Anda di halaman 1dari 3

Panduan Mengelola Masjid

11/12/2010 · by gus dayat · in Lingkungan, pendidikan

Panduan Mengelola Masjid


Pertanyaan yang sering timbul ketika seseorang masuk masjid di waktu shalat adalah mengapa
masjid kosong?
Apakah hal itu karena jama’ah malas ke masjid dan memilih sholat di rumah? Apakah umat
telah mengalami degradasi? Atau apakah karena pengurus masjid tidak kreatif sehingga
jama’ah merasa malas untuk menunaikan ibadah? Atau kah ada faktor lain?
Ada beberapa faktor yang selama ini kurang diperhatikan pengurus masjid sehingga secara
tidak langsung membuat umat atau jama’ahnya tidak betah.
Berikut adalah Panduan Mengelola Masjid. Semoga dengan panduan ini, masjid anda menjadi
semakin ramai jamaahnya, dan semoga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
jamaah lingkungan sekitar masjid, Amien.

Lembaga Afiliasi
Masalah mendasar adalah tanggung jawab dalam kepengurusan masjid. Banyak masjid yang
dibangun oleh swadaya masyarakat sendiri. Misalnya sebuah RT berusaha mengumpulkan dana
lalu membangun masjid di RT mereka. Tujuan utamanya mungkin adalah agar jarak dan waktu
menuju masjid dapat dipersingkat.
Hal ini sangat bagus. Ada kemandirian masyarakat. Namun sistem pembangunan seperti ini
ada hal negatifnya. Ketiadaan induk dan afiliasi masjid secara nasional mempunyai potensi
penyimpangan fungsi masjid tersebut, karena tidak adanya kontrol.
Penyelesaiannya, sebuah masjid yang telah dibangun seharusnya melaporkan diri ke pihak
yang berwenang/organisasi kompeten seperti MUI, NU, atau lainnya. Lembaga inilah yang akan
membimbing pengelola masjid. Pembinaan dan standarisasi keilmuwan pengurusnya akan
dapat dilakukan, misal menghitung zakat, kemampuan imam, khatib dan berbagai pengetahuan
lainnya.
Lembaga tersebut juga akan selalu melakuan audit, pelatihan berkala dan berbagai program
pembinaan lainnya sehingga kepengurusan masjid menjadi akuntable dan bertanggung jawab.

Struktur Organisasi
Masjid seharusnya dikelola oleh tim pengelola (badan wakaf atau semacamnya) yang
independen dan profesional, serta dapat dikontrol oleh lembaga-lembaga afiliasi tersebut di
atas. Selain meringankan kerja pewakaf/pendiri masjid, hal ini untuk menjaga ke-istiqamah-an
masjid seandainya pendiri masjid telah meninggal.
Ketika seseorang mewakafkan sebuah masjid, hendaknya dibentuk sebuah badan wakaf
sebagai pengelolanya. Anggota tim pengelola harus dipilih secara hati-hati, dengan melihat
aspek-aspek keilmuwan, kemapanan, kepemimpinan, dan latar belakangnya, karena tim ini
yang menentukan arah dan perkembangan masjid (GBHN-nya masjid). Tim tidak usah terlalu
banyak, namun jangan terlalu sedikit. Seperti pengorganisasian Wali Songo, ketika ada anggota
tim yang meninggal dunia, sebaiknya cepat-cepat dicari/ditunjuk penggantinya.
Tim Pengelola ini kemudian menunjuk takmir masjid sebagai pengurus hariannya. Tim
pengelola (Badan wakaf) tidak perlu bekerja secara full, cukup hanya memantau/mengontrol
saja. Sedangkan keseharian kegiatan masjid diselenggarakan oleh takmir, yang dibentuk oleh
tim pengelola tersebut.
Antara tim pengelola dan takmir harus melakukan pertemuan secara berkala, walaupun tidak
perlu terlalu sering. Ini dilakukan untuk kontrol, evaluasi kerja, dan penyamaan/penyegaran
(kembali) persepsi GBHN masjid. Tim pengelola berhak memecat atau mengganti takmir ketika
diketahui ada penyelewengan.
Hubungan antara tim pengelola dan takmir masjid seperti hubungan MPR dengan Presiden.
Atau antara Syuriyah dengan Tanfidiyah. Kalau di dunia bisnis, seperti hubungan antara Komite
(pemilik saham) dengan Direktur Utama.

Peningkatan Mutu SDM Takmir


Sumber daya manusia yang paling menentukan di dalam kepengurusan sehari-hari sebuah
masjid adalah takmir masjid, dan pasti imam masjid. Untuk itulah perlu kegiatan peningkatan
mutu SDM. Kegiatan ini harus berkala dan terus-menerus.
Prioritas utama adalah takmir masjid dan imam, baru diikuti tim pengelola dan lain-lain. Kenapa
prioritas utama adalah takmir? Karena dia (mereka) lah yang menjalankan mandat kegiatan
sehari-hari masjid. Sehingga mereka pasti harus mengetahui ilmunya terlebih dahulu.
Sedangkan imam, pasti dia harus menguasai ilmu-ilmu terutama shalat, dan lain-lainnya. Imam
biasanya adalah juga takmir masjid. Namun di banyak masjid, ada imam yang pasif dalam
kepengurusan rutin. Dalam kondisi demikian, antara imam dan takmir harus dibedakan. Imam
adalah tim pengelola, sedangkan takmir adalah pengurus harian.
Hal-hal ilmu-ilmu mendasar merupakan prioritas yang harus dikuasai. Ilmu-ilmu yang
menyangkut rukun islam (syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji) mutlak harus dikuasai,
prioritas sesuai urutan. Shalat tentu saja shalat wajib, termasuk shalat jenazah. Diikuti
penguasaan shalat sunnah. Zakat yang pasti harus dikuasai adalah zakat fitrah, kemudian zakat
harta, sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar masjid. Baru setelah itu ilmu-ilmu yang lain
menyusul.
Kegiatan peningkatan mutu SDM ini harus berkala dan terus-menerus. Minimal bulanan
(selapanan). Mingguan lebih baik, apalagi harian. Jika di lingkungan intern masjid tidak ada
guru yang mumpuni, guru perlu diambilkan dari lembaga afiliasi di atas. Sangat baik jika ada
pengurus masjid yang di utus untuk menimba ilmu secara khusus, seperti dikirim ke
pesantren/pelatihan ilmu dalam jangka waktu tertentu, kemudian pulang menularkan ilmunya
tersebut.
Kegiatan peningkatan mutu SDM pengurus masjid ini adalah kegiatan minimal yang
dilakukan oleh sebuah masjid. Tanpa itu, masjid akan mati dengan sendirinya begitu pendiri
atau takmir masjid meninggal dunia.

Majelis Taklim ke Masyarakat


Dia antara fungsi masjid pada zaman Rasulullah saw ialah: Tempat ibadat, terutama
sembahyang berjemaah. Tempat pembentukan peribadi umat Islam atau dalam erti kata lain
masjid adalah pusat pendidikan Islam. Pusat perkembangan ilmu pengetahuan kerana masjid
tempat ilmu pengetahuan disampaikan baik dalam bidang akidah, syariat dan akhlak. Tempat
wahyu diturunkan dan sebagai tempat wahyu disampaikan kepada sahabat. Pusat kegiatan
sosial dan kehakiman dalam perkara yang berkaitan dengan nikah kawin dan penyelesaian
masalah umat Islam. Tempat letaknya Baitulmal negara.
Ringkasnya, sebuah masjid mempunyai fungsi sebagai pusat peribadatan dan sebagai
penerang masyarakat. Saat ini ada kecenderungan bahwa masjid hanya digunakan sebagai
pusat peribadatan saja (shalat jum’at, shalat berjamaah, dll). Sedangkan fungsi-fungsi lain
cenderung ditunggalkan.
Dengan tidak meninggalkan masjid sebagai pusat sembahyang berjamaah, sebuah masjid
seharusnya lah juga berfungsi untuk mendidik masyarakat (menerangi masyarakat dari
kebodohan). Untuk itu taklim-taklim / pengajian-pengajian perlu digalakkan lagi secara
kontinyu.
Majelis taklim untuk umum sebaiknya dilakukan berkala. Mingguan atau bulanan (selapanan).
Selain itu, boleh juga ada pemisahan gender misalnya, pengajian ibu-ibu, bapak-bapak,
pemuda, remaja putri, dlsb. Itu semua sangat baik dilakukan secara berkala. Semua harus
terpusat ke masjid dengan tidak menafikan seandainya sekali-kali dilaksanakan di rumah
warga.
Jangan lupa mengadakan majelis dzikir atau melakukan dzikir bersama jamaah di dalam taklim-
taklim tersebut.

Anak-anak dan TPA


Ada pun untuk anak-anak dan pra remaja, maka ini perlu perhatian khusus dari takmir masjid.
Majelis ilmu untuk adik-adik ini harus mendapat prioritas. Sebab tanpa mereka dengan ilmu
agama, maka masa depan islam akan runtuh. Amal jariyah anda akan putus.
Anak-anak ini harus difasilitasi dengan TPA (Taman Pendidikan Al Qur’an) dan sejenisnya.
Metode Iqra’ sebagi contoh metode TPA yang baik sekali untuk dipakai. 2 3 atau 4 kali
seminggu sudah bagus. Ini seperti kelas sore khusus al Qur’an dan ilmu agama dasar
lainnya.Ada pembagian klas. Dan ada target untuk lulus level sekian pada setiap klas, dalam
jangka waktu tertentu. Akhirnya siswa dinyatakan lulus setelah  khatam al Qur’an dan ilmu-ilmu
dasar lainnya di klas tertinggi.
Ditekankan bahwa anak-anak harus lulus TPA pada saat klas 6 SD (atau bersamaan dengan
lulus SD). Karena begitu anak-anak masuk sekolah SMP, waktu mereka sudah tersita lebih
banyak di luar. Sekolahnya mungkin tidak di dekat rumah lagi. Ada banyak kegiatan ekstra dari
sekolah, Les, dll. Sehingga akan lebih banyak kegiatan lain yang menghambatnya mengikuti
TPA (seandainya belum tamat TPA). Untuk itu kelulusan TPA, yang dilihat dari khatam al
Qur’an dan ilmu-ilmu dasar agama, mutlak harus pada usia SD.
Kemudian, masjid dengan takmir/pengelola atau ulama yang mempunyai ilmu lebih, maka
sebaiknya ada kegiatan pengajian kitab-kitab lanjut. Ini pun perlu dilakukan secara terstruktur,
dengan tingkatan-tingkatan, dengan klas-klas. Dapat dilakukan dengan mengundang guru dari
luar (lembaga afiliasi) secara teratur jika ada anggaran keuangan berlebih. Sehingga ilmu yang
dipunyai para alim tidak hilang musnah ditelan zaman.

Kepekaan Sosial
Selain kegiatan-kegiatan di atas, pengurus masjid harus tanggap terhadap kondisi sosial yang
terjadi di masyarakat. Kendala-kendala maupaun masalah-masalah sosial yang dialami warga
sekitarnya. Misalnya kelaparan, musibah, kesusahan, sakit jiwa, kefakiran, deviasi sosial,
kenakalan remaja, musafir (pendatang yang kesusahan), ketiadaan air, ibn sabil dan lain
sebagainya. Masijd melalui pengurusnya harus bertindak sebagai, pengayom, pencegah,
pengobat dan konseling.
Dalam hal peristiwa-peristiwa besar, pengurus masjid perlu bekerja sama dengan lembaga-
lembaga afiliasi di atasnya, dengan organisasi terkait lain, ataupun dengan pemerintah.
Wallahu a’lam.
Semoga manfaat.

Anda mungkin juga menyukai