,

after the ceremony yadnya conducted by the pastor, the people of Bali be happy,

prosperous and victorious return, the pest was nothing more, nothing planted

produce well, people get along peacefully, so on the merit of the priest named

Dalem Sidha Karya, and were housed in Bandana State, after turning to Bandana

State, Sidha Karya moksha nuggal ring Hyang Widi. Dalem Waturenggong

condemned his people that from now anyone who held a ceremony yadnya so ask

tirta Ida, and also told his people to make masks Sidakarya as a foundation or

linggih Ida Dalem Sidakarya in use for muput guardian, until recently believed,

trusted and preserved by the community Hindus in Bali.


LAMPIRAN ( BASA BALI )

SINOPSIS CERITA BRAHMANA KELING

Maring Bali daweg kuna, madeg prabu luih gati Waturenggong parab Ida

Ring Gegel Ida mapuri. Wicaksana ngenter gumi saluwiring drestane luur

kalimbakang kawerdiang Mawinan panjake santi Ajeg tuhu Jagat Bli daweg nika.

Nenten sue ngecap bagia Duhkitane mangkin prapti Asing katandur I

panjak Tadah mrana nyantos lisik Ida nitah panjak sami Masedana antuk yadnya

Nangluk Mrana kwastanin Genah ipun Ring pura Besakih kucap. Kacrita daweg

punika Wenten anak lingsir prapti Mabusana dekil kumbel Gumbrang-gambring

rambut ipun Ring jaba pura nyentaeng Panjak sami Nyengguhang gegendong

werda. Jro Bendesa manangsekang “Ih Jro gegendong lingsir, Tiang nunasang

jro pica Nasi sate miwah jukut Nah enggal jani makaad Eda dini Clapat-clapat

ngaduk nyadnya”. Anak lingsir nyawis alus “Jero Bendesa linuih Ampurayang

pesan bapa Bapa sing ngagendong mai Bapa meled pesan maring nyingak

Nyaman bapa maring Bali”. Bendesa mataken lantur “yen keto unduk jro lingsir

Tiangg mataken amatra Nyen adan jro lingsir? Jero mawit uli dija? Tur enyen

nyamane dini?”. Anak ingsir gelis nyaur “bapa mawit sakeng Jawi Brahmana

keling maparab Nyaman bapa prabu Bali Dalem Waturenggong kucap Kucap

nangun yadnya dini” Bendesa lan panjak onya Kedik ten ngenga baos Brahmana

Keling Jro Bendesa ngucap bangles “Ih Jero gegendong  kumbel Patilesang ja

ragane suba ruyud Dija ada unduk Dalem Madue sameton sintrig”. Brahmana

Keling mangucap “Mara bapa pacal tur lacur ngalisting Jero tusing ada ngugu

Abedik bapa sing sebet Cutet bapa ngalih Dalem ane jani” Puput ngucap raris
munggah Ka jroan pura Besakih. Wawu punika Brahmana Keling ngucap Panjak

gegel duka brangti Jro Bendesa ngucap “Ngulah laku mesuang munyi Nganistang

pesan gustin kaine linuih”. Jero Bendesa raris nitahang karma “Ih krama Gegel

sinami Jalan jani kedeng Gegendong tua tenenan Gediang ia uli  dini” Panjak

pasrangkab Manundung Brahmana keeling Brahmana Keling duka raris masabda

“Ih krama Bali durbudi Paman jrengji pesan Teken anak tua tuara Nah madak

paman manampi Tusing kasidan Yadnya paman ane jani”.

Puput ngucap Raaris matilar digelis Crita Ida Dalem Indik ring jaba ten

uning Antuk uleng nabdab yadnya. Raris wenten Cihna sane nenten becik Panjake

mangayah Ten madue manah ening Saling dengkik sareng karma. Nangluk mrana

Sampun katur manut drastic Nanging saluir mrana Kantun katah kadi riin Panjak

sayah kirang pangan. Dang Hyang Dwijendra masabda “yan punika indik Gusti

Bapa mangkin manyelehang”. Dang Hyang Dwijwndra raris Nunggalang

Adnyana suci Tur kapanggih cihna tuhu Raris ida mawecana “Riin wentwn anak

lingsir Mriki rauh Brahmana Keling kucapang. Brahmana keling punika Sameton

Gusti utami Katundung olih I panjak Lautang pendak ne mangkin Ida katur

ngenter wali Janten kerta jagat Ratu” Ida Dalem suksma pisan Nitah panjak

kutus diri Mendak mundut Brahmana Keling utama.

Panjake raris mamarga Masaserep mrika-mriki Rauh ring Bandana

negara Brahmana Keling kapangguh Ngriinan ida mangucap “Ngudiang mai

Paman teka magrudugan?”. Panjake matur manimbal “Ampura titiang riin

Langgana nyoba pandita Ne mangkin titiang kautus Oleh Dalem gusti titian

Mamendakin Pandita katur ring Dalem”. Brahmana Keling mangucap “Uduh


Paman maka sami Unduk pidan depang suba Nah jalan ani lumaku” . Brahmana

Keling mamarga Panjak ngiring Ngungsi linggih Ida Dalem Maring Gegel

sampun rauh Dalem kagiat ngaksi Ne ngangken sameton Ida Raga pacul kuaca

daki Dalem taler sumendeya Madue sameton sintering. Raris Dalem nyanggra

alus “Panjak tiang sane riin Pangkah ring ragan Pandita Titiang nglungsur

sinampuri Nika taler indik titian Tandruh ring sameton yukti Jagat titiange

kapungkur Kameranan panjak nglisting Ring pandita titiang nunas Napi antuk

sane mangkin Mangda jagat titiang kerta Saluir mrana pang ten kari”.

Brahmana Keling mangucap “Yan punika kayun Gusti Ngiring malih nangun

yadnya Nangluk mrana kadi dumun Banggiang tiang mamuputang” Dalem

ngiring Nitah panjak nangun yadnya. Upakara sampun jangkep Brahmana Keling

mangawit Mapuja nyomia merana Mupakara Panca Taru Nyirat Tirta nyapuh

mrana Malih siki Manyiratang Catur Bija.

Puput Ida mangastawa Masriak jagate raris Saluir mrana nadak ical

Pantun sane dumun layuMalih idup buahne nged Gemuh trepti Jagat Bali kadi

mula. Dabdab alus Dalem Waturenggong muus “ ih paman Brahmana Wawu

titiang ngugu mangkin Paman tuhu Sameton tiang utama. Sida tuhu Paman

nganter yadnyan mami Wastu sida karya Nah adan Paman ne jani Inggih ipun

Kucap Dalem Sidakarya. Paman katur Ring jagat Bandana linggih Ngerastitiang

jagat Mangda panjak bali santi Drika sampun Kucap jagat sidakarya. Karyan

Dalem sampun puput jagat kerta Dalem sidakarya luih Ida raris budal

Mangungsi Bandana Negara Sidakarya kucp mangkin Iriki Ida Moksa nunggal

ring Hyang Kawi. Dalem Waturenggong raris nitah panjak Makarya topeng
linuih Pinaka tapakan Linggan Dalem sidakarya Kapundut muputang wali Ketah

kucapang Topeng Sidakarya mangkin


Lampiran 4

Teks Geguritan Brahmana Keling

Maring Bali daweg kuna Pada zaman dahulu di pulau Bali


Madeg prabu luih gati Bertahtalah seorang Raja yang
Waturenggong parab ida sangat baik dan sakti
Ring Gegel ida mapuri Raja Waturenggong namanya
Wicaksana ngenter gumi Kerajaannya terletak di daerah
Saluwiring drestane luur Gegel
Kalimbakang kawerdiang Beliau sangat bijaksana dalam
Mawinan panjake santi memerintah
Ajeg tuhu Segala peraturan sangat bernilai
Jagat Bali daweg nika luhur
(Pupuh Sinom,1) Disebarkan dan dilestarikan
Menyebabkan kehidupan rakyat
damai .
Tetap eksis dan sejahtera
Daerah Bali pada saat itu
(Terjemahan Pupuh Sinom,1)

Nenten sue ngecap bagia Tidak lama merasakan kebahagiaan


Duhkitane mangkin prapti Malapetakapun datang
Asing katandur I panjak Semua tanaman yang ditanam rakyat
Tadah mrana nyantos lisik Dimakan hama sampai habis
Ida nitah panjak sami Beliau memerintah semua rakyat
Nyomia mrana mangda ayu Menetralisir hama supaya baik
Masedana antuk Yajňa dengan sarana upacara Yajňa
Nangluk Mrana kwastanin Nangluk Mrana namanya
Genah ipun Tempatnya
Ring pura Besakih kucap Di Pura Besakih diadakan
(Pupuh Sinom,2) (Terjemahan Pupuh Sinom,2)

Kacrita daweg punika Diceritakan pada waktu itu


Wenten anak lingsir prapti Ada orang tua datang
Mabusana dekil kumbel Berpakaian dekil dan kotor
Gumbrang-gambring rambut Rambutnya gumbrang-gambring
ipun Di luar puri berdiam diri
Ring jaba pura nyentaeng Rakyat semua
Panjak sami Menyebutnya pengemis tua
Nyengguhang gegendong werda (Terjemahan Pupuh Ginada,3)
(Pupuh Ginada,3)

Jro Bendesa manangsekang Kepala Desa Adat mendekat


“Ih Jro gegendong lingsir “hai pegemis tua
Tiang nunasang jro pica Saya memintakan kamu makanan
Nasi sate miwah jukut Nasi, sate dan sayur
Nah enggal jani makaad Ya sekarang cepat-cepatlah pergi
Eda dini Jangan di sini
Clapat-clapat ngaduk Yajňa” Mondar-mandir mengganggu
(Pupuh Ginada,4) jalannya upacara Yajňa
(Terjemahan Pupuh Ginada,4)

Anak lingsir nyawis alus Orang tua itu menjawab dengan alus
“Jero Bendesa linuih Tuan kepala desa yang saya hormati
Ampurayang pesan bapa Bapak mohon maaf
Bapa sing ngagendong mai Bapak bukan untuk meminta-minta
Bapa meled pesan maring nyingak ke sini
Nyaman bapa maring Bali” Bapak ingin sekali melihat
(Pupuh Ginanti,5) Saudara bapak di Bali
(Terjemahan Pupuh Ginanti,5)

Bendesa mataken lantur Kepala desa bertanya selanjutnya


“yen keto unduk jro lingsir Kalau begitu cerita bapak tua
Tiang mataken amatra Saya bertanya sedikit
Nyen adan jro lingsir? Siapa namamu orang tua?
Jero mawit uli dija? Pak tua, berasal darimana?
Tur enyen nyamane dini?” Dan siapa saudara anda di sini?
(Pupuh Ginanti,6) (Terjemahan Pupuh Ginanti,6)

Anak Lingsir gelis nyaur Orang tua itu lalu menjawab


“bapa mawit sakeng Jawi Bapak berasal dari Jawa
Brahmana Keling maparab Brahmana keling nama bapak
Nyaman bapa prabu Bali Saudara Bapak Raja Bali
Dalem Waturenggong kucap Dalem Waturenggong namanya
Kucap nangun yajňa dini” Dikatakan lagi mengadakan Upacara
(Pupuh Ginanti,7) Yajňa di sini
(Terjemahan Pupuh Ginanti,7)

Bendesa lan panjak onya Kepala desa dan rakyat semua


Kedik ten ngega baos Brahmana Tertawa tidak percaya terhadap
Keling perkataan Brahmana Keling
Jro Bendesa ngucap banglus Kepala desa berbicara kasar
“Ih Jero gegendong  kumbel “hai kamu pengemis dekil
Patilesang ja ragane suba ruyud Tahu dirilah sudah tua dan reyot
Dija ada unduk Dalem Mana mungkin Dalem
Madue sameton sintrig” Mempunyai saudara dekil seperti ini”
(Pupuh Pangkur,8) (Terjemahan Pupuh Pangkur,8)

Brahmana Keling mangucap Brahmana Keling berbicara


“Mara bapa pacul tur lacur “Baru Bapak dekil kotor dan miskin
ngalisting sekali
Jero tusing ada ngugu Anda tidak ada yang percaya
Abedik Bapa sing sebet Sedikitpun Bapak tidak bersedih
Cutet Bapa ngalih Dalem ane Pokoknya Bapak mencari Dalem
jani” sekarang
Puput ngucap raris munggah Setelah berbicara lalu naik
Ka jroan pura Besakih Ke dalam pura Besakih
(Pupuh Pangkur,9) (Terjemahan Pupuh Pangkur,9)

Wawu punika Brahmana Keling Baru begitu Brahmana Keling


ngucap berbicara
Panjak Gelgel duka brangti Rakyat Gelgel marah dan tersinggung
Jro Bendesa ngucap Kepala desa berkata
“Ngulah laku mesuang munyi Berbicara sembarangan
Nganistang pesan Merendahkan Raja kami yang
Gustin kaine linuih” terhormat
(Pupuh Durma,10) (Terjemahan Pupuh Durma,10)

Jero Bendesa raris nitahang Kepala desa lalu memerintahkan


krama rakyatnya
“Ih krama Gegel sinami “ Hai rakyat Gelgel semua
Jalan jani kedeng Ayo sekarang tarik
Gegendong tua tenenan Pengemis tua ini
Gediang ia uli  dini” Usir dia dari sini
Panjak pasrangkab Rakyat berhamburan
Manundung Brahmana keeling Mengusir Brahmana Keling
(Pupuh Durma,11) (Terjemahan Pupuh Durma,11)

Brahmana Keling duka raris Brahmana Keling marah lalu berkata


masabda “he rakyat Bali yang sombong
“Ih krama Bali durbudi Paman sombong sekali
Paman jrengji pesan Dengan orang tua miskin
Teken anak tua tuara Ya semoga paman menerima
Nah madak paman manampi Tidak akan berhasil
Tusing kasidan Upacara persembahan paman sekarang
Yajňa paman ane jani” ini
(Pupuh Durma,12) (Terjemahan Pupuh Durma,12)

Puput ngucap Selesai berbicara


Raris matilar digelis Lalu cepat-cepat pergi
Crita Ida Dalem Cerita Sang Dalem
Indik ring jaba ten uning Tentang di luar tidak tahu
Antuk uleng nabdab yajňa Karena berkonsentrasi mempersiapkan
(Pupuh Maskumambang,13) Yajňa
(Terjemahan Puh Maskumambang,13)

Raris wenten Lalu ada


Cihna sane nenten becik Ciri-ciri yang tidak baik
Panjake mangayah Rakyat yang mempersiapkan upakara
Ten madue manah ening Tidak memiliki pikiran yang jernih
Saling dengkik sareng krama Saling berbicara kasar antar sesame
(Pupuh Maskumambang,14) (Terjemahan Puh Maskumambang,14)

Nangluk mrana Upacara Yajňa Nangluk Mrana


Sampun katur manut dresta Sudah dilaksanakan sesuai aturan
Nanging saluir mrana Namun segala hama
Kantun katah kadi riin Masih banyak seperti terdahulu
Panjak sayah kirang pangan Rakyat miskin kekurangan makanan

(Pupuh Maskumambang,15) (Terjemahan Puh Maskumambang,15)

Dalem Waturenggong sedih Dalem Waturenggong duka


Tangkil ring Dang Hyang Mendatangi Dang Hyang Dwijendra
Dwijendra Berbicara dengan perasaaan bersedih
Mabaos sada kadalon Uduh Ratu Sang Hyang Bhagawanta
“Singgih Ratu Bagawanta Berdasarkan pesan Bhagawan
Manut piteket Begawan Menghilangkan hama itu
Ngicalang mrana iku Saya mesti menggelar upacara
Titiang mangda ngelar nydnya persembahan
(Pupuh Samarandana,16) (Terjemahan Pupuh Samarandana,16)

Yajňa nangluk mrana luih Upacara Nangluk Mrana yang Utama


Sampun margiang titiang Sudah saya jalankan
Manut sastra drasta kaot Berdasarkan sastra , aturan yang ada
Nanging mangkin I merana Namun sekarang hama itu
Kantun tur sayan ngakehang Masih tetap ada dan bertambah banyak
Napi betara ten asung Apakah Tuhan tidak memberkati?
Maring atur yajňa titiang?” Dengan upacara yang saya
(Pupuh Samarandana,17) persembahkan
(Terjemahan Pupuh Samarandana,17)

Dang HyangDwijendra masabda Dang Hyang Dwijendra berkata


“yan punika indik Gusti Kalau begitu cerita Raja
Bapa mangkin manyelehang” Bapak Pendeta sekarang menyelidiki
Dang Hyang Dwijwndra raris Dang Hyang Dwijendra lalu
Nunggalang Adnyana suci Menyatukan kekuatan sucinya
Tur kapanggih cihna tuhu Lalu didapatkanlah ciri-ciri muncul
Raris ida mawecana Lalu beliau berkata
“Riin wenten anak lingsir Dulu ada orang tua
Mriki rauh Datang kemari
Brahmana Keling kucapang Brahmana Keling namanya
(Pupuh Sinom,18) (Terjemahan Pupuh Sinom,18)
Brahmana keling punika Brahmana Keling itu
Sameton Gusti utami Saudara Raja yang utama
Katundung olih I panjak Diusir oleh rakyat
Lautang pendak ne mangkin Silahkan jemput sekarang
Ida katur ngenter wali Beliau suruh memimpin upacaranya
Janten kerta jagat Ratu” Niscaya sejahtera Wilayah Raja Dalem
Ida Dalem suksma pisan sangat berterima kasih
Nitah panjak kutus diri Memerintahkan prajuritnya 8 orang
Mendak mundut Menjemput menjunjung
Brahmana Keling utama Brahmana Keling yang utama
(Pupuh Sinom,19) (Terjemahan Pupuh Sinom,19)

Panjake raris mamarga Prajurit lalu berangkat


Masaserep mrika-mriki Bertanya-tanya kesana kemari
Rauh ring Bandana negara Sampai di Bandana negara
Brahmana Keling kapangguh Brahmana Keling ditemukan
Ngriinan ida mangucap Mendahului Beliau berkata
“Ngudiang mai Ada apa kalian ke sini
Paman teka magrudugan?” Paman datang ramai-ramai?
( Pupuh Ginada,20) (Terjemahan Pupuh Ginada,20)

Panjake matur manimbal Prajurit berlanjut berkata


“Ampura titiang riin Maafkan saya dulu
Langgana nyoba pandita Durhaka menyapa pendeta
Ne mangkin titiang kautus Saat ini saya diutus
Oleh Dalem gusti titiang Oleh Dalem Raja saya
Mamendakin Untuk menjemput
Pandita katur ring Dalem” Pendeta berkenan datang kepada Dalem
(Pupuh Ginada,21) (Terjemahan Pupuh Ginada,21)

Brahmana Keling mangucap Brahmana Keling berkata


“Uduh Paman maka sami “ Uduh Paman semuanya
Unduk pidan depang suba Masalah yang terdahulu biarkan sudah
Nah jalan jani lumaku” Nah ayo sekarang pergi ke Kerajaaan
Brahmana Keling mamarga Brahmana Keling berjalan
Panjak ngiring Prajurit mengikuti dan mengawal

Ngungsi linggih Ida Dalem Menuju tempat Ida Dalem


(Pupuh Ginada,22) (Terjemahan Pupuh Ginada,22)
Maring Gegel sampun rauh Sudah sampai di Gelgel
Dalem kagiat ngaksi Dalem terkejut melihat
Ne ngangken sameton Ida Yang mengaku saudara Beliau
Raga pacul kuaca daki Dirinya sederhana pakaiannya dekil
Dalem taler sumendeya Dalem juga tidak percaya
Madue sameton sintering Punya saudara miskin seperti itu
(Pupuh Ginanti,23) (Terjemahan Pupuh Ginanti,23)

Raris Dalem nyanggra alus Lalu Dalem menyapa dengan halus


“Panjak tiang sane riin Rakyat saya yang terdahulu
Pangkah ring ragan Pandita Berani dengan Sang Pendeta
Titiang nglungsur sinampuri Saya mohon maaf
Nika taler indik titiang Itu juga berhubungan dengan saya
Tandruh ring sameton yukti Tidak percaya dengan saudara sendiri
(Pupuh Ginanti,24) (Terjemahan Pupuh Ginanti,24)

Jagat titiange kapungkur Negara saya keterbelakangan


Kameranan panjak nglisting Penderitaan rakyat sangat banyak
Ring pandita titiang nunas Kepada Pendeta saya meminta
Napi antuk sane mangkin Apa yang mesti dilakukan sekarang
Mangda jagat titiang kerta Supaya negara saya sejahtera
Saluir mrana pang ten kari” Semua hama supaya tidak ada
(Pupuh Ginanti,25) (Terjemahan Pupuh Ginanti,25)

Brahmana Keling mangucap Brahmana Keling berkata


“Yan punika kayun Gusti Kalau begitu keinginan Raja
Ngiring malih nangun Yajňa Mari lagi menggelar upacara Yajňa
Nangluk mrana kadi dumun Mangluk Mrana seperti dahulu, biarkan
Banggiang tiang mamuputang” saya yang menyelesaikannya
Dalem ngiring Raja (Dalem) mengikuti
Nitah panjak nangun Yajňa Memerintah rakyatnya menggelarYajňa
(Pupuh Ginada,26) (Terjemahan Pupuh Ginada,26)

Upakara sampun jangkep Upakara sudah lengkap


Brahmana Keling mangawit Brahmana Keling memulai upacara
Mapuja nyomia merana Memuja dan bersemedi menetralisir
Mupakara Panca Taru hama bersarana panca pohon
Nyirat Tirta nyapuh mrana Menebarkan air suci membersihkan
Malih siki hama dan satu lagi
Manyiratang Catur Bija Menebarkan empat biji-bijian
(Pupuh Ginada,27) (Terjemahan Pupuh Ginada,27)

Puput Ida mangastawa Selesai beliau melakukan pemujaan


Masriak jagate raris Lalu bersinarlah bumi kerajaan
Saluir mrana nadak ical Segala hama tiba-tiba hilang
Pantun sane dumun layu Padi yang dulunya layu
Malih idup buahne nged Hidup lagi dan berbuah banyak
Gemuh trepti Sejahtera dan sentosa
Jagat Bali kadi mula Wilayah Bali seperti semula
(Pupuh Ginada,28) (Terjemahan Pupuh Ginada,28)

Dabdab alus Persiapan halus


Dalem Waturenggong muus Dalem Waturenggong berkata
“ ih paman Brahmana “Ya…. Paman Brahmana
Wawu titiang ngugu mangkin Baru saya percaya sekarang
Paman tuhu Pamanlah
Sameton tiang utama Saudara saya yang utama
(Pupuh Pucung,29 (Terjemahan Pupuh Pucung,29)

Sida tuhu Dapat berjalan mulus


Paman nganter yajňan mami Paman menjalankan yajňa ini
Wastu sida karya Bisa sampai selesai dengan baik
Nah adan Paman ne jani Ya nama paman sekarang
Inggih ipun Yaitu,
Kucap Dalem Sidakarya Disebut Dalem Sidakarya
(Pupuh Pucung,30) (Terjemahan Pupuh Pucung,30)

Paman katur Paman diberikan tempat


Ring jagat Bandana linggih Tempatnya di Jagat Bandana
Ngerastitiang jagat Mendoakan negara
Mangda panjak Bali santi Supaya rakyat Bali damai
Drika sampun Di sanalah
Kucap Jagat Sidakarya Disebut Desa Sidakarya

(Pupuh Pucung,31) (Terjemahan Pupuh Pucung,31)

Karyan Dalem sampun puput Karya Agung Dalem sudah selesai


jagat kerta Negara sejahtera
Dalem Sidakarya luih Dalem Sidakarya Agung
Ida raris budal Beliau lalu pergi
Mangungsi Bandana Negara Menuju Bandana Negara
Sidakarya kucap mangkin Sidakarya disebut sekarang
Iriki Ida Di sana Beliau
Moksa nunggal ring Hyang Menyatu dengan Tuhan Yang Maha
Kawi Esa
(Pupuh Durma,32) (Terjemahan Pupuh Durma,32)
Dalem Waturenggong raris Dalem Waturenggong lalu
nitah panjak memerintahkan Rakyat
Makarya topeng linuih Membuat Topeng Agung nan suci
Pinaka tapakan Sebagai perwujudan
Linggan Dalem Sidakarya Tempat Dalem Sidakarya
Kapundut muputang wali Dijunjung untuk menyelesaikan Yajňa
Ketah kucapang Terkenal disebut
Topeng Sidakarya mangkin Sekarang dengan Topeng Sidakarya.
(Pupuh Durma,33) (Terjemahan Pupuh Durma,33)

Oleh : I Nyoman Suprapta

LAY OUT PENELITIAN

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN


KATA PERSEMBAHAN

MOTTO

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

UNTENGBEBAOSAN

ABSTRACT

RINGKESAN TESIS

GLOSARIUM

PERNYATAAN

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoretis

1.4.2 Manfaat Praktis

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.2 Konsep

2.2.1 Nilai

2.2.2 Nilai Pendidikan Karakter


2.2.3 Gegurutan Brahmana Keling

2.2.4 Bentuk dan Fungsi

2.2.4.1 Bentuk

2.2.4.2 Fungsi

2.3 Teori

2.3.1 Teori Strukturalisme

2.3.2 Teori Fungsi

2.3.3 Teori semiotik

2.3.4 Teori Nilai

2.4 Model Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.2 Lokasi PenelitianTempat

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

3.3.2 Sumber Data

3.4 Teknik Penentuan Informan

3.5 Instrumen Penelitian

3.6 Tekhnik Pengumpulan Data

3.6.1 Observasi

3.6.2 Wawancarai

3.6.3 Kepustakaan

3.6.4 Studi Dokumentasi

3.7 Teknik Analisis Data


3.8 Penyajian Hasil Analisis Data

BAB IV UNSUR INSTRINSIK DAN EKSTRINSIKGEGURITAN


BRAHMANA KELING

4.1 Unsur Insrinsik

4.1.1 Tema

4.1.2 Insiden

4.1.3 Alur (plot)

4.1.4 Penokohan

4. 1.5 Gaya Bahasa

4.1.7 Amanat

4.2 Unsur Ekstrinsik

4.2.1 Unsur Agama

4.2.2 Unsur Historis

4.2.3 Unsur Sosial Buddaya

4.2.4 Unsur Psikologi

4.2.5 Unsur Estetika

BAB V BENTUK TEKS GEGURITAN BRAHMANA KELING

5.1 Bentuk Geguritan Brahmana Keling

5.1.1 Pupuh Dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.1 Bentuk Pupuh Sinom dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.2 Bentuk Pupuh Ginada Dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.3 Bentuk Pupuh Ginanti dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.4 Bentuk Pupuh Pangkur dalam Geguritan Brahmana Keling


5.1.1.5 Bentuk Pupuh Durma dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.6 Bentuk Pupuh Durma dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.1.7 Bentuk Pupuh Maskumambang dalam Geguritan BK

5.1.1.8 Bentuk Pupuh Semarandana dalan Geguritan BK

5.1.1.9 Bentuk Pupuh Pucung dalam Geguritan BK

5.1.2 Bahasa dalam Geguritan Brahmana Keling

5.1.3 Analisis Stilistika

5.1.3.1 Pemanfaatan dan Pemilihan Kosa Kata dalam Geguritan BK

5.1.3.2 Pemanfaatan Kata Sapaan dalam Geguritan Brahmana Keling

BAB VI PUNGSI GEGURITAN BRAHMANA KELING

6.1 Sebagai Penjabaran Ajaran agama

6.1.1 Tattwa (Filsafat)

6.1.2 Susila (Etika)

6.1.3 Upacara (Ritual)

6..2 Sebagai Penuntun Masyarakat

6.2.1 Pendidikan

6.2.2 Ekonomi

6.3 Lingkungan Hidup

6.3.1 Kehidupan Sosial

6.3.2 Lingkungan

BAB VII NILAI PENDIDIKAN KARAKTER GEGURITAN BRAHMANA


KELING
7.1 Relegius

7.1.1 Widi Tattwa (Filsafat Ketuhanan)

7.1.2 Tuntunan Moralitas (Susila)

7.1.3 Upacara (Yadnya)

7.2 Pengendalian Sosial

7.3 Tanggung Jawab

7.4 Disiplin

BAB VIII PENUTUP

8.1 Simpulan

8.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Kegiatan Pesantian oleh Sekaa Santhi
dalam suatu upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak Nuntun
dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar Utara.
(Dokumentasi penulis)

Kegiatan Pesantian oleh Sekaa Santhi


dalam suatu upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak Nuntun
dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar Utara.
(Dokumentasi penulis)
Tari Topeng Sidha Karya
dalam upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak Nuntun
dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar Utara.
(Dokumentasi penulis)

Tari Topeng Sidha Karya


dalam upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak Nuntun
dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar Utara.
(Dokumentasi penulis)
Kegiatan Pesantian oleh Sekaa Santhi
dalam suatu upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak
Nuntun dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar
Utara.
(Dokumentasi penulis)

Kegiatan Pesantian oleh Sekaa Santhi


dalam suatu upacara Melaspas, ngenteg Linggih, Mendem Pedagingan, Mendak
Nuntun dan Ngodalin di Banjar Merta rauh Kaja Desa Dangri Kangin Denpasar
Utara.
(Dokumentasi penulis)

Anda mungkin juga menyukai