Anda di halaman 1dari 88

p-ISSN: 2302-3600

Vol 8 No. 1 Oktober 2019 e-ISSN: 2597-5315

e-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Aquaculture Engineering and Technology Journal

http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/bdpi

p-ISSN : 2302-3600
Volume 8 No 1 Bandar Lampung, Tahun 2019 e-ISSN : 2597-5315
e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

DEWAN REDAKSI
e-JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN

Penasihat
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Penanggung Jawab
Ir. Siti Hudaidah, M.Sc.

Pimpinan Redaksi
Deny Sapto Chondro Utomo, S.Pi., M.Si.

Penyunting Ahli

Ketua
Eko Effendi, S.T., M.Si.

Anggota
Dr. Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si., Ir. Suparmono, M.T.A., Muh. Mohaimin,
S.Pi., M.Si., Wardiyanto, S.Pi, M.P., Dr. Supono, S.Pi., M.Si., Qadar Hasani,
S.Pi., M.Si., Tarsim, S.Pi., M.Si., Henni Wijayanti, S.Pi., M.Si., Berta Putri, S.Si.,
M.Si., Rara Diantari, S.Pi., M.Sc., Herman Yulianto, S.Pi., M.Si., Limin Santoso,
S.Pi., M.Si., Yudha T Adiputra, S.Pi., M.Si., Esti Harpeni, ST, M.App.Sc., Agus
Setyawan, S.Pi., M.P.

Penyunting Teknis
Mahrus Ali, S.Pi, M.P.

Keuangan dan Sirkulasi


Hilma Putri Fidyandini, S.Pi., M.Si.

Alamat Redakasi
Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
Email : jrtbp@fp.unila.ac.id

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

PANDUAN UNTUK PENULIS


e-JURNAL REKAYASA DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

e-JRTBP menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian (artikel ilmiah), catatan
penelitian, dan pemikiran konseptual baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
Inggris. Naskah hasil penelitian maksimum 12 halaman (suntingan akhir)
termasuk gambar dan tabel. Naskah yang disetujui untuk dimuat akan dibebani
kontribusi biaya sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per
sepuluh halaman pertama, selebihnya ditambah Rp 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah) per halaman.

Tata Cara Pengiriman Naskah

Naskah yang dikirim haruslah naskah asli dan harus jelas tujuan, bahan yang
dipergunakan, maupun metode yang diterapkan dan belum pernah dipublikasikan
atau dikirimkan untuk dipublikasikan di mana saja. Naskah diketik dengan
program MS-Word dalam satu spasi dikirim dalam bentuk soft copy dengan
format doc/docx dan pdf.

Naskah diketik dua spasi pada kertas ukuran A4, pias 2 cm dan tipe huruf Times
New Roman berukuran 12 point, diketik 2 kolom kecuali untuk judul dan
abstrak. Setiap halaman naskah diberi nomor halaman secara berurutan. Ilustrasi
naskah (gambar atau tabel) dikelompokkan pada lembaran terpisah di bagian akhir
naskah dan ditunjukkan dengan jelas posisi ilustrasi dalam badan utama naskah.
Setiap naskah harus disertai alamat korespondensi lengkap. Para peneliti,
akademisi, maupun mahasiswa dapat mengirimkan naskah ke:

e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan


Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung
Lampung 35145
E-mail: jrtbp@fp.unila.ac.id

Catatan: Editor tidak berkewajiban mengembalikan naskah yang tidak dimuat.

Penyiapan Naskah

• Judul naskah hendaknya tidak lebih dari 15 kata dan harus mencerminkan
isi naskah. Nama penulis dicantumkan di bawah judul. Jabatan, nama, dan
alamat instansi penulis ditulis sebagai catatan kaki di bawah halaman
pertama.

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

• Abstrak merupakan ringkasan penelitian dan tidak lebih dari 250 kata,
disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata kunci
maksimum 5 kata dan diletakkan pada bagian abstrak.
• Pendahuluan secara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan dan
pentingnya penelitian. Jangan menggunakan subbab.
• Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian
dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan peneliti lain untuk
mengulangi percobaan yang terkait.
• Hasil disajikan secara jelas tanpa detail yang tidak perlu. Hasil tidak boleh
disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar.
• Tabel disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris, dengan judul di
bagian atas tabel dan keterangan. Data dalam tabel diketik menggunakan
program MS-Excel.
• Gambar, skema, diagram alir, dan potret diberi nomor urut dengan angka
Arab. Judul dan keterangan gambar diletakkan di bawah gambar dan
disajikan dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
• Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul
naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian.
• Daftar Pustaka disusun berdasarkan abjad tanpa nomor urut dengan urutan
sebagai berikut: nama pengarang (dengan cara penulisan yang baku).
Acuan pustaka yang digunakan maksimal berasal dari acuan yang
diterbitkan dalam 10 tahun terakhir. Daftar lengkap acuan pustaka disusun
menurut abjad, diketik satu spasi, dengan tata cara penulisan seperti
contoh-contoh berikut:

Jurnal
Heinen, J.M., D’Abramo, L.R., Robinette, H.R., dan Murphy, M.J. 1989.
Polyculture of two sizes of freshwater prawns (Macrobrachium
rosenbergii) with fingerling channel catfish (Getalurus punctatus). J.
World Aquaculture Soc. 20(3): 72–75.

Buku
• Dunhan, R.A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology:
Genetic Approaches. Massachusetts: R.A. Dunhan Press. 34 p.
• Bose, A.N., Ghosh, S.N., Yang, C.T., and Mitra, A. 1991. Coastal
Aquaculture Engineering. Oxford & IBH Pub. Co. Prt. Ltd., New
Delhi. 365 p.

Artikel dalam buku


Collins, A. 1977. Process in Acquiring Knowledge. Di dalam: Anderson,
R.C., Spiro, R.J., and Montaque, W.E. (eds.). Schooling and the
Acquisition of Knowledge. Lawrence Erlbaum, Hillsdale, New Jersey. p.
339–363.

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

Artikel dalam Prosiding


Yovi EY, Takimoto Y, Matsubara C. 2007. Promoting Alternative
Physical Load Measurement Method. Di dalam: Proceedings of
Agriculture Ergonomics Development Conference; Kuala Lumpur, 26–29
November 2007. p. 309–314 .

Tesis/Disertasi
Simpson, B.K. 1984. Isolation, Characterization and Some Application of
Trypsin from Greenland Cod (Gadus morhua). PhD Thesis. Memorial
University of New Foundland, St. John’s, New Foundland, Canada. 179 p.

Paten
Muchtadi TR, Penemu; Institut Pertanian Bogor. 9 Mar 1993. Suatu
Proses untuk Mencegah Penurunan Beta Karoten pada Minyak Sawit. ID
0 002 569.

• Ucapan terima kasih (jika diperlukan). Ditujukan kepada instansi dan


atau orang yang berjasa besar terhadap penelitian yang dilakukan dan tulis
dalam 1 alinea serta maksimum 50 kata.

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315

e-JRTBP p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

DAFTAR ISI
Volume 8 Nomor 1 Oktober 2019

THE EFFECTS OF AMETHYST Datura metel (LINN, 1753)


LEAVES EXTRACT AS AN ANESTHETIC AGENT ON
HAEMATOLOGICAL CONDITION OF TILAPIA
Oreochromis niloticus (LINN,1758) FRY
Revita Syefti Palmi, Indra Gumay Yudha, dan Wardiyanto….….. 897 – 908
TREATMENT OF VIBRIOSIS DISEASE (Vibrio harveyi) IN
VANAME SHRIMP (Litopenaeus vannamei, Boone 1931)
USING Avicennia alba LEAVES EXTRACT
Dian Rusadi, Wardiyanto, dan Rara Diantari……………..…….. 909 – 916
FEED ENRICHMENT WITH FISH OIL AND CORN OIL TO
INCREASE EEL GROWTH RATE Anguilla bicolor
(McCelland, 1844)
Dewi Retno Sari, Tarsim, dan Siti Hudaidah…………………….... 917 – 926
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN
(Nephelium lappaceum L.) PADA TRANSPORTASI
LOBSTER AIR TAWAR (Procambarus clarkii) DENGAN
SISTEM KERING
Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar..….. 927 – 938
STUDY OF USE FERMENTED BANANA Musa paradisiaca
(Linnaeus, 1761) HUMPS AS ORGANIC FERTILIZER TO
IMPROVE NATURAL FEED AVAILABILITY IN NURSERY
OF HOVEN’S CARP Leptobarbus hoevenii (Bleeker, 1851)
FRY
Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 939 – 950
EFFECT OF DIETARY FERMENTED LAMTORO (Leucaena
leucocephala) LEAVES FLOUR IN FEED ON
DIGESTIBILITY AND HEMATOLOGICAL PARAMETERS
OF CATFISH (Clarias sp.)
Achmad Noerkhaerin Putra, Anngy Chahya Pradana, Deny
Novriansyah, dan Mustahal………...……………………………….. 951 – 964
THE STIMULATION OF GONAD MATURITY OF ASIAN
REDTAIL CATFISH Hemibagrus nemurus (Valenciennes,
1840) THROUGH INDUCTION OF OOCYTE DEVELOPER
(Oodev) HORMONE
Devika Kharisma Putri, Tarsim, Deny Sapto Chondro Utomo,
dan Indra Gumay Yudha……………………………………………... 965 – 974
e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
p-ISSN: 2302-3600
e-ISSN: 2597-5315
e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

THE EFFECTS OF AMETHYST Datura metel (LINN, 1753) LEAVES


EXTRACT AS AN ANESTHETIC AGENT ON HAEMATOLOGICAL
CONDITION OF TILAPIA Oreochromis niloticus (LINN,1758) FRY

Revita Syefti Palmi*1, Indra Gumay Yudha, dan Wardiyanto*2

ABSTRACT

Anesthetic method is an important component to support the activities of


transporting live fish from one place to another for a long period of time. Cost
efficiency and effectiveness of anesthetic ingredients that not cause residues in fish
are factors to beconsidered as an anesthetic. Aim of this research is to study the
effect of subletal concentration of amethyst leaf extract on the hematological
conditions of tilapia fry after transporting on wet transportation systems. The
research procedure was through the amethyst leaf extract toxicity test series (LC50-
96 hours) to determine its sublethal concentration by 20% (0,297 ml/l), 30% (0,445
ml/l) and 40% (0,594 ml/l) of the LC50 value. The measured parameters are clinical
symptoms, period of fainting and conscious recovery, hematological analysis,
survival rate, and water quality. The results showed the concentration of amethyst
leaf extract had an effect (P<0,05) on the period of fainting and the hematological
component after transportation simulation. Results of water quality measurement
showed the parameters of pH at 6 and ammonia 0,04 mg/l are not at the optimum
value when fish transportation occur. The recommended concentration of amethyst
leaf extract for use as an anesthetic agent is 0,445 ml/l.

Keywords: anesthesia, transportation, subletal, hematological analysis,


extraction

Pendahuluan yang dapat dilakukan untuk


menanggulangi kondisi stres pada
Transportasi ikan hidup ikan selama transportasi salah satunya
merupakan salah satu mata rantai adalah dengan anestesi.
dalam usaha perikanan, sehingga Anestesi bekerja dengan
dibutuhkan teknik yang mendukung merelaksasi otot dan menghentikan
pendistribusian ikan ke berbagai refleks otonom dengan masih
lokasi budidaya. Kendala dalam mempertahankan fungsi respirasi dan
distribusi ikan, antara lain benih ikan kardiovaskular (Saputra, 2013).
mengalami stres selama transportasi Proses pemingsanan menggunakan
yang berakibat pada kematian. Upaya bahan anestesi bereaksi dengan
1
E-mail: revitaspalmi@gmail.com
2
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, 35145

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


898 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

berpindahnya bahan anestesi dari Ekstrak kasar daun kecubung


lingkungan ke organ pernapasan berpengaruh nyata terhadap
melalui proses difusi yang hematologi ikan nila yang diinfeksi
menyebabkan terjadinya penyerapan bakteri Aeromonas hydrophila
bahan anestesi ke dalam darah (Yusriyah, 2017).
danbersirkulasi di dalam darah Analisis tentang kondisi
sehingga menyebar keseluruh tubuh hematologi benih ikan yang
(Anderson dan Siwick, 2011). dianestesi menggunakan ekstrak daun
Beberapa tanaman yang kecubung diperlukan untuk
berfungsi sebagai bahan anestesi pada mengetahui kondisi kesehatan ikan,
ikan, seperti akar tuba yang dan menentukan konsentrasi optimal
mengandung senyawa rotenone yang diharapkan dapat menjadi bahan
(Gamalael, 2006), daun bandotan anestesi alami alternatif yang efektif,
yang mengandung minyak atsiri dan ekonomis serta efisien untuk
saponin (Pratama, 2016), biji karet transportasi ikan.
yang mengandung sianogenik
glukosida atau linamarin yang Metode
tergolong dalam alkaloid (Sukmiwati
dan Sari, 2007), tanaman kecubung Penelitian ini dilaksanakan
yang mengandung senyawa alkaloida pada bulan Mei – Juni 2018 di
tropan berupa antropin, hyosiamin Laboratorium Budidaya Perikanan,
dan skopolamin yang sangat beracun Jurusan Perikanan dan Kelautan,
(Katno, 2006). Fakultas Pertanian, Universitas
Tanaman kecubung mengan- Lampung. Alat dan bahan yang
dung senyawa aktif alkaloida yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dapat digunakan untuk menganestesi benih ikan nila ukuran 8 – 10 cm,
ikan dan senyawa ini terkandung di daun kecubung, etanol 96%, larutan
seluruh organ dari daun, akar, biji, hayem, larutan turk, larutan EDTA,
bunga, dan buah dengan konsentrasi HCl 0,1 N, akuarium ukuran
yang bervariasi. Daun kecubung 40x30x30 cm3, styrofoam, plastik
muda lebih banyak mengandung polyetilen, jarum suntik, tabung
racun dibandingkan dengan daun tua, eppendorf, hemacytometer, tabung
sehingga penggunaannya ber- mikrohematokrit, glukose meter,
pengaruh nyata terhadap kadar pipet sahli dan tabung Hb, mikroskop,
glukosa darah ikan mas (Cyprinus sentrifuge, termometer, pH-meter,
carpio). Isolasi senyawa alkaloid dan DO-meter.
pada tanaman kecubung menghasil- Daun kecubung diekstrak
kan komponen kristal metil yang meng-gunakan metode maserasi.
mempunyai efek relaksaksi pada otot Daun kecubung basah Sebanyak
lurik (Harahap, 2014). Menurut Adha 4.200 g dikeringanginkan, kemudian
(2013), penggunaan biji kecubung daun kecubung yang telah kering
untuk anestesi induk ikan lele dumbo dirajang halus dan direndam larutan
(Clarias gariepinus) lebih baik etanol 96% selama 72 jam. Hasil dari
dibandingkan dengan menggunakan perendaman kemudian disaring dan
ekstrak daun kecubung terhadap dipekatkan menggunakan vakum
waktu pingsan dan pulih sadar. rotary evaporator. Ekstrak yang

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


R.S. Palmi, I.G. Yudha, dan Wardiyanto 899

dihasilkan berupa larutan kental & perhitungan persentase hematokrit,


siap diuji tingkat efektivitasnya. jumlah sel darah merah dan sel darah
Uji pendahuluan untuk putih, diferensiasi leukosit, kadar
mengetahui nilai konsentrasi ambang hemoglobin, dan glukosa darah.
atas dan ambang bawah. Pada uji Analisis probit dan parameter
pendahuluan menggunakan 5 penelitian menggunakan program
konsentrasi dan 3 ulangan. SPSS ver.22. Parameter penelitian
Konsentrasi yang digunakan untuk diuji dengan analisis ragam anova
masing-masing perlakuan mengguna- pada tingkat kepercayaan 95% untuk
kan rumus logaritmik yaitu 100, 10, 1, menentukan apakah perlakuan
0,1, dan 0,01 ppm, kemudian berpengaruh nyata pada objek uji,
dilakukan uji konsentrasi letal (LC50- kemudian diuji lanjut dengan
96 jam) yang menyebabkan kematian menggunakan uji beda nyata jujur
ikan uji sebanyak 50% selama 96 jam. (BNJ) untuk membandingkan seluruh
Pada uji ini menggunakan 5 pasangan rata-rata perlakuan setelah
konsentrasi yang didapatkan dari uji analisis ragam. Data kualitas air
perhitungan nilai hasil uji dianalisis secara deskriptif dan
pendahuluan, hasil pengujian selama disajikan dalam bentuk tabulasi data,
uji toksisitas berupa data mortalitas serta pendataan dalam bentuk tabel
ikan, selanjutnya untuk simulasi dan grafik menggunakan Microsoft
transportasi menggunakan Excel 2016.
konsentrasi subletal dengan estimasi
di bawah 50% dari uji LC50-96 jam Hasil dan Pembahasan
yang dihitung melalui analisis probit.
Penelitian ini terdiri dari 4 Toksisitas Ekstrak Daun Kecubung
perlakuan dan 3 ulangan dengan Ekstrak daun kecubung yang
konsentrasi subletal 20%, 30%, dan termasuk dalam kategori toksik
40% dari nilai LC50, selanjutnya berdasarkan hasil pengujian (Tabel 1)
dilakukan simulasi transportasi. terhadap benih ikan nila terdapat
Prosedur simulasi transportasi adalah dalam ekstrak dengan konsentrasi 1,6
dengan memuasakan benih ikan nila ml/l yang menyebabkan kematian
selama 24 jam kemudian diberikan hingga 53,34%, dan konsentrasi 10
ekstrak daun kecubung sesuai dengan ml/l menyebabkan kematian hingga
konsentrasi pada perlakuan masing- 100% dalam waktu 96 jam. Hasil
masing, selanjutnya dilakukan perhitungan median letal
pengemasan dan ditransportasikan concentration (LC50) selama 96 jam
selama 4 jam. Waktu yang melalui analisis probit didapatkan
dibutuhkan untuk pengadaptasian konsentrasi yang menyebabkan
setelah transportasi yaitu selama 24 kematian benih ikan nila hingga 50%
jam di wadah pemeliharaan yang adalah 1,484 ml/l. Sehingga untuk
dilengkapi dengan aerasi yang cukup. pengujian gejala klinis saat
Parameter penelitian yaitu transportasi berupa konsentrasi di
gejala klinis, kecepatan waktu bawah subletal yaitu 0,297 ml/l, 0,445
pingsan dan pulih sadar, ml/l, dan 0,594 ml/l. Berdasarkan
kelangsungan hidup, kualitas air dan Rhamadhan (2015), bahwa ekstrak
analisis hematologi yang meliputi, daun kecubung memiliki tingkat

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


900 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

toksik >2.000 ppm atau >2 ml/l. yang masuk kedalam tubuh ikan,
Menurut Pratisari (2010), semakin kandungan yg berlebih tersebut akan
tinggi dosis yang diberikan maka bersifat toksik karena meningkatkan
akan semakin banyak senyawa asam laktat dalam darah.
alkaloid antropin, saponin, dan tanin

Tabel 1. Mortalitas benih ikan nila yang dipaparkan ekstrak daun kecubung selama
96 jam
Jumlah mortalitas (ekor) tiap
Konsentrasi waktu pengamatan (jam) Total Mortalitas
(ml/l) (ekor) (%)
24 48 72 96
0,2 - 1 - - 1 6,67
0,6 - 1 2 1 4 26,67
1,6 1 3 2 2 8 53,34
4 3 2 4 3 12 80,00
10 5 3 3 4 15 100,00

Gejala Klinis, Kecepatan waktu menurun namun keseimbangan masih


pingsan, dan pulih sadar terjaga, hingga tepat antara waktu 45
Gejala klinis, kecepatan waktu – 50 menit ikan telah memasuki tahap
pingsan, dan pulih sadar ikan yang pingsan berat (deep sedation) berupa
dipaparkan ekstrak daun kecubung kehilangan keseimbangan dan
ditampilkan pada Tabel 2. reaktivitas stimuli secara total.
Konsentrasi yang memberikan waktu Berdasarkan hasil uji statistik
pingsan tercepat hingga terlama pada tingkat kepercayaan 95%
dalam proses anestesi berturut-turut menunjukkan bahwa pemberian
yaitu 0,594 ml/l (P3) selama 17’41’’, konsentrasi subletal ekstrak daun
0,445 ml/l (P2) selama 34’06’’, dan kecubung berpengaruh nyata terhadap
0,297 ml/l (P1) selama 56’02’’. kecepatan waktu pingsan benih ikan
Gejala klinis yang terlihat pada waktu nila. Gejala yang terjadi sesuai
0 – 15 menit pemberian konsentrasi dengan pernyataan Mustchler (2010),
subletal terendah yaitu ikan masih bahwa senyawa aktif yang terdapat
berada dalam kondisi normal berupa pada ekstrak daun kecubung yaitu
reaktif terhadap stimuli eksternal dan alkaloid antropin akan langsung
laju bukaan operkulum stabil, mempengaruhi sistem saraf pusat
kemudian memasuki waktu 30 – 45 dengan menghambatnya, sehingga
menit ikan mulai memasuki tahapan menurunkan frekuensi jantung yang
pingsan ringan (light sedation) ditandai melalui bukaan operkulum
dengan gejala berupa kehilangan dan reaktivitas terhadap stimuli yang
reaktivitas stimuli, bukaan operkulum berkurang.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


R.S. Palmi, I.G. Yudha, dan Wardiyanto 901

Tabel 2. Gejala klinis dan waktu pingsan benih ikan nila yang dianestesi dengan
ekstrak daun kecubung pada konsentrasi subletal
Waktu ke- (menit) Waktu Pingsan
Perlakuan
0 – 15 15 – 30 30 – 45 45 – 60 Berat*
P1 - - I II 56’02’’a
P2 - I II 34’06’’b
P3 I II 17’41’’c
Keterangan: (-) = Normal
(I) = Pingsan ringan
(II) = Pingsan berat
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Konsentrasi yang memberikan Berdasarkan hasil uji statistik


kecepatan waktu pulih sadar benih pada tingkat kepercayaan 95%
ikan nila tercepat hingga terlama yaitu menunjukkan bahwa pemberian
pada konsentrasi 0,297 ml/l (P1) konsentrasi subletal ekstrak daun
selama 8’37’’, 0,445 ml/l (P2) selama kecubung berpengaruh nyata terhadap
14’54’’, dan 0,594 ml/l (P3) selama kecepatan waktu pulih sadar benih
21’09’’. Gejala klinis dalam ikan nila. Menurut Setiawan (2012)
kecepatan waktu pulih sadar tercepat bahwa semakin tinggi senyawa
selama proses pemulihan memasuki anestesi yang diberikan pada ikan,
tahapan pulih total dalam waktu 8 maka pengaruh senyawa tersebut
menit dengan gejala klinis berupa akan semakin meningkat. Sehingga
responsif terhadap stimuli visual dan benih ikan nila ketika masuk tahap
dapat berenang untuk menghindar, pemulihan setelah transportasi
dan pada waktu pulih sadar terlama membutuhkan waktu yang relatif
melalui tahapan mulai pulih dengan lama untuk menetralisir bahan
gejala berupa keseimbangan serta anestesi dan mengaktifkan kembali
pergerakan operkulum yang mulai fungsi jaringan tubuhnya. Saat benih
normal dan kemudian memasuki ikan nila dipindahkan ke dalam air
tahapan gejala klinis pulih total dalam media baru dan diberi aerasi, maka
waktu 21 menit (Tabel 3). insang akan mendifusikan ekstrak
daun kecubung yang ada dalam darah.

Tabel 3. Gejala klinis dan waktu pulih sadar benih ikan nila yang dianestesi dengan
ekstrak daun kecubung pada konsentrasi subletal
Waktu ke- (menit) Waktu Pulih
Perlakuan
0 – 10 10 – 20 20 – 25 Total*
P1 II 8’37’’a
P2 I II 14’54’’a
P3 - I II 21’09’’b
Keterangan: (-) = Normal
(I) = Pingsan ringan
(II) = Pingsan berat
* Huruf superscript yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


902 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

Tingkat Kelangsungan hidup mengganggu transmisi impuls dari


(survival rate) otak ke insang. Keadaan tersebut
Persentase kelangsungan hidup dapat mengganggu atau bahkan
benih ikan nila yang dipaparkan menghentikan sirkulasi darah dari
ekstrak daun kecubung setelah insang ikan nila ke otak sehingga
simulasi transportasi yang tertinggi menyebabkan kematian (Setiawan,
hingga terendah berturut-turut yaitu 2012).
90,00% (P2), 86,67% (P3), 76,67%
(P1), dan 73,33% (K). Persentase Tabel 4. Kelangsungan hidup benih
kelangsungan hidup benih ikan nila ikan nila
setelah pemeliharaan yang tertinggi Tingkat Kelangsungan
hingga terendah yaitu 83,33% (P2), Hidup (%)
Perlakuan
Setelah Setelah
73,33% (P3), dan 60,00% (P1 dan K)
transportasi pemeliharaan
(Tabel 4). Berdasarkan hasil uji K 73,33 ± 0,12a 60,00 ± 0,10a
statistik pada tingkat kepercayaan P1 76,67 ± 0,06a 60,00 ± 0,00a
95% menunjukkan bahwa pemberian P2 90,00 ± 0,10a 83,33 ± 0,12a
a
konsentrasi subletal ekstrak daun P3 86,67 ± 0,06 73,33 ± 0,12a
kecubung tidak berpengaruh nyata * Huruf superscript yang berbeda
menunjukkan hasil yang berbeda nyata
terhadap tingkat kelangsungan hidup (P<0,05)
benih ikan nila setelah transportasi
dan setelah pemeliharaan. Hematologi Benih Ikan Nila
Konsentrasi ekstrak daun Jumlah sel darah merah benih
kecubung 0,445 ml/l dan 0,594 ml/l ikan nila setelah trasnportasi dari
dapat mempertahankan kelangsungan tertinggi hingga terendah berturut-
hidup benih ikan nila dengan turut yaitu 2,43x106 sel/mm3(K),
menurunkan laju respirasi dan 1,28x106 sel/mm3 (P1), 0,61x106
metabolisme ikan hingga mengurangi sel/mm3 (P2), dan 0,36x106 sel/mm3
tingkat kematian ikan selama (P3). Jumlah sel darah merah setelah
transportasi. Menurut Hamid (1980) pemeliharaan berturut-turut yaitu
transportasi ikan tergolong berhasil 1,55x106 sel/mm3 (P3), 1,41x106
apabila jumlah ikan hidup lebih dari sel/mm3 (P2), dan 0,77x106 sel/mm3
90%. Pemuasaan ikan sebelum (K dan P1) (Tabel 5). Berdasarkan
transportasi dapat menurunkan kerja hasil uji statistik pada tingkat
dari otot polos sehingga kepercayaan 95% menunjukkan
mempengaruhi sistem pencernaan bahwa pemberian konsentrasi subletal
(Fujaya, 2004) dan menurut Arindra ekstrak daun kecubung berpengaruh
(2007) bahwa suhu pengepakan 15 – nyata terhadap jumlah sel darah
24 oC dimaksudkan untuk menjaga merah benih ikan nila pada perlakuan
kondisi ikan tetap tenang selama kontrol dan ikan sebelum pengujian.
melewati fase panik dan Lebih tingginya jumlah sel darah
mempertahankan bahan aktif yang merah ikan pada perlakuan kontrol
terkandung dalam bahan anestesi yang tidak diberikan ekstrak daun
lebih lama dalam tubuh ikan. Waktu kecubung menunjukkan bahwa ikan
pembiusan yang lama akan berada dalam kondisi stres selama
mengakibatkan bahan anestesi proses transportasi berlangsung.
terakumulasi pada otak dan Menurut Wedemeyer dan Yasutake

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


R.S. Palmi, I.G. Yudha, dan Wardiyanto 903

(1996) jumlah sel darah merah yang Sel darah putih merupakan sel darah
tinggi menandakan bahwa ikan dalam yang berperan dalam sistem
keadaan stres. Jumlah tersebut masih kekebalan tubuh yang membantu
tergolong dalam kisaran normal membersihkan tubuh dari benda asing
berdasarkan Hartika et al. (2014), yang masuk melalui sistem imun
bahwa jumlah sel darah merah normal untuk melakukan adaptasi atau
pada ikan nila berkisar 0,02 – 3,00 x mensintesa antibodi (Moyle dan
106 sel/mm3. Jumlah sel darah merah Cech, 2004).
yang rendah pada konsentrasi yang Kadar hematokrit benih ikan
diberikan ekstrak daun kecubung nila setelah trasnportasi dari tertinggi
menunjukkan bahwa ikan mengalami hingga terendah berturut-turut yaitu
anemia. Hal ini sesuai dengan 28,06% (K), 26,32% (P1), 19,39%
pernyataan dari Robert (1978) bahwa (P2), dan 18,36% (P3). Kadar
jumlah sel darah merah yang rendah hematokrit setelah pemeliharaan
menunjukkan terjadinya anemia berturut-turut yaitu 36,74% (P3),
sehingga dapat diindikasikan bahwa 32,21% (P2), 29,80% (P1), dan
tubuh ikan mengadaptasikan diri 28,57% (K) (Tabel 5). Seluruh
dengan lingkungan yang terkandung persentase rata-rata tersebut masih
senyawa aktif dengan menstimulasi berada pada kisaran normal.
produksi sel darah putih dan Berdasarkan hasil uji statistik
mengurangi jumlah sel darah merah menunjukkan bahwa pemberian
sebagai bentuk pertahanan tubuh. konsentrasi subletal ekstrak daun
Jumlah sel darah putih benih kecubung berpengaruh nyata terhadap
ikan nila setelah trasnportasi dari kadar hematokrit benih ikan nila pada
tertinggi hingga terendah berturut- perlakuan kontrol, P1 dan ikan
turut yaitu 3,60x104 sel/mm3 (P3), sebelum pengujian. Menurut Hardi
3,22x104 sel/mm3 (P2), 3,05x104 (2011), kisaran persentase hematokrit
sel/mm3 (P1), dan 2,72x104 sel/mm3 normal pada ikan nila adalah 27,3 –
(K). Jumlah sel darah putih setelah 37,8%. Terjadinya penurunan
pemeliharaan berturut-turut yaitu persentase hematokrit disebabkan
3,27x104 sel/mm3 (P3), 3,15x104 oleh beberapa faktor seperti terjadi
sel/mm3 (P2), 3,08x104 sel/mm3 (P1), infeksi atau akibat perubahan
dan 3,03x104 sel/mm3 (K) (Tabel 5). lingkungan secara cepat, sehingga
Berdasarkan hasil uji statistik dapat menurunkan nafsu makan ikan
menunjukkan bahwa pemberian dan jumlah sel darah merah
konsentrasi subletal ekstrak daun berkurang(Jawad et al., 2004).
kecubung tidak berpengaruh nyata Kadar hemoglobin benih ikan
terhadap jumlah sel darah putih benih nila setelah trasnportasi dari tertinggi
ikan nila setelah transportasi dan hingga terendah berturut-turut yaitu
setelah pemeliharaan. Menurut 12,08 G/% (K), 10,97 G/% (P1), 9,05
Hartika et al. (2014), kisaran jumlah G/% (P2), dan 8,83 G/% (P3). Kadar
sel darah putih normal pada ikan yaitu hemoglobin setelah pemeliharaan
3,2 – 14,6x104 sel/mm3. Faktor-faktor berturut-turut yaitu 7,20 G/% (P3),
yang mempengaruhi jumlah sel darah 7,13 G/% (P2), 6,67 G/% (P1), dan
putih adalah kondisi dan kesehatan 6,12 G/% (K) (Tabel 5). Berdasarkan
tubuh ikan hingga kondisi kualitas air. hasil uji statistik menunjukkan bahwa

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


904 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

pemberian konsentrasi subletal lymphocitemia dan neurophilia


ekstrak daun kecubung berpengaruh (Evans et al., 2004).
nyata terhadap kadar hemoglobin Persentase monosit benih ikan
benih ikan nila pada perlakuan nila setelah trasnportasi dari tertinggi
kontrol, P1 dan ikan sebelum hingga terendah berturut-turut yaitu
pengujian. Menurut Salasia et al. 5,65% (P3), 5,52% (P1), 5,37% (P2),
(2001) kadar hemoglobin normal dan 5,35% (K). Persentase monosit
pada ikan nila yaitu 5,05 – 8,33 G/%. setelah pemeliharaan berturut-turut
Rendahnya kadar hemoglobin yaitu 5,64% (P2), 5,53% (K), 5,52%
berdampak pada jumlah oksigen yang (P3), dan 5,49% (P1) (Tabel 5).
rendah dalam darah. Banyak faktor Berdasarkan hasil uji statistik
yang mempengaruhi kadar menunjukkan bahwa pemberian
hemoglobin di antaranya dapat konsentrasi subletal ekstrak daun
mengindikasikan bahwa ikan terkena kecubung tidak berpengaruh nyata
infeksi, akibat buruknya kualitas air terhadap persentase monosit benih
dan ikan mengalami perubahan ikan nila setelah transportasi dan
lingkungan secara mendadak setelah pemeliharaan. Menurut Hardi
(Dellman dan Brown, 1992). (2011), nilai normal persentase
Kadar glukosa darah benih ikan monosit pada ikan nila normal adalah
nila setelah trasnportasi dari tertinggi 3,9 – 5,9 % dari total jumlah sel darah
hingga terendah berturut-turut yaitu putih.
184 mg/dl (K), 108 mg/dl (P1), 98 Persentase neutrofil benih ikan
mg/dl (P2), dan 61 mg/dl (P3). Kadar nila setelah trasnportasi dari tertinggi
glukosa setelah pemeliharaan hingga terendah berturut-turut yaitu
berturut-turut yaitu 71 mg/dl (K), 68 19,76% (P3), 18,66% (P2), 16,90%
mg/dl (P1), 67 mg/dl (P2), dan 63 (P1), dan 15,72% (K). Persentase
mg/dl (P3) (Tabel 5). Berdasarkan neutrofil setelah pemeliharaan
hasil uji statistik menunjukkan bahwa berturut-turut yaitu 16,67% (P3),
pemberian konsentrasi subletal 16,24% (P2), 14,71% (P1), dan
ekstrak daun kecubung berpengaruh 13,75% (K) (Tabel 5). Berdasarkan
nyata terhadap kadar glukosa darah hasil uji statistik menunjukkan bahwa
benih ikan nila saat setelah pemberian konsentrasi subletal
transportasi, dan pada perlakuan ekstrak daun kecubung berpengaruh
kontrol dan ikan sebelum pengujian nyata terhadap persentase neutrofil
setelah pemeliharaan. Menurut Royan benih ikan nila pada perlakuan
(2014) kadar glukosa darah normal kontrol, P1 dan ikan sebelum
pada ikan nila yaitu 62,00 – 72,22 pengujian. Menurut Hardi (2011),
mg/dl. Stres pada ikan diakibatkan bahwa kisaran persentase neutrofil
perubahan lingkungan akibat normal pada ikan nila yaitu 10 –
beberapa hal atau perlakuan misalnya 18,1% dari jumlah total sel darah
akibat proses transportasi, maka kadar putih.
glukosa darah akan meningkat, Persentase limfosit benih ikan
kemudian kelenjar thyroid distimulasi nila setelah trasnportasi dari tertinggi
dengan bertambahnya pengeluaran hingga terendah berturut-turut yaitu
thyroxin dalam darah sehingga terjadi 73,20% (K), 72,32% (P1), 69,18%
(P2), dan 60,70% (P3). Persentase

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


R.S. Palmi, I.G. Yudha, dan Wardiyanto 905

limfosit setelah pemeliharaan komponen diferensiasi leukosit


berturut-turut yaitu 76,46% (K), menunjukkan bahwa terdapat korelasi
73,11% (P1), 72,08% (P2), dan antara neutrofil dan limfosit. Hal ini
69,60% (P3) (Tabel 5). Berdasarkan sesuai dengan Jawad et al. (2004),
hasil uji statistik menunjukkan bahwa bahwa jumlah limfosit yang tinggi
pemberian konsentrasi subletal dalam sirkulasi darah akan diimbangi
ekstrak daun kecubung berpengaruh dengan jumlah neutrofil yang rendah
nyata terhadap persentase limfosit dan sebaliknya. Terjadinya
benih ikan nila pada perlakuan penurunan jumlah leukosit dalam
kontrol dan ikan sebelum pengujian. darah disebabkan karena sebagian
Menurut Hardi (2011), kisaran besar limfosit dari sirkulasi darah
persentase limfosit normal pada ikan berkonsentrasi dalam jaringan dimana
nila adalah 68 – 86%. Berdasarkan terjadi peradangan.
nilai hasil persentase antara

Tabel 5. Jumlah sel darah merah (eritrosit),jumlah sel darah putih (leukosit),
persentase hematokrit, kadar hemoglobin, kadar glukosa darah dan
persentase diferensiasi leukosit benih ikan nilasetelah simulasi transportasi
Sebelum Perlakuan
Parameter
pengujian K K' P1 P1' P2 P2' P3 P3'
Eritrosit (x 106 sel/mm3) 1,86 ± 0,03a 2,43 ± 0,07b 0,77 ± 0,05b 1,28 ± 0,03c 0,77 ± 0,01b 0,61 ± 0,01d 1,41 ± 0,01c 0,36 ± 0,01e 1,55 ± 0,08d
4 3 a a a ab a ab ab b ab
Leukosit (x 10 sel/mm ) 2,78 ± 0,08 2,72 ± 0,29 2,50 ± 0,05 3,05 ± 0,05 2,53 ± 0,38 3,22 ± 0,23 2,68 ± 0,03 3,60 ± 0,26 2,80 ± 0,05
a a a a ab b b
Hematokrit (%) 21,81 ± 0,34 28,00 ± 0,75 28,57 ± 0,78 26,22 ± 0,95 29,85 ± 0,83 19,35 ± 0,56 32,25 ± 0,69 b
18,34 ± 0,95 36,76 ± 1,07c
a b ab bc ab c b c b
Hemoglobin (g/%) 5,12 ± 0,08 12,08 ± 1,01 6,12 ± 0,33 10,97 ± 1,79 6,67 ± 0,86 9,05 ± 0,94 7,13 ± 0,91 8,83 ± 1,00 7,20 ± 0,95
a b b c a d a e a
Glukosa (mg/dL) 95 ± 0,58 184 ± 0,58 98 ± 1,00 108 ± 1,00 85 ± 0,58 98 ± 0,00 83 ± 0,58 61 ± 0,58 81 ± 1,53
Monosit (%) 5,32 ± 0,11a 5,35 ± 0,18a 5,53 ± 0,11a 5,52 ± 0,43a 5,49 ± 0,12a 5,37 ± 0,28a 5,64 ± 0,08a 5,65 ± 0,24a 5,52 ± 0,08a
Neutrofil (%) 7,30 ± 0,17a 7,06 ± 0,12b 6,75 ± 0,22a 7,57 ± 0,10b 7,05 ± 0,08ab 8,26 ± 0,13c 7,58 ± 0,12c 9,42 ± 0,38c 8,01 ± 0,15c
Limfosit (%) 75,55 ± 0,45a 73,20 ± 0,34ab 76,46 ± 0,83a 72,32 ± 1,11b 73,11 ± 0,87b 69,18 ± 0,37c 72,08 ± 0,74b 60,70 ± 1,66d 69,60 ± 0,42c
Keterangan: Perlakuan tanpa tanda aksen adalah saat setelah transportasi dan perlakuan dengan tanda aksen adalah saat setelah pemeliharaan.

Analisis Kualitas Air masih mendukung kehidupan ikan


Pengukuran suhu setelah yang diangkut, dan ideal pada 6,5 –
transportasi yaitu 22 oC (Tabel 6), 8,5. Hal ini sesuai dengan Harahap
karena pada suhu tersebut dapat (2014), bahwa penurunan kondisi pH
menjaga stabilitas kondisi media air setelah diberi ekstrak daun kecubung
selama transportasi agar ikan tetap dikarenakan air yang bercampur
berada dalam kondisi teranastesi lebih dengan karbondioksida yang
lama. Hal ini sesuai dengan menghasilkan asam karbonat
pernyataan dari Khairuman et al. sehingga nilai pH menjadi turun.
(2013), bahwa suhu yang optimal Pengukuran oksigen terlarut
untuk menjaga kondisi ikan selama (DO) sebelum transportasi yaitu
transportasi adalah antara 20 – 30oC. sebesar 5 mg/l, setelah pemeliharaan
Nilai pH sebelum diberi ekstrak sebesar 7 mg/l, saat transportasi
kecubung sebesar 7 dan sesudah mengalami penurunan sebesar 6 mg/l
diberi perlakuan turun sebesar 6 (Tabel 6). Menurut BSN (2009) kadar
(Tabel 6). Menurut Pescod (1973), oksigen terlarut yang baik untuk ikan
bahwa nilai pH air media pengepakan yaitu >3 mg/l. Pemeliharaan ikan
berkisar antara 6,31-7,20, kisaran ini dilakukan di kolam ukuran

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


906 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

200x100x100 cm3 dengan kepadatan ≤ 0,02 mg/l. Pada perlakuan kontrol


cukup tinggi yaitu 350 ekor serta ikan tidak diberikan bahan anestesi
fasilitas aerasi yang hanya sehingga selama transportasi
mengandalkan pompa dan saat berlangsung ikan mengalami stres
trasnportasi pengemasan dilakukan dan mengekskresikan feses berlebih
secara tertutup tanpa input dari udara pada media air, dan pada perlakuan
luar. konsentrasi subletal ekstrak daun
Kadar amonia pada awal kecubung meskipun ikan telah berada
sebelum pengujian dan setelah pada kondisi dipuasakan, ikan
pemeliharaan berada pada kisaran mengalami proses pengadaptasian
yang aman bagi ikan. Saat dengan mengekskresikan sisa
transportasi kadar amonia berada metabolisme ke media air setelah
pada nilai tertinggi yaitu sebesar 0,04 diberikan bahan anestesi.
mg/l (Tabel 6). Menurut BSN (2009)
kisaran amonia aman bagi ikan yaitu

Tabel 6. Kualitas air media pengujian benih ikan nila selama penelitian
Hari Pengamatan Nilai
Parameter
1 3 7 Optimum
25 – 32*
Suhu (oC) 28 22 28-29
20 – 25**
pH 7 6 7 6,5 – 8,5*
DO (mg/l) 5 6 7 ≥ 3*
Amonia (mg/l) 0,75 3-5 2 ≤ 0,02*
Sumber : * BSN (Badan Standarisasi Nasional), (2009)
** Khairuman et al. (2013)

Kesimpulan dan Saran Health and Environment”. Asia


Fisheries Society. 96 hlm.
Ekstrak daun kecubung dapat Arindra, D. 2007. Penggunaan Daun
digunakan sebagai bahan anestesi Bandotan (Ageratum conyzoides)
untuk transportasi ikan. sebagai Bahan Antimetabolik
Alami untuk Menekan Konsumsi
Daftar Pustaka Oksigen Ikan Mas (Cyprinus
carpio) selama Transportasi.
Adha, Y. 2013. Pengaruh konsentrasi Skripsi. Fakultas Kedokteran
ekstrak daun dan biji kecubung Hewan, Universitas Airlangga,
(Datura metel, L.) terhadap proses Surabaya. 39 hlm.
pembiusan induk ikan lele dumbo BSN (Badan Standarisasi Nasional).
(Clarias gariepinus, B). Jurnal 2009. Produksi Ikan Nila
Budidaya Perairan Universitas (Oreochromis niloticus) Kelas
Bung Hatta, 3(1): 4 – 6. Pembesaran di Kolam Air Tenang.
Anderson, D.P. & Siwick, A. 2011. SNI 7550:2009. Jakarta. (Diakses
Basic hematology and serology for dari: www.bsn.go.id, 28
fish health programs. Second September 2018)
Symposium on Decease in Asia Dellman, H.D. & Brown, E.M. 1992.
Aquaculture “Aquatic Animal Buku Teks Histologi Veteriner.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


R.S. Palmi, I.G. Yudha, dan Wardiyanto 907

Universitas Indonesia, Jakarta. 279 Disertasi. Institut Pertanian Bogor,


hlm. Bogor. 162 hlm.
Evans, J.J., Klesius, P.J., Gilbert, Hartika, R., Mustahal, & Putra, A.N.
P.M, Shoemaker, C.A., Al Sarawi, 2014. Gambaran darah ikan nila
M.A., Landsberg, J., Duremdez, (Oreochromis niloticus) dengan
R., Al Marzouk, A., & Al Zenki, S. penambahan dosis prebiotic yang
2004. Characterization of berbeda dalam pakan. Jurnal
betahaemolytic group-B Perikanan dan Kelautan, 4(4): 240
Streptococcus agalactiaein – 259.
Cultured Seabream, Sparus Jawad, L.A, Al Mukhtar, M.A. &
auratus, and Wild Mullet, Liza Ahmed, H.K. 2004. The
Klunzingeri (day), in Kuwait. relationship between hematokrit
Journal Fish Disease, 2(5): 505 – and some biological parameters of
513. The Indian Shad, Temalosa ilisha.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan: Animal Biodiversity and
Dasar Pengembangan Teknik Concersation Journal, 2(7): 47 –
Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta. 52.
124 hlm. Katno, P.S. 2006. Tingkat Manfaat
Gamalael, G.C. 2006. Pengaruh dan Keamanan Tanaman Obat dan
Penggunaan Anestesi Ekstrak Obat Tradisional. Press release.
Akar Tuba (Derris elliptica) Fakultas Farmasi, UGM,
dengan Dosis Berbeda dalam Yogyakarta. Hal 8 – 9.
Sistem Transportasi Ikan Mas Khairuman, D., Sudenda, & Gunadi,
(Cyprinus carpio L.). Skripsi. B. 2013. Budidaya Ikan Mas
Fakultas Kedokteran Hewan, Secara Intensif. Agromedia
Universitas Airlangga, Surabaya. Pustaka, Jakarta. 81 hlm.
68 hlm. Mutschler, E. 2010. Dinamika Obat
Hamid, N & Mardjono, M. 1980. Farmakologi dan Toksikologi,
Pengangkutan dan Penampungan Edisi Kelima. Institut Teknologi
Benih Udang (Pedoman Bandung, Bandung. 922 hlm.
Pembenihan Udang Panaeid). Moyle, P.B. & Cech Jr., J. 2004.
Direktorat Jendral Perikanan, Fishes: An Introduction to
Departemen Pertanian, Jepara. Hal Ichthiology. Parentice Hall, USA.
93 – 98. 597 hlm.
Harahap, H.F. 2014. Teknik Oxyta, D.A. 2003. Pengaruh
Imotilisasi Ikan Mas (Cyprinus Penggunaan Anestesi Diazepam
carpio) Menggunakan Ekstrak dengan Dosis yang Berbeda dalam
Daun Kecubung (Datura metel L). Sistem Transportasi terhadap
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Kelulushidupan Benih Ikan
Bogor. 29 hlm. Kerapu Macan (Epinephelus
Hardi, E.H. 2011. Kandidat Vaksin fuscoguttatus). Skripsi. Universitas
Potensial Streptococcus agalactiae Brawijaya, Malang. 57 Hlm.
untuk Pencegahan Penyakit Pescod, M.B. 1973. Investigation of
Streptococcosis pada Ikan Nila rational effluent and stream
(Oreochromis niloticus). standard for trophical countries.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


908 Ekstrak Daun Kecubung sebagai Bahan Anastesi

Asian Institue of Technology, Setiawan, D. 2012. Pengaruh


Bangkok. 51 hlm. Penggunaan Anestesi Midazolam
Pratama, A.W. 2016. Potensi Sedasi dengan Dosis yang Berbeda dalam
Minyak Atsiri Daun Bandotan Sistem Transportasi terhadap
(Ageratum conyzoides) Terhadap Lama Pingsan dan Waktu Pulih
Ikan Koi (Cyprinus carpio). Sadar Benih Ikan Nila
Skripsi. Universitas Airlangga, (Oreochromis niloticus). Skripsi.
Surabaya. 57 hlm. Universitas Brawijaya, Malang. 50
Pratisari. 2010. Transportation of Hlm.
Indigo Fish (Oreochromis Wedemeyer, G.A. & Yasutake, W.T.
niloticus) System Lifedry by Using 1996. Clinical methods for
A Low-Temperature Direct assesment of the effect of
Anesthetic. Skripsi. Institut environmental stress on fish
Pertanian Bogor, Bogor. 193 hlm. health. Technical papers of the U.S
Rhamadhan, I. 2015. Efektivitas Fish and Wildlife Service, Fish and
penambahan ekstrak daun Wildlife Service, 8(9): 1 – 17.
kecubung (Datura metel L) pada Yusriyah, A.A. 2017. Pengaruh
pakan untuk pencegahan Ekstrak Kasar Daun Kecubung
Streptocococcis pada benih ikan Datura metel L. terhadap
nila sultana Oreochromis niloticus. Hematologi Ikan Nila
Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 15(3): Oreochromis niloticus yang
245 – 255. Diinfeksi Bakteri Aeromonas
Roberts, R.J. 1978. The Bacteriology hydrophila. Thesis. Universitas
of Teleostei in Fish Pathology. Brawijaya, Malang. 56 hlm.
Ballier Tindall, London. Hal: 205
– 308.
Salasia, S.I.O, Sulanjari, D. &
Ratnawati, A. 2001. Studi
hematologi ikan air tawar. Jurnal
Berkala Ilmiah Biologi, 2(12): 720
– 723.
Saputra, M.H. 2013. Struktur
histologis insang dan kadar
hemoglobin ikan asang
(Osteochilus hasseltii) di Danau
Singkarak dan Maninjau, Sumatra
Barat. Jurnal Biologi Universitas
Andalas, 1(1): 138 – 144.
Sukmiwati, M. & Sari, I.N. 2007.
Pengaruh konsentrasi ekstrak biji
karet (Havea brancilliensis, Muel,
ARG) sebagai pembius terhadap
aktivitas dan kelulusan hidup ikan
mas (Cyprinus carpio, L) selama
transportasi. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 1(27): 23 – 29.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

TREATMENT OF VIBRIOSIS DISEASE (Vibrio harveyi) IN VANAME


SHRIMP (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) USING Avicennia alba
LEAVES EXTRACT

Dian Rusadi*1, Wardiyanto, dan Rara Diantari2

ABSTRACT

Avicennia alba is a mangrove plant that often ued by coastal society as a


traditional medecine, it is potential to be dveloped as the sources of
pharmaceutical. The aim of the research is to examine the effect of Avicennia alba
leaves extract various concentrations to Vibrio harveyi infection on vaname shrimp.
The addition of the extract is thought to be used as an antibacterial so that it can
give effect to the attack of V. harveyi in vaname shrimp. Vaname shrimps (total of
120 shrimps) with a weight of 10±2g/ind were injected intramuscularly with V.
harveyi bacteria in 107 CFU/ml density. After the occurrences of clinical
symptoms, the shrimps were immersed into A. alba leaves extract with
concentration 0 ppm, 150 ppm, 250 ppm, and 350 ppm for 21 days. The results
showed that the addition leaves extract can increase shrimp’s survival rate as much
as 46.67% and increase the shrimp’s ability to prevent (RPS) V. harveyi infection
untill of 70±15%. The mean time of death (MTD) was 106±18.33 hours, it caused
there ar active compounds contained such as saponin, tannin, and steroid be
suspected antibacterial so that they can protect shrimp from the effect of Vibrio
infection damage. Giving a concentration of 250 ppm Avicennia alba leaves extract
can treat vaname shrimp which was attacked by V. harveyi better than other
treatments.

Keyword: Avicennia alba leaf, Litopenaeus vanname, antibacteri, Vibrio harveyi

Pendahuluan udang yang terinfeksi WSSV mampu


melemahkan imunitas dan menyebab-
Infeksi bersama umumnya kan udang mudah terinfeksi patogen
ditemukan pada budidaya udang dan oportunistik seperti Vibrio yang dapat
mengakibatkan masalah serius mengakibatkan kematian lebih tinggi
dibanding dengan infeksi tunggal dibanding dengan infeksi tunggal
(Phouc et al., 2009; Martorelli et al., WSSV. Salah satu bakteri yang
2010; Chen et al., 2012). Infeksi dominan ditemukan ketika adanya
bersama pada udang umumnya infeksi WSSV adalah Vibrio harveyi
disebabkan oleh penyakit virus dan (Jithendran et al., 2010).
bakteri. Menurut Rangkuti (2017)
1
E-mail: rusadidian47@yahoo.com
2
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, 35145

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


910 Pengobatan Penyakit Vibriosis Pada Udang Vaname

Vibrio harveyi merupakan dapat digunakan sebagai antioksidan,


bakteri penyebab penyakit vibriosis anti inflammatory, dan anti
yang meresahkan pembudidaya cholinergic. Kemampuan ekstrak
udang sebab dapat menyebabkan daun Avicennia alba dalam
kematian udang hingga 80% dalam menghambat dan membunuh V.
beberapa hari (Isarangkura & Sae- harveyi disebabkan memiliki tiga
Hee, 2002). Penyakit ini juga dapat senyawa metabolit sekunder yaitu
menyebabkan kematian massal baik saponin, flavonoid, dan tanin yang
pada pembenihan maupun dapat bekerja merusak membran
pembesaran udang vaname didunia sitoplasma (Fitri et al., 2018). Namun
karena sifatnya yang virulen penelitian mengenai konsentrasi
(Soonthornchai et al., 2010). Gejala ekstrak daun Avicennia alba yang
klinis udang yang terinfeksi penyakit tepat dalam menghambat serangan
vibriosis menunjukkan berwarna bakteri V. harveyi pada udang vaname
hitam kemerahan, dan beberapa organ perlu diteliti lebih lanjut. Pemberian
luar tampak merah, terutama pada ekstrak diduga dapat dijadikan
insang dan anggota badan (Septiani et sebagai antibakteri sehingga dapat
al., 2012). memberikan pengaruh terhadap
Berbagai usaha dalam serangan V. harveyi pada udang
pengobatan penyakit vibriosis telah vaname.
banyak dilakukan, namun hingga saat Tujuan dari penelitian ini
ini kematian udang masih terjadi. adalah untuk menguji pengaruh
Pengobatan yang umum dilakukan ekstrak daun Avicennia alba dengan
adalah dengan aplikasi antibiotik. berbagai konsentrasi terhadap
Penggunaan antibiotik atau bahan serangan Vibrio harveyi pada udang
kimia dengan konsentrasi yang vaname.
kurang tepat dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan Metode
perairan, menyebabkan resistensi, dan
membahayakan kesehatan konsumen Preparasi dan Ekstraksi Sampel
karena residu dari bahan kimia yang Daun mangrovediambil dari
digunakan akan terakumulasi secara kawasan Pulau Pasaran, Bandar
berkala pada tubuh udang (Defoirdt et Lampung. Bagian mangrove yang
al., 2007). diambil dipilih secara acak dengan
Salah satu pendekatan yang tidak mempertimbangkan umur dan
dapat diterapkan adalah penggunaan letak daun. Kemudian dibersihkan
senyawa bioaktif alami dengan dari kotoran dengan akuades dan
spektrum yang luas tanpa efek dikeringanginkan. Sampel mangrove
samping yang berbahaya. Beberapa dicacah halus dan dimasukkan
spesies mangrove juga digunakan kedalam erlenmeyer. Sebanyak 100 g
untuk menghambat vibriosis seperti ekstrak kasar diekstraksi selama 24
Avicennia marina dan Sonneratia jam dengan pelarut metanol 70%,
caseolaris (Maryani et al., 2002; kemudian disaring dengan kertas
Zulham, 2004). Prabhu et al. (2012) saring. Selanjutnya residu diekstraksi
menyebutkan daun Avicennia alba berulang kali pada suhu ruang sampai
mengandung senyawa bioaktif yang tidak berwarna lagi kembali

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dian Rusadi, Wardiyanto, dan Rara Diantari 911

Selanjutnya filtrat diultrasonifikasi dilakukan pengulangan sebanyak 3


dan dipekatkan menggunakan kali, selanjutnya diinkubasi pada suhu
Vacuum Rotary Evaporatror (IKA 33 °C. Pengamatan dan pemeriksaan
RV 10 Auto V-C, No. 0010003475 dilakukan terhadap ukuran diameter
Germany) pada suhu 37 °C, sehingga zona bening yang terbentuk di sekitar
didapatkan berat ekstrak sebanyak paper disc, pada jam ke-24 dan 48
15,36 g. setelah inkubasi.

Persiapan Bakteri Uji Pembuatan Konsentrasi Uji


Bakteri yang digunakan adalah Pembuatan konsentrasi uji
bakteri Vibrio harveyi yang berasal dilakukan dengan membuat larutan
dari koleksi Balai Besar Perikanan stok. Ekstrak daun Avicennia alba
Budiaya Air Payau (BBPBAP) ditimbang 1.450 µg, kemudian
Jepara. Isolat kemudian dikultur pada dilarutkan kedalam air laut sebanyak
media Nutrient Broth (Merck No, 1 ml, sehingga didapatkan konsentrasi
12000000-KIM-000061548), lalu di larutan stok 1.450 ppm. Dari larutan
inkubasi pada orbital shaker selama stok, dilanjutkan pada tahap
24 jam. Lalu, diukur menggunakan pengenceran untuk mendapatkan
Spektrofotometer (Thermo scientific konsentrasi 0 ppm, 150 ppm, 250
Genesys 20) (625-650 nm) hingga ppm, dan 350 ppm.
kepadatan 106 CFU/ml.
Persiapan Wadah dan Hewan Uji
Uji Aktivitas Antibakteri Udang vaname (total 120 ekor)
Aktivitas anti bakteri ekstrak dengan bobot 10±2 g/ekor yang
metanol daun Avicennia alba diuji berasal dari tambak di desa Hanura,
dengan metode Difusi Agar menurut Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten
Kirby-Bauer. Bahan ekstrak daun Pesawaran. Terdapat 4 perlakuan
dilakukan uji daya hambat terhadap konsentrasi ekstrak daun Avicennia
V. harveyi. 20µl isolat bakteri dengan alba yaitu A (0 ppm), B (150 ppm), C
kepadatan 106 cfu/ml ditanam pada (250 ppm), dan D (350 ppm) dengan
media Nutrient Agar (Merck No. 3 ulangan. Wadah perlakuan berupa
12000000-KIM-000061548) kontainer plastik ukuran 63x41x32
kemudian diberikan perlakuan cm3 dengan volume air yang
masing-masing ekstrak dengan digunakan 45 L sebanyak total 12
konsentrasi 0, 150, 200, 250, 300, 350 wadah. Udang vaname sebanyak 10
ppm yang mengacu pada penelitian ekor/wadah diberi pakan tenggelam
Suciati et al. (2012) dengan dengan bentuk crumble dengan
menggunakan ekstrak daun protein 30%. Jumlah pakan yang
Rhizophora mucronata dan kontrol diberikan pada pemeliharaan udang
positif digunakan larutan antibiotik vaname sebesar 3% dari total
Cholaramphenicol 250 mg (SANBE- biomassa udang. Selama penelitian
Bandung) sebanyak 50 ppm dengan berlangsung kualitas air meliputi DO,
cara meneteskan larutan ekstrak pada pH, salinitas, dan suhu dikelola sesuai
paper disc for antibiotic assay dengan baku mutu untuk kehidupan normal
ukuran 8 mm (Toyo Roshi Kaisha udang vaname (Badan Standar
Ltd, Japan). Setiap perlakuan Nasional, 2006).

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


912 Pengobatan Penyakit Vibriosis Pada Udang Vaname

Parameter kelangsungan hidup


Uji Tantang Udang Vaname dan MTD diolah melalui One-way
Udang diinjeksikan dengan V. Analysis of Varians (ANOVA) dan
harveyi 106 CFU/ml sebanyak 0,1 jika terdapat pebedaan nyata,
ml/ekor. Injeksi dilakukan dibawah dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan
karapas. Selama 1 – 96 jam (Huang et Multiple Range Test) menggunakan
al., 2013) udang diamati gejala alat bantu SPSS 22.0. Sedangkan,
abnormalitas yang menunjukkan RPS dianalisis dengan Independent
udang terinfeksi penyakit vibriosis. T- Test.
Jika gejala abnormal pada injeksi
udang telah terlihat, udang direndam Hasil dan Pembahasan
menggunakan ekstrak daun Avicennia
alba sesuai konsentrasi perlakuan Survival Rate (SR)
selama 15 menit. Setelah itu udang Pengaruh pemberian ekstrak
dikembalikan kedalam wadah daun Avicennia alba terhadap
pemeliharaan. Kemudian dilakukan kelangsungan hidup udang yang diuji
pengamatan gejala klinis dan tantang V. harveyi dapat memberikan
kematian yang dialami udang vaname perlindungan terhadap infeksi Vibrio.
setiap 6 jam selama 21 hari Pada konsentrasi 250 ppm dapat
pemeliharaan setelah perendaman. memberikan 46,67% kelangsungan
hidup secara signifikan lebih tinggi
Parameter Pengamatan (80±10%) (P<0,05) dibanding dengan
Parameter penelitian di perlakuan kontrol (33,33±15,27%)
antaranya kelangsungan hidup (Gambar 1). Hasil uji lanjut Duncan
(Survival Rate) (Effendie, 1997), menunjukkan pengaruh pemberian
Relative Percent Survival (RPS) ekstrak daun Avicennia alba dengan
(Ellis, 1988), dan MTD (Mean Time konsentrasi 250 ppm tidak berbeda
to Death). nyata dengan konsentrasi 350 ppm,
namun berbeda nyata dengan
Analisis Data konsentrasi 0 ppm dan 150 ppm.

100 80 ± 10
Kelangsungan Hidup (%)

70 ± 10
80
33,33 ± 50 ± 10
60 15,27

40
c
bc
20 ab
a
0
0 ppm 150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)


Gambar 1. Kelangsungan hidup udang vaname setelah perendaman (Rerata ±
Standar Deviasi)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dian Rusadi, Wardiyanto, dan Rara Diantari 913

Rata-rata nilai kelangsungan mukopeptida dan berikatan dengan


hidup terendah terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri
perlakuan A (udang sakit) sebab sehingga pembentukan sel baru akan
serangan V. harveyi menyebabkan terganggu (Jawetz et al., 2001) dan
perubahan tingkah laku udang akhirnya mengalami kerusakan
menjadi lemah dan kehilangan nafsu (Fitriet et al., 2018). Menurut
makan yang akhirnya menyebabkan Triantoet et al. (2004) bakteri Vibrio
kematian. Hal tersebut sesuai dengan merupakan bakteri gram negatif yang
menurut Sari et al. (2015) Udang mempunyai kandungan peptidoglikan
yang terinfeksi V. harveyi akan yang dapat menentukan bentuk sel
mengalami perubahan tingkah laku serta memberikan kekakuan yang
berupa respon terhadap pakan dibutuhkan untuk melindungi bakteri
menurun, udang menjadi pasif, dari perobekan osmotik. Saponin
berenang miring dan mendekati akan merusak membran sitoplasma
aerasi. Pemberian ekstrak sebagai anti dan membunuh sel (Assani, 1994).
bakteri mampu menghambat Terjadi kerusakan dinding sel bakteri
pertumbuhan V. harveyi dengan cara menyebabkan sel bakteri tanpa
mempengaruhi bakteri dengan dinding yang disebut protoplasma
merusak dinding selnya sehingga (Jawetz et al., 2001). Kerusakan pada
akan pecah dan bakteri tidak dapat dinding sel bakteri akan
bertahan terhadap pengaruh luar, atau menyebabkan kerusakan membran
mengganggu keutuhan membran sel sel, yaitu hilang sifat permeabilitas
bakteri sehingga pertukaran zat aktif membran sel, sehingga keluar masuk
atau metabolit ke dalam dan keluar sel zat-zat antara lain air, nutrisi, enzim-
akan terganggu (Pelczar & Chan, enzim tidak terseleksi sehingga dapat
1988). meningkatkan kelangsungan hidup.
Mekanisme kerja tanin yaitu
dengan mengganggu proses sintesa

Relative Percent Survival (RPS)


90 70 ± 15
80 55 ± 15
70
60
RPS (%)

50 25 ± 15
40
30 a b ab
20
10 a
0
150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan
Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)
Gambar 2. Relative Percent Survival udang vaname (Rerata ± Standar Deviasi)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


914 Pengobatan Penyakit Vibriosis Pada Udang Vaname

Nilai Relative percent survival vaname yang terinfeksi V. harveyi,


(RPS) tertinggi udang vaname selama sehingga dapat meningkatkan
pengobatan dengan ekstrak daun kelangsungan hidup. Menurut
Avicennia alba pada perlakuan C Parenrengi et al. (2013) perlakuan
sebesar 70±15% dan terendah pada dianggap efektif jika nilai RPS>60%.
perlakuan B sebesar 25±15%
(Gambar 2). Hasil uji T diketahui Mean Time to Death (MTD)
bahwa pemberian ekstrak daun Hasil dari nilai MTD selama 21
Avicennia alba terhadap nilai RPS hari pemeliharaan menunjukkan
udang vaname yang terinfeksi V. bahwa rerata waktu kematian terlama
harveyi berbeda nyata (P<0,05). (MTD) terdapat pada pemberian
Dimana, pengaruh pemberian ekstrak ekstrak daun Avicennia alba pada
daun Avicennia alba dengan konsentrasi 250 ppm, selama
konsentrasi 250 ppm tidak berbeda 106±18,33 jam, sedangkan pada
nyata dengan konsentrasi 350 ppm, udang yang tidak diberi ekstrak
namun berbeda nyata dengan memiliki rerata nilai MTD 75±3,05
konsentrasi 150 ppm. Sebab dengan jam (Gambar 3). Dari hasil uji
konsentrasi minimum 250 ppm dapat statistik diketahui bahwa pemberian
memberikan perlindungan diri pada ekstrak daun Avicennia alba terhadap
udang vaname dari infeksi V. harveyi waktu kematian udang vaname yang
(RPS) yaitu hingga 70%. Pada ekstrak terinfeksi V. harveyi berbeda nyata
etanol daun Avicennia marina (P<0,05). Hasil uji lanjut Duncan
memberikan perlindungan diri diketahui bahwa adanya pengaruh
terhadap post larva udang vaname pemberian ekstrak daun Avicennia
berkisar 34,33 – 80% (Septiani et al., alba dengan konsentrasi 250 ppm
2018). Hasil tersebut menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
bahwa pengobatan menggunakan konsentrasi 350 ppm, namun berbeda
ekstrak daun Avicennia alba termasuk nyata dengan konsentrasi 0 ppm dan
kategori efektif mengobati udang 150 ppm.

140 106 ±
96,67 ±
18,33
120 15,14
100 75,33 ± 77,67±
MTD (Jam)

3,05 3,51
80
60 a a b ab
40
20
0
0 ppm 150 ppm 250 ppm 350 ppm
Perlakuan

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata (P<0,05)


Gambar 3. Mean Time to Death/MTD (jam) udang vaname setelah perendaman
(Rerata ± Standar Deviasi)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dian Rusadi, Wardiyanto, dan Rara Diantari 915

Kesimpulan Vibrio harveyi - resistant


Litopenaeus vannamei via three-
Ekstrak daun Avicenniaalba round challenge selection with
pada konsentrasi 250 ppm dapat pathogenic strain of Vibrio
memberikan pengaruh nyata dalam harveyi. Fish and Shellfish
meningkatkan kelangsungan hidup, Immunology, 35: 328 – 333.
RPS, dan MTD udang vaname yang Isarangkura, A. & Sae-Hae, S. (2002).
terserang V. harveyi. A Review of The Economic
Impacts of Aquatic Animal
Daftar Pustaka Disease. FAO Fisheries Technical
Paper: 253-286.
Assani, S. (1994). Mikrobiologi Jawetz, E., Melnik, J., & Adelberg, E.
Kedokteran. Fakultas Kedokteran, (2005). Mikrobiologi untuk Profesi
Universitas Indonesia, Jakarta. Kedokteran (Jilid 1),
Chen, Y.B., Zhou, J.F., Wan, X.H., & diterjemahkan oleh Eddy
Gao, S. (2012). Establishment of a Mudihard. Salemba Medika,
multiplex PCR and an Jakarta.
investigation of co-infection rate Jithendran, K.P., Poornima, M.,
of WSSV and IHHNV in Penaeid Balasubrmanian, C.P., &
vannamei in northern of Jiangsu. J Kulasekarapandian, S. (2010).
Anim Vet Adv, 11 (2): 181-185. Diseases of mud crabs (Scylla
Davis, W. & Strout, T. (1971). Disc spp.): an overview. Indian J Fish,
method of microbiological 57 (3): 55 – 63.
antibiotic assay. Apllied Khanjure, P.V. & Rathod, J.L. (2010).
Microbiology, 22 (4): 59 – 73. Antimicrobial activity of extracts
Defoirdt, T., Boon, N., Sorgeloos, P., of Acanthus ilicifolius extracted
Verstraete, W., & Bossier, P. from the mangroves of Karwar
(2007). Alternatives to antibiotics Coast Karnataka. Rec. Res. Sci.
to control bacterial infections: Technol, 2(6): 98 – 99.
luminescent vibriosis in Martorelli, S.R., Overstreet, R.M., &
aquaculture as an example. Trends Jovonovich, J.A. (2010). First
in Biotechnology, 25: 472 – 479. report of viral pathogens WSSV
Effendie. (1997). Biologi Perikanan. and IHHNV in Argentine
Yayasan Pustaka Nusantara, crustaceans. Bull Mar Sci, 86(1):
Yogyakarta. 117 – 131.
Ellis, A. (1988). Fish Vaccination. Maryani, Dana, D., & Sukenda.
Academic Press, New York. (2002). Peranan ekstrak kelopak
Fitri, M.Z., Kismiyati, & Mubarak, dan buah mangrove Sonneratia
A.S. (2018). Daya Antibakteri caseolaris (l) terhadap infeksi
Ekstrak Daun Api-Api (Avicennia bakteri Vibrio harveyi pada udang
alba) terhadap Vibrio harveyi windu (Penaeus monodon fab.).
Penyebab Vibriosis secara Invitro. Jurnal Akuakultur Indonesia, 1:
Jurnal Ilmiah Perikanan dan 129 – 138.
Kelautan, 10(2): 131 – 136 Parenrengi, A., Tenriolu, A., &
Huang, H., Lin, X., Xiang, J., & Tampangallo, B. (2013). Uji
Wang, P. (2013). Selection of tantang udang windu Penaeus

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


916 Pengobatan Penyakit Vibriosis Pada Udang Vaname

monodon transgenis menggunakan Jeruju (Acanthus ilicifolius)


bakteri patogen Vibrio harveyi. Extracts on The In Vitro Growth of
Prosiding Konferensi Akuakultur The Vibrio harveyi. J. Veteriner,
Indonesia: 226 - 233 13(3): 257 – 262.
Pelczar, M.J., & Chan, E.S. (1988). Badan Standar Nasional. 2006. SNI
Dasar-dasar Mikrobiologi. Edisi 01-7246-2006. Produksi udang
1. Universitas Indonesia Press, vaname (Litopenaeus vannamei)
Jakarta. di Tambak dengan Teknologi
Phouc, L.H., Corteel, M., Thanh, N. Intensif. Badan Standarisasi
C., Nauwynk, H., Pensaert, M., Nasional, Jakarta.
Alday-Sanz, V., Van Den Broeck, Soonthornchai, W., Rungrassamee,
W., Sorgeloos, P., & Bossier, P. W., Karoonuthaisiri, N.,
(2009). Effect of dose and Jarayabhand, P., Klinbunga, S.,
challenge routes of Vibrio spp. on Soderhall, K., Jiravanichpaisal, P.
co-infection with white spot (2010). Expression of immune-
syndrome virus in Penaeus related genes in the digestive organ
vannamei. Aquaculture, 290: 61 – of shrimp, Penaeus monodon, after
68. an oral infection by Vibrio harveyi.
Prabhu, V.V. & Guruvayoorappan, C. Dev Com Immunol, 34: 19 – 28.
(2012). Phytochemical Screening Suciati, A., Wardiyanto, & Sumino.
of Methanolic Extract of (2012). Efektifitas ekstrak daun
Mangrove Avicenni marina Rhizophora mucronata dalam
(Forssk.) Vierh. Der Pharmacia menghambat pertumbuhan
Sinica, 3(1): 64 – 70. Aeromonas salmonicida dan
Rangkuti, R.A. (2017). Pencegahan Vibrio harveyi. e-Jurnal Rekayasa
Penyakit Ko-Infeksi Ringan White dan Teknologi Budidaya Perairan,
Spot Syndrome Virus (WSSV) dan 1(1): 1 – 8.
Vibrio harveyi pada Udang Trianto, A., Edi, W., Suryono, &
Vaname (Litopenaeus vannamei) Rahayu, S. (2004). Ekstrak daun
dengan Suplementasi Pakan mangrove Aegiceras corniculatum
Mengandung Mikrokapsul sebagai anti bakteri Vibrio harveyi
Sinbiotik. Sekolah Pascasarjana, dan Vibrio parahaemolyticus.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jurnal Ilmu Kelautan, 9(4): 186 –
Sari, R., Sarjito, & Haditomo, A. 189.
(2015). Penambahan Serbuk Daun Zulham, R. (2004). Potensi ekstrak
Binahong (Anredera cordifolia) mangrove Sonneratia caseolaris
dalam Pakan terhadap dan Avicenia marina untuk
Kelulushidupan dan Histopatologi pengendalian bakteri Vibrio
Hepatopankreas Udang Vaname harveyi pada larva udang windu
(Litopenaeus Vannamei) yang (Penaeus monodon fabr.). Tesis.
Diinfeksi Bakteri Vibrio harveyi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Journal of Aquaculture
Management and Technology,
4(1): 26 – 32.
Septiani, G., Priyatno, S., & Anggoro,
S. (2012). Antibacterial Activity of

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

FEED ENRICHMENT WITH FISH OIL AND CORN OIL TO INCREASE


EEL GROWTH RATE Anguilla bicolor (McCelland, 1844)

Dewi Retno Sari*1, Tarsim, dan Siti Hudaidah2

ABSTRACT

Eel (Anguilla bicolor) is an Indonesian freshwater commodity that has high


economic value but has slow growth. One method to accelerate eel growth is
through feeding with the enrichment of essential fatty acids. The aim of this
research is to know the increase of growth rate of eel fish fed with the enrichment
of essential fatty acids with fish oil and corn oil. The study used 3 treatments and 3
replications ie A (0% corn oil + 0% fish oil), B (1.5% corn oil + 1.5% fish oil), and
C (3% corn oil + 3% fish oil). Parameters observed included specific growth rate,
total feed consumption, feed efficiency, fat retention, and survival rate. The
supporting parameter is water quality. The data obtained were analyzed by analysis
of variance and continued by fisher test with 95% confidence interval. The results
showed that there was a significant effect (P <0.05) on the growth rate of eel fish
fed with the enrichment of essential fatty acids with fish oil and corn oil. Treatment
C (3% corn oil + 3% fish oil) is the optimum dose because it has the best growth
performance and best feed efficiency that is specific growth rate (4.67%), total feed
consumption (262,9 g), feed efficiency (61% ), fat retention (2.805%), and survival
rate (80%).

Keywords: corn oil, eel fish, essential fatty acids, fish oil, growth

Pendahuluan sidat yang tergolong cukup lama pada


pertumbuhan ikan. Ikan sidat
Salah satu komoditas ikan tawar memiliki pertumbuhan yang lambat,
Indonesia yakni ikan sidat (Anguilla dengan waktu pertumbuhan selama 8
bicolor bicolor) memiliki nilai jual – 9 bulan untuk mencapai ukuran
tinggi hingga menembus pasar ekspor konsumsi yakni ukuran 150 g/ekor
dengan tingkat permintaan pasar (Sasongko, 2007). Salah satu metode
500.000 ton per tahun (Affandi et al., untuk mempercepat pertumbuhan
2013). Harga jual ikan sidat dalam sidat yakni melalui pemberian pakan
keadaan hidup mencapai USD 50 – 70 dengan pengkayaan. Pengkayaan
/kg (Kagawa et al., 2005; Bai et al., pakan dapat dilakukan dengan
2012). penambahan jenis asam lemak
Permintaan ikan sidat tidak esensial. Asam lemak esensial adalah
diimbangi dengan ketersedian jumlah asam lemak yang tidak dapat
ikan karena proses budidaya ikan diproduksi langsung oleh tubuh
1
E-mail: dewi.retnosari23@gmail.com
2
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, 35145

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


918 Penambahan Minyak Ikan dan Jagung untuk Sidat

sehingga perlu ditambahkan melalui (%) dengan rumus sebagai berikut


pakan. (Zonnevelt et al., 1991).
Asam lemak merupakan bentuk
energi yang terdapat dalam tubuh dan ln 𝑊𝑡 − 𝑙𝑛𝑊𝑜
menyediakan dua kali lipat energi LPS = 𝑋 100%
𝑡
dibandingkan protein (Tocher &
Glencross, 2015). Asam lemak yang Keterangan:
dapat digunakan yakni minyak jagung Wt : bobot akhir sidat (g)
dan minyak ikan. Minyak ikan Wo : bobot awal sidat (g)
banyak mengandung asam lemak n-3, t : waktu pemeliharaan
sedangkan minyak jagung merupakan
sumber asam lemak n-6 (Yudiarto et Jumlah konsumsi pakan (JKP)
al., 2012). Pengkayaan pakan dengan Jumlah kebutuhan suatu
penambahan bahan minyak ikan dan populasi ikan terhadap sumber
minyak jagung ini diharapkan dapat makanannya (Gerking & Shelby,
memaksimalkan asupan dan 1972). Jumlah konsumsi pakan
penyimpanan energi dalam proses dihitung dengan mengurangi jumlah
pertumbuhan ikan sidat. awal pakan yang disediakan dengan
jumlah pakan sisa yang terpakai untuk
Metode ikan.

Penelitian ini dilaksanakan Efiesiensi Pakan


pada bulan Desember 2017 sampai Pertambahan bobot ikan per
dengan Januari 2018. Rancangan jumlah pakan yang diberikan. Card &
yang digunakan dalam penelitian Nesheim (1972) menyatakan bahwa
ialah Rancangan Acak Lengkap nilai efisiensi pakan menunjukan
(RAL) dengan 3 perlakuan A (0% MI banyaknya pertambahan bobot yang
dan 0% MJ), B (1,5% MI dan dihasilkan dari 1 kg pakan yakni
1,5%MJ), C (3% MI dan 3% MJ) dan semakin tinggi nilai efisiensi, maka
tiga kali ulangan. jumlah pakan yang diperlukan untuk
menghasilkan 1 kg daging akan
Uji Proksimat Pakan Ikan Sidat semakin sedikit. Cara menghitung
Pelaksanaan uji proksimat efisiensi pakan menurut Zonneveld
tubuh ikan sidat menggunakan (1991).
prosedur menurut Takeuchi (1988).
Pengujian ini dilakukan untuk ( 𝑊𝑡 + 𝑊𝑚 ) − 𝑊𝑜
mengetahui kadar protein, lemak, EP = 𝑥 100%
𝑓
karbohidrat, air, abu dan serat kasar
yang terdapat pada pakan dan tubuh Keterangan:
sidat. Wt : Bobot akhir pemeliharaan (g)
Wm : Bobot Ikan mati (g)
Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Wo : Bobot awal pemeliharaan (g)
Pengukuran laju pertumbuhan F : Jumlah pakan yang dihabiskan
spesifik ini dilakukan setiap 25 hari (g)
sekali dan laju pertumbuhan harian
ditunjukan dalam satuan persentase

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dewi Retno Sari, Tarsim, dan Siti Hudaidah 919

Retensi lemak Kualitas Air


Peningkatan persentase lemak Parameter kualitas air yang
pada ikan berdasarkan jumlah lemak diukur selama penelitian meliputi
yang diberikan. Adapun rumus retensi Suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO)
lemak adalah sebagai berikut merupakan parameter utama yang
(Takeuchi, 1988). mempengaruhi kondisi perairan.
Pengukuran kualitas air ini dilakukan
F−I pada awal, tengah, dan akhir masa
RL = 𝑥 100% pemeliharaan ikan sidat.
L

Keterangan: Uji Proksimat Daging Ikan Sidat


F : jumlah lemak tubuh ikan pada Pelaksanaan uji proksimat
akhir pemeliharaan (g) tubuh ikan sidat menggunakan
I : jumlah lemak tubuh ikan pada prosedur menurut Takeuchi (1988).
awal pemeliharaan (g) Pengujian ini dilakukan untuk
L : jumlah lemak yang dikonsumsi mengetahui kadar protein, lemak,
ikan (g) karbohidrat, air, abu, dan serat kasar
yang terdapat pada pakan dan tubuh
Tingkat Kelangsungan Hidup sidat.
Jumlah ikan yang hidup di awal
penelitian dengan jumlah ikan yang Analisis Data
hidup di akhir penelitian. Rumus Analisis data dilakukan secara
menghitung tingkat kelangsungan deskriptif dan kuantitatif. Data yang
hidup menurut (Effendi, 1979). diperoleh dari setiap pengamatan
parameter akan ditabulasi dan
Nt dianalisis menggunakan program
TKH = 𝑁𝑜 𝑥 100%
excel 2013 dan SPSS v.20.0.
Keterangan:
Hasil dan Pembahasan
Nt : Jumlah ikan pada akhir pemeli-
haraan (ekor)
Uji Proksimat Pakan
No : Jumlah ikan pada awal
Hasil analisis proksimat
pemeliharaan (ekor)
kandungan nutrisi pakan yang telah
ditambahkan minyak ikan dan
minyak jagung. Hasil uji proksimat
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil uji proksimat Pakan


Pakan Perlakuan
Kandungan (%)
A B C
Kadar air 7,67 7,41 6,86
Protein 34,39 31,52 33,39
Lemak 4,44 7,55 8,93
Kadar abu 9,07 8,24 8,26
Serat kasar 2,43 1,45 1,07

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


920 Penambahan Minyak Ikan dan Jagung untuk Sidat

Karbohidrat 41,97 40,80 41,46


GE (kkal/g)* 4.052,3 4.141,8 4.398,8
*GE (Gross Energy) adalah energi yang terkandung dalam bahan pakan berdasarkan nilai ekuivalen
untuk karbohidrat 4,1 kkal/g, lemak 9,4 kkal/g, dan protein 5,6 kkal/g

Berdasarkan hasil uji nutrisi di dalam pakan kedalam tubuh


peroksimat pakan ikan sidat sebelum sehingga energi dalam pakan dapat
dan sesudah dilakukannya digunakan untuk ikan sebagai
pengkayaan menunjukan bahwa pertumbuhan. Dalam kaitan dengan
setiap pakan yang diberi perlakuan pakan buatan adanya lemak dalam
memiliki kandungan nutrisi yang pakan berpengaruh terhadap rasa dan
berbeda terutama pada kandungan tekstur pakan yang dibuat.
lemaknya. Kandungan lemak dalam
pakan dengan komposisi minyak ikan Laju Pertumbuhan Spesifik
3% dan minyak jagung 3% yaitu Hasil uji lanjut Fisher
8,93% merupakan nilai lemak menunjuk-kan bahwa ada pengaruh
tertinggi di antara perlakuan yang lain nyata (P<0,05) pengkayaan pakan
(Tabel 1). Hal ini sesuai dengan dengan minyak ikan dan minyak
pernyataan Diana (2016) bahwa pada jagung terhadap laju pertumbuhan
penambahan minyak ikan 2% masih spesifik. Hasil laju pertumbuhan
mampu untuk merombak kandungan spesifik dapat dilihat pada Gambar 1.

4.75
4,67 ± 0,02
4.7
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)

4.65 4,56 ± 0,07 4,61 ± 0,01


4.6

4.55

4.5

4.45
b ab a
4.4

4.35
A B1 C
Perlakuan

Gambar 1. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)

Perlakuan C memiliki nilai dengan penambahan jumlah proporsi


Pertumbuhan Spesifik tertinggi dari minyak ikan dan minyak jagung yang
perlakuan lain yaitu 4,67±0,02% diberikan. Menurut Chilmawati
(Gambar 1). Nilai Laju Pertumbuhan (2016) kandungan lemak dalam
Spesifik ikan sidat meningkat seiring pakan berkisar 2,4% – 4,9% dan

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dewi Retno Sari, Tarsim, dan Siti Hudaidah 921

masih dalam kisaran yang baik untuk ikan membutuhkan energi yang besar
pertumbuhan pada ikan sebagai dalam memproduksi sel serta
sumber asam lemak yang berasal dari menjaga fungsi sel. Ketersediaan
gabungan minyak hewani dan minyak nutrisi yang tepat pada pakan
nabati. menyebabkan lemak dimanfaatkan
Fungsi utama dari asam lemak dengan efisien untuk menyusun
esensial menurut Bhagavan (1992), jaringan tubuh sehingga
yakni kegiatan metabolisme, menghasilkan pertumbuhan.
komponen membran, senyawa awal
prostaglandin, kegiatan teromboksan, Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)
prostasiklin, dan leukontin. Hasil uji lanjut fisher
Ketersediaan nutrisi yang tepat menunjukkan bahwa
pada pakan menyebabkan lemak adapengaruhnyata (P<0,05)
dimanfaatkan dengan efisien untuk pengkayaan pakan dengan minyak
menyusun jaringan tubuh sehingga ikan dan minyak jagung
menghasilkan pertumbuhan yang terhadapjumlah konsumsi pakan.
optimal. Hasil jumlah konsumsi pakan dapat
Lemak dalam makanan dilihat pada Gambar 2.
berperan sebagai sumber tenaga dan

400
321,33 ± 32,39
350 280,3 ± 25,46
Jumlah Konsumsi Pakan (g)

262,96 ± 15,67
300

250

200

150

100
a ab b
50

0
A B C
Perlakuan 1

Gambar 2. Jumlah Konsumsi Pakan (JKP)

Perlakuan C merupakan digunakan untuk proses metabolisme,


perlakuan terbaik karena memiliki maintenance, dan recovery tubuh.
nilai jumlah konsumsi pakan terendah Nilai Jumlah Konsumsi Pakan
dari perlakuan lain yaitu 262,96 ± (JKP) dengan Spesific growth rate
15,67 gram (Gambar 2). Menurut (SGR) berbanding terbalik diamana
Sargent (2002)Jumlah konsumsi ikan pada perlakuan C nilai pertumbuhan
rendah menandakan hasil dari tertinggi akan tetapi tingkat konsumsi
pengkayaan berhasil menambah pakan ikan terendah, dengan jumlah
lemak didalam tubuh meningkat yang kandungan lemak yang tinggi ikan
sidat hanya mengkonsumsi sedikit

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


922 Penambahan Minyak Ikan dan Jagung untuk Sidat

pakan akan tetapi merombak Efisiensi Pakan (EP)


kandungan lemak untuk Hasil uji lanjut fisher
pertumbuhan.Menurut Alanara menunjukkan bahwa tidak
(1994) pakan yang berlemak tinggi adapengaruhnyata (P>0,05)
akan menyebabkan konsumsi pakan pengkayaan pakan dengan minyak
ikan menjadi rendah. Bahan ikan dan minyak jagung
komposisi pakan yang baik dan benar terhadapefisiensi pakan. Hasil
dapat menghasilkan pertumbuhan efisiensi pakan dapat dilihat pada
ikan secara maksimal. Gambar 3.

90 69 ± 10,8 61 ± 22,0
80
70
Efisiensi Pakan %

60
50
40 29 ± 3,7
30
20
a a
10 a
0
A 1
B C

Perlakuan

Gambar 3. Efisiensi Pakan (EP)

Nilai efisiensi pakan pada Salah satu faktor nilai efisiensi


perlakuan B merupakan hasil pakan yakni jumlah ikan mati.
tertinggi yang mampu memanfaatkan Schimittou (1991) mengatakan
pakan dengan baik sehingga bahwa tinggi rendahnya efisiensi
pemberian pakan lebih efisien. Nilai pakan ditentukan oleh beberapa
efisiensi yang rendah diduga karna faktor, terutama kualitas dan
kemampuan ikan dalam mencerna kuantitas pakan, jenis dan ukuran ikan
dan mengabsorbsi pakan dengan serta kualitas air. Nilai efisiensi yang
jumlah lemak yang tinggi belum rendah diduga karna kemampuan ikan
optimal. Menurut Huet (1970), dalam mencerna dan mengabsorbsi
efisiensi pakan yang tinggi pakan dengan jumlah lemak yang
menunjukkan pemanfaatan pakan tinggi belum optimal.
yang efisien oleh kultivan, sehingga
hanya sedikit senyawa lemak yang Uji Retensi Daging Ikan Sidat
dirombak untuk memenuhi Hasil analisis proksimat
kebutuhan energi dan selebihnya kandungan daging ikan sidat yang
digunakan untuk pertumbuhan. telah diberi pakan yang dengan
minyak ikan dan minyak jagung.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dewi Retno Sari, Tarsim, dan Siti Hudaidah 923

Hasil uji proksimat daging ikan sidat


dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji proksimat daging ikan sidat


Padatan Abu Protein Lemak Serat Kasar Karbohidrat
No Kode Sampel
(% Berat kering)
1 Awal 71,23 1,78 15,99 3,50 2,77 4,69
2 A 72,65 1,95 15,84 5,38 1,44 2,72
3 B 69,52 1,74 14,20 6,34 1,61 6,56
4 C 71,08 1,71 16,52 7,86 1,94 0,87

Kandungan lemak dalam sebagai pembawa nutrient tanpa


daging ikan sidat dengan komposisi lemak, pembawa vitamin dalam
minyak ikan 3% dan minyak jagung lemak seperti vitamin A, D, dan K
3% sebesar 7,86% merupakan nilai (Watanabe, 1982). Hal ini sesuai
lemak tertinggi diantara perlakuan dengan pernyataan dari Suitha dan
yang lain (Tabel 2). Fungsi dari asam Suheri (2008) dalam Wijayanti
lemak bagi ikan yakni untuk proses (2011) yang menyatakaan bahawa
produksi energi tubuh yang fungsinya ikan sidat membutuhkan zat gizi
sebagai pembawa nutrient tanpa berupa protein, lemak, karbohidrat,
lemak, pembawa vitamin dalam serat kasar, vitamin, dan mineral yang
lemak seperti vitamin A, D dan K dan sesuai dengan tingkat kebutuhan ikan.
sebagai sumber energi (Watanabe,
1982). Retensi Lemak
Penambahan dosis minyak ikan Hasil uji lanjut fisher
dan minyak jagung pada tiap menunjukkan bahwa ada pengaruh
perlakuan menghasilkan kandungan nyata (P<0,05) pengkayaan pakan
nutrisi yang berbeda terutama dengan minyak ikan dan minyak
kandungan lemaknya. Asam lemak jagung terhadap retensi lemak dapat
yakni lipid penting untuk proses dilihat pada Gambar 4.
produksi energi tubuh yang fungsinya

1.2 0,93 ± 0,13


1
Retensi Lemak (%)

0,50 ± 0,30
0.8 0,44 ± 0,19
0.6
0.4
0.2
a
b ab
0
A B1 C
Perlakuan

Gambar 4. Retensi Lemak Tubuh Ikan Sidat

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


924 Penambahan Minyak Ikan dan Jagung untuk Sidat

Retensi lemak pada ikan sidat rendah dan pada perlakuan pakan
meningkat seiring dengan jumlah yang diberi bahan pengkaya
proporsi penambahan minyak ikan kandungan meningkat seiring
dan minyak jagung. Hal ini sesuai meningkatnya jumlah bahan
dengan pernyataan Mukti (2014) pengkaya yang ditambahkan dalam
membuktikan bahwa ikan sidat pakan. Hal ini sesuai dengan
membutuhkan asam lemak n-3 dalam pernyataan Dianachilmawati, (2016)
jumlah terbatas dan diduga bahwa bahwa penambahan minyak ikan
penambahan minyak ikan sebesar 5% sebesar 2% masih mampu untuk
telah memenuhi kebutuhan asam merombak kandungan nutrisi pakan
lemak ikan sidat. di dalam tubuh sehingga energi dalam
Banyaknya jenis asam lemak pakan dapat digunakan dengan baik.
yang diberikan, diserap dan
dimanfaatkan oleh ikan untuk dan Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
kegiatan metabolisme bagi ikan Hasil uji lanjut fisher
dalam aktifitas. Selain protein, menunjukkan bahwa ada pengaruh
kandungan penting yang dapat nyata (P<0,05) pengkayaan pakan
mempengaruhi pertumbuhan ikan dengan minyak ikan dan minyak
sidat adalah lemak dan karbohidrat. jagung terhadap survival rate dapat
Pakan yang tidak diberi bahan dilihat pada Gambar 5.
pengkaya memiliki nilai lemak yang

120
93,33 ± 11,54
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

100
66,66 ± 11,54 80 ± 0
80

60

40 a
b ab
20

0
A B 1C
Perlakuan

Gambar 5. Tingkat Kelangsungan Hidup

Kelulushidupan ikan sidat tidak Kualitas air menurut Effendi (2003)


berpengaruh dari pakan yang ialah sifat air dan kandungan mahluk
diberikan. Kelangsungan hidup ikan hidup, zat energi, atau komponen lain
sidat sangat dipengaruhi oleh kualitas di dalam air. Kematian ikan sidat
air media budidaya. Jika kualitas air selama penelitian diduga karena
kurang baik dapat menyebabkan ikan ukuran tubuh ikan sidat yang
sidat lemah, nafsu makan menurun, berkembang tidak dibarengi dengan
dan mudah terserang penyakit. lingkungan tempat tinggal ikan

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Dewi Retno Sari, Tarsim, dan Siti Hudaidah 925

sehingga pergerakan tubuh ikan sidat Kualitas Air


menjadi berkurang dan terjadi Parameter kualitas air meliputi
kompetisi makanan sehingga ikan pengukuran suhu, pH, dan DO. Hasil
sidat saling menyerang dan akhirnya pengukuran kualitas air dapat dilihat
menyebabkan kematian pada ikan pada Tabel 2.
yang lebih kecil ukurannya.

Tabel 2. Data kualitas air selama penelitian


Baku Mutu
Parameter Kisaran
(Affandi & Suhenda, 2003)

Suhu (ₒC) 25 – 26 20 – 30
pH 6–7 6–8
DO (mg/l) 5–6 4–6

Kualitas air pada masa Daftar Pustaka


pemeliharaan ikan sidat tergolong
optimal untuk pertumbuhan ikan Affandi, R., Budiardi, T., Wahju, R.I,
sidat. Parameter suhu yang dihasilkan & Taurusman, A.A. 2013.
berkisaran tara 25 – 26 ºC, pH Pemeliharaan Ikan Sidat Dengan
berkisarantara 6 – 7, dan DO berkisar Sistem Air Resirkulasi. Jurnal
antara 5 – 6 mg/l. Hal ini sesuai Ilmu Pertanian Indonesia, 18(1):
dengan pernyataan Suitha & Suhaeri 55 – 60.
(2008), bahwa sidat dapat beradaptasi Bai, S.C., Katya, K., & Kim, D.J.
pada suhu 12 – 31 ºC. Hasil 2012. Japanese Eel Aquaculture in
pengukuran dan analisis parameter Korea. Global Aquaculture
kualitas air menunjukkan bahwa ikan Alliance.
sidat berada pada lingkungan yang Boyd, C.E. 1990. Water Quality
layak untuk tumbuh dan berkembang. Management in Aquaculture and
Faktor kualitas air dipengaruhi secara Fisheries Science. Elsevier
biotik maupun abiotik yakni baik Scientific Publishing Company,
factor dari dalam maupun dari luar Amsterdam.
tubuh ikan atau lingkungan (Boyd, Perdana, A.A., & Chilmawati, D.
1990). (2016). Performa Efisiensi Pakan
Pertumbuhan dan Kualitas Nutrisi
Kesimpulan Elver Sidat (Anguilla bicolor)
melalui Pengkayaan Pakan Buatan
Penambahan minyak ikan dan dengan Minyak Ikan. Journal of
minyak jagung dalam pakan ikan Aquaculture Management and
sidat berpengaruh terhadap Technology, 5(1): 26 – 34.
pertumbuhan ikan sidat, dan Djajasawaka, H.Y. 1985. Makanan
penambahan asam lemak berupa Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
minyak ikan dan minyak jagung Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas
dengan jumlah 3% masih dapat Air: Bagi pengelolaan Sumber
dimanfaatkan sebagai campuran Daya dan Lingkungan Perairan.
pakan untuk ikan sidat. Kanisius, Yogyakarta.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


926 Penambahan Minyak Ikan dan Jagung untuk Sidat

Effendie, M.I. 1997. Biologi Suhaeri, A., & Suitha, M 2008.


Perikanan. Yayasan Pustaka Budidaya Sidat. PT. Agromedia
Nusantara, Yogyakarta. Pustaka, Jakarta.
Fitriah, H. 2004. Pengaruh Takeuchi, T. 1988. Laboratory work-
Penambahan Dosis Karbon cheical evaluation of dietery
Berbeda pada media Pemeliharaan nutrients. In Fish Nutrition and
Terhadap Produksi Benih Lele Mariculture (ed. By T. Watanabe),
Dumbo (Clarias sp). Skripsi. pp. 179-233. Kanagawa
Departemen Budidaya Perairan, International Fisheries Training
Fakultas Perikanan dan Ilmu Center, Japan International
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Cooperation Agency, Kagawa.
Bogor. Tocher D.R., & Glencros, B.D. 2015.
Gerking & Shelby, D. 1972. Revised Lipids and Fatty Acids. In Dietary
food consumption estimate of Nutrients, Additives and Fish
bluegill sunfish population in Health, 1st Edition. Edited by
Wyland Lake, Indiana, USA. Cheng-Sheng Lee, Chhorn Lim,
Journal of Fish Biology, 4(2): 301 Delbert Gatlin III, and Carl D.
– 308. Webster. John Wiley & Sons, New
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan. Jersey.
Direktorat Pembinaan Sekolah Yudiarto, S., & Arief, M.A. 2012.
Menengah Kejuruan, Departemen Pengaruh Penambahan Atraktan
Pendidikan Nasional, Jakarta. Yang Berbeda dalam Pakan Pasta
Huet, M. 1970. Textbook of Fish terhadap Retensi Protein, Lemak
Culture Breeding and Cultivation dan Energi Benih Ikan Sidat
of Fish. Fishing News (Book Ltd), (Anguilla bicolor) Stadia Elver.
London. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kagawa, H., Tanaka, H., Ohta, H., Kelautan, 4(2): 135 – 140.
Unuma, T., & Nomura, K. 2005. Zonneveld, N., Huisman, E. A., &
The First Success of Glass Eel Boon, J. H. (1991). Prinsip-prinsip
Production in The World: Basic budidaya ikan. PT Gramedia
Biology on Fish Reproduction Pustaka Utama, Jakarta.
Advances New Applied
Technology in Aquaculture. Fish
Physiology Biochemistry, 31(2 –
3): 193 – 199.
Sargent, J.R., Tocher, D.R., & Bell,
J.G. 2002. The Lipids. In Fish
Nutrition, 3rd edition (eds J. E.
Halver and R. W. Hardy).
Academic Press, San Diego, CA.
Sasongko, A., Purwanto, J.,
Mu’minah, S., & Arie, U. 2007.
Sidat, Panduan Penangkapan,
Pendederan dan Pembesaran.
Penebar Swadaya, Jakarta.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN RAMBUTAN (Nephelium


lappaceum L.) PADA TRANSPORTASI LOBSTER AIR TAWAR
(Procambarus clarkii) DENGAN SISTEM KERING

Mas Bayu Syamsunarno*1, Abdul Syukur, dan Aris Munandar*2

ABSTRACT

Immotilization of live red swamp crayfish (Procambarus clarkii) in this


research a used Nephelium lappaceum leaf extract as a natural anesthetic. The
aims of this research were to determine the best concentration of the Nephelium
lappaceum leaf extract as red swamp crayfish anesthesia and the optimum time of
dry transportation system. This research method was an experimental laboratory
with two replication with each concentration 0 ppm, 171 ppm, 294 ppm, 503 ppm,
863 ppm, 1479 ppm, 2535 ppm, 4345 ppm, and 7447 ppm. The study showed that
the content of secondary metabolites from extracts of Nephelium lappaceum leaf
were alkaloids, saponins, phenols hydroquinones, tannins, and flavonoids. The
optimum concentration for anesthesia red swamp crayfish is 7447 ppm with passed
out on 112 minutes and time conscious at 3 minutes. Dry transport time that
produces the best survival rate was approximately 8 hours with the survival rate of
100%. The results of the measurement of the quality of the water before it extracts
included, among others, the temperature of 29.2ºC, pH 5.9, DO 7.1 mg/L and TAN
0 mg/L. While the results of measurements of water quality after extracts included,
among others, the temperature was 29ºC, pH 6.5, DO 6.8 mg/L, and TAN 0.026
mg/L.

Keywords: Anesthetic, Nephelium lappaceum, Procambarus clarkia, Saponin,


Transportation

Pendahuluan pertumbuhan relatif cepat dan dapat


mencapai ukuran layak konsumsi dan
Lobster air tawar merupakan kandungan lemaknya sangat rendah,
salah satu komoditi perikanan yang yaitu kurang dari 2% (Lukito dan
kini banyak dibudidayakan. Salah Prayugo, 2007).
satu jenis lobster air tawar yang Permintaan lobster hidup baik
paling banyak dibudidayakan adalah di pasar dalam dan luar negeri sangat
Procambarus clarkii atau red swamp tinggi. Hal ini karena komoditas ini
crayfish. Kelebihan lobster dari jenis dapat diperdagangkan dalam keadaan
ini adalah mudah dibudidayakan, hidup dan dapat dikemas atau

1
E-mail: masbayusy@untirta.ac.id
2
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Su1tan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km 04 Pakupatan Serang Banten

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


928 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

ditransportasikan tanpa menggunakan ekstrak bunga kamboja (Ilhami et al.,


air (kering) sehingga kondisinya tetap 2015) dan ekstrak daun jambu
segar (Suryaningrum et al., 2007). (Suwandi et al., 2013).
Pada transportasi lobster air Pemanfaatan ekstrak daun
tawar hidup jarak jauh, penerapan rambutan sebagai bahan anestesi
transportasi sistem kering merupakan alami pada transportasi lobster belum
cara yang efisien (Ikasari et al., 2008). pernah dilaporkan. Daun rambutan
Salah satu kunci keberhasilan pada mengandung metabolit sekunder
transportasi kering adalah ikan berupa saponin dan tanin (Dalimata,
dipingsankan dengan bahan anestesi 2003). Ibrahim et al. (2013)
yang dapat mengurangi stres. Hal ini menambahkan bahwa ekstrak
sesuai dengan pernyataan Munandar rambutan mengandung senyawa
et al. (2017a) bahwa penggunaan flavanoid yang dapat meningkatkan
bahan anestesi pada transportasi sistem imun ikan. Potensi daun
kering dapat menurunkan kecepatan rambutan belum banyak
metabolisme dan konsumsi oksigen dimanfaatkan dan melimpah di alam.
sehingga mengurangi tingkat Oleh karena itu, perlu dilakukan
kematian ikan pada saat transportasi. penelitian pemanfaatan daun
Triacine atau MS 222 rambutan sebagai alternatif bahan
merupakan salah satu bahan anestesi anestesi bagi lobster.
sintentik yang sering digunakan untuk Penelitian ini bertujuan untuk
memingsankan ikan pada menentukan konsentrasi terbaik
transportasi. Kendala utama dalam ekstrak daun rambutan sebagai
penggunaannya, terutama untuk ikan anestesi dan waktu optimal
konsumsi adalah tertinggalnya residu transportasi lobster air tawar pada
pada tubuh ikan. Hal tersebut dapat sistem kering.
berbahaya terhadap keamanan bahan
baku untuk dikonsumsi (Sukarsa, Metode
2005). Oleh karena itu, dibutuhkan
anestesi berbahan alami menjadi Penelitian ini diawali dengan
salah satu pilihan yang aman karena melakukan penelitian pendahuluan,
tidak mengandung residu kimia di yaitu ekstraksi daun rambutan, uji
dalamnya. fitokimia dan penentuan ambang atas
Anestesi berbahan alami yang dan bawah. Ekstraksi daun rambutan
potensial adalah mengandung dilakukan menggunakan daun
metabolit sekunder yang dapat berwarna hijau tua, lalu
menurunkan metabolisme ikan. mencampurkan dengan pelarut
Bahan anestesi alami biasanya akuades dengan perbandingan 1:4
didapatkan dari bahan kimia alami selama 2x24 jam. Larutan disaring
yang dihasilkan dari metabolit agar filtrat dapat dipisahkan dengan
sekunder pada tanaman tingkat tinggi ampasnya. Ekstrak yang didapat diuji
(Munandar et al., 2017b). Penelitian fitokimia yang meliputi uji alkaloid,
anestesi berbahan alami pada steroid, flavonoid, saponin, fenol
transportasi ikan telah banyak hidrokuinon, dan ninhidrin
dilakukan, antara lain ekstrak daun (Harborne, 1987).
durian (Munandar et al., 2017a),

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar 929

Penentuan selang konsentrasi rangsangan tidak ada (Suryaningrum


dilakukan untuk mendapatkan et al., 2008). Setelah semua lobster
konsentrasi ambang atas dan bawah. pingsan, dipindahkan ke dalam media
Pengujian toksisitas ekstrak air bersih yang diberi aerasi untuk
dinyatakan dengan median lethal mengetahui waktu pulih sadar.
concentration (LC-100) dengan Pengujian kualitas air dilakukan
melakukan uji toksisitas. Konsentrasi sebelum dan sesudah proses
ekstrak daun rambutan yang pemingsanan. Parameter yang diukur
digunakan adalah 0, 100, 500, 1.000, adalah kandungan oksigen terlarut
2.500, 5.000, 7.500, dan 10.000 ppm. (DO), pH, suhu, dan Total Ammonia
Dosis perlakuan pada penentuan Nitrogen (TAN). Pengukuran TAN
konsentrasi terbaik ditentukan dalam menggunakan sprektofotometri
interval logaritmik yang diperoleh dengan metode fenat (BSN, 2005).
dengan rumus menurut APHA Data parameter kualitas air yang
(2005): diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Proses transportasi diawali
N 𝑎 dengan seleksi lobster air tawar yang
Log =k (Log 𝑛) ………… (1) diaklimatisasi dan diberok selama 24
n

a b c d 𝑒 𝑁
jam. Setelah itu, lobster dipingsankan
= = = = = … … … …. (2) dengan dosis ekstrak daun rambutan
n a b c 𝑑 𝑒
terbaik. Setelah waktu pemingsanan
tercapai, lobster sebanyak 4 ekor
Keterangan : dikemas dalam kotak styrofoam yang
N = konsentrasi ambang atas dasarnya diberi koran yang telah
n = konsentrasi ambang bawah direndam air dingin selama 30 menit
k = jumlah konsentrasi yang diuji (Munandar et al., 2017b). Setelah
a = konsentrasi terkecil dalam deret proses transportasi selesai, kemasan
yang ditentukan dibongkar dengan masing-masing
waktu transportasi selama 0, 2, 4, 6,
Penelitian utama terdiri dari dan 8 jam. Lobster air tawar
penentuan daya anestesi, pengukuran kemudian disadarkan dengan
kualitas air sebelum dan sesudah menggunakan aerasi dan dilakukan
pemberian ekstrak serta simulasi perhitungan tingkat kelangsungan
transportasi lobster. Penentuan daya hidup (Abid et al., 2014).
anestesi menggunakan 2 kali ulangan. Penelitian ini menggunakan
Wadah yang digunakan bervolume 4 Rancangan Acak Lengkap dengan 2
L dengan kepadatan 1 ekor/L. ulangan. Jumlah perlakuan yang
Pengamatan dicatat secara akumulatif digunakan disesuaikan dengan hasil
pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 75, yang didapat dari penelitian
90, 105, dan 120. Lobster air tawar pendahuluan ambang atas dan
yang pingsan ditunjukkan dengan ambang bawah. Data dianalisis
keadaan keseimbangan lobster tidak menggunakan ANOVA dan jika
ada, posisi tubuh terbalik, kaki jalan, ditemukan pengaruh dilanjutkan
kaki renang dan capit kaku tidak dengan uji Duncan pada taraf 95%.
bergerak, ekor melipat kearah
abdomen, respon terhadap

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


930 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

Hasil dan Pembahasan al., 2012; Woldemichael & Wink,


2001). Tavares et al., (2015)
Pengujian Fitokimia menyatakan saponin pada leguminosa
Hasil uji fitokimia memiliki toksisitas yang moderat
menunjukkan bahwa kandungan apabila masuk ke tubuh dalam jumlah
metabolit sekunder pada ekstrak daun yang besar. Senyawa tanin
rambutan yaitu alkaloid, flavonoid, merupakan metabolit kedua pada
phenol hidrokuinon, triterpenoid, tumbuhan dan memperlihat aktifitas
tanin dan saponin (Tabel 1). Senyawa biologi antioksidan (Zhang et al.,
yang paling efektif dijadikan sebagai 2010). Musman (2010) menyatakan
anestesi adalah saponin dan tanin. tanin dapat mengganggu pernapasan
Saponin merupakan senyawa beracun pada hewan. Kandungan tanin pada
bagi hewan berdarah dingin dan daun rambutan adalah berkisar 6,25 –
mempunyai sifat biologi seperti 6,62% (Andriyani et al., 2010).
kemampuan hemolitik (Septiarusli et

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Uji Fitokimia
Ekstrak
Alkaloid Flavonoid Fenol Steroid Triterpenoid Tanin Saponin
Daun Rambutan + + + - + + +
Keterangan: + (positif) dan – (negatif)

Tabel 2. Hasil Uji Ambang Atas dan Bawah pada Lobster Air Tawar dengan
Menggunakan Ekstrak Daun Rambutan
Letal 24 jam Letal 48 jam
Konsentrasi
Ulangan Mortalitas Ulangan
(ppm) Jumlah Jumlah Mortalitas
1 2 (%) 1 2
0 2/4 0/4 2/8 25 ¾ 2/4 5/8 62,5
100 1/4 0/4 1/8 12,5 ¼ 0/4 1/8 12,5
500 2/4 0/4 2/8 25 ¾ 4/4 2/8 25
1.000 3/4 ¼ 4/8 50 ¾ 4/4 7/8 87,5
2.500 2/4 ¼ 3/8 37,5 4/4 4/4 8/8 100
5.000 2/4 2/4 4/8 50 4/4 4/4 8/8 100
7.500 3/4 4/4 7/8 87,5 4/4 4/4 8/8 100
10.000 4/4 ¾ 7/8 87,5 4/4 4/4 8/8 100

Penentuan Ambang Atas dan Bawah dibandingkan dengan konsentrasi


Hasil uji dari ambang atas dan 10.000 ppm.
bawah tersaji pada Tabel 2. Pada Konsentrasi 0 sampai 1.000
pengujian selama 24 jam, konsentrasi ppm menunjukkan kematian lobster
7.500 dan 10.000 ppm terjadi uji yang beragam angkanya.
kematian lobster air tawar sebanyak Konsentrasi 2.500 sampai 10.000
87,5%. Berdasarkan data di atas, ppm menunjukkan kematian lobster
konsentrasi yang dapat digunakan uji sebanyak 100%. Berdasarkan data
sebagai ambang atas adalah tersebut konsentrasi ambang terdapat
konsentrasi 7.500 ppm karena pada 100 ppm karena hampir 95%
konsentrasi tersebut lebih efisien bila lobster air tawar hidup dalam waktu
48 jam.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar 931

Konsentrasi ekstrak daun menghambat pembuluh darah ikan


rambutan yang semakin tinggi mengikat oksigen (Rohyani et al.,
menyebabkan semakin cepat lobster 2015). Oleh karena itu, saponin sering
mengalami kematian. Hal ini disebut dengan piscidal karena
disebabkan karena konsentrasi bersifat toksit untuk ikan (Sezgin &
saponin semakin tinggi akan Artik, 2010).

Tabel 3. Waktu Pingsan dan Sadar Lobster Air Tawar Selama Proses Anestesi
Konsentrasi Waktu Pingsan (Menit) Waktu Sadar (Menit)
(ppm) 1 2 1 2
0 - - - -
171 - - - -
294 - - - -
503 - - - -
863 - - - -
1.479 - - - -
2.535 - - - -
4.345 - - - -
7.447 112 112 3 2

Tabel 4. Hasil Pengujian Kualitas Air Sebelum dan Sesudah Proses Pemingsanan
Parameter
Perlakuan o
Suhu ( C) pH DO (mg/L) TAN (mg/L)
Sebelum 29,2 6,9 7,1 0
Sesudah 29 6,5 6,8 0,026

Penentuan Daya Anestesi dengan pendapat Suwandi et al.


Pengujian daya anestesi ekstrak (2011) bahwa penambahan ekstrak
daun rambutan menggunakan yang semakin besar menyebabkan
beberapa konsentrasi, yaitu 0, 171, laju metabolisme menurun sehingga
294, 503, 863, 1.479, 2.535, 4.345, dapat menimalisir stres.
dan 7.447 ppm. Lama waktu pingsan Metabolisme yang rendah
dan sadar lobster air tawar tersaji pada menyebabkan penurunan mekanisme
Tabel 3. kerja otak akibat kekurangan oksigen
Tabel tesebut menunjukkan dan dapat melumpuhkan sistem
pada konsentrasi 7.447 ppm yang syaraf motorik sehingga lobster tidak
dapat memingsankan lobster pada mampu menanggapi respon dari
waktu 112 menit. Lobster terindikasi lingkungan (Hu & Wu 2001). Namun,
pingsan ditandai dari pergerakan konsentrasi yang terlalu tinggi dapat
capit, kaki renang dan kaki jalan yang menyebabkan sel darah merah lisis
sangat lemah jika diberikan sentuhan (Septiarusli et al., 2012).
dari luar. Kondisi ini diduga dapat Semakin lama waktu
mengakibatkan stres yang tinggi pemingsanan, maka semakin cepat
terhadap lobster. Hal ini sesuai waktu pulih pada lobster air tawar.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


932 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

Lama waktu penyadaran lobster air Munandar et al. (2017a). Suwandi et


tawar adalah 2 – 3 menit. Hal ini al. (2011) menyatakan penurunan
sesuai dengan pendapat Susanto et al. nilai pH diakibatkan oleh peningkatan
(2014) bahwa ikan yang dipingsankan CO2 yang akan membentuk asam
dalam waktu yang lama tidak lemah. Nilai pH optimum untuk
mengalami kekurangan oksigen yang lobster air tawar adalah berkisar 6 – 8
terlalu banyak sehingga proses (Tumembouw, 2011).
penyadaran membutuhkan waktu Hasil pengukuran DO
yang singkat. menunjukkan bahwa terjadi
Kemampuan lobster untuk penurunan oksigen terlarut.
membersihkan bahan anestesi dari Kandungan DO pada sebelum lobster
dalam tubuhnya sangat cepat akibat dipingsankan adalah 7,1 mg/L dan
pemberian aerasi. Schapker et al. setelah dipingsankan kandungan DO
(2002) menyatakan bahwa sistem menjadi 6,8 mg/L. Lobster yang
cardiac dan aktivitas pernafasan pada sadar, metabolisme dan kebutuhan
crustacea sangat sensitif pada oksigen untuk respirasi akan
perubahan kondisi lingkungan meningkat sehingga kandungan DO
(tingkat oksigen terlarut, fluktuasi akan menurun. Anandasari et al.
suhu dan pH), pemberian zat kimia, (2015) menyatakan pada kondisi
penanganan atau pemberian stimulan stres, hemosianin di dalam hemolimfa
yang bersifat ekstrim. udang akan mengalami peningkatan
akibat kebutuhan transport oksigen
Kualitas Air meningkat. Hemosianin berfungsi
Salah satu faktor yang dapat membawa oksigen sampai 94% dari
mempengaruhi efektivitas bahan sel ke jaringan (Lorenzo et al., 2007).
anestesi adalah kualitas air. Hasil Walaupun terjadi penurunan oksigen
pengukuran kualitas air sebelum dan terlarut, lobster air tawar memiliki
sesudah pemingsanan lobster air ambang batas konsenstrasi oksigen
tawar tersaji pada Tabel 4. Suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan
merupakan salah satu parameter dengan ikan (Ikasari et al., 2008).
fisika yang penting diamati untuk Nilai TAN sebelum dan
kelangsungan hidup organisme sesudah proses pemingsanan adalah 0
perairan. Hal ini disebabkan suhu – 0,026 mg/L. Kandungan amoniak
dapat mempengaruhi metabolisme dalam air untuk lobster air tawar
pada tubuh udang (Anandasari et al., adalah maksimal 1,2 mg/L
2015). Suhu media sebelum dan (Tumembouw, 2011). Peningkatan
sesudah uji toksisitas berkisar antara kandungan TAN diduga karena
29 – 29,2 oC. Suhu air yang optimum lobster pada saat sadar mengalami
pada lobster air tawar adalah berkisar stres terhadap lingkungan sehingga
24 – 31 oC (Tumembouw, 2011). terjadi penumpukan feses di dalam
Derajat keasaman atau pH wadah pemeliharaan. Kadar TAN
memiliki 6,9 pada sebelum dalam bentuk NH3 maupun NH4+ di
pemingsanan dan setelah dalam suatu perairan dipengaruhi
pemingsanan terjadi penurunan pH oleh pH perairan. Pada pH 7 atau
yaitu 6,5. Hasil yang sama kurang, nilai TAN lebih banyak
ditunjukkan pada penelitian dalam bentuk ionisasi yang bersifat

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar 933

kurang toksik. Sebaliknya pada pH pemberian ekstrak daun rambutan


lebih dari 7, TAN lebih banyak dalam tidak memberikan perubahan yang
bentuk tidak berionisasi (bebas) yang signifikan. Parameter suhu, DO, pH
bersifat toksik (Anandasari et al., dan TAN air setelah diberikan ekstrak
2015). Sinha et al. (2012) masih layak untuk lobster air tawar.
menambahkan bahwa meningkatnya Hal tersebut menunjukkan bahwa
suhu dapat menyebabkan peningkatan penyebab lobster air tawar pingsan
amoniak. adalah pemberian ekstrak daun
Berdasarkan pengukuran rambutan, melainkan bukan dari
kualitas air media pemingsanan, perubahan kualitas air.

120
Tingkat Kelangsungan Hidup (%)

100 100 100 100


100

80

60

40

20

0
2 4 6 8
Waktu Transportasi (Jam)

Gambar 1. Tingkat Kelangsungan Hidup Lobster Air Tawar Selama Uji


Transportasi Kering

Transportasi Lobster Air Tawar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa


Pengujian ini bertujuan untuk pada konsentrasi tersebut masih dapat
mengetahui batas waktu yang bisa ditoleransi oleh lobster air tawar.
ditempuh oleh lobster air tawar yang Apabila melewati batas waktu 8 jam
dipingsankan dengan konsentrasi diduga lobster air tawar mengalami
7.447 ppm dan keefektifan ekstrak kematian yang menyebabkan
daun rambutan yang digunakan. Hasil penurunan tingkat kelangsungan
pengamatan tingkat kelangsungan hidup. Hasil penelitian Nasution
hidup lobster air tawar pada saat (2012) menunjukkan penggunaan
transportasi disajikan pada Gambar 1. ekstrak akar tuba sebesar 15 mg/L
Gambar 1 menunjukkan tingkat menghasilkan tingkat kelangsungan
kelangsungan hidup lobster air tawar hidup lobster air tawar 86,67%
selama proses transportasi tidak selama 48 jam transportasi.
mengalami penurunan. Pada jam ke 0, Salah satu faktor yang
2, 4, 6, dan 8 tingkat kelangsungan mempengaruhi tingkat kelangsungan
hidup lobster sangat tinggi yaitu hidup adalah suhu. Suhu di awal

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


934 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

pengemasan mencapai 12 oC dan kelangsungan hidup lobster air tawar


terjadi penurunan mencapai 10 oC sebesar 100%.
pada jam ke 6 dan 8. Menurut
Suryaningrum et al. (2008) bahwa Daftar Pustaka
suhu media pada transportasi lobster
diusahakan tidak melebihi 20 oC. Abid, M.S., Masithah, E.D., &
Kenaikan suhu pada kemasan selama Prayogo. 2014. Potensi Senyawa
uji penyimpanan menyebabkan Metabolit Sekunder Infusum Daun
lobster tersadar. Ketika lobster sadar, Durian (Durio zibethinus)
lobster membutuhkan oksigen untuk Terhadap Kelulushidupan Ikan
melangsungkan metabolisme, Nila (Oreochromis niloticus) Pada
sedangkan ketersediaan oksigen Transportasi Ikan Hidup Sistem
terbatas sehingga lobster melakukan Kering. Jurnal Ilmiah Perikanan
respirasi secara anaerob. Respirasi dan Kelautan, 6(1): 93 – 99.
anaerob menyebabkan akumulasi Anandasari, R.V., Supriyono, E.,
laktat. Akumulasi laktat yang Carman, O., & Adiyana, K. 2015.
terlampau tinggi dapat menyebabkan Penggunaan Zeolit, Karbon Aktif,
kematian lobster. Menurut Ross & dan Minyak Cengkeh Pada
Ross (1999), selama transportasi Transportasi Tertutup Udang
sebaiknya suhu yang tinggi dihindari Galah. Jurnal Akuakultur
untuk mencegah terjadinya kematian. Indonesia, 14(1): 42 – 49.
Pemanfaatan senyawa Andriyani, D., Utami, P.I., & Dhani,
metabolik sekunder tumbuhan tingkat B.A. 2010. Penetapan Kadar Tanin
tinggi sebagai bahan anestesi ikan Daun Rambutan (Nephelium
dengan jumlah tertentu dapat berguna lappaceum L) Secara
mengurangi tingkat stres dan Spektrofotometri dan Ultraviolet
menekan laju metabolisme. Visibel. Pharmacy, 7(2): 1 – 11.
Penggunaannya tidak menyebabkan APHA. 2005. Standard Method for
terjadinya akumulasi residu dalam Examination of Water and
tubuh ikan. Hal ini dikarenakan Wastewater. 21st Edition. Amer
senyawa toksik dapat mudah Public Health Asc, New York. 151
dikeluarkan kembali oleh insang hlm.
melalui proses respirasi (Sulmartini et BSN. 2005. Air dan Air Limbah
al., 2009). Bagian 30: Cara Uji Kadar
Amonia dengan Spektrofotometer
Kesimpulan dan Saran secara Fenat. SNI 06-6989.30-
2005. Badan Standarisasi
Ekstrak daun rambutan dengan Nasional, Jakarta. 10 hlm.
konsentrasi 7.447 ppm merupakan Dalimata, S. 2003. Atlas Tumbuhan
konsentrasi terbaik dengan waktu Obat Indonesia Jilid 3. Puspa
pingsan ikan menit ke-112 dengan Swara, Jakarta. 198 hlm.
waktu sadar ikan hingga 2 – 3 menit. Hu, H. & Wu, H. 2001. Mechanisms
Transportasi sistem kering of Anesthetic Action: oxygen
menggunakan ekstrak daun rambutan pathway Perturbation Hypothesis.
dapat dilakukan hingga 8 jam dengan Med. Hypotheses, 57I: 619 – 627.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar 935

Ibrahim, A., Adiputra, Y.T., Tawar Colossoma macropomum.


Setyawan, A., & Hudaidah, S. Depik, 6(1): 1 – 8.
2013. Potensi Ekstrak Kulit Buah Munandar, A., Indaryanto, F.R.,
dan Biji Rambutan (Nephelium Prestisia, H.N., & Muhdani, N.
lappaceum) Sebagai Senyawa Anti 2017b. Potensi Ekstrak Daun
Bakteri Patogen Pada Ikan. e- Picung (Pangium edule) Sebagai
Jurnal Rekayasa dan Teknologi Bahan Pemingsan Ikan Nila
Budidaya Perairan (e-JRTBP), 1 (Oreochromis niloticus) Pada
(2): 135 – 144. Transportasi Sistem Kering.
Ikasari, D., Syamdidi, & FishtecH-Jurnal Teknologi Hasil
Suryaningrum, T.D. 2008. Kajian Perikanan, 6 (2): 107 – 114.
Fisiologi Lobster Air Tawar Musman, M. 2010. Tanin Rhizophora
(Cherax quadricarinatus) pada mucronata Sebagai Moluskosida
Suhu Dingin Sebagai Dasar Untuk Keong Mas (Pomacea
Penanganan dan Transportasi canaliculata). Jurnal Ilmu-Ilmu
Hidup Sistem Kering. Jurnal Hayati dan Fisik, 12(3): 184 - 189.
Pascapanen dan Bioteknologi Nasution, H.S. 2012. Pemingsanan
Kelautan dan Perikanan, 3 (1): 45 Lobster Air Tawar (Cherax
– 54. quadricarinatus) Dengan Ekstrak
Ilhami, R., Ali, M., & Putri, B. 2015. Akar Tuba (Derris elliptica Roxb.
Transportasi Basah Benih Ikan Benth) dan Kelangsungan
Nila (Oreochromis niloticus) Hidupnya Selama Penyimpanan
Menggunakan Ekstrak Bunga Dalam Media Serbuk Gergaji.
Kamboja (Plumeria acuminata). e- Skripsi. Departemen Teknologi
Jurnal Rekayasa dan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan
Budidaya Perairan (e-JRTBP), 3 dan Ilmu Kelautan, Institut
(2): 389 – 395. Pertanian Bogor, Bogor. 69 hlm.
Lorenzo, S., Giulianini, P.G., Rohyani, I.S., Aryanti, E., & Suripto.
Libralato, S., Martinis, S., & 2015. Kandungan Fitokimia
Ferrero, E.A. 2007. Stress Effect Beberapa Jenis Tumbuhan Lokal
of Different Temperatures and Air yang Sering Dimanfaatkan
Exposure During Transport on Sebagai Bahan Baku Obat di Pulau
Physiological Profiles in the Lombok. Prosiding Seminar
American Lobster Homarus Nasional Masyarakat
americanus. Journal of Biodiversitas Indonesia Institut
Comparative Biochemistry and Teknologi Bandung: 388 – 391.
Physiology Part A, 147: 67 – 75. Ross, L.G. & Ross, B. Anaesthetic
Lukito, A. & Prayugo, S. 2007. and Sedative Techniques for
Panduan Lengkap Lobster Air Aquatic Animals. Blackwell
Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta. Science, London. 159 hlm.
292 hlm. Schapker, H., Breithaupt, T.,
Munandar, A., Habibi, G.T., Haryati, Shuranova, Z., Burmistrov, Y., &
S., & Syamsunarno, M.B. 2017a. Cooper, R.L. 2002. Heart and
Efektivitas Infusum Daun Durian Ventilatory Measures in Crayfish
Durio ziberthinus Sebagai During Environmental
Anestesi Alami Ikan Bawal Air Disturbances and Social

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


936 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

Interactions. Journal Comparative Suryaningrum, D.T., Syamdidi, &


Biochemistry and Physiology, 131: Ikasari, D. 2007. Teknologi
397 -407. Penanganan dan Transportasi
Septiarusli, I.E., Haetami, K., Lobster Air Tawar. Squalen, 2(2):
Mulyani, Y., & Dono, D. 2012. 37 – 42.
Potensi Senyawa Metabolit Suryaningrum, D.T., Ikasari, D., &
Sekunder dari Ekstrak Biji Buah Syamdidi. 2008. Pengaruh
Keben (Barringtonia asiatica) Kepadatan dan Durasi Dalam
dalam Proses Anestesi Ikan Kondisi Transportasi Sistem
Kerapu Macan (Ephinephelus Kering Terhadap Kelulusan Hidup
fuscoguttatus). Jurnal Perikanan Lobster Air Tawar. Jurnal
dan Kelautan, 3 (3): 295-299. Pascapanen dan Bioteknologi
Sezgin, C.A.E. & Artik, N. 2010. Kelautan dan Perikanan, 3(2): 171
Determination of Saponin Content – 181.
in Turkish Tahini Halvah by Using Susanto, A., Taqwa, F.H., &
HPLC. Advance Journal of Food Yulisman. 2014. Pengaruh Lama
Science and Technology, 2(2): 109 Waktu Pingsan Saat Pegangkutan
– 115. Dengan Sistem Kering Terhadap
Sinha, A.K., Liew, H.J., Diricx, M., Kelulusan Hidup Benih Ikan Nila
Blust, R., & De Boeck, G. 2012. (Oreochromis niloticus). Jurnal
The interactive Effects of Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2):
Amonnia Exposure, Nutritional 202 – 214.
Status and Exercise on Metabolic Suwandi, R., Nugraha, R., &
and Physiological Responses in Zulfamy, K.E. 2013. Aplikasi
Goldfish Carassius auratus. Ekstrak Daun Jambu Psidium
Aquatic Toxicology, 109: 33 – 46. guajava var. pomifera pada Proses
Sukarsa, D. 2005. Penerapan Teknik Transportasi Ikan Nila
Imotilisasi Menggunakan Ekstrak (Oreochromis niloticus). Jurnal
Alga Laut (Caulerpa Pengolahan Hasil Perikanan
sertularioides) dalam Transportasi Indonesia (JPHPI), 16(1): 69 – 78.
Ikan Kerapu (Epinephelus suillus) Suwandi, R., Jacoeb, A.M., &
Hidup Tanpa Media Air. Buletin Muhammad, V. 2011. Pengaruh
Teknologi Hasil Perairan, 8(1): 12 Cahaya Terhadap Aktivitas
– 24. Metabolisme Ikan Lele Dumbo
Sulmartini, L., Chotimah, D.N., (Clarias gariepinus) pada
Tjahjaningsih, W., Widiyatno, Simulasi Transportasi Sistem
T.V., & Triastuti, J. 2009. Respon Tertutup. Jurnal Pengolahan Hasil
Daya Cerna dan Respirasi Benih Perikanan Indonesia (JPHPI),
Ikan Mas (Cyprinus carpio) Pasca 14(2): 92 – 97.
Transportasi Dengan Tavares, R.L., Silva, A.S., Campos,
Menggunakan Daun Bandotan A.R.N., Schuler, A.R.P., & de
(Ageratum conyzoides) Sebagai Sosa, J.A. 2015. Nutritional
Bahan Antimetabolik. Jurnal Compotition, Phytochemicals, and
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, Microbiological Quality of the
1(1): 79 – 86. Legume, Mucuna pruriens.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Mas Bayu Syamsunarno, Abdul Syukur, dan Aris Munandar 937

African Journal of Biotechnology,


14(8): 676 – 682.
Tumembouw, S.S. 2011. Kualitas Air
Pada Kolam Lobster Air Tawar
(Cherax quadricarinatus) di
BBAT Tatelu. Jurnal Perikanan
dan Kelautan Tropis, 7(3): 128 –
131.
Woldemichael, G.M. & Wink, M.
2001. Identification and Biological
Activities of Triterpenoid
Saponins From Chenopodium
quinoa. J. Agric. Food Chem., 49:
2327 – 2332.
Zhang, L.L., Lin, Y.M., Zhou, H.C.,
Wei, S.D., & Chen, J.H. 2010.
Condesed Tannins from Mangrove
Species Kandelia candel and
Rhizhopra mangle and Their
Antioxidant Activity. Molecules,
15: 420 – 431

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


938 Pemanfaatan Ekstrak Daun Rambutan

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

STUDY OF USE FERMENTED BANANA Musa paradisiaca (Linnaeus,


1761) HUMPS AS ORGANIC FERTILIZER TO IMPROVE NATURAL
FEED AVAILABILITY IN NURSERY OF HOVEN’S CARP Leptobarbus
hoevenii (Bleeker, 1851) FRY

Wahid Abdul Rosyid*1, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto2

ABSTRACT

Plankton as a natural feed is thought to be a factor that affects the growth of


hoven’s carp fry. Plankton abundance can be increased by the addition of organic
fertilizers containing nutrients (nitrate and phosphate). Nutrients abundance can
be increased by addition of fermented banana hump’s This research aimed to
determine the use of fermented banana’s hump to increase the availability of
natural feed nursery and the growth of hoven’s carp fry. The method of this
research used a completely randomized design with four treatments and three
replications, i.e: P1 (control), P2 (5,0 ppm), P3 (7,5 ppm), and P4 (10,0 ppm)
addition of fermented banana’s hump. The measured parameters were nitrate,
phosphate, plankton abundance, growth and water quality. The results showed the
dose of addition of banana weed fertilizer had an effect (P< 0.05) on the abundance
of natural feed and the growth of hoven’s carp fry. Results of water quality
measurement showed the parameters of temperature ranged from 25 to 27 °C, pH
ranged from 6,23 to 7,53, DO ranged from 3,40 to 11,36 and ammonia from 0 to
0,001 mg/l. The recomended dosage of fermented banana’s hump was 10 ppm for
1 l of water media.

Kata kunci: hoven’s carp fry, fertilized of banana’s hump, natural feed, growth

Pendahuluan di alam (Haryono dan Rahardjo,


2009). Meskipun mempunyai nilai
Ikan jelawat Leptobarbus ekonomis dan permintaan pasar yang
hoevenii (Bleeker, 1851) merupakan cukup tinggi, namun budidaya ikan
salah satu ikan asli Indonesia yang jelawat belum dilakukan secara
terdapat di beberapa sungai di intensif, kendala utama dalam
Kalimantan dan Sumatera (Kottelat et pengembangan budidaya ikan
al., 1993). Ikan ini banyak ditemui di tersebut adalah terbatasnya benih,
sungai, anak sungai, dan daerah baik dalam kualitas maupun
genangan kawasan hulu hingga hilir, kuantitasnya (Olivia et al., 2012).
bahkan di muara-muara sungai yang Terbatasnya benih ikan pada
berhutan, sehingga keberadaanya ini fase pendederan ditentukan oleh
masih bergantung pada ketersedianya beberapa faktor, salah satunya
1
E-mail: wahidabdulrosyid@gmail.com
2
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, 35145

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


940 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

tersedianya pakan alami. Pakan alami Sungai Gelam, Kabupaten Muaro


yang sangat penting adalah plankton. Jambi, Jambi. Penelitian ini
Plankton tersebut meliputi mengunakan rancangan acak lengkap
fitoplankton dan zooplankton. (RAL) dengan 4 perlakuan dan
Adapun fitoplankton dan zooplankton masing-masing perlakuan terdiri dari
dimanfaatkan sebagai sumber 3 kali ulangan
makanan dan energi bagi benih ikan Wadah pemeliharaan berupa
yang bersifat omnivora. Plankton bak plastik ukuran 74x74x50 cm
tersebut membutuhkan bahan sebanyak 12 unit dengan ketinggian
anorganik untuk hidupnya. Bahan air 16 cm atau sebanyak 50 l. Benih
anorganik yang dibutuhkan antara yang digunakan berasal dari
lain nitrat dan fosfat dalam bentuk pemijahan di Balai Perikanan
ortofosfat. Bahan anorganik tersebut Budidaya Air Tawar Sungai Gelam,
didapatkan dari pengurain bahan meliputi pengukuran panjang dan
organik oleh mikroba pengurai. bobot dari benih. Pengukuran panjang
Mikroba pengurai dihasilkan dan bobot tersebut dilakukan secara
dengan memanfaatkan limbah acak pada 10% dari jumlah hewan uji
organik di alam. Salah satunya setiap bak pendederan. Benih yang
bonggol pisang yang jarang digunakan adalah benih yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. berumur 7 hari setelah habis kuning
Mikroba yang telah diidentifikasi telur, dengan padat tebar benih 2
sebagai mikroba pengurai pada ekor/l.
fermentasi bonggol pisang adalah Parameter yang diuji yaitu
Bacillus sp dan Aspergilus niger kadar nitrat, kadar fosfat, kelimpahan
(Suhastyo et al., 2013). Mikroba pakan alami meliputi fitoplankton dan
tersebut melakukan proses zooplankton, pertumbuhan berat dan
pemecahan bahan organik menjadi panjang mutlak. Adapun kualitas air
bahan anorganik (N dan P) yang yang diukur meliputi suhu, pH, DO,
dibutuhkan oleh fitoplankton untuk dan amonia. Paeameter dianalisis
pertumbuhan sebagai produsen utama secara statistik dengan menggunakan
dan sumber pakan zooplankton pada Anova (Analysis of Variance) dengan
fase pendederan benih ikan jelawat. selang kepercayaan 95%. Apabila
Oleh karena itu perlu dilakukan hasil uji antar perlakuan berbeda
penelitian tentang penggunaan nyata maka dilakukan uji lanjut beda
bonggol pisang yang difermentasi nyata terkecil (BNT) dengan tingkat
sebagai pupuk organik untuk kepercayaan 95%. Data yang
meningkatkan ketersediaan pakan diperoleh dari hasil perhitungan
alami dan pertumbuhan pada disajikan dalam bentuk tabel dan
pendederan benih ikan jelawat. dianalisis secara deskriptif. Data
diolah menggunakan Microsoft Exel
Metode 2010 dan Minitab 18.

Penelitian ini dilaksanakan


selama 3 bulan pada Januari-Maret
2018, bertempat di Balai Perikanan
Budidaya Air Tawar (BPBAT)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 941

Hasil dan Pembahasan terkandung dalam pupuk bonggol


pisang (Suhastyo, 2013), dengan
Kadar Nitrat bantuan oksigen terlarut dalam air,
kemudian amonia dioksidasi menjadi
Tabel 1. Rata-rata kadar nitrat (mg/l) nitrit, selanjutnya nitrit dioksidasi
media pemeliharaan benih menjadi nitrat.
ikan jelawat Sedangkan pengamatan kadar
Perlakuan
Hari ke- nitrat pada P1 hari ke-7 dan hari ke-14
0 7 14 memiliki kandungan nitrat <0,2 mg/l
0,097 ± 0,182 ± 0,221 ± yang identik sebagai perairan alami.
P1
0,066a 0,060c 0,206b
0,098 ± 0,833 ± 1,444 ± Kadar nitrat yang rendah pada P1
P2 disebabkan tidak adanya sumber
0,017a 0,259b 1,071a
P3
0,077 ± 0,524 ± 1,515 ± masukan nutrien, sehingga pada P1
0,096a 0,176bc 0,368a terjadi akumulasi kadar amonia pada
0,075 ± 1,519 ± 1,924 ± kisaran 0 – 0,5 mg/l, lebih tinggi dari
P4
0,021a 0,208a 0,469a
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom kadar amonia P2 (0 – 0,002 mg/l), P3
yang sama menunjukkan adanya (0 – 0,001 mg/l), dan P4 (0 – 0,001
perbedaan yang nyata (P<0,05) mg/l) akibat tidak terjadi proses
penguraian amonia oleh bakteri
Hasil penelitian menunjukkan pengurai. Kadar amonia pada P1 lebih
bahwa kadar nitrat pada hari ke-14 tinggi dari rata-rata kadar amonia air
pada perlakuan P2, P3 dan P4 dalam kolam, karena menurut Boyd (1991)
kondisi yang optimum untuk rata-rata kadar amonia pada air media
kebutuhan fitoplankton. Hal ini sesuai pendederan sekitar 0,1 – 0,3 mg/L.
dengan pernyataan Mackenthun Proses keberadaan nitrat
(1969) yang menyatakan bahwa dimedia pendederan benih jelawat
fitoplankton memerlukan kadar didukung oleh beberapa faktor
optimmum nitrat 0,9 – 3,5 mg/l. kualitas air, yaitu faktor oksigen
Adapun kadar nitrat pada hari ke-7 terlarut dan suhu. Oksigen terlarut
menunjukkan kadar nitrat yang pada media pendederan benih jelawat
optimum untuk kebutuhan (DO>3 ppm), masih cukup untuk
fitoplankton hanya pada P 4. mendukung proses oksidasi nitrogen.
Tingginya kadar nitrat pada P2, P3, Oksigen terlarut tersebut didukung
dan P4 tersebut karena mendapat oleh suhu media pendederan benih
masukan nutrien hara nitrat dari jelawat dengan kisaran 24,9 – 27,3 ºC
penambahan pupuk bonggol pisang. pada pagi hari dan mengalami
Peningkatan kadar nitrat terjadi kenaikan pada siang hari.
karena proses pemberian pupuk Berdasarkan uji statistik pada
bonggol pisang dengan interval 2 hari tingkat kepercayaan 95%
sekali. Selain dari penambahan pupuk menunjukkan bahwa pemberian dosis
bonggol pisang, peningkatan kadar pupuk bonggol pisang berpengaruh
nitrat merupakan hasil penguraian nyata terhadap kadar nitrat pada hari
nitrogen di perairan menjadi amonia ke-7 dan hari ke-14. Hal ini
melalui proses dekomposisi oleh menunjukkan bahwa penambahan
bakteri pengurai (Bacillus sp) sebagai pupuk bonggol pisang yang
mikroorganisme lokal yang mengandung unsur hara nitrat sebesar

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


942 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

3.087 ppm dapat meningkatkan kadar Redding (2000) menyatakan nitrat


nitrat pada media pendederan benih merupakan produk akhir dari proses
jelawat. nitrifikasi, tidak bersifat toksik bagi
Hal ini sesuai dengan Suhastyo ikan kecuali pada konsentrasi yang
(2013), yang menyatakan bahwa sangat tinggi (>100 mg/l).
Bacillus sp termasuk spesies yang
hidup bebas yang mempunyai Kadar Ortofosfat
kemampuan merombak senyawa Effendi (2003) menyatakan
organik, dan berperan seperti dalam perairan dengan tingkat kesuburan
proses nitrifikasi dan denitrifikasi. sedang dengan kadar ortofosfat antara
Poxton (1991) dalam Midlen & 0,021 – 0,5 mg/l. (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata kadar orthofosfat (mg/l) media pendederan benih ikan jelawat
Hari ke-
Perlakuan
0 7 14
P1 0,0009 ± 0,0001a 0,0009 ± 0,0004b 0,0000 ± 0,0000b
P2 0,0013 ± 0,0008a 0,0190 ± 0,0074a 0,0167 ± 0,0030a
P3 0,0009 ± 0,0006a 0,0229 ± 0,0059a 0,0200 ± 0,0066a
P4 0,0003 ± 0,0001a 0,0256 ± 0,0040a 0,0371 ± 0,0236a
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan jaringan tumbuhan air dan benih yang


bahwa kadar ortofosfat pada sudah mati menjadi ortofosfat dalam
perlakuan P2, P3, dan P4 dalam media pendederan benih jelawat.
kondisi dibawah kadar optimum yang Sedangkan pengamatan kadar
diperlukan fitoplankton, Mackentum orthofosfat pada P1 hari ke-7 dan hari
(1969), menyatakan kadar ortofosfat ke-14 memiliki kadar ortofosfat
yang optimum 0,09 – 1,80 mg/l. <0,02 mg/l, diklasifikasikan sebagai
Namun berdasarkan klasifikasi kadar perairan dengan tingkat kesuburan
fosfat digolongkan sebagai perairan rendah (Effendi, 2003). Kadar
dengan tingkat kesuburan sedang, ortofosfat yang rendah pada P1 karena
karena mengandung kadar ortofosfat tidak ada masukan nutrien fosfat.
antara 0,021 – 0,5 mg/l (Effendi, Proses ionisasi ortofosfat dimedia
2003). Tinggi rendahnya kadar pendederan benih jelawat didukung
ortofosfat pada perlakuan P2, P3, dan oleh beberapa faktor kualitas air,
P4 karena mendapat masukan nutrien yaitu faktor oksigen terlarut dan suhu.
hara fosfat dari penambahan pupuk Oksigen terlarut diperairan yang
bonggol pisang. Peningkatan kadar membantu proses ionisasi fosfat dari
orthofosfat terjadi karena proses sisa feses dan jaringan tumbuhan dan
pemberian pupuk bonggol pisang hewan yang mati. Oksigen terlarut
dengan interval 2 hari sekali. Selain pada media pendederan benih jelawat
dari penambahan pupuk bonggol (>3 ppm), masih cukup untuk
pisang, peningkatan kadar ortofosfat mendukung proses ionisasi fosfor.
diduga merupakan hasil ionisasi Oksigen terlarut tersebut didukung
fosfat yang berasal dari feses, sisa oleh suhu media pendederan benih
tulang benih yang mati, dan dari jelawat dengan kisaran 24,9 – 27,3ºC

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 943

pada pagi hari dan mengalami dapat memanfaatkan bahan anorganik


kenaikan pada siang hari. dengan bantuan energi matahari dan
Berdasarkan uji statistik pada energi kimia, sehingga Chlorophyta
tingkat kepercayaan 95% menunjuk- banyak ditemukan di perairan dengan
kan bahwa pemberian dosis pupuk kandungan nitrat yang tinggi. Hal
bonggol pisang berpengaruh nyata tersebut sesuai dengan kondisi
terhadap kadar ortofosfat pada hari kualitas air di media pemeliharaan,
ke-7 dan hari ke-14. Hal ini dengan kadar nitrat dan ortofosfat
menunjukkan bahwa penambahan yang lebih tinggi dibandingkan
pupuk organik yang mengandung dengan nutrien yang lain.
fosfat 439 ppm dari bonggol pisang Dari kedua jenis fitoplankton
yang difermentasi dan mengandung tersebut, diduga keduanya dimakan
mikroba Bacillus sp dan Aspergilus secara langsung oleh benih jelawat.
niger dapat meningkatkan kadar Menurut Niken (2011) Coelastrum
ortofosfat pada media pendederan sp. teridentifikasi dalam usus benih
benih jelawat. ikan nilem dari famili yang sama
dengan ikan jelawat yaitu cyprinidae
Kelimpahan Fitoplankton yang berumur 17 hari setelah
Fitoplankton yang menetas. Selanjutnya (Andrea et al.,
teridentifikasi adalah Ulotrix sp dan 2013) menyebutkan Ulotrix sp
Coelastrum sp dari filum Chlorophyta teridentifikasi dalam usus benih ikan
dari kelas Chlorophyceae. Pseudoplatystoma sp dengan rata-rata
Sebagaimana kebanyakan berat 0,0958 g (Tabel 3).
Chlorophyta bersifat autotrof yang

Tabel 3. Rata-rata kelimpahan fitoplankton (ind/l) media pendederan ikan jelawat.


Hari ke-
Perlakuan
0 7 14
P1 1.500 ± 750a 3.750 ± 1.500c 13.833 ± 1.774c
P2 2.250 ± 750a 21.000 ± 2.250b 34.800 ± 5.086b
P3 750 ± 750a 23.250 ± 2250b 46.617 ± 11.665b
P4 2.250 ± 750 29.250 ± 1.500a 76.500 ± 11.000a
a

Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Berdasarkan kategori kelimpa- makanan benih ikan jelawat berkaitan


han fitoplankton, penelitian ini dengan cara makan benih ikan jelawat
termasuk dalam kategori sedang yang pada umur tersebut letak mulut
dengan jumlah individu antara 103 – benih jelawat adalah superior, dengan
106/l (Majidek, 2016). Fitoplankton demikian benih ikan jelawat termasuk
tersebut dimanfaatkan benih ikan kedalam ikan yang memiliki cara
jelawat sebagai makanan, sesuai makan dengan tipe menyambar
ekologi benih jelawat yang berumur 5 makanan yang melayang, namun
– 25 hari bersifat omnivora, setelah 25 demikian benih jelawat mengambil
hari benih jelawat akan cenderung makanan dengan cara menghisap
herbifora (Termvidchakorn et al., yang berada di dasar perairan
2013). Pemilihan plankton sebagai (Baskoro, 2007).

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


944 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

Berdasarkan uji statistik pada dimanfaatkan secara langsung oleh


tingkat kepercayaan 95% plankton media pendederan benih
menunjukkan bahwa pemberian dosis jelawat. Analisis statistik dalam
pupuk bonggol pisang berpengaruh menentukan korelasi antara
nyata terhadap kelimpahan kelimpahan fitoplankton dan
fitoplankton media pendederan pada kandungan nitrat dan fosfat dilakukan
hari ke-7 dan hari ke-14. dengan menggunakan analisis regresi
Tinggi rendahnya kelimpahan linear berganda pada Microsoft Excel.
fitoplankton dipengaruhi oleh kadar (Tabel 4).
nitrat dan orthofosfat yang

Tabel 4. Hasil analisis korelasi regresi ganda kelimpahan fitoplankton dengan kimia
air (X1: Nitrat; X2: Ortofosfat)
Perlakuan Persamaan Regresi Ganda R R2
P1 Y = 14.412 - 629 X1 – 10.969.261 X2 0,60 0,70
P2 Y = 5.305 + 4.007 X1 + 461.941 X2 0,68 0,76
P3 Y = 7.770 + 45.678 X1 – 537.443 X2 0,70 0,77
P4 Y = 7.770 + 45.678 X1 – 537.443 X2 0,51 0,63

Hasil analisis regresi berganda beberapa waktu setelah populasi


terhadap kelimpahan fitoplankton (Y) maksimum fitoplankton berlalu.
dipengaruhi oleh nitrat (X1) dan fosfat Zooplankton yang yang
(X2) pada P1 menunjukkan nilai teridentifikasi dalam penelitian ini
koefisien korelasi (r) sebesar 0,60 Brachionus sp. (Tabel 5).
yang berarti memiliki hubungan yang
kuat, pada P2 menunjukkan nilai Tabel 5. Rata-rata kelimpahan
koefisien korelasi (r) sebesar 0,68 Brachionus sp (ind/) media
yang berarti memiliki hubungan yang pendederan benih ikan
kuat, pada P3 menunjukkan nilai jelawat
koefisien korelasi (r) sebesar 0,70 Perlakuan
Hari ke-
yang berarti memiliki hubungan yang 7 14
kuat, pada P4 menunjukkan nilai P1 750 ± 250b 417 ± 382c
P2 1.250 ± 433a 1.000 ± 0b
koefisien korelasi (r) sebesar 0,51 P3 1.250 ± 433 a
1.167 ± 382ab
yang berarti memiliki hubungan yang P4 2.083 ± 381 a
1.583 ± 144a
sedang. Adapun hubungan antara Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom
interval koefisien dan tingkat yang sama menunjukkan adanya
hubungan yaitu 0,00 – 0,1999 (sangat perbedaan yang nyata (P<0,05)
rendah), 0,20 – 0,399 (rendah), 0,40 –
0,59 (sedang), 0,60 – 0,79 (kuat), 0,80 Brachionus sp merupakan
– 1 (sangat kuat) (Supranto, 2009). zooplankton dari filum Rotifera.
Menurut Isnantyo & Kurniastuty
Kelimpahan Zooplanktom (1995), Rotifera termasuk kedalam
Steeman-Nielsen (1971), me- pakan alami yang baik di dalam
nyatakan bahwa pertumbuhan budidaya karena mudah dilihat oleh
zooplankton lebih lambat dari benih ikan, gerakan yang lambat serta
fitoplankton, maka populasi mempunyai daya apung yang baik,
maksimum zooplankton akan tercapai namun karena dalam pendederan ini

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 945

menggunakan benih jelawat dari kelimpahan zooplankton sesuai


umur 7 – 21 hari ketika sifat dengan tingkat kelimpahan
makannya omnivora, sehingga benih fitoplankton yang dimanfaatkan
jelawat pada penelitian ini tidak sebagai sumber makanannya pada
hanya memangsa plankton ini. pendederan benih ikan jelawat.
Berdasarkan kategori kelimpahan Perbedaan kelimpahan
zooplankton, pada P2, P3, dan P4 zooplankton berkaitan dengan nilai
kelimpahan zooplankton pada kadar nitrat dan ortofosfat di media
pengamatan hari ke-7 dan ke-14 pendederan, semakin tinggi nilai
dikategorikan tinggi. Majidek (2016) kadar nitrat dan ortofosfat. Nitrat dan
menyatakan zooplankton dikategori- ortofosfat berkaitan dengan
kan rendah dengan jumlah individu Brachionus sp Sebab nitrat di perairan
kurang dari 50 ind/l, sedang dengan merupakan sumber utama sebagai
jumlah individu antara 50 – 500 ind/l, nutrien bagi pertumbuhan plankton
dan dikategorikan tinggi dengan dan alga (Effendi, 2003). Adapun
jumlah individu lebih dari 500 ind/l. ortofosfat merupakan senyawa fosfor
Berdasarkan uji statistik pada terkecil, di perairan orthofospat di
tingkat kepercayaan 95% gunakan untuk transfer energi dalam
menunjukkan bahwa pemberian dosis aktivitas fotosintesis fitoplankton
pupuk bonggol pisang berpengaruh (Harris, 1978 dalam Suprapto et al.,
nyata terhadap kelimpahan 2014).
zooplankton media pendederan pada
hari ke-7 dan hari ke-14. Hal ini Pertumbuhan Benih Jelawat
menunjukkan bahwa penambahan Pertumbuhan merupakan
pupuk dari bonggol pisang yang perubahan bentuk ikan baik panjang
difermentasi dengan tiga dosis maupun berat sesuai dengan
berbeda dapat meningkatkan perubahan waktu (Effendi, 1979).

Tabel 6. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak (mm) dan berat mutlak (gram)
benih ikan jelawat
Rata-rata panjang hari ke- Rata-rata berat hari ke-
Perlakuan
7 14 7 14
P1 0,79 ± 0,69b 2,75± 0,28c 0,049 ± 0,005b 0,120 ± 0,004c
P2 2,48± 0,72a 4,63± 0,79b 0,088 ± 0,002a 0,204 ± 0,008b
a
P3 2,61± 0,97 5,21± 0,80ab 0,088± 0,001a 0,216± 0,009b
P4 3,45± 1,07a 6,40± 0,92a 0,092 ± 0,003a 0,243 ± 0,002a
Keterangan: Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata (P<0,05)

Rata rata pertumbuhan panjang panjang benih ikan jelawat pada umur
benih ikan jelawat di akhir penelitian 21 hari mencapai panjang 22,6 mm.
ketika umur 21 hari masih tergolong Putra et al. (2008), menyatakan salah
lambat dibandingkan dengan rata-rata satu sebab yang mempengaruhi
pertumbuhan panjang benih ikan kecepatan pertumbuhan benih ikan
jelawat pada penelitian adalah jenis dan jumlah makanan
Termvidchakorn et al. (2013) yang yang dimakan benih ikan. Minimnya
menyebutkan angka pertumbuhan sumber makanan alami baik jumlah

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


946 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

maupun jenis dimedia pendederan proses pemangsaan oleh zooplankton


baik dari diduga menyebabkan sebagai makanan benih jelawat
lambatnya pertumbuhan benih semakin tinggi.
jelawat, karena dalam penelitian ini Karena sumber energi dari
benih jelawat masa pendederan usia makanan yang dimanfaatkan benih
7-21 hari bersifat omnivora ikan jelawat baik dari fitoplankton
(Termvidchakorn et al., 2013). maupun zooplankton, awalnya
Berdasarkan uji statistik pada digunakan untuk memelihara tubuh
tingkat kepercayaan 95% dan menggantikan sistem jaringan
menunjukkan bahwa pemberian dosis tubuh yang rusak, selanjutnya
pupuk bonggol pisang berpengaruh kelebihan energi yang digunakan
nyata terhadap pertumbuhan panjang akan dimanfaatkan untuk
dan berat mutlak benih ikan jelawat pertumbuhan (Asmawi, 1983).
media pendederan pada hari ke-7 dan Hal ini sesuai dengan
hari ke-14 menunjukkan perbedaan pernyataan Huet (1986) yang
sangat nyata dengan tiga perlakuan menyatakan bahwa pertumbuhan ikan
penambahan pupuk bonggol pisang terjadi karena tersedianya pakan
dengan dosis berbeda. dalam jumlah yang cukup, dimana
Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi lebih besar
semakin tinggi dosis pupuk bonggol dari kebutuhan pokok untuk
pisang yang diberikan pada P2, P3, dan kelangsungan hidup. Menurut
P4 di media pendederan benih jelawat, (Lovell, 1988) pertambahan berat
pertumbuhan panjang dan berat tubuh benih ikan menunjukkan bahwa
mutlak juga semakin tinggi. Hal energi dalam pakan yang dikonsumsi
tersebut karena kadar nitrat dan benih ikan melebihi kebutuhan energi
ortofosfat dalam pupuk bonggol untuk pemeliharaan tubuh.
pisang yang dimanfaatkan untuk
aktivitas fotosintesis fitoplankton Parameter fisika-kimia pendukung
semakin tinggi (Harris, 1978 dalam Hasil pengukuran kualitas air
Suprapto et al., 2014). Adapun sebagai data pendukung untuk
jumlah fitoplankton pada P4 yang mengetahui variasi parameter pada
dimanfaatkan baik secara langsung perlakuan penambahan pupuk
oleh benih jelawat, maupun melalui bonggol pisang (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai parameter fisika-kimia media pemeliharan benih ikan jelawat yang
diberi penambahan pupuk bonggol pisang
Rentang Nilai
Parameter Satuan Kadar Optimum
P1 P2 P3 P4
Fisika
Suhu (oC) 24,9-27,2 24,9-27,2 24,9-27,2 25,0-27,3 23-31*
Kecerahan (cm) 16 16 16 16 -
Kimia
pH 6,07-7,69 6,28-7,45 6,53-7,45 6,23-7,53 6-7,9*
DO (ppm) 4,02-10.0 4,02-11,09 3,47-9,66 3,40-11,36 > 3*
Amonia (mg/l) 0-0,5 0-0,005 0-0,001 0-0,001 0,1-0,3**
Keterangan: * Baskoro (2007)
**Boyd (1991)

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 947

Parameter kualitas air menjadi benih jelawat. Odum & Barrett (1971)
standar terhadap kehidupan menyatakan perairan dengan pH
organisme budidaya. Kualitas air antara 6 – 9 merupakan perairan
tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan dengan kesuburan yang tinggi dan
ekosistem budidaya, namun juga tergolong produktif karena memiliki
dipengaruhi oleh kandungan nutrien. kisaran pH yang dapat mendorong
Menurut Febrianty (2011), nutrien proses pembongkaran bahan organik
yang masuk ke perairan dapat yang ada dalam perairan menjadi
mempengaruhi kualitas air di perairan bahan organik yang lebih komplek
tersebut. yang dapat diasimilasikan oleh
Suhu pada semua perlakuan fitoplankton.
penambahan pupuk bonggol pisang Oksigen terlarut (DO) di media
berada pada kisaran toleransi yang pemeliharaan perlakuan penambahan
dibutuhkan oleh benih ikan jelawat pupuk bonggol pisang berada pada
sebab menurut Baskoro (2007) suhu nilai DO>3 ppm, tergolong baik
yang paling baik untuk hidup pada karena memiliki kadar sesuai yang
fase pertumbuhan ikan jelawat pada dibutuhkan untuk kehidupan ikan
kisaran 23 – 31 ºC. Tingginya oksigen jelawat (Baskoro, 2007). Kisaran
terlarut pada media pemeliharaan oksigen terlarut yang tinggi diduga
benih jelawat disebabkan kisaran disebabkan oleh suhu yang rendah
suhu yang rendah (Baskoro, 2007). pada saat pengamatan yang dilakukan
Kecerahan pada media pada pukul 07:30 pada saat suhu
pemeliharaan dengan perlakuan relatif rendah.
penambahan pupuk bonggol pisang
berada tergolong tinggi, karena Kesimpulan dan Saran
pemeliharaan dilakukan di luar
ruangan sehingga intensitas cahaya Dosis pupuk organik dari
matahari mampu menembus dasar fermentasi bonggol pisang yang
media pemeliharaan. Intensitas optimal untuk meningkatkan
cahaya matahari yang menyebar di ketersediaan pakan alami dan
semua media pemeliharaan meningkatkan pertumbuhan benih
menyebabkan produktivitas fito- ikan jelawat adalah 10 ppm dalam
plankton maksimal dan mempunyai liter air media. Adapun saran bagi
pengaruh terbesar, yaitu sebagai pembudidaya, pupuk bonggol pisang
sumber energi untuk proses dapat digunakan sebagai alternatif
fotosintesis tumbuh tumbuhan yang dalam proses budidaya karena dapat
menjadi makanan benih jelawat menghemat biaya pakan pada fase
(Juwana & Romimohtarto, 2001) pendederan.
Nilai pH air pada media
pendederan perlakuan penambahan Daftar Pustaka
pupuk bonggol pisang berada pada
nilai yang dibutuhkan oleh benih ikan Andrea, F.L.D., Marcia, R.R.,
jelawat untuk kehidupannya yaitu Lucimara, A.R., & Aryadne, S.R.
pada kisaran 6 – 7,9 (Baskoro, 2007). 2013. Feeding of Larvae of the
Sehingga kisaran nilai pH pada media Hybrid Surubim
pendederan mendukung kehidupan (Pseudoplatystoma sp). Under

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


948 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

Two Conditions of Food Phytoplankton Dan Zooplankton.


Management. Acta Scientiarum. Pakan Alami Untuk Pembenihan
Biological Sciences, 35(2): 149 – Organisme Laut. Penerbit
155. Kanisius, Yogyakarta. 116 hlm.
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Juwana, S. & Romimohtarto, K.
dalam Keramba. Gramedia, 2001. Biologi Laut: Ilmu
Jakarta. 82 hlm. Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Baskoro. 2007. Pelatihan Puslitbang Oseanologi LIPI,
Pengelolaan dan Pembenihan Jakarta. 527 hlm.
Ikan Jelawat (Leptobarbus Kottelat, M., Whitten, A.J.,
hoevenii). Balai Budidaya Air Kartikasari, S .N., &
Tawar Mandiangin, Direktorat Wirjoatmodjo, S. 1993.
Jendral Perikanan Budidaya, Freshwater Fishes of Western
Departemen Kelautan dan Indonesia and Sulawesi. Periplus
Perikanan, Mandiangin. 15 hlm. Edition, Hongkong. 124 hlm.
Boyd, C.E. 1991. Water Quality Lovell, R.T. 1988. Nutrition and
Managementand Aeration in Feding of Fish. An AVI Book, van
Srimp Farming. Water Harvesting Nonstrad Reinhold, New York.
Project of Auburn University, 269 Hlm.
Amsterdam. 70 hlm. Mackenthun, K.M. 1969. The
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Practice of Water Pollution
Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Biology. Departement of Interior,
Bogor. 112 hlm. Federal Water Pollution Control
Effendi, M.I. 2003. Telaah Kualitas Administration, Washington. 285
Air. Kanisius, Yogyakarta. 111 hlm.
hlm. Majidek, A. 2016. Pengamatan
Febrianty, E. 2011, Produktivitas Kelimpahan Plankton di Perairan
Alga (Hydrodictyon) pada Sistem BPBL Batam. Laporan Magang.
Perairan Tertutup (Closed System). Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Tanjungpinang. 33 hlm.
Bogor. 58 hlm Niken, T.M.P., Winarlim, Yuki,
Haryono & Rahardjo, M.F. 2009. H.E.F., & Aliati, I. 2011. Potensi
Pertumbuhan Anakan Ikan Plankton sebagai Pakan Alami
Jelawat Hasil Reproduksi Buatan Larva Ikan Nilem (Osteochilus
(Bagian VI) dalam Proses hasselti C.V). Jurnal Akuakultur
Domestikasi dan Reproduksi Ikan Indonesia, 10(1): 81 – 88.
Jelawat yang Telah Langka Odum, E.P. & Barrett, G.W. 1971.
Menuju Budidayanya. Lembaga Fundamentals of Ecology, 3rd ED.
Ilmu Pengetahuan Indonesia, W.B. Saunders Company,
Bogor. 81 hlm. Philadelphia. 564 hlm.
Huet, M. 1986. Text Book of Fish Olivia, S., Huwoyon, G.H., &
Culture Breeding and Cultivation Prakoso, V.A. 2012. Perkem-
of Fish. Fishing New (Book) Ltd., bangan Embrio dan Sintasan Larva
Oxford. 328 Hlm. Ikan Jelawat (Lebtobarbus
Isnansetyo, A., & Kumiastuty, E. hoevanii) pada Berbagai Suhu Air.
1995. Teknik Kultur Bulletin Litbang: 135 – 144.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Wahid Abdul Rosyid, Indra Gumay Yudha, dan Herman Yulianto 949

Putra. R.M., Pulungan, C.P.,


Windarti, & Efizon, D. 2012. Buku
Ajar Biologi Perikanan. Unri
Press, Pekanbaru. 50 hlm.
Suhastyo, A.A. 2013. Studi
Mikrobiologi dan Sifat Kimia
Mikroorganisme Lokal. Saintek,
10(2): 29 – 39.
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan
Aplikasi. Erlangga, Jakarta. 384
hlm.
Suprapto, D., Purnomo, P.W., &
Sulardiono, B. 2014. Analisis
Kesuburan Perairan Berdasarkan
Hubungan Fisika Kimia Sedimen
Dasar dengan NO3-N dan PO4-P di
Muara Sungai Tuntang Demak.
Saintek Perikanan, 10(1): 56 – 61.
Steeman-Nielsen, E. 1971. Marine
Photosinthesis with Emphasis on
the Ecological Aspect. Elseiver
Science, 13(1): 1 – 141.
Termvidchakorn, A. & Hortle, K.G.
2013. A Guide to Larvae and
Juveniles of Some Common Fish
Species from the Mekong River
Basin. MRC Technical Paper no.
38 Mekong River Commision,
Phnom Penh. 234 hlm.
Wardoyo. S.E., & Yusuf, T.B. 1999.
Perlakuan Terhadap Media dalam
Budidaya Ikan Sistem Tertutup.
Puslitbang Perikanan, 3(1): 1 – 9.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


950 Bonggol Pisang sebagai Pupuk Organik

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

EFFECT OF DIETARY FERMENTED LAMTORO (Leucaena


leucocephala) LEAVES FLOUR IN FEED ON DIGESTIBILITY AND
HEMATOLOGICAL PARAMETERS OF CATFISH (Clarias sp.)

Achmad Noerkhaerin Putra*1, Anngy Chahya Pradana, Deny Novriansyah,


dan Mustahal2

ABSTRACT

Leucaena leaves is a potential ingredient for raw material feed of catfish. The aim
of this study is to evaluate the effects of dietary fermented leucaena leaf on
digestibility and hematological parameters of catfish. Four treatments and 3
replicates, namely: A (reference feed 70% + leucaena leaves meal 30%), B
(reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with A. niger 30%), C
(reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with R. oligosporus 30%),
and feed D (reference feed 70%+fermented leucaena leaves meal with S. cerevisiae
30%) were used in this study. The juvenile catfish (initial weight was 5,45±0,16 g)
are randomly distributed into eighteen tanks with 40 fish per aquarium. Each diet
is randomly assigned to the triplicate aquarium and fed to fish three times a day up
to satiation for 4 weeks. The results showed that fermented leucaena leaves
treatments were significantly higher (P<0.05) than that control in final weight and
feed conversion rasio. Nutrients digestibility and final weight were significantly
highest (P<0.05) in fermented leucaena leaves with A. niger compared to the other
treatment. The value of protein digestibility was significantly highest (P<0.05) in
fermented leucaena leaves with A. niger (76,04%), followed by fermented leucaena
leaves S. cerevisiae with (69,71%), fermented leucaena leaves meal with R.
oligosporus (68,24%), and control (65,18). Leucaena leaves had no effect on
physiological processes in catfish, as shown by hematological parameter values
that were within the normal range.

Keywords: catfish, feed, fermented leucaena leaves

Pendahuluan harga pakan buatan relatif mahal yang


tidak diikuti oleh harga jual produk.
Ikan lele (Clarias sp.) Harga pakan ikan lele di provinsi
merupakan salah satu komoditas Banten berkisar Rp 10.000-
akuakultur yang banyak 12.000/kg, sedangkan harga jual di
dibudidayakan di Indonesia. Namun, tingkat petani berkisar Rp 14.000 –
budidaya ikan lele menghadapi 15.000/kg. Permasalahan ini
beberapa masalah, diantaranya adalah berdampak pada menurunnya
1
email: putra.achmadnp@untirta.ac.id
2
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 04, Pakupatan, Serang, Banten, 42121

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


952 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

produksi ikan lele di Indonesia. pekarangan atau tanah lapang. Daun


Laporan kinerja Dirjen Budidaya- lamtoro telah banyak diaplikasikan
KKP pada tahun 2016 menyebutkan sebagai bahan baku pakan pada
bahwa produksi budidaya ikan lele kegiatan akuakultur, di antaranya
nasional sebesar 186.026 ton dan pada ikan nila (Zamal et al., 2009;
jumlah ini berada di bawah sasaran Fitriliyani, 2010; Kasiga et al., 2014;
produksi yang ditargetkan oleh KKP Kasiga & Lochmann, 2014;
pada tahun 2016, yaitu sebesar Restiningtyas et al. 2015), ikan rohu,
248.850 ton. Tingginya harga pakan Labeo rohita (Bairagi et al., 2004),
disebabkan oleh kenaikan harga dan ikan Indian snakehead, Channa
bahan baku pakan. Menurut punctate (Verma et al., 2014).
Soebjakto (2015), bahan baku pakan Namun, penggunaan daun
ikan seperti tepung ikan, tepung lamtoro sebagai bahan baku pakan
kedelai, tepung jagung dan tepung ikan dibatasi dengan kandungan serat
Meet Born Meal masih tergantung kasar yang tinggi dan adanya zat anti
impor. Akibatnya, harga jual pakan di nutrisi. Menurut Bairagi et al. (2004),
tingkat pembudidaya ikan terbilang daun lamtoro mengandung serat kasar
mahal. sebesar 6,15%, selulosa sebesar
Salah satu upaya yang dapat 12,56%, hemiselulosa sebesar 8,34%,
mengatasi ketergantungan terhadap tannin sebesar 4,5% dan mimosine
bahan baku pakan impor adalah sebesar 2,2%. Tannin dan mimosin
pemanfaatan bahan baku lokal untuk merupakan zat anti nutrisi yang dapat
pembuatan pakan ikan. Salah satu mengganggu penyerapan nutrien
bahan baku lokal yang berpotensi dalam saluran pencernaan dan
digunakan sebagai bahan baku pakan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ikan adalah daun lamtoro (Leucaena ikan (Hertrampf & Piedad-Pascual,
leucocephala). Tanaman lamtoro 2000). Menurut Jannathulla (2018a),
merupakan sumber daya hayati lokal tanin adalah inhibitor enzim protease
yang potensial untuk digunakan sehingga menghambat kecernaan
sebagai salah satu sumber protein protein dalam saluran pencernaan
nabati karena mengandung protein ikan, menurunkan nilai palatabilitas
sekitar 25,2 – 32,5% (Kasiga & pakan sehingga jumlah konsumsi
Lochmann, 2014). Menurut pakan dan pertumbuhan ikan
(Hertrampf & Piedad-Pascual, 2000), menurun. Oleh karena itu, dibutuhkan
asam amino esensial yang terkandung upaya untuk menurunkan nilai serat
dalam daun lamtoro terdiri dari kasar yang tinggi dan kandungan zat
arginin sebesar 2,20%, histidin anti nutrisi dalam daun lamtoro.
sebesar 0,74%, isoleusin sebesar Fermentasi adalah upaya yang
2,44%, leusine sebesar 3,02%, lisin dapat dilakukan untuk menurunkan
sebesar 2,37%, metionin sebesar kadar serat kasar dan kandungan anti
0,58%, phenyalanin sebesar 1,89%, nutrisi dalam daun lamtoro.
threonine sebesar 1,94%, triptophan Fermentasi merupakan hasil kegiatan
sebesar 0,31%, dan valin sebesar beberapa jenis mikroorganisme
2,31%. Keberadaan tanaman lamtoro seperti bakteri, khamir dan kapang
cenderung mudah didapatkan, karena (Buckle et al., 2013). Proses
tanaman ini tumbuh liar di fermentasi dapat meningkatkan

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 953

kandungan nutrisi suatu bahan dan khamir dikultur pada media PDA
melalui biosintesis vitamin, asam (Potato Dextrose Agar) kemudian
amino esensial dan protein serta diinkubasi pada suhu 30 °C selama 24
meningkatkan kualitas protein dan jam, selanjutnya dipanen secara
menurunkan serat kasar (Oboh, aseptik dan diencerkan dengan
2006). Kapang jenis Rhizopus menggunakan akuades sebanyak 100
oligosporus, Aspergillus niger dan ml. Kepadatan kapang dan khamir
khamir jenis Saccharomyces yang digunakan adalah 1010 CFU/ml
cerevisiae merupakan species umum (Pratiwi, 2014). Tepung daun lamtoro
digunakan dalam fermentasi dikukus terlebih dahulu selama 30
makanan. Pemanfaatan daun lamtoro menit sebelum difermentasi untuk
sebagai bahan baku pakan berbasis sterilisasi dari kemungkinan
lokal pada budidaya ikan lele belum mikrooranisme yang masih ada.
banyak dikembangkan. Oleh karena Setelah itu sebanyak 100 ml spora
itu perlu dilakukan penelitian untuk kapang/khamir dengan kepadatan
mengetahui potensi dari daun lamtoro 1010 CFU/ml dituangkan kedalam 1
sebagai bahan baku pakan dalam kg TDL dan diaduk hingga merata.
budidaya ikan lele. Penelitian ini Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30
bertujuan untuk mengevaluasi tepung °C selama 24 jam.
daun lamtoro terfermentasi sebagai Pakan yang digunakan adalah
bahan baku pakan terhadap kecernaan pakan komersial dengan kandungan
dan gambaran darah ikan lele. protein sebesar 32%, lemak 5%, serat
kasar 4%, kadar abu 10%, dan kadar
Metode air sebesar 11%. Pakan di-repeleting
dan dicampur secara homogen
Pembuatan Tepung Daun Lamtoro dengan tepung daun lamtoro tanpa
Daun lamtoro yang digunakan dan terfermentasi. Cr203 sebesar 0,5%
berasal dari daerah sekitar kota digunakan sebagai indikator
Serang-Banten. Daun lamtoro kecernaan sedangkan untuk binder
dikeringkan menggunakan metode digunakan tepung tapioka sebanyak
penjemuran tanpa terkena sinar 3%. Komposisi pakan uji mengacu
matahari atau hanya menggunakan pada Takeuchi (1988) dengan
udara sekitar dengan diangin-angin komposisi pakan acuan/referensi
sampai kering berwarna kehijauan sebesar 70% dan bahan uji sebesar
(Utami et al., 2012). Daun lamtoro 30%. Formulasi pakan uji pada
yang sudah kering kemudian digiling penelitian ini tersaji pada Tabel 1.
hingga menjadi tepung daun lamtoro.

Fermentasi Tepung Daun Lamtoro


dan Pembuatan Pakan
Kapang yang digunakan adalah
Rhizhopus oligosporus dan
Aspergillus niger, sedangkan khamir
yang digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae. Kapang

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


954 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

Tabel 1. Formulasi pakan pada pemeliharaan ikan lele


Perlakuan (%)*
Bahan Baku
A B C D
Pakan komersial 67,55 67,55 67,55 67,55
Tepung daun lamtoro A 28,95 - - -
Tepung daun lamtoro B - 28,95 - -
Tepung daun lamtoro C - - 28,95 -
Tepung daun lamtoro D - - - 28,95
Tepung Tapioka 3,00 3,00 3,00 3,00
Cr2O3 0,50 0,50 0,50 0,50
Total (%) 100,00 100,00 100,00 100,00
*A (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro tanpa fermentasi), B (70% pakan acuan + 30%
tepung daun lamtoro fermentasi A. niger), C (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro
fermentasi R. oligosporus), D (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi S.
cerevisiae).

Pemeliharaan Ikan dikeringkan pada suhu 60 oC selama


Ikan lele yang digunakan adalah 24 jam dan disimpan pada suhu -4 oC.
ikan lele dumbo dengan bobot rata-
rata 5,45±0,16 g/ekor. Ikan Parameter Penelitian
diaklimatisasi selama 7 hari dan pada Parameter yang diamati adalah
hari ke-7, ikan dipuasakan untuk jumlah konsumsi pakan, laju
membersihkan sisa pakan yang masih pertumbuhan spesifik dan koversi
ada dalam saluran pencernaan ikan. pakan mengacu pada Huisman
Benih ikan lele dipelihara pada (1987). Kecernaan total, kecernaan
akuarium bervolume 40 l dengan protein dan kecernaan lemak
kepadatan 40 ekor/akuarium mengacu pada Watanabe (1988).
menggunakan sistem resirkulasi Perhitungan gambaran darah terdiri
selama 30 hari. Pemberian pakan dari kadar haemoglobin (Hb) dihitung
dilakukan 3 kali sehari secara at dengan metode Sahli (Archana &
satiation atau sekenyangnya. Arun 2015), Kadar hematokrit diukur
Peneltian ini terdiri dari 4 perlakuan menurut Anderson & Siwicki (1993),
pakan dan 3 kali ulangan, yaitu: jumlah eritrosit dan jumlah leukosit
A. 70% pakan acuan + 30% tepung mengacu pada Blaxhall & Daisley
daun lamtoro tanpa fermentasi (1973).
B. 70% pakan acuan + 30% tepung
daun lamtoro fermentasi A. niger Analisis Kimia
C. 70% pakan acuan + 30% tepung Analisis kimia yang dilakukan
daun lamtoro R. oligosporus adalah analisis proksimat pada pakan
D. 70% pakan acuan + 30% tepung dan feces yang meliputi nilai protein
daun lamtoro S. cerevisiae kasar, lemak kasar, serat kasar, abu,
air, dan Bahan Ekstrak Tanpa
Untuk menjaga kualitas air, Nitrogen (BETN). Selain itu, kadar
akuarium disifon dan dilakukan chromium dalam pakan dan feces
pergantian air sebanyak 30% setiap diukur untuk perhitungan nilai
hari. Pengumulan feces dilakukan kecernaan. Prosedur analisis
pada hari ke-5 dari seluruh ikan pada proksimat dan kadar chromium
setiap akuarium. Feces kemudian mengacu pada Takeuchi (1988).

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 955

Analisis Data cerevisiae, masing-masing sebesar


Data pertumbuhan yang 392±4,58% dan 386±11,27% secara
diperoleh dianalisis dengan signifikan berbeda nyata (P<0,05)
menggunakan analisis ragam dengan dibandingan dengan perlakuan daun
tingkat kepercayaan 95%. Untuk lamtoro tanpa fermentasi. Jumlah
melihat perbedaan perlakuan maka konsumsi pakan sangat terkait dengan
dilakukan uji lanjut dengan uji palatibilitas pakan. Palatabilitas
Duncan’s Multiple Range dengan adalah tingkat kesukaan ikan untuk
menggunakan program komputer mengkonsumsi pakan yang diberikan
Statistical Product and Service pada periode waktu tertentu
Solution (SPSS) 16. Sedangkan nilai (Tantikitti, 2014). Rendahnya nilai
gambaran darah dianalisis secara jumlah konsumsi pakan pada
deskriptif. perlakuan daun lamtoro tanpa
fermentasi diduga disebabkan oleh
Hasil dan Pembahasan aroma dari daun lamtoro yang
mempengaruhi palatabilitas dari
Pertumbuhan dan Kecernaan Ikan pakan tersebut. Hasil yang sama juga
Nilai pertumbuhan dan diperoleh dari penelitian pakan
kecernaan nutrien pada pemeliharaan berbasis sumber protein nabati
ikan lele dengan pemberian pakan lainnya, Yuangsoi & Masumoto
daun lamtoro terfermentasi tersaji (2012) menemukan bahwa
pada Tabel 2. Jumlah konsumsi pakan penggantian tepung kedelai dengan
menggambarkan banyaknya pakan daun kelor sebagai sumber protein
yang dikonsumsi oleh ikan selama pada pakan ikan mas berpengaruh
penelitian (Putra et al., 2015). Jumlah terhadap nilai jumlah konsumsi
konsumsi pakan pada perlakuan daun pakan.
lamtoro fermentasi A. niger dan S.

Tabel 2. Nilai bobot rata-rata awal (B), bobot rata-rata akhir (Ba), jumlah konsumsi
pakan (JKP), kecernaan total (KT), kecernaan protein (KP), kecernaan
lemak (KL), konversi pakan (FCR), laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan
tingkat kelangsungan hidup (SR) pada pemeliharaan ikan lele.
Perlakuan**
Parameter penelitian*
A B C D
B (g) 5,40±0,01 5,52±0,10 5,47±0.11 5,53±0,02
Ba (g) 9,39±0,30a 11,08±0,09c 10,66±0,04b 10,61±0,02b
JKP (g) 360±22,27a 392±4,58b 379±6,56ab 386±11,27b
KT (%) 61,19±4,67a 72,08±0,67b 64,96±2,77a 62,72±3,46a
KP (%) 65,18±4,33a 76,04±0,83b 68,24±2,24a 69,71±3,38a
KL (%) 63,70±3,47a 74,18±0,51b 65,36±1,62a 67,16±0,37a
FCR 2,83±0,51b 1,97±0,08a 2,16±0,03a 2,42±0,21a
LPS (% g/hari) 1,75±0,2a 2,28±0,14 b
2,21±0,05b 2,17±0,04ab
SR (%) 92,5±2,5 92,5±1,73 93±0,58 92±1,44
Keterangan:
*
huruf superskrif yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata
(P<0,05)
**
A (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro tanpa fermentasi), B (70% pakan acuan + 30%
tepung daun lamtoro fermentasi A. niger), C (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


956 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

fermentasi R. oligosporus), D (70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi S.
cerevisiae).

Nilai kecernaan adalah nilai dalam mengkonversi substrat


yang menggambarkan banyaknya kompleks menjadi lebih sederhana
nutrien dalam pakan yang dapat dan digunakan untuk
dicerna ikan (Putra et al., 2015). Nilai pertumbuhannya. Fermentasi dapat
kecernaan total, protein dan lemak merubah protein rantai panjang
tertinggi secara signifikan (P<0,05) menjadi ikatan peptide rantai pendek,
terdapat pada perlakuan A. niger sehingga akan mudah diserap oleh
dengan nilai kecernaan total sebesar ikan untuk pertumbuhan. Hal ini
72,08±0,67%, kecernaan protein diduga menyebabkan nilai kecernaan
sebesar 76,04±0,83% dan nilai protein pada fermentasi A. niger yaitu
kecernaan lemak sebesar sebesar 76,04% secara signifikan
74,18±0,51%. Tingginya nilai (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan
kecernaan nutrien pada perlakuan dengan perlakuan lainnya. Kemudian
fermentasi daun lamtoro dengan secara berurutan diikuti oleh
menggunakan A. niger diduga perlakuan fermentasi S. cerevisiae
disebabkan A. niger mampu secara sebesar 69,71% dan nilai kecernaan
optimal memfermentasi tepung daun protein terkecil terdapat pada
lamtoro. A. niger adalah perlakuan daun lamtoro tanpa
mikroorganisme menguntungkan fermentasi, yaitu sebesar 65,18%.
yang mampu mereduksi serat dengan Hasil yang sama juga dilaporkan oleh
menghasilkan sejumlah enzim Ikhwanuddin et al. (2018), fermentasi
hidrolisis selama proses fermentasi dedak padi oleh A. niger sebagai
(Shi et al., 2015). A. niger bahan baku pakan, mampu
menghasilkan 30 U/g selulase (Reddy meningkatkan nilai kecernaan protein
et al., 2015) dan 3,099/g xylanase dan bahan kering pada ikan nila
(Maciel et al., 2008) selama proses dibandingkan dengan pakan tanpa
fermentasinya. Menurut Indariyanti fermentasi.
& Rakhmawati (2013), A. niger Penggunaan A. niger untuk
menghasilkan enzim selulase dan fermentasi bahan baku pakan ikan
xylanase. Enzim tersebut akan telah banyak dilaporkan oleh para
merombak selulosa menjadi selubiosa peneliti, diantaranya adalah
hingga akhirnya menjadi glukosa. Hal fermentasi limbah kulit buah kakau
ini menyebabkan pakan pada dan daun lamtoro pada pakan ikan
perlakuan fermentasi A. niger nila (Indariyanti & Rakhmawati,
mempunyai kandungan nutrisi yang 2013), fermentasi bungkil inti sawit
lebih baik, dan mudah dicerna serta untuk pakan ikan nila best (Akara et
diserap karena terjadi perombakan al., 2013), fermentasi kosentrat
bahan-bahan yang kompleks menjadi jatropha pada pakan ikan Labeo
lebih sederhana. rohita (Shanma et al. 2015),
Mahmilia (2005) menyatakan fermentasi tepung Jatropha curcas
bahwa peningkatan kadar protein pada pakan benih ikan Labeo rohita
disebabkan karena kemampuan (Phulia et al., 2016), fermentasi dedak
selulolitik dan amilolitik A. niger padi pada pakan ikan nila

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 957

(Ikhwanuddin et al., 2018), (Handajani, 2011). Semakin kecil


fermentasi groundnut oil cake sebagai nilai FCR maka pakan yang diberikan
alternatif pengganti tepung ikan pada memiliki kualitas yang baik
pakan udang vaname (Jannathulla et sedangkan nilai FCR yang tinggi
al., 2018a), dan fermentasi tepung menunjukkan kualitas pakan pakan
kedelai dan sunflower oil cake pada buruk. Nilai FCR pada pelakuan
pakan udang vaname (Jannathulla et kontrol diperoleh nilai yang terbesar,
al., 2018b). yaitu sebesar 2,83±0,51 dan secara
Berbanding lurus dengan nilai signifikan (p<0,05) berbeda
kecernaan nutrien, nilai bobot rata- dibandingkan pada perlakuan lainnya.
rata akhir tertinggi secara signifikan Sedangkan nilai FCR pada perlakuan
(P<0,05) terdapat pada perlakuan A. niger, R. oligosporus dan S.
fermentasi A. niger yaitu sebesar cerevisiae menunjukkan nilai yang
11,08±0,09 g, sedangkan nilai bobot tidak berbeda (P>0,05). Tingginya
akhir terkecil terdapat pada perlakuan nilai FCR pada perlakuan kontrol
daun lamtoro tanpa fermentasi, yaitu diduga disebabkan pakan yang
sebesar 9,39±0,30 g. Hasil yang sama diberikan tidak dapat dimanfaatkan
juga terdapat pada parameter LPS, dengan baik oleh ikan, sehingga
nilai LPS tertinggi pada penelitian ini menjadi tidak efisien dan nilai FCR
terdapat pada perlakuan A. niger yaitu pakan tinggi. Hal ini ditunjukkan
sebesar 2,28±0,14 % g/hari, nilai ini dengan nilai kecernaan nutrient yang
secara signifikan (P<0,05) berbeda rendah pada perlakuan kontrol.
jika dibandingkan dengan kontrol.
Tingginya nilai bobot akhir dan Gambaran Darah Ikan Lele
pertumbuhan pada perlakuan Gambaran darah yang terdiri
fermentasi A. niger diduga dari jumlah leukosit, jumlah eritrosit,
disebabkan tingginya nilai kecernaan kadar haemoglobin dan kadar
nutrien pada perlakuan tersebut. hematokrit pada pemeliharaan ikan
Semakin tinggi nilai kecernaan lele dengan pemberian pakan
nutrien pada perlakuan fermentasi A. fermentasi daun lamtoro yang
niger maka semakin besar pula energi berbeda tersaji pada Gambar 1. Hasil
yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan. NRC (2011) jumlah leukosit pada semua
menyebutkan bahwa kecernaan perlakuan berada pada kisaran normal
menunjukkan banyaknya komposisi jumlah leukosit ikan. Kisaran jumlah
nutrisi suatu bahan maupun energi leukosit pada hari k-0 sebesar 1,31 –
yang dapat diserap dan digunakan 1,49x105 sel/mm3, pada hari ke-15
oleh ikan. Hal yang sama juga sebesar 1,42 – 1,48x105 sel/mm3, dan
dinyatakan oleh Heptarina et al. pada hari ke-30 sebesar 1,47 –
(2010), bahwa semakin tinggi nilai 1,49x105 sel/mm3. Menurut Rahardjo
kecernaan, maka akan semakin besar et al. (2011) jumlah sel darah putih
nutrisi yang dapat dimanfaatkan ikan (leukosit) tiap mm3 darah ikan
untuk pertumbuhan ikan. berkisar 20.000 – 150.000 butir. Hasil
Rasio konversi pakan yang sama juga terdapat pada jumlah
merupakan salah satu parameter eritrosit, hasil penelitian
efisiensi pemberian pakan menunjukkan jumlah eritrosit pada

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


958 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

ikan lele berada pada kisaran normal 30 berkisar 1,85 – 1,95 x106 sel/mm3.
jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit pada Sjafei et al. (1989) menyatakan
hari ke-0, berkisar 1,10 – 2,02x106 bahwa eritrosit normal pada ikan
sel/mm3, pada hari ke-15: 1,67 – berjumlah rata-rata 20.000 –
1,79x106 sel/mm3, dan pada hari ke- 3.000.000 sel/mm3.

2.5 1.95
1.48 3.0 1.90

Eritrosit (106 sel/mm³)


1.49 1.771.93 1.75
2.5
Leukosit (105

2.0 1.47 1.47 1.48 1.79 2.02 1.94 1.85 1.67


1.42 1.48
1.491.45
sel/mm³)

1.37 1.31 1.44 2.0


1.5
1.5 1.24 1.10
1.0
1.0
0.5
0.5
0.0 0.0
A B C D A B C D
Perlakuan Perlakuan

(i) (ii)
10 50
6.6
6.8 6.8 6.9 6.8 6.8 6.7
6.8 28.92
8 40 25.77
24.72
Hematokrit (%)

23.08
Haemoglobin (g%)

6.0 5.8 5.6 23.2220.80


6 5.0 30 21.97 20.16 21.03
22.38 20.87 21.73
4 20

2 10

0 0
A B C D A B C D
Perlakuan Perlakuan

(iii) (iv)
hari ke-0 hari k-15 hari ke-30
Gambar 1. Jumlah leukosit (i), jumlah eritrosit (ii), kadar haemoglobin (iii) dan
kadar hematokrit pada pemeliharaan ikan lele selama 40 hari. A (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro tanpa fermentasi), B (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi A. niger), C (70%
pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi R. oligosporus), D
(70% pakan acuan + 30% tepung daun lamtoro fermentasi S.
cerevisiae).

Kadar haemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar 3,7 – 7


darah berhubungan erat dengan g%. Kadar hematokrit yang diperoleh
jumlah sel darah merah (Royan et al., pada penelitian ini berkisar antara
2014). Kadar haemoglobin yang 20,16 – 28,92% dan kisaran ini berada
diperoleh pada penelitian ini (hari ke- dalam kisaran normal karena sesuai
0: 5,0 – 6,0 g%, hari ke-15: 6,6 – 6,8 dengan pernyataan Snieszko et al.
g%, dan hari ke-30: berkisar 6,8 – 6,9 (1960) bahwa kondisi ikan secara
g%) berada dalam kisaran normal. umum cukup sehat atau baik jika nilai
Lagler et al. (1977) menyatakan hematokrit pada ikan berkisar 5 – 60
bahwa kadar haemoglobin dalam %. Secara umum parameter gambaran

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 959

darah yang diperoleh pada penelitian Aspergillus niger dalam formulasi


ini berada dalam kisaran gambaran pakan ikan lele.
darah normal ikan lele. Hal ini
menunjukkan bahwa pemanfaatan Daftar Pustaka
daun lamtoro sebagai bahan paku
pakan tidak berpengaruh terhadap Bakara, O., Santoso, L., Heptarina, D.
proses fisiologis dalam tubuh ikan 2013. Enzim mananase dan
lele. Karakteristik darah dapat fermentasi jamur untuk
digunakan untuk mengevaluasi meningkatkan kandungan nutrisi
respon fisiologi pada ikan bungkil inti sawit pada pakan
(Rachmawati et al., 2010). Penerapan ikan nila best (Oreochromis
tehnik haemotologi yang meliputi niloticus). Aquasains, 2(1): 69 –
pengukuran kadar haemoglobin, 72.
hematokrtit, jumlah eritrosit dan Anderson, D.P. & Siwicki, A.K.
leukosit yang menginformasikan 1993. Basic Hematology and
tentang gambaran darah, penting Serology for Fish Health
dalam menilai kesehatan ikan dan Program. Paper Presented in
memantau tentang kondisi stress pada Second Symposium on Disease in
ikan yang dipelihara (Blaxhall & Asia AquacultureAquatic Animal
Daisley, 1972). Health and The Environment
Phuket, Thailand. 17 hlm.
Kesimpulan Archana, G. & Arun, K. 2015.
Haematological Studies of Some
Fermentasi kapang dan khamir Edible Fresh Water Fishes of
pada daun lamtoro untuk bahan baku NRC Region. World Journal
pakan ikan lele menghasilkan bobot Pharmacy and Pharmaceutical
akhir dan konversi pakan yang lebih Sciences, (4): 1467 – 1479.
baik dibandingkan dengan kontrol. Bairagi, A., Ghosh, K.S., Sen, S.K., &
Fermentasi daun lamtoro Ray, A.K. 2004. Evaluation of
menggunakan A. niger menghasikan the nutritive value of Leucaena
nilai kecernaan nutrien dan bobot leucocephala leaf meal,
akhir terbaik dibandingkan perlakuan inoculated with fish intestinal
lainnya. Laju pertumbuhan terbaik bacteria Bacillus subtilis and
ikan lele terdapat pada perlakuan Bacillus circulans in formulated
fermentasi daun lamtoro dengan diets for rohu, Labeo rohita
menggunakan A. niger dan R. (Hamilton) fingerlings.
oligosporus. Penggunaan daun Aquaculture Research, 35: 436 –
lamtoro sebagai bahan baku pakan 446.
ikan lele tidak berpengaruh pada Blaxhall, P.C. & Daisley, K.W. 1973.
proses fisologis ikan lele, hal ini Routine Haematological
ditunjukkan dengan nilai parameter Methods for Use with Fish
gambaran darah yang berada dalam Blood. J. Fish Biol. 5: 771 – 781.
kisaran normal. Perlu dilakukan Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet,
penelitian lanjutan terkait dengan G.H., & Wooton, M. 2013. Ilmu
komposisi daun lamtoro terfermentasi pangan. Universitas Indonesia,
Jakarta. 365 hlm.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


960 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

Direktorat Jendral Perikanan Wageningen Agriculture


Budidaya. 2016. Laporan kinerja University, Wageningan,
Direktorat Jendral Perikanan Netherland. 170 hlm.
Budidaya Tahun 2016. Kasiga, T. & Lochmann, R. 2014.
Kementerian Kelautan dan Nutrient digestibility of reduced-
Perikanan, Jakarta. 84 hlm. soybean-meal diets containing
Dopongtonung, A. 2008. Gambaran Moringa or Leucaena leaf meals
Darah Ikan Lele (Clarias spp) for nile tilapia, Oreochromis
yang berasal dari daerah niloticus. Journal of The World
Laladon-Bogor. Skripsi. Fakultas Aquaculture Society, 45(2): 183
Kedokteran Hewan, Institut – 191.
Pertanian Bogor, Bogor. 36 hlm. Kasiga, T., Chen, R., Sink, T., &
Fitriliyani, I. 2010. Evaluasi nilai Lochmann, R. 2014. Effects of
nutrisi tepung daun lamtoro gung reduced soybean-meal diets
(Leucaena leucophala) ontaining moringa oleifera or
terhidrolisis dengan ekstrak Leucaena leucocephala leaf
enzim cairan rumen domba (Ovis meals on growth performance,
aries) terhadap kinerja plasma lysozyme and total
pertumbuhan ikan nila intestinal proteolytic enzyme
(Oreochromis niloticus). Jurnal activity of juvenile nile tilapia,
Akuakultur Indonesia, 9(1): 30 – Oreochromis niloticus, in
37. outdoor tanks. Journal of The
Handajani, H. 2011. Optimalisasi World Aquaculture Society,
substitusi tepung Azolla 45(5): 508 – 522.
terfermentasi pada pakan ikan Indariyanti, N. & Rakhmawati. 2013.
untuk meningkatkan Peningkatan kualitas nutrisi
produktivitas ikan nila gift. limbah buah kakao dan daun
Jurnal Teknik Industri, (12): 177 lamtoro melalui fermentasi
– 181. sebagai basis protein ikan nila.
Heptarina, D., Suprayudi, M.A., Jurnal Penelitian Pertanian
Mokoginta, I., & Yaniharto, D. Terapan, (2): 108 – 115.
2010. Pengaruh pemberian Jannathulla, R., Dayal, J.S.,
pakan dengan kadar protein Ambasankar, K., Eugine, A.C.,
berbeda terhadap pertumbuhan & Muralidhar, M. 2018a.
yuwana udang putih Litopenaeus Fungus, Aspergillus niger,
vannamei. Prosiding Forum fermented groundnut oil cake as
Inovasi Teknologi Akuakultur: a fish meal alternative in the diet
721 – 727. of Penaeus vannamei.
Hertrampf, J.W. & Piedad-Pascual, F. Aquaculture Research, 49(8):
2000. Handbook on Ingredients 2891 – 2902.
for Aquaculture feeds. Kluwer Jannathulla, R., Dayal, J.S.,
Academic Publishers, Dordrecht. Ambasankar, K., & Muralidhar,
624 pp. M. 2018b. Effect of Aspergillus
Huisman, E.A. 1987. Principles of niger fermented soybean meal
Fish Production. Department of and sunflower oil cake on
Fish Culture and Fisheries, growth, carcass composition and

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 961

haemolymph indices in Penaeus Skripsi. Jurusan Perikanan,


vannamei Boone, 1931. Fakultas Pertanian, Universitas
Aquaculture, 486: 1 – 8. Sultan Ageng Tirtayasa, Serang.
Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, Putra, A.N., Widanarni, & Utomo,
R.R., & Passino, D.R.M. 1977. N.B.P. 2015. Growth
Ichtiology. John Wiley & Sons, performance of tilapia
Inc., United State of America. (Oreochromis niloticus) fed with
505 hlm. probiotic, prebiotic and synbiotic
Maciel, G.M., Vandenberghe, in diet. Pakistan Journal of
D.S.L.P., Haminiuk, C.W.I., Nutrition, 14: 263 ‒ 268.
Fendrich, R.C., Bianca, D.B.E., Rachmiwati, F.N., Untung, S., &
Brandalize, D.S.T.Q., Pandey, Yulia, S. 2010. Respon Fisiologi
A., & Soccol, C.R. 2008. Ikan Nila, Oreochromis
Xylanase production by niloticus, yang Distimulasi
Aspergillus niger LPB 326 in dengan Daur Pemuasaan dan
solid-state fermentation using Pemberian Pakan Kembali.
statistical experiment designs. Nasional Biologi, 1(7): 492 –
Food Technology and 499.
Biotechnology, 46: 183 – 189. Rahardjo, M.F., Sjafei, D.S., Affandi,
NRC. 2011. Nutrient requirements of R., & Sulistiono. 2011. Iktiology.
fish and shrimp. The National Lubuk Agung Bandung,
Academies Press, Washington, Bandung. 395 hlm.
DC. 376 hlm. Reddy, G.P.K., Narasimha, G.M.,
Oboh, G. 2006. Nutrient Enrichment Kumar, K.D., Ramanjaneyulu,
of Cassava peels using a mixed G., Ramya, A., Kumari, B.S.S.,
culture of Saccharomyces & Reddy, B.R. 2015. Cellulase
cerevisae and Lactobacillus spp. production by Aspergillus niger
Biotechnology, 9: 46 – 48. on different natural
Phulia, V., Sardar, P., Sahu, N.P., lignocellulosic substrates.
Shamna, N., Fawole, F.J., Gupta, International Journal of Current
S., & Gadhave, P.D. 2017 Microbiology and Applied
Replacement of soybean meal Sciences, 4: 835 – 845.
with fermented Jatropha curcas Restiningtyas, R., Subandiyono, &
kernel meal in the diet of Labeo Pinandoyo. 2015. Pemanfaatan
rohita fingerlings: effect on tepung daun lamtoro (Leucaena
hemato-biochemical and gluca) yang telah
histopathological parameters. difermentasikan dalam pakan
Journal of The World buatan terhadap pertumbuhan
Aquaculture Society, 48(4): 676 benih ikan nila merah
– 683. (Oreochromisniloticus). Journal
Pratiwi, N.N. 2014. Penentuan Nilai of Aquaculture Management and
Kecernaan Eceng Gondok Technology, 4(2): 26 – 34.
(Eichhornia Crassipes) Royan, F., Sri, R., & Condro, A.H.
Terfermentasi oleh Beberapa 2014. Pengaruh Salinitas yang
Jenis Kapang pada Ikan Patin Berbeda terhadap Profil Darah
(Pangasius Hypophthalmus). Ikan Nila (Oreochromis

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


962 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

niloticus). Journal of alternative potein sources in


Aquaculture Management and shrimp feed. Songklanakarin
Technology, 3(2): 109 – 117. Journal of Science and
Shanma, N., Sardar, P., Sahu, N.P., Technology, 36(1): 51 – 55.
Pal, A.K., Jain, K.K., & Phulia. Utami, I.K., Haetami, K., & Rosidah.
2015. Nutritional evaluation of 2012. Pengaruh penggunaan
fermented Jatropha protein tepung turi hasil fermentasi
concentrate in Labeo rohita dalam pakan buatan terhadap
fingerlings. Aquaculture pertumbuhan benih bawal air
Nutrition, 21(1): 33 – 42. tawar (Colossomamacropomum
Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F., Affandi, cuvier). Jurnal Perikanan dan
R., & Sulistiono. 1989. Iktiologi. Kelautan, 3(4): 191 – 199.
Fakultas Perikanan Institut Verma, V.K., Rani, K.V., Sehgal, N.,
Pertanian Bogor, Bogor. 329 & Prakash, O. 2014. Enhanced
hlm. disease resistance in the Indian
Soebjakto, S. 2015. Komitmen Total snakehead, Channa punctate
Menuju Kemandirian Pakan. against Aeromonas hydrophila,
Tabloid Akuakultur Indonesia, through 5% feed
18(3). supplementation with F.
Shi, C., He, J., Yu, J., Yu, B., Huang, benghalensis (aerial root) and L.
Z., Mao, X., Zheng, P., & Chen, leucocephala (pod seed).
P. 2015. Solid state fermentation Aquaculture International,
of rapeseed cake with 23(5): 1127 – 1140.
Aspergillus niger for degrading Yuangsoi, B. & Masumoto, T. 2012.
glucosinolates and upgrading Replacing moringa leaf
nutritional value. Journal of (Moringa oleifera) partially by
Animal Science and protein replacement in soybean
Biotechnology, 6(1): 13 – 19. meal of fancy carp (Cyprinus
Snieszko, S.F., Camper, J.E., Iloward, carpio). Songklanakarin Journal
F.J., & Pettjohn, L.L. 1960. of Science and Technology,
Micohematocrit as a Tool in 34(5): 479 – 485.
Fishery Research and Watanabe, T. 1988. Fish nutrition
Management. Bureau of Sport and mariculture. JICA Textbook.
Fisheries and Wildlife, The general aquaculture course.
Washington D.C. 15 hlm. Department of Aquatic
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work- Biosciences, Tokyo University
Chemical Evalualuation of of Fisheries, Tokyo. 233 hlm.
Dietary Nutriens. In Watanabe Zamal, H., Barua, P., & Uddin, B.
(Ed) Fish Nutrition and 2009. Estimation of growth and
Mariculture. Kanagawa financial analysis through the
International Fisheries Training, application of Ipil ipil, Leucaena
Japan International Cooperation leucocephala, leaf meal as
Agency (JICA), Kanagawa. 256 supplements to soybean and fish
hlm. meal in the diet juvenile
Tantiakitti, C. 2014. Review article: monosex tilapia, Oreochromis
Feed palatability and the

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


A.N. Putra, Anngy Chahya Pradan, Deny Ovriansyah, dan Mustahal 963

niloticus. International Aquafeed


Magazine, 12: 36 – 42.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


964 Efek Tepung Daun Lamtoro Terfermentasi

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume VIII No 1 Oktober 2019
p-ISSN: 2302-3600, e-ISSN: 2597-5315

THE STIMULATION OF GONAD MATURITY OF ASIAN REDTAIL


CATFISH Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840) THROUGH
INDUCTION OF OOCYTE DEVELOPER (Oodev) HORMONE

Devika Kharisma Putri*1, Tarsim, Deny Sapto Chondro Utomo, dan Indra
Gumay Yudha2

ABSTRACT

Oodev hormone application has been applied to stimulate gonadal maturity


so that fish fry could be available outside the spawning season. This research aimed
to study the effect of Oodev hormone on the gonadal maturity of asian redtail catfish
Hemibagrus nemurus (Valenciennes, 1840). This research method used a
completely randomized design (CRD) with 4 doses treatments, i.e 0, 0,25, 0,50, 1,00
ml/kg. A total of 8 fish were used as replications for each treatment. The parameters
measured were the gonado somatic index (GSI) and egg diameter. The results
showed that the effect of Oodev hormone on GSI and egg diameter was significantly
different (P<0.05). A higher Oodev hormone dose caused an increase of GSI and
egg diameter size. The recommended Oodev dose for application is 1 ml/kg.

Keywords: Hemibagrus nemurus, gonad maturity, Oodev hormone

Pendahuluan hasilnya belum signifikan disebabkan


kendala-kendala dalam budidayanya,
Ikan baung (Hemibagrus antara lain ketersediaan benih yang
nemurus) adalah salah satu spesies terbatas di luar musim pemijahan.
ikan air tawar yang memiliki nilai Pemijahan alami ikan baung di alam
ekonomi penting dan banyak hanya terjadi sekali dalam setahun
dijumpai di perairan Sumatera, Jawa, (saat musim hujan). Ikan baung jantan
dan Kalimantan. Ikan ini sangat matang gonad pada bulan November
digemari untuk dikonsumsi oleh – Februari, sedangkan ikan baung
masyarakat sekitar karena memiliki betina pada bulan Oktober – Januari
daging yang tebal dan rasa yang lezat. (Arsjad, 1973 dalam Muflikhah et al.,
Ikan baung memiliki nilai jual yang 2005).
tinggi, harga jual ikan baung di Secara alami saat musim
pasaran mencapai Rp. 50.000 – pemijahan ikan akan menerima sinyal
70.000/kg (Heltonika, 2017). lingkungan dan diterima oleh saraf
Permintaan akan ikan baung pusat yang diteruskan ke otak untuk
sangat tinggi dan sudah banyak kemudian otak memberikan perintah
dibudidaya oleh masyarakat namun ke ptuitari untuk menghasilkan
1
E-mail: devikakharisma@gmail.com
2
Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
Jl. Prof. S. Brodjonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung, 35145

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


966 Rangsangan Perkembangan Gonad Ikan Baung

hormon utama yang akan merangsang ml/kg ikan (Sihaloho, 2014), C


berbagai macam aktivitas ovari (Hormon Oodev dengan dosis 0,5
(Berniar et al., 2009). Di luar musim ml/kg + larutan fisiologis 0,5 ml/kg
pemijahan sinyal lingkungan yang ikan (Sihaloho, 2014), dan D
dibutuhkan tidak tersedia sehingga (Hormon Oodev dengan dosis 1,0
menyebabkan keterlambatan keter- ml/kg ikan (Cholifah, 2016).
sediaan induk baung yang matang Ikan baung dipelihara di kolam
gonad sangat terbatas. permanen yang diberi hapa dengan
Faktor penyebab lambatnya ukuran 2x1,5x1,5 m3 sebanyak 4 buah
kematangan gonad ikan baung di luar dengan ketinggian air 1 m. Pemberian
musim pemijahan adalah pakan dilakukan sebanyak 2 kali
berkurangnya kadar (Follicel sehari pada pagi dan sore hari
Stimulating Hormone) FSH dan sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan
keberadaan dopamin yang dihasilkan baung.
saraf pusat yang dapat menghambat
proses (Gonadotropin releasing Pengukuran Kualitas Air
hormone) GnRH yang menghasilkan Pengukuran pH dilakukan
(Gonadotropin hormone) GtH saraf selama 1 kali seminggu dan
pusat juga menghasilkan dopamin pengukuran suhu dilakukan pada pagi
yang dapat menghambat proses hari (pukul 08.00 WIB) dan sore hari
sintesis. Untuk itu diperlukan hormon (pukul 17.00 WIB)
yang dapat meningkatkan FSH dan
antidopamin. Upaya yang dapat Penyuntikan Hormon
dilakukan untuk menanggulangi Hormon yang digunakan dalam
kondisi tersebut, sulitnya penelitian ini adalah hormon Oodev.
mendapatkan indukan ikan baung Penyuntikan dilakukan secara
yang matang gonad di luar musim intramuscullar pada otot punggung.
pemijahan adalah dengan melakukan Penyuntikan dilakukan setiap 2
aplikasi hormonal melalui minggu sekali selama 8 minggu
penyuntikan (Farastuti, 2014). pemeliharaan.

Bahan dan Metode Pengambilan Sampel Gonad


Pengambilan sampel gonad
Penelitian ini dilaksanakan dilakukan pada minggu ke-0 sebelum
pada bulan April – Juli 2018 di Balai dilakukan penyuntikan dan minggu
Budidaya Ikan Sentral, Purbolinggo, ke-8 setelah penyuntikan. Indukan
Lampung Timur. Ikan uji yang ditimbang terlebih dahulu dimulai
digunakan adalah induk betina ikan dari lubang anus menuju operkulum
baung dengan bobot rata-rata ±500 g secara horizontal. Setelah dibedah,
berjumlah 8 ekor setiap ulangan. sampel gonad ditimbang kemudian
Induk yang digunakan sudah memijah dilakukan proses pengawetan
dan belum matang gonad. menggunakan larutan formalin 10%
Perlakuan yang diberikan dan disimpan pada botol film dengan
meliputi A (Larutan fisiologis yaitu suhu ruang untuk dilanjutkan uji
NaCl 1,0 ml/kg), B (Hormon Oodev histologi. Pengambilan sampel gonad
dengan dosis 0,25 ml/kg + NaCl 0,75 dilakukan 1 ekor/perlakuan pada awal

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Devika Kharisma Putri, Tarsim, D.S.C. Utomo, dan I.G. Yudha 967

pemeliharaan dan 5 ekor/perlakuan akan dilakukan uji lanjut dengan uji


pada akhir pemeliharaan. Tukey, pada selang kepercayaan 95%
untuk mengkaji apakah terdapat
Parameter Penelitian pengaruh antar perlakuan. Parameter
Indeks Kematangan Gonad (IKG) kualitas air, tingkat kematangan
Nilai IKG dilakukan dengan gonad secara morfologi dan histologi
menghitung persentase perbandingan dan distribusi kematangan telur
antara bobot gonad ikan dan bobot dianalisis secara deskriptif.
tubuh ikan. Berikut merupakan rumus
perhitungan indeks kematangan Hasil dan Pembahasan
gonad menurut Effendie (2002).
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
𝑩𝒈 Hasil penelitian yang dilakukan
IKG = 𝑩𝒕 × 𝟏𝟎𝟎%
pada akhir pengamatan bahwa
pemberian hormon Oodev
Diameter Telur
menunjukan hasil yang signifikan
Sampel telur yang akan diamati
pada setiap perlakuan dan
diambil dengan kanulator ±20 butir
memberikan pengaruh yang berbeda
lalu difiksasi dengan formalin 10%
nyata terhadap indeks kematangan
setelah itu kematangan telur diukur
gonad ikan baung (P<0,05).
dengan mikroskop, kemudian
Pada perlakuan B, dan C tidak
dikonversi dengan faktor konversi
berbeda nyata dengan masing-masing
dari pembesaran yang digunakan.
dosis 0,25 ml/kg dan 0,5 ml/kg, hal ini
disebabkan karena pemberian dosis
Tingkat Kematangan Gonad
memicu peningkatan stadia atau
Pengamatan tingkat
ukuran oosit yang memberi dampak
kematangan gonad ikan baung
terhadap peningkatan gonadotropin
dilakuakn secara morfologi dari hasil
dengan secara tidak langsung
histologi gonad pada awal dan akhir
memproduksi estrogen yaitu
penelitian. Histologi gonad dilakukan
estradiol-17β (Hartini & Nurjannah,
dengan menggunakan pewarnaan
2008) sehingga hormon Oodev yang
akhir hematoksilin dan eosin (H & E).
mengandung PMSG mampu
Uji histologi ini dilakukan di Balai
mempercepat kematangan gonad
Veteriner Lampung, Kota Bandar
induk ikan baung.
Lampung. Kemudian dilakukan
Pada perlakuan B tidak berbeda
pembacaan hasil histologi di
nyata dengan perlakuan A dan D
Laboratorium Budidaya Perairan,
disebabkan pada saat sampling gonad
Jurusan Perikanan dan Kelautan,
yang ditemukan berkembang menjadi
Fakultas Pertanian, Universitas
TKG III dimana terbentuknya ootid,
Lampung.
dan diameter telur yang semakin
besar sehingga nilai IKG pada
Analisis Data
perlakuan memiliki bobot gonad yang
Parameter diameter telur,
sama. Pada perlakuan A dan D tidak
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
berbeda nyata meskipun dosis
dianalisis menggunakan analisis
ditingkatkan. Hal ini disebabkan dosis
ragam (ANOVA). Apabila hasil uji
yang diberikan dan waktu sampling
antar perlakuan berbeda nyata maka

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


968 Rangsangan Perkembangan Gonad Ikan Baung

yang tidak tepat sehingga gonad sedang mengalami perkembangan


mengalami atresia. Atresia gonad tahap awal. Peningkatan nilai
merupakan penyerapan kembali IKG disebabkan oleh proses
kuning telur yang tidak digunakan vitelogenin. Selama proses
oleh folikel (Lubzens et al., 2010 vitelogenesis berlangsung maka
dalam Rakhmawati, 2015). Hal ini granula kuning telur semakin
terjadi karena dosis hormon Oodev bertambah jumlah dan ukuran
yang tinggi mempercepat kematangan sehingga volume oosit membesar,
gonad, sehingga pada saat sampling seiring adanya perkembangan oosit
telah ditemukaan gonad yang yang ditandai dengan semakin
bobotnya telah menurun. Pemberian meningkatnya nilai IKG. Berdasakan
dosis yang berlebih dapat pernyataan Effendie (2002)
mengganggu keseimbangan jumlah bahwasanya nilai IKG akan semakin
hormon pada tubuh ikan, sehingga meningkat nilainya dan akan
kelebihan hormon tersebut akan mencapai nilai maksimum pada saat
dikeluarkan melalui sistem sekresi akan terjadi pemijahan. Nilai IKG
(Mylonas et al., 2010). yang naik setelah diinduksi hormon
Perlakuan C berbeda nyata Oodev diduga bahwa hormon Oodev
dengan perlakuan A dan D yang mengandung PMSG mampu
dikarenakan PMSG yang mempercepat kematangan gonad
mengandung FSH bekerja secara induk ikan baung.
optimum pada induk ikan baung yang

7.00
Indeks Kematangan Gonad (%)

6.00 4,03 ± 1,82%

5.00
2,65 ± 1,43%
4.00

3.00 1,32 ± 1,13%


2.00
0,79 ± 0,63%
1.00
ab b a
a
0.00
A B 1 C D
Perlakuan
Gambar 1.Indeks kematangan gonad (%) induk ikan baung betina.

Diameter Telur yang dilakukan pada akhir


Data hasil pengamatan diameter pengamatan bahwa pemberian
telur berdasarkan 20 sampel pada hormon Oodev menunjukkan hasil
setiap perlakuan didapatkan nilai rata- yang berbeda nyata setiap perlakuan
rata diameter telur. Hasil penelitian terhadap diameter telur ikan baung.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Devika Kharisma Putri, Tarsim, D.S.C. Utomo, dan I.G. Yudha 969

1.60
1.26 ± 0.03 mm
1.40 1.20 ± 0.07 mm
1.12 ± 0.04 mm
1.20
Diameter Telur (mm)

1.00 0.88 ± 0.19 mm

0.80
0.60
0.40
0.20 c bc a b

0.00
A B 1 C D
Perlakuan
Gambar 2. Diameter telur induk betina ikan baung

Hasil penelitian yang dilakukan Hormon yang bekerja dalam


pada akhir pengamatan bahwa proses pematangan gonad ikan yaitu
pemberian hormon Oodev gonadotropin, dan pada hormon
memberikan pengaruh terhadap Oodev mengandung PMSG yang
ukuran diameter telur ikan baung. memiliki kandungan FSH yang lebih
Hasil pengukuran diameter telur ikan tinggi dibandingkan LH. PMSG
baung pada masing-masing perlakuan merangsang terjadinya lonjakan kadar
menunjukan adanya perkembangan GnRH yang selanjutnya akan
rata-rata diameter dengan ukuran mempengaruhi pituitary untuk
yang bervariasi. Pada perlakuan C memproduksi gonadotropin. Setelah
berbeda nyata dengan perlakuan A, B, itu gonadotropin akan merangsang
dan D sedangkan perlakuan B tidak ovari untuk proses pematangan telur
berbeda nyata dengan perlakuan A pada ikan. Hormon PMSG mampu
dan D. merangsang pertumbuhan sel
Pada perlakuan C yang berbeda ovarium, pertumbuhan dan
nyata dengan seluruh perlakuan pematangan folikel, sehingga mampu
disebabkan bertambahnya perolehan meningkatkan diameter telur ikan dan
ukuran rata-rata diameter telur menyebabkan kematangan telur
menunjukan adanya perkembangan terjadi.
perkembangan oosit dalam gonad dan Pada perlakuan B tidak berbeda
proses vitelogenesis yang menuju nyata dengan perlakuan A disebabkan
tahap maturasi. Diameter telur sangat oleh proses vitelogenesis yang
berpengaruh terhadap jumlah kuning dicirikan dengan bertambahnya
telur, yang merupakan sumber energi volume oosit yang berasal dari luar
bagi embrio pada masa awal sel, yakni kuning telur, sehingga
pertumbuhannya, ikan mampu selama proses vitelogenenis
menyerap maksimal sehingga berlangsung terjadi penambahan
mempercepat proses vitelogenesis. ketebalan dan diameter pada sel-sel

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


970 Rangsangan Perkembangan Gonad Ikan Baung

granulosa, zona radiata dan sel teka kembali oleh folikel. Atresia
(Nainggolan, 2014). Hal tersebut merupakan proses degeneratif dari
menunjukan bahwa semakin folikel-folikel ovari yang hilang atau
bertambahnya kematangan gonad, penyerapan oosit vitelogenik sesaat
telur yang berada pada gonad semakin sebelum ovulasi dan proses ini
besar, begitu juga sebaliknya semakin mengakibatkan penurunan potensi
rendah tingkat kematangan gonad reproduksi pada ikan (Santos et al.,
maka diameter telur semakin kecil. 2008).
Pada perlakuan B tidak berbeda
nyata dengan perlakuan D hal ini Histologi Gonad
disebabkan oleh dosis yang Pada akhir penelitian dilakukan
ditingkatkan yakni sebesar 1 ml/kg uji histologi pada gonad induk ikan
mempercepat kematangan gonad dan baung. Dari hasil hstologi didapatkan
waktu sampling yang tidak tepat bahwa perlakuan C mengalami
menyebabkan gonad mengalami perkembangan sampai ke TKG IV
penyusutan sehingga diperoleh (mature oocyte) sedangkan perlakuan
ukuran diameter telur yang menurun, A, B, dan D masih berada pada TKG
hal ini disebut atresia yang ditandai III (maturing oocyte). Secara umum
dengan gonad yang telah mengempis gonad yang diberi perlakuan hormon
karena kuning telur yang digunakan Oodev mengalami pematangan gonad
untuk perkembangan embrio diserap (Gambar 4).

A B

C D
Gambar 3. Histologi gonad induk ikan baung minggu ke-8(A: larutan fisiologis
yaitu NaCl 1,0 ml/kg ikan, B: hormon Oodev dosis 0,25 ml/kg + larutan
fisiologis 0,75 ml/kg ikan, C: hormon Oodev dosis 0,5 ml/kg + larutan
fisiologis 0,5 ml/kg ikan, D: hormon Oodev dengan dosis 1,0 ml/kg
ikan)

Pada minggu ke-8, setelah kematangan gonad terus mengalami


diberi perlakuan dengan pemberian peningkatan. Pada perlakuan A, B,
hormon Oodev perkembangan tingkat dan perlakuan D, hasil pengamatan

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Devika Kharisma Putri, Tarsim, D.S.C. Utomo, dan I.G. Yudha 971

secara morfologi gonad berada pada histologi gonad ikan baung dapat
TKG III memiliki ciri-ciri butiran dilihat pada Tabel 1.
telur sudah terlihat jelas dengan
warna gonad kuning merah muda dan Tabel 1. Tingkat Kematangan Gonad
ukuran ovarium relatif besar dan Ikan Baung (Hemibagrus
mengisi 1/3 dari rongga tubuh. Pada nemurus)
hasil histologi menunjukkan bahwa Hormon Tingkat Kematangan
perlakuan A, B, dan perlakuan D Oodev Gonad
sebagian besar oosit mulai Perlakuan H0 H56
berkembang menjadi ootid (Oosit A I III
B I III
primer), inti sel bertambah besar tapi C I IV
masih berada di tengah. D I III
Pada TKG III terlihat bahwa
kantong kuning telur mulai terbentuk, Tabel 2. Distribusi kematangan gonad
proses ini dikarenakan pembesaran Tahap Kematangan
Perlakuan
oosit terutama disebabkan oleh Gonad
penimbunan kuning telur. Pra Vit Mat
Penimbunan kuning telur oleh oosit A 80% 8% 12%
ini disebut dengan proses B 50% 30% 20%
C 30% 27% 43%
vitellogenesis. Menurut Hutagalung D 72% 13% 15%
et al. (2015), pada proses
vitellogenesis ini, oosit akan Distribusi kematangan gonad
menyerap kandungan vitellogenin, pada TKG III masih didominasi oleh
sehingga memperbesar volume oosit pravitelogenin, pada fase ini
seiring dengan perkembangan gonad. bersamaan dengan berkembangnya
Pada perlakuan C secara oosit yang tumbuh di dalam nukleus
morfologi, gonad memiliki ciri-ciri dengan jumlah yang berbeda pada
bentuk ovari yang memenuhi rongga setiap masing-masing oosit. Pada
tubuh, mengakibatkan usus terdesak, tahap ini terlihat beberapa
dengan butir telur yang berwarna pembentukan butiran kuning telur dan
kuning terlihat dengan jelas dan lemak disekeliling nukleus yang
terlihat pada bagian perut yang menyebabkan perkembangan
membengkak terutama pada bagian sitoplasma.
urogenital dengan lubang urogenital Pada tahap ini nukleus masih
yang berwarna agak kemerahan. Hasil berada pada posisi inti. Memasuki
uji histologi menunjukkan bahwa tahap vitelogenesis, nukleus akan
secara keseluruhan telah masuk bermigrasi ke pinggiran oosit dan
ketahap mature, dan ditandai dengan terjadinya pertambahan ukuran seta
oosit yang sudah tua degan jumlah butiran kuning telur dan lemak
berakhirnya masa pembentukkan mengisi sitoplasma, tahap ini disebut
kuning telur dan sebagian besar tahap awal vitelogenesis (early
oogonium telah berkembang menjadi vitellogenesis).
oosit primer. Selanjutnya pada tahap akhir
Pada perkembangan tingkat vitelogenesis (late vitellogenesis)
kematangan gonad secara kualitatif terjadi pengendapan butiran kuning
dengan mengamati morfologi dan telur pada sisi tepi oosit yang matang

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


972 Rangsangan Perkembangan Gonad Ikan Baung

dan kemudian menyebar ke seluruh dan butiran kuning telur mengalami


sitoplasma mendekati nukleus. Proses peleburan (Arianti et al., 2017)
ini mengakibatkan ukuran nukleus
semakin mengecil dan tidak Parameter Kualitas Air
beraturan. Butiran kuning telur mulai Hasil pengukuran kualitas air
mengalami peleburan sejalan dengan selama penelitian menunjukkan bats
berkembangnya sitoplasma. yang wajar untuk kehidupan induk
Memasuki tahap matang (mature) ikan baung. Kisaran kualitas air dapat
nukleus mulai keluar dari sitoplasma, dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas Air pemeliharaan induk ikan baung (Hemibagrus nemurus)


Parameter Kisaran Nilai Optimum
Suhu (ºC) 27 – 28 27 – 33*
pH 6–7 5 – 9**
Keterangan: *Tang (2000)
** Putra et al. (2013)

Pengukuran suhu pada masa Saran


pemeliharaan berkisar 27 – 28 ºC, Dosis yang disarankan untuk
sedangkan untuk pengukuran pH digunakan sebagai rangsangan
berkisar 6 – 7. Kisaran suhu ini masih perkembangan gonad ikan baung
bisa ditoleransi untuk perkembang adalah 1 ml/kg berdasarkan indeks
biakan dan menunjang perkembangan kematangan gonad dan tingkat
dan kematangan gonad ikan baung. kematangan gonad IV setelah
Menurut Tang (2000) suhu air diinduksi hormon Oodev.
optimal bagi pembenihan ikan baung
berkisar antara 27 – 33 ºC, sedangkan Daftar Pustaka
kisaran pH yang optimal bagi
pemeliharaan ikan baung yakni 5 – 9 Ahlina, H. 2015. Induksi gonad ikan
(Putra et al., 2013). sidat (Angulia bicolor bicolor)
secara hormonal dengan
Kesimpulan dan Saran menggunakan PMSG, AD, dan
rGH. Tesis. Institut Pertanian
Kesimpulan Bogor, Bogor. 56 hlm.
Kesimpulan yang diperoleh dari Amornsakun, A. & Hassan, A. 1997.
penelitian ini adalah : Some Aspect in Early Life Stages
1. Penyuntikan menggunakan in Larval Green Catfish (Mystus
hormon Oodev berpengaruh nemurus). Indon. Fish. Res. J.J., 3:
terhadap perkembangan 64 – 70.
kematangan gonad ikan baung Amri, K. 2008. Ikan Baung.
(Hemibagrus nemurus). Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
2. Dosis yang optimum digunakan 88 hlm.
untuk kematangan gonad ikan Amri, K. & Khairuman. 2008. Buku
baung adalah D yakni 1 ml/kg Pintar Budidaya 15 Ikan
dengan interval waktu 2 minggu Konsumsi. Agro Media Pustaka,
sekali dengan tingkat kematangan Jakarta. 66 hlm.
gonad IV.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


Devika Kharisma Putri, Tarsim, D.S.C. Utomo, dan I.G. Yudha 973

Arukwe, A. & Goksoyr, A. 2003. Kampar Inventarisasi dan Sungai


Eggshell and egg yolk protein in Kampar Kanan. Jurnal Ilmu
fish, Hepatic protein for the next Lingkungan, 2(4): 139 – 147.
generation: Oogenetic, Population, Jalabert, B. 2005. Particularities of
and Evolutionary impications of reproduction and oogenesis in
endocrin discruption. Comparative teleost fish compared to mamals.
Hepatology, 2(4): 1 – 20. Reproduction Natural
Arianti, D.N., Rahardjo, M.F., & Development, 45(3): 261 – 279.
Zahid, A. 2017. Perkembangan sel Kordi, K.M.G. 2010. Budidaya Ikan
telur ikan seriding Ambasis nalua Tambakan di Kolam Terpal. Lily
(Hamilton, 1822). Jurnal Publisher, Yogyakarta.
Ikhtiologi Indonesia, 17(1): 115 – Kuo, C.M., Nash, C.E., & Watanabe,
123. W.D. 1979. Induce breeding
Bernier, J.N., Kraak, G.V.D., experiment with milkfish (Chanos
Farerell, A.P., & Brauner, C.J. chanos). Forskal, in Hawai.
2009. Fish endocrinology. Aquaculture, 18(2): 95 – 105.
Elsevier Academic Press, Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller,
Amsterdam. 560 hlm. R.R., & Passino, D.R.M. 1962.
Cholik, F., Poernomo, R.P., & Jauzi, Ichthyology. John Wiley and Sons,
A. 2005. Akuakultur. Masyarakat Inc, Toronto. 545 hlm.
Perikanan Nusantara dan Taman Lahnsteiner, F., Urbanyi, B.,
Akuarium Air Tawar-TMII, Horvarth, A., & Weismann, T.
Jakarta. 415 hlm. 2001. Bio-markers for egg quality
Ediwarman. 2010. Pengaruh tepung determination in cyprinid fish.
ikan lokal dalam ikan induk Aquaculture, 195(3-4): 331 – 352.
terhadap pematangan gonad dan Muflikhah, N., Nurdawati, S., &
kualitas telur ikan baung Aida, S.N. 2005. Pengaruh pakan
(Hemibagrus nemurus Blkr). yang berbeda terhadap
Skripsi. Fakultas Ilmu Perikanan pematangan gonad ikan baung
dan Kelautan, Institut Pertanian (Mystus numerus C.V.) dalam
Bogor, Bogor. 98 hlm. karamba, kualitas telur, dan
Effendie, M.I. 2002. Biologi sintasan larva. Jurnal Perikanan,
Perikanan. Yayasan Pustaka 6(1): 1 – 10.
Nusantama, Yogyakarta. 163 hlm. Nagahama, Y. & Yamashita, M.
Elliot, J.M. & Hurley, M.A. 1995. 2008. Regulation of Oocyte
Functional Ecology. British Maturation in Fish. Development,
Ecological Society, British. 343 Growth and Differentiation, 50(1):
hlm. 195 – 219.
Farastuti, E.R. 2014. Induksi maturasi Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of
gonad, ovulasi dan pemijahan pada Fishes. Academic Press, New
ikan torsoro (Tor soro) York. 195 hlm.
menggunakan kombinasi hormon. Noga, E.J. 2010. Fish disease
Tesis. Institut Pertanian Bogor, diagnosis and treatment.
Bogor. 35 hlm. Blackwell Publishing, Iowa. 215
Fithra, R.Y. & Siregar, Y.I. 2010. hlm.
Keanekaragaman ikan Sungai

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


974 Rangsangan Perkembangan Gonad Ikan Baung

Rafiuddin, M.A. 2014. Kloning, Tang, U.M., Alawi, H., & Putra, R.M.
karakterisasi dan rekayasa ekspresi 1999. Pematangan gonad ikan
gen FSH Follicle Stimulating baung (Mystus numerus) dengan
Hormone subunit pada ikan patin pakan dan lingkungan yang
siam (Pangasianodon berbeda. Hayati, 6: 10 – 12.
hypophthalmus) untuk Utiah, A., Zairin Jr., M., Mokoginta,
mempercepat maturasi gonad. I., Affandi, R., & Sumantadinata,
Tesis. Institut Pertanian Bogor, K. 2007. Kebutuhan asam lemak
Bogor. 54 hlm. N-6 dan N-3 dalam pakan terhadap
Rukmini. 2012. Teknologi Budidaya penampilan reproduksi induk ikan
Biota Air. Karya Putra Darwati, baung (Hemibagrus nemurus).
Bandung. 228 hlm. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1):
Saputra, W. 2008. Evaluasi tingkat 7 – 15.
eksploitasi sumberdaya ikan Wallace, R.A. & Selman, K. 1981.
gulamah (Johnius sp) berdasarkan Cellular and dynamic aspects of
data TPI PPS Cilacap. Skripsi. oocyte growth in teleosts.
Fakultas Perikanan dan Ilmu American Zoologist, 21(2): 325 –
Kelautan Universitas Diponegoro, 343.
Semarang.
Sheima, I.A.P. 2011. Laju eksploitasi
dan variasi temporal keragaman
reproduksi ikan banban (Engraulis
grayi) betina di pantai Utara Jawa
pada bulan April – September.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Sihaloho, O.I.S. 2014. Induksi
pematangan gonad calon induk
ikan patin siam (Pangasianodon
hypophthalmus) ukuran 3 kg
menggunakan Oodev melalui
penyuntikan. Tesis. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sukendi, 2001. Biologi reproduksi
dan pengendaliannya dalam upaya
pembenihan ikan baung (Mystus
nemurus CV) di perairan Sungai
Kampar, Riau. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 270 hlm.
Susanto, H. 1999. Teknik Kawin
Suntik Ikan Ekonomis. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Supyan. 2011. Aspek Biologi Ikan
Baung. Jurnal Penelitian
Perikanan, Jakarta.

© e-JRTBP Volume 8 No 1 Oktober 2019


e- Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Aquaculture Engineering and Technology Journal

p-ISSN: 2302-3600

e-ISSN: 2597-5315
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

Anda mungkin juga menyukai