Oleh: Kelompok 1
Pada tahun 1746 berdiri bank pertama di Nusantara yang didirikan oleh VOC dengan
nama Bank van Courant en Van Leening. Bank ini memiliki tugas untuk memberikan
pinjaman dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya. Pada
tahun 1752, Bank van Courant diganti menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening.
Bank ini bertugas memberikan pinjaman kepada pegawai VOC agar mereka dapat
memutarkan uang mereka pada lembaga. Hal ini dilakukan dengan dengan cara memberikan
bujukan imbalan bunga. Selama 72 tahun beroperasi akhirnya De Bank van Courant en Bank
van Leening ini mengalami kebangkrutan (krisis keuangan) dan harus tutup permanen pada
tahun 1818.
Pada 9 Desember 1826 Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris
Jenderal Hindia Belanda, yang berisikan perintah untuk membentuk bank berdasarkan
wewenang khusus berjangka waktu atau Oktroi. Atas dasar Surat Kuasa Raja Willem I
tersebut Pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya De Javasche
Bank.Setahun kemudian, tepatnya pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia
Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat
Keputusan No 28 tentang Oktroi dari Komisaris Jenderal Hindia, yang mengatur ketentuan
DJB. Dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No 25, pada 24 Januari
1828 ditetapkanlah Akte Pendirian DJB.
Pada tahun 1828 muncullah Pendirian De Javasche Bank yang nantinya menjadi cikal
bakal Bank Indonesia. DJB mencetak uang kertas pertama kali senilai ƒ 1.120.000,-dengan
pecahan uang kertas ƒ 1000, ƒ 500, ƒ 300, ƒ 200, ƒ100, ƒ 50, dan ƒ 25. Bank ini merupakan
bank sirkulasi pertama di Asia. Pada tanggal 24 Januari 1828 Mr. Christiaan De Haan dan
C.J. Smulders dipilih sebagai presiden dan sekretaris di De Javasche Bank. Bank tersebut
memilih orang-orang yang cocok untuk menjadi direksinya. Hal tersebut sesuai dengan
Oktroi De Javasche Bank I yang berlaku selama 10 tahun sejak tanggal 1 Januari 1828
sampai tanggal 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Maret 1838.
Rapat pertama yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 1828, yang dilakukan di gedung
Societeit de Harmonie, Batavia, yang telah ditetapkan direkturnya, yaitu:
Setiap 10 tahun sekali diadakannya perpanjangan octrooi secara periodik. DJB telah
melakukan sebanyak tujuh kali dalam masa perpanjangan octrooinya. Pemilihan direktur
sangat jelas dan dapat dilihat untuk kepentingan mengakomodasi usaha dari perkebunan yang
ada di Hindia Belanda, terutama perkebunan milik Pemerintah Kolonial. Gaji yang diterima
sebagai para direktur asal mereka kerja menimbulkan kesulitan dikarenakan menganggap gaji
yang mereka terima sebesar ƒ18.000 dianggap terlalu rendah, jika dilihat dengan pendapatan
mereka sebagai pengusaha / pedagang. Mereka pun meminta syarat khusus yang dimana A. J.
L. Ram dalam masa pengangkatannya mengatakan bahwa dia menerima jabatan tersebut
tanpa adanya penerimaan upah. O.M. Roberts dan C. Ten Brink memberikan pernyataan
keberatan atas Pasal 56 dari oktroi yang berisi bahwa salah satu Direktur harus hadir di
kantor DJB setiap hari minimal 3 jam / hari. Mereka menyatakan tidak sanggup untuk bisa
terlalu lama dikarenakan mereka sebagai pemimpin usaha dagang. Dengan hal itu, langsung
ditanggapi oleh Komisaris Jenderal dari kewajiban berada selama tiga jam di kantor DJB
menjadi satu jam, dengan setiap hari setidaknya selama satu jam Presiden, Sekretaris dan
salah satu Direktur harus dapat berkumpul di DJB.
Pada tahun 1830, Belanda melakukan ekspansi ekonomi. Tujuan diberlakukan
ekspansi tersebut untuk mengisi kas negara disebabkan oleh Perang Jawa. Belanda
memberlakukan tanam paksa (cultuurstelsel) di Hindia Belanda. Penyimpangan implementasi
sistem tanam paksa dituangkan dalam novel Max Havelaar karya Douwes Dekker yang
mengundang polemik kalangan masyarakat dan politikus di negeri Belanda. De Javasche
Bank digunakan pemerintah kolonial untuk mendukung kebijakan finansial dari sistem tanam
paksa tersebut. Tahun 1829-1870, DJB melakukan ekspansi bisnis dengan membuka kantor
cabang di beberapa kota di Hindia Belanda, termasuk di luar Jawa: Semarang (1829),
Surabaya (1829), Padang (1864), Makassar (1864), Cirebon (1866), Solo (1867), dan
Pasuruan (1867).
Pada bidang perbankan, pada awal abad ke-20 banyak bermunculan bank-bank
perkreditan yang bertujuan untuk mendorong perkembangan perekonomian rakyat. Rentang
tahun 1870-1942, De Javasche Bank membuka 15 kantor cabang di kota-kota yang dianggap
strategis di Hindia Belanda, yaitu: Yogyakarta (1879), Pontianak (1906), Bengkalis (1907),
Medan (1907), Banjarmasin (1907), Tanjungbalai (1908), Tanjungpura (1908), Bandung
(1909), Palembang (1909), Manado (1910), Malang (1916), Kutaraja (1918), Kediri (1923),
Pematang Siantar (1923), Madiun (1928).
Pada tahun 1940, ketika Jepang mulai berinvasi, Hindia Belanda sudah tidak lagi
memiliki kekuatan untuk berperang, sehingga membutuhkan bantuan dari negara sekutunya,
yaitu Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Bantuan dari negara sekutunya tersebut tidak
banyak yang diberikan dikarenakan Inggris sedang berperang melawan invasi Jerman di
Eropa, begitu juga dengan Australia dan Amerika Serikat. Kedatangan Jepang untuk
menyerang Hindia Belanda dikarenakan Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang
memadai untuk perekonomiannya, sehingga Jepang menyerang negeri yang sumber daya
alamnya melimpah, seperti Hindia Belanda.
Hindia Belanda merupakan salah satu daerah yang menghasilkan sumur, ladang
minyak bumi dan juga menghasilkan bauksit yang merupakan bahan pembuat aluminium,
timah, dan karet. Bulan Februari tahun 1940, Jepang menuntut kepada Belanda agar
perdagangan bauksit di Hindia Belanda ditingkatkan dan juga memberikan minyak mentah
dan bauksit lebih banyak lagi. Beberapa permintaan tersebut dapat dikabulkan walaupun
tidak sebanyak yang diminta, sehingga terjadinya peperangan antara Jepang dan Hindia
Belanda. Pada tahun 1942, Jepang menerima surat dari Hindia Belanda yang berisi
pernyataan menyerah karena tidak mampu lagi melawan jepang. Tahun 1942 ini juga, pada
masa pemerintahan Militer Jepang, DJB dilikuidasi. Tugas DJB sebagai bank sirkulasi di
Indonesia digantikan oleh Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).
Keberadaan BNI milik RI dan DJB milik NICA membuat munculnya peperangan
mata uang (currency war) dan terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia. Pada masa ini,
ORI dikenal sebagai “uang putih” dan uang DJB yang dikenal dengan sebutan “uang merah”.
Pada tahun 1949, berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan kesepakatan bahwa
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda. Kedudukan RIS
berada di bawah Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS. KMB
juga menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat. Setelah Republik
Indonesia memutuskan untuk keluar dari RIS, pada masa peralihan menjadi NKRI, DJB tetap
menjadi bank sirkulasi dengan kepemilikan saham oleh Belanda.
Pada tahun 1951, munculnya desakan-desakan untuk mendirikan bank sentral sebagai
wujud kedaulatan ekonomi Republik Indonesia. Disitu, pemerintah memutuskan untuk
membuat panitia DJB dengan proses nasionalisasi dilakukan melalui pembelian saham DJB
mencapai 97% oleh pemerintah RI. Pada tanggal 1 Juli 1953 Pemerintah RI menerbitkan UU
No.11 tahun 1953 tentang pokok Bank Indonesia yang menggantikan DJB wet tahun 1922.
Sejak itu, Bank Indonesia resmi menjadi bank sentral Republik Indonesia. UU No.11 tahun
1953 ini juga merupakan ketentuan pertama yang mengatur Bank Indonesia (BI) sebagai
bank sentral. Tugasnya tidak hanya sebagai bank sirkulasi, melainkan juga sebagai bank
komersial melalui pembayaran kredit. Pada masa tersebut terdapat pula Dewan Moneter
(DM) untuk menetapkan kebijakan moneter. BI bertugas menyelenggarakan kebijakan
moneter yang telah ditetapkan oleh DM.
Pemerintah RI mengeluarkan undang-undang pada tahun 1968, yaitu UU No.13
Tahun 1968 tentang mengembalikan tugas BI sebagai bank sentral Republik Indonesia dan
menghentikan status BI sebagai BNI unit I. Di pasal ini juga mengatur bahwa BI tidak lagi
memiliki fungsi sebagai menyalurkan kredit komersial, tetapi berperan sebagai agen
pembangunan dan pemegang kas Negara. Melalui UU No.21 dan No.22 Tahun 1968
menjelaskan bahwa bank-bank yang tergabung dalam bank tunggal berubah kembali menjadi
bank pemerintah yang berdiri sendiri. BI mengeluarkan kebijakan deregulasi dengan nama
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 atau biasa disebut Pakto 88 atau Pakto 27. Paket ini
merupakan paket kebijakan ekonomi yang hanya dengan 10 miliar (pada tahun 1988)
siapapun dapat membangun atau mendirikan bank baru. Tujuannya untuk mendorong
tumbuhnya industri perbankan dengan mempermudah perizinan dalam pendirian bank baru.
Usaha bank tidak hanya memutar uang untuk memperoleh keuntungan perusahaan,
tetapi undang-undang menghendaki agar taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan. Yang dimana
hal ini merupakan salah satu tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita dan
tujuan negara yaitu agar terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh
karena itu, bank tidak boleh terlepas dalam kegiatan pembangunan perekonomian, karena
setiap kegiatan bank harus berhasil untuk kepentingan masyarakat.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan yang ada di setiap negara di
samping pasar modal, dana pensiun, asuransi, dan lainnya. Pengertian perbankan sendiri yaitu
segala sesuatu yang menyangkut tentang aktivitas bank mencangkup kelembagaan, kegiatan
usaha serta cara dan proses bagaimana melaksanakan kegiatan usaha secara keseluruhan. Saat
ini perbankan di Indonesia memiliki pengaruh yang paling besar dalam mendukung stabilitas
sistem keuangan. Kegiatan perbankan yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyarakat
luas yang dikenal dengan istilah kegiatan funding. Bank yang menjadi pusat lembaga
keuangan karena menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan usaha
milik negara, serta lembaga-lembaga pemerintahan. Yang dimana digunakan untuk
menyimpan modal atau dana yang dimiliki. Melalui perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani segala kebutuhan yang berkaitan dengan segala pembiayaan serta
melancarkan sistem pembayaran di sektor perekonomian
Di samping peran perbankan dalam sistem keuangan peran bank juga dapat dilihat dari
harapan masyarakat akan kehadiran bank. Ada tiga peranan penting yang dapat dijalankan
oleh perbankan yaitu :
Menurut Chase, dkk (2006) peranan bank dalam perekonomian adalah pertama yaitu
peranan bank untuk memenuhi kebutuhan perekonomian dalam negeri, yaitu semua kegiatan
menyangkut soal keuangan antara lain:
● Administrasi Keuangan
● Penggunaan Keuangan
● Penampungan Keuangan
● Penyaluran Keuangan
● Pengawasan Keuangan
1. Peranan UKM
Tidak hanya peranan dari sisi perbankan saja namun ada juga peranan UKM.
Peran UMK selama ini telah diakui berbagai pihak cukup besar dalam menjalankan
perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia
antara lain, jumlahnya yang besar dan terdapat setiap sektor ekonomi, menyerap
banyak tenaga kerja yang akan bergerak mengelola perekonomian dan investasi yang
nantinya akan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, memanfaatkan bahan
baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
dengan harga yang terjangkau.
2. Peranan terhadap UMK
Penjelasan sebelumnya merupakan peranan UKM dalam membantu
meningkatkan perekonomian, tidak hanya UKM yang berperan tetapi perbankan
memiliki peranan terhadap UKM untuk menstabilkan nilai perekonomian.UKM
adalah usaha mikro dan usaha makro. Di negara Indonesia UKM mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), sehingga lembaga perbankan membantu mendorong UMK
dalam menyalurkan dana atau modal berupa kredit atau pinjaman, sehingga nantinya
masyarakat kecil atau miskin yang kurang mampu mempunyai kesempatan untuk
dapat mengembangkan usaha perekonomiannya.
Menurut Ayunita (2013) Bank mempunyai peranan dalam UKM antara lain, yaitu :
● Menciptakan stabilitas makro ekonomi (inflasi, nilai tukar, suku bunga).
● Perbankan
● Pegadaian
⮚ Perusahaan asuransi
⮚ Perusahaan pembiayaan
⮚ Dana pensiun
⮚ Perusahaan efek
⮚ Perusahaan investasi
⮚ Pegadaian
Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia
diberikan tugas dan wewenang pengelolaan uang rupiah mulai dari tahapan perencanaan,
pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, sampai dengan
pemusnahan. Pengelolaan uang rupiah perlu dilakukan dengan baik dalam mendukung
pemeliharaan stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem
pembayaran. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik perusahaan maupun perorangan
membutuhkan uang. Oleh karena itu Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam bentuk nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu dalam kondisi yang layak edar (clean money policy).
Berdasarkan pasal 11 UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang, pengelolaan mata
uang terdiri dari:
1. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan Uang Rupiah dilakukan suatu rangkaian
kegiatan untuk menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan
kebutuhan rupiah dalam periode tertentu. Terdapat dua faktor utama yang
dipertimbangkan oleh Bank Indonesia dalam melakukan perencanaan pencetakan
uang rupiah yaitu, sebagai berikut:
Tambahan uang kartal yang diedarkan. Dalam menentukan tambahan uang
kartal yang diedarkan, proyeksi dilakukan dengan memperhatikan asumsi
besaran ekonomi makro yang meliputi inflasi, suku bunga, produk domestik
bruto dan nilai tukar. Terkait dengan asumsi besaran ekonomi makro harus
dikoordinasikan dengan pemerintah. Perkiraan tambahan uang kartal yang
diedarkan juga perlu mempertimbangkan data historis outflow (uang yang
keluar dari BI), inflow (uang yang masuk kembali ke BI), dan karakteristik
perekonomian secara spasial.
Penggantian uang yang dimusnahkan karena tidak layak edar. Pemusnahan
uang ini dilakukan oleh BI sebagian berasal dari setoran bank (inflow) yang
diklasifikasikan sebagai uang tidak layak edar. Selanjutnya jumlah uang tidak
layak edar yang dimusnahkan tersebut harus diganti dengan yang baru (clean
money policy)
Menurut website (Peruri, 2020), Peruri merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang didirikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1971, peruri
merupakan hasil peleburan (merger) antara Perusahaan Negara (PN) Arta Yasa dengan PN
Pertjetakan Kebajoran. Pemerintah telah mengubah Peraturan Pemerintah (PP) yang
mengatur mengenai Peruri. Peraturan ini pun mengalami beberapa kali perubahan hingga
yang paling terakhir ialah PP 06 Tahun 2019. Dimana didalamnya dikatakan bahwa kegiatan
Peruri meliputi :
a. Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor
13 Tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur
pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas
mata uang, mengajukan percetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain
sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di
Indonesia seperti, Bank Indonesia.
b. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan
produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing atau valas, menjual jasa
asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga,dan lain sebagainya.
Contoh dari bank umum yaitu seperti BRI, Bank Mandiri, BCA, dan lain sebagainya.
Menurut ketentuan Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992, usaha bank umum meliputi :
i. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
ii. Memberikan kredit.
iii. Memberikan surat pengakuan hutang
iv. Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya
v. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.
Selain melakukan aktivitas usaha seperti di atas, bank Umum dapat pula
melakukan kegiatan-kegiatan berikut :
a. Bank Konvensional
Menurut Triandaru dan Budisantoso (2006: 153) Bank Konvensional yaitu
bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka
penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau
sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.
Bank konvensional adalah salah satu jenis bank yang akan memberikan
penyaluran keuangannya secara umum berdasarkan sistem yang sudah diatur oleh
dunia perbankan. Pada bank konvensional, kegiatan operasionalnya akan dilakukan
dengan mengumpulkan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau utang.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-
produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan, deposito,
simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan
kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka
pendek, dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter
of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali
amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Dalam beberapa kegiatan, produk yang dikeluarkan oleh bank konvensional
ini adalah dengan menetapkan suku bunga berdasarkan suku bunga yang sudah
dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bank konvensional juga adalah jenis bank yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Contoh dari bank konvensional
ini misalnya Bank Mandiri,, BRI, BNI, BTN dan sebagainya.
b. Bank Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Bank Syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda
dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada
kesepakatan antara bank dan dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis
simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi
hasil yang akan diterima penyimpan. Contoh dari bank syariah ini adalah Mandiri
Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI), BRI Syariah dan sebagainya.
1.6 Daftar Pustaka
Ayunita, Putri Rahma. (2013). Pengaruh Total Quality Management, Terhadap Kinerja
Manajerial Dengan Sistem Pengukuran Kinerja Sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Semarang). Other thesis, Prodi Akuntansi
UNIKA Soegijapranata.
Bi.go.id. (2020). Sejarah BI. Diakses pada 24 Agustus 2022, dari
https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/sejarah-bi/default.aspx
Bi.go.id. (2020). Pengelolaan Uang Rupiah. Diakses pada 30 Agustus 2022, dari
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/pengelolaan-rupiah/
default.aspx
Budisantoso, T dan Triandaru, S. 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat:
Jakarta.
Chase, R. B., Jacobs, F. R., dan Aquilano, N. J. 2006. Operations Management For
competitive advantage, 9th ed. New York : McGraw-Hill
DPR. (1968). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. DPR-RI.
Jakarta.
DPR. (1992). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. DPR-RI. Jakarta.
DPR. (1998). Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. DPR-RI. Jakarta.
DPR. (2004). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Penyususnan Rencana Kerja
Dan Anggaran Kementerian Negara. DPR-RI. Jakarta
DPR. (2008). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Prinsip Syariah. DPR-RI.
Jakarta.
DPR. (2011). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
DPR-RI. Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa
Keuangan Tingkat SMP. Jakarta.
Peruri.co.id (2020). Sejarah Peruri. Diakses pada 31 Agustus 2022, dari
https://www.peruri.co.id/tentang-kami/sejarah-singkat
Rose, Peter S. (2003). Money and Capital Markets. New York: Mc Graw-Hill.
Sari, Septi Wulan. 2016. Perkembangan dan Pemikiran Uang dari Masa ke Masa. An-Nisbah.
Vol. 03, No. 01. https://media.neliti.com/media/publications/63979-ID-
perkembangan-dan-pemikiran-uang-dari-mas.pdf [30 Agustus 2022]