Anda di halaman 1dari 5

KONSEP PARADIGMA ILMU-ILMU SOSIAL DAN RELEVANSINYA

PERKEMBANGAN PENGETAHUAN

Pendahuluan

Perkembangan ilmu-ilmu sosial dipengaruhi oleh gagasan model rasionalitas teknokratis


yang dianut oleh para teknokrat, politisi, birokrat serta para ahli dan ilmuwan lainnya di berbagai
bidang. Ilmu sosial akan terus berkembang selama ia merupakan sarana teoretis untuk mencapai
tujuan praktis. Dalam bidang ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, terdapat tiga paradigma
yaitu fakta sosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Paradigma fakta sosial dikembangkan oleh
Durkheim, yang menghadirkan fakta sosial sebagai subjek yang dipelajari oleh bidang sosiologi.
Fakta sosial dibedakan dari dunia ide, yang menjadi subjek penelitian filosofis.

Pembahasan

1. Wacana atas Paradigma

Paradigma pengetahuan atau wacana epistemologis dalam sosiologi menghadirkan dua


konsep yang berbeda tentang kedudukan pengetahuan dan tatanan sosial. Pertama, pengetahuan
ditentukan secara sosial. Posisi ini mendominasi awal pembahasan sosiologi dan pengetahuan.
Terminasi sosial sebagai dasar sosiologi pengetahuan. Ide ini berasal dari Marx dan Engels
bahwa pikiran dan kesadaran adalah produk sosial (semua pengetahuan manusia ditentukan oleh
aktivitas produktif masyarakat). Kedua, pengetahuan membentuk tatanan sosial. Aliran ini
menjelaskan bahwa pengetahuan bukan hanya produk akhir tatanan sosial, tetapi juga kunci
penciptaan dan komunikasi dalam tatanan sosial (Carty, 1996:12). Teori Berger tentang
konstruksi sosial kehidupan nyata adalah diskusi tentang bagaimana orang membangun
pengetahuan dan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain untuk menciptakan
tatanan sosial.

a. Pengertian Paadigma

Ahimsa (2009) mendefinisikan paradigma sebagai berikut: Seperangkat konsep yang


terkait secara logis untuk membentuk kerangka berpikir yang membantu memahami,
menafsirkan, dan menjelaskan realitas dan masalah yang dihadapi. Dia menjelaskan bahwa kata
"set" menunjukkan bahwa ada banyak elemen yang berbeda dalam paradigma, dan bahwa
elemen tidak hanya terdiri dari konsep. Konsep adalah istilah atau kata yang memiliki arti
tertentu. Oleh karena itu, paradigma juga merupakan kumpulan makna dan makna. Karena
istilah-istilah ini terkait secara logis, yaitu, secara paradigmatik, sintaksis, metonimi, dan terkait
secara kiasan, kumpulan istilah ini adalah satu kesatuan dan seperangkat istilah.

Makna dan hubungan antar makna yang muncul dalam pikiran merupakan kumpulan
konsep yang membentuk kerangka pemikiran yang membantu kita memahami dan menjelaskan
realitas dan masalah yang dihadapi. Ide ini bertindak sebagai alat untuk memahami,
mendefinisikan, dan menentukan realitas yang akan Anda hadapi nanti, mengklasifikasikannya
dan menghubungkannya dengan definisi realitas lainnya, dan pemikiran ini membuat hubungan
yang Anda hadapi. Namun, tidak semua orang dapat mengenali cara berpikir mereka sendiri dan
apa yang mereka pikirkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Jenis Paradigma Ilmu-Ilmu Sosial

Dalam ilmu sosial atau sosiologi, dalam Ritzer menyebutkan paling tidak terdapat tiga
paradigma besar yaitu, paradigma fakta sosial, definisi sosial, dan paradigma prilaku sosial.
Masingmasing paradigma tersebut mempunyai ke keunikan masingmasing.

1. Paradigma Fakta Sosial

Paradigma fakta sosial dikaitkan dengan karya Emile Durkheim khususnya dalam Suicide
dan The Rule of Sociological Method . Kedua buku ini menjelaskan konsep fakta sosial yang
digunakan dalam studi kasus dengan gejala bunuh diri. Konsep fakta sosial Durkheim digunakan
untuk memisahkan sosiologi dari pengaruh psikologi dan filsafat. Fakta sosial berada di luar
individu dan membatasi individu. Fakta sosial dibagi menjadi dua jenis: entitas material (entitas
material), yaitu yang benar-benar ada, dan yang dianggap memiliki entitas immaterial (entitas
non-materi). Sebagian besar fakta sosial ini, meskipun belum tentu nyata, terdiri dari apa yang
dikatakan ada di dalam atau di antara kesadaran manusia.

Realitas material dan imaterial ini adalah realitas subjektif dan intersubyektif. Pada
dasarnya ada dua jenis fakta sosial. Yaitu, struktur sosial dan sistem sosial. Kelompok paradigma
ini meliputi teori fungsionalis struktural dan teori konflik. Menurut teori fungsionalis struktural,
berbagai struktur dan institusi masyarakat dianggap sebagai hubungan yang seimbang.
Masyarakat dipahami dalam proses perubahan bertahap tetapi seimbang. Sementara itu menurut
teori konflik, masyarakat berada dalam tingkatan yang berbedabeda dan dalam kondisi konflik
satu sama lain. Keseimbangan dalam masyarakat justru terjadi karena akibat dari penggunaan
paksaan oleh golongan yang berkuasa dalam masyarakat itu

2. Paradigma Definisi Sosial

Paradigma definisi sosial memahami manusia sebagai orang yang aktif menciptakan
kehidupan sosialnya sendiri. Penganut paradigma definisi sosial mengarahkan perhatian kepada
bagaimana caranya manusia mengartikan kehidupan sosialnya atau bagaimana caranya mereka
membentuk kehidupan sosial yang nyata. Dalam penelitiannya pengikut paradigma ini banyak
tertarik kepada proses sosial yang mengalir dari pendefinisian sosial oleh individu. Sangat
penting untuk mengamati proses sosial untuk menarik kesimpulan tentang komentar subjektif
dan inter-subjektif aktor yang paling tidak terlihat. Contoh dari paradigma ini adalah studi Max
Weber tentang perilaku sosial. Weber tertarik pada makna subjektif dari seorang individu yang
terobsesi dengan tindakan yang diambil.

Dia berfokus pada subjektivitas dan subjektivitas internal selama pemikiran manusia
yang menjadi ciri perilaku sosial. Ada tiga teori utama dalam paradigma definisi sosial: teori
perilaku sosial, interaksionisme simbolik, dan teori fenomenologis. Teori perilaku (behavioral
theory) yang dianut Max Weber berfokus pada perilaku subjektif dan subjektif selama berpikir
manusia yang mencirikan perilaku sosial. Menurut Ritza, teori perilaku ini tidak memberikan
kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ilmu-ilmu sosial Amerika, tetapi mampu
mendorong perkembangan interaksionisme simbolik. Teori interaksionisme simbolik berbeda
dengan para pendukung paradigma fakta sosial, yang hanya berasumsi bahwa orang merespons
secara otomatis terhadap rangsangan eksternal. Menurut interaksionisme simbolik, ada proses
berpikir yang menjembatani kesenjangan antara rangsangan dan tanggapan. Hal ini juga berbeda
dengan paradigma perilaku sosial.

3. Paradigma Perilaku Sosial

Persoalan ilmu sosial dalam hal ini sosiologi menurut paradigma ini adalah perilaku atau
tingkahlaku dan perulangannya (contingencies of reinforcement). Paradigma ini memusatkan
perhatian kepada tingkahlaku individu yang berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan
akibat atau perubahan terhadap tingkahlaku selanjutnya. Paradigma perilaku sosial secara tegas
menentang ide paradigma definisi sosial tentang adanya suatu kebebasan berpiker atau proses
mental yang menjembatani tingkahlaku manusia dengan pengulangannya. Penganut paradigma
ini menganggap kebebasan berpikir sebagai suatu konsep yang bersifat metafisik. Paradigma ini
juga berpandangan negatif terhadap konsep paradigma fakta sosial yaitu struktur dan pranata
sosial. Paradigma perilaku sosial memahami tingkahlaku manusia sebagai sesuatu yang sangat
penting. Konsep seperti pemikiran, struktur sosial dan pranata sosial menurut paradigma ini
dapat mengalihkan perhatian kita dari tingkahlaku manusia itu.

c. Dampak Perbedaan Paradigma Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Dari ketiga paradigma di atas, jelas terlihat adanya perbedaan asumsi utama dalam kajian
ilmu-ilmu sosial, namun menurut Ritza perbedaan tersebut bersifat estetis. Perbedaan ini
konsisten dengan pengalaman penelitian di bidang ini. Padahal, komponen yang berbeda dari
masing-masing paradigma dapat dianggap saling memperkuat dan dijadikan sebagai kekuatan
yang harmonis. Oleh karena itu, paradigma-paradigma ilmu-ilmu sosial yang ada saling terkait
dan dapat melengkapi kekurangan dari paradigma-paradigma yang ada. Perbedaan paradigma di
atas sebenarnya dapat berdampak positif dan negatif.

Menurut Ritzer (2004), satu perbedaan negatif adalah bahwa ketika sains biasa terjadi,
para ilmuwan "dipaksa" untuk menggunakan perspektif yang sama menurut sains umum saat itu,
meskipun masalahnya berbeda. Para ilmuwan selalu "dipaksa" untuk melindungi diri mereka
sendiri dan memusatkan waktu dan perhatian mereka untuk menjaga asumsi dasar yang sama
sebagai pertahanan terhadap kritik dari paradigma lain. Tidak ada satu paradigma yang selalu
tersebar luas di bidang ilmu-ilmu sosial dan sosiologi, tetapi mereka yang menganut paradigma
tertentu tentu tidak meragukannya.

Penutup

Melihat perkembangan ilmu-ilmu sosial, perbedaan paradigma akan terus ada. Hal ini
terjadi karena fanatisme para penganut paradigma ini dan jarangnya ilmu pengetahuan yang
didominasi oleh paradigma tertentu. Mengingat ilmu pengetahuan, kita dapat melihat bahwa
berbagai paradigma berkembang. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa paradigma biasanya
hanya cocok untuk realitas tertentu. Misalnya, paradigma perilaku sosial baik untuk menjelaskan
perilaku dan kemungkinan pengulangan. Paradigma definisi sosial sangat membantu dalam
menjelaskan konstruksi sosial atas realitas dan tindakan-tindakan selanjutnya. Paradigma fakta
sosial lebih tepat untuk menjelaskan struktur dan institusi sosial. Oleh karena itu, tidak ada
paradigma yang tepat dan tepat untuk menangkap semua realitas yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Berger, L. Peter and Luckmann, Thomas, 1966, The Social Construction of Reality,
Doubleday, New York Berger, L. Peter and Brigitte, 1973,

The Homless Mind, Randon House, New York Cambell, Tom, 1994, Tujuh Teori Sosial;
Sketsa Penilaian Perbandingan,

Kanisius, Yogyakarta Carty, E. Doyle Mc., 1996, Knowledge as Culture: The New
Sociology of Knowledge, Routldge, London.

Dilthey, Wilhelm, 1954, The Essence of Philosophy, The University of North Carolina
Press, Cape Hill.

Hadi, P. Hardono, 1994, Epistemologi: Filsafat Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta

Hamilton, Malcolm.B, 1995, The Sociology of Religion: Theoritical and Comparative


Perspectives, Routledge, London.

Hardiman, Francisco. B, 1990, Kritik Ideologi-Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan,


Kanisius, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai