Anda di halaman 1dari 11

DINAMIKA NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK: SEBUAH PERJUANGAN

MENJADI BANK INDONESIA (1950−1953)

Arief Hidayat dan Nurbaity


Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Pengetahuan Sosial
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Email: nurbaity_muthalib@yahoo.com

ABSTRAK

Sebagai bangsa yang telah merdeka dan diakui kedaulatannya pada tahun 1949, Indonesia
menginginkan segala sendi kehidupan bangsa dipegang dan dikelola sendiri. Hal tersebut tak
terkecuali di bidang perbankan. Perbankan Indonesia salah satunya dan terbesar adalah De Javasche
Ban, masih dikelola oleh bangsa asing yakni Belanda pada saat itu. Hal itu tentunya bertentangan
dengan amanat UUD 1945, yang mengamanatkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia.
Amanat UUD 1945 itu termaktub dalam Pasal 33 yang digariskan dalam pemikiran ekonomi
Indonesia sebagai Nasionalisme Ekonomi Indonesia. Berdasarkan amanat UUD 1945 Pasal 33 dan
sebagai perwujudan dari nasionalisme ekonomi Indonesia, maka pemerintah menjalankan
perombakan perekonomian dari yang bercorak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional melalui
nasionalisasi segala milik asing di Indonesia. Salah satu milik asing yang dinasionalisasi oleh
pemerintah Indonesia adalah De Javasche Bank. De Javasche Bank adalah sebuah lembaga
perbankan swasta yang didirikan pada tahun 1828. Sampai tahun 1850-an, Javasche Bank masih
merupakan satu-satunya lembaga swasta yang memberikan kredit kepada pedagang yang terikat
cultuurstelsel. Nasionalisasi tidak dilakukan dengan penyerobotan aset milik Belanda ini tetapi
pemerintah Indonesia membeli saham De Javasche Bank dari pemiliknya. Nasionalisasi De Javasche
Bank dilakukan dengan berbagai persiapan seperti pembentukan panitia dan menyusun alat
kelengkapan seperti undang-undang yang dapat mendukung proses ini. Undang-undang yang dipakai
dalam proses ini yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953. Berdasarkan undang-undang ini
maka nama De Javasche Bank diganti dengan nama Bank Indonesia. Bank Indonesia kemudian
ditetapkan bukan saja sebagai bank sirkulasi, tetapi juga Bank Sentral RI.

Kata kunci: Nasionalisasi, De Javasche Bank, Bank Sentral, Bank Sirkulasi.

PENDAHULUAN perbankan atau lembaga keuangan negara,


Sejarah Indonesia adalah sejarah dari merupakan tema yang cukup banyak diulas
peristiwa sederetan “kesempatan yang dan diteliti banyak penulis sejarah
hilang”, diawali dari eksploitasi yang profesional maupun amatir. Tema sejarah
berpuluh-puluh tahun lamanya oleh perbankan, dalam hal ini adalah De
imperialisme Belanda, dilanjutkan oleh Javasche Bank, mempunyai keunikan
upaya mobilisasi logistik perang dari tersendiri dalam rumpun bahasan mengenai
tentara Pendudukan Jepang dalam Perang sejarah ekonomi di Indonesia. Uraian
Dunia II, selanjutnya karena Perang mengenai sejarah perbankan cukup
Kemerdekaan yang disusul periode menarik dan selalu memberikan khazanah
pergolakan politik tahun 1950—1966. tersendiri. Hal tersebut dikarenakan
Pembahasan sejarah dengan mengulas sisi-sisi penting seperti regulasi,
mengedepankan tema mengenai sejarah aset kenegaraan, urutan dewan direksi,
kepemilikan saham, serta pasang surut Nederlandsche Oost-Indische Bank. Raja
kondisi sosial-ekonomi-politis yang Willem berharap pendirian bank itu dapat
menyertai perkembangan De Javasche membantu para pedagang di Hindia
Bank sebelum dan setelah dinasionalisasi. Belanda (Darsono, dkk., 2016:17).
De Javasche Bank dalam sejarahnya Pada 9 Desember 1826, Raja Willem I
berawal dari ketidakmampuan menerbitkan Surat Kuasa kepada Gubernur
pemerintahan Hindia Belanda memperbaiki Jenderal Hindia Belanda untuk membentuk
perekonomian dan keuangan. Hal tersebut suatu bank. Direktur Daerah Jajahan, J.C.
sedikit banyak berdampak pada investor Baud, Direktur untuk Urusan Hindia
dan pengusaha swasta Belanda yang datang Belanda, G. Schimnelpennick, dan dari
ke wilayah jajahan untuk mencari unsur Nederlandsche Handel Mashappij
kesempatan yang sangat menguntungkan. (NHM) ditugasi menyusun Octrooi
Selain itu pula, rendahnya nilai mata uang Reglement tentang pembentukan sebuah
Belanda, khususnya gulden Hindia bank yang kemudian diberi nama De
Belanda, dan ketiadaan lembaga perbankan Javasche Bank (DJB) (Darsono, dkk.,
seperti yang dikenal di Eropa, membuat 2016: 18). Pada 11 Desember 1827,
para pengusaha swasta Belanda tidak Gubernur Jenderal L. Burggraaf Du Bus de
mampu bersaing melawan pengusaha atau Gisignies menerbitkan Surat Keputusan
pebisnis dari negara lain. Oleh karena itu, No. 28 tentang Octrooi en Reglement voor
muncul gagasan dari kalangan pengusaha De Javasche Bank. Dalam Pasal 1
atau pebisnis swasta Belanda untuk ditegaskan bahwa oktroi berlaku sejak 1
mendirikan sebuah bank. Gagasan itu Januari 1828 sampai dengan 31 Desember
kemudian disampaikan kepada Mr. C.T. 1837. Dengan demikian, sejak 1 Januari
Elout, salah seorang anggota Komisaris 1828 DJB berdiri. Saham bank ini dimiliki
Jenderal, menjelang keberangkatannya ke oleh perorangan, lembaga, dan pemerintah
negeri Belanda pada tahun 1816 (Darsono, Kolonial. NHM merupakan pemilik saham
dkk., 2016:16). Sampai tahun 1821, bank terbesar (Darsono, dkk., 2016:19).
respons mengenai persetujuan atau Pada perkembangan selanjutnya,
penolakan gagasan itu tidak pernah sampai setelah Indonesia merdeka dan tampuk
ke Hindia Belanda. Sementara itu, uang pemerintahan dipegang oleh bangsa
kartal yang dikirimkan dari negeri Belanda, Indonesia, banyak perubahan yang terjadi,
terutama yang berbahan dasar emas dan salah satunya dalam hal perbankan
perak, menghilang dari peredaran. Padahal, Indonesia. Berdasarkan surat kabar Suara
pengiriman uang tersebut dilakukan untuk Rakjat Republik Indonesia tanggal 6
memperbaiki kondisi ekonomi Hindia Agustus 1951, disebutkan bahwa Menteri
Belanda (Darsono, dkk., 2016:16). Keuangan Republik Indonesia, Mr. Jusuf
Akhirnya, karena ketidakpastian itu Wibisono, menyatakan bahwa pemerintah
mendorong John Deans, pimpinan bermaksud menasionalisasikan bank
perusahaan Deans Scoot & Co., peredaran De Javasche Bank sebelum akhir
mengusulkan pembentukan bank kepada tahun 1951. DJB yang sudah
pemerintah kolonial pada tahun 1821. Pada dinasionalisasikan ini akan menjadi bank
intinya dia meminta agar di Hindia Belanda peredaran dari Republik Indonesia dengan
didirikan bank escompto dan perdagangan nama Bank Indonesia.
yang dapat membantu pebisnis Belanda Nasionalisasi terhadap DJB yang
sekaligus menjadi salah satu solusi masalah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dirasa
keuangan yang dihadapi pemerintah. sangat perlu karena selama awal tahun
Gubernur jenderal dapat menerima usul 1950-an, terjadi perdebatan politik perihal
tersebut yag kemudian diteruskan kepada langkah-langkah untuk menghilangkan
Raja Willem di Den Haag. Raja kepentingan Belanda, sehingga dapat
menyambut usul itu dengan sangat baik dan dibangun sebuah ekonomi nasional
menerbitkan oktroi untuk membentuk De Indonesia. Sebagian aparat pemerintah
mengusulkan pembongkaran kepentingan ekonomi yang disepakati ini mengandung
ekonomi Belanda tersebut dilakukan secara tiga komponen pokok, yaitu:
bertahap untuk mencegah gangguan 1. Diversifikasi produksi untuk
ekonomi yang lebih serius. Sementara itu, menghilangkan ketergantungan atas
sebagian besar pemimpin nasional ekspor bahan-bahan mentah primer.
mengusulkan langkah yang lebih cepat 2. Perkembangan ekonomi dan
tanpa menghiraukan ongkos jangka pendek kemakmuran yang merata.
dislokasi ekonomi dan untuk pengantian 3. Pengalihan dominasi penguasaan
unit usaha negara maupun koperasi usaha-usaha ekonomi dari tangan
(Agusta, 2014:147). Untuk kepentingan asing dan golongan China ke tangan
nasionalisasi DJB itu dengan Keputusan pribumi Indonesia (Sritua, 2006:94).
Pemerintah No. 118 tanggal 2 Juli 1951,
METODOLOGI PENELITIAN
dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche
Dalam menunjang kegiatan penelitian
Bank. Panitia tersebut mempunyai
ini, maka berikut tempat penelitian yang
kekuasaan untuk mengambil tindakan-
dikelompokkan menjadi beberapa lokasi
tindakan persiapan dan mengadakan
penelitian. Tempat-tempat yang dimaksud
perundingan-perundingan mengenai
antara lain:
nasionalisasi DJB atas nama pemerintah
1. Perpustakaan Universitas Indraprasta
(De Javasche Bank Laporan Tahun
PGRI, di Jln. Nangka
Pembukuan 1951−1952).
2. Perpustakaan Universitas Indonesia,
Depok-Jawa Barat.
KAJIAN TEORI
3. Perpustakaan Nasional Republik
Terdapat tiga hal yang berkaitan
Indonesia, Jakarta.
dengan pembangunan perekonomian
Penulisan penelitian ini
Indonesia yang dihadapi bangsa Indonesia,
yaitu: menggunakan metode sejarah dengan
1. Ideologi : Bagaimana mengadakan melakukan tahapan heuristik, kritik,
susunan ekonomi yan sesuai dengan interpretasi, dan historiografi
cita-cita tolong-menolong? (Gottschalk, 1985:57) melalui riset
2. Praktik: Politik perekonomian apakah kepustakaan (Library Research).
yang praktis dan perlu dijalankan
dengan segera di masa yang akan PEMBAHASAN
datang?
3. Koordinasi: Bagaimanakah mengatur Selayang Pandang De Javasche Bank
pembangunan perekonomian Indonesia Berdasarkan Surat Keputusan
supaya pembangunan itu sejalan dan Komisaris Jenderal No. 28 tertanggal 11
berkelanjutan dengan pembangunan di Desember 1827 ditetapkan oktroi khusus
seluruh dunia? (Swasono, 1991:4). bagi De Javasche Bank sebagai ketentuan
Pembangunan ekonomi Indonesia dan pedoman dalam menjalankan
setelah merdeka dan diakui kedaulatannya usahanya. Oktroi pertama berlaku selama
berdasarkan pemikiran nasionalisme 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31
ekonomi Indonesia yang dikelola sendiri Desember 1837, kemudian diperpanjang
oleh bangsa Indonesia. Rumusan sampai 31 Maret 1838. Sesuai ketentuan
nasionalisme ekonomi untuk Indonesia Oktroi Pertama, modal dasar De Javasche
menginginkan secara mutlak adanya suatu Bank ditetapan sebesar 4 juta gulden
perubahan struktur ekonomi Indonesia. terbagi dalam 8000 lembar saham, masing-
Nasionalisme ekonomi merupakan paham masing memiliki nilai 500 gulden. Nilai itu
bersama untuk mengubah ekonomi harus dipenuhi dalam bentuk emas dan
Indonesia dari ekonomi kolonial menjadi perak. Tahap pertama pembayaran modal
ekonomi nasional. Paham nasionalisme disyaratkan sebesar 50% telah mencapai
25%, yaitu 1 juta gulden. Artinya, bank
dapat dinyatakan berdiri dan memulai Handel Maatschappij. Kendala yang harus
usahanya. Oleh sebab itulah, pemerintah dihadapi dalam pengangkatan direktur-
segera menawarkan saham bank ke direktur, yakni mengingat gaji yang mereka
pasaran, terutama kepada pengusaha atau terima hanya 18.000 gulden setahun, lebih
pejabat pemerintah. Meskipun awalnya rendah dibandingkan penghasilan mereka
tidak berjalan lancar, pada 16 Januari 1828, sebagai pimpinan perusahaan dagang.
pihak bank telah melaporkan kepada Presiden De Javasche Bank adalah
pemerintah bahwa telah terjual 2.019 pemimpin De Javasche Bank. Jabatan ini
lembar saham atau setara dengan 1.009.500 merupakan cikal bakal Gubernur Bank
gulden yang berarti telah mencapai 25 Indonesia, seiring dengan nasionalisasi dari
persen dari modal keseluruhan. Di antara De Javasche Bank ke Bank Indonesia.
pemilik saham De Javasche Bank itu,
antara lain Pemerintah Hindia Belanda Nasionalisasi De Javasche Bank Menjadi
telah membeli 1000 saham, Nederlandsche Bank Indonesia
Handel Maattschappij (NHM) membeli 300 1. Situasi Indonesia Menjelang
saham, serta beberapa pejabat pemerintah, Nasionalisasi De Javasche Bank
termasuk Komisaris Jenderal Du Bus de Di awal kemerdekaan
Gisignies, juga turut membeli antara 10 dan Indonesia, Indonesia menghadapi
50 lembar saham (Kusuma, 2014:13−14). tugas-tugas yang berupa
menyempurakan pemerintahan sipil,
Dengan terlewatinya angka penjualan membangun suatu tentara,
saham yang bernilai lebih dari 25% menyempurnakan kepolisian, guna
tersebut, berarti De Javasche Bank dapat keamanan umum dan memelihara apa
dinyatakan dibuka dan beroperasi sebagai yang masih ada dari alat-alat
bank sirkulasi. Berdasarkan kenyataan itu, perhubungan. Indonesia harus
Komisaris Jenderal du Bus mengeluarkan menghadapi tuntutan-tuntutan dan
Surat Keputusan No. 25 tertanggal 24 syarat-syarat suatu alat pemerintahan
Januari 1828 yang menyatakan bahwa De yang harus berjalan lancar. Dalam
Javasche Bank secara resmi telah berdiri. keadaan seperti itu, Indonesia harus
Surat keputusan itu merupakan akta menghadapi ulah Belanda yang
pendirian De Javasche Bank. Maka, pada mengadakan blokade keras terhadap
24 Januari 1828, adalah tanggal berdirinya Indonesia dari awal dan selama tahun-
De Javasche Bank, walaupun baru tahun berikutnya. Selain itu, Indonesia
beroperasi pada tanggal 8 April 1828 juga harus memecahkan soal-soal
(Kusuma, 2014:15). anggaran belanja dan keuangan
(Djojohadikusumo, 1953:20).
Komisaris Jendera du Bus Setelah Jepang menyerah pada
menetapkan dua orang yaitu Mr. C. De Agustus 1945, tentara pendudukan
Haan yang merupakan Ketua Kantor militer telah mengedarkan kira-kira
Pengadilan Negeri Semarang, sebagai 1.500 juta rupiah Jepang. Dalam bulan-
Presiden De Javasche Bank; dan J.C. bulan berikutnya, ketika pembesar-
Smulders yang sebelumnya adalah Kepala pembesar Belanda datang kembali dan
Bea Cukai di Surabaya, sebagai Sekretaris. mencoba menegakkan kembali
Kedua nama pimpinan bank ini tercantum pemerintah kolonial, pemerintahnya
dalam Akta Pendirian De Javasche Bank. mendapatkan persediaan rupiah Jepang
Selanjutnya terpilih tiga direktur dari yang besar. Pada saat itu, rupiah Jepang
kalangan pengusaha di Batavia. Mereka merupakan alat penukaran. Tentara-
adalah O.M. Roberts, Firma Thompson, tentara Belanda melemparkan
Robert & Co, C. Ten Brink, Firma Ten persediaan rupiah Jepang ini ke dalam
Brink & Reynst, dan A.J.L Ram, Presiden peredaran. Mereka menambahkan kira-
Direktur Factorij der Nederlandsche kira 2.500 juta rupiah Jepang ke dalam
jumlah 1500 juta tersebut setelah Inflasi di Indonesia merajalela
Jepang menyerah. sebagai akibat rangkaian keadaan-
Indonesia harus menghadapi keadaan ini serta juga karena
masalah bahwa di Pulau Jawa dan banyaknya kekurangan pemerintahan
Madura telah beredar tidak kurang dari yang merupakan warisan dari
4000 juta rupiah Jepang. Jika angka ini pemerintahan jajahan. Peredaran uang
dibandingkan jumlah edaran sebelum bertambah banyak dan harga-harga di
perang yang sebesar 400 juta rupiah dalam negeri melambung. Pemerintah
untuk seluruh Indonesia, maka jelas Indonesia harus mengambil langkah-
adanya tambahan peredaran uang yang langkah yang pasti untuk mengatasi
sangat besar ini, mengakibatkan masalah keuangan negara. Tindakan
banyak sekali inflasi merajalela di perdana dari pemerintah adalah
Indonesia. Keadaan lain yang mengadakan nilai mata uang asing,
memperburuk situasi perekonomian yang bisa diubah-ubah.
Indonesia adalah keuangan Pemerintah Indonesia setelah mendapat
Indonesia yang baru didirikan itu hanya kedaulatan secara penuh pada tahun
mempunyai persediaan uang yang 1949, juga menghadapi masalah
terbatas jumlahnya guna membiayai perekonomian yang sangat mendesak
kebutuhan-kebutuhan negara untuk segera diatasi. Secara garis besar
Indonesia. Uang beredar di dalam masalah pokok itu sebagai berikut.
masyarakat terutama di antara para Pertama, tugas untuk memperbaiki
petani dan pedagang. Sebaliknya tidak perekonomian nasional yang telah
ada pemasukan uang yang mengalami kehancuran setelah
mengakibatkan uang tidak cukup untuk pendudukan Jepang dan perang
dipakai dalam menjalankan pekerjaan- kemerdekaan. Kedua, tuntutan
pekerjaan negara (Djojohadikusumo, masyarakat luas untuk mengubah
1953:21). ekonomi kolonial menjadi ekonomi
Dalam hal perbankan, sistem nasional.
perusahaan Bank Republik terdiri dari Sampai 1950-an, terdapat lima
lima bank. Bank Negara Indonesia besar perusahaan Belanda di Indonesia
mengepalai bank-bank milik negara yang ternama dengan sebutan The Big
Indonesia. Bank ini memiliki tugas Five, yaitu Jacobson & van den Berg,
sebagai bank untuk para pengusaha Internatio Borneo-Sumatra
bank. Pemerintah yang memiliki bank Maatschappij (Borsumij), Lindeteves,
negara ini, dan bekerja bersama-sama dan GonWehry. Banyaknya perusahaan
dengan menteri keuangan. Di bawah besar Belanda tersebut memperlihatkan
bank pusat ini terdapat bank tidak adanya perubahan penting yang
perniagaan. Pemerintah memiliki dua terjadi dalam struktur perekonomian
bank perniagaan ini, dan dua lainnya Indonesia padahal kemerdekaan politik
adalah milik partikelir. Salah satu dari telah dicapai secara penuh.
bank-bank pemerintah itu khusus Menghadapi keadaan
beroperasi dalam lapangan pinjaman perekonomian negara semacam itu,
skala kecil untuk pertanian dan muncul berbagai pemikiran ekonomi
perikanan, tetapi juga memberi dari para tokoh pemimpin Indonesia.
pinjaman kepada orang-orang pribadi. Muncul pemikiran yang dikenal dengan
Dalam triwulan pertama dari tahun “ekonomi nasional” atau “nasionalisasi
1947, bank ini (yang dinamakan Bank ekonomi”. Aspirasi mengenai ekonomi
Rakyat) meminjamkan hingga jumlah nasional tersusun secara garis besar
kira-kira 33 juta rupiah guna mencakup tiga aspek utama. Pertama,
kepentingan pertanian dan perikanan suatu perekonomian yang beragam dan
(Djojohadikusumo, 1953:24). stabil, dalam arti ditiadakannya
ketergantungan yang besar terhadap (1930), yaitu sebesar 30 gulden
ekspor bahan mentah. Kedua, (Kanumoyoso, 2001:9).
pembangunan ekonomi maju dan Ketidakberhasilan dalam usaha
membawa kemakmuran. Ketiga, suatu mewujudkan ekonomi nasional dengan
perekonomian yang dikelola pribumi, segera ditafsirkan beberapa pemimpin
yang berarti dominasi ekonomi Barat Indonesia sebagai kegagalan mengatasi
dan etnis China harus dipindahkan dominasi perusahaan-perusahaan
kepada orang-orang Indonesia. Belanda. Konferensi Meja Bundar yang
Dari pemikiran tersebut muncul ditandatangani para pemimpin
desakan kuat yang menuntut Republik di Den Haag pada tahun
nasionalisasi terhadap persahaan- 1949, mencakup jaminan bahwa hak-
perusahaan asing. Namun, pemerintah hak yang diberikan kepada modal asing
memiliki alasan bahwa tindakan akan dihormati. Hal tersebut
nasionalisasi hanya akan membawa memperlihatkan perusahaan-
kerugian karena kurangnya tenaga perusahaan Belanda tetap
profesional Indonesia dan mengendalikan sektor-sektor ekonomi
dikhawatirkan aksi semacam itu hanya yang menguasai kepentingan bangsa
akan mempersulit masuknya modal Indonesia (Kanumoyoso, 2001:18).
asing (Kanumoyoso, 2001:9). Sikap pemerintah Indonesia
Masalah paling berat lainnya terhadap modal asing sepanjang tahun
yang harus dihadapi oleh pemerintahan 1950-an sangat kuat dipengaruhi
Indonesia sepanjang kurun tahun 1950- pengalaman zaman kolonial Hindia
an adalah kelemahan di bidang Belanda. Pandangan yang berlaku
administrasi negara. Sejak periode terhadap modal asing, khususnya
revolusi kemerdekaan berakhir pada modal Belanda, secara umum melihat
akhir tahun 1949, pemerintah Indonesia kehadiran mereka menjadi penghambat
yang berdaulat mulai menjalankan bagi terwujudnya kedaulatan di bidang
suatu kewajiban untuk meningkatkan ekonomi. Hal itu tidak terlepas dari
kesejahteraan rakyat. Berbagai upaya peranan modal asing yang sampai saat
perbaikan untuk mencapai tujuan itu dijalankan hanya untuk menarik
kesejahteraan rakyat yang segera harus keuntungan ekonomi sebesar-besarnya
dilaksanakan pastinya memerlukan dari Indonesia, tanpa turut
peraturan pemerintah, perencanaan dan berpartisipasi dalam perbaikan
pengawasan yang seksama, serta ekonomi untuk meningkatkan taraf
lembaga pelayaan umum yang cakap hidup rakyat secara umum.
dan memiliki sarana memadai. Sikap tidak peduli para pemilik
Masa pemerintahan Indonesia di modal asing pada akhirnya
awal tahun 1950-an memperlihatkan memunculkan sikap tidak suka dari
adanya kesenjangan antara harapan kalangan orang-orang Republik. Tidak
dengan realita yang dihadapi. Cita-cita mengherankan pula jika sikap
untuk mewujudkan kedaulatan pemerintah Indonesia terhadap modal
ekonomi sebagai hasil dari kedaulatan asing menjadi tidak terlalu bersahabat.
politik yang telah dicapai, belum dapat Apalagi hampir sepanjang kurun waktu
diwujudkan dengan segera. Tingkat 1950-an sektor-sektor modern ekonomi
kesejahteraan penduduk semakin Indonesia masih dikuasai perusahaan-
menurun tajam. Pada tahun 1951, perusahaan Belanda. Dalam situasi
pendapatan per kapita orang Indonesia demikian, mengemuka pendapat yang
sebanyak 28,3 gulden, yang berarti mendesak pemerintah Indonesia untuk
lebih rendah dari pendapatan per kapita secara bertahap mengurangi dominasi
pada masa malaise Hindia Belanda perusahaan-perusahaan Belanda dan
sekaligus mendorong munculnya
pengusaha-pengusaha pribumi tepat diberikan kepada BIN. Dalam
Indonesia (Kanumoyoso, 2001:36). kegiatannya bank ini tidak melakukan
Telah diketahui bahwa tidak ada transaksi keuangan, tidak menerima
jaminan jika sektor-sektor ekonomi uang simpanan dari masyarakat, tidak
yang penting dikuasai modal asing, menyediakan rekening koran, serta
mereka akan membantu pemerintah tidak member jasa perantara. Tugas
dalam mengatasi kesulitan-kesulitan utama BIN adalah memberi kredit
ekonomi di dalam negeri. Modal asing jangka panjang kepada usaha-usaha
dinilai tidak memiliki kepentingan industri yang berada di bawah program
yang kuat terhadap kondisi ekonomi Rencana Urgensi Perekonomian.
dalam negeri. Apabila situasi di Sejak awal tahun 1950-an,
Indonesia menjadi tidak kondusif bagi terjadi perdebatan politik perihal
modal asing, mereka bisa menarik langkah-langkah untuk menghilangkan
modalnya setiap saat untuk kepentingan Belanda, sehingga dapat
menyelamatkan diri. dibangun sebuah ekonomi nasional
Sebaliknya nasionalisasi Indonesia. Sebagian aparat pemerintah
perusahaan-perusahaan tidak menjamin mengusulkan pembongkaran
bahwa jalannya sektor-sektor kepentingan ekonomi Belanda tersebut
perekonomian akan menjadi rasional dilakukan secara bertahap untuk
sehingga harga barang dapat ditekan mencegah gangguan ekonomi yang
serendah-rendahnya dan spekulasi lebih serius. Sementara itu, sebagian
ditiadakan. Namun, dengan didasari besar pemimpin nasional mengusulkan
pertimbangan bahwa kedaulatan langkah yang lebih cepat tanpa
ekonomi Indonesia sulit untuk menghiraukan ongkos jangka pendek
ditegakkan tanpa melakukan dislokasi ekonomi dan untuk
nasionalisasi, maka langkah penggantian unit usaha negara maupun
nasionalisasi mendapat dukungan luas koperasi.
meskipun pemerintah tetap berusaha Untuk mengembangkan
bertindak rasional. Selaras dengan kewirausahaan pribumi Indonesia dan
konsolidasi politik setelah penyerahan meletakkan kegiatan ekonomi yang
kedaulatan yang menitkberatkan unsur- penting di bawah kontrol nasional,
unsur nasional, di bidang ekonomi pada tahun 1950 pemerintah
diusahakan untuk merombak struktur memperkenalkan Program Benteng
perekonomian yang sampai saat itu yang memberikan izin-izin dan kredit
masih bercorak kolonial. Struktur impor kepada importir pribumi. Hal ini
ekonomi kolonial dengan sendirinya membuahkan hasil pada pertengahan
tidak mendukung sifat berdaulat dari tahun 1950-an. Sekitar 70%
negara Indonesia yang telah merdeka. perdagangan impor Indonesia ditangani
Sementara itu, tujuan dari kemerdekaan oleh para pengusaha Indonesia.
adalah mewujudkan masyarakat yang Program Benteng terfokus pada
adi dan makmur. Untuk mencapai pengamanan kontrol nasional atas
masyarakat yang demikian, perdagangan impor. Sektor ini bukan
perombakan ekonomi kolonial menjadi hanya paling rentan terhadap kontrol
ekonomi nasional menjadi keharusan negara melalui alokasi izin impor tetapi
(Kanumoyoso, 2001:42). juga hampir dapat dimasuki oleh para
Langkah-langkah pemerintah calon pengusaha Indonesia. Hal ini
Indonesia dalam rangka merombak karena jumalah modal dan sumber-
ekonomi kolonial itu di antaranya pada sumber daya perusahaan yang
tahun 1951 pemerintah telah diperlukan relatif kecil dibandingkan
mendirikan NV Bank Industri Negara kegiatan-kegiatan lain seperti
(BIN). Sebenarnya nama bank kurang manufaktur. Diharapkan melalui
perdagangan impor ini para pengusaha Pada dasarnya DJB merupakan
pribumi Indonesia lambat laun akan lembaga milik swasta Belanda pertama
mampu mengakumulasi modal yang yag dinasionalisasi oleh Pemerintah
cukup untuk masuk ke sektor-sektor RIS. Tak lama setelah ditetapkan
lain (Agusta, 201:147). menjadi bank sirkulasi bagi RIS, maka
sejak awal tahun 1950 Pemerintah RI
2. Proses De Javasche Bank Menjadi mulai memasukkan personel baru ke
Bank Indonesia dalam jajaran kepegawaian bank
Konferensi Meja Bundar tersebut (Darsono., dkk, 2016:234).
(KMB) diselenggarakan di Den Haag, Dalam situasi maraknya wacana
Belanda pada 23 Agustus sampai 2 nasionalisasi perusahaan-perusahaan
November 1949. Selain menghasilkan milik Belanda, ternyata masih banyak
kesepakatan berdirinya negara pula kaum nasionalis Indonesia yang
Republik Indonesia Serikat (RIS), berpikir secara lebih jernih dalam
KMB juga menghasilkan Persetujuan memutuskan perlu atau tidaknya
Keuangan dan Perekonomian. Dalam melakukan nasionalisasi terhadap DJB
KMB inilah disepakati pula bahwa atau lembaga-lembaga lainnya milik
yang ditunjuk sebagai bank sirkulasi swasta Belanda. Menurut kelompok ini,
untuk RIS adalah De Javasche Bank dalam melakukan nasionalisasi
(DJB), sedangkan Bank Negara perusahaan-perusahaan asing itu perlu
Indonesia (BNI) ditugaskan sebagai mempertimbangkan baik buruknya
bank pembangunan (Kusuma, bagi perkembangan ekonomi Indonesia
2014:89). Dalam forum KMB, Sumitro dan khususnya ekonomi rakyat
Djojohadikusumo yang menjadi Indonesia yang baru saja mengalami
anggota delegasi Indonesia menyatakan masa peperangan. Rencana untuk
penolakannya atas penunjukkan DJB menasionalisasi DJB diwujudkan
sebagai bank sirkulasi. Menurut dengan pertama-tama membentuk
Sumitro, seharusnya BNI yang berhak Panitia Nasionalisasi DJB yang
menjadi bank sentral atau sirkulasi disahkan keberadaannya pada 2 Juli
untuk RIS karena bank negara itu 1951. Panitia inilah yang kemudian
dibentuk pada 1946 untuk keperluan melakukan berbagai persiapan,
itu. Terkait hal itu, Sumitro termasuk menjaring berbagai pendapat
menyatakan kekecewaannya dengan tentang baik buruknya pengambilalihan
mengatakan: kepemilikan lembaga perbankan
“… Mengenai peran bank tersebut. Bank sirkulasi dan bank
sentral, saya menginginkan sentral mempunyai makna sebagai
agar BNI menjadi bank sentral, kedaulatan bangsa, sehingga akhirnya
itu adalah bank kita sendiri. panitia memutuskan untuk melakukan
Seperti Simatupang
pengambilalihan kepemilikan ini
menginginkan tentara
republiklah yang menjadi TNI,
dengan cara indonesianisasi saham-
jadi bukan KNIL, begitulah sahamnya. Atas dasar keputusan itulah
saya menginginkan BNI maka pada 3 Agustus 1951, pemerintah
menjadi bank sentral. RI secara resmi mengajukan penawaran
Simatupang berhasil, sedangkan untuk membeli saham-saham bank
saya tidak!” Betapapun tersebut kepada pemiliknya.
primitifnya TNI, ia adalah Selanjutnya, diplomasi oleh
tentara kita! Sama ;juga dengan delegasi Indonesia berhasil
BNI, saya merasa itu adalah meyakinkan Vereeniging voor de
bank kita (Kusuma, Effectenhandel (Perkumpulan
2014:92−93). Pedagang Efek), Amsterdam, bahwa
Pemerintah Republik Indonesia akan
membayar saham-saham itu secara Berdasarkan UU No. 11 Tahun
wajar. Ternyata banyak pemilik saham 1953, struktur pucuk pimpinan BI
yang tertarik dengan penawaran itu, mengalami perubahan. Pimpinan BI
sehingga pemerintah RI berhasil terdiri dari tiga dewan, yaitu Dewan
menguasai sekitar 97 % saham bank Moneter, Dewan Direksi, dan Dewan
tersebut dengan harga pembelian 20% Penasihat. Susunan Dewan Direksi
di atas normal. yang menjadi penanggung jawab
Landasan hukum tetap terselenggaranya fungsi-fungsi Bank
diperlukan, karena itu pada Desember Sentral, terdiri dari gubernur dan
1951 pemerintah RI mengumumkan sekurang-kurannya dua orang direktur.
tentang Undang-Undang Nasionalisasi Jumlah direktur ini dapat ditambah
DJB, yang dimuat dalam Lembaran sebanyak-banyaknya empat orang.
Negara RI No. 120 Tahun 1951. Proses Semua anggota Dewan Direksi harus
indonesianisasi DJB semakin jelas dan berkewarganegaraan Indonesia, dan
semakin mengerucut ketika pada diangkat oleh pemerintah atas usul
September 1952, pemerintah RI Dewan Moneter. Gubernur Pertama BI
mengajukan ke Parlemen adalah Mr. Sjafruddin Prawiranegara
(Konstituante) satu Rancangan yang sebelumnya menjabat sebagai
Undang-undang Pokok Bank Presiden Direktur DJB. Sebagai
Indonesia. Pada tanggal 10 April 1953, Direktur merangkap Gubernur
parlemen menyatakan setuju terhadap Pengganti II adalah Mr. Indra
rancangan yang diajukan pemerintah. Koesoema. Sementara Dewan
Atas persetujuan parlemen, pada 29 Penasihat terdiri dari 9 orang anggota
Mei 1953, Presiden RI mengesahkan yang mewakili dunia perusahaan,
rancangan itu menjadi Undang-Undang perburuhan dan pertanian serta
Nomor 11 Tahun 1953 tentang Bank golongan lain dari kalangan
Indonesia, yang kemudian diundangkan masyarakat. Berdasarkan Keputusan
melalui Lembaran Negara No. 40 Presiden Republik Indonesia No. 194,
Tahun 1953. Undang-undang itu mulai 19, 14 November 1953, telah diangkat
berlaku sejak 1 Juli 1953. Dengan Rh. Koesan sebagai ketua Dewan
berlakunya Undang-undang Nomor 11 Penasihat dengan anggotanya terdiri
Tahun 1953, maka nama DJB diganti dari A.A. Achsien, Ir.
dengan nama Bank Indonesia. Bank Sostrohadikoesoemo, M.I. Dauley, S.
Indonesia kemudian ditetapkan bukan Goendo Koesoemo, Jusuf Wibisono, Ir.
saja sebagai bank sirkulasi, tetapi juga Tedjasukmana, O. Rondonuwu, dan
Bank Sentral RI. Soele.
Sejak berlakunya UU No. 11 Jumlah pegawai BI pada paruh
Tahun 1953, maka nama Bank awal dekade1950-an tercatat sebanyak
Indonesia secara resmi digunakan 1.338 orang, dimana 787 orang di
sebagai Bank Sentral NKRI. antaranya pegawai kantor pusat.
Penggunaan nama ini sesuai dengan Sementara itu, tenaga ahli, terutama
bunyi Pasal 1. Selain itu, dalam Pasal 3 untuk mengisi eselon atas dan tingkat
disebutkan pula bahwa kedudukan pejabat masih sangat kurang. Dari 8
Bank Sentral adalah di Jakarta, serta jabatan Direktur Muda, tidak satupun
mempunyai kantor-kantor agen, kantor- dijabat oleh orang Indonesia. Demikian
kantor koresponden, dan kantor-kantor pula beberapa jabatan yang
perwakilan baik di dalam maupun luar memerlukan keahlian, seperti
negeri. Selanjutnya Pasal 4 disebutkan pengawas bank yang sangat penting
bahwa modal bank adalah Rp. bagi BI sebagai Bank Sentral, sebagian
5.000.000 (Darsono., dkk, 2016:244). besar masih dijabat oleh warga negara
Belanda (Darsono., dkk, 2016:247).
Sjafruddin Prawiranegara Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank
memerintahkan dalam rangka komersial yang dilakukan oleh DJB
memperbaiki kondisi lembaga tersebut, sebelumnya. Bank Indonesia kemudian
sekaligus melakukan Indonesianisasi ditetapkan bukan saja sebagai bank
kepegawaian, maka BI sirkulasi, tetapi juga Bank Sentral RI. Sejak
menyelenggarakan pelatihan dan berlakunya UU No. 11 Tahun 1953 itu pula
praktik kerja bagi calon staf di Kantor maka nama Bank Indonesia secara resmi
Pusat selama 6 tahun dan di luar negeri digunakan sebagai Bank Sentral NKRI.
selama 6 tahun.
Saran
PENUTUP Bangsa Indonesia patut berbangga
Simpulan karena dengan kemampuan yang dimiliki
Komisaris Jenderal du Bus bangsa ini telah berhasil menasionalisasi
mengeluarkan Surat Keputusan No. 25 DJB yang kemudian menjadikannya
tertanggal 24 Januari 1828, yang sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi
menyatakan bahwa De Javasche Bank yang dikelola oleh bangsa Indonesia
secara resmi telah berdiri. Para pemilik sendiri. Dengan mempelajari sejarah
saham De Javasche Bank, antara lain perjalanan bangsa Indonesia khususnya
Pemerintah Hindia Belanda, Nederlandsche mengenai sejarah DJB, sudah menjadi
Handel Maattschappij (NHM), serta keharusan bagi bangsa Indonesia untuk
beberapa pejabat pemerintah termasuk mengelola DJB yang kini telah menjadi
Komisaris Jenderal Du Bus de Gisignies. Bank Indonesia untuk kesejahteraan
Komisaris Jendera du Bus menetapkan dua masyarakat Indonesia.
orang, yaitu Mr. C. De Haan sebagai
Presiden De Javasche Bank; dan J.C. DAFTAR PUSTAKA
Smulders sebagai Sekretaris De Javasche
Bank. Agusta, Ivanovich. 2014. Ketimpangan
Rencana untuk menasionalisasi DJB Wilayah dan Kebijakan
diawali dengan membentuk Panitia Penanggulangan di Indonesia:
Nasionalisasi DJB yang disahkan Kajian Isu Strategis, Historis, dan
keberadaannya pada 2 Juli 1951. Pada 3 Paradgmatis Sejak Pra Kolonial.
Agustus 1951, pemerintah RI secara resmi Jakarta: Pustaka Obor Indonesia.
mengajukan penawaran untuk membeli
saham-saham bank tersebut kepada Djojohadikusumo, Sumitro. 1953.
pemiliknya. Presiden RI mengesahkan Persoalan Ekonomi di Indonesia.
rancangan itu menjadi Undang-undang Djakarta: Indira.
Nomor 11 Tahun 1953 tentang Bank
Indonesia, yang kemudian diundangkan De Javasche Bank. 1952. Laporan
melalui Lembaran Negara No. 40 Tahun Tahun Pembukuan 1951-1952.
1953. Undang-undang itu mulai berlaku Djakarta: G. Kolit & Co.
sejak 1 Juli 1953. Dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953, Kanumoyoso, Bondan. 2001.
maka nama DJB diganti dengan nama Bank Menguatnya Peran Ekonomi
Indonesia. Undang-Undang Pokok Bank Negara: Nasionalisasi Perusahaan-
Indonesia menetapkan pendirian Bank perusahaan Belanda di Indonesia
Indonesia untuk menggantikan fungsi De 1957-1959. Jakarta: Sinar Harapan
Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan
tiga tugas utama di bidang moneter, Gottschalk, Louis. 1985. Mengerti
perbankan, dan sistem pembayaran. Di Sejarah. Depok: UI Press.
samping itu, Bank Indonesia diberi tugas
penting lain dalam hubungannya dengan
Kusuma, Erwien. 2014. Dari De Sritua, Arief. 2006. Negeri Terjajah:
Javasche Bank Menjadi Bank Menyikap Ilusi Kemerdekaan.
Indonesia. Jakarta: P.T. Kompas Yogyakarta: Resist Book.
Media Nusantara.
Swasono , Edi Sri (ed). 1991. Sistem
Suara Rakjat Republik Indonesia. 6 Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi.
Agustus 1951. Depok: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai