Anda di halaman 1dari 4

FESTIVAL BENTARA UPACARA ADAT 2013

Minggu, 23 Juni 2013 jam 8.30 16.00 WIB Depan Pagelaran Kraton, Alun-alun Utara Yogyakarta PAGI (MORNING) 1. Jam 09.00 09.30 Sleman Mbah Bregas Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman 2. Jam 09.30 10.00 Sleman Bathok Bolu Sambiroto, Purwomartani, Kalasan, Sleman 3. Jam 10.00 10.30 Bantul Jumedhuling Maesa Suro Srigading, Sanden, Bantul 4. Jam 10.30 11.00 KulonProgo Daruno Daruni Bugel, Panjatan, KulonProgo 5. Jam 11.00 11.30 Gunungkidul Rasulan Bobung, Putat, Patuk, Gunungkidul SIANG (AFTERNOON) 6. Jam 13.30 14.00 Bantul Dhekahan Gedhe Payak, Srimulyo, Piyungan, Bantul 7. Jam 14.00 14.30 Kota Merti GolongGilig Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta 8. Jam 14.30 15.00 Gunungkidul Rasulan Kepek, Wonosari, Gunungkidul 9. Jam 15.00 15.30 KulonProgo Bersih Desa Rejeban Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo 10. Jam 15.30 16.00 Kota Bada Kupat Pandeyan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta 1. Mbah Bregas Ngino, Margoagung, Seyegan, Sleman Upacara adat utk memperingati Mbah Bregas yang menurut cerita berasal dari prajurit Majapahit yang kemudian bermukim di Margoagung, berhasil memberikan keamanan & ketentraman, dan menerima tamu agung Sunan Kalijaga untuk syiar. Selanjutnya tiap tahun mengadakan syukuran seluruh warga setempat kehadirat Tuhan termasuk pasangan pengantin berjalan mengelilingi Ngringin yang dahulu dibagai sebagai pertapaannya. Traditional ceremonies to commemorate "Mbah Bregas" according to a story that came from Majapahit soldiers who eventually settled in Margoagung, successfully providing security and peace, and received great guests Sunan Kalijaga for Moslem syiar. Furthermore celebration held each year throughout the local people including the presence of God the bridal couple walked around Ngringin who formerly used as a hermitage.

2. Bathok Bolu Sambiroto, Purwomartani, Kalasan, Sleman Upacara adat sebagai pernyataan rasa syukur Bersih Desa setiap tahun tanggal 10 Suro, memperingati Pangeran Ganthi kerabat Kraton Yogyakarta yang berhasil menundukkan Jin Ratu Ayu Wijaya Kusuma penguasa wilayah Kraton Bathok Bolu Alas Katonggo di wilayah Sambiroto sekarang, bersama seluruh masyarakat yang selanjutnya bertekad mewujudkan persatuan, kedamaian kerukunan beragama, dan mewujudkan kesejahteraan. The traditional ceremony as a statement of gratitude Clean Village every year on 10 Suro, commemorating Prince Ganthi from Kraton Yogyakarta who lead the troop people to conquer Ratu Ayu Wijaya Kusuma, the Devil Queen of Kraton Bathok Bolu region Sambiroto Katonggo Alas now, with all the people who subsequently committed unity, peace religious harmony, and welfare. 3. Jumedhuling Maesa Suro Srigading, Sanden, Bantul Upacara adat yang dilaksanakan di Srigading tiap malam 1 Suro yang merupakan tradisi dari masyarakat Sanden untuk mengenang legenda Maheso Suro (Kerbau yang muncul di bulan Suro). Legenda ini berawal dari kemiskinan & penderitaan masyarakat, sehingga mereka memohon kepada Tuhan dengan cara bersemedi di pantai Samas. Dari semedi tersebut tiba-tiba muncullah seekor kerbau hitam yang selanjutnya membantu masyarakat setempat dalam menggarap pertanian dan kemudian pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Traditional ceremony held in Srigading every night 1 Suro is a tradition of the community to commemorate the legend Maheso Suro (buffalo that appeared in the month of Suro). This legend originated from the poverty and suffering of the people, so they pleaded with God by meditating on the beach Samas. From the trance suddenly came a black buffalo which further helps the local community in working on the farm and then in turn can improve the welfare of all people. 4. Daruno Daruni Bugel, Panjatan, KulonProgo
Kyai Daruno & Ni Daruni adalah pejuang pengawal pangeran Diponegoro yang dalam perjuangannya melawan penjajah menyimpan tombak dan landasannya di Bugel Panjatan, yang sekarang terdapat petilasan dan tiap tahun pada bulan Suro diperingati dengan doa bersama seluruh masyarakat agar senantiasa mendapatkan berkah perlindungan & kemakmuran dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Kyai Daruno & Ni Daruni are the guardian warrior from Prince Diponegoro in his fight against the Dutch invaders and save their spear weapon at Bugel Panjatan, who now are petilasan and every year in the month of Suro commemorated with prayer with the whole community to always get the blessings of protection and prosperity of God Almighty power. 5. Rasulan Bobung, Putat, Patuk, Gunungkidul Perhelatan tiap tahun sebagai pernyataan syukur atas keberhasilan tokoh Kyai Seco Boma beserta 5 pengikutnya membangun daerah Bobung yang konon berasal dari menyaksikan kerbau melintas yang tanduknya menyerupai bung atau bambu yang baru tumbuh. Sebagai wujud rasa

syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dan sekarang desa budaya ini sudah terkenal dengan kerajinan topeng & cinderamata kayu lainnya. Event each year as expressing gratitude for the success of Kyai Seco Boma and his 5 followers build Bobung area that supposedly comes from witnessing the passing buffalo horns like "bung" or new bamboo grows. As a form of gratitude the presence of Almighty God, and now this village is famous for its handicrafts wooden masks and other souvenirs. 6. Dhekahan Gedhe Payak, Srimulyo, Piyungan, Bantul Ritual perwujudan rasa syukur yang dahulunya dilaksanakan oleh tokoh pelopor Kyai Prawira Rejasa atau Ki Ageng Payak bersama seluruh warga masyarakat melaksanakan kenduri besar dan berdoa kehadiratNYA atas limpahan rejeki dan keberhasilan dalam panen, dan tradisi ini sampai sekarang terus dilestarikan tiap tahun. Ritual embodiment gratitude formerly held by prominent pioneer Kyai Prawira Rejasa or Ki Ageng Payak with all citizens implementing a huge kenduri and pray their presence on the abundance of good fortune and success in the harvest, and this tradition continues to this day preserved each year. 7. Merti GolongGilig Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan, Kota Yogyakarta Golonggilig memiliki makna manunggal dan bersatu padu dalam karya, cipta dan karsa menuju tujuan yang sama, sesuai semangat cikal bakal pendiri kampung; kerabat Kraton Pangeran KRT Dipowinoto yang memilih tinggal diluar tembok Kraton, nDalem Joyodipuran dan membaur bersama rakyat mewujudkan kehidupan yang harmonis, guyub rukun dan sejahtera lahir dan batin. Golonggilig have meaning to unite and come together in the work, creativity and initiative towards the same goal, as the spirit of the founder; KRT Dipowinoto who choose to live outside the walls of the Kraton Palace, nDalem Joyodipuran and mingle with people realizing the harmonious life, harmony and prosperity. 8.Rasulan Kepek, Wonosari, Gunungkidul Atas keberhasilan mengatasi paceklik dan penderitaan rakyat yang berlangsung sebelumnya, maka sejak 1959 desa Kepek melaksanakan adat sedekahan rasulan yang pelaksanaannya tiap sabtu pahing bulan Agustus. Penyelenggaraan acara ini sebagai perwujudan rasa syukur kehadirat Tuhan dan perekat kehidupan sosial, kebersamaan serta kerukunan seluruh warga masyarakat. The success to overcome famine and human suffering that took place earlier, the Kepek village since 1959 implementing a ritual ceremony sedekahan rasulan every August Saturday Pahing in javanese calendar. This event as a manifestation of the presence of God and gratitude glue of social life, the unity and harmony of all citizens. 9. Bersih Desa Rejeban Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo

Warga Gunungkelir pada bulan Rejeb selasa/jumat kliwon setiap tahun selalu menggelar upacara manifestasi doa kehadirat Tuhan yang telah berkenan atas segala pemberianNYA, dengan sesaji hewan kambing kendit (warna bulu ada corak garisnya), sesajian khusus lainnya dan gelar kesenian tradisi. Residents Gunungkelir in month of Rejeb on Tuesday/Friday kliwon every year always held a prayer ceremony manifestation of the presence of God, with offerings of animals goats with color pattern lines, special offerings and other traditional arts performances. 10. Bada Kupat Pandeyan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta Keberhasilan Ki Lurah dengan kesaktiannya bersama para pemuka yang kebanyakan pandai besi (Pandeyan, bahasa jawa) memakai Gong Kyai Slamet dalam mengatasi banjir lumpur yang melanda wilayah yang waktu itu dianggap peringatan dari Tuhan karena banyaknya molimo atau maksiat/perilaku yang tidak benar dari warga masyarakat, agar kembali ke jalan Tuhan, hidup rukun dalam harmoni kebersamaan, maka tiap seminggu sesudah Bada/Hari Raya Idul fitri diadakan Bada Kupat untuk meruwat agar bencana itu tidak terjadi lagi dimasa mendatang. Success Ki Lurah along with the leaders who mostly blacksmith (Pandeyan, the Java language) using Gong Kyai Slamet in addressing a mudslide that hit the region at that time considered to be a warning from God because of "molimo" or immoral/improper behavior of citizens society, in order to return to the path of God, to live in harmony together, then each week after ba'da/Eid held Ba'da Kupat to prevent that disaster does not happen again in the future. Join us at Facebook Group: Pentas Tradisi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai