Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN APENDISITIS

OLEH :
1. Ni Made Mita Lestari (203213206)
2. Dewa Ayu Putu Seri Yunita Dewi (203213208)
3. Ida Ayu kade Intan Cahyani (203213211)
4. Putu Diah Lestari (203213227)
5. Putu Echa Leona Setiawan (203213230)
6. Ni Made Udiyani Lestari (203213234)
7. I Putu Agus Artawan (203213235)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (secum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wim de Jong et al. 2005)
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
(Smeltzer, 2001)
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang
dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja,
atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahnya.
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi (Anonim, 2007 dalam
Docstoc, 2010).
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,
walaupun apendisitis dapat terjadi setiap usia, namun paling sering pada orang
dewasa muda, sebelum era antibiotik, angka mortalitas penyakit ini tinggi
(Dermawan & Rahayuningsih, 2010). Dalam jurnal (Simamora & Dkk, 2018)

2. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks. (Wim de Jong, 2005). Etiologi
appendicitis adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia limfoid, infeksi, fekalit, tumor, ataupun infeksi. Obstruksi ini kemudian
menyebabkan distensi lumen dan inflamasi yang menimbulkan manifestasi klinis
appendicitis. Fekalit terbentuk dari garam kalsium dan debris feses menjadi
berlapis dan menumpuk di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan
berbagai gangguan inflamasi dan infeksi, seperti Crohn’s
disease, gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernapasan, campak,

2
dan mononukleosis. Pada beberapa kasus penyebab pasti appendicitis tidak
diketahui.
Nurarif(2015) mengklasifikasikan apendisitis menjadi tiga, yakni :
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu,
hyperplasia jaringan limfa, fikalit, (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E. histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat penyakit nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan
ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun, apendisitis tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari dua minggu, radang kronis apendiks secara makroskopis dan
mikroskopis (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial
atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan
infiltrasi sel inflamasi kronis), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
3. Epidemiologi
Data epidemiologi mengungkapkan bahwa appendicitis merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Di Amerika
Serikat, dilaporkan bahwa risiko seumur hidup seseorang mengalami appendicitis
adalah 8,6% pada laki-laki dan 6,7% pada wanita. Appendicitis paling umum
terjadi pada usia 10-20 tahun. Perbandingan rasio laki-laki dengan perempuan
adalah. Studi di Amerika Serikat menunjukkan risiko seumur hidup mengalami
appendicitis adalah 8,6% untuk laki-laki dan 6,7% pada perempuan.Studi telah
menunjukkan adanya asosiasi antara appendicitis akut dengan manifestasi kanker
kolorektal. Telah dilaporkan bahwa 2,9% pasien yang mengalami appendicitis
memiliki kanker kolorektal dibandingkan 0,1% pasien yang tidak mengalami
appendicitis. Sebuah laporan di Inggris Raya melaporkan bahwa antara awal tahun
2007 hingga 2012 dilakukan 42.000 hingga 47.000 tindakan bedah dengan indikasi
appendicitis setiap tahunnya. Appendicitis komplikata dilaporkan pada 16,5%
hingga 24,4% kasus. Data epidemiologi nasional appendicitis di Indonesia masih

3
belum tersedia. Suatu penelitian yang dilakukan pada RSU Kota Tangerang Selatan
menyatakan dari 111 kasus appendicitis, distribusi usia tertinggi pada kelompok
umur 17-25 tahun (34,2%). Pasien wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Penelitian lain di RSUP Haji Adam Malik Medan menyatakan prevalensi
peritonitis pada pasien dengan appendicitis tahun 2017 sebesar 62,8%.
4. Patofisiologi
Apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan
ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal
tersebut akan menyebabkan vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
dinding apendiks.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan
apendisitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis
perforasi. (Wijaya&Putri, 2013).
Penatalaksanaan medis pada klien apendisitis menurut Ratun (2015) yakni
apendiktomi yaitu pembedahan untuk mengangkat apendiks pembedahan di
indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Pembedahan atau operasi
menurut Sjamsuhidajat (2005) adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat
sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi penderita dan
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Akibat dari prosedur pembedahan pasien
akan mengalami gangguan rasa nyaman nyeri. nyeri sebagai suatu sensori subjektif
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

4
jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan. (Potter&Perry, 2015)
Karena hal tersebut, terjadinya nyeri akut sering ditandai dengan tampak
meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri dan diaphoresis. (PPNI, 2016)
5. Klasifikasi
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan appendisitis
kronik (Sjamsuhidajat & de jong, 2010):
a. Appendisitis akut. Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala
appendisitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
b. Appendisitis kronik. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan
jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut
dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
appendisitis kronik antara 1-5%.
6. Manifestasi Klinis
Nurarif (2015) menjelaskan bahwa gejala awal yang khas, yang merupakan
gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa
mual, bahkan terkadang muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah. Di titik ini nyeri
terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

5
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan tersebut dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar
37,5 – 38,5 derajat celcius.
Ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis.
Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Gejala yang
timbul menurut Nurarif (2015), yaitu :
1. Bila lebih apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawahtidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karens adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul
gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltic
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang–ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.

6
7. Pathway

Invasi&multiplikasi bakteri Hiperterm Febris


i
Kerusakan control suhu
Apendisitis Peradangan pada jaringan
terhadap inflamasi

Operasi Sekresi mucus berlebih pada


lumen apendiks
Luka insisi Ansietas
Apendiks terenggang
Kerusakan Jaringan Pintu masuk kuman

Ujung saraf terputus Resiko Infeksi

Pelepasan prostaglandin Kerusakan Integritas


Jaringan
Stimulasi dihantarkan
Spasme dinding apendiks Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan vena
Spinal cord Nyeri Akut
Hipoksia jaringan apendiks
Cortex serebri Nyeri di persepsikan
Ulserasi
Resiko Ketidakefektifan
Perfusi Gastrointestinal Perforasi

Reflekbatukberkurang Akumulasisekret
Anestesi

Peristaltik usus berkurang Depresi system respirasi Ketidakefektifanbersihanj


alannafas
Distensi abdomen Anoreksia

Mual&muntah Ketidakseimbangan Nutrsi


Gangguan Rasa Nyaman
Kurang
darikebutuhantubuh
Resiko Kekurangan
Volume Cairan

7
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit apendisitis menurut Nurarif(2015), yaitu :
a. Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut di
mana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi : di daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan
bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana
merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm 3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).(Nurarif, 2015)
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada penyakit apendisitis menurut Nurarif(2015), yaitu :
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang
membantu).
2) Ultrasonografi (USG), CT scan.
3) Kasus kronis dapat dilaksanakan rontgen foto abdomen, USG
abdomen, dan apendikogram.

10. Penatalaksanaan
Tata laksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tata laksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik

8
laparoskopik, apendiktomi laparoskopik sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah. Akan tetapi, terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
(Bimbaum BA, 2015)

9
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ( data subyektif dan obyektif )
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesa pada pasien. Data – data yang
dikumpulkan atau di kaji :
1) Identitas pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, suhu bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor nregristrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab
2) Status kesehatan
a. Keluhan utama
Keluahan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat kerumah sakit.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan gangguan personal hygiene biasanya akan diawali dengan
adanya tanda – tanda adanya perubahan integritas kulit,adanaya perubahan
persepsi diri
c. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang
sama
d. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
3) Kebutuhan bio – psiko – sosial – spiritual
a. Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan.
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit bagi pasien, penegtahuan, status
kesehatan pasien saat ini
b. Pola metabolic – nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah makan dna kudapan, jenis dan jumlah
(makanan dan minuman), pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir,
porsi yang dihabiskan, nafsu makan
c. Pola eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan megontrol BAK, adanya perubahan lain
Kebiasaan pola air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna , bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain.

10
d. Gerak dan aktifitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan sehari – hari, kemampuan untuk
merawat diri sendiri ( berpakian , mandi, makan, kamar mandi), mandiri,
bergantung, atau perlu bantuan, penggunaaan alat bantu (kruk, kaki tiga )
e. Pola istirahat tidur
Kaji pasien mengenai kebiasan tidur sehari – hari ( jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran).
Data pemeriksaan fisik ( lesu, kantung mata, keadaan umkum mengantuk)
f. Pola persepsi - kognitif
Kaji pasien mengenai :
- Gambaran tentang indra khusus (peneglihatan, penciuman, pendengaran,
perasa, peraba)
- Penggunaan alat bantu indra
- Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkjian nyeri secara komprehensif)
- Keyakinan budaya terhadap nyeri
- Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol
dan mengatasi nyeri
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
g. Pola konsep diri – persepsi diri
Kaji pasien mengenai :
- Keadaan sosial : pekerjaan, situasi keluarga, kelompok soaial
- Identitas personal : penjelasaan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki
- Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan
tidak)
- Harga diri : perasaan mengenai diri sendir
- Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
- Riwayat berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri,murung, tidak mau
berinteraksi)
h. Pola hubungan – peran
Kaji pasien mengenai :
- Gambaran tentabg peran berkiatan dengan keluarga, taman, kerja,
- Kepuasan/ketidakpuasan menjalalankan peran

11
- Efek terhadap status kesehatan
- Pentingnya keluarga
- Struktur dan dukungan keluarga
- Proses pengambilan keputusan keluarga
- Pola membesarkan anak
- Hubungan dengan orang lain
- Orang terdekan dengan klien
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i. Pola reproduksi – seksualitas
Kaji pasien mengenai :
- Masalah atau perhatian seksual
- Menstruasi, jumlah anak , jumlah suami/ istri
- Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, pelukan, sentuhan
dll)
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
- Efek terhadap kesehatan
- Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologis
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rectum)
j. Pola toleransi terhadap strees – koping
Kaji pasien dengan :
- Sifat pencentus strees yang dirasakan baru – baru ini
- Tingkat strees yang dirasakan
- Gambaran respon umum dan khusus terhadap strees
- Strategi mengatasi strees yang biasa digunakan dan keefektifannya
- Strategi koping yang biasa digunakan
- Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen strees
- Hubungan manajemen strees dengan keluarga
-
k. Pola keyakinan – nilai
Kaji pasien mengenai :
- Latar belakang budaya
- Status ekonomi, perilaku kesehatan, yang berkaiatan dengan kelompok
budaya
- Tujuan kehidupan bagi pasien

12
- Peningnya agama / spiritualitas
- Dampak masalah kesehatan terhadap spiritual
- Keyakinan dalam budaya ( mitos, kepercayaan, larangan, adat)yang dapat
mempengaruhi kesehatan

2. Diagnosa keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Pre-Operasi
a. Ansietas berhubungan dengan adanya perubahan status kesehatan.
b. Hipertermi berhubungan dengan Kerusakan kontrol suhu terhadap
inflamasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada apendiks.
2) Diagnosa Keperawatan Post-Operasi
a. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perlukaan bekas
operasi dari program medikasi
b. Nyeri akut berhubungan dengan perlukaan pada bekas operasi prosedur
medikasi.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya pertahanan tubuh primer
dan sekunder yang tidak adekuat akibat prosedur invasif.

3. Intervensi
1) Pre-Operasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Ansietas Tujuan : setelah 1. Kaji perilaku 1. Untuk


berhubungan dilakukan asuhan yang mengarah mengetahui
keperawatan …x24 tingkatan derajat
dengan adanya ke kecemasan
jam diharapkan pasien dari kecemasan.
perubahan tidak mengalami 2. Dorong pasien 2. Mengidentifikasi
status kecemasan dengan untuk lebih faktor pencetus
kriteria hasil : stress dapat
kesehatan. terbuka dan
membina
1. Klien mampu menyampaikan hubungan
mengidentifikasi terapeutik antara
perasaan klien
dan petugas dan
mengungkapkan serta beri
pasien.
gejala cemas perhatian 3. Penjelasan yang

13
2. Mengidentifikasi, terhadap adekuat dapat
mengungkapkan perasaannya. menurunkan
dan menunjukkan kecemasan
3. Beri penjelasan
tehnik untuk 4. Dapat menggali
mengontrol cemas terhadap setiap masalah yang
3. Vital sign dalam tindakan atau dialami oleh
batas normal pasien..
intervensi
4. Postur tubuh, 5. Lingkungan yang
ekspresi wajah, keperawatan tenang membantu
bahasa tubuh dan yang dilakukan. relaksasi dan
tingkat aktivitas mengurangi
4. Mendengarkan
menunjukkan kecemasan.
berkurangnya setiap keluhan 6. Untuk membantu
kecemasan yang dialami menurunkan
pasien. stress pasien serta
memberikan
5. Beri lingkungan metode belajar
yang mendukung, terhadap
tenang, dan kecemasan.
7. Dapat menurunkan
kesempatan
kecemasan dan
untuk istirahat. memudahkan tidur
6. Bantu pasien pasien.
dalam
pemecahan
masalah terhadap
stres.
7. Kolaborasi
pemberian obat
sedatif bila
diperlukan.
Hipertermi Tujuan : setelah 1. Monitor suhu 1. Untuk
berhubungan dilakukan asuhan sesering mungkin mengetahui
keperawatan …x24 terjadinya berubahan
dengan 2. Monitor IWL
jam diharapkan pasien suhu atau tidak
Kerusakan tidak mengalami 3. Monitor warna 2. Mengenatuhi
kontrol suhu hipertermi dengan dan suhu kulit nilai IWL pasien
kriteria hasil : dalam rentang
terhadap 4. Kolaborasi
normal atau tidak
inflamasi 1. Suhu tubuh pemberian cairan 3. Untuk
dakam rentang mengetahui tinggi

14
normal intravena atau rendahnya
2. Nadi dan RR 5. Kompres pasien pasien menggalami
dalam rentang hipotermi
pada lipatan paha
normal 4. Untuk
3. Tidak ada dan aksilaris mempercepat
perubahan warna 6. Kolaborasi menyetabilkan suhu
kulit dan tidak ada tubuh dan memenuhi
pemberian obat
pusing caian input
utuk mencegah 5. Untuk
terjadinya mempercepat
penurunan panas
menggigil
karena pori-pori
lebih besar di lipatan
paha dan asksilaris
6. Mencegah
terjadinya kejang

Nyeri akut Tujuan : Setelah 1. Kaji lokasi, tipe, 1. Dapat mengetahui


berhubungan dilakukan asuhan dan intensitas penyebab nyeri
keperawatan …x24 dan menentukan
dengan nyeri dengan
jam diharapkan rasa tindakan
peradangan nyeri pasien skala nyeri. manajemen nyeri.
pada apendiks. berkurang dengan 2. Berikan pijatan 2. Pijatan
kriteria hasil : menimbulkan efek
pada punggung,
relaksasi dan
1. Mampu tangan, dan kaki perbaikan oksigen
mengontrol nyeri dalam sel.
serta perhatikan
(penyebab nyeri, 3. Posisi yang aman
mampu adanya perlukaan.
mencegah risiko
menggunakan 3. Mengubah posisi cedera dan
tehnik menjadikan pasien
pasien sesuai
nonfarmakologi merasa lebih rileks
untuk mengurangi keadaan pasien
serta menurunkan
nyeri, mencari dengan nyeri.
bantuan) pertimbangan 4. mengalihkan
2. Melaporkan perhatian sebagai
nyeri berkurang kenyamanan dan
upaya menurunkan
dengan keamanan.
nyeri.
menggunakan 4. Berikan aktivitas 5. teknik relaksasi
manajemen nyeri distraksi dapat
hiburan untuk
3. Mampu dilakukan sebagai
mengenali nyeri mengurangi nyeri.
upaya mengatasi
(sekala, intensitas, 5. Diskusikan dan nyeri.
frekuensi, dan tanda
ajarkan tindakan

15
nyeri) alternatif sebagai 6. obat analgesik
4. Menyatakan usaha untuk dapat dapat
rasa nyaman setelah digunakan untuk
menurunkan nyeri
nyeri berkurang mengurangi nyeri.
(relaksasi,
distraksi).
6. Kolaborasi
pemberian obat
anti nyeri.

2) Post Operasi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Kerusakan Tujuan : setelah 1. Ganti balutan 1. Penggantian


integritas dilakukan asuhan dengan teknik balutan secara
keperawatan …x24 periodik dan
jaringan kulit aseptik.
jam diharapkan luka perawatan aseptik
berhubungan bekas operasi cepat 2. Melepas perekat mencegah
dengan mengering dengan dengan hati-hati. perluasan dan
kriteria hasil : infeksi dan
perlukaan 3. Observasi luka
mempercepat
bekas operasi 1. Luka sembuh. secara teratur, penyembuhan.
dari program 2. Dapat berperilaku catat karakteristik 2. Mencegah
mengupayakan robekan pada
medikasi. dan integritas
kulit.
peningkatan kulit. 3. Untuk
kesembuhan dan 4. Kaji jumlah dan mengetahui
pencegahan karakteristik perbaikan dan
keadaan luka.
komplikasi. cairan luka. 4. Mengetahui
3. Integritas kulit 5. Ajarkan dan perluasan dan
dapat anjurkan komplikasi yang
mungkin terjadi.
dipertahankan. menekan dengan
5. Dapat
bantal pada mengurangi nyeri
daerah insisi dan
mempertahankan
abdominal bila
heating pada luka
terjadi batuk. insisi agar tidak

16
6. Ingatkan dan beri terjadi robekan.
pendidikan 6. Mencegah tidak
terjadi infeksi
kesehatan untuk
nosokomial.
tidak menyentuh 7. Menjaga
daerah luka kehigienisan pada
daerah luka,
insisi.
mencegah
7. Bersihkan daerah infeksi, dan
pinggir mempercepat
penyembuhan
permukaan kulit
luka.
pada daerah 8. Penggunaan obat
bekas insisi yang seperti antibiotik
sudah dapat membantu
penyembuhan
mendapatkan luka.
rawat luka
tertutup.
8. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi.
Nyeri akut Tujuan : setelah 1. Kaji lokasi, tipe, 1. Dapat mengetahui
berhubungan dilakukan asuhan dan intensitas penyebab nyeri
keperawatan …x24 dan menentukan
dengan nyeri dengan
jam diharapkan pasien tindakan
perlukaan pada tidak mengalami skala nyeri. manajemen nyeri.
bekas operasi hipertermi dengan 2. Berikan pijatan 2. Pijatan
kriteria hasil : menimbulkan
prosedur pada punggung,
efek relaksasi dan
medikasi. 1) Pasien tampak tangan, dan kaki perbaikan oksigen
tenang. serta perhatikan dalam sel.
2) Pasien 3. Posisi yang aman
adanya
mencegah risiko
melaporkan perlukaan. cedera dan
tingkat nyeri 3. Mengubah posisi menjadikan
menurun. pasien sesuai pasien merasa
lebih rileks serta
3) Pasien tampak keadaan pasien menurunkan
rileks. dengan nyeri.
4) Pasien terjaga pertimbangan 4. Mengalihkan
perhatian sebagai
keseimbangan

17
kebutuhan tidur kenyamanan dan upaya
dengan aktivitas. keamanan. menurunkan
nyeri.
4. Berikan aktivitas
5. Teknik relaksasi
hiburan untuk distraksi dapat
mengurangi dilakukan sebagai
upaya mengatasi
nyeri.
nyeri.
5. Diskusikan dan 6. Obat analgesik
ajarkan tindakan dapat dapat
digunakan untuk
alternatif sebagai
mengurangi nyeri.
usaha untuk
menurunkan
nyeri (relaksasi,
distraksi).
6. Kolaborasi
pemberian obat
anti nyeri.
Risiko infeksi Tujuan : Setelah 1. Observasi tanda- 1. Dapat
berhubungan dilakukan asuhan tanda vital mengetahui
keperawatan …x24 perkembangan,
dengan berkaitan dengan
jam diharapkan pasien risiko infeksi
menurunnya tidak mengalami demam, serta menentukan
pertahanan resiko infeksidengan menggigil, tindakan
kriteria hasil : selanjutnya.
tubuh primer berkeringat,
2. Perawatan luka
dan sekunder 1) Tidak ada tanda- perubahan yang intensif
yang tidak tanda infeksi. mental, dan nyeri dapat
2) Drainase purulen. mempercepat
adekuat akibat abdomen yang
perbaikan
prosedur 3) Luka sembuh. meningkat. jaringan
invasif. 2. Rawat luka sesuai penyembuhan
prosedur. luka.
3. Pengamatan
3. Observasi luka secara dini
bekas insisi dan terhadap bekas
balutan serta catat luka untuk
mengetahui
drainase luka
perbaikan luka
(bila ada) dan keberhasilan dari

18
adanya eritema. intervensi.
4. Berikan 4. Untuk
mengikutsertakan
penjelasan yang
pasien agar
tepat dan jujur secara aktif
kepada pasien dan melakukan
perawatan yang
keluarga
dibutuhkan.
berkaitan dengan 5. Antibiotik dapat
perawatan. mencegah
inflamasi dan
5. Kolaborasi
mempercepat
pemberian penyembuhan.
antibiotik sesuai
indikasi dari tim
medis.

4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan yang telah ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui
berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik
komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak
pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan
yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Implementasi adalah pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan

5. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)

19
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang
afasia.
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau
dikaji dari data subjektif dan data objektif.
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan
menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada
3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
(Setiadi, 2012), yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

20
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Mediaction Publishing Jogjakarta.

Simamora, F. A., & Dkk. (2018). Jurnal kesehatan ilmiah indonesia (indonesian health
scientific journal). Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia, 3(2), 22–28.

sugeng jitowiyono, weni kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.

Anas, Kadrianti, E., & I. (2013). Pengaruh Tindakan Mobilisasi Terhadap Penyembuhan
Luka Post Operasi Usus Buntu (Appendicitis) Di RSI Faisal Makassar.

Arifin, D. S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Post Operatif Apendiktomy et
cause Appendisitis Acute.

Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap
Kejadiaan Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada, 1–7.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat
Kesehatan (p. 49). p. 49.

Elizabeth J. Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Adityamedi.

21

Anda mungkin juga menyukai