e-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Aquaculture Engineering and Technology Journal
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/bdpi
p-ISSN : 2302-3600
Volume 8 No 1 Bandar Lampung, Tahun 2019 e-ISSN : 2597-5315
e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315
DEWAN REDAKSI
e-JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN
Penasihat
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Penanggung Jawab
Ir. Siti Hudaidah, M.Sc.
Pimpinan Redaksi
Deny Sapto Chondro Utomo, S.Pi., M.Si.
Penyunting Ahli
Ketua
Eko Effendi, S.T., M.Si.
Anggota
Dr. Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si., Ir. Suparmono, M.T.A., Muh. Mohaimin,
S.Pi., M.Si., Wardiyanto, S.Pi, M.P., Dr. Supono, S.Pi., M.Si., Qadar Hasani,
S.Pi., M.Si., Tarsim, S.Pi., M.Si., Henni Wijayanti, S.Pi., M.Si., Berta Putri, S.Si.,
M.Si., Rara Diantari, S.Pi., M.Sc., Herman Yulianto, S.Pi., M.Si., Limin Santoso,
S.Pi., M.Si., Yudha T Adiputra, S.Pi., M.Si., Esti Harpeni, ST, M.App.Sc., Agus
Setyawan, S.Pi., M.P.
Penyunting Teknis
Mahrus Ali, S.Pi, M.P.
Alamat Redakasi
Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
Email : jrtbp@fp.unila.ac.id
e-JRTBP menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian (artikel ilmiah), catatan
penelitian, dan pemikiran konseptual baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
Inggris. Naskah hasil penelitian maksimum 12 halaman (suntingan akhir)
termasuk gambar dan tabel. Naskah yang disetujui untuk dimuat akan dibebani
kontribusi biaya sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per
sepuluh halaman pertama, selebihnya ditambah Rp 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah) per halaman.
Naskah yang dikirim haruslah naskah asli dan harus jelas tujuan, bahan yang
dipergunakan, maupun metode yang diterapkan dan belum pernah dipublikasikan
atau dikirimkan untuk dipublikasikan di mana saja. Naskah diketik dengan
program MS-Word dalam satu spasi dikirim dalam bentuk soft copy dengan
format doc/docx dan pdf.
Naskah diketik dua spasi pada kertas ukuran A4, pias 2 cm dan tipe huruf Times
New Roman berukuran 12 point, diketik 2 kolom kecuali untuk judul dan
abstrak. Setiap halaman naskah diberi nomor halaman secara berurutan. Ilustrasi
naskah (gambar atau tabel) dikelompokkan pada lembaran terpisah di bagian akhir
naskah dan ditunjukkan dengan jelas posisi ilustrasi dalam badan utama naskah.
Setiap naskah harus disertai alamat korespondensi lengkap. Para peneliti,
akademisi, maupun mahasiswa dapat mengirimkan naskah ke:
Penyiapan Naskah
• Judul naskah hendaknya tidak lebih dari 15 kata dan harus mencerminkan
isi naskah. Nama penulis dicantumkan di bawah judul. Jabatan, nama, dan
alamat instansi penulis ditulis sebagai catatan kaki di bawah halaman
pertama.
• Abstrak merupakan ringkasan penelitian dan tidak lebih dari 250 kata,
disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata kunci
maksimum 5 kata dan diletakkan pada bagian abstrak.
• Pendahuluan secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan dan
pentingnya penelitian. Jangan menggunakan subbab.
• Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian
dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan peneliti lain untuk
mengulangi percobaan yang terkait.
• Hasil disajikan secara jelas tanpa detail yang tidak perlu. Hasil tidak boleh
disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar.
• Tabel disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dengan judul di
bagian atas tabel dan keterangan. Data dalam tabel diketik menggunakan
program MS-Excel.
• Gambar, skema, diagram alir, dan potret diberi nomor urut dengan angka
Arab. Judul dan keterangan gambar diletakkan di bawah gambar dan
disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
• Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul
naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian.
• Daftar Pustaka disusun berdasarkan abjad tanpa nomor urut dengan urutan
sebagai berikut: nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku).
Acuan pustaka yang digunakan maksimal berasal dari acuan yang
diterbitkan dalam 10 tahun terakhir. Daftar lengkap acuan pustaka disusun
menurut abjad, diketik satu spasi, dengan tata cara penulisan seperti
contoh-contoh berikut:
Jurnal
Heinen, J.M., D’Abramo, L.R., Robinette, H.R., dan Murphy, M.J. 1989.
Polyculture of two sizes of freshwater prawns (Macrobrachium
rosenbergii) with fingerling channel catfish (Getalurus punctatus). J.
World Aquaculture Soc. 20(3): 72–75.
Buku
• Dunhan, R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology:
Genetic Approaches. Massachusetts: R.A. Dunhan Press. 34 p.
• Bose, A.N., Ghosh, S.N., Yang, C.T., and Mitra, A. 1991. Coastal
Aquaculture Engineering. Oxford & IBH Pub. Co. Prt. Ltd., New
Delhi. 365 p.
Tesis/Disertasi
Simpson, B.K. 1984. Isolation, Characterization and Some Application of
Trypsin from Greenland Cod (Gadus morhua). PhD Thesis. Memorial
University of New Foundland, St. John’s, New Foundland, Canada. 179 p.
Paten
Muchtadi TR, Penemu; Institut Pertanian Bogor. 9 Mar 1993. Suatu
Proses untuk Mencegah Penurunan Beta Karoten pada Minyak Sawit. ID
0 002 569.
DAFTAR ISI
Volume 8 Nomor 1 Oktober 2019
ABSTRACT
toksik >2.000 ppm atau >2 ml/l. yang masuk kedalam tubuh ikan,
Menurut Pratisari (2010), semakin kandungan yg berlebih tersebut akan
tinggi dosis yang diberikan maka bersifat toksik karena meningkatkan
akan semakin banyak senyawa asam laktat dalam darah.
alkaloid antropin, saponin, dan tanin
Tabel 1. Mortalitas benih ikan nila yang dipaparkan ekstrak daun kecubung selama
96 jam
Jumlah mortalitas (ekor) tiap
Konsentrasi waktu pengamatan (jam) Total Mortalitas
(ml/l) (ekor) (%)
24 48 72 96
0,2 - 1 - - 1 6,67
0,6 - 1 2 1 4 26,67
1,6 1 3 2 2 8 53,34
4 3 2 4 3 12 80,00
10 5 3 3 4 15 100,00
Tabel 2. Gejala klinis dan waktu pingsan benih ikan nila yang dianestesi dengan
ekstrak daun kecubung pada konsentrasi subletal
Waktu ke- (menit) Waktu Pingsan
Perlakuan
0 – 15 15 – 30 30 – 45 45 – 60 Berat*
P1 - - I II 56’02’’a
P2 - I II 34’06’’b
P3 I II 17’41’’c
Keterangan: (-) = Normal
(I) = Pingsan ringan
(II) = Pingsan berat
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 3. Gejala klinis dan waktu pulih sadar benih ikan nila yang dianestesi dengan
ekstrak daun kecubung pada konsentrasi subletal
Waktu ke- (menit) Waktu Pulih
Perlakuan
0 – 10 10 – 20 20 – 25 Total*
P1 II 8’37’’a
P2 I II 14’54’’a
P3 - I II 21’09’’b
Keterangan: (-) = Normal
(I) = Pingsan ringan
(II) = Pingsan berat
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
(1996) jumlah sel darah merah yang Sel darah putih merupakan sel darah
tinggi menandakan bahwa ikan dalam yang berperan dalam sistem
keadaan stres. Jumlah tersebut masih kekebalan tubuh yang membantu
tergolong dalam kisaran normal membersihkan tubuh dari benda asing
berdasarkan Hartika et al. (2014), yang masuk melalui sistem imun
bahwa jumlah sel darah merah normal untuk melakukan adaptasi atau
pada ikan nila berkisar 0,02 – 3,00 x mensintesa antibodi (Moyle dan
106 sel/mm3. Jumlah sel darah merah Cech, 2004).
yang rendah pada konsentrasi yang Kadar hematokrit benih ikan
diberikan ekstrak daun kecubung nila setelah trasnportasi dari tertinggi
menunjukkan bahwa ikan mengalami hingga terendah berturut-turut yaitu
anemia. Hal ini sesuai dengan 28,06% (K), 26,32% (P1), 19,39%
pernyataan dari Robert (1978) bahwa (P2), dan 18,36% (P3). Kadar
jumlah sel darah merah yang rendah hematokrit setelah pemeliharaan
menunjukkan terjadinya anemia berturut-turut yaitu 36,74% (P3),
sehingga dapat diindikasikan bahwa 32,21% (P2), 29,80% (P1), dan
tubuh ikan mengadaptasikan diri 28,57% (K) (Tabel 5). Seluruh
dengan lingkungan yang terkandung persentase rata-rata tersebut masih
senyawa aktif dengan menstimulasi berada pada kisaran normal.
produksi sel darah putih dan Berdasarkan hasil uji statistik
mengurangi jumlah sel darah merah menunjukkan bahwa pemberian
sebagai bentuk pertahanan tubuh. konsentrasi subletal ekstrak daun
Jumlah sel darah putih benih kecubung berpengaruh nyata terhadap
ikan nila setelah trasnportasi dari kadar hematokrit benih ikan nila pada
tertinggi hingga terendah berturut- perlakuan kontrol, P1 dan ikan
turut yaitu 3,60x104 sel/mm3 (P3), sebelum pengujian. Menurut Hardi
3,22x104 sel/mm3 (P2), 3,05x104 (2011), kisaran persentase hematokrit
sel/mm3 (P1), dan 2,72x104 sel/mm3 normal pada ikan nila adalah 27,3 –
(K). Jumlah sel darah putih setelah 37,8%. Terjadinya penurunan
pemeliharaan berturut-turut yaitu persentase hematokrit disebabkan
3,27x104 sel/mm3 (P3), 3,15x104 oleh beberapa faktor seperti terjadi
sel/mm3 (P2), 3,08x104 sel/mm3 (P1), infeksi atau akibat perubahan
dan 3,03x104 sel/mm3 (K) (Tabel 5). lingkungan secara cepat, sehingga
Berdasarkan hasil uji statistik dapat menurunkan nafsu makan ikan
menunjukkan bahwa pemberian dan jumlah sel darah merah
konsentrasi subletal ekstrak daun berkurang(Jawad et al., 2004).
kecubung tidak berpengaruh nyata Kadar hemoglobin benih ikan
terhadap jumlah sel darah putih benih nila setelah trasnportasi dari tertinggi
ikan nila setelah transportasi dan hingga terendah berturut-turut yaitu
setelah pemeliharaan. Menurut 12,08 G/% (K), 10,97 G/% (P1), 9,05
Hartika et al. (2014), kisaran jumlah G/% (P2), dan 8,83 G/% (P3). Kadar
sel darah putih normal pada ikan yaitu hemoglobin setelah pemeliharaan
3,2 – 14,6x104 sel/mm3. Faktor-faktor berturut-turut yaitu 7,20 G/% (P3),
yang mempengaruhi jumlah sel darah 7,13 G/% (P2), 6,67 G/% (P1), dan
putih adalah kondisi dan kesehatan 6,12 G/% (K) (Tabel 5). Berdasarkan
tubuh ikan hingga kondisi kualitas air. hasil uji statistik menunjukkan bahwa
Tabel 5. Jumlah sel darah merah (eritrosit),jumlah sel darah putih (leukosit),
persentase hematokrit, kadar hemoglobin, kadar glukosa darah dan
persentase diferensiasi leukosit benih ikan nilasetelah simulasi transportasi
Sebelum Perlakuan
Parameter
pengujian K K' P1 P1' P2 P2' P3 P3'
Eritrosit (x 106 sel/mm3) 1,86 ± 0,03a 2,43 ± 0,07b 0,77 ± 0,05b 1,28 ± 0,03c 0,77 ± 0,01b 0,61 ± 0,01d 1,41 ± 0,01c 0,36 ± 0,01e 1,55 ± 0,08d
4 3 a a a ab a ab ab b ab
Leukosit (x 10 sel/mm ) 2,78 ± 0,08 2,72 ± 0,29 2,50 ± 0,05 3,05 ± 0,05 2,53 ± 0,38 3,22 ± 0,23 2,68 ± 0,03 3,60 ± 0,26 2,80 ± 0,05
a a a a ab b b
Hematokrit (%) 21,81 ± 0,34 28,00 ± 0,75 28,57 ± 0,78 26,22 ± 0,95 29,85 ± 0,83 19,35 ± 0,56 32,25 ± 0,69 b
18,34 ± 0,95 36,76 ± 1,07c
a b ab bc ab c b c b
Hemoglobin (g/%) 5,12 ± 0,08 12,08 ± 1,01 6,12 ± 0,33 10,97 ± 1,79 6,67 ± 0,86 9,05 ± 0,94 7,13 ± 0,91 8,83 ± 1,00 7,20 ± 0,95
a b b c a d a e a
Glukosa (mg/dL) 95 ± 0,58 184 ± 0,58 98 ± 1,00 108 ± 1,00 85 ± 0,58 98 ± 0,00 83 ± 0,58 61 ± 0,58 81 ± 1,53
Monosit (%) 5,32 ± 0,11a 5,35 ± 0,18a 5,53 ± 0,11a 5,52 ± 0,43a 5,49 ± 0,12a 5,37 ± 0,28a 5,64 ± 0,08a 5,65 ± 0,24a 5,52 ± 0,08a
Neutrofil (%) 7,30 ± 0,17a 7,06 ± 0,12b 6,75 ± 0,22a 7,57 ± 0,10b 7,05 ± 0,08ab 8,26 ± 0,13c 7,58 ± 0,12c 9,42 ± 0,38c 8,01 ± 0,15c
Limfosit (%) 75,55 ± 0,45a 73,20 ± 0,34ab 76,46 ± 0,83a 72,32 ± 1,11b 73,11 ± 0,87b 69,18 ± 0,37c 72,08 ± 0,74b 60,70 ± 1,66d 69,60 ± 0,42c
Keterangan: Perlakuan tanpa tanda aksen adalah saat setelah transportasi dan perlakuan dengan tanda aksen adalah saat setelah pemeliharaan.
Tabel 6. Kualitas air media pengujian benih ikan nila selama penelitian
Hari Pengamatan Nilai
Parameter
1 3 7 Optimum
25 – 32*
Suhu (oC) 28 22 28-29
20 – 25**
pH 7 6 7 6,5 – 8,5*
DO (mg/l) 5 6 7 ≥ 3*
Amonia (mg/l) 0,75 3-5 2 ≤ 0,02*
Sumber : * BSN (Badan Standarisasi Nasional), (2009)
** Khairuman et al. (2013)
ABSTRACT
100 80 ± 10
Kelangsungan Hidup (%)
70 ± 10
80
33,33 ± 50 ± 10
60 15,27
40
c
bc
20 ab
a
0
0 ppm 150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan
50 25 ± 15
40
30 a b ab
20
10 a
0
150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 2. Relative Percent Survival udang vaname (Rerata ± Standar Deviasi)
140 106 ±
96,67 ±
18,33
120 15,14
100 75,33 ± 77,67±
MTD (Jam)
3,05 3,51
80
60 a a b ab
40
20
0
0 ppm 150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan
ABSTRACT
Keywords: corn oil, eel fish, essential fatty acids, fish oil, growth
4.75
4,67 ± 0,02
4.7
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
4.55
4.5
4.45
b ab a
4.4
4.35
A B1 C
Perlakuan
masih dalam kisaran yang baik untuk ikan membutuhkan energi yang besar
pertumbuhan pada ikan sebagai dalam memproduksi sel serta
sumber asam lemak yang berasal dari menjaga fungsi sel. Ketersediaan
gabungan minyak hewani dan minyak nutrisi yang tepat pada pakan
nabati. menyebabkan lemak dimanfaatkan
Fungsi utama dari asam lemak dengan efisien untuk menyusun
esensial menurut Bhagavan (1992), jaringan tubuh sehingga
yakni kegiatan metabolisme, menghasilkan pertumbuhan.
komponen membran, senyawa awal
prostaglandin, kegiatan teromboksan, Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)
prostasiklin, dan leukontin. Hasil uji lanjut fisher
Ketersediaan nutrisi yang tepat menunjukkan bahwa
pada pakan menyebabkan lemak adapengaruhnyata (P<0,05)
dimanfaatkan dengan efisien untuk pengkayaan pakan dengan minyak
menyusun jaringan tubuh sehingga ikan dan minyak jagung
menghasilkan pertumbuhan yang terhadapjumlah konsumsi pakan.
optimal. Hasil jumlah konsumsi pakan dapat
Lemak dalam makanan dilihat pada Gambar 2.
berperan sebagai sumber tenaga dan
400
321,33 ± 32,39
350 280,3 ± 25,46
Jumlah Konsumsi Pakan (g)
262,96 ± 15,67
300
250
200
150
100
a ab b
50
0
A B C
Perlakuan 1
90 69 ± 10,8 61 ± 22,0
80
70
Efisiensi Pakan %
60
50
40 29 ± 3,7
30
20
a a
10 a
0
A 1
B C
Perlakuan
0,50 ± 0,30
0.8 0,44 ± 0,19
0.6
0.4
0.2
a
b ab
0
A B1 C
Perlakuan
Retensi lemak pada ikan sidat rendah dan pada perlakuan pakan
meningkat seiring dengan jumlah yang diberi bahan pengkaya
proporsi penambahan minyak ikan kandungan meningkat seiring
dan minyak jagung. Hal ini sesuai meningkatnya jumlah bahan
dengan pernyataan Mukti (2014) pengkaya yang ditambahkan dalam
membuktikan bahwa ikan sidat pakan. Hal ini sesuai dengan
membutuhkan asam lemak n-3 dalam pernyataan Dianachilmawati, (2016)
jumlah terbatas dan diduga bahwa bahwa penambahan minyak ikan
penambahan minyak ikan sebesar 5% sebesar 2% masih mampu untuk
telah memenuhi kebutuhan asam merombak kandungan nutrisi pakan
lemak ikan sidat. di dalam tubuh sehingga energi dalam
Banyaknya jenis asam lemak pakan dapat digunakan dengan baik.
yang diberikan, diserap dan
dimanfaatkan oleh ikan untuk dan Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
kegiatan metabolisme bagi ikan Hasil uji lanjut fisher
dalam aktifitas. Selain protein, menunjukkan bahwa ada pengaruh
kandungan penting yang dapat nyata (P<0,05) pengkayaan pakan
mempengaruhi pertumbuhan ikan dengan minyak ikan dan minyak
sidat adalah lemak dan karbohidrat. jagung terhadap survival rate dapat
Pakan yang tidak diberi bahan dilihat pada Gambar 5.
pengkaya memiliki nilai lemak yang
120
93,33 ± 11,54
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
100
66,66 ± 11,54 80 ± 0
80
60
40 a
b ab
20
0
A B 1C
Perlakuan
Suhu (ₒC) 25 – 26 20 – 30
pH 6–7 6–8
DO (mg/l) 5–6 4–6
ABSTRACT
1
E-mail: masbayusy@untirta.ac.id
2
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Su1tan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km 04 Pakupatan Serang Banten
a b c d 𝑒 𝑁
jam. Setelah itu, lobster dipingsankan
= = = = = … … … …. (2) dengan dosis ekstrak daun rambutan
n a b c 𝑑 𝑒
terbaik. Setelah waktu pemingsanan
tercapai, lobster sebanyak 4 ekor
Keterangan : dikemas dalam kotak styrofoam yang
N = konsentrasi ambang atas dasarnya diberi koran yang telah
n = konsentrasi ambang bawah direndam air dingin selama 30 menit
k = jumlah konsentrasi yang diuji (Munandar et al., 2017b). Setelah
a = konsentrasi terkecil dalam deret proses transportasi selesai, kemasan
yang ditentukan dibongkar dengan masing-masing
waktu transportasi selama 0, 2, 4, 6,
Penelitian utama terdiri dari dan 8 jam. Lobster air tawar
penentuan daya anestesi, pengukuran kemudian disadarkan dengan
kualitas air sebelum dan sesudah menggunakan aerasi dan dilakukan
pemberian ekstrak serta simulasi perhitungan tingkat kelangsungan
transportasi lobster. Penentuan daya hidup (Abid et al., 2014).
anestesi menggunakan 2 kali ulangan. Penelitian ini menggunakan
Wadah yang digunakan bervolume 4 Rancangan Acak Lengkap dengan 2
L dengan kepadatan 1 ekor/L. ulangan. Jumlah perlakuan yang
Pengamatan dicatat secara akumulatif digunakan disesuaikan dengan hasil
pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 75, yang didapat dari penelitian
90, 105, dan 120. Lobster air tawar pendahuluan ambang atas dan
yang pingsan ditunjukkan dengan ambang bawah. Data dianalisis
keadaan keseimbangan lobster tidak menggunakan ANOVA dan jika
ada, posisi tubuh terbalik, kaki jalan, ditemukan pengaruh dilanjutkan
kaki renang dan capit kaku tidak dengan uji Duncan pada taraf 95%.
bergerak, ekor melipat kearah
abdomen, respon terhadap
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Uji Fitokimia
Ekstrak
Alkaloid Flavonoid Fenol Steroid Triterpenoid Tanin Saponin
Daun Rambutan + + + - + + +
Keterangan: + (positif) dan – (negatif)
Tabel 2. Hasil Uji Ambang Atas dan Bawah pada Lobster Air Tawar dengan
Menggunakan Ekstrak Daun Rambutan
Letal 24 jam Letal 48 jam
Konsentrasi
Ulangan Mortalitas Ulangan
(ppm) Jumlah Jumlah Mortalitas
1 2 (%) 1 2
0 2/4 0/4 2/8 25 ¾ 2/4 5/8 62,5
100 1/4 0/4 1/8 12,5 ¼ 0/4 1/8 12,5
500 2/4 0/4 2/8 25 ¾ 4/4 2/8 25
1.000 3/4 ¼ 4/8 50 ¾ 4/4 7/8 87,5
2.500 2/4 ¼ 3/8 37,5 4/4 4/4 8/8 100
5.000 2/4 2/4 4/8 50 4/4 4/4 8/8 100
7.500 3/4 4/4 7/8 87,5 4/4 4/4 8/8 100
10.000 4/4 ¾ 7/8 87,5 4/4 4/4 8/8 100
Tabel 3. Waktu Pingsan dan Sadar Lobster Air Tawar Selama Proses Anestesi
Konsentrasi Waktu Pingsan (Menit) Waktu Sadar (Menit)
(ppm) 1 2 1 2
0 - - - -
171 - - - -
294 - - - -
503 - - - -
863 - - - -
1.479 - - - -
2.535 - - - -
4.345 - - - -
7.447 112 112 3 2
Tabel 4. Hasil Pengujian Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Proses Pemingsanan
Parameter
Perlakuan o
Suhu ( C) pH DO (mg/L) TAN (mg/L)
Sebelum 29,2 6,9 7,1 0
Sesudah 29 6,5 6,8 0,026
120
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
80
60
40
20
0
2 4 6 8
Waktu Transportasi (Jam)
ABSTRACT
Kata kunci: hoven’s carp fry, fertilized of banana’s hump, natural feed, growth
Tabel 2. Rata-rata kadar orthofosfat (mg/l) media pendederan benih ikan jelawat
Hari ke-
Perlakuan
0 7 14
P1 0,0009 ± 0,0001a 0,0009 ± 0,0004b 0,0000 ± 0,0000b
P2 0,0013 ± 0,0008a 0,0190 ± 0,0074a 0,0167 ± 0,0030a
P3 0,0009 ± 0,0006a 0,0229 ± 0,0059a 0,0200 ± 0,0066a
P4 0,0003 ± 0,0001a 0,0256 ± 0,0040a 0,0371 ± 0,0236a
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Tabel 4. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan fitoplankton dengan kimia
air (X1: Nitrat; X2: Ortofosfat)
Perlakuan Persamaan Regresi Ganda R R2
P1 Y = 14.412 - 629 X1 – 10.969.261 X2 0,60 0,70
P2 Y = 5.305 + 4.007 X1 + 461.941 X2 0,68 0,76
P3 Y = 7.770 + 45.678 X1 – 537.443 X2 0,70 0,77
P4 Y = 7.770 + 45.678 X1 – 537.443 X2 0,51 0,63
Tabel 6. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak (mm) dan berat mutlak (gram)
benih ikan jelawat
Rata-rata panjang hari ke- Rata-rata berat hari ke-
Perlakuan
7 14 7 14
P1 0,79 ± 0,69b 2,75± 0,28c 0,049 ± 0,005b 0,120 ± 0,004c
P2 2,48± 0,72a 4,63± 0,79b 0,088 ± 0,002a 0,204 ± 0,008b
a
P3 2,61± 0,97 5,21± 0,80ab 0,088± 0,001a 0,216± 0,009b
P4 3,45± 1,07a 6,40± 0,92a 0,092 ± 0,003a 0,243 ± 0,002a
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)
Rata rata pertumbuhan panjang panjang benih ikan jelawat pada umur
benih ikan jelawat di akhir penelitian 21 hari mencapai panjang 22,6 mm.
ketika umur 21 hari masih tergolong Putra et al. (2008), menyatakan salah
lambat dibandingkan dengan rata-rata satu sebab yang mempengaruhi
pertumbuhan panjang benih ikan kecepatan pertumbuhan benih ikan
jelawat pada penelitian adalah jenis dan jumlah makanan
Termvidchakorn et al. (2013) yang yang dimakan benih ikan. Minimnya
menyebutkan angka pertumbuhan sumber makanan alami baik jumlah
Tabel 7. Nilai parameter fisika-kimia media pemeliharan benih ikan jelawat yang
diberi penambahan pupuk bonggol pisang
Rentang Nilai
Parameter Satuan Kadar Optimum
P1 P2 P3 P4
Fisika
Suhu (oC) 24,9-27,2 24,9-27,2 24,9-27,2 25,0-27,3 23-31*
Kecerahan (cm) 16 16 16 16 -
Kimia
pH 6,07-7,69 6,28-7,45 6,53-7,45 6,23-7,53 6-7,9*
DO (ppm) 4,02-10.0 4,02-11,09 3,47-9,66 3,40-11,36 > 3*
Amonia (mg/l) 0-0,5 0-0,005 0-0,001 0-0,001 0,1-0,3**
Keterangan: * Baskoro (2007)
**Boyd (1991)
Parameter kualitas air menjadi benih jelawat. Odum & Barrett (1971)
standar terhadap kehidupan menyatakan perairan dengan pH
organisme budidaya. Kualitas air antara 6 – 9 merupakan perairan
tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan dengan kesuburan yang tinggi dan
ekosistem budidaya, namun juga tergolong produktif karena memiliki
dipengaruhi oleh kandungan nutrien. kisaran pH yang dapat mendorong
Menurut Febrianty (2011), nutrien proses pembongkaran bahan organik
yang masuk ke perairan dapat yang ada dalam perairan menjadi
mempengaruhi kualitas air di perairan bahan organik yang lebih komplek
tersebut. yang dapat diasimilasikan oleh
Suhu pada semua perlakuan fitoplankton.
penambahan pupuk bonggol pisang Oksigen terlarut (DO) di media
berada pada kisaran toleransi yang pemeliharaan perlakuan penambahan
dibutuhkan oleh benih ikan jelawat pupuk bonggol pisang berada pada
sebab menurut Baskoro (2007) suhu nilai DO>3 ppm, tergolong baik
yang paling baik untuk hidup pada karena memiliki kadar sesuai yang
fase pertumbuhan ikan jelawat pada dibutuhkan untuk kehidupan ikan
kisaran 23 – 31 ºC. Tingginya oksigen jelawat (Baskoro, 2007). Kisaran
terlarut pada media pemeliharaan oksigen terlarut yang tinggi diduga
benih jelawat disebabkan kisaran disebabkan oleh suhu yang rendah
suhu yang rendah (Baskoro, 2007). pada saat pengamatan yang dilakukan
Kecerahan pada media pada pukul 07:30 pada saat suhu
pemeliharaan dengan perlakuan relatif rendah.
penambahan pupuk bonggol pisang
berada tergolong tinggi, karena Kesimpulan dan Saran
pemeliharaan dilakukan di luar
ruangan sehingga intensitas cahaya Dosis pupuk organik dari
matahari mampu menembus dasar fermentasi bonggol pisang yang
media pemeliharaan. Intensitas optimal untuk meningkatkan
cahaya matahari yang menyebar di ketersediaan pakan alami dan
semua media pemeliharaan meningkatkan pertumbuhan benih
menyebabkan produktivitas fito- ikan jelawat adalah 10 ppm dalam
plankton maksimal dan mempunyai liter air media. Adapun saran bagi
pengaruh terbesar, yaitu sebagai pembudidaya, pupuk bonggol pisang
sumber energi untuk proses dapat digunakan sebagai alternatif
fotosintesis tumbuh tumbuhan yang dalam proses budidaya karena dapat
menjadi makanan benih jelawat menghemat biaya pakan pada fase
(Juwana & Romimohtarto, 2001) pendederan.
Nilai pH air pada media
pendederan perlakuan penambahan Daftar Pustaka
pupuk bonggol pisang berada pada
nilai yang dibutuhkan oleh benih ikan Andrea, F.L.D., Marcia, R.R.,
jelawat untuk kehidupannya yaitu Lucimara, A.R., & Aryadne, S.R.
pada kisaran 6 – 7,9 (Baskoro, 2007). 2013. Feeding of Larvae of the
Sehingga kisaran nilai pH pada media Hybrid Surubim
pendederan mendukung kehidupan (Pseudoplatystoma sp). Under
ABSTRACT
Leucaena leaves is a potential ingredient for raw material feed of catfish. The aim
of this study is to evaluate the effects of dietary fermented leucaena leaf on
digestibility and hematological parameters of catfish. Four treatments and 3
replicates, namely: A (reference feed 70% + leucaena leaves meal 30%), B
(reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with A. niger 30%), C
(reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with R. oligosporus 30%),
and feed D (reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with S. cerevisiae
30%) were used in this study. The juvenile catfish (initial weight was 5,45±0,16 g)
are randomly distributed into eighteen tanks with 40 fish per aquarium. Each diet
is randomly assigned to the triplicate aquarium and fed to fish three times a day up
to satiation for 4 weeks. The results showed that fermented leucaena leaves
treatments were significantly higher (P<0.05) than that control in final weight and
feed conversion rasio. Nutrients digestibility and final weight were significantly
highest (P<0.05) in fermented leucaena leaves with A. niger compared to the other
treatment. The value of protein digestibility was significantly highest (P<0.05) in
fermented leucaena leaves with A. niger (76,04%), followed by fermented leucaena
leaves S. cerevisiae with (69,71%), fermented leucaena leaves meal with R.
oligosporus (68,24%), and control (65,18). Leucaena leaves had no effect on
physiological processes in catfish, as shown by hematological parameter values
that were within the normal range.
kandungan nutrisi suatu bahan dan khamir dikultur pada media PDA
melalui biosintesis vitamin, asam (Potato Dextrose Agar) kemudian
amino esensial dan protein serta diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24
meningkatkan kualitas protein dan jam, selanjutnya dipanen secara
menurunkan serat kasar (Oboh, aseptik dan diencerkan dengan
2006). Kapang jenis Rhizopus menggunakan akuades sebanyak 100
oligosporus, Aspergillus niger dan ml. Kepadatan kapang dan khamir
khamir jenis Saccharomyces yang digunakan adalah 1010 CFU/ml
cerevisiae merupakan species umum (Pratiwi, 2014). Tepung daun lamtoro
digunakan dalam fermentasi dikukus terlebih dahulu selama 30
makanan. Pemanfaatan daun lamtoro menit sebelum difermentasi untuk
sebagai bahan baku pakan berbasis sterilisasi dari kemungkinan
lokal pada budidaya ikan lele belum mikrooranisme yang masih ada.
banyak dikembangkan. Oleh karena Setelah itu sebanyak 100 ml spora
itu perlu dilakukan penelitian untuk kapang/khamir dengan kepadatan
mengetahui potensi dari daun lamtoro 1010 CFU/ml dituangkan kedalam 1
sebagai bahan baku pakan dalam kg TDL dan diaduk hingga merata.
budidaya ikan lele. Penelitian ini Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30
bertujuan untuk mengevaluasi tepung °C selama 24 jam.
daun lamtoro terfermentasi sebagai Pakan yang digunakan adalah
bahan baku pakan terhadap kecernaan pakan komersial dengan kandungan
dan gambaran darah ikan lele. protein sebesar 32%, lemak 5%, serat
kasar 4%, kadar abu 10%, dan kadar
Metode air sebesar 11%. Pakan di-repeleting
dan dicampur secara homogen
Pembuatan Tepung Daun Lamtoro dengan tepung daun lamtoro tanpa
Daun lamtoro yang digunakan dan terfermentasi. Cr203 sebesar 0,5%
berasal dari daerah sekitar kota digunakan sebagai indikator
Serang-Banten. Daun lamtoro kecernaan sedangkan untuk binder
dikeringkan menggunakan metode digunakan tepung tapioka sebanyak
penjemuran tanpa terkena sinar 3%. Komposisi pakan uji mengacu
matahari atau hanya menggunakan pada Takeuchi (1988) dengan
udara sekitar dengan diangin-angin komposisi pakan acuan/referensi
sampai kering berwarna kehijauan sebesar 70% dan bahan uji sebesar
(Utami et al., 2012). Daun lamtoro 30%. Formulasi pakan uji pada
yang sudah kering kemudian digiling penelitian ini tersaji pada Tabel 1.
hingga menjadi tepung daun lamtoro.
Tabel 2. Nilai bobot rata-rata awal (B), bobot rata-rata akhir (Ba), jumlah konsumsi
pakan (JKP), kecernaan total (KT), kecernaan protein (KP), kecernaan
lemak (KL), konversi pakan (FCR), laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan
tingkat kelangsungan hidup (SR) pada pemeliharaan ikan lele.
Perlakuan**
Parameter penelitian*
A B C D
B (g) 5,40±0,01 5,52±0,10 5,47±0.11 5,53±0,02
Ba (g) 9,39±0,30a 11,08±0,09c 10,66±0,04b 10,61±0,02b
JKP (g) 360±22,27a 392±4,58b 379±6,56ab 386±11,27b
KT (%) 61,19±4,67a 72,08±0,67b 64,96±2,77a 62,72±3,46a
KP (%) 65,18±4,33a 76,04±0,83b 68,24±2,24a 69,71±3,38a
KL (%) 63,70±3,47a 74,18±0,51b 65,36±1,62a 67,16±0,37a
FCR 2,83±0,51b 1,97±0,08a 2,16±0,03a 2,42±0,21a
LPS (% g/hari) 1,75±0,2a 2,28±0,14 b
2,21±0,05b 2,17±0,04ab
SR (%) 92,5±2,5 92,5±1,73 93±0,58 92±1,44
Keterangan:
*
huruf superskrif yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata
(P<0,05)
**
A (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro tanpa fermentasi), B (70% pakan acuan + 30%
tepung daun lamtoro fermentasi A. niger), C (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro
fermentasi R. oligosporus), D (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi S.
cerevisiae).
ikan lele berada pada kisaran normal 30 berkisar 1,85 – 1,95 x106 sel/mm3.
jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit pada Sjafei et al. (1989) menyatakan
hari ke-0, berkisar 1,10 – 2,02x106 bahwa eritrosit normal pada ikan
sel/mm3, pada hari ke-15: 1,67 – berjumlah rata-rata 20.000 –
1,79x106 sel/mm3, dan pada hari ke- 3.000.000 sel/mm3.
2.5 1.95
1.48 3.0 1.90
(i) (ii)
10 50
6.6
6.8 6.8 6.9 6.8 6.8 6.7
6.8 28.92
8 40 25.77
24.72
Hematokrit (%)
23.08
Haemoglobin (g%)
2 10
0 0
A B C D A B C D
Perlakuan Perlakuan
(iii) (iv)
hari ke-0 hari k-15 hari ke-30
Gambar 1. Jumlah leukosit (i), jumlah eritrosit (ii), kadar haemoglobin (iii) dan
kadar hematokrit pada pemeliharaan ikan lele selama 40 hari. A (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro tanpa fermentasi), B (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi A. niger), C (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi R. oligosporus), D
(70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi S.
cerevisiae).
Devika Kharisma Putri*1, Tarsim, Deny Sapto Chondro Utomo, dan Indra
Gumay Yudha2
ABSTRACT
7.00
Indeks Kematangan Gonad (%)
5.00
2,65 ± 1,43%
4.00
1.60
1.26 ± 0.03 mm
1.40 1.20 ± 0.07 mm
1.12 ± 0.04 mm
1.20
Diameter Telur (mm)
0.80
0.60
0.40
0.20 c bc a b
0.00
A B 1 C D
Perlakuan
Gambar 2. Diameter telur induk betina ikan baung
granulosa, zona radiata dan sel teka kembali oleh folikel. Atresia
(Nainggolan, 2014). Hal tersebut merupakan proses degeneratif dari
menunjukan bahwa semakin folikel-folikel ovari yang hilang atau
bertambahnya kematangan gonad, penyerapan oosit vitelogenik sesaat
telur yang berada pada gonad semakin sebelum ovulasi dan proses ini
besar, begitu juga sebaliknya semakin mengakibatkan penurunan potensi
rendah tingkat kematangan gonad reproduksi pada ikan (Santos et al.,
maka diameter telur semakin kecil. 2008).
Pada perlakuan B tidak berbeda
nyata dengan perlakuan D hal ini Histologi Gonad
disebabkan oleh dosis yang Pada akhir penelitian dilakukan
ditingkatkan yakni sebesar 1 ml/kg uji histologi pada gonad induk ikan
mempercepat kematangan gonad dan baung. Dari hasil hstologi didapatkan
waktu sampling yang tidak tepat bahwa perlakuan C mengalami
menyebabkan gonad mengalami perkembangan sampai ke TKG IV
penyusutan sehingga diperoleh (mature oocyte) sedangkan perlakuan
ukuran diameter telur yang menurun, A, B, dan D masih berada pada TKG
hal ini disebut atresia yang ditandai III (maturing oocyte). Secara umum
dengan gonad yang telah mengempis gonad yang diberi perlakuan hormon
karena kuning telur yang digunakan Oodev mengalami pematangan gonad
untuk perkembangan embrio diserap (Gambar 4).
A B
C D
Gambar 3. Histologi gonad induk ikan baung minggu ke-8(A: larutan fisiologis
yaitu NaCl 1,0 ml/kg ikan, B: hormon Oodev dosis 0,25 ml/kg + larutan
fisiologis 0,75 ml/kg ikan, C: hormon Oodev dosis 0,5 ml/kg + larutan
fisiologis 0,5 ml/kg ikan, D: hormon Oodev dengan dosis 1,0 ml/kg
ikan)
secara morfologi gonad berada pada histologi gonad ikan baung dapat
TKG III memiliki ciri-ciri butiran dilihat pada Tabel 1.
telur sudah terlihat jelas dengan
warna gonad kuning merah muda dan Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad
ukuran ovarium relatif besar dan Ikan Baung (Hemibagrus
mengisi 1/3 dari rongga tubuh. Pada nemurus)
hasil histologi menunjukkan bahwa Hormon Tingkat Kematangan
perlakuan A, B, dan perlakuan D Oodev Gonad
sebagian besar oosit mulai Perlakuan H0 H56
berkembang menjadi ootid (Oosit A I III
B I III
primer), inti sel bertambah besar tapi C I IV
masih berada di tengah. D I III
Pada TKG III terlihat bahwa
kantong kuning telur mulai terbentuk, Tabel 2. Distribusi kematangan gonad
proses ini dikarenakan pembesaran Tahap Kematangan
Perlakuan
oosit terutama disebabkan oleh Gonad
penimbunan kuning telur. Pra Vit Mat
Penimbunan kuning telur oleh oosit A 80% 8% 12%
ini disebut dengan proses B 50% 30% 20%
C 30% 27% 43%
vitellogenesis. Menurut Hutagalung D 72% 13% 15%
et al. (2015), pada proses
vitellogenesis ini, oosit akan Distribusi kematangan gonad
menyerap kandungan vitellogenin, pada TKG III masih didominasi oleh
sehingga memperbesar volume oosit pravitelogenin, pada fase ini
seiring dengan perkembangan gonad. bersamaan dengan berkembangnya
Pada perlakuan C secara oosit yang tumbuh di dalam nukleus
morfologi, gonad memiliki ciri-ciri dengan jumlah yang berbeda pada
bentuk ovari yang memenuhi rongga setiap masing-masing oosit. Pada
tubuh, mengakibatkan usus terdesak, tahap ini terlihat beberapa
dengan butir telur yang berwarna pembentukan butiran kuning telur dan
kuning terlihat dengan jelas dan lemak disekeliling nukleus yang
terlihat pada bagian perut yang menyebabkan perkembangan
membengkak terutama pada bagian sitoplasma.
urogenital dengan lubang urogenital Pada tahap ini nukleus masih
yang berwarna agak kemerahan. Hasil berada pada posisi inti. Memasuki
uji histologi menunjukkan bahwa tahap vitelogenesis, nukleus akan
secara keseluruhan telah masuk bermigrasi ke pinggiran oosit dan
ketahap mature, dan ditandai dengan terjadinya pertambahan ukuran seta
oosit yang sudah tua degan jumlah butiran kuning telur dan lemak
berakhirnya masa pembentukkan mengisi sitoplasma, tahap ini disebut
kuning telur dan sebagian besar tahap awal vitelogenesis (early
oogonium telah berkembang menjadi vitellogenesis).
oosit primer. Selanjutnya pada tahap akhir
Pada perkembangan tingkat vitelogenesis (late vitellogenesis)
kematangan gonad secara kualitatif terjadi pengendapan butiran kuning
dengan mengamati morfologi dan telur pada sisi tepi oosit yang matang
Rafiuddin, M.A. 2014. Kloning, Tang, U.M., Alawi, H., & Putra, R.M.
karakterisasi dan rekayasa ekspresi 1999. Pematangan gonad ikan
gen FSH Follicle Stimulating baung (Mystus numerus) dengan
Hormone subunit pada ikan patin pakan dan lingkungan yang
siam (Pangasianodon berbeda. Hayati, 6: 10 – 12.
hypophthalmus) untuk Utiah, A., Zairin Jr., M., Mokoginta,
mempercepat maturasi gonad. I., Affandi, R., & Sumantadinata,
Tesis. Institut Pertanian Bogor, K. 2007. Kebutuhan asam lemak
Bogor. 54 hlm. N-6 dan N-3 dalam pakan terhadap
Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya penampilan reproduksi induk ikan
Biota Air. Karya Putra Darwati, baung (Hemibagrus nemurus).
Bandung. 228 hlm. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1):
Saputra, W. 2008. Evaluasi tingkat 7 – 15.
eksploitasi sumberdaya ikan Wallace, R.A. & Selman, K. 1981.
gulamah (Johnius sp) berdasarkan Cellular and dynamic aspects of
data TPI PPS Cilacap. Skripsi. oocyte growth in teleosts.
Fakultas Perikanan dan Ilmu American Zoologist, 21(2): 325 –
Kelautan Universitas Diponegoro, 343.
Semarang.
Sheima, I.A.P. 2011. Laju eksploitasi
dan variasi temporal keragaman
reproduksi ikan banban (Engraulis
grayi) betina di pantai Utara Jawa
pada bulan April – September.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sihaloho, O.I.S. 2014. Induksi
pematangan gonad calon induk
ikan patin siam (Pangasianodon
hypophthalmus) ukuran 3 kg
menggunakan Oodev melalui
penyuntikan. Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sukendi, 2001. Biologi reproduksi
dan pengendaliannya dalam upaya
pembenihan ikan baung (Mystus
nemurus CV) di perairan Sungai
Kampar, Riau. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 270 hlm.
Susanto, H. 1999. Teknik Kawin
Suntik Ikan Ekonomis. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Supyan. 2011. Aspek Biologi Ikan
Baung. Jurnal Penelitian
Perikanan, Jakarta.
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG