Anda di halaman 1dari 79

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Katar Kacaribu

Umur : 67 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Tanjung Mbelang

Pekerjaan : Pendeta Agama Hindu Desa Tanjung Pulo

2. Nama : Dinis Sitepu

Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kabanjahe

Pekerjaan : Penyuluh Agama Hindu di Kabupaten Karo

3. Nama : Terkelin tarigan

Umur : 49 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Tanjung Pulo

Pekerjaan : Guru SMP N 1 Kutabuluh Simole

Universitas Sumatera Utara


4. Nama : Karta Bangun

Umur : 59 Tahun

Jeni Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Tanjung Pulo

Pekerjaan : Sekretaris Desa Tanjung Pulo

5. Nama : Aristo Bangun

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Tanjung Mbelang

Pekerjaan : Petani

6. Nama : Beluhngena Br Bangun

Umur : 52 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Tanjung Pulo

Pekerjaan : Petani

7. Nama : Tersena Br Sembiring

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Tanjung Pulo

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan : Petani

8. Nama : Benana Br Tarigan

Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Desa Tanjung Pulo

Pekerjaan : Petani

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Gambar 1. Pura Sekula Serasi Tampak depan

Gambar 2. Pura Sekula Serasi tampak bawah

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Pura Sekula Serasi Tampak samping kanan

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4. Simbol Singa di bawah Pura Sekula Serasi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten Karo, Gambaran Umum Kabupaten Karo, Kabanjahe:
BPS, 2000.

Bangun, Tridah, Manusia Batak Karo, Jakarta:PT.Gunung Agung,1985.

Bukit, Kuasa, Biografi Nini Bulang Jaksa Tua dan Kedatangan Injil ke Buluh Awar, Medan:
Percetakan Ridho Tarigan, 2005.

Daulay, Fachruddin J, Bandar Barus Dalam Catatan Sejarah, Medan: Buletin Historisme
Departemen Sejarah Fakultas Sastra USU, 2009.

Ginting, E.P, Religi Karo, Medan:Abdi Karya Kabanjahe, 1999.

Sitepu Sempa, dkk, Pilar Budaya Karo, Medan: Tidak Diterbitkan, 1996.

Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak,2007.

Haris, Adam, Kehidupan Bersosial, Jakarta: F.a.Lisan, 1977.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta:F.a. Aksara Baru,1985.

Mahasti, Sri Ayu, Pangguni Uttiram (Suatu Ritual Hindu-Tamil di Kuil Shri
Thendayanudabani,skripsi, Medan: Tidak Diterbitkan, 2012.

M. Elly Setiadi, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Manurung, P, Metode Penelitian,Jakarta: Moeka Pubhlishing, 2012.

Putro, Brahma, Karo Dari Zaman Ke Zaman Jilid I, Medan: Ulih Saber,1995.

Shadily, Hasan, Ensklopedia Indonesia Jilid 6(SHI-VAJ), Jakarta: Ichtiar Van Hoeve,1980.

Sinar, Lukman Tengku, Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan: Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Seni Budaya Melayu (Satgas Mabmi),1996.

Tarigan, Jaman, Gelemen Merga Silima Rakut Sitelu Tutur Siwaluh,Medan:Kebudayaan


Karo,1995.

Universitas Sumatera Utara


Tarigan, A Noprianta, Sesajen(Studi Deskripsi Mengenai Makna Sesajen pada Penganut
Agama Hindu di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten
Deliserdang,Provinsi Sumatera Utara,skripsi,Medan:Tidak Diterbitkan,2011.

Tarigan, Sarjani, Dinamika Orang Karo, Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia
(BABKI),2008.

, Kepercayaan Orang Karo Tempoe Doeloe,Medan:Balai Adat Budaya Karo


Indonesia (BABKI), 2011.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO

3.1. Proses masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo.

Masuknya Agama Hindu ke Desa Tanjung Pulo ada hubungannya dengan

masuknya Hindu ke Tanah Karo, Agama Hindu masuk ke Tanah Karo dibawa oleh

Bahgawan Brgu atau disebut dengan Maharesi. Beliau berasal dari India. Menurut

cerita Beliau memiliki tongkat sakti dan membuat kesaktian seperti mampu

melakukan pembicaraan dengan daerah yang berbeda dalam waktu yang bersamaan,

banyak membuat sihir, sehingga banyak masyarakat Karo yang menjadi muridnya.

Setelah Bahgawan Bergu pergi akhirnya masyarakat Karo mengenal istilah perbegu

akibat dari kesaktian dari Bahgawan Bergu. Kata Perbegu sendiri berasal dari kata

Bergu yaitu agama kepercayaan tradisional Karo atau disebut juga dengan Agama

Pemena yaitu agama yang pertama. Dengan kedatangan Etnis Tamil ke Tanah Karo

terjadi juga perkawinan silang yang menyebabkan banyak Masyarakat Karo yang

kemudian mengembangkan Agama Pemena. Hal ini bisa dilihat Bahgawan Bergu

Universitas Sumatera Utara


seorang Brahmana, menikah dengan putri Karo yang kemudian mengembangkan

Agama Hindu lalu bergabung ke dalam Marga Sembiring Brahmana. 25

Kedatangan Agama Hindu ke Desa Tanjung Pulo tidak lepas dari peran

Parisada Hindu Dharma Karo (PHDK) yang dipimpin oleh Lemba Ginting pada

tahun 1980-1985. Pada tahun tersebut Parisada Hindu Dharma Karo melayani umat

Hindu.Pada tahun ini juga dibangun beberapa Pura, diantaranya Pura Sekula Serasi

yang berada di Desa Tanjung Pulo. Pura yang ada di Tanjung Pulo adalah pecahan

dari Pura Desa Bintang Meriah yang berbatasan dengan Desa Tanjung Pulo. Di Desa

Bintang Meriah jumlah pemeluk Agama Hindu juga besar dan telah memiliki Pendeta

diantaranya Pendeta Las Melas Sinulingga Beliau yang kemudian membawa Agama

Hindu ke Desa Tanjung Pulo yang menyebabkan banyak masyarakat Tanjung Pulo

memeluk Agama Hindu. Salah satu tokoh yang berperan yaitu dari Jaman

Tarigan(Dharma Duta) pengembang Agama Hindu dan tokoh Hindu Karo yang ikut

juga ke Desa Tanjung Pulo.

3.2. Perkembangan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo.

Perkembangan adalah sebuah pertumbuhan yang semakin meningkat dan

maju. Perkembangan yang pesat Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo terjadi pada

tahun 1970-1985. Beberapa faktor peningkatan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

antara lain Pendeta yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan baik tanpa
25
Sarjani Tarigan, Op. Cit. Hal. 23.

Universitas Sumatera Utara


terkecuali pria dan wanita maupun kaum muda Desa. Adanya Kalapatra 26 dalam

Agama Hindu yaitu dimana Hindu berada maka Agama Hindu tersebut mengikuti

tradisi dan budaya daerah yang ditinggali. Hal ini menyebabkan masyarakat nyaman

untuk memeluk Hindu khususnya masyarakat Desa Tanjung Pulo.

Semakin bertambahnya jumlah umat tentu membutuhkan tempat beribadah

untuk menjalankan ibadah. Di Desa Tanjung Pulo tempat ibadah yang dibangun

adalah Pura Sekua Serasi.Desa Tanjung Pulo bukanlah sebuah Desa dengan

kepadatan penduduk yang padat. Akan tetapi bisa digolongkan sebagai desa kecil.

Pada tahun 1984-2000 jumlah kepala keluarga yang ada di Desa ini hanya 75 kepala

keluarga dan yang memeluk Agama Hindu sebanyak 45 kepala keluarga.

Saat pendirian Pura Sekula Serasi panitianya dibentuk oleh Lehu Bangun.

Ketuanya adalah Inget Tarigan. Pura dibangun pada tahun 1984. Pura di Desa

Tanjung Pulo diberi nama Pura Sekula Serasi yang artinya Sekula adalah satu tubuh,

satu darah dan serasi yaitu selaras atau memiliki keberuntungan dan rejeki.Jadi Pura

Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo diharapkan memiliki keberuntungan, selaras, dan

masyarakat pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo terus berkembang.

Pura Sekula Serasi mempunyai empat sudut, dan terdapat patung singa yang

dijadikan tempat sesajen, dan di tingkat kedua terdapat empat sudut yang bergambar

gajah yaitu gambar dari Ganesha. Dibelakang Pura terdapat patung angsa dan garuda

dimana makna dari angsa untuk membedakan yang buruk dan yang benar. Di atasnya
26
Http//search goggle pengertian Kalapatra.com, diakses tanggal 18 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


lagi terdapat Patma seperti bunga teratai berdaun lapan yang melambangkan hati.

Sedangkan diatas Pura ada lambang naga (istana Dewa). Di Pura Sekula Serasi inilah

masyarakat yang beragama Hindu melakukan sembahyang dan upacara yang pernah

dilakukan yaitu Purnama Tilem yaitu perayaan Agama Hindu untuk mengucapkan

terima kasih kepada sang yang Widiwase, dan upacara meminta perlindungan yaitu

Butakala yang dilakukan sekali sebulan.

Sesajen dan perlengkapan untuk melakukan ritual Agama Hindu berupa

cimpa, lepat 27, pisang hasil dari pertanian masyarakat, bunga tiga warna yang

disebut dengan Sempa. Pakaian yang dipakai hampir mirip dengan Pakaian umat

Hindu di Bali, pinggang diikat dengan selendang. Terdapat juga Dupa untuk

membakar dimana fungsi dari Dupa ini untuk membersihkan tangan dan

menghidupkan kepanasan daging, karena asap dari Dupa sebagai penyambung ke

pencipta , minyak air mata duyung, beras, mangkok, tampah. Pendeta ritual seperti

ini biasanya didatangkan Parisada Hindu Dharma Karo dari Pura Agung di Jalan

Polonia Medan. 28

27
Cimpa dan Lepat adalah salah satu makanan khas tradisional dari masyarakat Karo
28
Wawancara dengan Katar Kacaribu di Desa Tanjung Mbelang, 18 November 2016

Universitas Sumatera Utara


3.3.Interaksi masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Interaksi adalah suatu peristiwa saling memengaruhi satu sama lain ketika dua

orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian menciptakan suatu hasil sama lain

atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi tindakan setiiap orang bertujuan untuk

mempengaruhi individu lain terjadi dalam setiap kasus interaksi. 29

Interaksi masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo telah

diikat oleh satu landasan di dalam Parisada Hindu Dharma Desa. Umat Hindu di Desa

Tanjung Pulo mempunyai pendeta yang melayani mereka di Desa Tanjung Pulo dan

menjadi guru bagi masyarakat desa. Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo dipimpin

oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia(PHDI) yang menjadi pusat Parisada

kemudian dibawahnya ada Parisada Provinsi, Parisada Hindu Dharma Karo, Parisada

Hindu Dharma Kecamatan. Yang terakhir adalah Parisada Hindu Dharma Desa, di

dalam struktur ini semua lapisan pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

berinteraksi.

3.3.1. Interaksi sesama Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung

Pada tahun 1970-1985 masih banyak masyarakat Karo yang beragama Hindu,

dimana telah ada Parisada Hindu Dharma Karo(PHDK), bahkan di tingkat kecamatan

29
Http// Kompasiana.com Pengertian Interaksi diakses tanggal 19 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


Agama Hindu telah memiliki Parisada Kecamatan. Pada tahun 1970-1985 banyak

Pendeta Hindu dari Kecamatan yang lain yang pernah melayani di Tanjung Pulo, dari

Kecamatan Juhar, Kecamtan Lau Baleng, Kutabuluh Simole. Kedatangan Pendeta ini

untuk memberikan pendalaman tentang Hindu.

Hubungan sesama pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo sangat erat.

Hal ini bisa dilihat ketika hari-hari besar Hindu Pendeta dan umat Hindu yang

menerima undangan dari desa yang lain akan menghadirinya. Begitu juga ketika ada

acara ritual di Desa Tanjung Pulo pemeluk Hindu juga hadir dan ikut berperan dalam

upacaranya. Pemeluk Hindu yang menghadiri upacara-upacara besar Hindu di

Tanjung Pulo tidak hanya orangtua saja tetapi juga kaum muda dan mudi.

Masyarakat pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo memiliki rasa

saling mendukung. Misalnya di dalam acara pernikahan dan melahirkan mereka ikut

berpartisipasi di dalam acara pernikahan tersebut dan mengambil posisinya sesuai

dengan adat istiadat Karo. Setelah itu Pendeta Hindu dari Desa Tanjung Pulo akan

memberikan doa kepada kedua penganti agar menjadi keluarga yang memegang

teguh Agama Hindu dan memproleh kebahagiaan, rejeki dan ketenangan batin.

Begitu juga ketika ada yang melahirkan bayi maka Pendeta juga berdoa agar bayi

tersebut menjadi anak yang bermanfaat bagi semua orang dan kelak menjadi penerus

Agama Hindu. Biasanya keluarga dari pengantin dan keluarga yang melahirkan

memberikan sesajen ke Pura Sekula Serasi untuk mengucapkan syukur. Begitu juga

ketika ada yang meninggal masyarakat pemeluk Agama Hindu juga berpartisipasi di

Universitas Sumatera Utara


dalam acaranya dimana dilakukan di Jambur 30 Desa Tanjung Pulo sesuai dengan

tradisi adat Karo.

3.3.2. Interaksi dengan masyarakat bukan penganut Agama Hindu di Desa

Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Masyarakat Hindu Tanjung Pulo tidak pernah mengalami pertikaian dengan

bukan penganut Hindu. Hal ini karena masyarakat Tanjung Pulo memegang erat

tradisi Sangkep Enggeloh dalam kehidupan orang Karo. Didalam Sangkep nggeluh

ini ditekankan rasa kekeluargaan, persaudaraan, jadi sangat dipantangkan untuk tidak

menghargai dan menghormati masyarakat, walaupun bukan dengan kepercayaan yang

sama.

Sesuai dengan arti salam Om Shanti Shanti Om yang artinya “Semoga damai

atas karunianya” dapat disimpulkan bahwa Agama Hindu dalam sejarahnya sangat

menjunjung tinggi perdamaian dan persahabatan. Penyebabnya yang pertama ada

pengakuan bahwa Tuhan itu satu , tetapi disebut dengan banyak nama (Ekam Sat

Vipra Bahuda Vadanti). Yang kedua menyatakan jiwa manusia adalah sama,

menyakiti orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri (Tat Tvam Asi). Ketiga

semua mahkluk adalah satu keluarga (Vasudaiva Kutumbakan). Perdamaian dalam

Agama Hindu tidak hanya berarti perdamaian sesama Hindu saja, tapi perdamaian

dengan semua ciptaanNya tanpa membedakan SARA.

30
Jambur dalam bahasa Karo adalah tempat diadakannya pesta pernikahan, meninggal dunia,
musyawarah, dan lain-lain dimana memakai tradisi adat istiadat Karo dalam tata caranya.

Universitas Sumatera Utara


Prinsip Hindu tersebut juga mengakar di dalam diri masyarakat Tanjung Pulo

dimana masyarakat yang bukan pemeluk Hindu memiliki hubungan yang erat dengan

pemeluk Hindu yang ada di Tanjung Pulo. Pura Sekula Serasi adalah tempat ibadah

pertama yang ada di Desa Tanjung Pulo, dimana selain Hindu, ada juga Agama

Katolik, Kristen Protestan, dan Islam di DesaTanjung Pulo, dan semua masyarakat

Desa Tanjung Pulo mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi tanpa membedakan

kepercayaan mereka. Penganut Hindu di Tanjung Pulo ketika ada undangan dari

bukan penganut Hindu dalam upacara besar keagamaan seperti hari natal, hari raya,

penganut Hindu Tanjung Pulo ikut berperan dan menghormatinya. Hanya tersisanya

lima kepala keluarga penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo, maka interaksi

dengan masyarakat semakin melemah karena masyarakat Tanjung Pulo sekarang

lebih banyak menganut Agama Kristen dan Islam. Munculnya perasaan dikucilkan

dan dianggap sebagai agama Perbegu 31 menyebabkan pemeluk Hindu Tanjung Pulo

hampir hilang, dilengkapi dengan menurunnya peran Parisada Hindu Dharma Karo

dalam pelayanan dan pembinaan, begitu juga di hampir pelosok Tanah Karo

Penganut Hindu semakin berkurang bahkan tidak terlihat lagi perannya, melengkapi

kemerosotan Agama Hindu yang lama menjadi kepercayaan leluhur masyarakat

Tanah Karo khususnya Desa Tanjung Pulo, Kecamatan Payung. Perkembangan

penganut Agama Hindu pada tahun 1970-1985 bisa dilihat dari pembangunan

beberapa Pura pada tahun tersebut yaitu:

31
Perbegu adalah kepercayaan tradisional masyarakat Karo yang bersifat magis dan dianggap
negatif oleh masyarakat sekarang.

Universitas Sumatera Utara


1.Pura Sekula Serasi Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung
2.Pura Dharma Pratama Desa Bintang Meriah Kecamtan Kutabuluh Simole
3.Pura Desa Kutambaru Kecamatan Munte
4.Pura Kelengi Dehet Tinuang Desa Pernantin Kecamatan Juhar
5.Pura Sidua-dua Desa Durin Rugun Kecamatan Lau Baleng
Sedangkan terjadinya penurunan penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo terjadi pada

tahun 1985

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KEBERADAAN PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO

KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

Keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo pernah sangat

berkembang. Dimana pengarug Agama Hindu di Karo bisa dilihat dari adanya arca-

arca Mejan(tempat sesajen diletakkan) atau arca Pulu Balang 32. Serta golongan

Marga Sembiring keturunan Hindu Padang dan Hindu Tamil, bersama Marga Lingga,

Marga Surbakti, Marga Kaban, dan Kacaribu di Karo. Disamping itu banyak juga

terdapat kata Sanskerta dan Kawi dalam perbendaharaan kata-kata Karo, antara lain,

Seberaya, Gurubenua, Gurusinga, Tanduk Benua, Ajinembah, Banuaraya,

Sarinembah, Lingga, Brahmana, Pandya, Teykang, Maliala, Maha. Maka tidak dapat

dipungkiri lagi Agama Hindu pernah sangat berkembang di daerah Sumatra utara

pada jaman Purba kala yaitu daerah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Singkel, Alas,

Gayo dan terus kelembah Aceh besar, sebagian dataran Simalungun, Asahan,

Mandailing dan Angkola.

Menurut sejarah Hindu, Maharesi Agastya Bhatara Guru adalah Maharesi

yang pertama mengajarkan agama Hindu sekte Ciwa ke Nusantara. Beliau keturunan

32
Pulu Balang adalah tempat berupa batu besar yang dianggap keramat dan biasanya
masyarakat menyembah dan meletakkan sesajen. Sesajen yang diletakkan berupa ayam, daun sirih, dan
lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


Baghavat Brgu, seorang penulis kitab suci Weda Smrti dari ajaran Manu, dan Manu

adalah asal dari Manusia. 33

Di daerah Karo, Simalungun, Pakpak dan Toba nama Bhatara Guru selalu

disebut-sebut sebagai Dewa dalam mantra-mantra untuk acara religius, seperti

memasuki rumah baru, memandikan anak yang lahir (petalayoken), memandikan air

suci (erpangir) dan lain-lain. Maharesi Agastya Bhatara Guru sebelum tahun 760

Masehi sudah meninggal dunia karena rohnya sudah dipuja sebagai Dewa Pitra. Arca

makam beliau ini pada mulanya diperbuat dari kayu kemudian diganti dengan batu

hitam.

Menurut Moksa Ginting Dharma Dhuta Hindu Provinsi Sumatera Utara,

menjelaskan Maharesi Agastya adalah Maharesi yang pertama kali mengembangkan

agama hindu ajaran Bhagavat Brgu di Sumatera Utara dimana kata Bergu itu

disamakan dengan nama Per Begu atau Sipelebegu atau disebut juga nama roh yang

di Karo dinamai dengan Tendi 34 bilamana manusia yang masih hidup dan bilamana

manusia itu sudah meninggal dunia maka rohnya itu dinamai ‘Begu’ asal kata dari

Brgu, yang sudah pasti karena keluhuran Maharesi Brgu itulah makanya dinamai roh

menjadi Brgu atau Begu.

Kedatangan Maharesi Brgu awal mengembangkan pengaruh Hindu masuk ke

Tanah Karo, keberadaan Hindu di Tanah Karo juga diperjelas banyaknya nama

Lingga di daerah Karo, Pakpak dan Simalungun sebagai nama kampung dan nama

33
Brahma Putro, Karo dari zaman ke zaman jilid I.Medan:Ulih Saber,1995,hal.25
34
Tendi di dalam bahasa Karo berarti roh manusia yang sudah meninggal

Universitas Sumatera Utara


suku Marga. Suatu fakta menunjukan bahwa di daerah itu pengaruh agama Hindu

Sekte Ciwa berkembang dan berpengaruh, agama Hindu ajaran Per Begu/Sipelebegu

di daerah Sumatera Utara, adalah Sekte Ciwa yang berpedoman pada Weda Smrti,

yang didaerah Karo Weda itu dinamai Pustaka Najati.

Penganut Agama Hindu di Indonesia memiliki Parisada Hindu Dharma

Indonesia (PHDI). PHDI sebagai Majelis Organisasi umat Hindu Indonesia yang

mengurusi kepentingan keagamaan maupun sosial. Parisada Hindu Dharma Indonesia

yang awalnya bernama Parisada Hindu Dharma Bali didirikan pada tahun 1959 untuk

memperjuangkan agar Agama Hindu menjadi agama yang diakui di Indonesia. Pada

tahun 1964, nama organisasi berubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia

perubahan ini mencerminkan upaya-upaya selanjutnya untuk mendefinisikan Hindu

tidak hanya sebagai kepentingan bali tetapi juga Nasional. Pengurus pusat Parisada

Hindu Dharma Indonesia berkedudukan di Jakarta. Parisada Hindu Dharma Indonesia

juga memiliki Angaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga. Hal ini sebagai pedoman

bagi Parisada Hindu Dharma Provinsi, Parisada Hindu Dharma Kabupaten, Parisada

Hindu Dharma Kecamatan, sampai yang terakhir Parisada Hindu Dharma di Desa.

Parisada Hindu Dharma Indonesia berfungsi semacam Badan Legislatif, yang

memegang peranan penting didalam memecahkan berbagai keagamaan yang terjadi

dalam kehidupan bermasyarakat. Kata Parisada tersebut identik pengertianya dengan

duduk melingkar (untuk bersidang). Parisada terdiri dari para Brahmana ahli

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan ketentuan yang diatur dalam kitab suci Manava Dharma Sastra. 35

Parisada Hindu Dharma Indonesia inilah menjadi tonggak dan landasan seluruh umat

Hindu di Indonesia begitu juga di Tanah Karo.

Keberadaan penganut Agama Hindu di Kabupaten Karo khususnya di Desa

Tanjung Pulo, Kecamatan Payung mengalami dinamika. Dimana pernah menjadi

mayoritas dan sekarang menurun dan menyisakan lima kepala keluarga.Agama Hindu

pernah menjadi salah satu agama terbesar di Kabupaten Karo. Hal ini disebabkan di

Agama Hindu menganut sistem Kalapatra. 36 yang artinya dimana penganut Agama

Hindu itu berada maka penganut Agama Hindu itu akan mengikuti budaya dan

tradisi di daerah tempat tinggalnya 37. Artinya Agama Hindu memiliki strategi untuk

masuk ke masyarakat Karo. Hal ini menjadi salah satu faktor masyarakat Karo

banyak yang masuk memeluk Agama Hindu karena tidak meninggalkan budaya dan

tradisi leluhurnya. Hal ini terlihat pada tata ibadah Agama Hindu tersebut di

Kabupaten Karo. Masyarakat Karo yang telah menganut Agama Hindu masih tetap

menjalankan tata ibadah berdasarkan kebudayaan Karo. Perbedaanya masyarakat

Karo menyembah roh leluhur nenek moyang tetapi setelah menganut Agama Hindu

masyarakat Karo menyembah Dewa yang dipercayai Agama Hindu

Setiap Desa di Karo mempunyai tempat yang dianggap sakral dan keramat.Di

tempat itu masyarakat Karo melakukan persembahan kepada roh nenek moyang.

Mereka juga memberikan sesajen di tempat keramat tersebut misalnya ercibal belo

35
Http:// Parisada Hindu Dharma Indonesia Wikipedia.com diakses tanggal 18 Desember 2016
36
Http://Hindualukta.blogspot.com. diakses tanggal 19 desember 2016
37
Wawancara dengan Dinis Sitepu, Tanggal 20 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


(meletakkan daun sirih), bunga, ayam, cimpa (masakan khas Karo). Pada waktu ini

masyarakat Karo masih memeluk Animisme. Setelah Masuknya Agama Hindu terjadi

perbedaan dalam pemujaanya. Akan tetapi tradisi sesajen masih menggunakan sistem

Animisme tersebut. Masuknya Hindu menjadikan masyarakat Karo memuja Dewa

yang dipercayai dalam Agama Hindu. Ada banyak Dewa dalam ajaran Agama Hindu

dimana Dewa tersebut memiliki tugas dan peran masing-masing yang dipercayai

penganut Agama Hindu. Diantara sekian banyak Dewa yang dikenal dalam ajaran

Hindu, ada istilah Trimurti. Trimurti merupakan istilah yang digunakan untuk

menyebutkan tiga Dewa tertinggi yang memegang kekuasaan yang penuh dan tugas

yang berat. 38 Ketiga Dewa tersebut adalah:

1.Dewa Brahma

Dewa Brahma dianggap sebagai manifestasi Tuhan dalam penciptaan alam semesta.

Dewa Brahma merupakan simbol kekekalan yang tiada akhir dan ilmu pengetahuan.

2.Dewa Wisnu

Dewa Wisnu merupakan Dewa pemelihara semesta dan segala ciptaan Dewa Brahma.

Menurut kepercayaan Hindu Dewa Wisnu akan turun ke dunia apabila kejahatan

merajalela.

3.Dewa Siwa

Dewa Siwa dianggap sebagai Dewa pelebur yang akan menghancurkan semua

ciptaan Dewa Brahma yang sudah usang jika waktunya tiba.

38
Wawancara dengan Katar Kacaribu Pendeta Hindu di Desa Tanjung Pulo tanggal 18
Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


Keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo juga memiliki

persamaan tradisi dengan Hindu di India, dimana di Desa Tanjung Pulo sendiri

masyarakat mengenal Pulu Balang, erpangir kulau, memasuki rumah baru,

memandikan anak yang baru lahir (petalayoken), upacara kematian menurut sistem

Agama Hindu yang terakhir dilakukan pada tahun 1992 di Desa Tanjung Pulo.

Berdirinya Parisada Hindu Dharma Karo menyebabkan perkembangan Agama

Hindu di Tanah Karo semakin meningkat.Perkembangan ini terjadi pada tahun 1970-

1985. Salah satu buktinya adalah pembangunan beberapa Pura di Tanah Karo antara

lain Pura Sekula Serasi yang dibangun untuk kecamatan Payung. Begitu juga

hubungan dengan Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara sangat baik. Hubungan

timbal balik seperti pelayanan Pendeta dari Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara

ke Tanjung Pulo.Hubungan dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia terjalin dengan

baik.Banyak masyarakat Bali yang datang dan memberi bantuan untuk membangun

Pura di Tanah Karo, termasuk di Tanjung Pulo.

Penurunan jumlah penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dimulai pada tahun

1990, pada tahun 1999 terdapat data presentase penduduk menurut Agama dimana

penganut Agama Hindu hanya dipresentasekan 0,56% dimana pada sebelumnya

penganut Agama Hindu pernah mencapai 80%. Jadi pada tahun 1990-1999 adalah

periode penurunan yang sangat drastis penganut Agama Hindu di Tanah Karo.

Banyak faktor yang menyebabkan Agama Hindu mengalami penurunan, baik faktor

internal dan faktor eksternal. Dengan penurunan jumlah umat Agama Hindu di Tanah

Karo maka Parisada Hindu Dharma Karo mengalami krisis kepemimpinan baik

Universitas Sumatera Utara


dalam melayani umat Agama Hindu, memberikan arahan terhadap semua Parisada

Kecamatan dan pelayanan ke Desa-desa. Sehingga pada periode ini penganut Agama

Hindu mulai beralih dari Agama Hindu ke agama lain. Hal ini bisa dilihat dari tabel

dibawah.

TABEL

PERSENTASE PENDUDUK MENURUT AGAMA KEPERCAYAAN


TAHUN 1999
No. Agama Persentase

(1) (2) (3)

1. Islam 27,97

2. Kristen Protestan 52,30

3. Katolik 17,90

4. Hindu 0,56

5. Budha 0,62

6. Lainnya 0,65

Jumlah 100,00

SUMBER: Kantor Dinas Agama Kabupaten Karo

4.1 Faktor Internal

Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo mengalami perkembangan

kemudian penurunan. Faktor Internal terjadi pada Individu, Kelompok, Komunitas,

Organisasi baik berupa peningkatan dan penurunan yang disebabkan oleh Individu,

Universitas Sumatera Utara


Kelompok, Komunitas, Organisasi itu sendiri. Hal ini bisa disebabkan karena ketidak

adanya persamaan pendapat di dalam tubuh Individu, Kelompok, Komunitas,

Organisasi dimana mereka bernaung dan melakukan sebuah kegiatan.

Faktor Internal dapat terjadi karena perubahan jumlah penduduk baik bertambah atau

berkurang jumlahnya, adanya penemuan-penemuan baru misalnnya masuknya sebuah

kebudayaan yang baru yang lebih menarik dibandingkan dengan kebudayaan yang

telah lama dipakai oleh masyarakat sebelumnya sehinga kebudayan lama itu dapat

berganti. Adanya pertentangan atau konflik antara individu atau kelompok maupun

antarkelompok. Faktor Internal dapat juga terjadi akibat pembrontakan atau revolusi

karena revolusi berpengaruh besar pada perubahan struktur masyarakat dan lembaga

masyarakat mulai dari lembaga terkecil yaitu keluarga sampai lembaga-lembaga

negara.

Di Desa Tanjung Pulo sendiri penyebab menurunnya penganut Agama Hindu

ada juga disebabkan oleh faktor internal. Sehingga terjadi penurunan dan degradasi

yang mengakibatkan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo hampir hilang dan tinggal

menyisakan 5 kepala keluarga.

4.4.1. Kurangnya Perhatian Parisada Hindu Dharma Provinsi Sumatera Utara

terhadap penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo.

Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo mengalami perkembangan

pada tahun 1985. Perkembangan ini bisa dilihat dengan didirikannya Pura Sekula

Serasi bergaya Besakih Bali.Pembangunan Pura ini dibantu oleh Parisada Hindu

Dharma Sumatera Utara dan masyarakat Bali. Pada tahun 1985 beberapa Pendeta dari

Universitas Sumatera Utara


Pura Raksabuana di Jalan Polonia Medan juga pernah melayani di Desa Tanjung

Pulo. Akan tetapi pada masa selanjutnya Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara

terkesan kurang peduli dan sangat minim perhatian dari Parisada itu terhadap

penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo. Tidak ada lagi Pendeta yang melayani, tidak

adanya pengarahan, kurangnya memberikan pembelajaran akan apa itu Hindu kepada

Masyarakat Tanjung Pulo.masyarakat Tanjung Pulo belum memahami secara

mendalam bagaimana sebenarnya ajaran Agama Hindu.

Banyak penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo yang mempunyai talenta dan

belajar di Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara tidak kembali lagi ke Tanjung

Pulo. Mereka memilih tinggal di Medan. Begitu juga penganut Hindu Karo yang

belajar ke Bali ketika selesai tidak lagi kembali ke Tanah Karo. Kondisi ini

menyebabkan terjadinya krisis kepemimpinan di hampir seluruh Tanah Karo begitu

juga di Tanjung Pulo. Hal ini tidak ditanggapi serius oleh Parisada Hindu Dharma

Sumatera Utara. 39

4.1.2. Minimnya pewarisan ajaran Agama Hindu terhadap generasi muda di

Desa Tanjung Pulo.

Berkembangnya sebuah Agama tidak bisa lepas dari pembinaan generasi muda

dan memberikan pengajaran tentang Agama tersebut. Generasi muda Penganut

Agama Hindu Desa Tanjung Pulo banyak yang belum mengetahui sistem dan tata

ibadah yang seharusnya dilakukan, bagaimana doa, serta mantra yang digunakan.

39
Wawancara dengan Dinis Sitepu di Kabanjahe Kabupaten Karo(Penyuluh Agama Hindu
Kabupaten Karo) 18 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya mereka hanya mengetahui bahwa Agama Hindu adalah kepercayaan

dari orangtua. Mereka tidak mempelajari secara mendalam bagaimana sebenarnya

ajaran Agama Hindu, seperti apa sejarahnya dan tantangan yang dihadapi. Hal ini

dipengaruhi kurangnya peran orangtua yang lebih paham dan telah lama memeluk

Agama Hindu.Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan serta menurunnya

jumlah penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo. Dengan kurangnya kepedulian

orangtua dalam mewariskan ajaran atau tata cara Agama Hindu terhadap generasi

muda di Desa Tanjung Pulo menyebabkan mereka tidak tertarik dan merasakan

Agama Hindu pernah menjadi Agama dari leluhur nenek moyangnya. Generasi muda

tidak berminat bertanya kepada Pendeta Hindu dan pengurus Agama Hindu di Desa

Tanjung Pulo.

Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo biasanya melakukan tata ibadah seperti,

sembahyang, memberikan sesajen pada hari raya besar Agama Hindu Nyepi.

Penganut Agama Hindu Melakukan ritual doa dan pembacaan mantra serta banyak

lagi aktifitas kesakralan. Akan tetapi Pendeta Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

sangat minim penyampaiannya kepada generasi muda penganut Agama Hindu Desa

Tanjung Pulo sehingga mereka acuh tak acuh terhadap Agama yang mereka anut.

Faktor internal lainnya yang mempengaruhi minimnya pewarisan ajaran Agama

Hindu di Desa Tanjung Pulo karena kurangnya pendeta atau orang yang paham

tentang ajaran Agama Hindu. 40

40
Wawancara dengan Hariuji Barus di Desa Tanjung Pulo (Tokoh masyarakat Karo) tangga 18
Desember 2016l

Universitas Sumatera Utara


Penganut kaum muda Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo lebih tertarik

mengikuti teman-temannya yang beragama Kristen dan Islam. Ketika hari minggu

mereka ikut beribadah ke gereja dan ada juga yang mengikuti temannya yang ke

masjid. Pada hari-hari besar keagamaan seperti natal dan paskah kaum muda

penganut Agama Hindu datang juga dan akhirnya tertarik kemudian masuk ke Agama

Kristen. Terjadinya perkawinan dengan agama lain dan penganut Agama Hindu di

Desa Tanjung Pulo banyak yang mengikuti agama dari calon pasangannya, seperti

perkawinan dengan yang beragama Kristen dan Islam.

4.2. Faktor Eksternal

faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu maupun kelompok

dalam satu kesatuan organisasi. Faktor eksternal yang datang mampu mengubah

sistem yang telah digunakan oleh individu atau kelompok tersebut dan faktor

eksternal yang datang dari luar tubuh organisasi tersebut dapat mengakibatkan

penurunan dan peningkatan.Jumlah penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

mengalami penurunan dari faktor eksternal hal ini disebabkan ketidaksetabilan

Agama Hindu itu sendiri dalam mempertahankan tradisi dan budaya Agama Hindu

yang telah lama dianut oleh masyarakat Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo. Pada

umumnya penurunan penganut hindu di Tanah Karo dan khususnya di Desa Tanjung

Pulo banyak yang datang dari faktor eksternal karena tidak adanya keseimbangan dan

komunikasi yang baik antara Parisada Hindu Dharma Kabupaten Karo dengan

Parisada Hindu Dharma Desa Tanjung Pulo.

Universitas Sumatera Utara


4.2.1 Masuknya Agama Kristen dan Islam ke Tanah Karo

Sebelum masuknya Agama Kristen dan Islam ke Tanah Karo masyarakat

Karo menganut Agama Pemena yang kemudian berubah menjadi Agama Hindu.

Agama Hindu yang dianut masyarakat Karo merupakan Agama pertama yang masuk

ke Tanah Karo, kemudian perkembangan Agama di Tanah Karo dimasuki oleh

Agama Kristen dan Islam.

Menurunnya penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo terjadi pada

tahun 1965 karena pada tahun ini terjadi pembrontakan G 30 S. Masyarakat Karo

yang mayoritas menganut Agama Pemena banyak yang masuk ke Kristen karena

takut dianggap atheis. Komunis pada waktu itu dianggap atheis. Pada saat itu juga

terjadi pembabtisan massal terhadap masyarakat Karo dan semakin berkuranglah

penganut Hindu di Tanah Karo. Di tengah terjadinya Kristenisasi dan banyaknya

umat Hindu yang beralih menjadi Kristen penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo tetap

bertahan dan perkembangan Kristen di Tanjung Pulo tidak begitu cepat. Hal ini

terbukti dari masih banyaknya penganut Agama Hindu dan dibangunnya Pura di Desa

Tanjung Pulo. Tempat ibadah yang pertama di Desa Tanjung Pulo adalah Pura Sekula

Serasi.

Menurunnya Agama Hindu di tanah Karo tidak lepas dari proses Kristenisasi.

Dimana kristenisasi mempunyai strategi yang sangat membantu masyarakat Karo, hal

ini bisa dilihat dari pembangunan rumah sakit, memberikan pendidikan. Hal-hal

Universitas Sumatera Utara


positif ini yang membuat masyarakat Karo yang dulunya menganut Agama Hindu

banyak yang beralih dan masuk menjadi Kristen. 41

Selain proses kristenisasi menurunnya umat Hindu ditanah Karo khusunya di

desa Tanjung Pulo, proses islamisasi juga mempunyai peran dalam penurunan Agama

Hindu. Sama halnya dengan Kristenisasi, perkembangan Islam pada tanah karo

mendapat tantangan dan penolakan sebagian besar masyarakat karo. Perkembangan

Islam diperkirakan pada tahun 1888 yang dibawa oleh para ulama yang berasal dari

Aceh, para ulama dari Aceh ini menggunakan cara pengobatan dan ilmu kebatinan

hal ini dilakukan tidak terlepas dari pengaruh masyarakat Karo masih menganut

Animesme yang cenderung mengarah kearah mistik.

Proses Kristenisasi dan Islamisasi di tanah Karo merupakan salah satu faktor

eksternal yang menyebabkan penganut Agama Hindu di tanah Karo dan khususnya di

desa Tanjung Pulo terjadi penurunan umat yang sangat besar. Kelemahan Parisada

Hindu Dharma Indonesia dalam mengantisipasi gejolak ini menyebabkan terputusnya

komunikasi Parisada Hindu dharma Indonesia dengan Parisada Hindu Dharma Karo

bahkan hubungan Parisada Hindu Dharma Karo dengan Parisada Hindu desa Tanjung

Pulo tidak lagi memiliki hubungan yang dekat. Selain itu strategi yang digunakan

Parisada Hindu dharma Karo untuk mengatasi permasalahan ini tidak ada yang

mendapatkan solusi dan menyebabkan penganut Agama Hindu di Tanah Karo mulai

merosot tajam dan diambang kepunahan, dimana didalam persentase penduduk

41
Http:// search google: masuknya Kristen ditanah Karo, diakses tanggal 20 desember 2016

Universitas Sumatera Utara


menurut Agama/kepercayaan tahun1999 penganut Agama Hindu di Tanah Karo

hanya 0,56% 42.

4.2.2. Tidak tersedianya pengajar Agama Hindu di sekolah yang ada di Desa

Tanjung Pulo

Pengajar Agama Hindu identik dengan kata Guru dimana di dalam bahasa

Sansekerta yang berarti pengajar atau pemimpin keagamaan maupun spiritual. Di

dalam Agama Hindu guru dipandang sebagai pemimpin suci yang memberi kebijakan

dan pedoman. Menemukan guru sejati seringkali menjadi syarat mutlak bagi orang

yang ingin mencapai pencerahan. 43

Sebelum perkembangan Agama Kristen dan Islam di Tanah Karo, masyarakat

Karo mayoritas menganut Agama Hindu begitu juga di Desa Tanjung Pulo. Pada

masa ini di setiap desa di Tanah Karo mempunyai Guru Agama Hindu dan Pendeta

yang menjadi pelayan dan memberikan pengajaran tentang Agama Hindu. Guru

Agama Hindu ini didatangkan dari Pura Raksabuana di jalan Polonia Medan.

Masyarakat Bali di Medan yang menganut Agama Hindu sering datang melayani ke

Tanah Karo. Masyarakat Bali di Medan ikut berpartisipasi dalam mendirikan Pura

Sekula Serasi di Tanjung Pulo.Terjalinnya hubungan yang erat sesama penganut

Hindu di Medan dan Tanah Karo tidak terlepas peran dari Parisada Hindu Dharma

Karo pada tahun 1980-1985. Begitu juga hubungan dengan kementerian Agama,

42
Sumber : Kantor dinas Agama kabupaten Karo
43
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Guru_(agama)_dharma) diakses tanggal 22 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


Parisada Hindu Provinsi Sumatera utara memiliki kesinambungan dan komunikasi

yang baik. Putusnya hubungan kelembagaan Parisada Hindu Dharma Provinsi

Sumatera Utara dengan Parisada Hindu Dharma Karo terjadi pada tahun 2000 karena

tidak ada lagi hubungan yang baik dan menurunnya umat Hindu di Tanah Karo.

Menurunnya penganut Agama Hindu di Tanah Karo pada tahun 2000 menyebabkan

Parisada Hindu Dharma Provinsi Sumatera Utara tidak terlalu memperhatikan

penganut Agama Hindu di Tanah Karo termasuk di Desa Tanjung Pulo. Pengajar

Agama Hindu yang dari Medan tidak pernah lagi melayani ke Tanjung Pulo, dan

terputuslah hubungan diantara lembaga keagamaa Hindu di Parisada Hindu Dharma

Sumatera Utara, kementerian Agama, dan ke pusat terendah Parisada Dharma Desa

Tanjung Pulo. 44Selain dari pengajar Agama Hindu yang tidak pernah melayani lagi

ke Desa Tanjung Pulo. Di Sekolah baik di tingkat Sekolah dasar (SD), sekolah

menegah pertama (SMP), sekolah menegah atas (SMA) tidak ada mata pelajaran

Agama Hindu. Hal ini salah satu faktor kenapa penganut Agama Hindu di Desa

Tanjung Pulo mengalami penurunan yang sangat besar. Murid yang beragama Hindu

ketika mengikuti ujian harus memilih mata pelajaran Agama Kristen dan Islam agar

mendapat nilai dalam mata pelajaran agama. Hal ini Karena tidak ada mata pelajaran

Agama Hindu untuk dipelajari. Tidak hanya di Desa Tanjung Pulo yang tidak

memiliki mata pelajaran Agama Hindu di sekolah, bahkan hampir di seluruh

Kabupaten Karo.

44
Wawancara dengan Dinis Sitepu di Kabanjahe Kabupaten Karo( Penyuluh Agama Hindu)
tanggal 22 Desember 2016

Universitas Sumatera Utara


Akibat dari kebijakan pemerintah Kabupaten Karo yang tidak menyertakan

Agama Hindu sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah di Kabupaten Karo, maka

akhirnya banyak penganut Agama Hindu di Kabupaten Karo yang kemudian pindah

Agama menjadi Agama Kristen dan Islam.

4.2.3.Persepsi sebagian masyarakat bahwa Agama Hindu sama dengan ajaran

Pelbegu

Seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya Agama Kristen dan

Agama Islam ke Tanah Karo, maka Agama Hindu dianggap sebagai Agama Pelbegu.

Masyarakat Karo tidak menyadari bahwa Agama Pelbegu adalah Agama Hindu itu

sendiri. Agama Pelbegu sendiri datang dari Maharesi Agastya dimana Beliau adalah

pengembang ajaran Agama Hindu Bhagavat Brgu ke Tanah Karo dimana kata Bergu

disamakan masyarakat Karo dengan kata Per Begu atau Sipelebegu Kata Pel Begu

atau Sipelebegu sendiri datang dari keluhuran dan kesaktian dari Maharesi Agastya

yang memberikan ajaran Agama Hindu sekte Ciwa di Tanah Karo.

Kemudian setahun setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1946 Agama

Pelbegu ini diubah menjadi Agama Pemena 45. Agama Pemena sama dengan Agama

Hindu telah diteliti oleh seorang Pendeta dari India pada tahun 1950 bahwa banyak

persamaan antara Agama Pemena dengan Agama Hindu yang ada di India seperti

upacara menghanyutkan abu jenazah yang dihanyutkan di sungai Gangga juga

45
Agama Pemena artinya Agama yang pertama atau yang pertama dianut oleh masyarakat
Karo

Universitas Sumatera Utara


dilakukan di sungai Lau Biang di Tanah Karo, pemotongan gigi dan

menghitamkannya yang disebut dengan Erkiker, erpangir ku lau 46, dan wanita

pemeluk Agama Pemena juga membuat titik merah di keningnya, berdoa di bulan

purnama seperti yang dilakukan penganut Hindu. 47

Sebelum menganut Agama Pemena masyarakat Tanjung Pulo masih

menganut animisme dan menyembah tempat-tempat keramat di Desa tersebut yang

disebut dengan Pulu Balang, dan memiliki mantra doa tersendiri dalam bahasa Karo

untuk menyembah roh nenek moyang supaya diberi keselamatan dan rejeki.

Kedatangan Agama Pemena ke Tanah Karo mudah diterima masyarakat karena

memakai sistem Kalapatra 48 dan tidak menghilangkan budaya asli masyarakat Karo

yang telah turun temurun. Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo ketika bulan purnama

memberikan sesajen di Pura Sekula Serasi menggunakan mantra dan doa di dalam

bahasa Karo, tetapi yang disembah Dewa Siwa yang merupakan salah satu Dewa di

dalan ajaran Agama Hindu disinilah letak perbedaan antara Agama Pemena dengan

Agama Hindu tetapi yang disembah sama yaitu Dewa Siwa. Begitu juga dalam tata

ibadah yang digunakan Agama Pemena memakai tradisi budaya Karo. 49 Sementara

itu Agama Pemena disahkan menjadi Agama Hindu akibat dari terjadinya revolusi

komunis di Tanah Karo, dan perkembangan Agama Kristen dan Agama Islam

46
Erpangir ku lau adalah sebuah tradisi Karo dengan mandi di sungai dengan air limau yang
bertujuan untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk.
47
Https://karosiadi.blogspot.co.id/2010/11/agama-pertama-sesudah-pemena.html?M=1 diakses
tanggal 23 Desember 2016
48
Kalapatra adalah dimana Agama Hindu berada maka Agama Hindu itu menggunakan
budaya daerah yang ditempatinya tanpa mengganti tradisi daerah tersebut.
49
Wawancara dengan Aristo Bangun masyarakat Desa Tanjung Pulo tanggal 22 Desember
2016

Universitas Sumatera Utara


sehingga Parisada Hindu Dharma Karo menjadikan Agama Pemena Menjadi Agama

Hindu supaya diakui menjadi Agama resmi di Indonesia. Pemahaman masyarakat

Karo tentang apa itu Agama Pelbegu cenderung bersifat negatif karena di dalam

penafsiran masyarakat Karo dan khususnya Tanjung Pulo Agama Pelbegu adalah

Agama yang percaya kepada hal-hal yang mistis dan tidak mengetahui bahwa Agama

Pelbegu sama dengan Agama Hindu Karo yang ada di Desa Tanjung Pulo, tetapi

yang membedakan Agama Pemena dan Agama Hindu di dalam tata ibadah dan tetapi

Dewa yang disembah sama yaitu Dewa Siwa.

Universitas Sumatera Utara


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Sebelum kedatangan Agama Hindu ke Tanah Karo, masyarakat Tanah Karo

masih menganut Animisme dan Dinamisme. Kedatangan Bahgawan Agastya dari

bangsa India seorang Maharesi yang pertama kali mengembangkan Agama Hindu

ajaran Bhagavat Brgu di Tanah Karo menjadi awal perkembangan Agama Hindu ke

Tanah Karo.Agama Hindu cepat berkembang di Tanah Karo karena memakai sistem

Kalapatra dan Bahgawan Agastya sendiri menikah dengan putri Karo keturunan

Marga Purba dengan demikian semakin cepatlah perkembangan Agama Hindu di

Tanah Karo. Selain itu Bahgawan Agastya juga memiliki kesaktian sehingga banyak

masyarakat Karo yang kemudian menjadi muridnya.

Dengan berkembangnya Agama Pelbegu di masyarakat Karo kebudayaan

Agama Hindu yang berasal dari India yang dibawa oleh Bahgawan Agastya juga

masuk dan diikuti oleh masyarakat Karo seperti pembakaran jenasah(Pakuwaluh),

pemotongan gigi(erkiker) dan sebagian Marga Sembiring.

Perkembangan Agama Hindu di Tanah Karo mengalami kemunduran setelah

masuknya Agama Kristen pada tahun 1890 dan Agama Islam pada tahu 1888 ke

Tanah Karo, masuknya Agama Kristen yang dibawa oleh Nederlandsche Zending

Genootschap (NZG) kolonial Belanda menyebabkan banyak umat Hindu menjadi

Universitas Sumatera Utara


Agama Kristen karena kolonial Belanda mengirimkan langsung Pendeta dari Belanda

dan Nederlandsche Zending Genootschap (NZG) membangun rumah sakit, gereja,

memberikan pendidikan, yang menyebabkan banyak masyarakat Karo masuk ke

Agama Kristen karena merasa nyaman dan bermanfaat. Kedatangan Agama Kristen

merupakan salah satu faktor penyebab terbesar menurunnya Agama Pelbegu di Tanah

Karo.

Pada tahun 1946 satu tahun setelah Indonesi merdeka Agama Pelbegu diubah

menjadi Agama Pemena pergantian nama ini terjadi karena kata Pelbegu dianggap

sebagai Agama mistis oleh masyarakat Karo yang belum mengetahui Agama Pelbegu

sama dengan Agama Hindu sebenarnya. Kata Pemena sendiri beraerti yang pertama.

Terjadinya revolusi Komunis pada tahun 1965 menyebabkan banyak

masyarakat Karo yang menganut Agama Pemena kemudian pindah menjadi Agama

Kristen dimana pada tahun ini terjadi pembabtisan massal masyarakat Karo,

terjadinya perpindahan kepercayaan ini disebabkan oleh banyak masyarakat Karo

yang beraliran komunis dan pada saat itu komunis dilarang dan ditangkap oleh

pemerintah Indonesia. Di dalam Komunis sendiri Agama Pemena dianggap sebagai

Agama yang Atheis. Terjadinya gejolak ini meresahkan umat Hindu di Indonesia

khususnya Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan pada tahun 1985 dibentuk Parisada

Hindu Dharma Karo yang bertujuan untuk melindungi penganut Agama Hindu dan

memberikan pelayanan kepada penganut Agama Hindu di Tanah Karo.

Universitas Sumatera Utara


Sama halnya dengan apa yang terjadi terhadap penganut Hindu di Tanah Karo,

penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo juga mengalami penurunan umat

Agama Hindu, masuknya Agama Kristen dan Agama Islam, kurangnya pewarisan

ajaran Agama Hindu kepada generasi muda, dan tidak ada mata pelajaran Agama

Hindu di sekolah menyebabkan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

banyak meninggalkan Agama Hindu. Untuk mengatasi gejolak ini Penganut Agama

Hindu di Desa Tanjung Pulo dan Parisada Hindu Dharma Karo membangun Pura

Sekula Serasi pada tahun 1985, untuk mempertahankan umat Hindu di Desa Tanjung

Pulo. Sampai sekarang penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo menyisakan

lima kepala keluarga dan tetap mempertahankan identitasnya sebagai penganut

Agama Hindu.

5.2. SARAN

Agama Hindu tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat Karo begitu juga

dengan Desa Tanjung Pulo karena, hal ini telah lama dianut oleh leluhur masyarakat

Karo. Agama Hindu juga pernah berkembang di Tanah Karo, begitu juga dengan

pengaruhnya.

Kurangnya kesadaran masyarakat Karo tentang sejarah dan pengetahuan

tentang Agama Hindu dan tanggapan masyarakat negatif tentang Agama Hindu yang

dianggap Agama Pelbegu, menyudutkan Agama Hindu. Hal ini menyebabkan

penganut Agama Hindu diambang kepunahan di Desa Tanjung Pulo.

Universitas Sumatera Utara


Pemerintah sebaiknya memberikan pembelajaran kepada masyarakat Karo

tentang sejarah Agama Hindu di Tanah Karo dan membuka mata pelajara Agama

Hindu di Tanah Karo untuk mengembalikan kepercayaan diri penganut Agama Hindu

untuk mengembangkan kembali Agama Hindu. Hal lain yang bisa dibantu

pemerintah adalah pembersihan kembali Pura-pura yang ada di Tanah Karo yang

tidak terawat bahkan ditumbuhi rumput liar. Pura Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo

juga tidak terawat, banyak rumput liar disekitarnya dan Pura tidak terlihat dari jalan.

Pemerintah hendaknya memberikan pembelajaran tentang Agama Hindu di

Tanah Karo khususnya di Desa Tanjung Pulo bahwa Agama Hindu bukan Agama

yang percaya kepada hal mistis. Dengan memberikan pemahaman tentang Agama

Hindu kepada masyarakat Karo diharapkan persepsi negatif dari masyarakat Karo

tentang Agama Hindu dapat berubah ke arah yang positif dan mengetahui leluhur dari

masyarakat Karo sendiri adalah penganut Agama Hindu.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

GAMBARAN UMUM DESA TANJUNG PULO KECAMATAN PAYUNG

KABUPATEN KARO

2.1. Letak Geografis Desa Tanjung Pulo

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan

merupakan daerah Hulu sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 km

persegi. Atau 212.725 Ha atau 2.97 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara, dan

secara geografis terletak diantara 20 50'-3 19' Lintang utara dan 970 55'-98 38' Bujur

timur. Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140-1.400 Meter di atas permukaan

laut. Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 140 C-270 C, dan terdapat dua

musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. 19

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140-1.400 meter di atas permukaan

laut. Kabupaten Karo sejak jaman Belanda sudah terkenal sebagai tempat

peristirahatan. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia kemudian dikembangkan

menjadi daerah tujuan wisata di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Objek-

objek pariwisata di Kabupaten Karo adalah panorama yang indah di daerah

pegunungan, air terjun, air panas, dan kebudayaan yang unik. Kabupaten Karo

terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan bunga-bungaan, hasil

19
Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten Karo.Gambaran Umum Kabupaten Karo, Kabanjahe:
BPS,2000. Hal. 7-8.

Universitas Sumatera Utara


hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan lahan cukup luas yaitu mencapai

125.516,5 Ha atau 59 persen dari luas Kabupaten Karo.

Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah Aliran Sungai Lau Biang. Potensi industri

yang ada adalah industri kecil dan aneka industri yang mendukung pertanian dan

periwisata. Potensi sumber-sumber mineral dan pertambangan yang ada di Kabupaten

Karo cukup potensial namun masih memerlukan survei lapangan.

Desa Tanjung Pulo adalah salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Karo,

Kecamatan Tiganderket. Akan tetapi di dalam periode penulisan skripsi ini Desa

Tanjung Pulo masih berada pada Kecamata Payung.Jarak tempuh dari ibu kota

Kabupaten Karo Kabanjahe adalah 35 Km atau sekitar 1 jam perjalanan. dan dari ibu

kota Provinsi Sumatera Utara Medan adalah 115 Km atau sekitar 3 jam perjalanan.

Transportasi yang bisa digunakan ke Desa ini yaitu transportasi darat bus angkutan

umum, dan sepeda motor.

Adapun batas-batas geografis Desa Tanjung Pulo antara lain adalah :

1.Sebelah utara berbatasan dengan sungai Lau garut Desa Tanjung Mbelang
Kecamatan Tiganderket.

2.Sebelah timur berbatasan dengan perladangan Desa Tanjung mbelang Kecamatan


Tiganderket.

3.Sebelah barat berbatasan dengan perladangan Desa Bintang Meriah Kecamatan


Kutabuluh Simole.

Universitas Sumatera Utara


4.Sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Lau Mambang Desa Bintang Meriah
Kecamatan Kutabuluh Simole.

2.2. Sejarah Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo

Menurut sejarahnya Desa Tanjung Pulo ada hubungannya dengan sejarah

Marga Bangun yang mendirikan Desa Tanjung Mbelang.Marga Bangun dari Desa

Tanjung Mbelang yang mendirikan Desa Tanjung Pulo.Sebelum bernama Tanjung

Mbelang penduduk masih bermukim di dekat sungai Lau Garut, akibat banyak

masyarakat pada waktu itu yang menderita penyakit Laia-laia (dalam bahasa Karo),

penyakit ini mirip dengan penyakit demam berdarah yang mengakibatkan banyak

masyarakat desa meninggal.Penghulu desa berisiniatif mencari tempat yang lebih

tinggi untuk bermukim.Mereka bermukim di Anjong-anjong 20 yang kemudian

berubah menjadi Tanjung. Tanjung Pulo sendiri dahulunya adalah perladangan

penduduk Desa Tanjong Mbelang. Sedangkan kata Pulo sendiri berarti sebuah ciri-

ciri atau tanda yang menandakan akan dekat atau hampir sampai dengan desa

tersebut, misalnya pohon besar, batu, dan bukit yang tinggi. Kemudian Marga

Bangun dari Desa Tanjung Mbelang menamakan daerah tersebut dengan nama

Tanjung Pulo. Sebelum masuknya marga Bangun di desa ini ada juga sebagian

daerah di Desa Tanjung Pulo yang ditempati Marga Singarimbun. Maka di Desa

Tanjung Pulo ini ada dua marga yang mendirikannya yaitu Marga Bangun dan Marga

20
Anjong anjong dalam bahasa Karo adalah tempat yang tinggi atau berupa bukit yang tinggi

Universitas Sumatera Utara


Singarimbun atau disebut juga dengan penghulu Desa Simantek Kuta atau yang

mendirikan Desa. 21

2.3.Kehidupan Masyarakat Desa Tanjong Pulo Kecamatan Payung Kabupaten

Karo

Kehidupan masyarakat adalah bagaimana masyarakat berinteraksi dengan

sesama individu dengan mengikuti norma-norma yang menjadi panutan di daerahnya.

Setiap anggota masyarakat berkomunikasi, mengikuti tradisi, perkembangan jaman,

bagaimana masyarakat melangsungkan kehidupannya baik dalam segi sosial, politik,

budaya dan ekonomi.Hal ini untuk masyarakat mendapatkan kehidupan yang nyaman

dan layak.

Menurut Selo Soemardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama

dan menghasilkan kebudayaan. 22 Dengan demikian dapat disimpulkan dengan adanya

interaksi masyarakat memunculkan sebuah kebudayaan yang menjadi tradisi di

tengah-tengah berkehidupan masyarakat.Begitu juga di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung kehidupan masyarakat telah berinteraksi setiap individu. Mereka

telah mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat sehingga terjadi dinamika

perubahan kehidupan masyarakat baik dalam segi sosial,budaya,politik, dan ekonomi.

21
Wawancara dengan Karta Bangun Sekretaris Desa dan Tokoh Masyarakat Desa Tanjung
Pulo, 15 Desember 2016.
22
https://id.wikipedia.org/wiki/masyarakat, diakses tanggal 17 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Kehidupan sosial dan budaya Desa Tanjong Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo

Sosial budaya adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah

masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut, baik berupa kesenian,

moral, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang

didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat dan keseluruhan bersifat kompleks.

Jadi dapat disimpulkan sosial budaya mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang

menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. 23

Di dalam mengetahui adat istiadat masyarakat Karo yang harus diketahui yaitu

Sangkep Enggeluh yaitu suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang

disebut dengan “Rakut sitelu Tutur siwaluh Perkade-kaden si sepuloh dua tambah

Sada” yang dimaksud dengan Rakut sitelu yaitu Senina, Kalimbubu, dan Anak Beru.

Tutur Siwaluh yaitu Sipemeren, Siparibanen, Sipengalon, Anak Beru, Anak Beru

Menteri, Anak Beru Singikuri, Kalimbubu, Puang Kalimbubu. Perkade-kaden

Sepuloh dua yaitu Nini, Bulang, Kempu, Bapa, Nannde, Anak, Bengkilka, Bibi,

Permen, Mama, Mami, Bere-bere.Tambah sada yaitu Teman meriah.

Sangkep Nggeluh adalah ciri khas dari masyarakat Karo. Dengan Sangkep

Nggeluh semua masyarakat Karo memiliki tali kekeluargaan dan tidak ada yang tidak

memiliki ikatan kekeluargaan. Hal ini telah menjadi tradisi dari leluhur. Di dalam

masyarakat Karo terdapat lima Marga yang menjadi induk dari semua Marga yang
23
Adam haris, Kehidupan bersosial.Jakarta:F.a.Lisan,1977,hal.78.

Universitas Sumatera Utara


ada di Karo yang disebut dengan Merga Silima. Kelima Marga tersebut yaitu:

Ginting, Sembiring, Perangin-Angin, Tarigan dan Karo-Karo.

Sangkep Nggeluh di dalam Masyarakat Karo juga digunakan di Desa Tanjung

Pulo dan menjadi dasar Adat dan Sistem kekerabatan.Seperti halnya dengan

masyarakat Karo lainnya masyarakat Desa Tanjung Pulo juga memakai Sangkep

Nggeluh sebagai norma dalam berkehidupan bermasyarakat. Dengan mengetahui

Sangkep Nggeluh maka masyarakat dapat mengetahui Orat tutur yaitu bagaimana

kita menyebut panggilan secara adat Karo terhadap seseorang seperti Erbapa (Bapak),

Ernande (Ibu), Erturang (Saudari), Senina (Saudara), Mama (Paman), dan lain-lain.

Pada tahun 1984 ketika Pura dibangun masyarakat Karo masih kental dengan

Adat Sangkep Nggeluh. Begitu juga ketika Pura dibangun masyarakat Tanjung Pulo

memiliki rasa gotong royong untuk bekerja. Akan tetapi sekarang generasi muda

tidak ingin tahu akan Sangkep Enggeloh akibat dari perkembangan jaman yang

semakin maju dan melupakan budaya yang memiliki nilai membangun karakter yang

berbudaya luhur.

2.3.2. Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo

Pada umumnya masyarakat Desa Tanjung Pulo bekerja sebagai petani.

Perladangan yang ada di Desa Tanjung Pulo mayoritas persawahan sehingga

masyarakat Tanjung Pulo banyak yang menanam padi. Pada tahun 1985-2000 selain

Universitas Sumatera Utara


daripada padi, masyarakat Tanjung Pulo banyak juga yang menanam Palawija,

kacang, bawang merah, cabai, dan sayur-sayuran. 24

Sekarang masyarakat di Desa Tanjung Pulo lebih banyak menanam bawang

merah, cabai, dan Padi. Untuk meringankan beban dalam bekerja, masyarakat Desa

Tanjung Pulo menggunakan tradisi Aron yaitu sebuah konsep pola kerjasama dan

tolong menolong baik dalam menghadapi ancaman dari pihak lain atau dalam

mengerjakan sesuatu, terutama dalam bidang pertanian. Istilah Aron berasal dari

Bahasa Karo yaitu sisaro-saron (saling membantu) yang diwujudkan dalam bentuk

kelompok kerja orang muda atau dewasa mulai 6 hingga 24 orang dalam satu

kelompok, hal ini sangat membantu masyarakat dalam mengerjakan pekerjaan di

ladangnya, dimana Aron ini berganti-ganti bekerja antara satu ladang yang satu ke

ladang lainnya dengan silih berganti, sehingga dari tradisi Aron ini mempunyai

manfaat dalam efisien waktu, tenaga, dan semakin eratnya rasa kebersamaan.

Pada tahun 1985-2000 hasil pertanian yang akan dibawa ke desa untuk dijual

dari ladang, dibawa dengan transportasi tradisional Karo yang disebut Gereta Lembu

yaitu sejenis kendaraan tradisional yang dibawa oleh lembu ataupun Kerbau yang

menjadi alat transportasi untuk membawa hasil pertanian dari ladang. Namun

sekarang Gereta Lembu tidak ada lagi dan alat transportasi yang dipakai sudah

modern yaitu mobil jenis bak terbuka, contohnya mitsubishi L300.Semakin majunya

jaman dan masuknya imigran suku Jawa ke Desa Tanjung Pulo yang kemudian

24
Wawancara dengan Terkelin Tarigan, masyarakat Desa Tanjung Pulo, 18 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara


banyak disewa untuk bekerja di ladang masyarakat dengan upah harian, maka pada

tahun 1990 tradisi Aron telah memudar. Sekarang tidak ada lagi tradisi Aron yang

dipakai dalam masyarakat Desa Tanjung Pulo.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebelum masuknya pengaruh Agama Hindu masyarakat di Desa Tanjung Pulo

masih menganut Animisme. Setelah masuknya pengaruh Agama Hindu kepada

masyarakat di Desa Tanjung Pulo, menyebabkan Animisme yang dianut masyarakat

mengalami perubahan menjadi Agama Pemena. Setelah masuknya Agama Hindu ke

Tanjung Pulo, masyarakat Desa Tanjung Pulo menggunakan upacara keagamaan

yang memiliki persamaan dengan budaya Agama Hindu di India. Salah satu

persamaannya adalah kremasi atau pembakaran mayat untuk mendapatkan abu

jenasah dan masyarakat di Desa Tanjung Pulo telah menyembah Dewa di dalam

kepercayaan Agama Hindu yaitu Dewa Siwa. Pada tahun 1985 Agama Pemena telah

disahkan menjadi Agama Hindu, dan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

telah resmi diakui menjadi Agama yang resmi karena bukan lagi disebut dengan

Agama Pemena.

Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo mengalami penurunan jumlah

penganutnya. Sebelum masuknya kristenisasi dan pengaruh pemberontakan komunis

penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo merupakan Agama yang dominan.

Namun akibat dari faktor tersebut penganut Agama Hindu mengalami penurunan

yang sangat banyak. Dibangunnya Pura pada tahun 1985 di Desa Tanjung Pulo

sempat memberi harapan untuk penganut Agama Hindu yang tersisa untuk

Universitas Sumatera Utara


berkembang, namun pembangunan Pura yang diberi nama Pura Sekula Serasi tidak

mampu meningkatkan jumlah penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo.

Masyarakat di Desa Tanjung Pulo mulai meninggalkan Agama Hindu akibat persepsi

negatif dari masyarakat yang belum mengetahui latar belakang Agama Hindu di Desa

Tanjung Pulo.

Penganut adalah individu yang mengikuti sebuah kepercayaan dan menjadi

sebuah Komunitas yang saling membantu antara sesama. Komunitas adalah suatu

kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berintraksi

menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas 1.

Komunitas dapat bertahan, berkembang ataupun menurun secara kuantitas. Pemicu

munculnya penurunan komunitas disebabkan oleh suatu sistem yang tidak lagi

dianggap menarik, menguntungkan atau tidak sesuai lagi dengan pola pikir

masyarakat pada umumnya, tidak sesuai dengan adat istiadat dan lahirnya komunitas

baru yang lebih diterima karena sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung,

yang mengakibatkan komunitas sebelumnya ditinggalkan. Komunitas bisa juga

dijelaskan sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan,

umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. 2 Sejarah adalah kisah atau

cerita yang terjadi pada masa lampau yang memiliki bukti yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Keberadaan Agama Hindu adalah salah satu

sejarah yang perlu untuk diketahui karena merupakan agama pertama yang masuk ke

1
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:F.a.Aksara Baru, 1985, hal. 148.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas, diakses tanggal 12 Juni 2016.

Universitas Sumatera Utara


Indonesia. Sebelum masuknya Hindu masyarakat di Nusantara masih menganut

animisme dan dinamisme. 3 Masuknya Agama Hindu ke Nusantara dibawa oleh

Bangsa India.Mereka masuk ke Indonesia melalui jalur laut dan melakukan

perdagangan karena Indonesia memiliki letak geografis yang strategis dan sumber

alam yang bernilai dalam perdagangan.Bersamaan dengan kegiatan tersebut mereka

menyebarkan Agama Hindu kepada masyarakat di nusantara.

Kedatangan orang India ke kawasan Asia Tenggara membawa serta agama dan

kebudayaan Hindu, bermula sekitar awal tarikh Masehi. Kebudayaan Hindu

berkembang dan mempengaruhi hampir semua bangsa di dunia. Ketika itu India dan

Cina adalah dua kekuatan besar di Asia yang telah memiliki peradaban yang kokoh

dan sudah berkembang sejak ribuan tahun sebelumnya. Kebudayaan intelektual

Agama Hindu mempengaruhi kawasan Asia Tenggara yang sangat jauh tertinggal.

Sedemikian kuatnya dominasi politik dan kebudayaan tersebut 4.Pengaruh kedua

bangsa besar India dan Cina, negeri-negeri di Asia Tenggara makin berkembang dan

mampu mencapai tingkat yang lebih tinggi

Etnis Tamil di Indonesia berasal dari India bagian selatan. Kelompok suku

bangsa Tamil ini banyak terdapat di Sumatera Utara seperti Pematang Siantar, Lubuk

Pakam, Langkat, Binjai dan Medan. Banyak dari mereka yang didatangkan pada

zaman kolonial Belanda untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan yang

3
Animisme adalah sebuah kepercayaan terhadap roh nenek moyang(leluhur) sedangkan
dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda benda yang dianggap sakral dan memiliki kekuatan
gaib.
4
J.Fachruddin Daulay “Bandar Barus dalam catatan sejarah” .Medan :Buletin Historisme,.
Departemen Sejarah Fakultas Sastra USU, No. 21, pp. 28-36,2009.

Universitas Sumatera Utara


dibangun di daerah tersebut. Kelompok bangsa Tamil kemudian berkembang secara

turun temurun hingga sekarang di Indonesia. 5

Kuil Agama Hindu yang tertua di Sumatera Utara terletak di Kampung Madras,

“Sri Mhariaman”, didirikan pada tahun 1884. Ketika itu sudah banyak kuli orang

Tamil bekerja di perkebunan-perkebunan di sekitar Medan. Sedangkan Kuil Agama

Sikh di samping Candi Tamil di Kampung Madras didirikan oleh “Gurdhuara Sahib”.

Pendetanya yang pertama ialah Bhai Surain Singh Ji.

Kedatangan orang India selatan(Tamil) 6 ke Sumatera Utara tidak lepas dari

hubungan erat yang pernah terjadi antara Kerajaan Cola, Kolutungga I dengan

kerajaan Sriwijaya. Dimana Kerajaan Cola menguasai wilayah Tamil di India selatan.

Hal ini menyebabkan banyak Etnis Tamil yang menetap di Barus, dimana pada waktu

itu Barus dibawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu kerajaan Cola

memiliki hubungan erat dengan Kerajaan kerajaan yang ada di Nusantara. Begitu

juga dengan Kerajaan Sriwijaya dan cukup berpengaruh dalam bidang politik,

ekonomi dan kebudayaan. Hal ini telah diteliti oleh Prof. Nilakantisastri, guru besar

dari Universitas Madras pada tahun 1932 bahwa pada tahun 1080 M di Lobu Tua tak

jauh dari sungai Singkil ada pemukiman pedagang dari India Selatan. 7

Keterangan batu bertulis Lobu Tua sangatlah penting artinya karena merupakan

bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat Tamil dalam kegiatan perdagangannya

5
Ayu Sri Mahasti, 2016, “Pangguni Uttiram(Suatu Ritual Hindu-Tamil di Kuil Shri
Thendayanudabani, Kota Lubuk Pakam, Sumatera Utara ,”Skripsi, Medan: belum diterbitkan,2012,
Hal: 1.
6
Tamil adalah etnis dari India selatan yang mayoritas memeluk Agama Hindu.
7
http://id.googleweblight.com/?lite_url kompasiana.com, diakses tanggal 11 juli 2016

Universitas Sumatera Utara


sudah tiba di Sumatera, bahkan sudah ada perkampungan mereka di Barus. Di antara

para pedagang terdapat juga seniman yang memahat batu bertulis tersebut. Dengan

demikian, selain orang-orang Tamil yang menetap di Barus, yang tercatat sebagai

pedagang India, maka pedagang asing lain yang sudah mengunjungi langsung Barus

ialah saudagar-saudagar asal Timur Tengah (abad ke-10). 8

Setelah Etnis Tamil di Barus mulai dimasuki bangsa Arab dan Timur tengah

pada abad ke-10 dan proses Islamisasi di Barus, maka banyak dari mereka yang

kemudian pergi ke daerah pedalaman Etnis Batak dan hilangnya hubungan Etnis

Tamil dengan tanah leluhurnya, begitu juga dengan Kerajaan Panei di Padang Lawas

maka berkembanglah unsur-unsur budaya Hindu kepada masyarakat Batak. Di

antaranya adalah Aksara Karo, pengetahuan astrologi, sejumlah kata-kata Sansekerta,

pertanian irigasi, termasuk beberapa alat pertanian, pertenunan dan kesenian,

permainan catur, beberapa konsep dan praktek keagamaan, sebagian Marga

Sembiring, upacara kurban dalam hubungan pertanian, organisasi masyarakat dalam

klen-klen berkaitan dengan totemisme. Totemisme adalah istilah menunjuk pada suatu

kepercayaan atau agama yang hidup pada suatu komunitas atau organisasi yang

mempercayai adanya daya atau sifat Ilahi yang dikandung sebuah benda atau

mahkluk hidup selain manusia 9. Adat perkawinan eksogami yaitu istilah Antropologi

prinsip perkawinan yang mengharuskan orang mencari jodoh di luar lingkungan

8
J.Fachruddin Daulay. Loc. Cit
9
Hassan Shadily, Ensklopedia Indonesia Jilid 6(SHI-VAJ). Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, hal.
3604, 1980.

Universitas Sumatera Utara


sosialnya seperti di luar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan

pemukiman 10, dan lain-lain. Perkataan marga (klen) sendiri dalam istilah bahasa

Batak berasal dari bahasa Sansekerta, “Varga”.

Jadi dapat disimpulkan penyebaran Hindu di Sumatera Utara dimulai dari

daerah Barus. Hal ini terjadi akibat hubungan diplomatis Kerajaan Cola dengan

Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu. Sebagai bukti sewaktu batu bertulis Lobu Tua

dibuat di India terdapat berbagai perkumpulan dagang orang-orang Tamil. Salah

satunya yang menetap di Barus ialah perkumpulan bernama “Mupakat 500”.

Perkumpulan dagang ini sangat kuat organisasinya dan berdiri sendiri serta tidak

tunduk secara politis kepada seseorang Raja mana pun, sehingga mereka diterima

dengan tangan terbuka di negeri-negeri yang dikunjunginya. Perkumpulan dagang ini

mempunyai pasukan tentara bayaran sendiri yang bertugas menjaga barang-barang

terutama sewaktu transit dari satu tempat ke tempat lain. 11

Sejarah kedatangan Hindu pertama kalinya ke Barus merupakan cikal bakal

perkembangan Hindu ke daerah lainnya di Sumatera utara. Sesuai dengan judul

penelitian penulis maka dijelaskan juga proses perkembangan Agama Hindu ke

Tanah Karo dimana Kebudayaan Hindu yang dibawa oleh orang India Selatan ke

Tanah Karo memiliki peninggalan budaya seperti Sejarah Marga Sembiring yaitu

Sembiring Brahmana, Colia, Meliala, Pandia, Muham dimana marga marga ini

identik dengan Bahasa India. Brahmana (Kasta), dan Colia (Cola), Pandia (Pandyth),

10
http://kbbi.web.id/eksogami, diakses tanggal 13 juli 2016
11
J Fachruddin Daulay, Loc.Cit

Universitas Sumatera Utara


Muham (Mouham). Begitu juga tulisan aksara Karo dan kata kata seperti Nggara,

Tula, Cukra dudu dan lain lain merupakan pengaruh dari kebudayaan Etnis tamil

Hindu.Sebelum Agama Hindu ada pada etnis Karo, etnis Karo sudah menggunakan

sesajen pada kegiatan religi tradisionalnya. Karena pada saat itu, etnis Karo masih

menganut Agama Perbegu atau Pemena. Jenis sesajen yang digunakan berupa bunga,

air, buah-buahan, (jeruk, apel dan lain-lain), makanan, hewan berupa ayam yang

dipersembahkan kepada Tuhan, roh nenek moyang, dan mahluk halus. 12

Tentang adanya pengaruh Hindu ke Tanah Karo disamping bukti tentang

ditemukanya Pura di Sembahe, Bangun Purba, dan Sarinembah, juga terlihat dari

upacara yang berhubungan dengan roh atau tendi (dalam bahasa karo) 13. Umpamanya

dalam upacara Persilihi dan Erpangir ku Lau 14

Salah satu bukti lain peninggalan kebudayaan Hindu di masyarakat karo adalah

“Erlige-lige” yaitu suatu upacara penguburan yang menarik jenazah di atas lige-lige

yaitu suatu bangunan tinggi yang ditarik ratusan orang. Upacara ini sangat mirip

dengan upacara yang ada pada Agama Hindu, yang hingga kini masih dilakukan di

Bali. Erlige lige ini terakhir dilakukan di Medan pada tahun 1960. Upacara

Pakuwaluh (membakar dan menghanyutkan abu jenazah) yang dilakukan di sungai

Lau Biang dengan dimasukkan dalam sebuah guci diatas perahu dengan panjang

sekitar satu meter. Hal ini dilakukan di Lau Biang karena dalam tafsiran masyarakat
12
Noprianta A, Tarigan,Sesajen: (StudiDeskripsi Mengenai makna Sesajen pada Penganut Agama
Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara), Skripsi, Medan: belum diterbitkan. Hal: 12. 2011.
13
Sarjani Tarigan,Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisasi. Medan: Balai Adat Budaya
Karo Indonesia, 2008, hal. 34.
14
Sempa Sitepu, dkk, Pilar Budaya Karo, Medan: Belum diterbitkan, hal. 166, 171,1996.

Universitas Sumatera Utara


dahulu, sungai Lau Biang yang perpanjanganya adalah Sungai Wampu di Langkat

mengalir ke Selat Malaka dan dari sana dengan tuntunan roh-roh akan mengalir ke

Samudra Hindia dan selanjutnya akan sampai di Sungai Gangga di India. Bukan itu

saja, banyak tradisi di Karo yang sama dengan kebiasaan masyarakat di India Selatan

misalnya Etnis Karo dahulu selalu melakukan doa di malam bulan purnama serta

menyanyikan mangmang/tabas (mantra/doa). Dahulu wanita di Karo juga suka

membuat titik merah di keningnya seperti halnya yang dilakukan wanita di India. 15

Asal kata Hindu berasal dari kata Sungai Shindu yang mengalir di India dan

Pakistan. Bangsa asing yang datang ke daerah itu menyebutkannya sungai Hindu.

Lalu Suku Bangsa Arya yang mendiami lembah sungai Hindu, menyebutkan tempat

itu kediamaan orang Hindu. Orang asinglah yang kemudian menyebutkan Hindu

untuk nama bangsa dan agama di India, sedangkan rakyat di desa pada umumnya

tidak mengetahui Hindu. Agamaya hanya diketahui Agama Dharma dan Thirta. 16

Kedatangan Hindu ke Tanah Karo dibawa pertama kali oleh Bahgawan Bergu

yang berasal dari India selatan. Setelah Bahgawan Bergu menyelesaikan

pelayanannya di Tanah Karo, perkembangan Agama Hindu di Tanah karo kemudian

dilanjutkan oleh Lemba Ginting. Pada masa Lemba Ginting ajaran Hindu lebih

disesuaikan dengan tradisi dan Budaya Karo. Sedangkan di Desa Tanjung Pulo

sendiri Pura Hindu yang pertama dibangun adalah Pura “Sekula Serasi” yang

dibangun pada tahun 1984. Pada tahun 1984 masyarakat yang ada di desa Tanjung

15
http://id.googleweblight.com/?lite_url blogspot.com, diakses tanggal 18 september 2015
16
Sarjani Tarigan.Kepercayaan Orang Karo Tempoe Doeloe,Medan:Balai Adat Budaya Karo
Indonesia,hal, 24, 2011.

Universitas Sumatera Utara


Pulo masih banyak memeluk Agama Hindu. Sedangkan menurunnya pemeluk agama

Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung dimulai pada tahun 1990. Hal ini

terjadi karena para leluhur yang sudah meninggal yang gigih dalam mengembangkan

Agama Hindu, tidak diikuti dengan generasi berikutnya. Salah satu faktor penyebab

penurunan Hindu akibat perkembangan Agama Kristen di wilayah Tanah Karo. Di

dalam Agama Hindu ada istilah Kalapatra yang artinya di daerah mana Hindu berada

maka Hindu itu mengikuti budaya, daerah tersebut baik berupa bahasa, ritual dan

sembah sembahan. Di desa Tanjung Pulo sendiri Agama Hindu mengalami

perkembangan yang pesat pada tahun 1970-1985. Hal ini terjadi karena Pandita yang

dipilih adalah masyarakat yang dianggap memiliki kemampuan baik, tanpa terkecuali

pria dan wanita maupun kaum muda Desa. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang

belum beragama tertarik dan memeluk Agama Hindu.

Sampai saat ini penganut Agama Hindu yang ada di Desa Tanjung Pulo masih

ada lima kepala keluarga dan Pandetanya adalah Katar Kacaribu.Terdapat Pura yang

bernama Pura Sekula Serasi. Tanah tempat dibangunnya Pura Sekula Serasi ini

adalah milik Alm. Nikep Singarimbun Beliau dahulu sebagai koordinator Parisada

Hindu Kecamatan Payung sebelum berganti menjadi Kecamatan Tiganderket

sekarang. 17

Persatuan Agama Hindu di Tanah Karo berpusat di Kabanjahe yaitu Parisada

Hindu Darma Karo. Terdapat koordinator di setiap kecamatan yang mengawasi desa.

17
Wawancara dengan Katar Kacaribu (Pendeta Agama Hindu) di Desa Tanjung Mbelang
kecamatan Tiganderket rabu 18 november 2015.

Universitas Sumatera Utara


Pihak yang mengawasi dan mengayomi Agama Hindu adalah Parisada Desa.

Penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dahulu banyak belajar ke Pura Agung yang

berada di jalan Polonia Medan yaitu Pura Raksabuana Pendeta dari Pura Agung

tersebut melayani ke Desa Tanjung Pulo yaitu Pak Dewa. Dia datang ketika pura

didirikan padatahun 1984. Pada masa pelayanan Pak Dewa masyarakat Hindu di Desa

Tanjung Pulo pernah dibawa ke Pura Agung untuk melakukan penataran dan

mempelajari ajaran Agama Hindu lebih mendalam. Hasil dari penataran tersebut

terjadi regenerasi Pandita atau Guru Hindu dari Karo yang sudah memiliki

kemampuan yang baik tentang Agama Hindu.

Pendeta Hindu yang pernah berada di Desa Tanjung Pulo:

1.Pendeta Las Melas Sinulingga berasal dari Desa Bintang Meriah

2.Pendeta Kajam Ginting berasal dari Desa Kidupen

3.Pendeta Rem Ginting berasal dari Desa Durin rugun

4.Pendeta Ngajar Bana Sinuraya berasal dari Desa Sigenderang Juhar

Penulis tertarik melakukan penelitian tentang “ Penganut Agama Hindu di

Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo (1985-2000)” karena

Agama Hindu mengalami akulturasi dengan Budaya karo khususnya di Desa Tanjung

Pulo Kecamatan Payung, bisa dilihat dari adanya komunitas Hindu di Desa Tanjung

Pulo. Agama Hindu di Desa ini tetap bertahan meskipun pada tahun 1965 kristenisasi

semakin mrningkat di Tanah Karo. Selain di Tanjung Pulo ada juga wilayah di

Tanah Karo yang memiliki hubungan dengan Hindu seperti di Desa Pintu Besi,

Universitas Sumatera Utara


Kecamatan Lau Rakit, Kabupateen Deliserdang, Desa Bintang Meriah Kecamatan

Kutabuluh Simole,di Desa Rumah Pil Pil Sibolangit.

Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo pernah sangat berkembang sehingga

penulis tertarik mencari informasi tentang hal tersebut.Tahun penelitian yang dipilih

oleh penulis sendiri pada tahun 1985-2000. Hal ini karena pada tahun 1985 dibangun

Pura Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo dan merupakan tempat ibadah pertama di

Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung. Pada tahun 1985 masyarakat Tanjung Pulo

masih banyak menganut Hindu.Penganut Agama Hindu di desa ini mampu bertahan

walaupun terjadi proses peningkatan kristenisasi di Tanah Karo pada waktu itu.

Mereka juga membangun sebuah Pura Sekula Serasi bergaya Bali. Ada juga pemeluk

Hindu dari Bali yang ikut membangun Pura tersebut. Eksistensi inilah yang

menjadikan penelitian ini menarik untuk dikaji. Pada tahun 1985 banyak juga

penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dan sekitarnya belajar ke Parisada Hindu di

kota Medan yang terletak di jalan Polonia tepatnya di Pura Raksabuana.

Penulis membatasi pada tahun 2000 karena pada tahun ini terakhir, dilakukan

tradisi Hindu seperti upacara besar keagamaan Hindu, upacara kematian, dan tradisi

Hindu lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanjung Pulo, Kecamatan

Payung. Saat itu hanya tersisa lima kepala Keluarga dan tetap bertahan menjalankan

aturan Agama Hindu itu sendiri.

Pada tahun 1965-1966 proses Kristenisasi di Tanah Karo mengalami

perkembangan yang sangat pesat dimana banyak pembabtisan massal sebagai dampak

dari peristiwa G 30 S. Sebelum tahun 1965 Etnis Karo mayoritas menganut Agama

Universitas Sumatera Utara


Pemena dan Hindu. Dampak peristiwa G 30 S tahun 1965, masyarakat yang

beragama Hindu khususnya di Tanah Karo mulai meninggalkan Agama Hindu dan

memeluk Agama Kristen. Hal ini karena masyarakat kuatir dianggap sebagai atheis.

Pada waktu itu di Indonesia Komunis dianggap orang yang tidak beragama dan

Agama Hindu di Tanah Karo pada waktu itu tidak diakui oleh pemerintah. Akan

tetapi di Desa Tanjung Pulo sendiri Agama Hindu masih bertahan dan sampai

sekarang terdapat lima kepala keluarga pemeluk Agama Hindu. Inilah salah satu

alasan kenapa penulis tertarik menelitinya.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ilmiah sering dikatakan bahwa merumuskan masalah dengan

baik merupakan hal yang paling penting 18. Setelah dijelaskan latar belakang

penelitian di atas, maka dapat diproleh sebuah permasalahanyang akan dibahas

dalam penelitian ini.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.Bagaimana latar belakang masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung Kabupaten Karo?

2. Bagaimana perkembangan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo (tahun 1985-2000)?

3. Bagaimana keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan

Payung Kabupaten Karo tahun 2000?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Peristiwa yang telah berlalu tidak dapat dipertunjukkan kembali, tetapi dapat

direkonstruksi berdasarkan realita yang ada. Rekonstruksi itu diharapkan dapat

memberikan renungan bagi kehidupan manusia yang menjadi cerminan dari masa

lampau, pelajaran di masa kini dan menjadi patokan di masa depan.

18
P.Manurung Metode Penelitian. Jakarta: Halaman Moeka Publishing, 2012, hal. 28.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan penelitian:

1. Mengetahui latar belakang masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung

Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

2. Mengetahui perkembangan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung Kabupaten Karo (tahun 1985-2000).

3. Mengetahui keberadaan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamtan Payung Kabupaten Karo (tahun 2000).

Manfaat penelitian:

1. Manfaat Teoritis: Diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat menambah

ilmu dan wawasan penulis dan untuk kepentingan penelitian lanjutan.

2. Manfaat praktis:Manfaat bagi masyarakat untuk menambah informasi dan

mengetahui akan sejarah Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo dan

mengetahui keberadaan Agama Hindu tersebut.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penulis menggunakan beberapa buku karya ilmiah untuk membantu penulis

dalam menyelesaikan penelitian. Berkaitan dengan kajian yang dilakukan, buku yang

digunakan sebagai bahan pustaka dalam penelitian ini dan mampu mencari kerangka

teoritis yaitu ;

Sarjani Tarigan dalam “Dinamika Orang Karo, Budaya, dan Modernisasi

(2008)” menjelaskan pengaruh Agama Hindu terhadap Masyarakat Karo. Buku ini

Universitas Sumatera Utara


membantu peneliti mengenai adanya pengaruh budaya Hindu terhadap etnis Karo dan

bagaimana dahulu tradisi Agama Hindu di masyarakat Karo.

Sempa Sitepu,dkk dalam“Pilar Budaya Karo(1996)” menjelaskan beberapa

upacara upacara tradisional Karo yang memiliki persamaan dengan kebudayaan

Hindu, misalnya persilihi, erpangir kulau. Buku ini menjelaskan bahwa berbagai

jenis tradisi budaya Karo memiliki akulturasi dengan budaya Etnis Tamil Hindu dan

adanya pengaruh dari Etnis tersebut baik di dalam sejarah dan religi yang dianut oleh

Etnis Karo. Buku ini membantu penulis untuk mengenali seperti apa kebudayaan

Etnis Karo dahulu.

Koentjaraningrat dalam “Pengantar Ilmu Antropologi (1985)” menjelaskan

Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah

yang nyata, dan berintraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu

rasa identitas komunitas. Peneliti menggunakan buku ini untuk mengetahui

pengertian dan bentuk komunitas.

Tengku Lukman Sinar dalam “Sejarah Medan Tempoe Doeloe (1996)”

menjelaskan kedatangan Bangsa India memperkenalkan kebudayaan dan Agama

Hindu ke wilayah pesisir kiri dan kanan Selat Malaka, begitu juga tulisan Bangsa

India yang disebut aksara ‘’ Pallawa” (Wenggi) dan bahasa Sanskerta. Membantu

penulis menambah informasi kedatangan Bangsa India ke Nusantara dan

pengaruhnya. Di dalam buku ini juga diterangkan bagaimana budaya Hindu adalah

salah satu budaya yang memperkenalkan zaman Prasejarah ke zaman sejarah, dan

membawakan bahasa sanskerta ke Nusantara.

Universitas Sumatera Utara


Noprianta A Tarigan dalam“ Sesajen (Studi Deskripsi Mengenai Makna

Sesajen Pada Penganut Agama Hindu di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM

Hilir, Kabupaten Deliserdang, Propinsi Sumatera Utara) (2011), menjelaskan

bagaimana tradisi ritual agama Hindu dan seperti apa teknik ibadah yang dilakukan

Agama Hindu yang bercampur dengan kebudayaan masyarakat Karo. Buku ini

membantu penulis untuk mengetahui bahwa di Hindu ada istilah Kalapatra yaitu

dimana Hindu berada maka Dia akan mengikuti budaya daerah tersebut.

E.P Ginting dalam “Religi Karo” (1999) menjelaskan bagaimana sejarah

kepercayaan masyarakat Karo pada zaman dahulu sebelum masuknya Zending ke

Tanah Karo. Buku ini Membantu penulis mengetahui bagaimana kepercayaan

sebenarnya masyarakat Karo sebelum masuknya Zending. Selain itu juga untuk

mengetahui proses kristenisasi dimana pada masa ini banyak Etnis Karo

meninggalkan Agama Hindu.

1.5 Metode Penelitian

Metode sejarah merupakan sebuah cara yang bertujuan untuk memastikan dan

menganalisis serta mengungkapkan fakta-fakta mengenai masa lampau. Sistematika

dalam sebuah penulisan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan terangkum di

dalam sebuah metode penelitian sejarah yang membantu setiap penelitian dalam

tujuan untuk merekonstruksi ataupun melakukan reka ulang terhadap kejadian-

kejadian ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau.

Universitas Sumatera Utara


Seorang peneliti, dalam melakukan penelitian di lapangan terlebih dahulu

mengadakan sejumlah pengamatan untuk membuktikan akan anggapan-anggapan

dasar yang berdsarkan pada kenyataan yang ada di lokasi penelitian. Di dalam metode

penelitian sejarah, ada beberapa teknik ataupun langkah-langkah yang telah dilakukan

oleh penulis. Adapun langkah-langkah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

1. Heuristik atau pengumpulan sumber yang sesuai dan mendukung dalam

penelitian.

Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan

(libraryresearch) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan

dilakukan dengan mengumpulkan buku yang berkaitan dengan topik penelitian.

Sumber tertulis tersebut diproleh dari Toko Buku Abdi Karya, Kantor Moderamen

GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), Perpustakaan Universitas Sumatera Utara,

Perpustakaan daerah Karo, Kantor Kementrian Agama Kabupaten Karo, Skripsi

Noprianta A Tarigan, sesajen “(Studi Deskripsi Mengenai Makna Sesajen pada

Penganut Agama Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir,

Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)”, Museum GBKP di Retreat

Center Sukamakmur.Penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan wawancara

terhadap informan yaitu pemeluk Hindu Desa Tanjung Pulo, Pendeta Hindu Desa

Tanjung Pulo dan masyarakat Desa Tanjung Pulo serta pegawai instansi Departemen

Agama Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara


2. Kritik Sumber

Data yang terkumpul pada kegiatan heuristik kemudian disaring dan diseleksi

guna mengetahui asli atau tidaknya sumber tersebut. Kritik sumber ini terbagi atas

dua yaitu kritik ekstern yang dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui

keaslian bahan dan tulisan dalam sumber tertulis. Kemudian kritik intern yang

dilakukan untuk menilai isi sumber yang dikehendaki untuk mendapatkan fakta

yang kredibel.

3. Interpretasi

Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup

memadai, dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan

antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap

objektif. Kalaupun dalam hal tertentu bersikap subjektif, Rekonstruksi peristiwa

sejarah harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran.

4. Historiografi

Kegiatan terakhir dari penelitian sejarah (metode sejarah) adalah merangkaikan

fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan

sejarah yang ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo


Kecamatan Payung Kabupaten Karo (Tahun 1985-2000). Skripsi ini
menjelaskan bagaimana kedatangan Agama Hindu ke Tanah Karo dan
khususnya di Desa Tanjung Pulo, di dalam skripsi ini juga menjelaskan
bagaimana kehidupan masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung
Pulo. Selain itu juga menjelaskan bagaimana terjadinya penurunan penganut
agama Hindu di Tanah Karo khususnya di Desa Tanjung Pulo. Karenaa faktor
internal maupun eksternal.
Tujuan dibuat penulisan skripsi ini supaya masyarakat Tanah Karo
khusunya masyarakat di Desa Tanjung Pulo memahami sejarah Agama Hindu di
Tanah Karo dimana masyarakat Karo belum memahami sejarah tersebut. Di
dalam penulisan skripsi ini diharapkan masyarakat Tanah Karo khususnya
masyarakat Desa Tanjung Pulo membuang presepsi negatif tersebut dan
menghargai penganut Agama Hindu di Tanah Karo yang tersisa.
Dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai heuristik yaitu
tahap awal yang dilakukan untuk mencari data melalui berbagai sumber tertulis
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan dan menggunakan penelitian
lapangan melalui wawancara. Kemudian kritik sumber merupakan proses yang
dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data melalui kritik intern dan
ekstern sehingga didapat keobjektifan dalam penelitian, tahap selanjutnya
interpretasi melakukan perbandingan dan analisa data terhadap sumber-sumber
yang didapat sebelumnya. Metode terakhir yaitu historiografi melakukan
pemaparan dan penyusunan hasil-hasil penelitian kedalam karya tulis sejarah
yang deskriptif analisis.

Universitas Sumatera Utara


PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO
KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO
(TAHUN 1985-2000)

Skripsi Sejarah

Dikerjakan

NAMA : CHRISTIAN I BANGUN

NIM : 100706008

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO


KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO (1985-2000)

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

NAMA : CHRISTIAN I BANGUN


NIM : 100706008

PEMBIMBING

Dra. Junita Setiana. M.Si.


NIP. 196709081993032002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam Bidang Ilmu
Sejarah

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO


KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO (1985-2000)

Yang Diajukan Oleh :


Nama: Christian I Bangun
Nim: 100706008
Telah Disetujui Untuk Diajukan Dalam Ujian Skripsi Oleh :

Pembimbing:

Dra. Junita Setiana. M.Si. Tanggal, 24 Februari 2017


NIP. 19670908 199303

Ketua Program Studi:

Drs. Edi Sumarno, M.Hum. Tanggal, 24 Februari 2017


NIP : 196409221989031001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN

Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu
Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada
Hari :
Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU


Dekan,

Dr. Budi Agustono.M.S.


NIP. 1960080519870310001

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan


1. …………………………………. (.......................)

2. …………………………………. (.......................)

3. …………………………………. (.......................)

4. …………………………………. (.......................)

5. …………………………………. (.......................)

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PERSETUJUAN KETUA DEPARTEMEN SEJARAH

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

Ketua Program Studi Ilmu Sejarah:

Drs. Edi Sumarno, M.Hum.


NIP : 196409221989031001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul: Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung Kabupaten Karo (Tahun 1985-2000). Penulisan skripsi ini

salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Sejarah di

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Banyak

hambatan dalam penulisan skripsi ini, tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak, khususnya Staf pengajar Departemen Sejarah beserta rekan-rekan

penulis, tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dari pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terkhusus bagi penulis sendiri.

Medan, April 2017

Penulis,

Christian Inovrianto Bangun

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Jesus Kristus yang selalu

memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih atas

bantuan moril dan materil kepada pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

1. Bapak Dr. Budi Agustono M.S. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara. Beserta seluruh wakil dekan, staf adminstrasi

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Atas bantuan dan fasilitas

yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

banyak nasehat serta motivasi kepada penulis selama penulis menuntut ilmu

di Departemen Sejarah, juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, M.SP. sebagai

Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara.

3. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi

penulis yang telah memberikan banyak motivasi dan nasehat kepada penulis

selama penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


4. Kepada Bapak Dr.Suprayitno M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik

atas bantuannya motivasi kepada penulis dalam hal perkuliahan.

5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta

staf tata usaha di Departemen Sejarah. Semoga ilmu yang diberikan dapat

diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.

6. Teristimewa buat kedua orangtuaku tercinta , Ayahanda Sejahtera Bangun dan

Ibunda Sion br Sembiring, yang telah mencurahkan kasih sayang,

pengorbanan moril dan materil dan doa kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan tulisan ini.

7. Adik-adikku tercinta Dede Satriady Bangun,Ricky Candra Bangun dan Cindy

Margaretha Bangun, yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

Semoga kalian menjadi anak yang berbakti.

8. Bapak Katar Kacaribu, Bapak Terkelin Tarigan, Bapak Karta Bangun, Bapak

Aristo Bangun dan Bapak Dinis Sitepu penulis juga mengucapkan terima

kasih karena telah membantu penulis dalam mengumpulkan sumber-sumber

untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat sahabat-sahabat Saya di stambuk 2010 dalam kebersamaan kita

mengikuti bangku perkuliahan yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis

dalam duka maupun suka. Kalian adalah teman terbaik yang pernah

dianugerahkan Tuhan. Terima kasih atas bantuan kalian semua.

10. Buat seluruh mahasiswa Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU

atas dukungannya dan perhatian kalian semua.

Universitas Sumatera Utara


Dengan penuh rasa sukacita penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang

Maha Kuasa agar selalu diberikan kesehatan dan berkat dalam melakukan tiap

kegiatan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah memberikan semangat maupun arahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

Medan, April 2017

Penulis

(Christian Inovrianto Bangun)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................v

ABSTRAK.................................................................................................................viii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................13

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................13

1.4. Tinjauan Pustaka.........................................................................................14

1.5. Metode Penelitian.......................................................................................16

BAB II. GAMBARAN UMUM DESA TANJUNG PULO KECAMATAN

PAYUNG KABUPATEN KARO

2.1. Letak Geografis Desa Tanjung Pulo...........................................................19

2.2. Sejarah Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo.............21

2.3. Kehidupan Masyarakat Desa Tanjong Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo......................................................................................22

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Kehidupan sosial dan budaya Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo................................................................................23

2.3.2.Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Tanjung Pulo Kecamatan

Payung Kabupaten Karo...................................................................24

BAB III. AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG PULO

3.1. Proses Masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo..........................................................................................27

3.2. Perkembangan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung

Kabupaten Karo..........................................................................................28

3.3. Interaksi masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung Kabupaten Karo..........................................................31

3.3.1. Interaksi sesama Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo

Kecamatan Payung..........................................................................31

3.3.2. Interaksi dengan masyarakat bukan penganut Agama Hindu di Desa

Tanjung Pulo Kecamatan Payung Kabupaten Karo........................33

BAB IV. KEBERADAAN PENGANUT AGAMA HINDU DI DESA TANJUNG

PULO KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

4.1. Faktor Internal.............................................................................................42

Universitas Sumatera Utara


4.1.1. Kurangnya Perhatian Parisada Hindu Dharma Provinsi Sumatera Utara

terhadap penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo………....43

4.1.2. Minimnya pewarisan ajaran Agama Hindu terhadap generasi muda di

Desa Tanjung Pulo..........................................................................44

4.2. Faktor Eksternal.........................................................................................46

4.2.1. Masuknya Agama Kristen dan Islam ke Tanah Karo......................47

4.2.2. Tidak tersedianya pengajar Agama Hindu di sekolah yang ada di Desa

Tanjung Pulo...................................................................................49

4.2.3. Persepsi sebagian masyarakat bahwa Agama Hindu sama dengan

ajaran Pelbegu................................................................................51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...............................................................................................54

5.2. Saran.........................................................................................................56

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

DAFTAR LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo


Kecamatan Payung Kabupaten Karo (Tahun 1985-2000). Skripsi ini
menjelaskan bagaimana kedatangan Agama Hindu ke Tanah Karo dan
khususnya di Desa Tanjung Pulo, di dalam skripsi ini juga menjelaskan
bagaimana kehidupan masyarakat penganut Agama Hindu di Desa Tanjung
Pulo. Selain itu juga menjelaskan bagaimana terjadinya penurunan penganut
agama Hindu di Tanah Karo khususnya di Desa Tanjung Pulo. Karenaa faktor
internal maupun eksternal.
Tujuan dibuat penulisan skripsi ini supaya masyarakat Tanah Karo
khusunya masyarakat di Desa Tanjung Pulo memahami sejarah Agama Hindu di
Tanah Karo dimana masyarakat Karo belum memahami sejarah tersebut. Di
dalam penulisan skripsi ini diharapkan masyarakat Tanah Karo khususnya
masyarakat Desa Tanjung Pulo membuang presepsi negatif tersebut dan
menghargai penganut Agama Hindu di Tanah Karo yang tersisa.
Dalam penelitian ini menggunakan metode sebagai heuristik yaitu
tahap awal yang dilakukan untuk mencari data melalui berbagai sumber tertulis
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan dan menggunakan penelitian
lapangan melalui wawancara. Kemudian kritik sumber merupakan proses yang
dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data melalui kritik intern dan
ekstern sehingga didapat keobjektifan dalam penelitian, tahap selanjutnya
interpretasi melakukan perbandingan dan analisa data terhadap sumber-sumber
yang didapat sebelumnya. Metode terakhir yaitu historiografi melakukan
pemaparan dan penyusunan hasil-hasil penelitian kedalam karya tulis sejarah
yang deskriptif analisis.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai