budaya dan agama yaitu Hindu. Anggapan itu didasari karena mayoritas penduduk Bali beragama Hindu dan budayanya pun diwarnai oleh budaya Hindu. Tapi tahukan anda, ternyata di Pulau Seribu Pura ini terdapat komunitas Muslim yang tinggal di Kampung Islam Kepaon, terletak di Kabupaten Badung. Menurut Pak Ishaq, komunitas ini terbentuk dari “migrasi” atau pendatang dari Makassar dan Madura. Kedatangan mereka ke sana diperkirakan sudah ratusan tahun yang lalu. Sebagai kelompok minoritas, umat Islam di Kampung Islam Kepaon harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat yang mayoritas Hindu. Misalnya bila Hari Raya Nyepi, masyarakat muslim Kampung Kepaon ikut menghormatinya dengan cara mematikan lampu.Akulturasi adat kebiasaan memang telah lama terjadi di kampong Islam Kepaon. Mereka hidup rukun berdampingan dengan umat Hindu setempat. Namun tentu saja akulturasi itu tidak melunturkan akidah Islamiyah. “Pada hari Raya Nyepi, kadang anak-anak bermain bola di jalan karena jalanan sepi, toh mereka (masyarakat Hindu) tidak merasa terganggu”, ujar Ishaq. Hubungan Islam dan Hindu di Bali sedikit terganggu setelah peristiwa Bom Bali I Tahun 2002 dan Bom Bali II Tahun 2005. Peristiwa tragis yang menewaskan lebih dari 200 orang (kebanyakan wisatawan asing) itu sangat berdampak bagi industri pariwisata di Bali. Industri pariwisata Bali sempat “mati Suri” selama bertahun-tahun. Padahal dunia pariwisata merupakan denyut nadi ekonomi bagi masyarakat Bali.Peristiwa Bom Bali inilah yang, konon, dikait-kaitkan dengan umat Islam, sehingga kalau ada pendatang muslim ingin mengurus dokumen kependudukan seperti KTP di Bali, agak sulit mendapatkannya. “Tapi kalau pendatang muslim itu tinggal di Kampung Islam Kepaon, tentu tidak ada masalah”, ujar Pak Ishaq.
“Masjid Besar AL-MUHAJIRIN KEPAON”
Di Kampung Islam Kepaon berdiri sebuah masjid
bernama Al Muhajirin. Nama Muhajirin, mungkin, mengambil istilah bagi kelompok Makkah yang Hijrah ke Madinah. Nah, para penduduk Kampung Islam Kepaon merupakan orang-orang yang hijrah dari kampung halamannya dan selanjutnya menetap di Bali. Di Bali memang agak susah menemukan masjid. Selama saya di Bali beberapa hari hanya melihat 4 buah masjid yaitu Masjid di Bandara Ngurah Rai, Masjid Assasuttaqwa di Kampung Bugis, Kabupaten Badung (di masjid ini kami sempat shalat maghrib), Masjid di Perumahan Elite Dreamland dan Masjid Al Muhajirin di Kampung Islam Kepaon. Saya yakin, jumlah masjid di Bali sangat banyak, cuma kebetulan 4 buah masjid itulah yang saya terlihat.Mencari Mushalla juga agak susah di Bali. Sebagai contoh di lapangan tenis. Biasanya di lapangan tenis, selain disediakan WC dan kamar ganti juga disediakan mushalla. Tapi di lapangan tenis gubernuran Bali tidak ada dan tidak disediakan mushalla, padahal peserta tenis Turnamen KMA Cup dan sporternya dari seluruh Indonesia mayoritas muslim. Akhirnya banyak yang shalat di emperan lapangan atau di bawah pepohonan. Untuk di Kampung Islam Kepaon hal itu tidak terjadi. Selain berdirinya masjid yang cukup besar, di kampung ini juga terdapat 5 buah mushalla yang selalu dimanfaatkan warga sebagai pusat kegiatan keagamaan. Di bidang pendidikan agama, berdiri Yayasan Pendidikan Al Muhajirin yang mengelola TK dan MI (Madrasah Ibtidaiyah) Bagi warga Bali Hindu, di setiap rumah ada “tempat sembahyang” berupa bangunan kecil dengan bentuknya yang khas. Namun tempat seperti itu tidak ditemukan di Kampung Islam Kepaon. Contoh Nyata Bukti Kerukunan di Desa Kepaon Denpasar, 21 – Oktober – 2022, Kampung Islam Kepaon merupakan salah satu kampung muslim yang eksis di tengah – tengah kota Denpasar. Kampung yang berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan Denpasar Selatan propinsi Bali. Kampung Islam Kepaon adalah Kampung Muslim yang Istimewa karena dihuni oleh masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari Puri Pemecutan tutur A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa Adat Kepaon. “Salah satu contohnya adalah tradisi Ngejot masih dilestarikan hingga sekarang, terutama ada umat yang sejak nenek moyang keturunan puri pemecutan sudah menempati kampung islam kepaon, dan ada hubungan keluarga seperti warga Hindu yang menikah ke kampung Islam begitupula sebaliknya. Jadi masih ada keterikatan , Tradisi Ngejot merupakan istilah dalam bahasa Bali yang memiliki arti memberi. Dimaksudkan dengan memberi disini adalah memberi makanan, jajanan atau buah- buahan. Tradisi Ngejot ini dilakukan saat bulan Ramadhan selain juga pada hari raya lainnya, seperti yang dilakukan pada saat sebelum menjelang hari raya Idul Fitri umat islam. Makanan yang diberikan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon biasanya masakan olahan ayam, buah maupun snack-snack ringan. tradisi Ngejot ini tetap dilakukan secara kontinu. Dalam tradisi masyarakat yang beragama Hindu, Ngejot atau jotan adalah sebuah tradisi dalam bentuk persembahan setelah memasak dan juga dalam rangkaian upacara yadnya atau sembahyang, dan dalam tradisi Hindu Bali, Ngejot dilakukan saat mereka melaksanakan upacara atau hari raya terutama saat Galungan dan Kuningan. Makanan yang diberikan saat Ngejot tidak jauh beda dengan makanan khas Bali umat Hindu, antara lain jaja uli, buah, rengginang, dodol, dan semacamnya, mengingat umat islam diharamkan untuk makan makanan yang mengandung hewan babi, maka dari itu para masyarakat sekitar memutuskan untuk memberikan makanan tersebut” ujar A.A Ketut Wirya selaku Bendesa adat Kepaon. Ada beberapa tradisi yang masih ada di kampong Islam kepaon selain Tradisi Ngejot seperti Tradisi Megibung dan Tradisi Tari Rodat.Adapun kearifan lokal yang masih dipertahankan sampai sekarang oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon adalah Tradisi Magibung,tradisi magibung dimaknai dengan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau sebagian orang untuk duduk bersama saling berbagi satu sama lain terutama dalam hal makanan. Magibung berasal dari kata gibung yang mendapat awalan Ma-Gibung berarti kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang, dengan kata lain saling berbagi antara orang yang satu dengan orang yang lainnya. Makna singkat dari Magibung adalah makan bersama dengan tujuan kebersamaan sanak saudara. Tradisi masyarakat Bali tersebut kemudian diterima baik oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon. Bahkan sebagai bentuk penanaman kearifan lokal Bali, mereka ikut melaksanakan tradisi Magibung. Sehingga mempunyai pemaknaan yang sama yakni makan bersama untuk menciptakan kebersamaan antar masyarakat yang ada di Kampung Islam Kepaon. Selain Ngejod dan Magibung .Tari Rodat Rodat diambil dari kata rodoton atau raudatan, yang artinya taman. Apabila membicarakan taman, sudah tentu gambaran kita adalah-hal-hal yang indah. Jika dilihat dari sejarah, rodat dulunya memang jadi salah satu pasukan perang Kerajaan Badung yang berasal dari Kampung Islam Kepaon. Hal berikut dapat dipertegas langsung oleh beberapa sumber yang menyatakan hal yang sama terkait tentang tradisi tari Rodat yang ada di Kampung Islam Kepaon sebagaimana dikemukakan oleh tokoh dan Ketua Kesenian Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon mengatakan nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda Pemecutan saat membantu bertempur melawan kerajaan Mengwi dan perang Puputan Badung. Hal berikut dapat dipertegas langsung oleh Ketua Persatuan Kesenian Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon, yaitu Muhammad Sabri (40 th), (Wawancara, 21 – Oktober – 2022) beliau mengatakan nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda Pemecutan saat membantu bertempur melawan kerajaan Mengwi dan perang Puputan Badung. Melihat dari sejarahnya, tak heran bila hubungan antara Puri Pemecutan dengan Kampung Islam Kepaon terjalin begitu harmonis, sangat erat. Bahkan Cokorda Pemecutan sampai sekarang selalu hadir setiap kali ada kegiatan di Kampung Islam Kepaon saat peringatan Maulid Nabi, pada saat menjelang lebaran dan acara besar di Puri Pemecutan. Tari Rodat ini ditarikan oleh minimal 10 orang penari laki-laki ditambah dengan 2 orang penari sebagai pemimpin. Dalam tari Rodat ini nuansa Islam memang sangat kental, namun meskipun demikian masyarakat Bali di sekitarnya tidak merasa keberatan. Kehidupan umat beragama yang ‘mesra dan harmonis itu dapat diperlihara guna mendukung terciptanya kondisi aman, nyaman dan tentram, sekaligus memberikan kesejukan di hati umat manusia. Nilai moral yang terdapat pada tari Rodat memiliki tradisi unik dengan sikap toleransi yang ditunjukkan pada saat upacara keagamaan umat Hindu maupun umat Islam. Sikap toleransi ini sudah ada pada saat pertama kali Kampung Islam Kepaon hadir menghiasai Desa Pemogan. Nilai-nilai dalam perspektif Trihita Karana yang terkandung dalam tradisi Tari Rodat yaitu bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan-Nya teraplikasikan melaui tradisi Tari Rodat, masyarakat muslim yang melaksanakan kegiatan kesenian tersebut dilakukan pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW, pada saat menjelang lebaran, sebagai bentuk dari tradisi dari perayaan hari besar umat Islam di Kampung Islam Kepaon. Nama : I Gusti Ayu Made Mina Suciari NIM : 2013061035 No.Absen : 07
Kehidupan Bertoleransi di Kampung Islam Kepaon
Bali Gambar 1. Kampung Islam Kepaon
Denpasar – Kampung Islam Kepaon di Desa
Pemogan, Denpasar Selatan, Bali menjadi salah satu kampung muslim yang ada di Kota Denpasar.
Meski terkenal sebagai tempat yang mayoritas
penduduknya beragama Hindu, tetapi Bali ternyata juga memiliki kampung Islam. Kehidupan penduduk yang beragama Islam tampak damai di tengah masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Kampung Islam tersebut adalah Kampung Kepaon. Kampung kepaon berlokasi di Desa Adat Kapaon Desa Pamogan Kecamatan Denpasar Selatan Provinsi Bali.
Jumat, (21/10/22) A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa
Adat Kapaon mengatakan “ ada beberapa komunitas muslim yang hidup dan tinggal di Denpasar, Islam Kepaon alias Kampung Islam Kepaon adalah Kampung Muslim yang istimewa karena dihuni oleh masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari Puri Pemecutan. Selain itu beliau juga mengatakan terkait tradisi-tradisi yang masih terjalin tinggi toleransinya hingga saat ini yang masih di jalankan ialah Tradisi “Ngejot” tradisi ini biasanya masih dilakukan oleh keluarga yang menikah ke Kampung Islam Kepaon atau sebaliknya. Demikian pula saat ada hari raya Idul Adha dan Galungan mereka pun saling memberi makanan seperti kue, jajanan serta telur. “ Justru dari Kampung Islam itu lebih mengeratkan diri dengan warga krama Bali, dengan cara seperti saat malam takbiran mengajak seka truna di banjar untuk ikut memeriahkan dengan gong, bleganjur jadi masih ingin terikat melestarikan yang sudah terjalin sejak dahulu” tuturnya. Terkait dengan hal ini A.A. Ketut Wirya juga menambahkan “ Pada saat hari raya Nyepi biasanya ada arak-arakan ogoh-ogoh yang ramai lalu warga dari Kampung Islam Kepaon keluar turut mengamankan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti anak- anak muda itu agar tidak berbenturan dan sebagiannya, ini nama istilahnya “pemaksan” ( kelompok keamanan , Linmas) “ ujarnya Saat diminta keterangan tentang bagimana cara warga desa adat Kampung Kepaon dalam menangani konflik antar warga warga yang pernah terjadi. A.A Ketut Wriya mengatakan “ Hingga kini masyarakat Kepaon masih menjalin hubungan baik dengan Puri Pemecutan seperti hadirnya warga Kampung Kepaon di undangan upacara-upacara dari Puri Pamecutan.Namun kedantipun demikian. “Hidup berdampingan dengan 2 agama berbeda apalagi sejak lama memang tidak mudah namun toleransi yang dijalankan di Kampung Kepaon dan Desa Adat Kepaon sangat bagus” ucap Bendesa Adat Kepaon A.A Ketut Wriya, lalu ia juga menambahkan “ Dulu disini pernah ada konflik antar pemuda yang mungkin pada waktu itu merasa paling harus di hormati, yang paling istilahnya tidak mau dikalahkan, karena itu lah terjadi bentrokan sesama anak muda, lalu penyelesaiannya dengan memanggil tokoh-tokoh agama masing-masing ( ustad dan pemangku) berkumpul dan duduk bersama, bermusyawarah, menjaga agar kejadian itu tidak terjadi lagi dan anak-anak muda di berikan pengertian, karena kan anak-anak muda itu pikirannya masih egois, temperamen yang hanya di pandang saja sudah tersinggung, pernah terjadi seperti itu “ tuturnya.
Bendesa desa adat kepaon A.A Ketut Wriya juga
berharap tradisi yang di wariskan ini agar tetap bisa terjaga sampai kedepannya, agar saling bisa menjaga sehingga tidak ada satu sama lain, menghindari terjadinya ketidak cocokan. Sekarang ini banyak juga islam moderat, Islam radikal, kan kita juga tidak ingin ada terjadi seperti itu di kampung islam disini, kalau sampai dipengaruhi oleh hal seperti itu, pasti akan menjadi bentrok dengan umat hindu disini, kan itu yang kita harapkan agar tidak sampai menerima kaum-kaum yang seperti itu, karena kan disini banyak pendatang. Gambar 2.
Nama : I Ketut Budana
NIM : 2013061038 No.Absen : 08
Terciptanya Keharmonisan Yang Terjaga Di Desa
Kepaon
Denpasar – 21 Oktober 2022, Meski terkenal sebagai
tempat yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, tetapi Bali ternyata memiliki kampung Islam. Kampung Islam tersebut adalah Kampung Islam Kepaon. Kampung yang berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan Denpasar Selatan propinsi Bali. Kehidupan penduduk yang beragama Islam tampak damai di tengah masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Warga kampung Islam Kepaon diperkirakan berjumlah 900 kepala keluarga atau sekitar 6.000 jiwa.Sebagai sarana menunjang roda perekonomian, warga menggeluti berbagai profesi mulai jadi petani, supir hingga menekuni usaha garmen dan berdagang. Sejarah terbentuknya Kampung Islam Kepaon masih berhubungan erat dengan Kerajaan Badung atau yang kerap disebut Puri Pemecutan. Kampung Islam Kepaon termasuk salah satu komunitas Muslim tertua di Bali sejak masuknya Islam ke Bali sekitar tahun 1326 H pada masa Kerajaan Pemecutan. Hingga kini masyarakat Kepaon masih menjalin hubungan baik dengan Puri Pemecutan seperti hadirnya warga Kampung Kepaon di undangan upacara-upacara dari Puri Pamecutan. Warga di kampung Muslim Kepaon adalah warga Bali wit/wed atau Bali asli. Seperti krama atau warga Bali lainnya, bahasa sehari-hari di kampung ini mengggunakan bahasa Bali. Meski berbahasa Bali, namun warga di yang tinggal di kampung Islam Kepaon tidak memakai nama Bali seperti Putu, Wayan, Ketut seperti kampung Islam yang ada di Pegayaman Singaraja. Sedangkan terkait asal usul, kampung Islam Kepaon merupakan lokasi kedua, diamana warga Kampung Islam Kepaon sebelumnya bertempat tinggal di Badung.
Kampung Islam Kepaon merupakan salah satu kampung
muslim yang eksis di tengah-tengah kota Denpasar. Ada beberapa komunitas muslim yang hidup dan tinggal di Denpasar, sebut saja Kampung Bugis yang ada di Serangan atau Kampung Jawa di Jalan Ahmad Yani. Namun Kampung Islam Kepaon adalah Kampung Muslim yang agaknya istimewa karena dihuni oleh masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari Puri Pemecutan. Kampung Islam Kepaon beralamat di Jalan Raya Pemogan No.74, Kampung Islam, Kec. Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali. Hubungan masyarakat Islam Kepaon dengan Puri Pemecutan tetap terjalin dengan baik. Bahkan pada setiap upacara kerajaan, masyarakat Islam Kepaon mendapatkan undangan dan tempat khusus. Sedangkan pada setiap upacara hari besar Islam di Kepaon selalu dihadiri dari pihak Puri Pemecutan sekalipun agama mereka berbeda yaitu Hindu. Para pengikut pasangan Raden Sastroningrat dan Anak Agung Ayu Rai juga diberikan lahan perkebunan milik kerajaan dan lahan itu sekarang juga telah menjadi bagian kampung Islam Kepaon. Secara etimologis nama Kepaon berasal dari kata ke- paon (bahasa Bali), pawon (bahasa Jawa) yang berarti dapur. Sedangkan secara Toponimi yaitu tentang asal- usul penamaan tempat. Sebagaimana fungsinya toponimi suatu daerah adalah sarana untuk menggali dan mengungkapkan perjalanan sejarah dan budaya suatu wilayah atau kawasan yang dikandung oleh toponimi. "Secara toponimi disebut Kepaon karena masyarakat di kampung Kepaon membangun paon (dapur) di pinggiran desa, sehingga seluruh desa dikelilingi oleh dapur," ucapnya. “Masjid Besar AL-MUHAJIRIN KEPAON” Kerukunan antarumat beragama di Kampung Islam Kepaon dan kehidupan lingkungan mayoritas agama Hindu diwujudkan melalui tradisi Ngejot. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon dengan cara memberikan makanan kepada antarumat beragama. Hal tersebut dilakukan pada saat sebelum menjelang hari raya Idul Fitri. Makanan yang diberikan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon biasanya masakan olahan ayam, buah maupun snack-snack ringan. Hal tersebut juga dilakukan sebaliknya oleh umat Hindu pada saat hari upacara Galungan, Kuningan, maupun upacara upacara lainnya. Umat Hindu biasanya memberikan buah-buahan, jajan uli dan jajan bagina. "Proses solidaritas yang terjadi makin erat tanpa ada kesenjangan satu sama lain hingga menciptakan kerukunan beragama," tegasnya. Mengibung juga merupakan salah satu tradisi yang ada di Kampung Islam Kepaon dalam mewujudkan aktualisasi masyarakat di sana. Mengibung merupakan makan bersama dalam satu wadah yang berisi lauk pauk, di mana sebelumnya para masyarakat Kampung Islam Kepaon mengadakan doa bersama. Menurut A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa Adat Kepaon, Toleransi yang terjadi di desa adat kepaon berawal dari sejak berdirinya kerajaan pemecutan hingga sampai sekarang. Beberapa contoh kerharmonisan yang terjadi antara lain, Tradisi ngejot masih dilestarikan hingga sekarang, terutama ada umat yang sejak nenek moyang keturunan puri pemecutan sudah menempati kampung islam kepaon, dan ada hubungan keluarga seperti warga Hindu yang menikah ke kampung Islam begitupula sebaliknya. Dan Tradisi Takbiran masih terjalin Kerharmonisan sampai sekarang, justru dari kampung islam itu lebih mengeratkan diri dengan harga krama bali . dengan cara seperti saat malam takbiran mengajak seka truna di banjar untuk ikut memeriahkan dengan gong, bleganjur, jadi masih ingin terikat melestarikan yang sudah terjalin sejak dahulu. ujar A.A Ketut Wirya selaku Bendesa adat Kepaon. A.A Ketut Wirya Mengharapkan toleransi umat beragama yang sudah terjaga dari dulu sampai seterusnya tetap terjaga, agar sama-sama bisa saling pengertian, menjaga sehingga tidak ada satu sama lain agar menghindari terjadinya ketidak cocokan , atau mungkin sara atau sebagainya yang tidak di inginkan. Sekarang ini banyak juga islam moderat, islam radikal, kan kita juga tidak ingin ada terjadi seperti itu di kampung islam disini, kalau sampai dipengaruhi oleh hal seperti itu, pasti akan menjadi bentrok dengan umat hindu disini, kan itu yang kita harapkan agar tidak sampai menerima kaum- kaum yang seperti itu, karena kan disini banyak pendatang. Wawancara Singkat mengenai Keharmonisan umat Hindu dengan kampung Islam Kepaon dengan A.A Ketut Wirya selaku Bendesa Adat di kediamannya Jl. Raya Pemogan. Nama : Donna Sandra Dwipermana NIM : 2013061046 No.Absen : 10
Melirik Desa Adat Kepaon, Desa Toleransi di Bali
Gambar 1. Kampung Islam Kepaon
Denpasar 21/10/2022. Populer sebagai daerah yang
penduduknya mayoritas beragama Hindu, rupanya Bali mempunyai kampung Islam. Kampung Islam tersebut bernama Kampung Islam Kepaon. Kampung ini berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan Denpasar Selatan provinsi Bali. A.A. Ketut Wirya sebagai bendesa adat mengungkapkan bahwa toleransi dan kerukunan antar warga desa adat yang beragama Hindu dengan warga kampung Islam di desa Kepaon tersebut saat ini masih kuat serta lestari. "Nggih kerukunan dan toleransi di desa Kepaon ini masih kita jaga. Kampung Islam itu awalnya ada disini karena berkaitan dengan Puri Pemecutan, sehingga mereka-mereka itu yang dulu dari leluhurnya memang sangat saling bertoleransi dengan umat Hindu Bali dan bahkan ada umat Hindu ngambil yang Islam dan ada yang diambil juga dari Hindu Bali (melakukan pernikahan)," tutur Agung Wirya (21/10). Toleransi beragama di desa adat Kepaon ditunjukkan dengan adanya aktivitas hari raya masing-masing agama yang dilakukan bersama seperti pada saat acara malam takbiran umat Islam disana mengajak Sekaa Truna (ST) di banjar untuk turut memeriahkan dengan gong, bleganjur. Kemudian saat hari raya Idul Fitri umat Islam memberikan telur kepada umat Hindu, begitu pun sebaliknya saat hari raya Galungan umat Hindu memberikan jajanan dan kue kepada umat Islam. Selain itu terdapat juga kontribusi keamanan antar penduduk desa Kepaon dalam merayakan hari raya agama masing-masing. Terkait hal ini Agung Wirya menambahkan "Pada saat Nyepi biasanya ada arak-arakan ogoh-ogohan ramai lalu warga dari kampung Islam keluar turut mengamankan agar tidak terjadi hal-hal yg tidak diinginkan seperti anak-anak muda itu agar tidak berbenturan dan sebagainya, ini nama istilahnya 'Pemaksan' (kelompok keamanan, Linmas)," ucapnya. Saat dimintai keterangan mengenai bagaimana cara warga desa adat Kepaon dalam menangani konflik antar warga berbeda agama yang pernah terjadi Agung Wirya menerangkan, "Dulu pernah ada konflik antar pemuda yang mungkin pada waktu itu merasa paling harus dihormati, yang paling istilahnya tidak mau dikalahkan, karena itulah terjadi bentrokan sesama anak muda, lalu penyelesainnya dengan memanggil tokoh-tokoh agama masing-masing (Ustad, Pemangku), berkumpul dan duduk bersama, bermusyawarah, menjaga agar kejadian itu tidak terjadi lagi dan anak-anak muda diberikan pengertian, karena kan anak-anak muda itu pikirannya masih egois, temperamen yang hanya dipandang saja sudah tersinggung, pernah terjadi seperti itu." kenang Agung Wirya. Sebagai bendesa adat, A.A Ketut Wirya pun menyatakan harapannya mengenai kehidupan bermasyarakat kampung Islam Kepaon untuk kedepannya agar tetap terhindar dari pengaruh potensi radikal. "Harapan saya sebagaimana rasa toleransi yang sudah diwariskan dari jaman dulu agar tetap bisa terjalin, terjaga sampai kedepannya, sama-sama bisa saling pengertian antar umat beragama, sehingga menghindari terjadinya ketidakcocokan, atau mungkin potensi isu SARA atau sebagainya yang tidak diinginkan, lalu yang menjadi perhatian khusus itu dengan munculnya Islam moderat, Islam radikal di daerah lain, kami juga tidak ingin ada sampai terjadi hal seperti itu di kampung Islam Kepaon, kalau sampai dipengaruhi oleh hal seperti itu, pasti akan terjadi bentrok dengan umat Hindu disini, yang kami harapkan agar umat Islam Kepaon tidak sampai menerima kaum-kaum yang seperti itu, karena disini juga banyak pendatang jadi kami selaku perangkat desa menghimbau warga kami untuk lebih selektif terhadap pendatang karena disana merupakan pintu utama," terangnya sebagai closing statement.
(Penulis: Donna Sandra D. (2013061046) / Ilkom Sore
UHN IGBS Sugriwa Denpasar) Gambar 2. Dokumentasi Penulis dengan Bendesa Adat Kepaon, A.A Ketut Wirya