Anda di halaman 1dari 28

Nama : Ni Wayan Wiwin Prasetya

NIM : 2013061026
No.Absen : 06

Kerukunan Yang Terjalin Dari Dulu Sampai Sekarang


di Desa Kepaon

Selama ini orang menganggap Bali  hanya satu


budaya dan agama yaitu Hindu. Anggapan itu didasari
karena mayoritas penduduk Bali beragama Hindu dan
budayanya pun diwarnai oleh budaya Hindu. Tapi tahukan
anda, ternyata di Pulau Seribu Pura ini terdapat komunitas
Muslim yang tinggal di Kampung Islam Kepaon,   terletak
di Kabupaten Badung. Menurut Pak Ishaq, komunitas ini
terbentuk dari “migrasi” atau pendatang dari Makassar
dan Madura. Kedatangan mereka ke sana diperkirakan
sudah ratusan tahun yang lalu. Sebagai kelompok
minoritas, umat Islam di Kampung Islam Kepaon harus
bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat 
yang mayoritas Hindu. Misalnya bila Hari Raya Nyepi,
masyarakat muslim Kampung Kepaon ikut
menghormatinya dengan cara mematikan
lampu.Akulturasi adat kebiasaan memang telah lama
terjadi di kampong Islam Kepaon. Mereka hidup rukun
berdampingan dengan umat Hindu setempat. Namun
tentu saja akulturasi itu tidak melunturkan akidah
Islamiyah. “Pada hari Raya Nyepi, kadang anak-anak
bermain bola di jalan karena jalanan sepi, toh mereka
(masyarakat Hindu) tidak merasa terganggu”, ujar Ishaq.
Hubungan Islam dan Hindu di Bali sedikit terganggu
setelah peristiwa Bom Bali I Tahun 2002 dan Bom Bali II
Tahun 2005. Peristiwa tragis yang menewaskan lebih dari
200 orang (kebanyakan wisatawan asing) itu sangat
berdampak bagi industri pariwisata di Bali. Industri
pariwisata Bali sempat “mati Suri” selama bertahun-tahun.
Padahal dunia pariwisata merupakan denyut nadi ekonomi
bagi masyarakat Bali.Peristiwa Bom Bali inilah yang,
konon, dikait-kaitkan dengan umat Islam, sehingga kalau
ada pendatang muslim ingin mengurus dokumen
kependudukan seperti KTP di Bali, agak sulit
mendapatkannya. “Tapi kalau pendatang muslim itu
tinggal di Kampung Islam Kepaon, tentu tidak ada
masalah”, ujar Pak Ishaq.

“Masjid Besar AL-MUHAJIRIN KEPAON”

Di Kampung Islam Kepaon berdiri sebuah masjid


bernama Al Muhajirin. Nama Muhajirin, mungkin,
mengambil istilah bagi kelompok Makkah yang Hijrah ke
Madinah. Nah, para penduduk Kampung Islam Kepaon
merupakan orang-orang yang hijrah dari kampung
halamannya dan selanjutnya menetap di Bali. Di Bali
memang agak susah menemukan masjid.
Selama saya di Bali beberapa hari hanya melihat 4
buah masjid yaitu Masjid di Bandara Ngurah Rai,
Masjid Assasuttaqwa di  Kampung Bugis, Kabupaten
Badung (di masjid ini kami sempat shalat maghrib), Masjid
di Perumahan Elite Dreamland dan Masjid Al Muhajirin di
Kampung Islam Kepaon.  Saya yakin,  jumlah masjid di
Bali sangat banyak, cuma kebetulan 4 buah masjid itulah
yang saya terlihat.Mencari Mushalla juga agak susah di
Bali. Sebagai contoh di lapangan tenis. Biasanya di
lapangan tenis, selain disediakan WC dan kamar ganti
juga disediakan mushalla. Tapi di lapangan tenis
gubernuran Bali tidak ada dan tidak disediakan mushalla,
padahal peserta tenis Turnamen KMA Cup dan sporternya
dari seluruh Indonesia mayoritas muslim. Akhirnya banyak
yang shalat di emperan lapangan atau di bawah
pepohonan.
Untuk di Kampung Islam Kepaon hal itu tidak terjadi.
Selain berdirinya masjid yang cukup besar, di kampung ini
juga terdapat 5 buah mushalla yang selalu dimanfaatkan
warga sebagai pusat kegiatan keagamaan. Di bidang
pendidikan agama,  berdiri Yayasan Pendidikan Al
Muhajirin yang mengelola TK dan MI (Madrasah
Ibtidaiyah) Bagi warga Bali Hindu, di setiap rumah ada
“tempat sembahyang” berupa bangunan kecil dengan
bentuknya yang khas. Namun tempat seperti itu tidak
ditemukan di Kampung Islam Kepaon.
Contoh Nyata Bukti Kerukunan di Desa Kepaon
Denpasar, 21 – Oktober – 2022, Kampung Islam
Kepaon merupakan salah satu kampung muslim yang
eksis di tengah – tengah kota Denpasar. Kampung yang
berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan
Denpasar Selatan propinsi Bali. Kampung Islam Kepaon
adalah Kampung Muslim yang Istimewa karena dihuni
oleh masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari
Puri Pemecutan tutur A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa
Adat Kepaon.
“Salah satu contohnya adalah tradisi Ngejot masih
dilestarikan hingga sekarang, terutama ada umat yang
sejak nenek moyang keturunan puri pemecutan sudah
menempati kampung islam kepaon, dan ada hubungan
keluarga seperti warga Hindu yang menikah ke kampung
Islam begitupula sebaliknya. Jadi masih ada keterikatan ,
Tradisi Ngejot merupakan istilah dalam bahasa Bali yang
memiliki arti memberi. Dimaksudkan dengan memberi
disini adalah memberi makanan, jajanan atau buah-
buahan. Tradisi Ngejot ini dilakukan saat bulan Ramadhan
selain juga pada hari raya lainnya, seperti yang dilakukan
pada saat sebelum menjelang hari raya Idul Fitri umat
islam. Makanan yang diberikan oleh masyarakat Kampung
Islam Kepaon biasanya masakan olahan ayam, buah
maupun snack-snack ringan. tradisi Ngejot ini tetap
dilakukan secara kontinu. Dalam tradisi masyarakat yang
beragama Hindu, Ngejot atau jotan adalah sebuah tradisi
dalam bentuk persembahan setelah memasak dan juga
dalam rangkaian upacara yadnya atau sembahyang, dan
dalam tradisi Hindu Bali, Ngejot dilakukan saat mereka
melaksanakan upacara atau hari raya terutama saat
Galungan dan Kuningan. Makanan yang diberikan saat
Ngejot tidak jauh beda dengan makanan khas Bali umat
Hindu, antara lain jaja uli, buah, rengginang, dodol, dan
semacamnya, mengingat umat islam diharamkan untuk
makan makanan yang mengandung hewan babi, maka
dari itu para masyarakat sekitar memutuskan untuk
memberikan makanan tersebut” ujar A.A Ketut Wirya
selaku Bendesa adat Kepaon.
Ada beberapa tradisi yang masih ada di kampong
Islam kepaon selain Tradisi Ngejot seperti Tradisi
Megibung dan Tradisi Tari Rodat.Adapun kearifan lokal
yang masih dipertahankan sampai sekarang oleh
masyarakat Kampung Islam Kepaon adalah Tradisi
Magibung,tradisi magibung dimaknai dengan suatu proses
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat atau sebagian
orang untuk duduk bersama saling berbagi satu sama lain
terutama dalam hal makanan. Magibung berasal dari kata
gibung yang mendapat awalan Ma-Gibung berarti
kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang, dengan kata
lain saling berbagi antara orang yang satu dengan orang
yang lainnya. Makna singkat dari Magibung adalah makan
bersama dengan tujuan kebersamaan sanak saudara.
Tradisi masyarakat Bali tersebut kemudian diterima baik
oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon. Bahkan
sebagai bentuk penanaman kearifan lokal Bali, mereka
ikut melaksanakan tradisi Magibung. Sehingga
mempunyai pemaknaan yang sama yakni makan bersama
untuk menciptakan kebersamaan antar masyarakat yang
ada di Kampung Islam Kepaon.
Selain Ngejod dan Magibung .Tari Rodat Rodat
diambil dari kata rodoton atau raudatan, yang artinya
taman. Apabila membicarakan taman, sudah tentu
gambaran kita adalah-hal-hal yang indah. Jika dilihat dari
sejarah, rodat dulunya memang jadi salah satu pasukan
perang Kerajaan Badung yang berasal dari Kampung
Islam Kepaon. Hal berikut dapat dipertegas langsung oleh
beberapa sumber yang menyatakan hal yang sama terkait
tentang tradisi tari Rodat yang ada di Kampung Islam
Kepaon sebagaimana dikemukakan oleh tokoh dan Ketua
Kesenian Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon
mengatakan nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda
Pemecutan saat membantu bertempur melawan kerajaan
Mengwi dan perang Puputan Badung. Hal berikut dapat
dipertegas langsung oleh Ketua Persatuan Kesenian
Rodat Pemuda Kampung Islam Kepaon, yaitu Muhammad
Sabri (40 th), (Wawancara, 21 – Oktober – 2022) beliau
mengatakan nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda
Pemecutan saat membantu bertempur melawan kerajaan
Mengwi dan perang Puputan Badung. Melihat dari
sejarahnya, tak heran bila hubungan antara Puri
Pemecutan dengan Kampung Islam Kepaon terjalin begitu
harmonis, sangat erat. Bahkan Cokorda Pemecutan
sampai sekarang selalu hadir setiap kali ada kegiatan di
Kampung Islam Kepaon saat peringatan Maulid Nabi,
pada saat menjelang lebaran dan acara besar di Puri
Pemecutan.
Tari Rodat ini ditarikan oleh minimal 10 orang penari
laki-laki ditambah dengan 2 orang penari sebagai
pemimpin. Dalam tari Rodat ini nuansa Islam memang
sangat kental, namun meskipun demikian masyarakat Bali
di sekitarnya tidak merasa keberatan. Kehidupan umat
beragama yang ‘mesra dan harmonis itu dapat diperlihara
guna mendukung terciptanya kondisi aman, nyaman dan
tentram, sekaligus memberikan kesejukan di hati umat
manusia. Nilai moral yang terdapat pada tari Rodat
memiliki tradisi unik dengan sikap toleransi yang
ditunjukkan pada saat upacara keagamaan umat Hindu
maupun umat Islam. Sikap toleransi ini sudah ada pada
saat pertama kali Kampung Islam Kepaon hadir
menghiasai Desa Pemogan. Nilai-nilai dalam perspektif
Trihita Karana yang terkandung dalam tradisi Tari Rodat
yaitu bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan-Nya
teraplikasikan melaui tradisi Tari Rodat, masyarakat
muslim yang melaksanakan kegiatan kesenian tersebut
dilakukan pada saat Maulid Nabi Muhammad SAW, pada
saat menjelang lebaran, sebagai bentuk dari tradisi dari
perayaan hari besar umat Islam di Kampung Islam
Kepaon.
Nama : I Gusti Ayu Made Mina Suciari
NIM : 2013061035
No.Absen : 07

Kehidupan Bertoleransi di Kampung Islam Kepaon


Bali
Gambar 1. Kampung Islam Kepaon

Denpasar – Kampung Islam Kepaon di Desa


Pemogan, Denpasar Selatan, Bali menjadi salah satu
kampung muslim yang ada di Kota Denpasar.

Meski terkenal sebagai tempat yang mayoritas


penduduknya beragama Hindu, tetapi Bali ternyata juga
memiliki kampung Islam. Kehidupan penduduk yang
beragama Islam tampak damai di tengah masyarakat Bali
yang mayoritas beragama Hindu. Kampung Islam tersebut
adalah Kampung Kepaon. Kampung kepaon berlokasi di
Desa Adat Kapaon Desa Pamogan Kecamatan Denpasar
Selatan Provinsi Bali.

Jumat, (21/10/22) A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa


Adat Kapaon mengatakan “ ada beberapa komunitas
muslim yang hidup dan tinggal di Denpasar, Islam Kepaon
alias Kampung Islam Kepaon adalah Kampung Muslim
yang istimewa karena dihuni oleh masyarakat Bali yang
akar sejarahnya berasal dari Puri Pemecutan. Selain itu
beliau juga mengatakan terkait tradisi-tradisi yang masih
terjalin tinggi toleransinya hingga saat ini yang masih di
jalankan ialah Tradisi “Ngejot” tradisi ini biasanya masih
dilakukan oleh keluarga yang menikah ke Kampung Islam
Kepaon atau sebaliknya. Demikian pula saat ada hari raya
Idul Adha dan Galungan mereka pun saling memberi
makanan seperti kue, jajanan serta telur. “ Justru dari
Kampung Islam itu lebih mengeratkan diri dengan warga
krama Bali, dengan cara seperti saat malam takbiran
mengajak seka truna di banjar untuk ikut memeriahkan
dengan gong, bleganjur jadi masih ingin terikat
melestarikan yang sudah terjalin sejak dahulu” tuturnya.
Terkait dengan hal ini A.A. Ketut Wirya juga
menambahkan “ Pada saat hari raya Nyepi biasanya ada
arak-arakan ogoh-ogoh yang ramai lalu warga dari
Kampung Islam Kepaon keluar turut mengamankan agar
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti anak-
anak muda itu agar tidak berbenturan dan sebagiannya,
ini nama istilahnya “pemaksan” ( kelompok keamanan ,
Linmas) “ ujarnya
Saat diminta keterangan tentang bagimana cara
warga desa adat Kampung Kepaon dalam menangani
konflik antar warga warga yang pernah terjadi. A.A Ketut
Wriya mengatakan “ Hingga kini masyarakat Kepaon
masih menjalin hubungan baik dengan Puri Pemecutan
seperti hadirnya warga Kampung Kepaon di undangan
upacara-upacara dari Puri Pamecutan.Namun kedantipun
demikian. “Hidup berdampingan dengan 2 agama berbeda
apalagi sejak lama memang tidak mudah namun toleransi
yang dijalankan di Kampung Kepaon dan Desa Adat
Kepaon sangat bagus” ucap Bendesa Adat Kepaon A.A
Ketut Wriya, lalu ia juga menambahkan “ Dulu disini
pernah ada konflik antar pemuda yang mungkin pada
waktu itu merasa paling harus di hormati, yang paling
istilahnya tidak mau dikalahkan, karena itu lah terjadi
bentrokan sesama anak muda, lalu penyelesaiannya
dengan memanggil tokoh-tokoh agama masing-masing
( ustad dan pemangku) berkumpul dan duduk bersama,
bermusyawarah, menjaga agar kejadian itu tidak terjadi
lagi dan anak-anak muda di berikan pengertian, karena
kan anak-anak muda itu pikirannya masih egois,
temperamen yang hanya di pandang saja sudah
tersinggung, pernah terjadi seperti itu “ tuturnya.

Bendesa desa adat kepaon A.A Ketut Wriya juga


berharap tradisi yang di wariskan ini agar tetap bisa
terjaga sampai kedepannya, agar saling bisa menjaga
sehingga tidak ada satu sama lain, menghindari terjadinya
ketidak cocokan. Sekarang ini banyak juga islam moderat,
Islam radikal, kan kita juga tidak ingin ada terjadi seperti
itu di kampung islam disini, kalau sampai dipengaruhi oleh
hal seperti itu, pasti akan menjadi bentrok dengan umat
hindu disini, kan itu yang kita harapkan agar tidak sampai
menerima kaum-kaum yang seperti itu, karena kan disini
banyak pendatang.
Gambar 2.

Nama : I Ketut Budana


NIM : 2013061038
No.Absen : 08

Terciptanya Keharmonisan Yang Terjaga Di Desa


Kepaon

Denpasar – 21 Oktober 2022, Meski terkenal sebagai


tempat yang mayoritas penduduknya beragama Hindu,
tetapi Bali ternyata memiliki kampung Islam. Kampung
Islam tersebut adalah Kampung Islam Kepaon. Kampung
yang berlokasi di desa adat Kepaon desa Pemogan
kecamatan Denpasar Selatan propinsi Bali. Kehidupan
penduduk yang beragama Islam tampak damai di tengah
masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Warga
kampung Islam Kepaon diperkirakan berjumlah 900
kepala keluarga atau sekitar 6.000 jiwa.Sebagai sarana
menunjang roda perekonomian, warga menggeluti
berbagai profesi mulai jadi petani, supir hingga menekuni
usaha garmen dan berdagang.
Sejarah terbentuknya Kampung Islam Kepaon masih
berhubungan erat dengan Kerajaan Badung atau yang
kerap disebut Puri Pemecutan. Kampung Islam Kepaon
termasuk salah satu komunitas Muslim tertua di Bali sejak
masuknya Islam ke Bali sekitar tahun 1326 H pada masa
Kerajaan Pemecutan. Hingga kini masyarakat Kepaon
masih menjalin hubungan baik dengan Puri Pemecutan
seperti hadirnya warga Kampung Kepaon di undangan
upacara-upacara dari Puri Pamecutan.
Warga di kampung Muslim Kepaon adalah warga Bali
wit/wed atau Bali asli. Seperti krama atau warga Bali
lainnya, bahasa sehari-hari di kampung ini mengggunakan
bahasa Bali. Meski berbahasa Bali, namun warga di yang
tinggal di kampung Islam Kepaon tidak memakai nama
Bali seperti Putu, Wayan, Ketut seperti kampung Islam
yang ada di Pegayaman Singaraja. Sedangkan terkait
asal usul, kampung Islam Kepaon merupakan lokasi
kedua, diamana warga Kampung Islam Kepaon
sebelumnya bertempat tinggal di Badung.

Kampung Islam Kepaon merupakan salah satu kampung


muslim yang eksis di tengah-tengah kota Denpasar. Ada
beberapa komunitas muslim yang hidup dan tinggal di
Denpasar, sebut saja Kampung Bugis yang ada di
Serangan atau Kampung Jawa di Jalan Ahmad Yani.
Namun Kampung Islam Kepaon adalah Kampung
Muslim yang agaknya istimewa karena dihuni oleh
masyarakat Bali yang akar sejarahnya berasal dari Puri
Pemecutan. Kampung Islam Kepaon beralamat di Jalan
Raya Pemogan No.74, Kampung Islam, Kec. Denpasar
Selatan, Kota Denpasar, Bali.
Hubungan masyarakat Islam Kepaon dengan Puri
Pemecutan tetap terjalin dengan baik. Bahkan pada setiap
upacara kerajaan, masyarakat Islam Kepaon
mendapatkan undangan dan tempat khusus. Sedangkan
pada setiap upacara hari besar Islam di Kepaon selalu
dihadiri dari pihak Puri Pemecutan sekalipun agama
mereka berbeda yaitu Hindu. Para pengikut pasangan
Raden Sastroningrat dan Anak Agung Ayu Rai juga
diberikan lahan perkebunan milik kerajaan dan lahan itu
sekarang juga telah menjadi bagian kampung Islam
Kepaon.
Secara etimologis nama Kepaon berasal dari kata ke-
paon (bahasa Bali), pawon (bahasa Jawa) yang berarti
dapur. Sedangkan secara Toponimi yaitu tentang asal-
usul penamaan tempat. Sebagaimana fungsinya toponimi
suatu daerah adalah sarana untuk menggali dan
mengungkapkan perjalanan sejarah dan budaya suatu
wilayah atau kawasan yang dikandung oleh toponimi.
"Secara toponimi disebut Kepaon karena masyarakat di
kampung Kepaon membangun paon (dapur) di pinggiran
desa, sehingga seluruh desa dikelilingi oleh dapur,"
ucapnya.
“Masjid Besar AL-MUHAJIRIN KEPAON”
Kerukunan antarumat beragama di Kampung Islam
Kepaon dan kehidupan lingkungan mayoritas agama
Hindu diwujudkan melalui tradisi Ngejot. Tradisi ini
dilakukan oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon
dengan cara memberikan makanan kepada antarumat
beragama. Hal tersebut dilakukan pada saat sebelum
menjelang hari raya Idul Fitri. Makanan yang diberikan
oleh masyarakat Kampung Islam Kepaon biasanya
masakan olahan ayam, buah maupun snack-snack ringan.
Hal tersebut juga dilakukan sebaliknya oleh umat
Hindu pada saat hari upacara Galungan, Kuningan,
maupun upacara upacara lainnya. Umat Hindu biasanya
memberikan buah-buahan, jajan uli dan jajan bagina.
"Proses solidaritas yang terjadi makin erat tanpa ada
kesenjangan satu sama lain hingga menciptakan
kerukunan beragama," tegasnya.
Mengibung juga merupakan salah satu tradisi yang
ada di Kampung Islam Kepaon dalam mewujudkan
aktualisasi masyarakat di sana. Mengibung merupakan
makan bersama dalam satu wadah yang berisi lauk pauk,
di mana sebelumnya para masyarakat Kampung Islam
Kepaon mengadakan doa bersama.
Menurut A.A. Ketut Wirya selaku Bendesa Adat
Kepaon, Toleransi yang terjadi di desa adat kepaon
berawal dari sejak berdirinya kerajaan pemecutan hingga
sampai sekarang. Beberapa contoh kerharmonisan yang
terjadi antara lain, Tradisi ngejot masih dilestarikan hingga
sekarang, terutama ada umat yang sejak nenek moyang
keturunan puri pemecutan sudah menempati kampung
islam kepaon, dan ada hubungan keluarga seperti warga
Hindu yang menikah ke kampung Islam begitupula
sebaliknya. Dan Tradisi Takbiran masih terjalin
Kerharmonisan sampai sekarang, justru dari kampung
islam itu lebih mengeratkan diri dengan harga krama bali .
dengan cara seperti saat malam takbiran mengajak seka
truna di banjar untuk ikut memeriahkan dengan gong,
bleganjur, jadi masih ingin terikat melestarikan yang sudah
terjalin sejak dahulu. ujar A.A Ketut Wirya selaku
Bendesa adat Kepaon.
A.A Ketut Wirya Mengharapkan toleransi umat
beragama yang sudah terjaga dari dulu sampai
seterusnya tetap terjaga, agar sama-sama bisa saling
pengertian, menjaga sehingga tidak ada satu sama lain
agar menghindari terjadinya ketidak cocokan , atau
mungkin sara atau sebagainya yang tidak di inginkan.
Sekarang ini banyak juga islam moderat, islam radikal,
kan kita juga tidak ingin ada terjadi seperti itu di kampung
islam disini, kalau sampai dipengaruhi oleh hal seperti itu,
pasti akan menjadi bentrok dengan umat hindu disini, kan
itu yang kita harapkan agar tidak sampai menerima kaum-
kaum yang seperti itu, karena kan disini banyak
pendatang. Wawancara Singkat mengenai Keharmonisan
umat Hindu dengan kampung Islam Kepaon dengan A.A
Ketut Wirya selaku Bendesa Adat di kediamannya Jl.
Raya Pemogan.
Nama : Donna Sandra Dwipermana
NIM : 2013061046
No.Absen : 10

Melirik Desa Adat Kepaon, Desa Toleransi di Bali


Gambar 1. Kampung Islam Kepaon

Denpasar 21/10/2022. Populer sebagai daerah yang


penduduknya mayoritas beragama Hindu, rupanya Bali
mempunyai kampung Islam. Kampung Islam tersebut
bernama Kampung Islam Kepaon. Kampung ini berlokasi
di desa adat Kepaon desa Pemogan kecamatan
Denpasar Selatan provinsi Bali.
A.A. Ketut Wirya sebagai bendesa adat
mengungkapkan bahwa toleransi dan kerukunan antar
warga desa adat yang beragama Hindu dengan warga
kampung Islam di desa Kepaon tersebut saat ini masih
kuat serta lestari. "Nggih kerukunan dan toleransi di desa
Kepaon ini masih kita jaga. Kampung Islam itu awalnya
ada disini karena berkaitan dengan Puri Pemecutan,
sehingga mereka-mereka itu yang dulu dari leluhurnya
memang sangat saling bertoleransi dengan umat Hindu
Bali dan bahkan ada umat Hindu ngambil yang Islam dan
ada yang diambil juga dari Hindu Bali (melakukan
pernikahan)," tutur Agung Wirya (21/10).
Toleransi beragama di desa adat Kepaon ditunjukkan
dengan adanya aktivitas hari raya masing-masing agama
yang dilakukan bersama seperti pada saat acara malam
takbiran umat Islam disana mengajak Sekaa Truna (ST) di
banjar untuk turut memeriahkan dengan gong, bleganjur.
Kemudian saat hari raya Idul Fitri umat Islam memberikan
telur kepada umat Hindu, begitu pun sebaliknya saat hari
raya Galungan umat Hindu memberikan jajanan dan kue
kepada umat Islam. Selain itu terdapat juga kontribusi
keamanan antar penduduk desa Kepaon dalam
merayakan hari raya agama masing-masing. Terkait hal
ini Agung Wirya menambahkan "Pada saat Nyepi
biasanya ada arak-arakan ogoh-ogohan ramai lalu warga
dari kampung Islam keluar turut mengamankan agar tidak
terjadi hal-hal yg tidak diinginkan seperti anak-anak muda
itu agar tidak berbenturan dan sebagainya, ini nama
istilahnya 'Pemaksan' (kelompok keamanan, Linmas),"
ucapnya.
Saat dimintai keterangan mengenai bagaimana cara
warga desa adat Kepaon dalam menangani konflik antar
warga berbeda agama yang pernah terjadi Agung Wirya
menerangkan, "Dulu pernah ada konflik antar pemuda
yang mungkin pada waktu itu merasa paling harus
dihormati, yang paling istilahnya tidak mau dikalahkan,
karena itulah terjadi bentrokan sesama anak muda, lalu
penyelesainnya dengan memanggil tokoh-tokoh agama
masing-masing (Ustad, Pemangku), berkumpul dan duduk
bersama, bermusyawarah, menjaga agar kejadian itu tidak
terjadi lagi dan anak-anak muda diberikan pengertian,
karena kan anak-anak muda itu pikirannya masih egois,
temperamen yang hanya dipandang saja sudah
tersinggung, pernah terjadi seperti itu." kenang Agung
Wirya.
Sebagai bendesa adat, A.A Ketut Wirya pun
menyatakan harapannya mengenai kehidupan
bermasyarakat kampung Islam Kepaon untuk kedepannya
agar tetap terhindar dari pengaruh potensi radikal.
"Harapan saya sebagaimana rasa toleransi yang sudah
diwariskan dari jaman dulu agar tetap bisa terjalin, terjaga
sampai kedepannya, sama-sama bisa saling pengertian
antar umat beragama, sehingga menghindari terjadinya
ketidakcocokan, atau mungkin potensi isu SARA atau
sebagainya yang tidak diinginkan, lalu yang menjadi
perhatian khusus itu dengan munculnya Islam moderat,
Islam radikal di daerah lain, kami juga tidak ingin ada
sampai terjadi hal seperti itu di kampung Islam Kepaon,
kalau sampai dipengaruhi oleh hal seperti itu, pasti akan
terjadi bentrok dengan umat Hindu disini, yang kami
harapkan agar umat Islam Kepaon tidak sampai menerima
kaum-kaum yang seperti itu, karena disini juga banyak
pendatang jadi kami selaku perangkat desa menghimbau
warga kami untuk lebih selektif terhadap pendatang
karena disana merupakan pintu utama," terangnya
sebagai closing statement.

(Penulis: Donna Sandra D. (2013061046) / Ilkom Sore


UHN IGBS Sugriwa Denpasar)
Gambar 2.
Dokumentasi Penulis dengan Bendesa Adat Kepaon, A.A
Ketut Wirya

Anda mungkin juga menyukai