Anda di halaman 1dari 23

Bab 1.

Sejarah dan Konsep Sistem Perbankan Indonesia

Oleh: Kelompok 1

1.1 Learning Outcomes


1. Menjelaskan sejarah perkembangan Bank di Indonesia
2. Menjelaskan peranan Bank dalam suatu perekonomian
3. Menjelaskan sistem dasar keuangan
4. Menjelaskan sistem perbankan Indonesia

1.2 Sejarah Perkembangan Bank di Indonesia


Menurut website (BI, 2020) Dimulainya pada abad ke-16 kedatangan bangsa Eropa ke
Asia Tenggara dengan misi mencari rempah-rempah.Di Nusantara telah berdiri kerajaan-
kerajaan yang telah memiliki mata uangnya sendiri. Selain itu, beredar pula mata uang asing
seperti Picis dari Tiongkok yang mendominasi peredaran uang. Selain menggunakan mata
uang dari Tiongkok, kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara juga mengeluarkan mata uang
sendiri. Misalnya, Kesultanan Samudera Pasai, memunculkan mata uang dirham dan mass,
yang berbahan dasar emas. Lalu Kesultanan Aceh juga mengeluarkan mata uang keuh atau
kasha, yang berbahan dasar timah. Kasha juga digunakan oleh Kesultanan Banten. Selain itu,
ada pula Kesultanan Cirebon, yang mengeluarkan mata uang berbahan dasar timah, yakni
picis.

Pada tahun 1602, pembentukan maskapai dagang Vereenigde Oost-Indische


Compagnie yang dikenal dengan nama VOC (Persekutuan Dagang Hindia Timur). VOC
bertujuan membuka perdagangan di Nusantara dan menghancurkan dominasi portugis namun
gagal. Pada masa kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), beredar banyak
mata uang, seperti dukat, rijksdaalder, gulden, doit, dan stuiver. Beberapa uang yang
dikeluarkan pada saat era kekuasaan VOC, menggunakan berbahan dasar emas, perak,
tembaga, nikel dan timah yang di bentuk bundar pipih, dengan ukuran diameter yang tidak
sama. Beberapa mata uang ini dibuat di Belanda. Selain mata uang yang dibuat di Belanda,
beredar juga uang dirham Jawi atau dukat Jawa, yang berbahan dasar emas dan perak. Uang
ini dibuat di Batavia (sekarang disebut Jakarta), dengan ditandai tulisan Arab yang berbentuk
dan ukurannya sama dengan mata uang lain yang dibuat dari tembaga dan timah. Uang
tersebut, dibuat setelah tercapai kesepakatan antara Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Baron
van Imhoff dan Sultan Pakubuwana II dari Kerajaan Mataram Islam.

Pada tahun 1746 berdiri bank pertama di Nusantara yang didirikan oleh VOC dengan
nama Bank van Courant en Van Leening. Bank ini memiliki tugas untuk memberikan
pinjaman dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-barang berharga lainnya. Pada
tahun 1752, Bank van Courant diganti menjadi De Bank van Courant en Bank van Leening.
Bank ini bertugas memberikan pinjaman kepada pegawai VOC agar mereka dapat
memutarkan uang mereka pada lembaga. Hal ini dilakukan dengan dengan cara memberikan
bujukan imbalan bunga. Selama 72 tahun beroperasi akhirnya De Bank van Courant en Bank
van Leening ini mengalami kebangkrutan (krisis keuangan) dan harus tutup permanen pada
tahun 1818.

Pada 9 Desember 1826 Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris
Jenderal Hindia Belanda, yang berisikan perintah untuk membentuk bank berdasarkan
wewenang khusus berjangka waktu atau Oktroi. Atas dasar Surat Kuasa Raja Willem I
tersebut Pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya De Javasche
Bank.Setahun kemudian, tepatnya pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia
Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat
Keputusan No 28 tentang Oktroi dari Komisaris Jenderal Hindia, yang mengatur ketentuan
DJB. Dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No 25, pada 24 Januari
1828 ditetapkanlah Akte Pendirian DJB.

Pada tahun 1828 muncullah Pendirian De Javasche Bank yang nantinya menjadi cikal
bakal Bank Indonesia. DJB mencetak uang kertas pertama kali senilai ƒ 1.120.000,-dengan
pecahan uang kertas ƒ 1000, ƒ 500, ƒ 300, ƒ 200, ƒ100, ƒ 50, dan ƒ 25. Bank ini merupakan
bank sirkulasi pertama di Asia. Pada tanggal 24 Januari 1828 Mr. Christiaan De Haan dan
C.J. Smulders dipilih sebagai presiden dan sekretaris di De Javasche Bank. Bank tersebut
memilih orang-orang yang cocok untuk menjadi direksinya. Hal tersebut sesuai dengan
Oktroi De Javasche Bank I yang berlaku selama 10 tahun sejak tanggal 1 Januari 1828
sampai tanggal 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan tanggal 31 Maret 1838.
Rapat pertama yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 1828, yang dilakukan di gedung
Societeit de Harmonie, Batavia, yang telah ditetapkan direkturnya, yaitu:

O.M. Roberts : Pengurus Firma Thompson, Roberts & Co.

C. Ten Brink : Pengurus Firma Ten Brink & Reynst

A. J. L. Ram :Presiden Direktur dari Factorij der Nederlandsch Handel Maatschappij

Setiap 10 tahun sekali diadakannya perpanjangan octrooi secara periodik. DJB telah
melakukan sebanyak tujuh kali dalam masa perpanjangan octrooinya. Pemilihan direktur
sangat jelas dan dapat dilihat untuk kepentingan mengakomodasi usaha dari perkebunan yang
ada di Hindia Belanda, terutama perkebunan milik Pemerintah Kolonial. Gaji yang diterima
sebagai para direktur asal mereka kerja menimbulkan kesulitan dikarenakan menganggap gaji
yang mereka terima sebesar ƒ18.000 dianggap terlalu rendah, jika dilihat dengan pendapatan
mereka sebagai pengusaha / pedagang. Mereka pun meminta syarat khusus yang dimana A. J.
L. Ram dalam masa pengangkatannya mengatakan bahwa dia menerima jabatan tersebut
tanpa adanya penerimaan upah. O.M. Roberts dan C. Ten Brink memberikan pernyataan
keberatan atas Pasal 56 dari oktroi yang berisi bahwa salah satu Direktur harus hadir di
kantor DJB setiap hari minimal 3 jam / hari. Mereka menyatakan tidak sanggup untuk bisa
terlalu lama dikarenakan mereka sebagai pemimpin usaha dagang. Dengan hal itu, langsung
ditanggapi oleh Komisaris Jenderal dari kewajiban berada selama tiga jam di kantor DJB
menjadi satu jam, dengan setiap hari setidaknya selama satu jam Presiden, Sekretaris dan
salah satu Direktur harus dapat berkumpul di DJB.
Pada tahun 1830, Belanda melakukan ekspansi ekonomi. Tujuan diberlakukan
ekspansi tersebut untuk mengisi kas negara disebabkan oleh Perang Jawa. Belanda
memberlakukan tanam paksa (cultuurstelsel) di Hindia Belanda. Penyimpangan implementasi
sistem tanam paksa dituangkan dalam novel Max Havelaar karya Douwes Dekker yang
mengundang polemik kalangan masyarakat dan politikus di negeri Belanda. De Javasche
Bank digunakan pemerintah kolonial untuk mendukung kebijakan finansial dari sistem tanam
paksa tersebut. Tahun 1829-1870, DJB melakukan ekspansi bisnis dengan membuka kantor
cabang di beberapa kota di Hindia Belanda, termasuk di luar Jawa: Semarang (1829),
Surabaya (1829), Padang (1864), Makassar (1864), Cirebon (1866), Solo (1867), dan
Pasuruan (1867).

Pada tahun 1870 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Agraria (Agrarische Wet)


yang dimana pengusaha Belanda dan modal swasta diberikan peluang dan boleh masuk oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha dan kegiatan
ekonomi di Indonesia. Pada saat itu, ekonomi Indonesia dapat terbilang lebih maju, terlebih
lagi di tanah jawa. Hal ini menyebabkan kebangkitan sektor perkebunan Hindia Belanda
menjadi produsen penting komoditas perdagangan internasional di dunia. Pihak disana
menyewakan lahannya kepada Belanda itu dijadikan bisnis perkebunan besar. Selama masa
liberalism ini telah mendirikan perkebunan teh, kopi, kina, dan gula yang cukup besar.
Namun pada tahun 1885, Indonesia mengalami krisis perdagangan dikarenakan turun
drastisnya harga komoditas perkebunan dunia. Masyarakat ekonomi memulai dan
mengembangkan perkebunan pribadinya sehingga permintaan ekspor pun berkurang drastis.

Pada bidang perbankan, pada awal abad ke-20 banyak bermunculan bank-bank
perkreditan yang bertujuan untuk mendorong perkembangan perekonomian rakyat. Rentang
tahun 1870-1942, De Javasche Bank membuka 15 kantor cabang di kota-kota yang dianggap
strategis di Hindia Belanda, yaitu: Yogyakarta (1879), Pontianak (1906), Bengkalis (1907),
Medan (1907), Banjarmasin (1907), Tanjungbalai (1908), Tanjungpura (1908), Bandung
(1909), Palembang (1909), Manado (1910), Malang (1916), Kutaraja (1918), Kediri (1923),
Pematang Siantar (1923), Madiun (1928).

Pada tahun 1940, ketika Jepang mulai berinvasi, Hindia Belanda sudah tidak lagi
memiliki kekuatan untuk berperang, sehingga membutuhkan bantuan dari negara sekutunya,
yaitu Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Bantuan dari negara sekutunya tersebut tidak
banyak yang diberikan dikarenakan Inggris sedang berperang melawan invasi Jerman di
Eropa, begitu juga dengan Australia dan Amerika Serikat. Kedatangan Jepang untuk
menyerang Hindia Belanda dikarenakan Jepang tidak memiliki sumber daya alam yang
memadai untuk perekonomiannya, sehingga Jepang menyerang negeri yang sumber daya
alamnya melimpah, seperti Hindia Belanda.

Hindia Belanda merupakan salah satu daerah yang menghasilkan sumur, ladang
minyak bumi dan juga menghasilkan bauksit yang merupakan bahan pembuat aluminium,
timah, dan karet. Bulan Februari tahun 1940, Jepang menuntut kepada Belanda agar
perdagangan bauksit di Hindia Belanda ditingkatkan dan juga memberikan minyak mentah
dan bauksit lebih banyak lagi. Beberapa permintaan tersebut dapat dikabulkan walaupun
tidak sebanyak yang diminta, sehingga terjadinya peperangan antara Jepang dan Hindia
Belanda. Pada tahun 1942, Jepang menerima surat dari Hindia Belanda yang berisi
pernyataan menyerah karena tidak mampu lagi melawan jepang. Tahun 1942 ini juga, pada
masa pemerintahan Militer Jepang, DJB dilikuidasi. Tugas DJB sebagai bank sirkulasi di
Indonesia digantikan oleh Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG).

Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Belanda berusaha


menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Kedatangan NICA dan sekutu bermula saat mereka mengetahui Jepang menyerah tanpa
syarat kepada sekutu, 15 Agustus 1945. Sebelum sekutu datang ke Indonesia, Belanda dan
Inggris menandatangani persetujuan bersama atau Civil Affairs Agreement yang berisi
mengatur pemindahan kekuasan di Indonesia dari British Mililtary Administration kepada
NICA pada tanggal 24 Agustus 1945. Pada masa ini, NICA mendirikan kembali DJB untuk
mencetak dan mengedarkan uang NICA. Hal ini bertujuan untuk mengacaukan ekonomi
Indonesia. Sesuai kewenangan yang tertulis dalam UUD 45 pasal 23 menjelaskan
“Berhubung dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur
peredaran uang kertas ditetapkan dengan Undang-undang” Pemerinta Republik Indonesia
membuat bank sirkulasi yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) pada tanggal 5 Juni 1946 sebagai
upaya menegakkan kedaulatan ekonomi. BNI menerbitkan uang dengan nama Oeang
Republik Indonesia (ORI).

Keberadaan BNI milik RI dan DJB milik NICA membuat munculnya peperangan
mata uang (currency war) dan terjadinya dualisme bank sirkulasi di Indonesia. Pada masa ini,
ORI dikenal sebagai “uang putih” dan uang DJB yang dikenal dengan sebutan “uang merah”.
Pada tahun 1949, berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan kesepakatan bahwa
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda. Kedudukan RIS
berada di bawah Kerajaan Belanda dan Republik Indonesia menjadi bagian dari RIS. KMB
juga menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat. Setelah Republik
Indonesia memutuskan untuk keluar dari RIS, pada masa peralihan menjadi NKRI, DJB tetap
menjadi bank sirkulasi dengan kepemilikan saham oleh Belanda.

Pada tahun 1951, munculnya desakan-desakan untuk mendirikan bank sentral sebagai
wujud kedaulatan ekonomi Republik Indonesia. Disitu, pemerintah memutuskan untuk
membuat panitia DJB dengan proses nasionalisasi dilakukan melalui pembelian saham DJB
mencapai 97% oleh pemerintah RI. Pada tanggal 1 Juli 1953 Pemerintah RI menerbitkan UU
No.11 tahun 1953 tentang pokok Bank Indonesia yang menggantikan DJB wet tahun 1922.
Sejak itu, Bank Indonesia resmi menjadi bank sentral Republik Indonesia. UU No.11 tahun
1953 ini juga merupakan ketentuan pertama yang mengatur Bank Indonesia (BI) sebagai
bank sentral. Tugasnya tidak hanya sebagai bank sirkulasi, melainkan juga sebagai bank
komersial melalui pembayaran kredit. Pada masa tersebut terdapat pula Dewan Moneter
(DM) untuk menetapkan kebijakan moneter. BI bertugas menyelenggarakan kebijakan
moneter yang telah ditetapkan oleh DM.
Pemerintah RI mengeluarkan undang-undang pada tahun 1968, yaitu UU No.13
Tahun 1968 tentang mengembalikan tugas BI sebagai bank sentral Republik Indonesia dan
menghentikan status BI sebagai BNI unit I. Di pasal ini juga mengatur bahwa BI tidak lagi
memiliki fungsi sebagai menyalurkan kredit komersial, tetapi berperan sebagai agen
pembangunan dan pemegang kas Negara. Melalui UU No.21 dan No.22 Tahun 1968
menjelaskan bahwa bank-bank yang tergabung dalam bank tunggal berubah kembali menjadi
bank pemerintah yang berdiri sendiri. BI mengeluarkan kebijakan deregulasi dengan nama
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 atau biasa disebut Pakto 88 atau Pakto 27. Paket ini
merupakan paket kebijakan ekonomi yang hanya dengan 10 miliar (pada tahun 1988)
siapapun dapat membangun atau mendirikan bank baru. Tujuannya untuk mendorong
tumbuhnya industri perbankan dengan mempermudah perizinan dalam pendirian bank baru.

Tahun 1999, pemerintah RI mengeluarkan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank


Indonesia yang ditetapkan sebagai bank sentral yang independen dan menetapkan tujuan
tunggal BI, yaitu menghapus tujuan sebagai agen pembangunan dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Dimulainya periode ini, BI menerapkan rezim kebijakan moneter dengan
inflation targeting framework (ITF) yang bertujuan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan dan diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari komitmen dan
akuntabilitas bank sentral. Pada tahun 2004, DPR mengesahkan UU No.3 Tahun 2004
tentang perubahan atas UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berisikan
tentang penyempurnaan pengaturan tugas dan wewenang, penegasan terhadap kedudukan
bank sentral yang independen, dan penataan fungsi pengawasan BI.

1.3 Peranan Bank Dalam Suatu Perekonomian


Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang memiliki kewenangan menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal ini berarti bank
merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan artinya segala aktivitas
perbankan selalu berhubungan dengan keuangan. Di zaman sekarang ini tidak asing lagi bagi
masyarakat mendengar kata bank yang dimana sebagai tempat transaksi uang berupa
tabungan, peminjaman, deposito, giro, dll. Namun pemahaman tentang bank itu sendiri
belumlah secara utuh diketahui oleh masyarakat tentang fungsi dan peranan bank
sebagaimana sebagai lembaga keuangan yang menyediakan berbagai jenis jasa keuangan di
era modern. Industri perbankan sering dianggap sebagai jantung di sektor perekonomian,
karena sebagaimana terlihat strategis peran perbankan dalam perekonomian selaku
intermediary institution dalam menghimpun dan menyalurkan dana bagi pembiayaan pada
kegiatan sektor perekonomian.

Usaha bank tidak hanya memutar uang untuk memperoleh keuntungan perusahaan,
tetapi undang-undang menghendaki agar taraf hidup rakyat dapat ditingkatkan. Yang dimana
hal ini merupakan salah satu tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita dan
tujuan negara yaitu agar terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh
karena itu, bank tidak boleh terlepas dalam kegiatan pembangunan perekonomian, karena
setiap kegiatan bank harus berhasil untuk kepentingan masyarakat.
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan yang ada di setiap negara di
samping pasar modal, dana pensiun, asuransi, dan lainnya. Pengertian perbankan sendiri yaitu
segala sesuatu yang menyangkut tentang aktivitas bank mencangkup kelembagaan, kegiatan
usaha serta cara dan proses bagaimana melaksanakan kegiatan usaha secara keseluruhan. Saat
ini perbankan di Indonesia memiliki pengaruh yang paling besar dalam mendukung stabilitas
sistem keuangan. Kegiatan perbankan yang pertama yaitu menghimpun dana dari masyarakat
luas yang dikenal dengan istilah kegiatan funding. Bank yang menjadi pusat lembaga
keuangan karena menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan usaha
milik negara, serta lembaga-lembaga pemerintahan. Yang dimana digunakan untuk
menyimpan modal atau dana yang dimiliki. Melalui perkreditan dan berbagai jasa yang
diberikan, bank melayani segala kebutuhan yang berkaitan dengan segala pembiayaan serta
melancarkan sistem pembayaran di sektor perekonomian

(Simatupang, 2019) mengingat pelajaran berharga yang pernah dialami negara


Indonesia ketika terjadi krisis keuangan yang dimana biaya krisis sangat signifikan sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik
terhadap sistem keuangan. Sistem keuangan yang tidak stabil mengakibatkan berbagai
gejolak yang dapat mengganggu roda perputaran perekonomian. Diupayakan untuk
menghindari resiko terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan terutama
untuk menghindari kerugian yang besar, sehingga nantinya dapat memastikan bahwa sistem
kelembagaan perbankan di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan efisien. Secara garis
besar peranan perbankan dalam kegiatan sektor perekonomian dalam buku Malcolm Gillis
ada 4, yaitu:

1. Menjalankan fungsi transmisi, maksud dari pengertian lembaga transmisi yaitu


sebagai lembaga yang mempunyai kemampuan dalam mengontrol lalu lintas uang
yang beredar yang dimana merupakan peranan yang sangat penting dalam mengatur
kebijakan moneter.
2. Menghimpun dan menyalurkan dana yang dimana artinya lembaga keuangan yang
memiliki peranan sebagai mobilitas seseorang atau lembaga yang (surplus unit) dana
atau kelebihan dana yang disimpan di bank dalam bentuk tabungan, deposito atau
yang lainnya sehingga nantinya dapat bank dapat menyalurkan dana tersebut kepada
lembaga yang (defisit unit). Melalui fungsi ini perbankan dapat mengalokasikan dana
secara efektif baik pada surplus atau defisit unit sehingga nantinya melalui fungsi ini
perbankan diharapkan mampu memajukan kegiatan sektor perekonomian.
3. Mentransformasikan dan mendistribusikan resiko baik secara langsung maupun tidak
langsung yang akan terjadi di dalam suatu perekonomian, yang artinya semua
kegiatan perekonomian mengandung resiko hanya saja ada beberapa atau salah satu
kegiatan ekonomi yang lebih tinggi resikonya daripada kegiatan perekonomian yang
lain. Maka dari itu diharapkan kepada masyarakat atau lembaga terkait untuk selalu
siap dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang ada untuk meminimalisir resiko
yang akan terjadi.
4. Sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi untuk menstabilkan perekonomian,
yang artinya setiap perjalanan perekonomian di berbagai negara ditandai dengan
gejolak yang berbeda-beda (business cycle), seperti menguat-lemahnya atau naik-
turunnya output, kesempatan kerja, nilai tukar, dan harga barang. Gejolak tersebut
terjadi karena menurunnya jumlah mata uang yang beredar yang dimana diakibatkan
oleh refleksi dan terjadinya ketidakseimbangan di dalam perekonomian makro.
Sebagai institusi yang mempunyai fungsi menstabilkan perekonomian perbankan,
maka perbankan bisa berperan untuk menciptakan stabilitas dan menjaga
keseimbangan kondisi perekonomian makro.

Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa memerlukan pengaturan dari pengolahan


sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu yang dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lembaga perekonomian bekerja sama untuk
bergerak dalam mengelola semua potensi ekonomi agar berhasil dan berdaya guna secara
optimal. Peranan ini dapat diwujudkan pada fungsi utamanya yaitu sebagai lembaga
intermediasi atau lembaga institusi perantara antara debitor dan kreditor, sehingga pelaku
ekonomi yang memerlukan dana untuk menunjang kegiatannya agar terpenuhi yang
kemudian menjadi roda perekonomian bergerak

Di samping peran perbankan dalam sistem keuangan peran bank juga dapat dilihat dari
harapan masyarakat akan kehadiran bank. Ada tiga peranan penting yang dapat dijalankan
oleh perbankan yaitu :

1. Lembaga kepercayaan (agent of trust)


Dasar utama yang dimiliki perbankan yaitu kepercayaan, setiap orang harus
memiliki modal kepercayaan begitu juga dengan lembaga perbankan kepercayaan
baik dalam menghimpun dana maupun menyalurkan dana tersebut kepada
masyarakat. Masyarakat yang menitipkan uangnya (menabung) di bank dilandasi atas
dasar kepercayaan yang dimana masyarakat percaya bahwa bank tidak akan
menyalahgunakan dana atau uang masyarakat tidak disalahgunakan oleh bank,
dimana uang masyarakat dikelola dengan sebaik-baiknya. Dana yang bersumber dari
masyarakat tersebut dapat disalurkan kepada debitur atau masyarakat yang defisit
unit, namun bank tidak dapat memberikan dana tersebut secara cuma-cuma, tetapi
debitur harus memiliki modal kepercayaan atau juga jaminan yang diberikan kepada
pihak bank. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjaman
yang diberikan bank dan mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman
beserta kewajiban saat jatuh tempo.

2. Agen Pembangunan (Agent of Development)


Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak
dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi
baik kegiatan penghimpunan maupun penyaluran dana yang dimana sangat diperlukan
dalam kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan yang berkaitan dengan bank
akan memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan investasi, kegiatan
distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa yang dimana menjadi inti kegiatan
pembangunan perekonomian suatu masyarakat. Peran agen pembangunan seperti
menyalurkan kredit kepada petani untuk ketahanan pangan negara, menyalurkan
kredit ke sektor industri strategis seperti pembangunan infrastruktur kelistrikan, jalan,
bandara dan menyalurkan dan untuk mendukung usaha rakyat kecil.

3. Pemberi layanan (agent of services)


Selain melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bank juga
menawarkan jasa kepada masyarakat seperti berupa jasa pengiriman uang, penitipan
barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan pinjaman.

Menurut Chase, dkk (2006) peranan bank dalam perekonomian adalah pertama yaitu
peranan bank untuk memenuhi kebutuhan perekonomian dalam negeri, yaitu semua kegiatan
menyangkut soal keuangan antara lain:

● Administrasi Keuangan

● Penggunaan Keuangan

● Penampungan Keuangan

● Penyaluran Keuangan

● Perdagangan dan Perkreditan

● Pengawasan Keuangan

Menurut Sunarsip (2003) di negara berkembang khususnya negara Indonesia


keberadaan industri perbankan semakin penting karena mengingat merupakan tipikal negara
berkembang yaitu adanya saving-investment gap yang tidak bisa ditutupi oleh budget
pemerintah, sehingga keterlibatan perbankan dalam mengumpulkan dan menyalurkan
kembali dana pembangunan yang nantinya akan sangat membantu dalam meningkatkan
proses pembangunan perekonomian. Tidak heran jika peranan perbankan dalam
perekonomian di negara berkembang lebih mendominasi dibandingkan di negara maju.

1. Peranan UKM
Tidak hanya peranan dari sisi perbankan saja namun ada juga peranan UKM.
Peran UMK selama ini telah diakui berbagai pihak cukup besar dalam menjalankan
perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia
antara lain, jumlahnya yang besar dan terdapat setiap sektor ekonomi, menyerap
banyak tenaga kerja yang akan bergerak mengelola perekonomian dan investasi yang
nantinya akan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja, memanfaatkan bahan
baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
dengan harga yang terjangkau.
2. Peranan terhadap UMK
Penjelasan sebelumnya merupakan peranan UKM dalam membantu
meningkatkan perekonomian, tidak hanya UKM yang berperan tetapi perbankan
memiliki peranan terhadap UKM untuk menstabilkan nilai perekonomian.UKM
adalah usaha mikro dan usaha makro. Di negara Indonesia UKM mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional, terutama dalam kontribusinya terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB), sehingga lembaga perbankan membantu mendorong UMK
dalam menyalurkan dana atau modal berupa kredit atau pinjaman, sehingga nantinya
masyarakat kecil atau miskin yang kurang mampu mempunyai kesempatan untuk
dapat mengembangkan usaha perekonomiannya.
Menurut Ayunita (2013) Bank mempunyai peranan dalam UKM antara lain, yaitu :
● Menciptakan stabilitas makro ekonomi (inflasi, nilai tukar, suku bunga).

● Membantu mendorong perekonomian masyarakat kecil atau miskin untuk


dapat mengembangkan usaha.
● Sebagai sistem informasi debitur (SID).
3. Peranan Sosial
Menurut Ayunita (2013) UKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu
mengurangi ketimpangan dalam pendapatan, terutama di negara-negara berkembang
seperti negara Indonesia. Peranan usaha kecil tidak hanya menyediakan barang dan
jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah maupun berdaya beli tinggi. Tidak
hanya itu usaha kecil mampu menyediakan bahan baku atau jasa yang digunakan bagi
usaha menengah dan besar termasuk pemerintah lokal. Tidak hanya lembaga
perbankan yang memiliki tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tetapi juga
UMK memiliki tujuan sosial yaitu mencapai tingkat kesejahteraan minimum yaitu
menjamin kebutuhan dasar yang diperlukan.

1.4 Sistem Dasar Keuangan


Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang
banyak dan beragam menimbulkan sikap saling ketergantungan antar umat manusia, sehingga
mendorong adanya spesialisasi dan pembagian hasil kerja yang kemudian mendorong
masyarakat untuk barter atau saling menukar hasil produksi satu dengan lainnya. Zaman
dahulu manusia tidak mengenal uang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka
melakukan sistem barter. Namun seiring berkembangnya zaman seseorang mulai mengenal
uang dan mengubah sistem nilai tukar barang dan jasa dengan menggunakan uang. Uang
adalah kebutuhan masyarakat yang paling utama. Dengan uang kita bisa membeli
segala macam keperluan atau kebutuhan sehari–hari seperti sandang, pangan, papan, dan
keperluan lain yang merupakan bagian dengan uang kita bisa bepergian kemana-mana,
dengan uang kita bisa menikmati makanan yang enak, dengan uang kita bisa
mengunjungi negara lain, artinya uang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia di dunia ini. Namun ada pengertian lainnya tentang uang, secara umum
pengertian uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat tukar menukar
atau pembayaran dalam suatu wilayah atau negara tertentu untuk memenuhi keinginan dan
sesuatu yang kita inginkan.

A. Fungsi Uang (Sari, 2016)


1. Uang sebagai alat tukar-menukar, sebagai alat tukar-menukar yang dimana uang
digunakan sebagai media untuk menukar suatu kebutuhan atau keperluan baik berupa
barang maupun jasa yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian uang sebagai harga
dari barang dan jasa ,dapat digunakan sebagai harga dari pihak produsen dan
konsumen, oleh karena itu uang yang berfungsi sebagai alat tukar-menukar adalah
untuk mempermudah kehidupan manusia
2. Uang sebagai kesatuan hitung, adalah sebagai satuan hitung atau unit of account.
Yang dimaksudkan sebagai satuan hitung adalah uang sebagai alat yang digunakan
untuk menunjukkan nilai barang dan jasa yang diperjualbelikan di pasar. Segala
perhitungan dalam bidang ekonomi akan kesulitan bilamana tidak ada satu alat yang
bisa mengukur suatu nilai atau tidak ada alat yang bisa menyatakan perhitungan nilai
dari barang tersebut.
3. Uang sebagai alat penimbun kekayaan masyarakat, yang mempunyai uang bisa
menggunakan uang tersebut untuk dibelanjakan dan juga memenuhi kebutuhan. Uang
bisa juga disimpan dan ditabung untuk keperluan yang lain di kemudian hari.
4. Uang sebagai standar pembayaran berjangka atau standar pencicilan utang. Uang
digunakan untuk melakukan pembayaran jangka panjang atau pendek yang erat
kaitannya dengan utang. Dengan adanya uang yang digunakan untuk melakukan
pembayaran secara cepat dan tepat sehingga nantinya akan membantu dapat
membangun usaha masyarakat.
B. Jenis - Jenis Uang
Dari perkembangan zaman penggunaan uang pada masa lalu dan sekarang cukup
signifikan kita akan melihat beberapa macam atau jenis uang yang beredar di
masyarakat yaitu :
1. Uang barang (Commodity Money )
Uang barang merupakan uang yang berupa alat tukar yang memiliki nilai
untuk diperjualbelikan jika barang tersebut digunakan bukan sebagai uang ,namun
tidak semua barang bisa menjadi uang ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar
suatu barang dapat dijadikan uang
a. Kelangkaan (scarcity), yaitu persediaan barang itu harus langka atau terbatas
b. Barang itu harus tahan lama
c. Bernilai tinggi, sehingga tidak memerlukan jumlah yang banyak untuk
melakukan transaksi, namun uang barang banyak memiliki kelemahan
diantaranya, uang barang tidak memiliki pecahan, sulit dibawa dan sulit untuk
disimpan. Sehingga pilihan uang jatuh pada logam-logam seperti emas dan
perak karena memiliki kualitas yang tinggi serta dapat diterima oleh
masyarakat.
2. Uang Kertas (Token Money)
Ketika uang logam masih digunakan sebagai uang resmi dunia, sehingga ada
beberapa pihak yang melihat adanya peluang untuk meraih keuntungan, yaitu seperti
pihak-pihak bank yang dimana jika seseorang meminjam emas dan uang, maka bank
mengeluarkan surat kertas (uang kertas). Alasan mengapa orang lebih banyak
menggunakan uang kertas yang karena ongkos atau biaya yang dikeluarkan lebih
murah dari pada uang logam, hanya itu saja uang kertas juga mudah dibawa kemana-
mana, dan jika kebutuhan suatu negara bertambah maka kebutuhan tersebut dapat
dipenuhi dengan keberadaan uang kertas yang mudah diperoleh. Tidak hanya
kelebihan tetapi juga kekurangan uang kertas yaitu mudah rusak dan robek.
3. Uang Giral (Deposit Money) dan Near Money
Dalam perkembangan perekonomian yang dimana terdapat beberapa
kelemahan dan kelebihan uang kertas maka timbullah gagasan dari masyarakat yaitu
menggunakan uang giral seperti (giro, rekening koran, ataupun cek). Karena
penggunaan cek sangat efektif digunakan untuk seseorang yang ingin memberikan
uang kepada seseorang dengan jumlah yang cukup besar dan mempermudah transaksi
sehingga nantinya dapat menukarkan uang tersebut dengan uang kartal di bank.
Adapun pengertian uang giral yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank komersial
melalui cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral dapat diambil setiap saat
untuk melakukan pembayaran oleh nasabah bank. Kelebihan uang giral adalah jika
hilang dapat dilacak kembali, mudah dan cepat untuk dipindah tangankan, dan tidak
diperlukan uang kembali karena telah ditulis sesuai nilai dalam cek. Penggunaan uang
giral semakin berkembang tergantung pola pikir masyarakat untuk memajukan
perekonomian suatu negara,sehingga nantinya kepercayaan masyarakat kepada bank
semakin besar memerlukan uang giral. Adapan uang giral yang dimaksud yaitu
Demand Deposit Money yaitu uang yang berada di bank dan bisa sewaktu-waktu
diambil oleh nasabah, selain cek ada juga giro bilyet yaitu perintah nasabah kepada
bank untuk memindahkan sejumlah uang. Near Money atau time deposit adalah
sesuatu yang dalam waktu dekat akan menjadi uang terdiri dari deposito berjangka
dan obligasi yang hampir jatuh tempo. Dalam perhitungan jumlah uang yang beredar
lebih condong untuk memasukan Near Money dalam perhitungan, namun berdasarkan
standar moneter terdapat pertentangan oleh para ahli menggunakan uang kartal dan
uang giral sebagai jumlah uang yang beredar.

Sistem Keuangan merupakan kumpulan institusi, pasar, ketentuan


perundangan serta teknik yang dimana surat-surat berharga diperdagangkan, tingkat
bunga ditetapkan dan jasa-jasa keuangan dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh
bagian dunia (Peter S. Rose, 2003). Sistem Keuangan merupakan aturan dalam
perekonomian suatu Negara yang memiliki peran utama dalam menyediakan fasilitas
dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan pendukung lainnya misalnya,
pasar modal dan pasar uang.
Menurut (Siamat, 2005) sistem keuangan terdiri dari otoritas keuangan
(financial authorities), sistem perbankan (depository financial institution) dan sistem
lembaga keuangan bukan bank (non depository financial institution)

1. Otoritas Jasa Keuangan ((Financial authorities)


Otoritas Jasa Keuangan menurut Undang-undang No 3 Tahun 2004
merupakan lembaga independen yang berfungsi sebagai salah satu otoritas keuangan
yang akan melaksanakan fungsi pengaturan, pengawasan, dan pembinaan Lembaga-
Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) selain sektor perbankan, sehingga Bank
Indonesia serta Departemen Keuangan tidak lagi memiliki otoritas di bidang
perbankan dan LKBB. Disamping itu, untuk menjaga stabilitas moneter diperlukan
adanya kerangka kerja yang disepakati oleh semua otoritas keuangan (Departemen
Keuangan/Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga
Penjamin Simpanan) koordinasi tersebut diperlukan untuk menghindari timbulnya
duplikasi atau konflik dalam pelaksanaan fungsi masing-masing lembaga. Otoritas
keuangan yang nantinya akan memiliki peran dalam pengaturan dan pengawasan
bidang keuangan dan perbankan terdiri dari :

● Perbankan

● Pemerintah (Departemen Keuangan)


● Otoritas Jasa Keuangan

● Lembaga Penjamin Simpanan

● Pegadaian

Masing-masing industri keuangan terdiri dari lembaga-lembaga jasa keuangan.


Selanjutnya agar seluruh lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan pada
industri jasa keuangan tersebut dapat menjalankan kegiatannya sesuai peraturan yang
ditetapkan, maka perlu ada satu lembaga yang mengatur dan mengawasi kegiatan di
industri jasa keuangan serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Di
Indonesia lembaga itu adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK dibentuk
berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
(UU OJK).

● Tujuan dibentuknya OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang


Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) disebutkan bahwa pembentukan OJK
dilakukan dengan tujuan agar:
1) Keseluruhan kegiatan dalam sistem jasa keuangan terselenggara secara
teratur, adil, transparan, dan akuntabel
2) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

● Fungsi dan Tugas OJK (Otoritas Jasa Keuangan)

Fungsi OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan


pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa
keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap :
1) Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
2) Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
3) Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya, atau disebut Industri
Keuangan Non Bank (IKNB).
Dalam menjalankan tugas pengaturan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
memiliki wewenang untuk menetapkan:

1) Peraturan pelaksanaan UU OJK


2) Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
3) Peraturan mengenai pengawasan
4) Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis.

Dalam menjalankan tugas pengawasan, OJK memiliki wewenang untuk:

1) Melakukan pengawasan dan perlindungan konsumen sektor perbankan,


pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB)
2) Memberikan dan atau mencabut izin usaha, pengesahan, persetujuan
atau penetapan pembubaran
3) Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan
menunjuk pengelola statuter
4) Menetapkan sanksi administratif.

Sedangkan untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK memiliki


kewenangan untuk melakukan:

1) Edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian


konsumen dan masyarakat
2) Pelayanan pengaduan konsumen
3) Pembelaan hukum untuk kepentingan perlindungan konsumen dan
masyarakat.
2. Sistem Perbankan (depository financial institution)
Sistem Perbankan Indonesia merupakan suatu aturan, tata cara dan pola
bagaimana suatu sektor perbankan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan
dan ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah. Bank-bank yang beroperasi di
Indonesia saat ini pada dasarnya dikelompokkan kedalam Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), sedangkan Bank Indonesia berfungsi sebagai Bank Sentral
(Siamat, 2005).

3. Sistem Lembaga Keuangan Bukan Bank (non depository financial institution)


Lembaga Keuangan Bukan Bank (non depository financial institution) yaitu
lembaga keuangan yang kegiatan usahanya tidak menghimpun dana dari masyarakat
secara langsung dalam bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank terdiri dari:

⮚ Perusahaan asuransi

⮚ Perusahaan pembiayaan

⮚ Perusahaan modal ventura

⮚ Dana pensiun

⮚ Perusahaan efek

⮚ Reksa dana perseroan

⮚ Perusahaan investasi

⮚ Pegadaian

Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia
diberikan tugas dan wewenang pengelolaan uang rupiah mulai dari tahapan perencanaan,
pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, sampai dengan
pemusnahan. Pengelolaan uang rupiah perlu dilakukan dengan baik dalam mendukung
pemeliharaan stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem
pembayaran. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik perusahaan maupun perorangan
membutuhkan uang. Oleh karena itu Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam bentuk nominal yang cukup, jenis pecahan
yang sesuai, tepat waktu dalam kondisi yang layak edar (clean money policy).

Berdasarkan pasal 11 UU No. 7 Tahun 2011 tentang mata uang, pengelolaan mata
uang terdiri dari:

1. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan Uang Rupiah dilakukan suatu rangkaian
kegiatan untuk menetapkan besarnya jumlah dan jenis pecahan berdasarkan perkiraan
kebutuhan rupiah dalam periode tertentu. Terdapat dua faktor utama yang
dipertimbangkan oleh Bank Indonesia dalam melakukan perencanaan pencetakan
uang rupiah yaitu, sebagai berikut:
 Tambahan uang kartal yang diedarkan. Dalam menentukan tambahan uang
kartal yang diedarkan, proyeksi dilakukan dengan memperhatikan asumsi
besaran ekonomi makro yang meliputi inflasi, suku bunga, produk domestik
bruto dan nilai tukar. Terkait dengan asumsi besaran ekonomi makro harus
dikoordinasikan dengan pemerintah. Perkiraan tambahan uang kartal yang
diedarkan juga perlu mempertimbangkan data historis outflow (uang yang
keluar dari BI), inflow (uang yang masuk kembali ke BI), dan karakteristik
perekonomian secara spasial.
 Penggantian uang yang dimusnahkan karena tidak layak edar. Pemusnahan
uang ini dilakukan oleh BI sebagian berasal dari setoran bank (inflow) yang
diklasifikasikan sebagai uang tidak layak edar. Selanjutnya jumlah uang tidak
layak edar yang dimusnahkan tersebut harus diganti dengan yang baru (clean
money policy)

Selanjutnya kegiatan perencanaan uang rupiah emisi baru. Dilakukan


perencanaan desain uang baru yang meliputi ukuran uang, gambar mata uang, dan
unsur pengaman yang akan ditanamkan pada uang baru (ciri-ciri khusus uang), serta
bahan uang yang digunakan. Faktor yang dipertimbangkan BI dalam menerbitkan
uang emisi baru, yaitu:

 Tingkat pemalsuan uang


 Nilai intrinsik uang
 Masa edar uang
 Kebutuhan masyarakat akan pecahan baru
2. Pencetakan
Pencetakan uang rupiah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh Bank Indonesia berdasarkan rencana cetak dalam periode tertentu. Rencana
tersebut mencakup rencana jumlah nominal dan jumlah lembar uang rupiah kertas,
serta rencana jumlah nominal dan keping uang rupiah logam. Sesuai amanat UU mata
uang, pencetakan uang rupiah dilaksanakan di dalam negeri dengan menunjuk Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah. Saat ini
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) merupakan
satu-satunya BUMN yang bergerak dalam bidang percetakan uang rupiah. Namun,
ketika Perum Peruri tidak sanggup memenuhi permintaan BI, maka pencetakan uang
rupiah dilaksanakan oleh Perum Peruri yang bekerja sama dengan lembaga lain yang
ditunjuk melalui proses transparan, akuntabel, serta menguntungkan negara. Dalam
pelaksanaan pencetakan uang kertas rupiah, Perum Peruri menerapkan standar
operasional prosedur yang berpengalaman tinggi untuk menjamin mutu serta
keamanan dan kerahasiaan proses cetak uang. Selain itu, kewajiban BI dalam proses
pencetakan uang yaitu menyediakan bahan uang sebesar pesanan cetak ditambah
dengan tingkat salah cetak (inschiet). Oleh karenanya dalam proses pencetakan BI
berkoordinasi secara intens dengan Perum Peruri untuk menjamin kelancaran proses
cetak, sehingga keseluruhan pesanan cetak dapat diselesaikan Perum Peruri secara
tepat waktu.
3. Pengeluaran
Bank Indonesia memiliki wewenang dalam mengeluarkan uang rupiah dalam
bentuk emisi baru uang rupiah desain baru dan uang rupiah khusus (commemorative
currency). Pengeluaran uang rupiah baru diatur dalam peraturan Bank Indonesia yang
ditempatkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia, serta diumumkan melalui
media massa sehingga masyarakat diseluruh wilayah NKRI dapat mengetahui adanya
pengeluaran uang baru oleh Bank Indonesia. Konsekuensi dari penerbitan uang ini
adalah masyarakat dilarang menolak apabila dibayar dengan uang yang telah
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
4. Pengedaran
Kegiatan pengedaran uang rupiah mencakup distribusi uang rupiah dan
layanan kas. Kegiatan distribusi uang rupiah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
kas diseluruh wilayah kerja Bank Indonesia baik dalam pengiriman uang (remise) dari
KPBI keKPwBImaupunpengembalianuang (retur) dari KpwBI ke KPBI. Sementara
untuk layanan kas bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui
penarikan dan penyetoran perbankan, termasuk kas titipan, serta penukaran uang
rusak / cacat / lusuh / kepada masyarakat melalui kas keliling dan kerjasama dengan
perbankan atau instansi lain. Mekanisme distribusi uang rupiah dilakukan dari Kantor
Pusat Bank Indonesia kepada kantor-kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwDN)
yang berfungsi sebagai Kantor Depo Kas (KDK) dan untuk selanjutnya oleh KDK
didistribusikan lagi kepada KPwDN lainnya.
5. Pencabutan / Penarikan
Pencabutan dan penarikan uang dilakukan dengan berbagai pertimbangan,
diantaranya masa edar suatu pecahan sudah terlalu lama dan adanya perkembangan
teknologi unsur pengaman (security features) pada uang. Disamping itu juga
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisir peredaran uang palsu serta
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan yang ada. Esensi dari pencabutan dan
penarikan uang dari peredaran adalah pengumuman Bank Indonesia yang menyatakan
bahwa uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran sudah tidak lagi berfungsi sebagai
alat pembayaran yang sah, sehingga masyarakat dapat menolak apabila dibayar
dengan uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran tersebut.
6. Pemusnahan
Bank Indonesia berkomitmen untuk menyediakan uang layak edar bagi
masyarakat ,yaitu uang rupiah yang memenuhi persyaratan untuk diedarkan
berdasarkan standar kualitas yang ditetapkan oleh BI. Sebagai wujud dari komitmen
tersebut, salah satu langkah yang dilakukan BI secara rutin yaitu dengan kegiatan
pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan oleh Bank Indonesia merupakan uang
yang tidak layak edar baik berupa uang lusuh, uang cacat, uang rusak maupun uang
rupiah yang masih layak edar yang dengan pertimbangan tertentu tidak lagi
mempunyai manfaat ekonomis atau kurang diminati oleh masyarakat serta uang yang
telah dicabut / ditarik dari peredaran. Sesuai dengan UU mata uang, pelaksanaan
pemusnahan uang rupiah oleh BI harus berkoordinasi dengan pemerintah, yaitu
dengan diwujudkan dalam bentuk nota kesepakatan antara BI dan pemerintah yang
berisi teknis pelaksanaan pemusnahan uang rupiah.

Menurut website (Peruri, 2020), Peruri merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang didirikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1971, peruri
merupakan hasil peleburan (merger) antara Perusahaan Negara (PN) Arta Yasa dengan PN
Pertjetakan Kebajoran. Pemerintah telah mengubah Peraturan Pemerintah (PP) yang
mengatur mengenai Peruri. Peraturan ini pun mengalami beberapa kali perubahan hingga
yang paling terakhir ialah PP 06 Tahun 2019. Dimana didalamnya dikatakan bahwa kegiatan
Peruri meliputi :

1) Mencetak Mata Uang Rupiah guna memenuhi kebutuhan sesuai permintaan


Bank Indonesia
2) Membuat dokumen negara yang memiliki fitur sekuriti berupa Dokumen
Keimigrasian dan Benda Meterai guna memenuhi kebutuhan sesuai
permintaan instansi yang berwenang
3) Membuat dokumen lain untuk negara yang memiliki fitur sekuriti berupa Pita
Cukai dan Dokumen Pertanahan
4) Membuat dokumen lainnya untuk negara yang memiliki fitur sekuriti dan
barang cetakan logam non uang
5) Mencetak mata uang dan membuat dokumen negara lain yang memiliki fitur
sekuriti atas permintaan negara yang bersangkutan, sepanjang telah
terpenuhinya pencetakan Mata Uang Rupiah
6) Menyediakan jasa yang mempunyai fitur sekuriti yang berkaitan dengan
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perusahaan
7) Fabrikasi kertas uang, kertas sekuriti, dan tinta sekuriti
8) Jasa digital sekuriti.

1.5 Sistem Perbankan Indonesia


Sistem Perbankan Indonesia merupakan suatu aturan, tata cara dan pola bagaimana
suatu sektor perbankan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan dan ketentuan
yang telah dibuat oleh pemerintah. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Sistem Perbankan di Indonesia dibangun dengan konsep berdasarkan pada
sistem perekonomian yang terdapat di Indonesia dan menetapkan sistem perekonomiannya
sebagai sistem ekonomi yang demokrasi sesuai dengan landasan Negara yaitu Pancasila.

a. Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor
13 Tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur
pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas
mata uang, mengajukan percetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain
sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di
Indonesia seperti, Bank Indonesia.
b. Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan
produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing atau valas, menjual jasa
asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga,dan lain sebagainya.
Contoh dari bank umum yaitu seperti BRI, Bank Mandiri, BCA, dan lain sebagainya.
Menurut ketentuan Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992, usaha bank umum meliputi :
i. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
ii. Memberikan kredit.
iii. Memberikan surat pengakuan hutang
iv. Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya
v. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah.

Selain melakukan aktivitas usaha seperti di atas, bank Umum dapat pula
melakukan kegiatan-kegiatan berikut :

i. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang


ditetapkan oleh Bank Indonesia
ii. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, seperti sewa usaha, modal ventura, perusahaan efek asuransi
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
iii. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
iv. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku.
c. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. BPR
tidak diperkenankan menerima simpanan dalam bentuk giro dan memberikan jasa-
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Contoh dari BPR ini adalah Bank Desa, Lumbung
Desa, Bank Pasar, bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Lumbung Pitih Nagari
(LPN) serta Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
Menurut ketentuan pasal 13 UU Nomor 7 tahun 1992 tentang usaha
perbankan, usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :
i. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
ii. Memberikan kredit
iii. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
iv. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.

Jenis-jenis Bank di Indonesia Berdasarkan Operasionalnya yaitu, sebagai berikut :

a. Bank Konvensional
Menurut Triandaru dan Budisantoso (2006: 153) Bank Konvensional yaitu
bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka
penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau
sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.
Bank konvensional adalah salah satu jenis bank yang akan memberikan
penyaluran keuangannya secara umum berdasarkan sistem yang sudah diatur oleh
dunia perbankan. Pada bank konvensional, kegiatan operasionalnya akan dilakukan
dengan mengumpulkan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau utang.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-
produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan, deposito,
simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan
kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka
pendek, dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter
of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali
amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Dalam beberapa kegiatan, produk yang dikeluarkan oleh bank konvensional
ini adalah dengan menetapkan suku bunga berdasarkan suku bunga yang sudah
dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bank konvensional juga adalah jenis bank yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Contoh dari bank konvensional
ini misalnya Bank Mandiri,, BRI, BNI, BTN dan sebagainya.
b. Bank Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Bank Syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun
dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda
dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada
kesepakatan antara bank dan dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis
simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi
hasil yang akan diterima penyimpan. Contoh dari bank syariah ini adalah Mandiri
Syariah, Bank Syariah Indonesia (BSI), BRI Syariah dan sebagainya.
1.6 Daftar Pustaka

Ayunita, Putri Rahma. (2013). Pengaruh Total Quality Management, Terhadap Kinerja
Manajerial Dengan Sistem Pengukuran Kinerja Sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Semarang). Other thesis, Prodi Akuntansi
UNIKA Soegijapranata.
Bi.go.id. (2020). Sejarah BI. Diakses pada 24 Agustus 2022, dari
https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/sejarah-bi/default.aspx
Bi.go.id. (2020). Pengelolaan Uang Rupiah. Diakses pada 30 Agustus 2022, dari
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/pengelolaan-rupiah/
default.aspx
Budisantoso, T dan Triandaru, S. 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat:
Jakarta.
Chase, R. B., Jacobs, F. R., dan Aquilano, N. J. 2006. Operations Management For
competitive advantage, 9th ed. New York : McGraw-Hill
DPR. (1968). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. DPR-RI.
Jakarta.
DPR. (1992). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. DPR-RI. Jakarta.
DPR. (1998). Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. DPR-RI. Jakarta.
DPR. (2004). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Penyususnan Rencana Kerja
Dan Anggaran Kementerian Negara. DPR-RI. Jakarta
DPR. (2008). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Prinsip Syariah. DPR-RI.
Jakarta.
DPR. (2011). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
DPR-RI. Jakarta.
Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Mengenal Otoritas Jasa Keuangan dan Industri Jasa
Keuangan Tingkat SMP. Jakarta.
Peruri.co.id (2020). Sejarah Peruri. Diakses pada 31 Agustus 2022, dari
https://www.peruri.co.id/tentang-kami/sejarah-singkat
Rose, Peter S. (2003). Money and Capital Markets. New York: Mc Graw-Hill.
Sari, Septi Wulan. 2016. Perkembangan dan Pemikiran Uang dari Masa ke Masa. An-Nisbah.
Vol. 03, No. 01. https://media.neliti.com/media/publications/63979-ID-
perkembangan-dan-pemikiran-uang-dari-mas.pdf [30 Agustus 2022]

Siamat. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan. Fakultas Ekonomi : Universitas Indonesia.


Jakarta.
Sunarsip, “Analisa atas Deregulasi, Krisis, dan Restrukturisasi Perbankan di Indonesia:
Pendekatan Teori Polizatto dan William E. Alexander”, Jurnal Keuangan Publik, Vol.
1/No. 1, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Departemen Keuangan RI,
September 2003.
Sumartik & Misti Hariasih, Manajemen Perbankan, Jawa Timur : UMSIDA Press, 2018.

Simatupang, Bachtiar. 2019. Peranan Perbankan Dalam Meningkatkan Perekonomian


Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Multiparadigma (JRAM) Vol.6, No.2, Desember
2019: 1-11.https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/JRAM/article/viewFile/2184/1510 [24
Agustus 2022].

Anda mungkin juga menyukai