Anda di halaman 1dari 2

KEBUDAYAAN MASYARAKAT HINDU BALI DAN PENINGGALAN DARI

ZAMAN MAJAPAHIT HINGGA SEKARANG

Bali adalah salah satu nama pulau di Indonesia yang juga merupakan salah satu
provinsi juga di Indonesia yang ibu kotanya terletak di Denpasar, Mayoritas Penduduk Bali
beragama Hindu. Suku-suku yang mendiami pulau Bali yaitu Bali Mula, Bali Aga dan Bali
Majapahit, walaupun mayoritas dari Bali Aga dan Bali Majapahit. Suku Bali Majapahit yaitu
suku yang berasal dari masyarakat yang menganut kepercayaan Hindu dan adat istiadat
Majapahit. Suku ini datang setelah adanya utusan dari Majapahit. Zaman Bali Majapahit atau
Wong Majapahit bermula pada abad 14 pada masa Sri Kresna yang berasal dari Kepakisan
Kediri sebagai utusan Gajah Mada untuk mendiami wilayah Bali.

Ada banyak sekali kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Bali misalnya saja
dalam upacara kematian ada istilah Ngaben atau pembakaran jenazah selain itu ada juga
tradisi pemakaman di Desa Trunyan yaitu saat orang yang meninggal, tubuh atau jasad orang
tersebut hanya diletakkan di bawah pohon Menyan, kemudian jasad tersebut diletakkan di
atas tanah tanpa dikubur dan hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dimakan oleh
binatang atau hewan liar, anehnya dari jasad tersebut tidak mengeluarkan bau busuk, sampai
akhirnya tinggal tersisa tulang belulang saja dan nantinya diletakkan pada sebuah tempat di
kawasan tersebut

Adalagi tradisi Mekare-kare atau juga dikenal dengan istilah perang pandan, tradisi
unik di pulau Bali yang hanya ditemui di desa tradisional Tenganan, Karangasem yang
dikenal juga sebagai desa Bali Aga. Perang dilakukan berhadap-hadapan satu lawan satu
dengan masing-masing memegang segepok pandan berduri sebagai senjata. Ada juga tradisi
Omed-omedan yang digelar di tengah kota Denpasar, tepatnya di Banjar Kaja, Desa Sesetan,
Denpasar Selatan. Digelar setahun sekali, bertepatan saat hari Ngembak Geni atau sehari
setelah hari Raya Nyepi, tradisi unik dimulai sekitar pukul 14.00 selama 2 jam. Prosesi ini
hanya diikuti oleh kalangan muda-mudi atau yang belum menikah dengan umur minimal 13
tahun, omed-omedan berarti tarik menarik antar pemuda dan pemudi warga banjar dan
terkadang dibarengi dengan adegan ciuman diantara keduanya.

Masih ada banyak lagi kebudayaan di Bali yang cukup menarik seperti Tradisi
Mekotek, Gebug Ende Seraya atau perang rotan, Tradisi Mesbes Bangke atau mencabik-
cabik mayat yang telah dikremasi, tradisi Makepung atau balap kerbau, tradisi Magibung,
tradisi Mesuryak, Upacara Melasti, Pawai Ogoh-ogoh, Hari Raya Nyepi, Sapi Gerumbungan
di Buleleng, Tradisi Ngerebong, tradisi Ngusaba Bukakak di Sangsit, Perang Ketupat,
Ngarebeg, Mebuug-Buugan di Kedonganan, Nyakan Diwang, Megoak-Goakan di Buleleng,
tradisi Siat Sampian, Tradisi Mepantigan, tradisi Mepeed, tradisi Mbed-Mbedan, tradisi
Dewa Mesraman di Klungkung, Nikah Massal di Pengotan, Perang Air di Gianyar, tradisi
Ngedeblag Kemenuh, tradisi Megebeg-Gebegan, dan tradisi Siat Yeh Jimbaran.

Di Bali juga banyak ditemukan peninggalan dari kerajaan Majapahit seperti Agastya
(Syiwa Mahaguru), Arca Wabita Teraloka Majapahit, Arca Lelaki Terakota Majapahit, Kendi
Susu, Betok Majapahit, Keris Raja Belia, Perhiasan Majapahit yang terbuat dari terakota,
Perhiasan Majapahit dari manik-manik. Di Bali sendiri suku Bali Majapahit mempunyai ciri
khas yang cukup mudah ditemui dalam hal mata pencaharian yaitu bercocok tanam di sawah,
pada daerah dataran dan mempunyai satu subak atau satu sumber air yang sama. Suku Bali
Majapahit juga diyakini memberikan pengaruh besar terhadap arsitektur Puri atau Keraton.
Pengaruh Majapahit berkembang pada daerah Pakraman Bali. Pengaruh kerjaan Majapahit ini
berkembang di desa Menyali pada perkiraan tahun 633 M. Desa Menyali merupakan tempat
percampuran adanya kebudayaan Suku Bali Mula dan Suku Bali Majapahit, yang memiliki
sikap saling toleran dalam hal upacara ritual keagamaan, pemerintahan, ataupun perilaku
keseharian. Saling toleransi ini tercermin dari kegiatan upacara adat dan ritual dari Suku Bali
Mula dan Bali Majapahit bersama-sama dalam menjalankan kegiatan di suatu Pura yang
sama dan pemuka adat dari masing-masing suku saling bertoleransi dengan melakukan ritual
pada satu tempat khusus di Pura Desa, dan juga saling toleran seperti
pembagian subak, maupun pemukiman di desa tersebut.

Nama: Fery Mursyidan Baldan

NIM: A94219050

Anda mungkin juga menyukai