Anda di halaman 1dari 16

SISTEM RELIGI, KEPERCAYAAN, DAN TATA HUNIAN

DESA KABA-KABA

1. Kehidupan Religius Masyarakat Desa Kaba-Kaba

Kehidupan religius masyarakat Desa Kaba-Kaba tidak terlepas dari


keberadaan agama Hindu di Bali yang hingga kini masih dianut oleh warganya
dan dipraktikkan dalam berbagai bentuk ritual dan tradisi yang sangat kuat.
Agama Hindu bercampur dengan tradisi, seni budaya lokal memberikan pengaruh
yang kuat, sehingga warga yang beragam Hindu di desa Kaba-Kaba begitu tetap
eksis melaksanakan praktik keberagamaan mereka sebagaimana yang ditunjukkan
warga desa Kaba-Kaba sekarang. Semua itu tidaklah terlahir dari ruang kosong,
akan tetapi berlandaskan bahwa agama Hindu merupakan sistem kepercayaan
yang kaya, mencakup keyakinan yang bersifat monoteisme, politeisme,
panenteisme, panteisme, monisme, dan ateisme. Konsep ketuhanannya bersifat
kompleks dan bergantung pada nurani setiap umatnya atau pada tradisi dan
filsafat yang diikuti.

Berdasarkan data kependudukan di desa adat Kaba-Kaba mayoritas agama


masyarakat desa kaba-kaba menganut agama hindu, namun ada beberapa
masyarakat yang menganut agama Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik.
Menurut data, jumlah penduduk berdasarkan agama masyarakat yang menganut
agama Hindu sebanyak 7.289 jiwa, masyarakat yang menganut agama Islam
sebanyak 21 jiwa, masyarakat yang menganut agama Kristen Protestan sebanyak
76 jiwa dan masyarakat yang menganut agama Kristen Katolik sebanyak 7 jiwa.
Hasil data kependudukan di desa adat inilah yang membuktikan bahwa
banyaknya agama hindu di desa Kaba-Kaba yang membuat tradisi keagamaan
seperti piodalan, dan lain sebagainya masih berjalan seperti dahulu dan mereka
tidak melupakannya sedikitpun.

Hasil wawancara pada tanggal 6 Desember 2021 di Desa Kaba-Kaba oleh


mahasiswa Universitas PGRI Mahadewa Indonesia dengan kelian adat Banjar
Pasekan Bapak I Gusti Putu Putra, kelian dinas Banjar Juntal Bapak I Made Jaya,
kelian adat Banjar Gaduh Bapak Dewa Nyoman Suparta Kanti, dan kelian adat
Banjar Sengguan Bapak I Ketut Sukawan dapat dirangkum menjadi beberapa
informasi penting mengenai tradisi unik yang terdapat di desa Kaba-Kaba.
Informasi yang kami dapatkan berupa jumlah KK (Kepala Keluarga),
Sungsungan pada masing-masing Banjar, dan beberapa tradisi unik pada upacara
yadnya. Pertama ada Banjar Pasekan yang memiliki 50 KK (Kepala Keluarga),
Banjar Gaduh yang memiliki 120 KK dimana 5 KK diantaranya menganut agama
Kristen, Banjar Juntal merupakan banjar dinas yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di Desa Kaba-Kaba yaitu 254 KK. Terakhir di Banjar Sengguan
terdapat 147 KK.

Banjar Pasekan, Gaduh, dan Banjar Juntal tidak memiliki sungsungan Ida
Bhatara, karena sungsungan Ida Ratu Betara diletakkan di Banjar Sengguan dan
Dangin Uma. Perwujudan Ida Ratu Betara di Desa Adat Kaba-Kaba digambarkan
sebagai Ratu Made (Rangda) dan Barong Ket.

Dalam upacara yadnya di desa adat Kaba-Kaba diadakan sesuai dengan


kemampuan masyarakat setempat, besar kecilnya upacara itu tergantung dengan
biaya yang dimiliki oleh warga yang memiliki upacara. Jika upacaranya
kecil/sederhana yang memimpin upacaranya adalah pemangku. Jika upacara yang
diadakan besar seperti mapregembal dan bebangkit itu upacaranya akan dipimpin
oleh Ida Pedanda. Yadnya (upacara) yang dilaksanakan di Desa Kaba-Kaba
memiliki tingkatan-tingkatan yaitu: Nista (kecil), Madya (sedang), dan Utama
(besar).

Dalam upacara pitra yadnya di Desa Kaba-Kaba sama dengan di desa


adat lain. Jika ada warga yang meninggal maka hari baik untuk dilakukan
penguburan akan dikoordinasikan dengan Darma Dalam (orang yang memiliki
wewenang untuk menentukan hari baik dalam pelaksanaan upacara Pitra Yadnya
atau pengabenan) dan Ida Pedanda. Apabila ada warga meninggal dunia akan
dimakamkan di Setra Gede Kaba-Kaba. Untuk upacara pengabenan di desa Kaba-
Kaba memiliki dua cara yaitu, ngaben masal dan ngaben keluarga. Hal tersebut
dipicu oleh kondisi ekonomi masayarakat masing-masing. Namun untuk upacara
ngaben masal belum ditanggung oleh desa, ngaben masal di Desa Kaba-Kaba
diadakan oleh Griya, apabila ada seorang Brahmana meninggal dunia dan
dilakukan upacara pengabenan maka keluarga dari brahmana itu akan mengajak
masyarakat kecil untuk ikut metempung (iuran) bersama dalam pengabenan
tersebut. Ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi jika seseorang meninggal
dunia. Jika ada warga dari Banjar Pasekan meninggal Ulah Pati/Salah Pati (mati
dengan cara yang tidak wajar) seperti bunuh diri, maka warga tersebut tidak boleh
langsung diaben, tetapi harus dikubur selama 3 tahun kemudian baru bisa diaben.
Setiap kepala keluarga diwajibkan membayar iuran kedukaan. Jika ada warga
yang berhalangan hadir dalam acara ngayah akan dikenakan denda sebesar Rp.
5.000,00. Sistem pesukadukaan di Banjar Juntal sendiri memiliki keunikan dari
banjar lainnya, banjar ini pada saat ada orang meninggal hanya membawa uang
untuk keluarga yang berduka sebesar Rp. 25.000,00 per satu KK dan disertai
dengan membawa daksina, yang masyarakat biasanya membawa beras, kopi,
maupun kain putih untuk keluarga yang sedang berduka, maka lain halnya dengan
Banjar Juntal. Secara umum sebagian besar banjar sudah terbiasa menerapkan hal
ini, namun jumlah iuran setiap banjar pastilah berbeda-beda.

Di Banjar Pasekan terdapat ayunan khas Bali. Menurut I Gusti Putu Putra
menjelaskan bahwa dahulu ayunan itulah yang menjadi ikon Desa Kaba-Kaba.
Ayunan tersebut diputar/dimainkan pada saat hari raya Galungan dan Kuningan,
namun tidak ada ritual khusus untuk Ayunan tersebut, hanya saja masyarakat
memberikan persembahan untuk memohon keselamatan saat memainkan Ayunan.
Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat ayunan tradisional tersebut
tidak lagi diminati oleh masyarakat Desa Kaba-Kaba sehingga ayunan tradisional
tersebut saat ini sudah tidak dioperasikan lagi.

2. Keberadaan Pura Kahyangan Tiga di Desa Kaba-Kaba

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa warga Desa Adat Kaba-Kaba berada


dalam satu wadah tradisional desa adat. Di setiap desa terdapat Pura Khayangan
Tiga sebagai pusat atau orientasi pemujaan warga, dan tempat menghaturkan
persembahan kepada Pelawatan Ida Sesuhunan. Keberadaan Pura Khayangan
Tiga ini pula yang dinyatakan sebagai identitas warga, bahwa mereka adalah
beragama Hindu, dan identitas ini sangat penting untuk diwacanakan sebagai
bahan kajian, sehingga pada akhirnya menemukan satu konsep yang jelas
berkenaan dengan sistem religi yang dianut warga Desa Adat Kaba-Kaba.
Ketika kita menengok sejarah, maka konsep Khayangan Tiga pertama kali
diperkenalkan oleh orang suci bernama Mpu Kuturan, ketika masa Prabhu
Udayana berkuasa, yakni abad ke X-XII. Dalam catatan Goris (1954: 3), bahwa
sebelum diperkenalkannya konsep Khayangan Tiga oleh Mpu Kuturan, praktik
beragama Hindu di Bali didominasi oleh sembilan sekta besar, seperti Sora,
Ganapati, Siwa Siddhanta, Sakta, Pasupata, Brahma, Indra, Bhairawa dan
Bhoda. Kesembilan sekta tersebut, kemudian disatukan menjadi paham agama
Hindu seperti sekarang oeh Mpu Kuturan melalui konsep Khayangan Tiga.

Setiap desa di Bali berada di bawah sistem adat yang disebut desa
pakraman. Pekraman diambil dari kata pasraman yang berarti tempat menempa
diri dalam praktek spiritual keagamaan (Wiana,2008: 43). Selain itu, kata
pakraman diambil dari istilah dalam bahasa Bali Kuno, yakni pakraman yang
berarti warga. Kemudian dalam pakraman diwajibkan ada tiga pura yang disebut
Pura Khayangan Tiga sebagai tempat pemujaan Sanghyang Tri Murthi. Bhatara
Brahma dipuja di Pura Bale Agung, Bhatara Wisnu dengan saktinya dipuja di
Pura Puseh, dan Bhatara Siwa dengan saktinya dipuja di Pura Dalem. Jadi ketiga
pura ini memiliki peran strategis agar umat hindu dapat melakukan pemujaan dan
meningkatkan aspek spiritualitas keagamaan dirinya.

Sejalan dengan konsep tersebut, Desa Kaba-Kaba sebagai satu kesatuan


adat tentu memiliki Pura Khayangan Tiga, yakni Pura Desa Bale Agung, Pura
Puseh, Pura Dalem, dan Pura Prajapti Kaba-Kaba.

2.1 Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba

Keberadaan Pura Desa berdasarkan keterangan dari jro mangku I Made


Artaya bahwa Pura Desa memiliki parhyangan Utama Mandala, Madya
Mandala, dan Nista Mandala.
2.1.1 Utama Mandala Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba
Pada area Utamaning Mandala terdapat Pelinggih Padmasana, Pelinggih
Gunung Agung Basukihan, Pelinggih Ratu Gede Desa, Pelinggih Dewa Gusti,
Pengaruman, Pemayasan yang memiliki fungsi masing-masing serta
pengayatannya masing-masing
Pelinggih Padmasana yang terdapat di Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba,
Tabanan

Pelinggih Padmasana dan Ratu Gede Desa


Pelinggih Basukian dan Dewa Gusti

2.1.2 Madya Mandala Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba


Selanjutnya pada area Madya Mandala atau Jaba Tengah terdapat Bale
Agung, Pengubengan, Ratu Gede Balang Tamak, Ratu Gede Batu Rumpeng dan
Ratu Gede Ista Dewata Bhatara Brahma. Di Pura Desa tidak terdapat pelawatan
tetapi hanya ada pecanangan yang berbentuk singa yang menyerupai Arca.

Bale Agung Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba


2.1.3 Nista Mandala Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba
Pada area Nista Mandala Pura Desa terdapat dua Candi Bentar dan dua
patung sebagai simbolis letak ngranjing ke areal Pura Desa, Desa Adat Kaba-
Kaba.

Areal Nista Mandala Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba


2.1.4 Pujawali/Piodalan Pura Desa, Desa Adat Kaba-Kaba
Upacara odalan di Pura Desa dilaksanakan setiap 6 bulan sekali yang jatuh
pada rahina Soma Wuku Sinta, dengan pengempon 20 banjar yang sistem
pengayahannya secara bergiliran pada saat pujawali dilaksanakan. Dalam
pengayahan, setiap banjar mendapat giliran untuk membuat banten, ngemargiang
upacara dengan sarana upacara menggunakan banten pregembal dan bebangkit
secara bergiliran. Setiap kegiatan upacara pujawali dilaksanakan mendapat biaya
dari Adat, LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Desa Adat Kaba-Kaba, wisata Tanah
Lot dan provinsi. Selain itu di Pura Desa juga terdapat pura penataran yang
masih termasuk khayangan desa adat. Menurut keterangan beliau, jro mangku I
Made Artaya yang dinobatkan sebagai mangku pokok yang dimana beliau
betugas khusus untuk dipura dan juga ada 3 mangku penyade yang biasanya
sering disebut asisten. Untuk perbaikan Pura Desa tidak ada restorasi dan masih
utuh dalam bentuk bangunan kuno pada umumnya yang hanya ada di desa kaba-
kaba dan di klungkung.
2.2 Pura Puseh, Desa Adat Kaba-Kaba
Keberadaan Pura Puseh berdasarkan keterangan dari Jro Mangku Ketut
Sima terdapat parhyangan Utamaning Mandala adalah bagian utama pura atau
jeroan, Madya Mandala adalah jaba tengah pura dan Nista Mandala adalah
bagian terluar dari pura.
2.2.1 Utama Mandala Pura Puseh, Desa Adat Kaba-Kaba
Pada areal Utamaning Mandala yang terdapat Pelinggih Padmasana,
Pelinggih Ratu Gede Sah Bandar, pelinggih Ida Ratu Gede Ratu Aya, Pelinggih
Gusti dan pelinggih Dewi Kwan Im yang memiliki fungsi antara lain Utpeti, Stiti,
Pralina serta terdapat Bale Pengaruman dan Bale Pawedangan yang memiliki
fungsinya masing-masing serta pengayatannya masing. Di Pura Puseh tidak
distahkan pelawatan melainkan hanya terdapat Arca Gana yang terbuat dari batu
dan arca tersebut diletakkan di gedong yang bentuk bangunannya masih kuno.
Letak Pura Puseh yang strategis, dimana Pura Puseh dan Pura Desa
letaknya berbeda tidak seperti Pura Desa dan Pura Puseh pada umumnya.
Menurut Jro Mangku Ketut Sima hal ini dikarenakan dulunya pengayatan di desa
tidak banyak dan desa ini merupakan kerajaan Desa Kaba-Kaba.
Menurut keterangan dari Jro Mangku Ketut Sima yang diberi kepercayaan
sebagai pemangku Pura Puseh pada tahun 2004. Beliau dahulunya adalah
seorang yang bekerja sebagai pemborong bangunan, karena pengayah atau
pemangku di Pura Puseh meninggal yang kebetulan adalah sanak keluarga Jro
Mangku Ketut Sima, maka beliau diberikan kepercayaan dan tanggung jawab
menjadi pemangku oleh Desa Adat Kaba-Kaba di Pura Puseh melalui faktor
keturunan dari kakek dan kumpi/cicit beliau. Beliau juga memiliki 2 orang
penyade atau sering disebut asisten dalam mengempon Pura Puseh yaitu Made
Sudania dan Nyoman Gama. Menurut penjelasan beliau Pelinggih padmasana
pernah dilakukan rehab dan retorasi gedong pada tahun 2017 yang pebangunan
Pelinggih tersebut dilakukan secara swadayah dari masyarakat dan mengeluarkan
biaya sebesar 3 Miliyar yang bersumber dari provinsi. Kemudian pada tahun 2017
dilaksanakan upacara padudusan agung, manawa ratna, tawur labuh gentuh yang
berisi kebo dengan sarana upakara lengkap.
Pelinggih Dewi Kwan Im yang berada pada area Utama Mandala
Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba, Kediri Tabanan.

Pelinggih Dewi Kwan Im yang memiliki sejarah kerajaan, datangnya


beliau dari majapahit yaitu warga Cina dimana memiliki usaha dagang dan dalam
kerajaan tersebut terdapat pasar. Dewi Kwan Im yang dikenal berstana di Pura
Balingkang, oleh karena itu Dewi Kwan Im sering dinamai Ratu Gede Sah
Bandar atau Ratu Ayu Mas Subandar tetapi warga khusunya di Desa Kaba-Kaba
menyebutnya dengan Dewi Kwan Im, Ratu Gede Cina atau Ratu Gede Kwan Im.

Pelinggih Gedong yang terdapat arca gana yang terbuat dari batu di Pura Puseh
Desa Adat Kaba-Kaba, Kediri Tabanan
Bale Pengaruman yang berada pada area Utama Mandala
Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba, Tabanan

Bale Pawedangan yang berada pada area Utama Mandala


Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba, Tabanan

Dokumentasi wawancara Mahasiswa dengan Jro Mangku Pura Puseh Desa Adat
Kaba-Kaba, Tabanan
2.2.2 Madya Mandala Pura Puseh, Desa Adat Kaba-Kaba
Pada areal Madya Mandala terdapat bangunan dan pelinggih Bhatara
Tiga Sakti yaitu Brahma, Wisnu, Iswara yang memiliki fungsi masing-masing
serta pengayatannya masing-masing

Areal Madya Mandala Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba


2.2.3 Nista Mandala Pura Puseh, Desa Adat Kaba-Kaba
Pada areal Nista Mandala terdapat dua Candi Bentar dan dua patung
sebagai simbolis letak ngranjing ke areal Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba.

Areal Nista Mandala Pura Puseh Desa Adat Kaba-Kaba


2.2.4 Pujawali/Piodalan Pura Puseh, Desa Adat Kaba-Kaba
Pujawali di pura puseh dilaksanakan setiap 6 bulan sekali yang jatuh pada
rahina Buda Manis Wuku Medangsia yang diupacarai dengan banten bebangkit
dan pragembal secara bergiliran. Setiap dilaksanakan pujawali di pura puseh yang
pengemponnya sebanyak 20 banjar dilakukan secara bergilir setiap Banjarnya
mulai dari sarana upakara, ayah-ayahan dan yang lainnya, lalu mengenai biaya
setiap melaksanakan pujawali di Pura Puseh bersumber dari LPD (Lembaga
Perkreditan Desa) Desa Adat Kaba-Kaba, wisata Tanah Lot, dan Provinsi.
2.3 Pura Dalem Desa Adat Kaba-Kaba
Desa Pakraman Kaba-Kaba juga memiliki Pura Khayangan Tiga Dalem
yang berada berdekatan dengan areal Setra Kaba-Kaba. Pura Khayangan Tiga
Dalem ini menggunakan konsep Tri Angga atau Tri Mandala, yakni aspek
Uttama Mandala adalah bagian utama pura atau jeroan, Madya Mandala adalah
jaba tengah pura, dan Nista Mandala adalah bagian terluar pura. Kemudian di
dalamnya terdapat beberapa pelinggih dan memiliki fungsi dan kegunaanya
masing-masing.

2.3.1 Uttama Mandala Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba

Uttama Mandala yaitu tempat yang paling uttama untuk melakukan pemujaan
terhadap Ista Dewata atau manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
Màha Esa. Pada Uttama Mandala Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba terdapat
Pelinggih Ratu Made, Pelinggih Gedong Dalem (yang bersthana adalah Ratu
Biang Lingsir),
Pelinggih Ratu Gusti (sebagai pengantar) dan ada juga bangunan-bangunan
lainnya seperti, Bale Pawedan (sebagai tempat untuk para sulinggih dalam
memimpin pelaksanaan upacara yadnya), Bale Pengaruman (sebagai tempat
ngelinggihan Arca atau simbol Sang Hyang Widhi), dan Bale Ajang (untuk
meletakkan sesajen).

2.3.2 Madya Mandala Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba

Pada area Madya Mandala terdapat Pelinggih Apit Lawang, Pelinggih


Pengayatan dan pada Madya Mandala juga terdapat Bale Kulkul, Bale Gong dan
Bale Pesanekan.

2.3.3 Nista Mandala Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba

Nista Mandala yaitu tempat yang paling di luar pada areal pura. Pada
Nista Mandala Pura Dalem. Desa Adat Kaba-Kaba ini tepat berhadapan dengan
setra Desa Adat Kaba-Kaba
Istilah Dalem pada Pura Dalem sesungguhnya menarik ditelisik. Dalem
padanan artinya adalah di dalam atau kedalaman. Dengan demikian, Pura Dalem
adalah tempat suci yang di dalam tempatnya, dan hal ini merujuk pada Dalem
berarti tenget. Warga Kaba-Kaba menyakini pula bahwa Pura Dalem Kaba-Kaba
adalah pura yang sangat keramat, dan sthana dari Bhatari Durga sebagai pemberi
perlindungan. Dengan demikian, banyak warga yang melaksanakan
persembahyangan dan mapinunas dengan maksud dan tujuan memohon
keselamatan dan kesembuhan di Pura Dalem Kaba-Kaba.

2.3.4 Pujawali/Piodalan Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba


Pujawali di Pura Dalem, Desa Adat Kaba-Kaba dilaksanakan setiap 6
bulan sekali yang jatuh pada rahina Redite Kliwon Wuku Watugunung yang di
upacarai dengan banten Bebangkit dan Pregembal secara bergilir. Setiap
dilaksanakan pujawali di Pura Dalem pengemponnya sebanyak 14 Banjar.
Mengenai biaya setiap melaksanakan pujawali di Pura Dalem bersumber dari
LPD (Lembaga Perkreditan Desa) Desa Adat Kaba-Kaba.
2.4 Pura Prajapati, Desa Adat Kaba-Kaba
Sama halnya dengan Desa Pakraman lainnya, Pura Prajapati (yang juga
sering disebut Prajepati, Mrajapati; "Mraja Pati" atau Rajapati) adalah tempat
suci pemujaan kepada Sanghyang Widhi dalam Prabhawa-Nya sebagai
"Prajapati" dan juga Dewi Durga yang terletak di hulun setra. Pura Prajapati
sebagai bagian dari pura kahyangan tiga, disebutkan dalam Babad Bali dibangun
pada hulun setra. Disebutkan pula bahwa, Pura Mrajapati sebagai tempat
pemujaan alam kosmis yang sangat erat kaitannya dengan Pura Dalem dan setra
sehingga untuk menetralisasi kekuatan positif dan negatif yang ditimbulkan oleh
praktik-praktik ajian Durga tersebut dilakukan dengan aktivitas ritual dan
persembahan sebagai bentuk yadnya di Pura Dalem sebagai sthana Dewa Siwa
yang bertujuan untuk mendapatkan keselamatan dan terhindar dari pengaruh
negatif dua kekuatan tersebut, yakni prajapati dan setra.
Desa Pakraman Kaba-Kaba memiliki Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-
Kaba yang terletak di belakang Pura Dalem Kaba-Kaba dan berdekatan pula
dengan areal Setra Kaba-Kaba.

2.4.1 Uttama Mandala/ Jeroan Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba


Pada Uttama Mandala/Jeroan terdapat Pelinggih yang memiliki fungsi
dan kegunaanya masing-masing. Pada Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba
terdapat Pelinggih Gedong, Pelinggih Dewa Gusti, Pelinggih Pemayasan Ratu
Dewa Ayu, Pelinggih Ratu Niang Lingsir, Pengaruman, dan Bale Ajang.

Uttama Mandala,Pura Prajapati Desa Kaba-

2.4.2 Jaba (bagian terluar) Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba

Pada area luar (jaba) pura juga terdapat Bale Pesanekan (tempat
beristirahat) dan ada juga satu pelinggih yang disebut Pelinggih Pengubengan.

Pelinggih Pengubengan
Area Jaba Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba
Menurut I Putu Sudana sebagai pemangku Pura Prajàpati, Jaba (bagian
terluar) Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba menjelaskan bahwa sebelum Mpu
Kuturan datang ke Bali, pura ini sudah berdiri sebelum adanya Pura Khayangan
Tiga dan pura ini diberi nama Pura Wisesa, dan kemudin dilihat dari patung-
patung dan pelinggih yang ada pura ini kemudian diberi nama Pura Prajepati,
Desa Adat Kaba-Kaba.
2.4.3 Pujawali/Piodalan Pura Prajapati, Desa Adat Kaba-Kaba
Pujawali di Pura Prajàpati, Desa Adat Kaba-Kaba tidak dapat ditentukan
secara pasti, menurut Jro Mangku I Putu Sudana pujawali di Pura Prajàpati,
Jaba (bagian terluar) Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba ini bertepatan pada
tilem kedua setelah Budha Kliwon Wuku Pahang (Budha Kliwon Pegatwakan).
Sarana atau banten yang dipersembahkan setiap 6 bulan hanya sampai pada
tigkatan Pragembal Setiap dilaksanakan pujawali di Pura Prajàpati, Jaba
(bagian terluar) Pura Prajepati, Desa Adat Kaba-Kaba pengemponnya sebanyak
14 Banjar. Mengenai biaya setiap melaksanakan pujawali di Pura Prajapti, Desa
Adat Kaba- Kaba bersumber dari keluarga Jro Mangku I Putu Sudana, namun ada
juga bantuan dana dan gong dari Desa Adat.

Anda mungkin juga menyukai