Umur : 67 Tahun
Umur : 56 Tahun
Alamat : Kabanjahe
Umur : 49 Tahun
Umur : 59 Tahun
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Petani
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan : Petani
Umur : 50 Tahun
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Petani
Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten Karo, Gambaran Umum Kabupaten Karo, Kabanjahe:
BPS, 2000.
Bukit, Kuasa, Biografi Nini Bulang Jaksa Tua dan Kedatangan Injil ke Buluh Awar, Medan:
Percetakan Ridho Tarigan, 2005.
Daulay, Fachruddin J, Bandar Barus Dalam Catatan Sejarah, Medan: Buletin Historisme
Departemen Sejarah Fakultas Sastra USU, 2009.
Sitepu Sempa, dkk, Pilar Budaya Karo, Medan: Tidak Diterbitkan, 1996.
Mahasti, Sri Ayu, Pangguni Uttiram (Suatu Ritual Hindu-Tamil di Kuil Shri
Thendayanudabani,skripsi, Medan: Tidak Diterbitkan, 2012.
M. Elly Setiadi, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Putro, Brahma, Karo Dari Zaman Ke Zaman Jilid I, Medan: Ulih Saber,1995.
Shadily, Hasan, Ensklopedia Indonesia Jilid 6(SHI-VAJ), Jakarta: Ichtiar Van Hoeve,1980.
Sinar, Lukman Tengku, Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan: Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Seni Budaya Melayu (Satgas Mabmi),1996.
Tarigan, Sarjani, Dinamika Orang Karo, Medan: Balai Adat Budaya Karo Indonesia
(BABKI),2008.
3.1. Proses masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung
Kabupaten Karo.
masuknya Hindu ke Tanah Karo, Agama Hindu masuk ke Tanah Karo dibawa oleh
Bahgawan Brgu atau disebut dengan Maharesi. Beliau berasal dari India. Menurut
cerita Beliau memiliki tongkat sakti dan membuat kesaktian seperti mampu
melakukan pembicaraan dengan daerah yang berbeda dalam waktu yang bersamaan,
banyak membuat sihir, sehingga banyak masyarakat Karo yang menjadi muridnya.
Setelah Bahgawan Bergu pergi akhirnya masyarakat Karo mengenal istilah perbegu
akibat dari kesaktian dari Bahgawan Bergu. Kata Perbegu sendiri berasal dari kata
Bergu yaitu agama kepercayaan tradisional Karo atau disebut juga dengan Agama
Pemena yaitu agama yang pertama. Dengan kedatangan Etnis Tamil ke Tanah Karo
terjadi juga perkawinan silang yang menyebabkan banyak Masyarakat Karo yang
kemudian mengembangkan Agama Pemena. Hal ini bisa dilihat Bahgawan Bergu
Kedatangan Agama Hindu ke Desa Tanjung Pulo tidak lepas dari peran
Parisada Hindu Dharma Karo (PHDK) yang dipimpin oleh Lemba Ginting pada
tahun 1980-1985. Pada tahun tersebut Parisada Hindu Dharma Karo melayani umat
Hindu.Pada tahun ini juga dibangun beberapa Pura, diantaranya Pura Sekula Serasi
yang berada di Desa Tanjung Pulo. Pura yang ada di Tanjung Pulo adalah pecahan
dari Pura Desa Bintang Meriah yang berbatasan dengan Desa Tanjung Pulo. Di Desa
Bintang Meriah jumlah pemeluk Agama Hindu juga besar dan telah memiliki Pendeta
diantaranya Pendeta Las Melas Sinulingga Beliau yang kemudian membawa Agama
Hindu ke Desa Tanjung Pulo yang menyebabkan banyak masyarakat Tanjung Pulo
memeluk Agama Hindu. Salah satu tokoh yang berperan yaitu dari Jaman
Tarigan(Dharma Duta) pengembang Agama Hindu dan tokoh Hindu Karo yang ikut
Kabupaten Karo.
maju. Perkembangan yang pesat Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo terjadi pada
tahun 1970-1985. Beberapa faktor peningkatan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo
antara lain Pendeta yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan baik tanpa
25
Sarjani Tarigan, Op. Cit. Hal. 23.
Agama Hindu yaitu dimana Hindu berada maka Agama Hindu tersebut mengikuti
tradisi dan budaya daerah yang ditinggali. Hal ini menyebabkan masyarakat nyaman
untuk menjalankan ibadah. Di Desa Tanjung Pulo tempat ibadah yang dibangun
adalah Pura Sekua Serasi.Desa Tanjung Pulo bukanlah sebuah Desa dengan
kepadatan penduduk yang padat. Akan tetapi bisa digolongkan sebagai desa kecil.
Pada tahun 1984-2000 jumlah kepala keluarga yang ada di Desa ini hanya 75 kepala
Saat pendirian Pura Sekula Serasi panitianya dibentuk oleh Lehu Bangun.
Ketuanya adalah Inget Tarigan. Pura dibangun pada tahun 1984. Pura di Desa
Tanjung Pulo diberi nama Pura Sekula Serasi yang artinya Sekula adalah satu tubuh,
satu darah dan serasi yaitu selaras atau memiliki keberuntungan dan rejeki.Jadi Pura
Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo diharapkan memiliki keberuntungan, selaras, dan
Pura Sekula Serasi mempunyai empat sudut, dan terdapat patung singa yang
dijadikan tempat sesajen, dan di tingkat kedua terdapat empat sudut yang bergambar
gajah yaitu gambar dari Ganesha. Dibelakang Pura terdapat patung angsa dan garuda
dimana makna dari angsa untuk membedakan yang buruk dan yang benar. Di atasnya
26
Http//search goggle pengertian Kalapatra.com, diakses tanggal 18 Desember 2016
Sedangkan diatas Pura ada lambang naga (istana Dewa). Di Pura Sekula Serasi inilah
masyarakat yang beragama Hindu melakukan sembahyang dan upacara yang pernah
dilakukan yaitu Purnama Tilem yaitu perayaan Agama Hindu untuk mengucapkan
terima kasih kepada sang yang Widiwase, dan upacara meminta perlindungan yaitu
cimpa, lepat 27, pisang hasil dari pertanian masyarakat, bunga tiga warna yang
disebut dengan Sempa. Pakaian yang dipakai hampir mirip dengan Pakaian umat
Hindu di Bali, pinggang diikat dengan selendang. Terdapat juga Dupa untuk
membakar dimana fungsi dari Dupa ini untuk membersihkan tangan dan
pencipta , minyak air mata duyung, beras, mangkok, tampah. Pendeta ritual seperti
ini biasanya didatangkan Parisada Hindu Dharma Karo dari Pura Agung di Jalan
Polonia Medan. 28
27
Cimpa dan Lepat adalah salah satu makanan khas tradisional dari masyarakat Karo
28
Wawancara dengan Katar Kacaribu di Desa Tanjung Mbelang, 18 November 2016
Interaksi adalah suatu peristiwa saling memengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama, yang kemudian menciptakan suatu hasil sama lain
atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi tindakan setiiap orang bertujuan untuk
diikat oleh satu landasan di dalam Parisada Hindu Dharma Desa. Umat Hindu di Desa
Tanjung Pulo mempunyai pendeta yang melayani mereka di Desa Tanjung Pulo dan
menjadi guru bagi masyarakat desa. Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo dipimpin
kemudian dibawahnya ada Parisada Provinsi, Parisada Hindu Dharma Karo, Parisada
Hindu Dharma Kecamatan. Yang terakhir adalah Parisada Hindu Dharma Desa, di
dalam struktur ini semua lapisan pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo
berinteraksi.
Kecamatan Payung
Pada tahun 1970-1985 masih banyak masyarakat Karo yang beragama Hindu,
dimana telah ada Parisada Hindu Dharma Karo(PHDK), bahkan di tingkat kecamatan
29
Http// Kompasiana.com Pengertian Interaksi diakses tanggal 19 Desember 2016
Pendeta Hindu dari Kecamatan yang lain yang pernah melayani di Tanjung Pulo, dari
Kecamatan Juhar, Kecamtan Lau Baleng, Kutabuluh Simole. Kedatangan Pendeta ini
Hubungan sesama pemeluk Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo sangat erat.
Hal ini bisa dilihat ketika hari-hari besar Hindu Pendeta dan umat Hindu yang
menerima undangan dari desa yang lain akan menghadirinya. Begitu juga ketika ada
acara ritual di Desa Tanjung Pulo pemeluk Hindu juga hadir dan ikut berperan dalam
Tanjung Pulo tidak hanya orangtua saja tetapi juga kaum muda dan mudi.
saling mendukung. Misalnya di dalam acara pernikahan dan melahirkan mereka ikut
dengan adat istiadat Karo. Setelah itu Pendeta Hindu dari Desa Tanjung Pulo akan
memberikan doa kepada kedua penganti agar menjadi keluarga yang memegang
teguh Agama Hindu dan memproleh kebahagiaan, rejeki dan ketenangan batin.
Begitu juga ketika ada yang melahirkan bayi maka Pendeta juga berdoa agar bayi
tersebut menjadi anak yang bermanfaat bagi semua orang dan kelak menjadi penerus
Agama Hindu. Biasanya keluarga dari pengantin dan keluarga yang melahirkan
memberikan sesajen ke Pura Sekula Serasi untuk mengucapkan syukur. Begitu juga
ketika ada yang meninggal masyarakat pemeluk Agama Hindu juga berpartisipasi di
bukan penganut Hindu. Hal ini karena masyarakat Tanjung Pulo memegang erat
tradisi Sangkep Enggeloh dalam kehidupan orang Karo. Didalam Sangkep nggeluh
ini ditekankan rasa kekeluargaan, persaudaraan, jadi sangat dipantangkan untuk tidak
sama.
Sesuai dengan arti salam Om Shanti Shanti Om yang artinya “Semoga damai
atas karunianya” dapat disimpulkan bahwa Agama Hindu dalam sejarahnya sangat
pengakuan bahwa Tuhan itu satu , tetapi disebut dengan banyak nama (Ekam Sat
Vipra Bahuda Vadanti). Yang kedua menyatakan jiwa manusia adalah sama,
menyakiti orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri (Tat Tvam Asi). Ketiga
Agama Hindu tidak hanya berarti perdamaian sesama Hindu saja, tapi perdamaian
30
Jambur dalam bahasa Karo adalah tempat diadakannya pesta pernikahan, meninggal dunia,
musyawarah, dan lain-lain dimana memakai tradisi adat istiadat Karo dalam tata caranya.
dimana masyarakat yang bukan pemeluk Hindu memiliki hubungan yang erat dengan
pemeluk Hindu yang ada di Tanjung Pulo. Pura Sekula Serasi adalah tempat ibadah
pertama yang ada di Desa Tanjung Pulo, dimana selain Hindu, ada juga Agama
Katolik, Kristen Protestan, dan Islam di DesaTanjung Pulo, dan semua masyarakat
Desa Tanjung Pulo mempunyai rasa kekeluargaan yang tinggi tanpa membedakan
kepercayaan mereka. Penganut Hindu di Tanjung Pulo ketika ada undangan dari
bukan penganut Hindu dalam upacara besar keagamaan seperti hari natal, hari raya,
penganut Hindu Tanjung Pulo ikut berperan dan menghormatinya. Hanya tersisanya
lima kepala keluarga penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo, maka interaksi
lebih banyak menganut Agama Kristen dan Islam. Munculnya perasaan dikucilkan
dan dianggap sebagai agama Perbegu 31 menyebabkan pemeluk Hindu Tanjung Pulo
hampir hilang, dilengkapi dengan menurunnya peran Parisada Hindu Dharma Karo
dalam pelayanan dan pembinaan, begitu juga di hampir pelosok Tanah Karo
Penganut Hindu semakin berkurang bahkan tidak terlihat lagi perannya, melengkapi
penganut Agama Hindu pada tahun 1970-1985 bisa dilihat dari pembangunan
31
Perbegu adalah kepercayaan tradisional masyarakat Karo yang bersifat magis dan dianggap
negatif oleh masyarakat sekarang.
tahun 1985
berkembang. Dimana pengarug Agama Hindu di Karo bisa dilihat dari adanya arca-
arca Mejan(tempat sesajen diletakkan) atau arca Pulu Balang 32. Serta golongan
Marga Sembiring keturunan Hindu Padang dan Hindu Tamil, bersama Marga Lingga,
Marga Surbakti, Marga Kaban, dan Kacaribu di Karo. Disamping itu banyak juga
terdapat kata Sanskerta dan Kawi dalam perbendaharaan kata-kata Karo, antara lain,
Sarinembah, Lingga, Brahmana, Pandya, Teykang, Maliala, Maha. Maka tidak dapat
dipungkiri lagi Agama Hindu pernah sangat berkembang di daerah Sumatra utara
pada jaman Purba kala yaitu daerah Karo, Pakpak, Toba, Simalungun, Singkel, Alas,
Gayo dan terus kelembah Aceh besar, sebagian dataran Simalungun, Asahan,
yang pertama mengajarkan agama Hindu sekte Ciwa ke Nusantara. Beliau keturunan
32
Pulu Balang adalah tempat berupa batu besar yang dianggap keramat dan biasanya
masyarakat menyembah dan meletakkan sesajen. Sesajen yang diletakkan berupa ayam, daun sirih, dan
lain-lain.
Di daerah Karo, Simalungun, Pakpak dan Toba nama Bhatara Guru selalu
memasuki rumah baru, memandikan anak yang lahir (petalayoken), memandikan air
suci (erpangir) dan lain-lain. Maharesi Agastya Bhatara Guru sebelum tahun 760
Masehi sudah meninggal dunia karena rohnya sudah dipuja sebagai Dewa Pitra. Arca
makam beliau ini pada mulanya diperbuat dari kayu kemudian diganti dengan batu
hitam.
agama hindu ajaran Bhagavat Brgu di Sumatera Utara dimana kata Bergu itu
disamakan dengan nama Per Begu atau Sipelebegu atau disebut juga nama roh yang
di Karo dinamai dengan Tendi 34 bilamana manusia yang masih hidup dan bilamana
manusia itu sudah meninggal dunia maka rohnya itu dinamai ‘Begu’ asal kata dari
Brgu, yang sudah pasti karena keluhuran Maharesi Brgu itulah makanya dinamai roh
Tanah Karo, keberadaan Hindu di Tanah Karo juga diperjelas banyaknya nama
Lingga di daerah Karo, Pakpak dan Simalungun sebagai nama kampung dan nama
33
Brahma Putro, Karo dari zaman ke zaman jilid I.Medan:Ulih Saber,1995,hal.25
34
Tendi di dalam bahasa Karo berarti roh manusia yang sudah meninggal
Sekte Ciwa berkembang dan berpengaruh, agama Hindu ajaran Per Begu/Sipelebegu
di daerah Sumatera Utara, adalah Sekte Ciwa yang berpedoman pada Weda Smrti,
Indonesia (PHDI). PHDI sebagai Majelis Organisasi umat Hindu Indonesia yang
yang awalnya bernama Parisada Hindu Dharma Bali didirikan pada tahun 1959 untuk
memperjuangkan agar Agama Hindu menjadi agama yang diakui di Indonesia. Pada
tahun 1964, nama organisasi berubah menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia
tidak hanya sebagai kepentingan bali tetapi juga Nasional. Pengurus pusat Parisada
juga memiliki Angaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga. Hal ini sebagai pedoman
bagi Parisada Hindu Dharma Provinsi, Parisada Hindu Dharma Kabupaten, Parisada
Hindu Dharma Kecamatan, sampai yang terakhir Parisada Hindu Dharma di Desa.
duduk melingkar (untuk bersidang). Parisada terdiri dari para Brahmana ahli
Parisada Hindu Dharma Indonesia inilah menjadi tonggak dan landasan seluruh umat
mayoritas dan sekarang menurun dan menyisakan lima kepala keluarga.Agama Hindu
pernah menjadi salah satu agama terbesar di Kabupaten Karo. Hal ini disebabkan di
Agama Hindu menganut sistem Kalapatra. 36 yang artinya dimana penganut Agama
Hindu itu berada maka penganut Agama Hindu itu akan mengikuti budaya dan
tradisi di daerah tempat tinggalnya 37. Artinya Agama Hindu memiliki strategi untuk
masuk ke masyarakat Karo. Hal ini menjadi salah satu faktor masyarakat Karo
banyak yang masuk memeluk Agama Hindu karena tidak meninggalkan budaya dan
tradisi leluhurnya. Hal ini terlihat pada tata ibadah Agama Hindu tersebut di
Kabupaten Karo. Masyarakat Karo yang telah menganut Agama Hindu masih tetap
Karo menyembah roh leluhur nenek moyang tetapi setelah menganut Agama Hindu
Setiap Desa di Karo mempunyai tempat yang dianggap sakral dan keramat.Di
tempat itu masyarakat Karo melakukan persembahan kepada roh nenek moyang.
Mereka juga memberikan sesajen di tempat keramat tersebut misalnya ercibal belo
35
Http:// Parisada Hindu Dharma Indonesia Wikipedia.com diakses tanggal 18 Desember 2016
36
Http://Hindualukta.blogspot.com. diakses tanggal 19 desember 2016
37
Wawancara dengan Dinis Sitepu, Tanggal 20 Desember 2016
masyarakat Karo masih memeluk Animisme. Setelah Masuknya Agama Hindu terjadi
perbedaan dalam pemujaanya. Akan tetapi tradisi sesajen masih menggunakan sistem
yang dipercayai dalam Agama Hindu. Ada banyak Dewa dalam ajaran Agama Hindu
dimana Dewa tersebut memiliki tugas dan peran masing-masing yang dipercayai
penganut Agama Hindu. Diantara sekian banyak Dewa yang dikenal dalam ajaran
Hindu, ada istilah Trimurti. Trimurti merupakan istilah yang digunakan untuk
menyebutkan tiga Dewa tertinggi yang memegang kekuasaan yang penuh dan tugas
1.Dewa Brahma
Dewa Brahma dianggap sebagai manifestasi Tuhan dalam penciptaan alam semesta.
Dewa Brahma merupakan simbol kekekalan yang tiada akhir dan ilmu pengetahuan.
2.Dewa Wisnu
Dewa Wisnu merupakan Dewa pemelihara semesta dan segala ciptaan Dewa Brahma.
Menurut kepercayaan Hindu Dewa Wisnu akan turun ke dunia apabila kejahatan
merajalela.
3.Dewa Siwa
Dewa Siwa dianggap sebagai Dewa pelebur yang akan menghancurkan semua
38
Wawancara dengan Katar Kacaribu Pendeta Hindu di Desa Tanjung Pulo tanggal 18
Desember 2016
persamaan tradisi dengan Hindu di India, dimana di Desa Tanjung Pulo sendiri
memandikan anak yang baru lahir (petalayoken), upacara kematian menurut sistem
Agama Hindu yang terakhir dilakukan pada tahun 1992 di Desa Tanjung Pulo.
Hindu di Tanah Karo semakin meningkat.Perkembangan ini terjadi pada tahun 1970-
1985. Salah satu buktinya adalah pembangunan beberapa Pura di Tanah Karo antara
lain Pura Sekula Serasi yang dibangun untuk kecamatan Payung. Begitu juga
hubungan dengan Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara sangat baik. Hubungan
timbal balik seperti pelayanan Pendeta dari Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara
baik.Banyak masyarakat Bali yang datang dan memberi bantuan untuk membangun
Penurunan jumlah penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dimulai pada tahun
1990, pada tahun 1999 terdapat data presentase penduduk menurut Agama dimana
penganut Agama Hindu pernah mencapai 80%. Jadi pada tahun 1990-1999 adalah
periode penurunan yang sangat drastis penganut Agama Hindu di Tanah Karo.
Banyak faktor yang menyebabkan Agama Hindu mengalami penurunan, baik faktor
internal dan faktor eksternal. Dengan penurunan jumlah umat Agama Hindu di Tanah
Karo maka Parisada Hindu Dharma Karo mengalami krisis kepemimpinan baik
Kecamatan dan pelayanan ke Desa-desa. Sehingga pada periode ini penganut Agama
Hindu mulai beralih dari Agama Hindu ke agama lain. Hal ini bisa dilihat dari tabel
dibawah.
TABEL
1. Islam 27,97
3. Katolik 17,90
4. Hindu 0,56
5. Budha 0,62
6. Lainnya 0,65
Jumlah 100,00
Organisasi baik berupa peningkatan dan penurunan yang disebabkan oleh Individu,
Faktor Internal dapat terjadi karena perubahan jumlah penduduk baik bertambah atau
kebudayaan yang baru yang lebih menarik dibandingkan dengan kebudayaan yang
telah lama dipakai oleh masyarakat sebelumnya sehinga kebudayan lama itu dapat
berganti. Adanya pertentangan atau konflik antara individu atau kelompok maupun
antarkelompok. Faktor Internal dapat juga terjadi akibat pembrontakan atau revolusi
karena revolusi berpengaruh besar pada perubahan struktur masyarakat dan lembaga
negara.
ada juga disebabkan oleh faktor internal. Sehingga terjadi penurunan dan degradasi
yang mengakibatkan Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo hampir hilang dan tinggal
pada tahun 1985. Perkembangan ini bisa dilihat dengan didirikannya Pura Sekula
Serasi bergaya Besakih Bali.Pembangunan Pura ini dibantu oleh Parisada Hindu
Dharma Sumatera Utara dan masyarakat Bali. Pada tahun 1985 beberapa Pendeta dari
Pulo. Akan tetapi pada masa selanjutnya Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara
terkesan kurang peduli dan sangat minim perhatian dari Parisada itu terhadap
penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo. Tidak ada lagi Pendeta yang melayani, tidak
adanya pengarahan, kurangnya memberikan pembelajaran akan apa itu Hindu kepada
Banyak penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo yang mempunyai talenta dan
belajar di Parisada Hindu Dharma Sumatera Utara tidak kembali lagi ke Tanjung
Pulo. Mereka memilih tinggal di Medan. Begitu juga penganut Hindu Karo yang
belajar ke Bali ketika selesai tidak lagi kembali ke Tanah Karo. Kondisi ini
juga di Tanjung Pulo. Hal ini tidak ditanggapi serius oleh Parisada Hindu Dharma
Sumatera Utara. 39
Berkembangnya sebuah Agama tidak bisa lepas dari pembinaan generasi muda
Agama Hindu Desa Tanjung Pulo banyak yang belum mengetahui sistem dan tata
ibadah yang seharusnya dilakukan, bagaimana doa, serta mantra yang digunakan.
39
Wawancara dengan Dinis Sitepu di Kabanjahe Kabupaten Karo(Penyuluh Agama Hindu
Kabupaten Karo) 18 Desember 2016.
ajaran Agama Hindu, seperti apa sejarahnya dan tantangan yang dihadapi. Hal ini
dipengaruhi kurangnya peran orangtua yang lebih paham dan telah lama memeluk
jumlah penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo. Dengan kurangnya kepedulian
orangtua dalam mewariskan ajaran atau tata cara Agama Hindu terhadap generasi
muda di Desa Tanjung Pulo menyebabkan mereka tidak tertarik dan merasakan
Agama Hindu pernah menjadi Agama dari leluhur nenek moyangnya. Generasi muda
tidak berminat bertanya kepada Pendeta Hindu dan pengurus Agama Hindu di Desa
Tanjung Pulo.
Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo biasanya melakukan tata ibadah seperti,
sembahyang, memberikan sesajen pada hari raya besar Agama Hindu Nyepi.
Penganut Agama Hindu Melakukan ritual doa dan pembacaan mantra serta banyak
lagi aktifitas kesakralan. Akan tetapi Pendeta Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo
sangat minim penyampaiannya kepada generasi muda penganut Agama Hindu Desa
Tanjung Pulo sehingga mereka acuh tak acuh terhadap Agama yang mereka anut.
Hindu di Desa Tanjung Pulo karena kurangnya pendeta atau orang yang paham
40
Wawancara dengan Hariuji Barus di Desa Tanjung Pulo (Tokoh masyarakat Karo) tangga 18
Desember 2016l
mengikuti teman-temannya yang beragama Kristen dan Islam. Ketika hari minggu
mereka ikut beribadah ke gereja dan ada juga yang mengikuti temannya yang ke
masjid. Pada hari-hari besar keagamaan seperti natal dan paskah kaum muda
penganut Agama Hindu datang juga dan akhirnya tertarik kemudian masuk ke Agama
Kristen. Terjadinya perkawinan dengan agama lain dan penganut Agama Hindu di
Desa Tanjung Pulo banyak yang mengikuti agama dari calon pasangannya, seperti
faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu maupun kelompok
dalam satu kesatuan organisasi. Faktor eksternal yang datang mampu mengubah
sistem yang telah digunakan oleh individu atau kelompok tersebut dan faktor
eksternal yang datang dari luar tubuh organisasi tersebut dapat mengakibatkan
Agama Hindu itu sendiri dalam mempertahankan tradisi dan budaya Agama Hindu
yang telah lama dianut oleh masyarakat Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo. Pada
umumnya penurunan penganut hindu di Tanah Karo dan khususnya di Desa Tanjung
Pulo banyak yang datang dari faktor eksternal karena tidak adanya keseimbangan dan
komunikasi yang baik antara Parisada Hindu Dharma Kabupaten Karo dengan
Karo menganut Agama Pemena yang kemudian berubah menjadi Agama Hindu.
Agama Hindu yang dianut masyarakat Karo merupakan Agama pertama yang masuk
tahun 1965 karena pada tahun ini terjadi pembrontakan G 30 S. Masyarakat Karo
yang mayoritas menganut Agama Pemena banyak yang masuk ke Kristen karena
takut dianggap atheis. Komunis pada waktu itu dianggap atheis. Pada saat itu juga
umat Hindu yang beralih menjadi Kristen penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo tetap
bertahan dan perkembangan Kristen di Tanjung Pulo tidak begitu cepat. Hal ini
terbukti dari masih banyaknya penganut Agama Hindu dan dibangunnya Pura di Desa
Tanjung Pulo. Tempat ibadah yang pertama di Desa Tanjung Pulo adalah Pura Sekula
Serasi.
Menurunnya Agama Hindu di tanah Karo tidak lepas dari proses Kristenisasi.
Dimana kristenisasi mempunyai strategi yang sangat membantu masyarakat Karo, hal
ini bisa dilihat dari pembangunan rumah sakit, memberikan pendidikan. Hal-hal
desa Tanjung Pulo, proses islamisasi juga mempunyai peran dalam penurunan Agama
Hindu. Sama halnya dengan Kristenisasi, perkembangan Islam pada tanah karo
Islam diperkirakan pada tahun 1888 yang dibawa oleh para ulama yang berasal dari
Aceh, para ulama dari Aceh ini menggunakan cara pengobatan dan ilmu kebatinan
hal ini dilakukan tidak terlepas dari pengaruh masyarakat Karo masih menganut
Proses Kristenisasi dan Islamisasi di tanah Karo merupakan salah satu faktor
eksternal yang menyebabkan penganut Agama Hindu di tanah Karo dan khususnya di
desa Tanjung Pulo terjadi penurunan umat yang sangat besar. Kelemahan Parisada
komunikasi Parisada Hindu dharma Indonesia dengan Parisada Hindu Dharma Karo
bahkan hubungan Parisada Hindu Dharma Karo dengan Parisada Hindu desa Tanjung
Pulo tidak lagi memiliki hubungan yang dekat. Selain itu strategi yang digunakan
Parisada Hindu dharma Karo untuk mengatasi permasalahan ini tidak ada yang
mendapatkan solusi dan menyebabkan penganut Agama Hindu di Tanah Karo mulai
41
Http:// search google: masuknya Kristen ditanah Karo, diakses tanggal 20 desember 2016
4.2.2. Tidak tersedianya pengajar Agama Hindu di sekolah yang ada di Desa
Tanjung Pulo
Pengajar Agama Hindu identik dengan kata Guru dimana di dalam bahasa
dalam Agama Hindu guru dipandang sebagai pemimpin suci yang memberi kebijakan
dan pedoman. Menemukan guru sejati seringkali menjadi syarat mutlak bagi orang
Karo mayoritas menganut Agama Hindu begitu juga di Desa Tanjung Pulo. Pada
masa ini di setiap desa di Tanah Karo mempunyai Guru Agama Hindu dan Pendeta
yang menjadi pelayan dan memberikan pengajaran tentang Agama Hindu. Guru
Agama Hindu ini didatangkan dari Pura Raksabuana di jalan Polonia Medan.
Masyarakat Bali di Medan yang menganut Agama Hindu sering datang melayani ke
Tanah Karo. Masyarakat Bali di Medan ikut berpartisipasi dalam mendirikan Pura
Hindu di Medan dan Tanah Karo tidak terlepas peran dari Parisada Hindu Dharma
Karo pada tahun 1980-1985. Begitu juga hubungan dengan kementerian Agama,
42
Sumber : Kantor dinas Agama kabupaten Karo
43
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Guru_(agama)_dharma) diakses tanggal 22 Desember 2016
Sumatera Utara dengan Parisada Hindu Dharma Karo terjadi pada tahun 2000 karena
tidak ada lagi hubungan yang baik dan menurunnya umat Hindu di Tanah Karo.
Menurunnya penganut Agama Hindu di Tanah Karo pada tahun 2000 menyebabkan
penganut Agama Hindu di Tanah Karo termasuk di Desa Tanjung Pulo. Pengajar
Agama Hindu yang dari Medan tidak pernah lagi melayani ke Tanjung Pulo, dan
Sumatera Utara, kementerian Agama, dan ke pusat terendah Parisada Dharma Desa
Tanjung Pulo. 44Selain dari pengajar Agama Hindu yang tidak pernah melayani lagi
ke Desa Tanjung Pulo. Di Sekolah baik di tingkat Sekolah dasar (SD), sekolah
menegah pertama (SMP), sekolah menegah atas (SMA) tidak ada mata pelajaran
Agama Hindu. Hal ini salah satu faktor kenapa penganut Agama Hindu di Desa
Tanjung Pulo mengalami penurunan yang sangat besar. Murid yang beragama Hindu
ketika mengikuti ujian harus memilih mata pelajaran Agama Kristen dan Islam agar
mendapat nilai dalam mata pelajaran agama. Hal ini Karena tidak ada mata pelajaran
Agama Hindu untuk dipelajari. Tidak hanya di Desa Tanjung Pulo yang tidak
Kabupaten Karo.
44
Wawancara dengan Dinis Sitepu di Kabanjahe Kabupaten Karo( Penyuluh Agama Hindu)
tanggal 22 Desember 2016
akhirnya banyak penganut Agama Hindu di Kabupaten Karo yang kemudian pindah
Pelbegu
Agama Islam ke Tanah Karo, maka Agama Hindu dianggap sebagai Agama Pelbegu.
Masyarakat Karo tidak menyadari bahwa Agama Pelbegu adalah Agama Hindu itu
sendiri. Agama Pelbegu sendiri datang dari Maharesi Agastya dimana Beliau adalah
pengembang ajaran Agama Hindu Bhagavat Brgu ke Tanah Karo dimana kata Bergu
disamakan masyarakat Karo dengan kata Per Begu atau Sipelebegu Kata Pel Begu
atau Sipelebegu sendiri datang dari keluhuran dan kesaktian dari Maharesi Agastya
Kemudian setahun setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1946 Agama
Pelbegu ini diubah menjadi Agama Pemena 45. Agama Pemena sama dengan Agama
Hindu telah diteliti oleh seorang Pendeta dari India pada tahun 1950 bahwa banyak
persamaan antara Agama Pemena dengan Agama Hindu yang ada di India seperti
45
Agama Pemena artinya Agama yang pertama atau yang pertama dianut oleh masyarakat
Karo
menghitamkannya yang disebut dengan Erkiker, erpangir ku lau 46, dan wanita
pemeluk Agama Pemena juga membuat titik merah di keningnya, berdoa di bulan
disebut dengan Pulu Balang, dan memiliki mantra doa tersendiri dalam bahasa Karo
untuk menyembah roh nenek moyang supaya diberi keselamatan dan rejeki.
memakai sistem Kalapatra 48 dan tidak menghilangkan budaya asli masyarakat Karo
yang telah turun temurun. Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo ketika bulan purnama
memberikan sesajen di Pura Sekula Serasi menggunakan mantra dan doa di dalam
bahasa Karo, tetapi yang disembah Dewa Siwa yang merupakan salah satu Dewa di
dalan ajaran Agama Hindu disinilah letak perbedaan antara Agama Pemena dengan
Agama Hindu tetapi yang disembah sama yaitu Dewa Siwa. Begitu juga dalam tata
ibadah yang digunakan Agama Pemena memakai tradisi budaya Karo. 49 Sementara
itu Agama Pemena disahkan menjadi Agama Hindu akibat dari terjadinya revolusi
komunis di Tanah Karo, dan perkembangan Agama Kristen dan Agama Islam
46
Erpangir ku lau adalah sebuah tradisi Karo dengan mandi di sungai dengan air limau yang
bertujuan untuk membersihkan diri dari hal-hal yang buruk.
47
Https://karosiadi.blogspot.co.id/2010/11/agama-pertama-sesudah-pemena.html?M=1 diakses
tanggal 23 Desember 2016
48
Kalapatra adalah dimana Agama Hindu berada maka Agama Hindu itu menggunakan
budaya daerah yang ditempatinya tanpa mengganti tradisi daerah tersebut.
49
Wawancara dengan Aristo Bangun masyarakat Desa Tanjung Pulo tanggal 22 Desember
2016
Karo tentang apa itu Agama Pelbegu cenderung bersifat negatif karena di dalam
penafsiran masyarakat Karo dan khususnya Tanjung Pulo Agama Pelbegu adalah
Agama yang percaya kepada hal-hal yang mistis dan tidak mengetahui bahwa Agama
Pelbegu sama dengan Agama Hindu Karo yang ada di Desa Tanjung Pulo, tetapi
yang membedakan Agama Pemena dan Agama Hindu di dalam tata ibadah dan tetapi
5.1. Kesimpulan
bangsa India seorang Maharesi yang pertama kali mengembangkan Agama Hindu
ajaran Bhagavat Brgu di Tanah Karo menjadi awal perkembangan Agama Hindu ke
Tanah Karo.Agama Hindu cepat berkembang di Tanah Karo karena memakai sistem
Kalapatra dan Bahgawan Agastya sendiri menikah dengan putri Karo keturunan
Tanah Karo. Selain itu Bahgawan Agastya juga memiliki kesaktian sehingga banyak
Agama Hindu yang berasal dari India yang dibawa oleh Bahgawan Agastya juga
masuknya Agama Kristen pada tahun 1890 dan Agama Islam pada tahu 1888 ke
Tanah Karo, masuknya Agama Kristen yang dibawa oleh Nederlandsche Zending
Agama Kristen karena merasa nyaman dan bermanfaat. Kedatangan Agama Kristen
merupakan salah satu faktor penyebab terbesar menurunnya Agama Pelbegu di Tanah
Karo.
Pada tahun 1946 satu tahun setelah Indonesi merdeka Agama Pelbegu diubah
menjadi Agama Pemena pergantian nama ini terjadi karena kata Pelbegu dianggap
sebagai Agama mistis oleh masyarakat Karo yang belum mengetahui Agama Pelbegu
sama dengan Agama Hindu sebenarnya. Kata Pemena sendiri beraerti yang pertama.
masyarakat Karo yang menganut Agama Pemena kemudian pindah menjadi Agama
Kristen dimana pada tahun ini terjadi pembabtisan massal masyarakat Karo,
yang beraliran komunis dan pada saat itu komunis dilarang dan ditangkap oleh
Agama yang Atheis. Terjadinya gejolak ini meresahkan umat Hindu di Indonesia
khususnya Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan pada tahun 1985 dibentuk Parisada
Hindu Dharma Karo yang bertujuan untuk melindungi penganut Agama Hindu dan
penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo juga mengalami penurunan umat
Agama Hindu, masuknya Agama Kristen dan Agama Islam, kurangnya pewarisan
ajaran Agama Hindu kepada generasi muda, dan tidak ada mata pelajaran Agama
banyak meninggalkan Agama Hindu. Untuk mengatasi gejolak ini Penganut Agama
Hindu di Desa Tanjung Pulo dan Parisada Hindu Dharma Karo membangun Pura
Sekula Serasi pada tahun 1985, untuk mempertahankan umat Hindu di Desa Tanjung
Pulo. Sampai sekarang penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo menyisakan
Agama Hindu.
5.2. SARAN
Agama Hindu tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat Karo begitu juga
dengan Desa Tanjung Pulo karena, hal ini telah lama dianut oleh leluhur masyarakat
Karo. Agama Hindu juga pernah berkembang di Tanah Karo, begitu juga dengan
pengaruhnya.
tentang Agama Hindu dan tanggapan masyarakat negatif tentang Agama Hindu yang
tentang sejarah Agama Hindu di Tanah Karo dan membuka mata pelajara Agama
Hindu di Tanah Karo untuk mengembalikan kepercayaan diri penganut Agama Hindu
untuk mengembangkan kembali Agama Hindu. Hal lain yang bisa dibantu
pemerintah adalah pembersihan kembali Pura-pura yang ada di Tanah Karo yang
tidak terawat bahkan ditumbuhi rumput liar. Pura Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo
juga tidak terawat, banyak rumput liar disekitarnya dan Pura tidak terlihat dari jalan.
Tanah Karo khususnya di Desa Tanjung Pulo bahwa Agama Hindu bukan Agama
yang percaya kepada hal mistis. Dengan memberikan pemahaman tentang Agama
Hindu kepada masyarakat Karo diharapkan persepsi negatif dari masyarakat Karo
tentang Agama Hindu dapat berubah ke arah yang positif dan mengetahui leluhur dari
KABUPATEN KARO
merupakan daerah Hulu sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 km
persegi. Atau 212.725 Ha atau 2.97 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara, dan
secara geografis terletak diantara 20 50'-3 19' Lintang utara dan 970 55'-98 38' Bujur
timur. Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140-1.400 Meter di atas permukaan
laut. Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 140 C-270 C, dan terdapat dua
laut. Kabupaten Karo sejak jaman Belanda sudah terkenal sebagai tempat
menjadi daerah tujuan wisata di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Objek-
pegunungan, air terjun, air panas, dan kebudayaan yang unik. Kabupaten Karo
19
Badan Pusat Statistik(BPS) Kabupaten Karo.Gambaran Umum Kabupaten Karo, Kabanjahe:
BPS,2000. Hal. 7-8.
Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai (DHS) dan Daerah Aliran
Sungai (DAS) Wampu/Ular, sub Daerah Aliran Sungai Lau Biang. Potensi industri
yang ada adalah industri kecil dan aneka industri yang mendukung pertanian dan
Desa Tanjung Pulo adalah salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Karo,
Kecamatan Tiganderket. Akan tetapi di dalam periode penulisan skripsi ini Desa
Tanjung Pulo masih berada pada Kecamata Payung.Jarak tempuh dari ibu kota
Kabupaten Karo Kabanjahe adalah 35 Km atau sekitar 1 jam perjalanan. dan dari ibu
kota Provinsi Sumatera Utara Medan adalah 115 Km atau sekitar 3 jam perjalanan.
Transportasi yang bisa digunakan ke Desa ini yaitu transportasi darat bus angkutan
1.Sebelah utara berbatasan dengan sungai Lau garut Desa Tanjung Mbelang
Kecamatan Tiganderket.
Marga Bangun yang mendirikan Desa Tanjung Mbelang.Marga Bangun dari Desa
Mbelang penduduk masih bermukim di dekat sungai Lau Garut, akibat banyak
masyarakat pada waktu itu yang menderita penyakit Laia-laia (dalam bahasa Karo),
penyakit ini mirip dengan penyakit demam berdarah yang mengakibatkan banyak
penduduk Desa Tanjong Mbelang. Sedangkan kata Pulo sendiri berarti sebuah ciri-
ciri atau tanda yang menandakan akan dekat atau hampir sampai dengan desa
tersebut, misalnya pohon besar, batu, dan bukit yang tinggi. Kemudian Marga
Bangun dari Desa Tanjung Mbelang menamakan daerah tersebut dengan nama
Tanjung Pulo. Sebelum masuknya marga Bangun di desa ini ada juga sebagian
daerah di Desa Tanjung Pulo yang ditempati Marga Singarimbun. Maka di Desa
Tanjung Pulo ini ada dua marga yang mendirikannya yaitu Marga Bangun dan Marga
20
Anjong anjong dalam bahasa Karo adalah tempat yang tinggi atau berupa bukit yang tinggi
mendirikan Desa. 21
Karo
budaya dan ekonomi.Hal ini untuk masyarakat mendapatkan kehidupan yang nyaman
dan layak.
21
Wawancara dengan Karta Bangun Sekretaris Desa dan Tokoh Masyarakat Desa Tanjung
Pulo, 15 Desember 2016.
22
https://id.wikipedia.org/wiki/masyarakat, diakses tanggal 17 Desember 2016.
Kabupaten Karo
Sosial budaya adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah
masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut, baik berupa kesenian,
moral, pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan olah pikir dalam bentuk lain yang
Jadi dapat disimpulkan sosial budaya mengacu pada kehidupan bermasyarakat yang
menekankan pada aspek adat istiadat dan kebiasaan masyarakat itu sendiri. 23
Di dalam mengetahui adat istiadat masyarakat Karo yang harus diketahui yaitu
Sangkep Enggeluh yaitu suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat Karo yang
disebut dengan “Rakut sitelu Tutur siwaluh Perkade-kaden si sepuloh dua tambah
Sada” yang dimaksud dengan Rakut sitelu yaitu Senina, Kalimbubu, dan Anak Beru.
Tutur Siwaluh yaitu Sipemeren, Siparibanen, Sipengalon, Anak Beru, Anak Beru
Sepuloh dua yaitu Nini, Bulang, Kempu, Bapa, Nannde, Anak, Bengkilka, Bibi,
Sangkep Nggeluh adalah ciri khas dari masyarakat Karo. Dengan Sangkep
Nggeluh semua masyarakat Karo memiliki tali kekeluargaan dan tidak ada yang tidak
memiliki ikatan kekeluargaan. Hal ini telah menjadi tradisi dari leluhur. Di dalam
masyarakat Karo terdapat lima Marga yang menjadi induk dari semua Marga yang
23
Adam haris, Kehidupan bersosial.Jakarta:F.a.Lisan,1977,hal.78.
Pulo dan menjadi dasar Adat dan Sistem kekerabatan.Seperti halnya dengan
masyarakat Karo lainnya masyarakat Desa Tanjung Pulo juga memakai Sangkep
Sangkep Nggeluh maka masyarakat dapat mengetahui Orat tutur yaitu bagaimana
kita menyebut panggilan secara adat Karo terhadap seseorang seperti Erbapa (Bapak),
Ernande (Ibu), Erturang (Saudari), Senina (Saudara), Mama (Paman), dan lain-lain.
Pada tahun 1984 ketika Pura dibangun masyarakat Karo masih kental dengan
Adat Sangkep Nggeluh. Begitu juga ketika Pura dibangun masyarakat Tanjung Pulo
memiliki rasa gotong royong untuk bekerja. Akan tetapi sekarang generasi muda
tidak ingin tahu akan Sangkep Enggeloh akibat dari perkembangan jaman yang
semakin maju dan melupakan budaya yang memiliki nilai membangun karakter yang
berbudaya luhur.
Kabupaten Karo
masyarakat Tanjung Pulo banyak yang menanam padi. Pada tahun 1985-2000 selain
merah, cabai, dan Padi. Untuk meringankan beban dalam bekerja, masyarakat Desa
Tanjung Pulo menggunakan tradisi Aron yaitu sebuah konsep pola kerjasama dan
tolong menolong baik dalam menghadapi ancaman dari pihak lain atau dalam
mengerjakan sesuatu, terutama dalam bidang pertanian. Istilah Aron berasal dari
Bahasa Karo yaitu sisaro-saron (saling membantu) yang diwujudkan dalam bentuk
kelompok kerja orang muda atau dewasa mulai 6 hingga 24 orang dalam satu
ladangnya, dimana Aron ini berganti-ganti bekerja antara satu ladang yang satu ke
ladang lainnya dengan silih berganti, sehingga dari tradisi Aron ini mempunyai
manfaat dalam efisien waktu, tenaga, dan semakin eratnya rasa kebersamaan.
Pada tahun 1985-2000 hasil pertanian yang akan dibawa ke desa untuk dijual
dari ladang, dibawa dengan transportasi tradisional Karo yang disebut Gereta Lembu
yaitu sejenis kendaraan tradisional yang dibawa oleh lembu ataupun Kerbau yang
menjadi alat transportasi untuk membawa hasil pertanian dari ladang. Namun
sekarang Gereta Lembu tidak ada lagi dan alat transportasi yang dipakai sudah
modern yaitu mobil jenis bak terbuka, contohnya mitsubishi L300.Semakin majunya
jaman dan masuknya imigran suku Jawa ke Desa Tanjung Pulo yang kemudian
24
Wawancara dengan Terkelin Tarigan, masyarakat Desa Tanjung Pulo, 18 Desember 2016.
tahun 1990 tradisi Aron telah memudar. Sekarang tidak ada lagi tradisi Aron yang
PENDAHULUAN
yang memiliki persamaan dengan budaya Agama Hindu di India. Salah satu
jenasah dan masyarakat di Desa Tanjung Pulo telah menyembah Dewa di dalam
kepercayaan Agama Hindu yaitu Dewa Siwa. Pada tahun 1985 Agama Pemena telah
disahkan menjadi Agama Hindu, dan penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo
telah resmi diakui menjadi Agama yang resmi karena bukan lagi disebut dengan
Agama Pemena.
penganut Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo merupakan Agama yang dominan.
Namun akibat dari faktor tersebut penganut Agama Hindu mengalami penurunan
yang sangat banyak. Dibangunnya Pura pada tahun 1985 di Desa Tanjung Pulo
sempat memberi harapan untuk penganut Agama Hindu yang tersisa untuk
Masyarakat di Desa Tanjung Pulo mulai meninggalkan Agama Hindu akibat persepsi
negatif dari masyarakat yang belum mengetahui latar belakang Agama Hindu di Desa
Tanjung Pulo.
sebuah Komunitas yang saling membantu antara sesama. Komunitas adalah suatu
kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata dan berintraksi
menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas komunitas 1.
munculnya penurunan komunitas disebabkan oleh suatu sistem yang tidak lagi
dianggap menarik, menguntungkan atau tidak sesuai lagi dengan pola pikir
masyarakat pada umumnya, tidak sesuai dengan adat istiadat dan lahirnya komunitas
baru yang lebih diterima karena sesuai dengan kondisi yang sedang berlangsung,
dijelaskan sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan,
umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. 2 Sejarah adalah kisah atau
cerita yang terjadi pada masa lampau yang memiliki bukti yang dapat
sejarah yang perlu untuk diketahui karena merupakan agama pertama yang masuk ke
1
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:F.a.Aksara Baru, 1985, hal. 148.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas, diakses tanggal 12 Juni 2016.
perdagangan karena Indonesia memiliki letak geografis yang strategis dan sumber
Kedatangan orang India ke kawasan Asia Tenggara membawa serta agama dan
berkembang dan mempengaruhi hampir semua bangsa di dunia. Ketika itu India dan
Cina adalah dua kekuatan besar di Asia yang telah memiliki peradaban yang kokoh
Agama Hindu mempengaruhi kawasan Asia Tenggara yang sangat jauh tertinggal.
bangsa besar India dan Cina, negeri-negeri di Asia Tenggara makin berkembang dan
Etnis Tamil di Indonesia berasal dari India bagian selatan. Kelompok suku
bangsa Tamil ini banyak terdapat di Sumatera Utara seperti Pematang Siantar, Lubuk
Pakam, Langkat, Binjai dan Medan. Banyak dari mereka yang didatangkan pada
3
Animisme adalah sebuah kepercayaan terhadap roh nenek moyang(leluhur) sedangkan
dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda benda yang dianggap sakral dan memiliki kekuatan
gaib.
4
J.Fachruddin Daulay “Bandar Barus dalam catatan sejarah” .Medan :Buletin Historisme,.
Departemen Sejarah Fakultas Sastra USU, No. 21, pp. 28-36,2009.
Kuil Agama Hindu yang tertua di Sumatera Utara terletak di Kampung Madras,
“Sri Mhariaman”, didirikan pada tahun 1884. Ketika itu sudah banyak kuli orang
Sikh di samping Candi Tamil di Kampung Madras didirikan oleh “Gurdhuara Sahib”.
hubungan erat yang pernah terjadi antara Kerajaan Cola, Kolutungga I dengan
kerajaan Sriwijaya. Dimana Kerajaan Cola menguasai wilayah Tamil di India selatan.
Hal ini menyebabkan banyak Etnis Tamil yang menetap di Barus, dimana pada waktu
itu Barus dibawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu kerajaan Cola
memiliki hubungan erat dengan Kerajaan kerajaan yang ada di Nusantara. Begitu
juga dengan Kerajaan Sriwijaya dan cukup berpengaruh dalam bidang politik,
ekonomi dan kebudayaan. Hal ini telah diteliti oleh Prof. Nilakantisastri, guru besar
dari Universitas Madras pada tahun 1932 bahwa pada tahun 1080 M di Lobu Tua tak
jauh dari sungai Singkil ada pemukiman pedagang dari India Selatan. 7
Keterangan batu bertulis Lobu Tua sangatlah penting artinya karena merupakan
5
Ayu Sri Mahasti, 2016, “Pangguni Uttiram(Suatu Ritual Hindu-Tamil di Kuil Shri
Thendayanudabani, Kota Lubuk Pakam, Sumatera Utara ,”Skripsi, Medan: belum diterbitkan,2012,
Hal: 1.
6
Tamil adalah etnis dari India selatan yang mayoritas memeluk Agama Hindu.
7
http://id.googleweblight.com/?lite_url kompasiana.com, diakses tanggal 11 juli 2016
para pedagang terdapat juga seniman yang memahat batu bertulis tersebut. Dengan
demikian, selain orang-orang Tamil yang menetap di Barus, yang tercatat sebagai
pedagang India, maka pedagang asing lain yang sudah mengunjungi langsung Barus
Setelah Etnis Tamil di Barus mulai dimasuki bangsa Arab dan Timur tengah
pada abad ke-10 dan proses Islamisasi di Barus, maka banyak dari mereka yang
kemudian pergi ke daerah pedalaman Etnis Batak dan hilangnya hubungan Etnis
Tamil dengan tanah leluhurnya, begitu juga dengan Kerajaan Panei di Padang Lawas
klen-klen berkaitan dengan totemisme. Totemisme adalah istilah menunjuk pada suatu
kepercayaan atau agama yang hidup pada suatu komunitas atau organisasi yang
mempercayai adanya daya atau sifat Ilahi yang dikandung sebuah benda atau
mahkluk hidup selain manusia 9. Adat perkawinan eksogami yaitu istilah Antropologi
8
J.Fachruddin Daulay. Loc. Cit
9
Hassan Shadily, Ensklopedia Indonesia Jilid 6(SHI-VAJ). Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, hal.
3604, 1980.
pemukiman 10, dan lain-lain. Perkataan marga (klen) sendiri dalam istilah bahasa
daerah Barus. Hal ini terjadi akibat hubungan diplomatis Kerajaan Cola dengan
Kerajaan Sriwijaya pada waktu itu. Sebagai bukti sewaktu batu bertulis Lobu Tua
Perkumpulan dagang ini sangat kuat organisasinya dan berdiri sendiri serta tidak
tunduk secara politis kepada seseorang Raja mana pun, sehingga mereka diterima
Tanah Karo dimana Kebudayaan Hindu yang dibawa oleh orang India Selatan ke
Tanah Karo memiliki peninggalan budaya seperti Sejarah Marga Sembiring yaitu
Sembiring Brahmana, Colia, Meliala, Pandia, Muham dimana marga marga ini
identik dengan Bahasa India. Brahmana (Kasta), dan Colia (Cola), Pandia (Pandyth),
10
http://kbbi.web.id/eksogami, diakses tanggal 13 juli 2016
11
J Fachruddin Daulay, Loc.Cit
Tula, Cukra dudu dan lain lain merupakan pengaruh dari kebudayaan Etnis tamil
Hindu.Sebelum Agama Hindu ada pada etnis Karo, etnis Karo sudah menggunakan
sesajen pada kegiatan religi tradisionalnya. Karena pada saat itu, etnis Karo masih
menganut Agama Perbegu atau Pemena. Jenis sesajen yang digunakan berupa bunga,
air, buah-buahan, (jeruk, apel dan lain-lain), makanan, hewan berupa ayam yang
ditemukanya Pura di Sembahe, Bangun Purba, dan Sarinembah, juga terlihat dari
upacara yang berhubungan dengan roh atau tendi (dalam bahasa karo) 13. Umpamanya
Salah satu bukti lain peninggalan kebudayaan Hindu di masyarakat karo adalah
“Erlige-lige” yaitu suatu upacara penguburan yang menarik jenazah di atas lige-lige
yaitu suatu bangunan tinggi yang ditarik ratusan orang. Upacara ini sangat mirip
dengan upacara yang ada pada Agama Hindu, yang hingga kini masih dilakukan di
Bali. Erlige lige ini terakhir dilakukan di Medan pada tahun 1960. Upacara
Lau Biang dengan dimasukkan dalam sebuah guci diatas perahu dengan panjang
sekitar satu meter. Hal ini dilakukan di Lau Biang karena dalam tafsiran masyarakat
12
Noprianta A, Tarigan,Sesajen: (StudiDeskripsi Mengenai makna Sesajen pada Penganut Agama
Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi
Sumatera Utara), Skripsi, Medan: belum diterbitkan. Hal: 12. 2011.
13
Sarjani Tarigan,Dinamika Orang Karo, Budaya dan Modernisasi. Medan: Balai Adat Budaya
Karo Indonesia, 2008, hal. 34.
14
Sempa Sitepu, dkk, Pilar Budaya Karo, Medan: Belum diterbitkan, hal. 166, 171,1996.
mengalir ke Selat Malaka dan dari sana dengan tuntunan roh-roh akan mengalir ke
Samudra Hindia dan selanjutnya akan sampai di Sungai Gangga di India. Bukan itu
saja, banyak tradisi di Karo yang sama dengan kebiasaan masyarakat di India Selatan
misalnya Etnis Karo dahulu selalu melakukan doa di malam bulan purnama serta
membuat titik merah di keningnya seperti halnya yang dilakukan wanita di India. 15
Asal kata Hindu berasal dari kata Sungai Shindu yang mengalir di India dan
Pakistan. Bangsa asing yang datang ke daerah itu menyebutkannya sungai Hindu.
Lalu Suku Bangsa Arya yang mendiami lembah sungai Hindu, menyebutkan tempat
itu kediamaan orang Hindu. Orang asinglah yang kemudian menyebutkan Hindu
untuk nama bangsa dan agama di India, sedangkan rakyat di desa pada umumnya
tidak mengetahui Hindu. Agamaya hanya diketahui Agama Dharma dan Thirta. 16
Kedatangan Hindu ke Tanah Karo dibawa pertama kali oleh Bahgawan Bergu
dilanjutkan oleh Lemba Ginting. Pada masa Lemba Ginting ajaran Hindu lebih
disesuaikan dengan tradisi dan Budaya Karo. Sedangkan di Desa Tanjung Pulo
sendiri Pura Hindu yang pertama dibangun adalah Pura “Sekula Serasi” yang
dibangun pada tahun 1984. Pada tahun 1984 masyarakat yang ada di desa Tanjung
15
http://id.googleweblight.com/?lite_url blogspot.com, diakses tanggal 18 september 2015
16
Sarjani Tarigan.Kepercayaan Orang Karo Tempoe Doeloe,Medan:Balai Adat Budaya Karo
Indonesia,hal, 24, 2011.
Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung dimulai pada tahun 1990. Hal ini
terjadi karena para leluhur yang sudah meninggal yang gigih dalam mengembangkan
Agama Hindu, tidak diikuti dengan generasi berikutnya. Salah satu faktor penyebab
dalam Agama Hindu ada istilah Kalapatra yang artinya di daerah mana Hindu berada
maka Hindu itu mengikuti budaya, daerah tersebut baik berupa bahasa, ritual dan
perkembangan yang pesat pada tahun 1970-1985. Hal ini terjadi karena Pandita yang
dipilih adalah masyarakat yang dianggap memiliki kemampuan baik, tanpa terkecuali
pria dan wanita maupun kaum muda Desa. Hal ini mengakibatkan masyarakat yang
Sampai saat ini penganut Agama Hindu yang ada di Desa Tanjung Pulo masih
ada lima kepala keluarga dan Pandetanya adalah Katar Kacaribu.Terdapat Pura yang
bernama Pura Sekula Serasi. Tanah tempat dibangunnya Pura Sekula Serasi ini
adalah milik Alm. Nikep Singarimbun Beliau dahulu sebagai koordinator Parisada
sekarang. 17
Hindu Darma Karo. Terdapat koordinator di setiap kecamatan yang mengawasi desa.
17
Wawancara dengan Katar Kacaribu (Pendeta Agama Hindu) di Desa Tanjung Mbelang
kecamatan Tiganderket rabu 18 november 2015.
Penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dahulu banyak belajar ke Pura Agung yang
berada di jalan Polonia Medan yaitu Pura Raksabuana Pendeta dari Pura Agung
tersebut melayani ke Desa Tanjung Pulo yaitu Pak Dewa. Dia datang ketika pura
didirikan padatahun 1984. Pada masa pelayanan Pak Dewa masyarakat Hindu di Desa
Tanjung Pulo pernah dibawa ke Pura Agung untuk melakukan penataran dan
mempelajari ajaran Agama Hindu lebih mendalam. Hasil dari penataran tersebut
terjadi regenerasi Pandita atau Guru Hindu dari Karo yang sudah memiliki
Agama Hindu mengalami akulturasi dengan Budaya karo khususnya di Desa Tanjung
Pulo Kecamatan Payung, bisa dilihat dari adanya komunitas Hindu di Desa Tanjung
Pulo. Agama Hindu di Desa ini tetap bertahan meskipun pada tahun 1965 kristenisasi
semakin mrningkat di Tanah Karo. Selain di Tanjung Pulo ada juga wilayah di
Tanah Karo yang memiliki hubungan dengan Hindu seperti di Desa Pintu Besi,
penulis tertarik mencari informasi tentang hal tersebut.Tahun penelitian yang dipilih
oleh penulis sendiri pada tahun 1985-2000. Hal ini karena pada tahun 1985 dibangun
Pura Sekula Serasi di Desa Tanjung Pulo dan merupakan tempat ibadah pertama di
Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung. Pada tahun 1985 masyarakat Tanjung Pulo
masih banyak menganut Hindu.Penganut Agama Hindu di desa ini mampu bertahan
walaupun terjadi proses peningkatan kristenisasi di Tanah Karo pada waktu itu.
Mereka juga membangun sebuah Pura Sekula Serasi bergaya Bali. Ada juga pemeluk
Hindu dari Bali yang ikut membangun Pura tersebut. Eksistensi inilah yang
menjadikan penelitian ini menarik untuk dikaji. Pada tahun 1985 banyak juga
penganut Hindu di Desa Tanjung Pulo dan sekitarnya belajar ke Parisada Hindu di
Penulis membatasi pada tahun 2000 karena pada tahun ini terakhir, dilakukan
tradisi Hindu seperti upacara besar keagamaan Hindu, upacara kematian, dan tradisi
Hindu lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanjung Pulo, Kecamatan
Payung. Saat itu hanya tersisa lima kepala Keluarga dan tetap bertahan menjalankan
perkembangan yang sangat pesat dimana banyak pembabtisan massal sebagai dampak
dari peristiwa G 30 S. Sebelum tahun 1965 Etnis Karo mayoritas menganut Agama
beragama Hindu khususnya di Tanah Karo mulai meninggalkan Agama Hindu dan
memeluk Agama Kristen. Hal ini karena masyarakat kuatir dianggap sebagai atheis.
Pada waktu itu di Indonesia Komunis dianggap orang yang tidak beragama dan
Agama Hindu di Tanah Karo pada waktu itu tidak diakui oleh pemerintah. Akan
tetapi di Desa Tanjung Pulo sendiri Agama Hindu masih bertahan dan sampai
sekarang terdapat lima kepala keluarga pemeluk Agama Hindu. Inilah salah satu
baik merupakan hal yang paling penting 18. Setelah dijelaskan latar belakang
Peristiwa yang telah berlalu tidak dapat dipertunjukkan kembali, tetapi dapat
memberikan renungan bagi kehidupan manusia yang menjadi cerminan dari masa
18
P.Manurung Metode Penelitian. Jakarta: Halaman Moeka Publishing, 2012, hal. 28.
Manfaat penelitian:
dalam menyelesaikan penelitian. Berkaitan dengan kajian yang dilakukan, buku yang
digunakan sebagai bahan pustaka dalam penelitian ini dan mampu mencari kerangka
teoritis yaitu ;
(2008)” menjelaskan pengaruh Agama Hindu terhadap Masyarakat Karo. Buku ini
Hindu, misalnya persilihi, erpangir kulau. Buku ini menjelaskan bahwa berbagai
jenis tradisi budaya Karo memiliki akulturasi dengan budaya Etnis Tamil Hindu dan
adanya pengaruh dari Etnis tersebut baik di dalam sejarah dan religi yang dianut oleh
Etnis Karo. Buku ini membantu penulis untuk mengenali seperti apa kebudayaan
Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah
yang nyata, dan berintraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu
Hindu ke wilayah pesisir kiri dan kanan Selat Malaka, begitu juga tulisan Bangsa
India yang disebut aksara ‘’ Pallawa” (Wenggi) dan bahasa Sanskerta. Membantu
pengaruhnya. Di dalam buku ini juga diterangkan bagaimana budaya Hindu adalah
salah satu budaya yang memperkenalkan zaman Prasejarah ke zaman sejarah, dan
Sesajen Pada Penganut Agama Hindu di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM
bagaimana tradisi ritual agama Hindu dan seperti apa teknik ibadah yang dilakukan
Agama Hindu yang bercampur dengan kebudayaan masyarakat Karo. Buku ini
membantu penulis untuk mengetahui bahwa di Hindu ada istilah Kalapatra yaitu
dimana Hindu berada maka Dia akan mengikuti budaya daerah tersebut.
sebenarnya masyarakat Karo sebelum masuknya Zending. Selain itu juga untuk
mengetahui proses kristenisasi dimana pada masa ini banyak Etnis Karo
Metode sejarah merupakan sebuah cara yang bertujuan untuk memastikan dan
dalam sebuah metode penelitian sejarah yang membantu setiap penelitian dalam
dasar yang berdsarkan pada kenyataan yang ada di lokasi penelitian. Di dalam metode
penelitian sejarah, ada beberapa teknik ataupun langkah-langkah yang telah dilakukan
penelitian.
Sumber tertulis tersebut diproleh dari Toko Buku Abdi Karya, Kantor Moderamen
Penganut Agama Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir,
terhadap informan yaitu pemeluk Hindu Desa Tanjung Pulo, Pendeta Hindu Desa
Tanjung Pulo dan masyarakat Desa Tanjung Pulo serta pegawai instansi Departemen
Data yang terkumpul pada kegiatan heuristik kemudian disaring dan diseleksi
guna mengetahui asli atau tidaknya sumber tersebut. Kritik sumber ini terbagi atas
dua yaitu kritik ekstern yang dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui
keaslian bahan dan tulisan dalam sumber tertulis. Kemudian kritik intern yang
dilakukan untuk menilai isi sumber yang dikehendaki untuk mendapatkan fakta
yang kredibel.
3. Interpretasi
Setelah fakta untuk mengungkap dan membahas masalah yang diteliti cukup
memadai, dilakukan interpretasi, yaitu penafsiran akan makna fakta dan hubungan
antara satu fakta dengan fakta lain. Penafsiran atas fakta harus dilandasi oleh sikap
4. Historiografi
Skripsi Sejarah
Dikerjakan
NIM : 100706008
2017
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
PEMBIMBING
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya dalam Bidang Ilmu
Sejarah
Pembimbing:
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu
Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan
Pada
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian :
2. …………………………………. (.......................)
3. …………………………………. (.......................)
4. …………………………………. (.......................)
5. …………………………………. (.......................)
DISETUJUI OLEH :
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
hambatan dalam penulisan skripsi ini, tetapi berkat bimbingan dan bantuan dari
Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dari pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terkhusus bagi penulis sendiri.
Penulis,
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Jesus Kristus yang selalu
Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan moril dan materil kepada pihak yang telah membantu penulis dalam
1. Bapak Dr. Budi Agustono M.S. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Atas bantuan dan fasilitas
menyelesaikan studi.
banyak nasehat serta motivasi kepada penulis selama penulis menuntut ilmu
di Departemen Sejarah, juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, M.SP. sebagai
Utara.
3. Ibu Dra. Junita Setiana Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi
penulis yang telah memberikan banyak motivasi dan nasehat kepada penulis
5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta
staf tata usaha di Departemen Sejarah. Semoga ilmu yang diberikan dapat
pengorbanan moril dan materil dan doa kepada penulis sehingga dapat
8. Bapak Katar Kacaribu, Bapak Terkelin Tarigan, Bapak Karta Bangun, Bapak
Aristo Bangun dan Bapak Dinis Sitepu penulis juga mengucapkan terima
mengikuti bangku perkuliahan yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis
dalam duka maupun suka. Kalian adalah teman terbaik yang pernah
10. Buat seluruh mahasiswa Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya USU
Maha Kuasa agar selalu diberikan kesehatan dan berkat dalam melakukan tiap
kegiatan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan semangat maupun arahan kepada penulis
Akhir kata, skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Penulis
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................v
ABSTRAK.................................................................................................................viii
BAB I. PENDAHULUAN
Kabupaten Karo......................................................................................22
Kabupaten Karo................................................................................23
3.1. Proses Masuknya Agama Hindu di Desa Tanjung Pulo Kecamatan Payung
Kabupaten Karo..........................................................................................27
Kabupaten Karo..........................................................................................28
Kecamatan Payung..........................................................................31
4.2.2. Tidak tersedianya pengajar Agama Hindu di sekolah yang ada di Desa
Tanjung Pulo...................................................................................49
ajaran Pelbegu................................................................................51
5.1. Kesimpulan...............................................................................................54
5.2. Saran.........................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR LAMPIRAN