Anda di halaman 1dari 5

Ujian Tengah Semester

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya


Universitas Indonesia
Mata Kuliah : Sejarah Pertambangan Nama : Bulan Churniati
Pengajar : Agus Setiawan, Ph.D NPM : 2206148123

1. Jelaskan perkembangan kegiatan penambangan di Indonesia pada masa awal sejarah!


Pertambangan pada masa Sejarah awal di Indonesia, sudah dimulai bahkan sejak awal
abad pertama Masehi. Walaupun kemudian akan berkembang lebih luas pada abad ke 7,
khususnya di wilayah Sumatera dan Jawa dan semakin luas di abad ke-18 sejak datangnya
Belanda (VOC). Pada tahun 1867, insinyur tambang Belanda bernama R.D.M. Verbeek mulai
melakukan penyelidikan di berbagai daerah di seluruh Wilayah Nusantara. Adanya Jawatan
Pertambangan (Dienst van het Mijnwezen) membuktikan hal tersebut. Pada masanya, jawatan
pertambangan memiliki tugas melakukan eksplorasi geologi pertambangan di beberapa
daerah untuk kepentingan pemerintah Hindia Belanda.
Baskoro (2010) dalam Svarnadvipa – Yavadvipa : Antar Nusa Satu Bangsa
menjelaskan mengenai penyebarannya, bisa terlihat dari 2 peta dunia yang dibuat oleh
Geografer Romawi pada masa awal penanggalan Masehi, yaitu Orbis Habitabilis (De
Chrorographia) karya Pomponius Mela pada sekitar tahun 50 M dan Geographike
Hyphegesis karya Claudius Ptolomeus pada tahun 150 M yang menyebut Sumatera sebagai
pulau emas. Cerita Ramayana yang diperkirakan telah ada jauh sebelum Masehi pun juga
dapat dikatakan menggambarkan karena menyebut Swarnabhumi/Swarnadwipa dan
Yawadwipa, di kepulauan nusantara. Menurut berbagai ahli berdasarkan Ramayana, Kanda
Kishkindha, sarga 40, bait 30-31, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa,
sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra. Lebih jelasnya yakni
sebagai berikut:
“Yatnavanto yava dvīpam sapta rājya upaśobhitam suvarṇa rūpyakam dvīpam
suvarṇa ākara maṇḍitam yava dvīpam atikramya śiśiro nāma parvataḥ divam spṛśati
śṛngeṇa deva dānava sevitaḥ”
Artinya: Jelajahi Yawa-dwipa dengan tujuh kerajaan yang makmur. Berkat
Swarna-dwipa dan Rupyaka-dwipa dengan tambang emas berlimpah. Saat melintasi
Yawa-dwipa terdapat gunung bernama Shishira. Puncaknya menyentuh langit, tempat
dewa-dewa bersemayam.
Pertambangan yang ada tersebar di pulau-pulau besar, seperti Sumatera, Kalimantan
dan, Jawa yang menghasilkan dominasi bahan tambang berupa logam, batubara, minyak, dan
gas bumi. Menurut Hayati (2011), secara keseluruhan, kegiatan penambangan pada masa
awal sejarah secara runtut dapat dijelaskan melalui dua jenis sistem berikut:
a. Sistem Tradisional
Sistem pertambangan pada masa kerajaan-kerajaan terdahulu masih sangat sederhana.
Dimana penguasa/Raja akan memberikan izin tambang kepada para pengusaha
tambang, dengan syarat membayar pajak. Atau melakukan perjanjian bagi hasil yang
lebih dikenal dengan istilah “Maro”.
b. Sistem Kolonial
Memasuki abad ke 17-19M, ketika VOC mulai menguasai dan memonopoli hampir
seluruh bidang ekonomi Nusantara. Muncul berbagai macam kebijakan rancangan
VOC di berbagai bidang, tak terkecuali dalam hal pertambangan. Dimana mulai
muncul sistem konsesi atau kesepakatan yang disetujui bersama berdasarkan
kepentingan masing-masing. Yang kemudian nanti akan terus diperbarui oleh
pemerintah kolonial untuk kepentingan pribadi mereka. Yang nantinya dapat kita lihat
pada lahirnya UU seperti Agrarische Wet (1870), dan Indische Mijnwet (1899).

2. Jelaskan mengapa VOC berupaya menguasai pusat-pusat pertambangan di nusantara!


Sebelum menjawab pertanyaan ini, alangkah lebih baik bila menjelaskan sedikit
banyak mengenai VOC. Perusahaan Hindia Timur Belanda atau Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC) adalah sebuah perusahaan dagang Belanda yang didirikan pada tahun
1602. VOC memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam perdagangan di kawasan Hindia
Timur dalam memonopoli perdagangan SDA dan kepemilikan hak untuk mengadakan perang
serta ekspansi wilayah. Pada masa kejayaannya, mereka menguasai perdagangan rempah
terutama di wilayah Indonesia dan Ceylon, Sri Lanka dan memperluasnya hingga Afrika
Selatan, India, Cina, dan Jepang. Hal ini dapat terjadi karena VOC memiliki armada kapal
yang besar dan didukung oleh penguasa setempat. Oleh karena itu VOC juga berhasil
memonopoli perdagangan rempah di Hindia Timur.
VOC memiliki kepentingan besar dalam industri pertambangan di Indonesia pada
abad ke-17 hingga 18 dimana mereka menguasai banyak SDA di Indonesia, termasuk emas,
perak, timah, bijih besi, dan rempah-rempah. Menganalisis dari jurnal Hilman (n.d.), pada
mulanya, alasan VOC berupaya menguasai pusat-pusat pertambangan di nusantara adalah
untuk menimbulkan kerusakan pada musuh (Portugis dan Spanyol) yang pada saat itu ingin
membentuk kerajaan dan mendapatkan supremasi perdagangan di Asia yang sebelumnya
dikuasai oleh Belanda. Seiring berjalannya waktu, tujuan berubah ke arah keuntungan
semata.

3. Jelaskan mengapa Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan Indische Mijnwet


(Undang-Undang Pertambangan Hindia Belanda)!
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengulik ke awal sejarah perkembangan industri
pertambangan di Indonesia masa kolonialisme Belanda. Cikal bakal industrialisasi
pertambangan ini tidak terlepas dari munculnya Revolusi Industri yang terus meluas di Eropa
yang menggeser kedudukan rempah-rempah yang sebelumnya merupakan komoditas
unggulan di wilayah kolonial Hindia-Belanda. Untuk itu, di tahun 1850, Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan Kantor penyelidikan geologi, manajemen, pengelolaan dan pencarian
bahan galian tambang, yaitu Dienst van hen Minjnwezen, yang bertempat di Weltevreden,
Batavia hingga akhirnya meluas hingga seluruh pelosok Nusantara. Pada bulan Oktober di
tahun yang sama, dibuatlah peraturan baru berupa Besluit (keputusan) Pemerintah Kolonial
No. 45, yang mengatur tentang “larangan memberikan izin penggalian tanah yang
mengandung bahan tambang kepada pihak selain orang Belanda”.
Seiring berjalannya waktu, hak eksplorasi pertambangan tidak hanya sebatas dikuasai
oleh Pemerintah Hindia-Belanda saja, namun pihak Swasta juga mulai mendapat kesempatan
untuk masuk ke industri pertambangan ini. Dimana pada tahun 1852 dibuatlah peraturan
pertambangan (Mijnreglement) oleh Pemerintah Belanda mengenai pemberian hak
penambangan kepada pihak Swasta warga negara Belanda. Namun, aturan ini menegaskan
bahwa pihak Swasta hanya boleh melakukan aktivitas penambangan di luar pulau Jawa.
Memasuki tahun 1870 terjadilah perubahan arah kebijakan Pemerintah Belanda yang
lebih liberal. Saat itu muncul peraturan baru yang dikenal dengan nama Agrarische Wet,
dimana untuk pertama kalinya hak kepemilikan pribadi dan peran Swasta diakui oleh
Pemerintah Hindia-Belanda. Ada satu pernyataan di dalam Agrarische Wet yang kala itu
dinilai kurang menghargai hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber pada hukum, yakni
pernyataan tanah negara (domeinverklaring) yang dinilai merugikan rakyat. Seperti pada
Pasal 1 domeinverklaring, yang berbunyi “bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak eigendomnya (hak milik), adalah menjadi domein (milik) Negara”.
Maka dari itu, Hayati (2015) menjelaskan, untuk mengatur usaha pertambangan
termasuk di dalamnya pertambangan minyak di daerah kolonial Hindia Belanda, muncul
aturan usaha pertambangan milik perusahaan swasta pada tahun 1899 dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Pertambangan yang pertama, UU ini disebut dengan Indische Mijnwet
(IMW) walaupun dengan beberapa kali amandemen.

4. Jelaskan apa yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan minyak swasta Amerika
Serikat untuk mendapatkan konsesi minyak di Hindia Belanda!
Hubungan antara Hindia Belanda dan Amerika Serikat yang berkaitan dengan
masalah perminyakan sudah dimulai tidak lama setelah ditemukannya minyak di Titusville.
Ekspor minyak tanah Amerika ke Hindia Belanda telah dimulai pada Juni 1864. Belanda
memiliki kecenderungan proteksionis, dalam artian Belanda berusaha mencegah Standard Oil
yang notabene adalah perusahaan minyak asal AS untuk beroperasi di Hindia-Belanda hingga
mengeluarkan UU Pertambangan Hindia-Belanda (Indische Mijnwet) untuk menandingi
perusahaan Amerika Serikat dan mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dengan
BPM, yaitu NV Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). Perusahaan ini yg
kemudian berubah jadi Permindo, cikal bakal Pertamina. Sementara itu, di lain pihak,
pemerintah AS dengan semangat liberalisme ekonominya mendukung perusahaan minyak
AS, termasuk Standard Oil untuk mendapatkan konsesi minyak di luar negeri, termasuk
Hindia-Belanda yang memiliki wewenang.
Berdasarkan disertasi Setiawan (2014), terjelaskan bahwa hingga pertengahan tahun
1923 pun, upaya Pemerintah AS untuk mendapatkan konsesi minyak di Hindia Belanda tidak
kunjung berhasil karena industri minyak berada di bawah kendali Kerajaan Belanda dan
kurangnya informasi yang tersedia dari sumber-sumber pemerintah kolonial Belanda serta De
Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Mereka menghadapi tantangan konotasi negatif
dari pers lokal Hindia Belanda dan penduduk. Seiring monopoli yang terjadi, pemerintah AS
membubarkan Standard Oil Trust.
Saat pemerintah kolonial Belanda memiliki informasi yang dapat dipercaya mengenai
sumber daya alam dan potensi peluang eksploitasi, dan keputusan akhir mengenai konsesi
gubernur jenderal dengan pejabat perusahaan minyak Belanda, pada tahun 1924, sedikit
perubahan muncul untuk anak Standard Oil, yakni NV Nederlandsche Koloniale Petroleum
Maatschappij (NKPM). Pada akhirnya, meskipun DPR Belanda menyetujui empat konsesi
minyak untuk NKPM, itu tidak berarti secara otomatis bahwa Pemerintah Amerika Serikat
sekarang memandang Belanda sebagai negara yang saling menguntungkan.
Daftar Pustaka
Baskoro, T., Noerwidi, S., Priswanto, H., dkk. (2010). Svarnadvipa – Yavadvipa: Antar Nusa
Satu Bangsa.
Hayati, Tri. (2011). Perizinan Pertambangan Di Era Reformasi Pemerintahan Daerah Studi
Tentang Perizinan Pertambangan Timah Di Pulau Bangka. Disertasi. Universitas
Indonesia.
Hayati, Tri. (2015). Era Baru Hukum Pertambangan.
Hilman, Iman. (n.d). Imperialisme dan Kolonialisme. URL:
https://staff.ui.ac.id/system/files/users/iman.hilman/material/phki-2.pdf. Diakses 4
April 2023.
Setiawan, Agus. (2014). “The Political and Economic Relationship of American-Dutch
Colonial Administration in Southeast Asia: A Case Study of the Rivalry between
Royal Dutch/Shell and Standard Oil in the Netherlands Indies (1907-1928)”.
Disertasi. Jacobs University.
"Valmiki Ramayana - Kishkindha Kanda - Sarga 40". (n.d). URL: www.valmikiramayan.net.
Diakses 4 April 2023.

Anda mungkin juga menyukai