Anda di halaman 1dari 39

A.

SEJARAH RINGKAS BERDIRINYA BANK INDONESIA SEBAGAI


BANK SENTRAL

Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat


perdagangan internasional. Sementara di daratan Eropa, merkantilisme telah
berkembang menjadi revolusi industri dan menyebabkan pesatnya kegiatan
dagang Eropa. Pada saat itulah muncul lembaga perbankan sederhana, seperti
Bank van Leening di negeri Belanda. Sistem : perbankan ini kemudian dibawa
oleh bangsa barat yang mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC
dijawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening yang kemudian menjadi De
Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah bank pertama
yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.
Pada 24 januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi
dengan nama De ]avasche Bank (DIB). Selama berpuluh-puluh tahun bank
tersebut beroperasi dan berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa
Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DIB Wet 1922 (Bank Indonesia,
2007: 1).

Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan


perbankan Hindia Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba,
Hindia Belanda mengalami dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI)
dan Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi
dua, DIB dan bank-bank Belanda di

wilayah NICA sedangkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank


Negara Indonesia di wilayah Rl. Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949
mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan kemudian DJB sebagai
bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus bertahan
hingga masa kembalinya RI dalam negara kesatuan. Berikutnya sebagai bangsa
dan negara yang berdaulat, Rl menasionalisasi bank sentralnya. Maka sejak 1 Juli
1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik
Indonesia (Bank Indonesia, 2007: 1).

Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung di Den Haag, Belanda


tahun 1949, boleh dikatakan merupakan tonggak sejarah lahirnya bank sentral di
Indonesia. Salah satu keputusan penting KMB adalah menunjuk De ]avasche
Bank NV sebagai. bank sentral. De lavasche Bank adalah bank komersial dan
sirkulasi (bank of issueing money) milik pemerintah kolonial Hindia Belanda
yang sudah berdiri sejak tahun 1828 (Didik ]. Rachbini, dkk, 2000: 1). Sementara
itu sejarah mencatat pula bahwa sejak tahun 1946, Bank Negara Indonesia, bank
pertama yang didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia, telah ditetapkan pula
sebagai bank sentral. (M. Dawam Ra ha rd jo, dkk, 1995: 1). Namun dalam KMB
tersebut diputuskan pula bahwa Bank Negara Indonesia yang didirikan pada tahun
1946 diserahi tugas sebagai bank pembangunan.

Meskipun De javasche Bank disepakati dan diputuskan bersama oleh


pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda sebagai bank sentral, akan tetapi
pengaruh kepentingan kolonial dalam menentu kan kebijakan masih kental. Posisi
De ]avasche Bank lantas menjadi dilematis karena suatu negara mempunyai bank
sentral yang masih berada di bawah pengaruh kepentingan lain (Didik J. Rachbini,
dkk., 2000: I).

Kesepakatan terhadap penunjukan De Javasche Bank sebagai bank sentral


antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Indonesia tidak terjadi begitu saja.
Selain alasan politis, alasan lain penunjukan itu adalah karena De Javasche Bank
telah beroperasi dan berfungsi sebagai bank sirkulasi di Indonesia sejak tahun
1828. Dapat dikatakan bahwa De javasche Bank merupakan bank komersial yang
sekaligus berfungsi sebagai bank sirkulasi tertua di Asia Tenggara. Operasi bank
ini berdasarkan Octraoi pertama yang diberikan Pemerintah kepada De Javasche
Bank tahun 1827. Bank ini merupakan bank pertama yang menjalankan fungsi
bank sentral, yaitu sebagai bank sirkulasi. Pendirian De Jevasche Bank pada
dasarnya dimaksudkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai perpanjangan
tangan dari De Nederlandsche Bank guna memperoleh tugas sebagai bank
sirkulasi dan membiayai Perusahaan-perusahaan besar Belanda yang beroperasi di
Hindia Belanda (Didik J. Rachbini, dkk., 2000: 1).

Berdasarkan Octrooi pertama yang berlaku sejak 1 Januari 1828 sampai


dengan 31 Desember 1837, De Javasche Bank diberi hak monopoli dalam
mengeluarkan uang kertas dan berfungsi sebagai Bank sirkulasi. Di sisi lain De
Javasche Bank juga bergerak di bidang komersial dengan menerima deposito,
memberikan kredit, mengaksep wesel, serta melakukan jual beli emas dan perak
batangan (Didik J . Rachbini dkk., 200: 1).

sebagai langkah pertama ke arah pembentukan bank sirkulasi bagi


Indonesia. pemerintah Soekarno-Hatta pada tanggal 14 Oktober 1945
mengeluarkan surat kuasa dengan menugaskan kepada anggota Dewan
Pertimbangan Agung R.M. Margono Djojohadikusumo untuk membentuk Jajasan
Poesat Bank Indonesia (JPBI). Yayasan itu diresmikan dengan akta notaris R.M.
Soerojo dijakarta dengan registrasi Nomor 14 tanggal 9 Oktober 1945 (M. Dawam
Rahardjo, dkk., 1995: 23).

Karena untuk membentuk bank sirkulasi tersebut diperlukan sebbuah


undang-undang yang memakan tempo lama, maka pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2/Prp/Tahun 1946 tentang Pembentukan
dan Penetapan Bank Negara lndonesia sebagai Bank Sirkulasi dan Bank Sentral
Milik Negara tanggal 5 Juli 1946 yang membentuk dan menetapkan Bank Negara
Indonesia sebagai bank sirkulasi dan bank sentral milik negara, tetapi baru
dibentuk kemudian pada tanggal 17 Agustus 1946 di Yogyakarta sebagai
penjelmaan dari jajasan Poesat Bank Indonesia (D. Dawam Rehatdjo, dkk., 1995;
23).

Sampai dengan tahun 1949, yaitu saat berlangsung KMB di Den Haag
yang salah satu keputusan pentingnya adalah penyerahan kedaulatan Indonesia
kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat, utusan pemerintah masih
mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah
dirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral Republik lndonesia
Serikat. Pemerintah Indonesia dengan terpaksa tetap menerima De Javasche Bank
sebagai bank sentral. Pada saat tersebut De Javasche Bank masih tetap melakukan
kegiatan komersial (F.X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 9).

Keputusan KMB yang menyerahkan fungsi bank sentral kepada De


Javasche Bank dan fungsi bank pembangunan kepada Bank Negara Indonesia
mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan. Bahkan secara khusus muktamar
Partai Masyumi pada Desember 1949 menandaskan agar gagasan nasionalisasi De
Javasche Bank segera dia laksanakan. Dalam wawancara pers 30 April 1951,
Menteri Keuangan Jusuf Wibisono yang juga anggota Partai Masyumi
melontarkan keinginan pemerintah untuk melakukan nasionalisasi. Disusul
pengumuman Perdana Menteri Dr. Sukiman Wirjosandjoio (saat muktamar
sebagai Ketua Umum Partai Masyumi) untuk membawa masalah itu kepada
parlemen pada tanggal 28 Mei 1951 (M. Dawam Rahardjo, dkk., 2001: 7).

Pada tanggal 2 Juni 1951 berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 118


Tahun 1951, dibentuklah Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank yang
mempunyai tugas mengajukan usul nasionalisasi kepada pemerintah serta
menyusun Rancangan Undang-Undang Nasionalisasi De Javasche Bank dan
Rancangan Undang-Undang Bank lndonesia. Sesungguhnya dalam KMB
disepakati pula mengenai kemungkinan pembelian saham-saham De javnsche
Bank oleh Pemerintah Indonesia.

Panitia Nasionalisasi terdiri dari Moh. Boediono sebagai anggota


merangkap ketua, Mr. Soetikno Slamet, Dr. Sumitro Djojohadikusumo, TRB
Sabaruddin, Drs. Oudt dan Drs. Khouw Bian Tie. Panitia tersebut mempunyai
tugas untuk mengajukan usul-usul mengenai langkah-langkah nasionalisasi,
mengajukan rancangan undang-undang nasionalisasi dan merancang undang-
undang baru tentang bank sentral. Langkah pertama yang dilakukan oleh panitia
adalah melakukan penawaran terhadap saham-saham DJB. Akhirnya pemerintah
berhasil membeli 99,4% saham 018 di Bursa Saham Belanda dengan harga 20%
di atas nilai nominal (120%) dalam mata uang Belanda atau kurs sebesar 360%
dalam mata uang Rupiah. Proses pembelian berjalan lancar dengan harga nominal,
saham dan sertifikat seharga 8,95 Juta Gulden. Selanjutnya, pada 15 Desember
1951 pemerintah mengundangkan Nasionalisasi DJB melalui Undang-Undang No.
24 , Tahun 1951 tanggal 6 Desember 1951. Dengan nasionalisasi tersebut DIB
telah resmi menjadi bank sirkulasi milik Pemerintah Indonesia, ' bukan lagi milik
swasta (Belanda) (Pekerja Museum Bank Indonesia, 2007: 1).

Namun, proses nasionalisasi itu masih panjang. Rancangan Undang-


Undang tentang Pokok-Pokok Bank Indonesia, sebagai undangundang organik
bagi bank sentral yang disusun berdasarkan amanat UUDS 1950, baru
disampaikan ke Parlemen pada September 1952, dan selesai dibahas serta
disetujui pada 10 April 1953. Undang-undang itu kemudian disahkan oleh
Presiden tanggal 29 Mei 1953 dan dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953.
Oleh karena itu, tidak salah jika tanggal itu dijadikan hari terbentuknya Bank
Indonesia (M. Dawam Rahardjo, dkk., 2001: 9).

Dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang


Pokok-Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti ]avasche Bank Wet tahun 1922,
maka terbentuklah suatu bank sentral bagi Indonesia dengan nama ”Bank
Indonesia". Walaupun berfungsi sebagai bank sentral, namun Bank Indonesia
masih diperkenankan melakukan kegiatan operasional sebagai bank komersial.
Sementara itu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 2/Drt/1955, tugas
Bank Negara Indonesia semula bertindak sebagai bank pembangunan diubah
menjadi bank umum, yang tugas dan usahanya memajukan kemakmuran rakyat
dan pembangunan perekonomian nasional dalam lapangan perdagangan, import,
dan eksport.

Perubahan mendasar baru terjadi setelah Pemerintah mengeluarkan


Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1960 yang mengharuskan Bank Indonesia
menyesuaikan tugas dan tata kerjanya kepada Amanat Presiden tentang
Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) 1959. Pada masa-masa
berikutnya, Bank Indonesia kemudian menjadi ”alat revolusi”, artinya, bank
sebagai ”alat pemerintah". Doktrin terkenal yang berhubungan dengan ini disebut
"Pantja Sakti Bank Berdjoeang” (M. Dawam Rahardjo, dkk., 2001: 9).

Pada tahun 1960 timbul gagasan dari Pemerintah untuk mendirikan "bank
tunggal” milik negara dengan nama Bank Negara lndonesia. Dengan Penetapan
Presiden Nomor "17 Tahun 1965, Bank Indonesia bersama-sama dengan bank-
bank milik negara lainnya, kecuali Bank Dagang Negara, yaitu Bank Koperasi
Tani dan Nelayan, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara dan Bank
Tabungan Negara dilebur ke dalam bank tunggal dengan nama Bank Negara
Indonesia. yang mempunyai beberapa unit menurut spesifikasinya sesuai dengan
Penetapan Presiden Nomor 9 Tahun 1965, Penetapan. Presiden Nomor 10 Tahun
1965, Penetapan Presiden Nomor 11 Tahun 1965 dan Penetapan Presiden Nomor
13 Tahun 1965. Bank Negara Indonesia yang didirikan pada tahun 1946 menjadi
Bank Negara lndonesia Unit III. Bank Indonesia diintegrasikan dan menjalankan
usaha sebagai Bank Negara Indonesia Unit l yang berfungsi sebagai bank sentral
dan bank umum.

Sejalan dengan perkembangan politik hukum kebanksentralan


sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPRS Nomor Xlll/ MPRS/1966,
selain menyampaikan Rancangan Undang-Undang Pokok-Pokok Perbankan,
pemerintah juga menyampaikan Rancangan Undang-Undang Bank Sentral dan
Rancangan Undang-Undang Pendirian Enam Bank Pemerintah. Dengan Undang-
Undang Nomor . 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, ditata dan dibangun
kembali bank sentral dalam kerangka penataan sistem perbankan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
Pengintegrasian bank-bank milik negara ke dalam Bank Negara Indonesia
berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 17 Tahun 1965 tersebut ditinjau kembali
dan disesuaikan kembali seiring dengan dibentuknya kembali Bank Indonesia
sebagai bank sentral.

Sejak keberadaan Bank lndonesia sebagai bank sentral hingga tahun 1968,
tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang,
dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan beberapa
fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial. Namun demikian, tanggung
jawab kebijakan moneter berada di tangan pemerintah melalui pembentukan
Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus
dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Selain itu, Dewan Moneter juga bertugas
memberikan petunjuk kepada direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan
nilai mata uang dan memajukan Perkembangan perkreditan dan perbankan.
Kesemuanya itu mencerninkan bahwa kedudukan Bank Indonesia pada periode
1953-1968 tersebut masih merupakan bagian dari pemerintah (F. X. Sugiyono dan
Ascarya, 2003:9-10).

Menyadari bahwa peran ganda yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia


mengakibatkan kurang sehatnya perkembangan moneter bagi perekonomian, pada
tahun 1968 dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank
Indonesia. Dalam undang-undang tersebut, Bank Indonesia tidak lagi berfungsi
ganda, karena beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial
dihapuskan. Namun demikian, misi Bank Indonesia sebagai agen pembangunan
masih melekat, demikian juga tugas-tugas sebagai kasir pemerintah dan banker's
bank. Selain itu, Dewan Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang
berperan sebagai perumus kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas
Bank Indonesia sebagai agen pembangunan tercermin pada tugas pokoknya (F.X.
Sugiyono dan Ascarya, 2003: 9-1 0)

Status dan peranan Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor


13 Tahun 1968, di samping mengemban tugas bank sentral, juga mengemban
tugas bank pembangunan dinilai sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan internasional pada
dewasa ini maupun di masa yang akan datang, yang menghendaki Bank Indonesia
sebagai bank sentral hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang
wajar merupakan sebagian dari prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan. Reorientasi sasaran Bank Indoneesia ini merupakan
bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi , perekonomian. Kegagalan untuk
memelihara kestabilan nilai rupiah seperti tercermin pada kenaikan harga-harga
dapat merugikan karena berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan
melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam kancah perekonomian
dunia.

Kedua undang-undang bank sentral tersebut, baik UndangUndang Nomor


11 Tahun 1953 maupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tidak
memberikan independensi terhadap Bank Indonesia. Akibatnya banyak kebijakan
moneter dan perbankan yang tidak jelas posisi tanggung jawabnya, apakah
menjadi tanggung jawab Bank Indonesia atau pemerintah (Pekerja Museum Bank
Indonesia, 2007: 7).

Berdasarkan latar belakang tersebut, dan dengan mengacu kepada


Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998, Ketetapan MPR Nomor Xl/ MPR/1998 dan
Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/l 998, pada tanggal 17 Mei 1999 ditetapkan
dan diberlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia' sebagai pengganti Undang Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang
Bank Sentral. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 memberikan status dan
kedudukan kepada Bank Indonesia sebagai suatu bank sentral yang independen,
bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya. Sebagai suatu
otoritas moneter yang independen, Bank Indonesia memiliki kewenangan dan
tugas untuk menetapkan dan melaksanakan-kebijakan moneter yang telah
ditetapkannya tanpa campur tangan pemerintah maupun pihak-pihak lain di luar
Bank lndonesia. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia wajib menolak dan/atau
mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.

Kemudian, dalam rangka penataan kembali kelembagaan Bank Indonesia


sebagai penanggung jawab otoritas kebijakan moneter, dan dengan mengacu
kepada ketentuan dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945, ditetapkan
perubahan pertama terhadap UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 melalui
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank lndonesia. Penataan kelembagaan Bank
indonesia ini diperlukan untuk memperkuat akuntabilitas, transparansi, dan
kredibilitas Bank Indonesia tanpa mengurangi makna independensi Bank
Indonesia sebagai lembaga negara.

Dengan amandemen tersebut terjadi cukup banyak perubahan yang


mencolok terhadap beberapa pasal dan penjelasannya, terutama yang berhubungan
dengan independensi Bank Indonesia. Perubahan mendasar antara Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 dan undangundang yang mengamandemennya
terletak pada kewenangan penetapan sasaran inflasi. Penetapan yang sebelumnya
dilakukan oleh Bank Indonesia ini diubah menjadi ditetapkan oleh pemerintah
setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Dalam amandemen undangundang
juga mulai ada pengaturan tentang penanggulangan masalah perekonomian atau
perbankan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang
membahayakan sistem keuangan. Dalam situasi seperti itu, Bank Indonesia dapat
memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban
pemerintah (Pekerja Museum Bank Indonesia, 2007: 9).

B. VISI, MISI, NILAI-NILAI, DAN SASARAN STRATEGIS BANK


INDONESIA

Visi Bank Indonesia adalah menjadi lembaga bank sentral yang dapat
dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.

Misi Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai


rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas
sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang
berkesinambungan.

Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai


untuk bertindak dan/atau berperilaku terdiri atas kompetensi, integritas,
transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan, yang disingkat dengan KITA
Kompak.
Untuk mewujudkan visi, misi dan nilai-nilai strategis tersebut, Bank
Indenesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, sebagai berikut.

1. Memelihara kestabilan moneter;

2. Memelihara kondisi keuangan Bank indonesia yang sehat dan akuntabel.

3. Meningkatkan efektivitas manajemen moneter.

4. Meningkatkan sistem perbankan yang sehat dan efektif serta sistem


keuangan yang stabil.

5. Memelihara keamanan, kehandalan, dan efisiensi sistem pembayaran.

6. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan good governance.

7. Memperkuat institusi Bank Indonesia melalui penciptaan sinergi antara


sumber daya manusia, informasi pengetahuan, dan rancangan organisasi
dengan strategi Bank Indonesia.

8. Mengarahkan dan memantau efektivitas perubahan strategi Bank


Indonesia.

C. STATUS DAN KEDUDUKAN HUKUM BANK INDONESIA SEBAGAI


LEMBAGA NEGARA YANG INDEPENDEN DAN BADAN HUKUM

Secara konstitusional, setelah terjadi Perubahan Keempat UndangUndang ”Dasar


1945, susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensi Bank
Indonesia semakin memperoleh legitimasi yang sangat memadai (Andi M. Asrun
dan A. Ahsin Thohari, 2003: 35).

Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi menyebut nama Bank
Indonesia sebagai bank sentral. Namun dalam Pasal 23D Undang-Undang Dasar
1945 dinyatakan bahwa Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang. Dengan demikian berdasarkan Pasal 23D Undang-Undang Dasar
1945, maka akan dibentuk suatu bank sentral dengan undang-undang tersendiri,
yang sekaligus mengatur mengenai susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensi bank-sentral yang bersangkutan.

Sebelum Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945, pengaturan mengenai


bank sentral terdapat di bagian Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, yakni
berkaitan dengan Bab V tentang Hal Keuangan. Sementara itu dalam Batang
Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 (naskah asli) tidak dicantumkan aturan pokok
yang berkaitan dengan kedudukan, susuna tugas, dan kewenangan bank Indonesia.
Kata ”Bank Indonesia" dijumpai pada bagian Penjelasan atas Pasal 23 Undang-
Undang Dasar 1945, yang antara lain bunyinya sebagai berikut.

juga tentang hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-
undang. Ini penting karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas
masyarakat. Uang terutama adalah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai
alat penukar untuk memudahkan pertukaran jual-beli dalam masyarakat.
Berhubung dengan itu perlu ada macam dan rupa uang yang diperlukan oleh
rakyat sebagai pengukur harga untuk dasar menetapkan harga masing-masing
barang yang dipertukarkan.'Barang yang menjadi pengukur harga itu, mestilah
tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh
karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.
Berhubung dengan itu, kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan
mengatur peredaran uang kertas, ditetapkan dengan undang-undang.

Berdasarkan Penjelasan atas Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 ' tersebut,


diketahui bahwa adanya suatu "bank sentral” yang dijalankan oleh suatu lembaga
yang diberi nama dengan "Bank Indonesia" yang tugas dan fungsinya
mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kartal dan menjaga agar nilai uang
tersebut tetap stabil. Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai
kewenangan khusus, yakni sebagai satu-satunya lembaga yang diberi hak
monopoli oleh negara, untuk ”menerbitkan, mengeluarkan dan mengatur
peredaran macam dan harga mata uang”. Untuk menjamin hal tersebut, maka
kedudukan, fungsi dan kewenangan hukum "Bank Indonesia” sebagai bank sentral
harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Dari bunyi Penjelasan Pasal
23 Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara eksplisit menyatakan bahwa Bank
Indonesia merupakan bagian dari alat kelengkapan negara. Bank Indonesia
merupakan satu-satunya lembaga yang eksistensinya disebutkan dalam Penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945.

Mengenai pengaturan Bank Indonesia di dalam Penjelasan atas Pasal 23 dan


bukan di dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, paling sedikit
terdapat 3 (tiga) alasan, yaitu pertama, pembuat Undang-Undang Dasar 1945 pada
waktu itu lebih memfokuskan pada pengaturan tentang keuangan negara; kedua,
tujuan dan tugas Bank Indonesia pada waktu itu belum berkembang sebagaimana
saat ini, yang diutamakan pada saat itu adalah fungsi Bank lndonesia sebagai bank
sirkulasi; dan ketiga, nilai uang dikaitkan dengan emas, sehingga nilainya
terhadap emas adalah tetap. Melihat ketiga alasan tersebut, cukup beralasan untuk
mencantumkan pengaturan Bank Indonesia pada bagian penjelasan. Namun
demikian, adanya pencantuman Bank Indonesia dalam konstitusi negara Republik
Indonesia sebagai sumber hukum tertinggi, menunjukkan pentingnya kedudukan
dan fungsi Bank Indonesia dalam ketatanegaraan lndonesia (Agus Santoso dan
Anton Purba, 2006: 2-3).

Dalam proses menyusun dan menetapkan kedudukan lembagalembaga negara


Republik Indonesia, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara
eksplisit menyebut bank sentral sebagai alat kelengkapan negara. Hal ini
mengingat dalam proses penyusunan Undang-Undang Dasar 1945, para
penyusunannya sangat terpengaruh oleh paham integralistik, sehingga wajar
apabila mengenai status dan kedudukan Bank Indonesia dianggap tidak perlu
secara eksplisit diatur. Apalagi dirumuskan secara tegas sebagai lembaga yang
independen dalam suatu aturan pokok seperti Undang-Undang Dasar, karena
penyusun Undang-Undang Dasar ”1945 telah menganggap cukup apabila hal itu
dimaksudkan pada bagian Penjelasan UndangUndang Dasar 1945 yang pada
dasarnya merupakan bagian yang terpisahkan dari Batang Tubuhnya (Agus
Santoso, 2003: 4).

Penegasan independensi Bank Indonesia ini sebagai wujud reformasi sistem


perbankan nasional, pertama kali dituangkan oleh pemerintah dalam Undang-
Undang Nomor 10 Tahun ”1998 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998, pemerintah bersama-sama dengan DPR melakukan perubahan mendasar
dan penyempurnaan yang bersifat substansial terhadap Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 dalam rangka mengakomodasi pendapat masyarakat yang
berkembang mengenai perbankan dan program penyehatan perbankan yang telah,
sedang, dan yang akan dilakukan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menegaskan kemandirian Bank


Indonesia dalam pembinaan dan pengawasan perbankan (power to supervise), ter-
masuk pengaturan perbankan (power to regulate) dan pengenaan sanksi (power to
impose sanctions), dengan mengalihkan kewenangan seluruh perizinan & bidang
perbankan (power to license) dan pembukaan rahasia bank dari yang semula
berada di tangan Departemen Keuangan (Menteri Keuangan) kepada Bank
Indonesia (Pimpinan Bank Indonesia).

Alasan penyerahan wewenang ini dimaksudkan agar pelaksanaan tugas Bank


Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan bank dalam rangka pelaksanaan
kebijakan moneter lebih efektif. Hal ini juga sejalan. dengan rencana pemerintah
untuk memberikan independensi'kepada Bank Indonesia sebagai bank sentral.
Penyatuan wewenang bidang pengaturan dan pengawasan di bawah Bank
Indonesia ini disambut baik oleh berbagai pihak karena selama ini dirasakan ada
dualisme dalam penanganan masalah-masalah perbankan. Sering keputusan
penting yang harus segera diambil menjadi terhambat oleh birokrasi Departemen
Keuangan (M. Dawam Rahardjo, dkk., 2001: 33-34) ,

Selain itu penempatan fungsi pengawasan bank berada di tangan Bank Indonesia
akan mempermudah koordinasi dalam rangka restrukturisasi perbankan. Oleh
karena itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah ditetapkan bahwa
penerbitan izin usaha perbankan dilakukan Bank Indonesia, maka logis bila
pengawasan juga dilakukan oleh lembaga yang sama. Diharapkan, koordinasi
"satu atap” ini tidak akan mengulang kesalahan dan miskoordinasi antara dua
instansi dalam penanganan masalah yang sama antara dua instansi dalam
penanganan masalah yang sama (Didik ]. Rachbini dan Suwidi Tono, et.al., 2000:
15).

Dalam kaitan dengan penegasan independensi Bank Indonesia di bidang


moneter, MPR dalam.Sidang Istimewa Tahun 1998 memberikan amanat politik
sebagai berikut.

a. Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi


Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional Sebagai Haluan Negara. Dalam Bab IV huruf A butir la
dikatakan antara lain, bahwa otoritas moneter harus membangun sistem
kelembagaan yang kuat dan independen yang dikukuhkan oleh undang-
undang tentang Bank Sentral

b. Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam


Rangka Demokrasi Ekonomi. Dalam Pasal 9 dinyatakan, bahwa dalam
rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat, Bank
Indoensia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan
pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerja dapat diawasi dan,
dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan amanat politik yang digariskan MPR tersebut, maka dilakukan


perubahan terhadapkedudukan, status hukum dan tugas “Bank Indonesia sebagai
bank sentral sebagaimana disahkan dalam Undang-Undang Nomor. 23 Tahun
1999 tentang Bank Sentral lsebagaimana telah diubah dengan Nomor 3 Tahun
2004 (selanjutnya ldisebut UUBI 1999), yang sekaligus sebagai pengganti UUBI
1968. Dalam konsiderans menimbang UUBI 1999, antara lain dinyatakan bahwa:

Untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan


efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat
dipertanggangjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar,
cepat, tepat, dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi
prinsip kehatihatian. Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa untuk menjamin
keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupin/1 diperlukan bank sentral
yang memiliki kedudukan yang independen.

Dalam UUBI 1999, nuansa independensi, akuntabilitas, dan transparansi


sangat menonjol Substansinya juga sangat berbeda dengan UUBI 1968 (M.
Dawam Rahardjo, et.al. 2001: 35). UUBI 1999 ini memberikan landasan hukum
yang jelas bagi independensi Bank Indonesia. Tugas Bank Indonesia juga lebih
terfokus pada bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran (Didik ].
Rachbini dan Suwidi Tono, et.al., 2000: 15).

Status kelembagaan dan kedudukan hukum Bank Indonesia sebagai


lembaga yang mempunyai otonomi dan mandiri, disebutkan secara tegas dalam
Pasal 4 UUBI 1999. Pasal 4 ayat (2) UUBI 1999 menyatakan, bahwa Bank
Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Dengan UUBI
1999, posisi Bank Indonesia merupakan ”lembaga negara" yang independen
dalam bidang moneter. Independensi berarti, bahwa Bank Indonesia bebas dari
campur tangan (intervensi) pihak pemerintah dan/atau pihak-pihak lain dalam
menjalankan tugasnya di bidang moneter. Sehubungan status Bank Indonesia
sebagai lembaga independen, Pasal 9 UUBI 1999 melarang secara tegas pihak lain,
termasuk pihak pemerintah melakukan segala bentuk campur tangan terhadap
pelaksanaan tugas Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Apabila dalam rangka
melaksanakan tugasnya selaku otoritas moneter terdapat campur tangan pihak lain,
termasuk dari pemerintah, maka Bank Indonesia wajib untuk menolak dan/atau
mengabaikannya. Pelanggaran terhadap larangan ini, dapat mengakibatkan semua
pihak akan dikenakan sanksi yang ancaman pidananya berat dan dendanya yang
besar sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UUBI 1999. Demikian pula pejabat
Bank Indonesia, baik Dewan Gubernur Bank Indonesia maupun pejabat-pejabat
Bank. Indonesia lainnya akan dikenakan sanksi pidana yang sama pula bila
menerima campur tangan dari pihak lain mana pun dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana diatur dalam Pasal 68 UUBI 1999.

Dengan landasan ini, maka Bank Indonesia memiliki otonomi penuh


dalam pelaksanaan tugasnya. Hal ini penting untuk diketahui mengingat di masa
lalu, Bank Indonesia seringkali difungsikan sebagai subordinatif dari kekuatan
dan kekuasaan pemerintah. Bahkan yang lebih tragis, Bank Indonesia pernah
dijadikan ”mesin uang" penguasa. Status independen Bank Indonesia itu juga
merupakan jaminan bagi Bank Indonesia, sekurang-kurangnya dari aspek hukum,
agar dapat
melaksanakan tugasnya secara efektif. Hal ini sekaligus menjamin
kepastian hukum status kelembagaan Bank lndonesia (M. Dawam Rahardjo, et.al.,
2001: 47-48).

Secara struktural dan organisatoris, Bank Indonesia tidak lagi menjadi


"pembantu pemerintah", berada di luar pemerintahan dan bukan berarti berada di
atas pemerintah, melainkan setara atau sejajar dengan pemerintah. Penjelasan
Umum atas UUBl 1999 antara lain menyatakan kedudukan Bank Indonesia
sebagai lembaga negara yang independen berada di luar pemerintahan. Dari
penegasan ini, jelas bahwa untuk menjamin independensi Bank Indonesia atau
mengurangi campur tangan pihak lain, kedudukan Bank Indonesia tidak berada di
bawah atau di dalam pemerintahan negara.

Bank Indonesia juga diberikan status sebagai lembaga yang berbadan


hukum. Dalam Pasal 4 ayat (3) UUBI1999 dinyatakan, bahwa Bank Indonesia
adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini. Dalam kedudukan sebagai
badan hukum publik, maka Bank lndonesia diberikan wewenang untuk
menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya.
Peraturan tersebut dinamakan dengan ”Peraturan Bank Indonesia" (PBI) sebagai
pengganti fungsi Surat Keputusan Direksi bank Indonesia. PBI ini merupakan
ketentuan hukum yang'berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank lndonesia,
yang ditetapkan oleh Bank lndonesia, dan ini mengikat setiap orang atau badan
dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik lndonesia. Pemberian independensi
kepada Bank Indonesia membawa konsekuensi yuridislogis bagi Bank Indonesia,
yaitu mempunyai kewenangan mengatur dan membuat atau mener-bitkan
peraturan yang merupakan pelaksanaan undang-undang dan menjangkau seluruh
bangsa dan negara Indonesia (M. Dawam Rahardjo, et.al. 2001: 49).

Sebagai imbangan independensi Bank Indonesia, Bank Indonesia dituntut


untuk accountable dan transparent dalam melaksanakan tugasnya. Independensi
bank sentral tanpa diimbangi akuntabilitas dan transparansi yang memadai dapat
menjadikan bank sentral sebagai "negara dalam negara”. Akuntabilitas dan
transparansi ditempuh dengan cara menjelaskan berbagai kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia kepada masyarakat dan DPR. Selain itu, kerjasama
yang erat antara Gubernur Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan sangat
diharapkan tanpa harus salingmengintervensi (Agus Santoso, 2003:17)

Di samping sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berstatus


sebagai badan hukum privat, di mana Bank Indonesia dapat bertindak baik di
dalam maupun di luar pengadilan, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dan
mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga secara mandiri. Kendati pun
sebagai badan hukum privat, namun terkait dengan status hukum Bank Indonesia
sebagai bank sentral, yaitu selaku otoritas moneter, maka Bank Indonesia dilarang
melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh bank pada umumnya.
Bank Indonesia tidak lagi menjalankan fungsi sebagai ”agen pembangunan"
dengan cara mengucurkan kredit program pemerintah, kredit likuiditas dan
pemberian uang muka kepada pemerintah yang selama ini menjadi tugas dan
fungsi Bank Indonesia dalam kedudukan sebagai pembantu pemerintah". Akan
tetapi dalam rangka mendukung tugas-tugasnya sebagai bank sentral, yaitu selaku
otoritas moneter, Bank Indonesia dapat melakukan aktivitas perbankan yang
dianggap perlu. Penegasan : Bank Indonesia sebagai badan hukum (privat) ini
dimaksudkan pula agar terdapat kejelasan wewenang dalam mengelola kekayaan
sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengelolaan keuangan Bank Indonesia akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), yang hasilnya akan disampaikan kepada DPR.

Berbeda dengan sebelumnya, tujuan atau sasaran yang hendak dicapai


Bank Indonesia tidak lagi bersifat multi target, tetapi single target yang
berdimensi rangkap, sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 7 UUBI
1999, yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuan dimaksud, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter
secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Tujuan Bank Indonesia ini
perlu ditOpang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip
kehati-hatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan
dan keuangan yang sehat. Dalam Pasal 8 UUBI 1999 dinyatakan, bahwa untuk
mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank
Indonesia mempunyai tugas-tugas, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan
mengawasi perbankan. Ketiga tugas Bank Indonesia ini harus dijalankan secara
stimutan terintegrasi. di antara ketiga tugas Bank Indonesia tersebut.

Independensi Bank Indonesia tampak juga secara organisatoris, dengan


dihapusnya keberadaan Dewan Moneter dan sebagai gantinya kepemimpinan
Bank Indonesia sepenuhnya dilakukan oleh lembaga Dewan Gubernur Bank.
Indonesia. Lembaga Dewan Gubernur Bank Indonesia diketuai oleh seorang
Gubernur yang sekaligus merangkap sebagai anggota dan dibantu oleh seorang
Deputi Gubernur senior sebagai wakilnya. Susunan Dewan Gubernur Bank
Indonesia dilengkapi dengan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang atau
sebanyakbanyaknya 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Pengangkatan anggota Dewan Gubernur Bank lndonesia tidak semata-mata
berdasarkan keputusan Presiden, tetapi dilakukan oleh Presiden sebagai Kepala
Negara dengan persetujuan DPR. Bahkan anggota DewanGubernur Bank
Indonesia tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, kecuali karena alasan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 48 UUBI l999, yaitu karena yang
bersangkutan mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan,
tidak hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 bulan berturut-turut tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu
memenuhi kewajiban kepada kreditor, atau berhalangan tetap. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk tetap menjamin independensi Bank Indonesia dari campur
tangan pemerintah dalam hal pengangkatan anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia.

Lembaga Dewan Gubernur Bank Indonesia secara inspiratif dia harapkan


menjadi institusi inti yang paling independen, dan sekaligus sebagai sublimasi
baru dari eksistensi Dewan Moneter. Tidak seperti di masa lalu, di dalam
organisasi otoritas moneter tidak terdapat lagi unsur dari pemerintah. Dengan
demikian, kebijakan dan akuntabilitas Bank Indonesia akan sangat tergantung
pada lembaga Dewan Gubernur Bank Indonesia. Kini tidak ada lagi kebijakan
pemerintah yang dapat dititipkan kepada Bank Indonesia, apalagi dipaksakan
(Didik j. Rachbini dan Suwidi Tono, et.al., 2000: 168-469).

Ketentuan independensi Bank Indonesia mendapat ujian yang berat dari


mereka yang tidak menghendaki terjadinya reposisi Bank Indonesia dalam
struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Mereka berupaya untuk campur
tangan terhadap independensi Bank Indonesia, baik melalui jalur hukum formal
dan jalur politik formal, yang kesemuanya itu bermaksud ”mengobok-obok” Bank
Indonesia.

D. TUJUAN DAN TUGAS POKOK BANK INDONESIA SEBAGAI BANK


SENTRAL

Sebagaimana diketahui, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23-


Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun
2004, status dan kedudukan Bank Indonesia ialah sebagai pembantu pemerintah.
Bank Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter harus sesuai dengan
kebijakan pemerintah yang ditetapkan Dewan Moneter yang dipimpin oleh
Menteri Keuangan. Hal ini berkaitan dengan tidak tegasnya rumusan tujuan dan
tugas pokok Bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam UndangUndang Nomor
13 Tahun 1968 tidak dirumuskan secara tegas (multi objectives) tujuan pokok
Bank Indonesia, yaitu (1) meningkatkan taraf hidup rakyat; (2) mengatur, menjaga
dan memelihara kestabilan nilai rupiah; (3) mendorong kelancaran produksi dan
pembangunan; dan (4) memperluas kesempatan kerja. Akibatnya tugas Bank
Indonesia tidak terfokus dan seringkali menimbulkan konflik antara tugasmenjaga
kestabilan nilai rupiah dengan tugas mendorong pertumbuhan ekonomi.

Implikasi dari tidak fokusnya tugas tersebut telah mengakibatkan


pencapaian tujuan akhir dari kebijakan Bank Indonesia kurang efektif. Hal ini
terjadi mengingat, (1) peran Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menjadi
kabur karena kekurangjelasan wewenang dan tanggung jawab sebagai akibat tidak
fokusnya tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan, (2) fungsi sebagai otoritas
moneter kurang fokus karena memungkinkan timbulnya conflict di antara tugas-
tugas yang harus dilaksanakan dan (3) tugas pokok membantu pemerintah
mengakibatkan tidak independennya Bank Indonesia dalam menetapkan dan
melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus ditetapkan (F. X.
Sugiyono dan Ascarya, 2003: 13-14).

Dari pengalaman tersebut, langkah awal agar Bank Indonesia dapat


melaksanakan tugasnya dengan baik dan efektif, diperlukan ketegasan dalam
tujuan dan pembagian tugas harus jelas dan tidak dicampuri oleh kepentingan-
kepentingan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Langkah awal tersebut
harus berupa pemberian independensi kepada Bank Indonesia, sehingga Bank
lndonesia dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan
yang harus dicapai sebagai lembaga bank sentral (F. X. Sugiyono dan Ascarya,
2003: 14).

1. Tujuan Bank Indonesia

Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1.999 sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, secara tegas memberikan
landasan bagi independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral. dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yaitu mencapai dan-memelihara kestabilan nilai
rupiah.” dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditetapkan
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Di
samping itu, adanya jaminan bahwa pihak lain dilarang melakukan campur tangan
terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Bank Indonesia wajib menolak
dan mengabaikan campur tangan dari mana pun dalam rangka pelaksanaan
tugasnya. Berbeda dengan sebelumnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 telah
merumuskan secara tegas (Single objectives) tujuan pokok Bank Indonesia, yang
memperjelas sasaran yang akan dicapai dan adanya batasan yang jelas mengenai
tanggung jawab Bank lndonesia.
Kestabilan nilai rupiah yang diinginkan oleh Bank lndonesia itu, yaitu (1)
kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, dan (2) kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sedangkan
kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau
tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara
lain. Kestabilan nilai rupiah tersebut sangat penting untuk mendukung
pernbangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kasejahteraan
rakyat. .

Sebagaimana di negara-negara lain, penetapan inflasi sebagai sasaran akhir


kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang
kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak dapat
mempengaruhi variable riil, seperti pertumbuhan ekonomi atau tingkat
pengangguran. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi variabel-variabel
riil dalam jangka pendek. Kedua, dengan ditetapkan-nya inflasi sebagai sasaran
tunggal, sasaran tersebut akan menjadi dasar acuan dalam perumusan kebijakan
moneter, sehingga tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia akan lebih
transparan dan mudah diukur (F. X. Sugiyono , dan Ascarya, 2003: 14-15).

Penetapan tujuan tunggal di atas menjadikan sasaran dan batas tanggung


jawab Bank Indonesia akan semakin jelas dan terfokus. Selanjutnya, sebagai
implikasi terfokusnya tujuan tersebut, Bank Indonesia perlu mengarahkan
kebijakannya untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal, khususnya
keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat, dengan kondisi ekonomi
eksternal yang tercermin pada kinerja neraca pembayaran. Perwujudan
keseimbangan internal adalah terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah,
sementara dari sisi eksternal adalah terjaganya nilai rupiah pada tingkat
perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Dengan terjaganya keseimbangan
internal dan eksternal tersebut, maka sasaran tunggal kebijakan moneter yaitu
kestabilan nilai rupiah akan dapat tercapai (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003:
14-15).

Untuk mencapai tujuan tunggal kebijakan moneter tersebut, selanjutnya


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 menentukan, bahwa Bank Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan moneter tersebut dilakukan secara berkelanjutan,
konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah
di bidang per-ekonomian. Hal ini dimaksudkan agar kebijakan moneter yang
diambil oleh Bank Indonesia itu dapat dijadikan acuan yang pasti dan jelas bagi
dunia usaha dan masyarakat luas. Selain itu, dimaksudkan pula agar kebijakan
yang diambil oleh Bank Indonesia sudah mempertimbangkan dampaknya
terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan, termasuk bidang keuangan
negara dan perkembangan di sektor riil.

2. Tugas Bank Indonesia

Terdapat tiga pilar untuk mencapai tuju uan tunggal Bank lndonesia itu
sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004,
bahwa untuk mencapai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
Bank lndonesia mempunyai tugas dan wewenang, yaitu:

a. menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan

c. mengatur dan mengawasi bank.

Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien,
maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung, karena ketiga tugas tersebut
mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dalam mencapai kestabilan nilai rupiah
(bandingkan F. X. Sugiyonu dan Ascarya, 2003: 15).

Tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dilakukan Bank


lndonesia dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan
suku bunga. Efektivitas pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal, yang merupakan sasaran dari
pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem
pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut memerlukan

sistem perbankan yang sehat, yang merupakan sasaran tugas mengatur dan
mengawasi bank. Selanjutnya, sistem perbankan, yang sehat akan mendukung
pengendalian moneter mengingat pelaksanaan kebijakan moneter terutama
dilakukan melalui sistem perbankan.

a. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah


diubah dengan Undang-Undang 3 Tahun 2004, Bank Indonesia diberi
kewenangan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
yang ditetapkan pemerintah serta melakukan pengendalian moneter dengan
menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter.
Pada dasarnya kebijakan moneter yang ditempuh oleh otoritas moneter
merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Selain itu,
kebijakan moneter juga mempunyai peranan yang sangat strategis, mengingat
kebijakan moneter dapat mempengaruhi pencapaian sasaran akhir dari kebijakan
ekonomi makro, seperti stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 16).

Untuk mencapai tujuan akhir mencapai dan memelihara kestabilan nilai


rupiah, bank sentral dapat menggunakan berbagai instrumen pengendalian
moneter langsung atau tidak langsung. Instrumen moneter yang saat ini digunakan
oleh Bank Indonesia adalah instrumen tidak langsung melalui cara-cara yang
termasuk tetapi tidak terbatas pada operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, fasilitas diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan
himbauan, yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersama-sama
maupun tersendiri. Sementara instrumen langsung yang pernah digunakan, seperti
penetapan pagu kredit atau pembiayaan dan penetapan suku bunga tidak
dilakukan lagi mengingat instrumen tersebut kurang efektif dan tidak berorientasi
pasar.

Pelaksanaan kebijakan moneter ini tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai
tukar dan sistem devisa. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2004, Bank indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan
sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. Bank lndonesia antara lain dapat
melakukan, yaitu pertama, devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada
saat sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar tetap; kedua,
intervensi pasar pada saat sistem nilai. tukar mengambang; dan ketiga, penetapan
nilai tukar harian serta lebar pita intervensi pada saat sistem nilai tukar yang
dianut adalah mengambang terkendali. Ketiga sistem nilai tukar ini pernah
diterapkan di Indonesia, dan sejak tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah
menetapkan sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar mengambang.

Dalam penetapan nilai tukar tersebut, Bank Indonesia diberi wewenang


mengajukan kepada pemerintah sistem nilai tukar yang akan ditetapkan.
Berhubungan dengan itu, peran Bank lndonesia dituntut untuk lebih aktif dalam
mengikuti pergerakan nilai tukar mata uang rupiah agar dapat secara tepat
mengajukan sistem nilai tukar yang cocok dengan perkembangan keadaan dan
tuntutan pasar. Apabila konsep nilai tukar yang diajukan oleh Bank Indonesia
ditolak pemerintah, maka risiko yang timbul akibat penolakan tersebut merupakan
tanggung jawab pemerintah. Sebaliknya, apabila konsep sistem nilai tukar yang
diajukan diterima dan ditetapkan oleh pemerintah untuk diberlakukan, maka risiko
kegagalan pelaksanaan sistem nilai tukar tersebut menjadi tanggung jawab Bank
Indonesia (M. Dawam Rahardjo, dkk., 2001: 59).

Selain itu, pelaksanaan kebijakan moneter juga berkaitan dengan sistem


devisa yang dianut. Bank lndonesia diberi wewenang untuk mengelola cadangan
devisa. Dalam pengelolaan cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia
melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa dan dapat menerima pinjaman luar
negeri. Pengelolaan dan pemeliharaan cadangan devisa ini didasarkan pada
prinsip keamanan dan kesiagaan memenuhi kewajiban segera tanpa mengabaikan
prinsip untuk memperoleh pendapatan yang optimal. Tujuan pengelolaan dan
pemeliharaan cadangan devisa merupakan bagian yang tidak ter-pisahkan dari
upaya menjaga nilai tukar.

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang moneter, Bank


Indonesia diberikan wewenang menyelenggarakan survei, yaitu pengumpulan
informasi yang bersifat makro atau mikro yang dilakukan setara berkala atau
sewaktuwaktu diperlukan, seperti survei mengenai kegiatan usaha, survei
konsumen, survei perkembangan harga aset dan survei-survei lainnya, termasuk
survei dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan statistik neraca pembayar-
an. Bank Indonesia wajib merahasiakan sumber dan data individual yang
diperlukan Bank Indonesia dalam rangka penyelenggaraan survei dimaksud.

Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga


mempunyai fungsi lender of the last resort. Dalam melaksanakan fungsi tersebut,
Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch yang disebabkan
oleh risiko kredit atau risiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, risiko
manajemen dan risiko pasar.

Berkaitan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort,
dewasa ini Bank Indonesia tidak lagi memberikan kredit kepada pemerintah dan
kredit likuiditas dalam rangka kredit program, serta hanya dapat melakukan
penyertaan modal pada perusahaan yang sangat diperlukan dalam menunjang
pelaksanaan tugas Bank Indonesia.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ekspansi moneter atau


penambahan uang beredar yang berlebihan, yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan terjadinya inflasi, sehingga mengurangi efektifitas pengendalian
moneter untuk memelihara kestabilan rupiah Selanjutnya pengelolaan kredit
likuiditas yang sedang berjalan dialihkan kepada Bank Rakyat Indonesia, Bank
Tabungan Negara dan PT Permodalan Nasional Madani. (P. X. Sugiyono dan
Ascarya, 2003: 17).

b. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat, lancar, dan aman meru-
pakan salah satu prasyarat dalam keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan
moneter. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia diberi wewenang untuk
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran melalui kewenangannya
dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran dan mengatur penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran.

Penetapan penggunaan alat pembayaran dimaksudkan agar alat


pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan
bagi pengguna. Dalam wewenang ini, termasuk membatasi penggunaan alat
pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian.

Secara umum terdapat dua jenis alat pembayaran, yaitu alat pembayaran
tunai dan alat pembayaran nontunai. Bank Indonesia diberikan wewenang untuk
menetapkan penggunaan alat pembayaran tunai maupun alat pembayaran nontunai.
Kewenangan penggunaan alat pembayaran tunai tersebut meliputi mengeluarkan
dan mengedarkan uang rupiah, serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang
dimaksud dari peredaran; serta menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan
dikeluarkan, bahan yang diguna-kan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat
pembayaran yang sah. Sebagai konsekuensi dari kewenangan-kewenangan
tersebut, Bank lndonesia diharuskan menjamin ketersediaan uang di masyarakat
dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia
juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran
uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya, melakukan penukaran uang
yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan, dan menukarkan uang yang
rusak sebagian karena terbakar atau sebab lain dengan nilai yang sama atau lebih
kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya serta
melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk diedarkan kembali.

Sementara itu, kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat


pembayaran nontunai, baik paper based maupun non paper based, meliputi
pengaturan dan penggunaan alat pembayaran nontunai. Tujuan dari pengaturan
dan pengggunaan alat pembayaran nontunai dimaksudkan adalah untuk
memperoleh keyakinan bahwa seluruh alat pembayaran yang dipergunakan
termasuk pengoperasiannya telah memperhitungkan risiko-risikonya dan dikelola
serta dimonitor seca ra baik (F.X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 19).

Dalam rangka menjamin kelancaran sistem pembayaran, juga diperlukan


pengaturan dan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. Terkait dengan itu,
Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan dan izin
atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, serta kewenangan mewajibkan
penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang
kegiatannya kepada Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia berwenang
mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing,
dan menyelenggarakan kliring antarbank, serta menyelenggarakan penyelesaian
akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta
asing.

c. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank

Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas yang
penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat pada
akhirnya akan dapat mendorong efektivitas kebijakan moneter. Hal itu mengingat
bahwa lembaga perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi, juga berfungsi
sebagai media transmisi kebijakan moneter serta pelayanan jasa sistem
pembayaran. Selain itu, antara fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter
memiliki sifat yang interdepen, sehingga kedua fungsi tersebut harus sejalan.
Dengan demikian akan memudahkan dalam memantau dan menindaklanjuti
dampak kebijakan moneter terhadap perbankan, data dan informasi hasil
pengawasan bank sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dan
melaksanakan kebijakan moneter, dan demikian pula sebaliknya (F, X. Sugiyono
dan Ascarya, 2003: 20).

Sementara itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan banknya


dilakukan oleh bank sentral bersama dengan lembaga lain-nya Beberapa negara
yang menggunakan kebijakan tersebut antara lain Amerika Serikat, Finlandia, dan
Jerman. Di Amerika Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Bank Sentral
Amerika Serikat yaitu 3 Federal Reserve Board bekerjasama dengan Office of the
Controller of the Currency, State Government, dan Federal Deposit Insurance
Corporation, dengan pembagian tugas pengawasan yang berbeda. Di Finlandia
pengawasan bank selain dilakukan oleh bank sentral Finlandia yaitu Bank of
Finland bekerja sama dengan The Bank lnspertorate. Hal yang sama dilakukan
oleh“ bank sentral Jerman yaitu Bundesbank, melakukan pengawasan bank
bersama Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen (F. X. Sugiyono dan Ascarya,
2003: 20).
Dalam hal ini, negara-negara lain, seperti Australia, Belgia, inggris, Jepang,
Korea Selatan, Swiss, dan Prancis, fungsi pengawasan bank dipisahkan dari bank
sentral. Alasan pemisahan tersebut antara lain adanya kekhawatiran akan
terjadinya pertentangan kepentingan. (conflict of interest) antara tugas menjaga
kestabilan moneter dan tugas pengawasan bank (F. X. Sugiyono dan Ascarya,
2003: 21).

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, tugas Bank lndonesia


untuk mengawasi bank bersifat sementara. Namun demikian mengingat amanat
pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yaitu selambat-
lambatnya tanggal 31 Desember 2002 telah terlampaui, maka dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 dia tegaskan kembali bahwa pengawasan terhadap
bank akan dilaksanakan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang
independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember
2010. Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan tersebut, ditetapkan dengan memperhatikan kesiapan sumber daya
manusia dan infrastruktur lembaga tersebut dalam menerima pengalihan
pengawasan bank dari Bank Indonesia.

Sehubungan dengan tugas pengawasan bank ini, berdasarkan undang-


undang, Bank Indonesia diberi wewenang untuk mengatur dan mengawasi bank
yang meliputi:

1) menetapkan peraturan di bidang perbankan;

2) memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha


tertentu dari bank;

3) melakukan pengawasan bank baik seca ra langsung maupun tidak


langsung;

4) mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.

Secara umum, dalam melaksanakan tugas-tugas dimaksud, Bank Indonesia


menetapkan regulasi perbankan berdasarkan prinsip kehatihatian yang disesuaikan
dengan standar yang berlaku secara internasional. Regulasi perbankan tersebut
bertujuan untuk memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha
perbankan, guna mewujudkan siStem perbankan yang sehat. Mengingat
pentingnya tujuan mewujudkan. sistem perbankan yang sehat, maka regulasi di
bidang perbankan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus didukung dengan
sanksi-sanksi yang adil.
E. SUSUNAN ORGANISASI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK
SENTRAL

Untuk lembaga bank sentral kendali kepemimpinan berada pada suatu


dewan yang disebut Dewan Gubernur atau Executive Board, Policy Board atau
sebutan lainnya. Dewan tersebut umumnya dipimpin oleh seorang gubernur,
presiden, chairman atau sebutan lainnya. Dengan mengetahui tugas, wewenang,
hak, dan tanggung jawab pimpinan suatu bank sentral, dapat diketahui beberapa
hal, antara lain seberapa besar wewenang anggota Dewan Gubeihur dalam melak_
sanakan tugasnya secara independen dalam rangka pencapaian tujuan bank sentral
yang telah ditetapkan (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 26).

Jumlah anggota Dewan Gubernur atau Executive Board atau Policy Board
pada umumnya bervariasi. Sebagai contoh, Bank of japan (Boj) memiliki seorang
Gubernur, dua Deputi Gubernur dan enam anggota Policy Board. The
Bundesbank memiliki seorang presiden, seorang wakil dan enam anggota
Executive Board. The Federal Reserve System (FedRes) memiliki seorang
Chairman, seorang wakil, dan lima anggota Dewan Gubernur. Sementara itu,
Barapean Central Bank (ECB) memiliki seorang presiden, seorang wakil, dan
empat anggota Executive Board (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 26).

Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia dipimpin oleh


Dewan Gubernur, yang merupakan pimpinan Bank Indonesia. Dalam
melaksanakan tugasnya, Dewan Gubernur Bank Indonesia dipimpin oleh seorang
Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil. Dewan Gubernur Bank
lndonesia terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan
minimal empat orang atau maksimal tujuh orang Deputi Gubernur sebagai
anggotanya. Jumlah anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tersebut akan
disesuaikan setelah fungsi pengawasan bank dialihkan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan dengan mempertimbangkan prinsip efisiensi.

Dalam hal Gubernur Bank Indonesia berhalangan, tugas Gubernu r Bank


Indonesia diserahkan kepada Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan
berita acara serah terima.. Apabila Gubernur dan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia tersebut berhalangan, Gubernur atau Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia menunjuk seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia untuk memimpin
Dewan Gubernur Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan berhalangan di sini
apabila Gubernur Bank Indonesia menjalani cuti, menderita sakit dan harus
beristirahat minimalenam hari kerja berturut-turut, melakukan perjalanan dinas ke
daerah atau ke luar negeri. untuk jangka Waktu minimal enam hari kerja, atau
diberhentikan sementara karena menjalani pemeriksaan dalam perkara tindak
pidana. Seandainya karena sesuatu hal penunjukan tersebut tidak dapat
dilaksanakan, salah seorang Depu ti Gubernur Bank Indonesia yang paling lama
masa jabatannya bertindak sebagai pemimpin Dewan Gubernur Bank indonesia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia yang paling lama masa jabatannya adalah
Deputi Gubernur yang menduduki urutan pertama dari seluruh Deputi Gubernur
Bank Indonesia yang ada berdasarkan surat pengangkatan yang bersangkutan
sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.

1. Persyaratan Dewan Gubernur Bank Indonesia

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gubernur Bank lndonesia, calon
yang bersangkutan harus memenuhi syarat:

a. warga negara Indonesia;

b. memiliki integritas, akhlak, dan moral yang tinggi;

c. memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan,


perbankan, atau hukum;

d. dilarang mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ketiga dan besan.

Jika setelah pengangkatan, antara sesama anggota Dewan Gubernur terbukti


mempunyai hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang dilarang seperti
dimaksud di atas, dalam waktu tujuh hari kerja sejak terbukti mempunyai atau
terjadi hubungan keluarga tersebut, salah seorang di antara mereka wajib
mengundurkan diri dari jabatannya. Dalam hal salah satu anggota Dewan
Gubernur tersebut tidak bersedia mundur, Presiden menetapkan kedua anggota
Dewan Gubernur tersebut untuk berhenti dari jabatannya karena tidak memenuhi
persyaratan menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia;

e. dilarang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada


perusahaan manapun juga dan merangkap jabatan pada lembaga lain
kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut. Dalam
hal anggota Dewan Gubernur melakukan salah satu atau lebih larangan
seperti dimaksud di atas, anggota Dewan Gubernur tersebut wajib
mengundurkan diri dari jabatannya. Apabila anggota Dewan Gubernur
tersebut tidak bersedia mengundurkan diri, Presiden menetapkan anggota
Dewan Gubernur tersebut berhenti dari jabatan dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.

2. Pengangkatan dan Masa Jabatan Dewan Gubernur Bank Indonesia Pengusulan;


pengangkatan, dan pemberhentian anggota Dewan Gubernur masing-masing
negara juga berbeda-beda. Sebagai contoh, pengusulan anggota Dewan Gubernur
FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat untuk mendapatkan persetujuan
dari Senat. Sedangkan Chairman dan wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan
Gubernur oleh Presiden Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Sementara
itu, semua pemerintah harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive
Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of Economics and
Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan semua Menteri Keuangan
negara anggota, sehingga hal ini mencerminkan konsensus dari semua anggota.
Setelah direkomodasi oleh ECOFIN, kemudian dikonsultasikan dengan Parlemen
Eropa (European Parliament) dan the Governing Council of ECB. Setelah
konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasikan oleh kepala negara anggota euro
area. (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 27).

Di Indonesia, pengusulan dan pengangkatan anggota Dewan Gubernur


Bank Indonesia dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Untuk setiap jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi
Gubernur, Presiden menyampaikan maksimal tiga orang calon kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Usulan tersebut disampaikan paling lambat tiga bulan
sebelum berakhirnya masa jabatan yang bersangkutan dengan memperhatikan
pula aspirasi masyarakat. Selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat dapat
menyetujui atau menolak calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi
Gubernur selambat-lambatnya satu bulan sejak usul diterima. Dalam rangka
pemberian persetujuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta calon
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur untuk melakukan
presentasi dalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat menyangkut visi, pengalaman,
keahlian atau kemampuan, serta hal-hal yang berkaitan dengan moral dan akhlak
calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur. Terhadap calon
yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, ditetapkan dan
dingkat menjadi Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank
Indonesia oleh Presiden sebagai kepala negara dengan Keputusan Presiden.

Khusus untuk calon Deputi Gubernur Bank Indonesia diusulkan oleh


Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank lndonesia setelah
dilakukan proses seleksi secara transparan, akuntabel, dan objektif. Bakal calon
Deputi Gubernur Bank Indonesia yang diseleksi dapat berasal dari dalam maupun
dari luar Bank Indonesia, sama-sama mempunyai kesempatan, dan harus
memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam undang-u ndang. Adapun
jumlah calon yang diajukan Gubernur kepada Presiden minimal empat orang dan
maksimal enam orang.

Dalam hal calon Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau Deputi Senior
Gubernur Bank Indonesia seperti tersebut di atas tidak disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden wajib mengajukan calon baru. Jika calon yang
diusulkan untuk kedua kalinya tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
Presiden wajib mengangkat kembali Gubernur, Deputi Gubernur Senior, atau
Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur
untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan
memperhatikan masa jabatan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Penggantian anggota Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan secara berkala
tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan kepemimpinan dan
pelaksanaan tugas pengelolaan Bank Indonesia.

Masa jabatan dan kemungkinan pengangkatan kembali Dewan Gubernur


antara bank sentral yang satu dengan yang lain tidak selalu sama. Sebagai contoh,
Dewan Gubernur FedRes mempunyai masa jabatan 14 tahun dan tidak dapat
diangkat kembali. Dua dari anggota Dewan Gubernur dipilih sebagai Chairman
dan wakil untuk masa jabatan empat tahun dan dapat diangkat kembali selama
masih dalam jasa jabatan 14 tahun sebagai anggota Dewan Gubernur. Semua ang:
gota Executive Board (termasuk Presiden dan wakilnya) dari ECB mempunyai
masa jabatan delapan tahun dan tidak dapat diangkat kembali (F. X. Sugiyono dan
Ascarya, 2003: 26-27).

Di Indonesia, sesuai dengan undang-undang, anggota Dewan Gubernur


Bank Indonesia diangkat untuk masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat
kembali dalam jabatan yang sama untuk maksimal satu kali masa jabatan
berikutnya. Penggantian anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia yang telah
berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak
untuk dua orang.

Sebelum masa jabatannya berakhir, anggota Dewan Gubernur Bank


Indonesia tidak dapat diberhentikan, kecuali karena yang bersangkutan
mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir
secara fisik dalam jangka waktu tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban
kepada kreditur, atau berhalangan tetap. Khusus anggota Dewan Gubernur

Bank Indonesia yang direkomendasikan untuk diberhentikan karena alasan


tidak dapat hadir secara fisik dan dinyatakan pailit, berhak didengar
keterangannya. Dalam hal anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia patut diduga
telah melakukan tindak pidana, pemanggilan, permintaan keterangan dan
penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Gubernur, Deputi Gubernur Senior


dan atau Deputi Gubernur Bank Indonesia karena terkena larangan bagi anggota
Dewan Gubernur dan alasan pemberhentian, Presiden mengangkat Gubernur,
Deputi Gubernur Senior, dan/atau Deputi Gubernur yang baru untuk masa jabatan
yang digantikannya. Jika kekosongan jabatan Gubernur dimaksud belum diangkat
penggantinya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia menjalankan tugas
pekerjaan Gubernur Bank Indonesia sebagai pejabat Gubernur sementara Bank
Indonesia. Dalam hal Deputi Gubernur Senior juga berhalangan, Deputi Gubernur
Bank indonesia yang paling lama masa jabatannya menjalankan tugas pekerjaan
Gubernur sebagai pejabat Gubernur sementara Bank Indonesia.

3. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia

Dalam'menjalankantugasnya, Dewan Gubernur Bank lndonesia berwenang


untuk menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur Bank lndonesia sebagai suatu
forum pengambilan keputusan tertinggi dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
Bank Indonesia di bidang moneter.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia diselenggarakan minimal satu kali


dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter yang dapat
dihadiri oleh seorang menteri atau lebih yang mewakili pemerintah dengan hak
bicara tanpa hak suara atau minimal satu kali dalam seminggu untuk melakukan
evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter dimaksud atau menetapkan
kebijakan lain yang prinsipil dan strategis. Penyelenggaraan rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi misalnya melalui konferensi jarak jauh (teleconfere). Hal ini
memungkinkan anggota Dewan Gubernur dapat mengikuti Rapat Dewan
Gubernur tanpa selalu harus hadir secara fisik dalam ruang rapat yang sama.

Pengertian prinsipil dan strategis adalah kebijakan-kebijakan Bank


Indonesia yang mempunyai dampak luas baik ke dalam maupun ke luar Bank
Indonesia. Adapun kebijakan lain yang bersifat strategis dan prinsipil temasuk
antara lain kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharaan kelancaran sistem
pembayaran serta pengaturan dan pengawasan bank. Untuk hal-hal lain tidak perlu
dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur, tetapi cukup ditetapkan dalam rapat
bidang yang dipimpin oleh setiap Deputi Gubernur sesuai dengan kewenangannya
atau rapat antar bidang terbatas yang dapat dihadiri anggota Dewan Gubernur
yang terkait, dengan catatan keputusan tersebut dilaporkan kepada Rapat Dewan
Gubernur mingguan untuk diketahui.

Forum Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dinyatakan sah apabila


dihadiri minimal oleh lebih dari separuh anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia.
Pengambilan keputusan rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dilakukan
atas dasar prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak
tercapai, Gubernur Bank Indonesia menetapkan keputusan akhir. Pengertian
Gubernur di sini termasuk Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur yang
bertindak sebagai pemimpin rapat menggantikan Gubernur yang karena sesuatu
hal berhalangan hadir.

Dalam keadaan darurat dan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak
dapat diselenggarakan karena jumlah anggota Dewan Gubernur yang hadir tidak
memenuhi ketentuan, Gubernur atau minimal dua orang anggota Dewan Gubernur
dapat menetapkan kebijakan dan atau mengambil keputusan. Kebijakan dan/atau
keputusan Gubernur atau Deputi Gubernur sebagaimana dimaksud di atas wajib
dilaporkan selambat-lambatnya dalam Rapat Dewan Gubernur berikutnya. Apa
yang dimaksud dalam keadaan darurat, undang undang menentukan, yaitu situasi
dan kondisi kritis yang apabila tidak diambil tindakan tertentu dapat berdampak
negatif baik bagi Bank Indonesia maupun terhadap pelaksanaan tugas yang
diberikan kepada Bank Indonesia berdasarkan undang-undang.

4. Kewenangan Dewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai pimpinan Bank lndonesia


berwenang untuk menetapkan kebijakan dalam melaksanakan tugastugasnya di
bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Selain itu, Dewan
Gubernur_Bank Indonesia juga mempunyai tugas dan wewenang internal dalam
hal organisasi, kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, pensiun, tunjangan
hari tua, dan penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia.

Dewan Gubernur Bank Indonesia mewakili Bank Indonesia di dalam dan


di luar pengadilan, yang dilaksanakan oleh Gubernur Bank Indonesia. Gubernur
Bank Indonesia dapat menyerahkan kewenangan mewakili Bank lndonesia di
dalam maupun di luar pengadilan dimaksud kepada Deputi Gubernur Senior, dan
atau seorang atau beberapa orang Deputi Gubernur, atau seorang atau beberapa
orang pegawai Bank lndonesia, dan atau pihak lain yang khusus ditunjuk untuk
itu.. Adapun hal-hal yang dapat didelegasikan tersebut adalah tugas Bank
Indonesia yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Dewan Gubernur, tetapi
sifat dari tugas tersebut dapat dilaksanakan oleh pejabat Bank Indonesia atau
badan lain, misalnya saksi ahli, penyediaan atau pengedaran uang kecil di daerah
yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia. Pemberian kuasa kepada pihak lain
yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dikuasakan
tersebut pada umumnya dilakukan secara langsung. Pihak lain disini bisa badan
atau orang di luar Bank Indonesia yang memiliki kapasitas tertentu yang
menyediakan jasanya untuk mewakili Gubernur antara lain dalam berperkara di
muka pengadilan.

Penyerahan kewenangan dimaksud dapat diberikan dengan hak substitusi,


di mana penerima kuasa dapat menunjuk seseorang atau lebih untuk
menggantikannya dalam melaksanakan tugas pemberi kuasa tanpa menghilangkan
haknya sebagai penerima kuasa.

Selama dan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Gubernur,


Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur Bank lndonesia dan/atau pejabat
lain Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau
kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Bank Indonesia sepanjang dilakukan dengan iktikad baik.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas
tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Gubernur, dan atau pejabat Bank
Indonesia yang dengan "iktikad baik" berdasarkan kewenangannya telah
mengambil keputusan yang sulit tetapi sangat diperlukan dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya. Adapun yang dimaksud dengan pejabat Bank Indonesia
tersebut adalah pegawai Bank Indonesia yang berdasarkan keputusan Dewan
Gubernur Bank Indonesia diangkat untuk jabatan tertentu dan diberi hak
mengambil keputusan sesuai dengan batas wewenangnya.

Menurut undang-undang, pengambilan keputusan dapat dianggap telah


memenuhi iktikad baik apabila memenuhi hal berikut ini:

a. dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri,


keluarga, kelompoknya sendiri, dan/atau tindakan-tindakan lain yang
berindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme;

b. dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif;

c. diikuti dengan rencana tindakan preventif apabila keputusan yang diambil


ternyata tidak tepat;

d. dilengkapi dengan sistem pemantauan.

Secara garis besar, tugas Bank Indonesia dilaksanakan melalui 4 sektor satuan
kerja, yaitu sektor moneter, sektor perbankan, sektor sistem pembayaran, dan
sistem manajemen intern sebagai pendukung, kemudian dilengkapi dengan Kantor
Bank Indonesia (KBI), dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kesemuanya
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia
(bandingkan Bank Indonesia, 2008: 3).
Sesuai dengan tugas dan beban pekerjaannya, struktur Organisasi Bank
Indonesia di bawah Gubernur Bank Indonesia

F. HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH

Menilik pada tujuan dan tugas Bank lndonesia, keterkaitan dengan


kepentingan pemerintah sangat diperlukan. Di satu sisi Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter dan bertugas mengatur kebijakan sektor moneter di sisi lain
pemerintah mengatur kebijakan sektor fiskal. Baik secara teori maupun dalam
pelaksanaan kedua sektor te rsebut, saling terkait dalam mencapai sasaran secara
nasional berupa pertumbuhan ekonomi. Dalam penentuan laju inflasi misalnya,
kedua instansi akan bekerja sama agar sasaran yang ditentukan dapat tercapai.
Hubungan kerja yang harmonis dengan pemerintah penting untuk mencapai
sinergi yang Optimal (F.X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 22).

Meskipun Bank Indonesia telah memiliki independensi, cakupan tugas dan


wewenangnya sedikit banyak terkait dengan kepentingan pemerintah. Secara
makro, tugas Bank Indonesia juga ditentukan oleh kinerja institusi-institusi yang
berhubungan erat dengan tujuan Bank Indonesia, yakni mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dalam kondisi yang demikian, sinkronisasi dan koordinasi
Bank Indonesia dengan pemerintah tetap diperlukan mengingat keduanya
memiliki tanggung jawab yang semuanya untuk kepentingan bangsa Indonesia
(F.X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 22).

Hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah telah diatur secara jelas


dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Sesuai dengan undang-undang, dalam
hubungannya dengan pemerintah, Bank Indonesia mempunyai tanggung jawab
dan kegiatan sebagai berikut:

a. bertindak sebagai pemegang kas pemerintah; ,

b. untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri,
menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan
pemerintah terhadap pihak luar negeri;

c. meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundangnya dalam sidang


kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang
berkaitan dengan tugas Bank lndonesia atau masalah lain yang termasuk
kewenangan Bank Indonesia
d. memberikan pendapat dan pertimbangan mengenai Rancangan APBN
serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan weWenang Bank
Indonesia;

e. memberikan pendapat dan pertimbangan dalam rangka penerbitan surat-


surat utang negara;

f. larangan pemberian kredit kepada pemerintah yang selama ini digunakan


untuk menutup defisit anggaran pemerintah.

Sebagai pemegang kas pemerintah Bank Indonesia berkewajiban untuk


menata usahakan seluruh rekening pemerintah, yang dilaksanakan sesuai dengan
kesepakatan Bank Indonesia bersama pemerintah. Dalam melaksanakan. fungsi
sebagai pemegang kas pemerintah, Bank Indonesia memberikan bunga atas saldo
kas pemerintah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu
undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.

Di samping itu, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama
pemerintah dalam menerima pinjaman luar negeri untuk kepentingan pemerintah,
kemudian menata usahakan ya serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban
keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. Dalam kaitannya dengan
menyelesaikan kewajiban pemerintah terhadap luar negeri, Bank lndonesia
melakukan pembayaran kewajiban pemerintah atas beban rekening pemerintah
pada Bank Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah disepakati antara
pemerintah dan pemberi pinjaman.

Sesuai dengan undang-undang, pemerintah diwajibkan untuk meminta


pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank lndonesia dalam sidang
kabinet yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan tugas Bank
Indonesia, yaitu masalah-masalah ekunomi, perbankan dan keuangan atau
masalah lain yang termasuk kewenangan bank Indonesia. Demikian juga dalam
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta
kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank lndonesia, Bank
Indonesia diwajibkan memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
mengenai hal tersebut. Kewajiban tersebut dimaksudkan agar penyusunan
RAPBN dapat mempertimbangkan lebih cermat aspek moneter yang terkait
dengan berbagai kebijakan di bidang fiskal.

Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara,


pemerintah diwajibkan untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank
Indonesia. Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat,
konsultasi ini diperlukan agar penerbitan surat utang negara tersebut tepat waktu
dan tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter, sehingga pelaksanaan
penjualan surat utang tersebut dapat dilakukan dengan persyaratan yang dapat
diterima pasar serta menguntungkan pemerintah. Dalam kaitan itu, Bank
Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan
oleh pemerintah, namun dilarang untuk membeli surat-surat utang negara
dimaksud untuk diri sendiri di pasar primer ata'u perdana. Bank Indonesia dapat
membeli surat utang negara berjangka pendek dengan waktu paling lama satu
tahun, yang diperlukan oleh Bank Indonesia secara langsung atau di pasar
sekunder hanya untuk keperluan operasi pengendalian moneter. Selanjutnya, Bank
Indonesia dapat memberi surat utang negara dalam rangka pemberian fasilitas
pembiayaan darurat di pasar primer atau pasar perdana.

Bank Indonesia dilarang memberi kredit kepada pemerintah. Dalam hal


Bank Indonesia melanggar larangan ini, perjanjian pemberian kredit kepada
pemerintah tersebut batal demi hukum. Pembatalan demi hukum dimaksudkan
dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan_atau masyarakat kepada
Mahkamah Agung.

Hubungan dengan pemerintah tampak pula pada pembagian hasil kegiatan


Bank Indonesia. Surplus hasil kegiatan Bank Indonesia setelah diperhitungkan
untuk cadangan tujuan dan cadangan umum serta kewajiban pemerintah kepada
Bank Indonesia, akan diserahkan kepada pemerintah. Sebaliknya dalam hal Bank
Indonesia mengalami defisit hingga modal turun menjadi kurang dari Rp2 triliun
atau seluruh surplus tahun berjalan dialokasi untuk cadangan umum guna
menutup risiko atas pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, maka
pemerintah diwajibkan untuk menutup kekurangan tersebut, yang dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

G. HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN INTERNASIONAL

Selain dengan pemerintah, Bank Indonesia juga dapat menjalin kerjasama


dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional. Hubungan
tersebut diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank
Indonesia maupun pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter
maupun perbankan.

Hubungan kerjasama internasional Bank lndonesia bisa berbentuk:

1. kerja sama yang dilakukan atas nama Bank. lndonesia sendiri dengan bank
sentral negara lainnya dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya;
2. kerja sama yang dilakukan Bank Indonesia untuk dan atas nama negara
Republik Indonesia sebagai anggota dengan organisasi dan lembaga
internasional, di mana negara sebagai anggotanya.

Sebagaimana bank sentral lainnya, Bank Indonesia juga menjalin kerjasama


internasional terutama di bidang-bidang:

1. intervensi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing;

2. penyelesaian transaksi lintas negara;

3. hubungan koresponden;

4. tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas


bank sentral, termasuk dalam mela ku kan pengawasan bank;

5. pelatihan atau penelitian seperti masalah moneter dan sistem pembayaran.

Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas


nama Bank lndonesia sendiri antara lain:

1. 'The South East Asian CentralBanks Research and Training centre


(SEACEN Centre);

2. The South East Asinanew Zealand and Australia Forum of Banking


Supervisors (SEANZA);

3. The Executives Meeting of East Asian and Pacific Center Banks (BMEP);

4. ASEAN Central Bank Forum (ACBF);

5. Bank for International Settlement (BIS) (F. X. Sugiyono dan Ascarya,


2003:24-25)

6. Sementara itu, keanggotaan Bank Indonesia mewakili Pemerintah


Republik Indonesia antara lain:

1. Association of South East Asian Nations (ASEAN);

2. ASEAN + 3 (ASEAN + Cina, Jepang, dan Korea);

3. Asian Development Bank (ADB);

4. Asia Pacifik Economic Cooperation (APEC);

5. Manila Framework Group (MPG);


6. Asia-Europe Meeting (ASEM);

7. Islamic Development Bank (IDB);

8. Consultative Group on Indonesia (CGI);

9. International Monetary Fund (IMF);

10. World Bank, termasuk keanggotaan di International Bank for


Reconstruction and Development (IBRD), International Development
Association (IDA) dan International Finance Corporation (IFC),_
Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA); '

11. World Trade Organization (WTO);

12. Intergovernmental Group of 20 (GZO); ,

13. Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer);

14. Intergovernmental Group of 24 (624, sebagai observer) (F. X. Sugiyono


dan Ascarya, 2003: 25).

H. AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI BANK INDONESIA

Akuntabilitas dan transparansi dalam suatu lembaga seperti bank sentral


sangat berkaitan erat. Dengan kelembagaan yang lebih transparan diharapkan
lembaga tersebut dapat mencapai hasil kebijakan (kinerja) yang lebih baik melalui
peningkatan efisiensi pasar dan peningkatan kejelasan pembuatan keputusan itu
sendiri. Selanjutnya, kinerja yang lebih baik akan meningkatkan akuntabilitas
lembaga yang bersangkutan. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi

lembaga yang bersangkutan menjadi penting agar semua kebijakan


lembaga yang bersangkutan dapat diketahui seca ra terbuka oleh para stakeholder,
yaitu pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, DPR dan masyarakat,
sehingga dapat dilakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga yang
bersangkutan (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 39-40).

Transparansi merupakan necessary condition untuk akuntabilitas, tetapi


bukan merupakan sufficent condition karena akuntabilitas juga ditentukan oleh
tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan moneter (F. X. Sugiyono dan
Asearya, 2003: 39-40).

Menurut Petra M. Geraats dalam Central Bank TranSparency


mengemukakan terdapat tiga bentuk transparansi yang menunjang akuntabilitas,
yaitu:
1. political transparency dalam bentuk tujuan-tujuan formal, targettarget
kuantitatif dan kejelasan tentang struktur institusi. Political transparency
merupakan hal-yang terpenting karena dapat memberikan kriteria dan
identifikasi siapa yang bertanggung jawab;

2. economic, procedural and policy tranSparency diperlukan untuk


mengetahui latar belakang kebijakan-kebijakan yang dilakukan; dan

3. Operational transparency diperlukan untuk mengetahui kendalakenclala


proses pencapaian suatu kebijakan (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003:
40).

Sementara itu, menurut Laurence H. Meyer dalam Politics of Monetary Policy:


Balancing Independence and Accountability, akuntabilitas bank sentra dapat
dilihat dari dua aspek sebagai berikut.

a. Tujuan

Tujuan tunggal akan membuat bank sentral lebih terpercaya dibandingkan dengan
bank sentral yang mempunyai tujuan ganda karena ada konflik diantara tujuan
ganda tersebut sehingga tidak jelas pengukurannya

b. Proses pengangkatan kembali Dewan Gubernur

Masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan kemungkinan diangkat


kembali akan membuat bank sentral lebih terpercaya. Sementara itu, masa jabatan
Dewan Gubernur yang panjang dan tidak bisa diangkat kembali akan menurunkan
akuntabilitas bank sentral (F. X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 40).

Agar independensi yang diberikan kepada Bank Indonesia dilak-sanakan


dengan penuh tanggung jawab, kepada Bank Indonesia dituntut untuk transparan
dan memenuhi prinsip akuntabilitas publik dalam menetapkan kebijakannya serta
terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat. Tuntutan akuntabilitas dan
transparansi Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar semua pihak yang
berkepentingan, apakah itu masyarakat, pemerintah maupun Dewan Perwakilan
Rakyat dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang
ditempuh oleh Bank Indonesia.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan tugas dan wewenang


Bank Indonesia tersebut diimplementasikan dengan cara menyampaikan informasi
kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun
anggaran. Informasi dimaksud meliputi laporan evaluasi terhadap pelaksanaan
kebijakan moneter pada tahun sebelumnya, dan rencana kebijakan moneter dan
penetapan sasaran moneter untuk tahun yang akan datag dengan mem.
pertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan
keuangan. Selain sebagai cerminan prinsip transparansi, penyampaian informasi
kepada masyarakat tersebut juga dimaksudkan agar masyarakat mengetahui arah
kebijakan moneter yang dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan penting
dalam perencanaan usaha para pelaku pasar

Laporan mana juga disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan


Rakyat dan pemerintah pada setiap awal tahun anggaran. Bank Indonesia
diwajibkan pula menyampaikan laporan secara tertulis tentang pelaksanaan tugas
dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah setiap
triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini
sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Laporan Tahunan Bank Indonesia yang disampaikan kepada Dewan


Perwakilan Rakyat merupakan wujud prinsip akuntabilitas Bank Indonesia,
sedangkan Laporan Tahunan kepada pemerintah

dilakukan dalam rangka informasi. Dewan Perwakilan Rakyat akar


mengevaluasi laporan yang disampaikan Bank Indonesia tersebut dar digunakan
sebagai bahan penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur Bank
Indonesia. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia wajib menyampaikan
penjelasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Di bidang anggaran, demi tercapainya transparansi, sebelum dimulai tahun


anggaran, Bank Indonesia diwajibkan menyampaikan rencana dan evaluasi
realisasi anggaran tahunan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah.
Secara khusus Bank Indonesia diwajibkan pula menyampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat laporan anggaran untuk kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengaturan dan pengawasan perbankan. Selain itu, Bank
lndonesia juga diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Bank
lndonesia kepada Badan Pemeriksa Keuangan-untuk diperiksa dan hasilnya
diumumkan kepada publik melalui media massa. Atas permintaan Dewan
Perwakilan Rakyat bila diperlukan, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan
pemeriksaan khusus untuk mengetahui lebih dalam mengenai suatu permasalahan
atau kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan pelaksanaan
anggaran. oleh Bank Indonesia. Kewajiban lain Bank Indonesia adalah menyusun
neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik
lndonesia.

Dalam rangka lebih meningkatkan transparansi, Bank lndonesia secara


berkala menerbitkan berbagai laporan dan publikasi, seperti Laporan Mingguan,
Statistik Ekonomi Keuangan lndonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan Moneter
Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulan, Laporan Triwulan
perkembangan kebijakan Moneter, dan Laporan Tahunan. Selain itu, sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi, Bank Indonesia juga mempunyai
home page yang berisikan informasi terkini mengenai data ekonomi moneter dan
organisasi, dan tata kerja bank Indonesia (F.X. Sugiyono dan Ascarya, 2003: 41).

I. BADAN SUPERVISI BANK INDONESIA

Untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat dalam melaksanakan fungsi


pengawasan di bidang tertentu terhadap Bank Indonesia ' dibentuk Badan
Supervisi. Selain itu, pembentukan Badan Supervisi tersebut juga bertujuan dan
merupakan bagian dari upaya rneningkatkan akuntabilitas, independensi,
transparansi, dan kredibilitas Bank Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya,
Badan Supervisi ini tidak melakukan penilaian terhadap kinerja Dewan Gubernur
Bank Indonesia dan tidak ikut mengambil keputusan serta tidak ikut memberikan
penilaian terhadap kebijakan di bidang sistem pembayaran,

pengaturan dan pengawasan bank serta bidang-bidang yang merupakan


penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter.

Tugas Badan Supervisi tersebut melakukan telaahan atas:

a. laporan keuangan tahunan Bank Indonesia;

b. anggaran operasional dan investasi Bank Indonesia;

c. prosedur pengambilan keputusan kegiatan operasional di luar kebijakan


moneter dan pengelolaan aset Bank Indonesia.

Jumlah anggota Badan Supervisi ini berjumlah lima orang anggota yang
terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan empat orang anggota yang
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diangkat oleh Presiden untuk masa
jabatan tiga tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya. Keanggotaan Badan Supervisi tersebut diusulkan oleh Presiden
minimal 10 orang. Ketua Badan Supervisi dipilih dari dan oleh anggota Badan
Supervisi.

Keanggotaan Badan Supervisi dipilih dari orang-orang yang memenuhi


syarat mempunyai integritas, moralitas, kemampuan/kapabilitas atau keahlian,
profesionalisme, dan berpengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan,
atau hukum.

Sesuai dengan status dan tugasnya, maka Badan Supervisi tidak dapat:
1. menghadiri Rapat Dewan Gubernur;

2. mencampuri dan menilai kebijakan Bank Indonesia;

3. mengevaluasi kinerja Dewan Gubernur;

4. menyatakan pendapat untuk mewakili Bank lndonesia;

5. menyampaikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya


langsung kepada publik.

Laporan pelaksanaan tugas Badan Supervisi disampaikan kepada Dewan


Perwakilan Rakyat minimal sekali dalam tiga bulan atau sewaktu-waktu bila
diminta Dewan Perwakilan Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai