Anda di halaman 1dari 10

NAMA : ROMI HARJO

NIM : A1012181187
MATA KULIAH : PERBANKAN

3 TAHAPAN SEJARAH KEBERADAAN


MATA UANG DI INDONESIA

1. Sebelum Indonesia Merdeka


a. Tahun 800-1600 digunakan bermacam-macam metode pembayaran
Pada tahun 800 sampai 1600 masehi transaksi dilakukan dengan koin emas dan
perak. Produk koin pertama yang ditemukan di Indonesia berasal dari dinasti Sailendra
yang diproduksi dari abad ke-9 hingga ke-12. Selain menggunakan koin emas dan perak,
untaian manik-manik juga dipakai sebagai alat tukar. Manik-manik ini diproduksi oleh
kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan menyebar hingga pulau Jawa, Kalimantan sampai
Indonesia bagian timur seperti Maluku. Tak hanya itu, di akhir abad ke-13 Kerajaan
Majapahit menerima kedatangan pedagang Cina dan menjadikan koin tembaga sebagai
alat tukar di masa itu.
b. Tahun 1600-1942 menggunakan mata uang kolonial Belanda
Lalu, apa yang terjadi ketika orang-orang Eropa mulai berdatangan ke Indonesia?
Mereka membawa koin emas dari Portugal dan Venesia, dolar perak dari Bolivia, Peru
dan Meksiko yang kemudian jadi koin perdagangan utama selama beberapa ratusan
tahun. Lalu, perusahaan Hindia Timur Belanda pada abad ke-17 mengimpor koin perak
untuk membantu perdagangan di masa tersebut. Namun, karena kurangnya pasokan
timah, pada tahun 1724 perusahaan itu mulai memproduksi koin tembaga sendiri,
dicetak di enam provinsi di Belanda dan diimpor dalam jumlah besar selama abad ke-18
hingga ke-19.
Uang kertas pertama muncul di tahun 1752 berkat pembentukan De Bank Courant
dan Bank van Leening. Setelah VOC bangkrut pada 31 Desember 1799, Republik
Batavia mengeluarkan uang sendiri dan membuat koin gulden perak pada tahun 1802.
c. Belanda datang kembali untuk merebut Indonesia dan mengeluarkan Gulden
NICA
Di tahun 1942, Jepang menginvasi pemerintahan Hindia Belanda dan mengambil
alih seluruh negeri. Jepang membawa mata uang sendiri termasuk uang lokal dan gulden,
lalu melikuidasi bank-bank, termasuk De Javasche Bank. Setelahnya, terbitlah uang
kertas yang dikeluarkan oleh De Japansche Regeering dan menjadi alat pembayaran
yang sah sejak Maret 1942.
Uang Jepang seharusnya memiliki nilai yang sama dengan uang Belanda, namun
terjadi hiperinflasi karena mencetak uang secara berlebihan. Di tahun 1944, Jepang
mengeluarkan uang yang dicetak dalam bahasa Indonesia. Stok uang kertas ini tetap
dipakai oleh pemerintah Indonesia sampai tahun 1946 ketika pemerintah baru bisa
mencetak uang sendiri.

2. Indonesia Merdeka
Di awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi beberapa masalah diantaranya adalah
datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang karena
kekosongan kekuasaan di Indonesia akibat kekalahan Jepang. Kedua, perundingan-
perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Kemudian, Belanda datang
membonceng sekutu di akhir September 1945 dengan keinginan menguasai kembali negara
jajahannya.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang
bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia
Belanda dan uang Jepang. Di lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil
Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI
menetapkan dua keputusan penting. Pertama, membentuk 12 kementerian dalam lingkungan
pemerintahan, yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian
Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kedua,
membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan . Dikarenakan
serbuan Belanda makin gencar ke Jakarta,
Pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Akibatnya
Indonesia terpecah menjadi dua wilayah, yaitu wilayah yang dikuasai pemerintah Indonesia
dan Belanda di bawah administrasi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang
membentuk negara-negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federaal
Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara
boneka bentukan Belanda.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik
Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah Republik Indonesia.
Kemudian Maklumat Presiden Republik Indonesia 3 Oktober 1945 yang menentukan jenis-
jenis uang yang sementara masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Saat itu,
Indonesia memiliki empat mata uang yang sah. Pertama, sisa zaman kolonial Belanda yaitu
uang kertas De Javasche Bank. Kedua, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda
yang telah disiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia yaitu DeJapansche Regering
dengan satuan gulden (f) yang dikeluarkan tahun 1942. Ketiga, uang kertas pendudukan
Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan
bernilai 100 rupiah. Keempat, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang
Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5
rupiah.
Bersamaan dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, pemerintah berencana
menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk
“Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia” pada 7 November 1945
yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan
anggota-anggotanya terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R.
Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu
S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes
Soerjatna.
Tim Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta selaku tim pencari data, mencari
percetakan dengan teknologi yang relatif modern di Jakarta mengusulkan G. Kolff di Jakarta
dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di
Malang sebagai calon percetakan yang memenuhi persyaratan . Sebagai pembuat desain dan
bahan-bahan induk (master) berupa negatif kaca dipercayakan kepada percetakan Balai
Pustaka Jakarta. Kerja yang rumit ini dilakukan oleh Bunyamin Suryohardjo, sedangkan
pelukis pertama Oeang Republik Indonesia (ORI) adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses
pencetakan berupa cetak offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba,
Jakarta yang berada di bawah Kementerian Penerangan.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari
1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta
dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta,
Malang, dan Ponorogo. Hal ini yang menyebabkan, ketika ORI pertama kali beredar pada 30
Oktober 1946 yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak
November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar
yang menjadi Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir
III.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946 ditetapkan berlakunya
ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Undang-Undang tanggal 1 Oktober
1946 menetapkan penerbitan ORI. Pada detik-detik diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden
Mohammad Hatta memberikan pidatonya pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik
Indonesia  (RRI) Yogyakarta yang menggelorakan semangat bangsa Indonesia sebagai
negara berdaulat dengan diterbitkannya mata uang ORI.
Usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasil dengan diterbitkannya Emisi
Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal
tersebut sebagai tanggal beredarnya ORI. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh
seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik
Indonesia oleh Presiden, berdasarkan lahirnya emisi pertama ORI.
Peredaran ORI Pertama Kali
Pada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai 30 Oktober 1946 tercantum tanggal
emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus ditempuh
dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara.
Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia sebelum mengedarkan ORI adalah
menarik uang invasi Jepang dan uang Pemerintah Hindia Belanda dari peredaran. Penarikan
kedua uang tersebut dilakukan berangsur-angsur melalui pembatasan pemakaian uang dan
larangan membawa uang dari satu daerah ke daerah lain.
Pembatasan larangan membawa uang tunai lebih dari Rp500 seorang atau Rp1.000
sekeluarga ke kota Jakarta dan Bogor, atau sebaliknya harus seizin Menteri Keuangan. Uang
invasi Jepang dan uang NICA tidak boleh dikeluarkan dari dari Jawa dan Madura dan juga
tidak boleh dimasukkan ke daerah-daerah di luar Jawa dan Madura [15]. Nilai ORI melalui
Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan 10 rupiah ORI = 5 gram emas murni,
kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 untuk Pulau Jawa & Madura, dan 1:100 untuk
daerah lainnya.
Penerbitan ORI selain ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia juga
bertujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat. Pada awal
beredarnya ORI, setiap penduduk diberi Rp1 sebagai pengganti sisa uang invasi Jepang yang
masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946. Namun, pada saat itu peredaran
ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan selain faktor
perhubungan, masalah keamanan juga berpengaruh karena sebagian wilayah Indonesia masih
berada di bawah kedudukan Belanda. Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia
kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun
1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk
mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
Uang tersebut bersifat sementara dan kebanyakan dinyatakan oleh penguasa setempat sebagai
alat pembayaran yang hanya berlaku di tempat tertentu. Contohnya, ORIDABS-Banten,
ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-
Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu. Jenis ORIDA tersebut berupa bon,
Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk
Mandat. Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit
dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam
memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca perdagangan, posisi
cadangan devisa dan keuangan negara.
Jumlah peredaran ORI dan ORIDA pada 1946 sebesar Rp323 juta diperkirakan
meningkat menjadi Rp6 milyar pada akhir 1949. Selain itu, penyebab kesulitan penghitungan
lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan Pemerintah Hindia Belanda belum
ditukarkan atau belum disimpan pada bank berdasarkan ketentuan Undang-Undang tanggal 1
Oktober 1946.
Pada tahun pembukuan 1949-1950, De Javasche Bank membuat  data perkembangan uang
beredar. Pada waktu itu deposito berjangka juga dihitung masuk dalam komponen uang giral.
Penyusunan statistik uang beredar dilakukan dengan mengkonsolidasikan neraca De
Javasche Bank dengan neraca dari tujuh bank komersial yaitu Nederlansche Handel
Maatschappij, Nederlandsch Indische Handelsbank, Escomptobank, Chartered Bank of India,
Australia and China, Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Bank of China dan
Overseas Chinese Banking Corporation. ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku
sampai 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.

Berlakunya Uang Rupiah Republik Indonesia Serikat


Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada
tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda
pada 27 Desember 1949. Kemudian, dibentuk negara federal Republik Indonesia Serikat
(RIS) yang terdiri dari Republik Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO)
atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara boneka bentukan
Belanda. Sebagai upaya untuk menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat,
pada 1 Januari 1950 Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat
pembayaran yang sah adalah uang federal.
Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang memberikan hak
piutang kepada pembawa uang terhadap RIS sejumlah dana yang tertulis pada uang tersebut
dalam rupiah RIS. Undang-Undang Darurat tanggal 2 Juni 1950 yang mulai diberlakukan 31
Mei 1950 mengatur berbagai hal berbagai tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan
Pemerintah RIS. Dengan pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia
Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, berakhir pula masa perjuangan bersenjata melawan
Belanda dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Mulai 27 Maret 1950 telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang
diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank. Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang
berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus
1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk kembali.
Undang-Undang Mata Uang 1951
Dari sudut moneter, keadaan kembali ke NKRI memungkinkan untuk menyatukan mata uang
sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia. Secara hukum kesatuan
moneter barulah terwujud setelah dikeluarkannya Undang-Undang Mata Uang 1951 untuk
mengganti Indische Muntwet 1912. Undang-Undang Mata Uang 1951 antara lain
menyatakan: (i) Semua logam yang dikeluarkan berdasarkan Indische Muntwet dicabut mulai
3 November 1951, kecuali uang uang tembaga yang pencabutannya masih akan ditentukan
oleh Menteri Keuangan. (ii) Satuan hitung dari uang di Indonesia adalah rupiah yang
disingkat Rp dan terbagi menjadi 100 sen. (iii) Uang logam Indonesia yang merupakan alat
pembayaran yang sah adalah dari nikel dalam pecahan 50 sen serta dari aluminium pecahan
25 sen, 10 sen, 5 sen dan 1 sen. (iv) Untuk memenuhi kebutuhan yang mungkin timbul pada
suatu waktu, pemerintah dapat mengeluarkan kertas pecahan 1 rupiah dan 2,50 rupiah. (v)
Pembuatan uang logam dan uang kertas pemerintah hanya dapat dilakukan oleh atau atas
nama pemerintah. (vi) Menteri Keuangan menetapkan desain logam nikel dan alumni, kadar
logam uang, berat dan ukuran garis tengah serta batas toleransinya. (vii) Di daerah-daerah
tertentu dengan peraturan pemerintah dimungkinkan untuk sementara waktu dilakukan
pembayaran dengan uang selain tersebut di atas.
 
Gunting Sjafruddin
Setelah masa RIS berakhir, perekonomian Indonesia yang terbuka menyebabkan situasi
dalam negeri sangat mudah terpengaruh oleh gejolak perekonomian dunia. Pada awal
pengakuan kedaulatan, terjadi devaluasi mata uang oleh beberapa negara Eropa Barat
terhadap dolar Amerika  Serikat  dan  pecahnya perang Korea. Di sisi lain, pemakaian devisa
untuk impor belum meningkat.
Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan untuk
menyedot uang beredar yang terlalu banyak serta menghasilkan pinjaman sekitar Rp1,5
milyar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950 karena Indonesia belum mampu
mencari sumber pembiayaan dari pasar. Pengguntingan dilakukan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 Maret 1950 kepada uang kertas De Javasche Bank
dan uang pendudukan Belanda atau uang NICA. Bersamaan dengan itu, pemerintah
meluncurkan penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950 sebagai pinjaman pemerintah
dengan bunga 3% yang ditawarkan untuk ditukarkan dengan guntingan uang kertas bagian
kanan. Bagian kiri uang kertas di atas pecahan f2,50 diakui  sebagai alat pembayaran yang
sah. Jadi, nilai uang yang berlaku hanya setengah dari nilai nominal.
Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, bagian kiri uang dapat ditukar dengan uang baru
yang diterbitkan De Javasche Bank dengan pecahan f2,50, f1 dan f0,50. Pengguntingan uang
tersebut dilakukan karena cara yang lazim dilakukan, yaitu dengan penyetoran ke dalam
rekening  yang dibekukan  tidak mungkin dijalankan di Indonesia.
 
Bank Indonesia sebagai Penerbit Tunggal Rupiah
Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI)
sebagai bank sentral dengan UU No. 11 Tahun 1953 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli
1953. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953,
maka tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia dimana Bank
Indonesia menggantikan De Javasche Bank dan bertindak sebagai bank sentral.
Setelah Bank Indonesia berdiri pada tahun 1953, terdapat dua macam uang rupiah yang
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia, yaitu uang yang
diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam pecahan
di bawah Rp5, sedangkan Bank Indonesia menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke
atas.
Hak tunggal Bank Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sesuai
Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 13 Tahun 1968 didasarkan pertimbangan antara
uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah secara ekonomi
dipandang tidak ada perbedaan fungsional. Sehingga untuk keseragaman dan efisiensi
pengeluaran uang cukup dilakukan oleh satu instansi saja yaitu Bank Indonesia.
Saat ini, uang rupiah memuat tanda tangan pemerintah dan Bank Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pemerintah dalam Undang-
Undang tersebut adalah Menteri Keuangan yang sedang menjabat pada saat uang tahun emisi
2016 terbit. Oleh karena itu, pada tanggal 19 Desember 2016, tanda tangan Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati disertakan bersama dengan tanda tangan Gubernur Bank
Indonesia Agus D.W Martowardojo di berbagai pecahan uang baru tersebut.

3. Saat Ini
a. Tahun 2016, Bank Indonesia meluncurkan seri pecahan uang terbaru seperti yang
kita kenal sekarang
Di tahun 2016, perubahan terbaru dilakukan. Tepatnya pada 19 Desember 2016,
Bank Indonesia meluncurkan desain baru uang kertas dan koin rupiah. Bank Indonesia
juga menempelkan teks 'Negara Kesatuan Republik Indonesia' pada uang kertas, bukan
Bank Indonesia seperti pada seri uang sebelumnya.
b. Rupiah Bergerak Melemah Seiring Fokus Pasar ke Pertemuan The Fed
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak fluktuatif
di perdagangan, Senin (20/9). Rupiah dibuka di Rp14.260 per USD atau melemah
dibanding penutupan di perdagangan sebelumnya di Rp14.222 per USD. Mengutip data
Bloomberg, Rupiah sempat stagnan usai pembukaan, kemudian langsung melemah ke
Rp14.274 per USD. Rupiah kembali menguat ke Rp14.253, namun kemudian kembali
melemah tipis dan saat ini berada di Rp14.258 per USD. Pengamat pasar uang, Ariston
Tjendra mengatakan, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta
bergerak melemah seiring fokus pelaku pasar yang tertuju ke pertemuan bank sentral
Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
"Hari ini kemungkinan rupiah bisa melemah terhadap dolar AS karena pasar
mengantisipasi hasil rapat kebijakan moneter bank sentral AS pekan ini pada Kamis dini
hari. Pasar mencari petunjuk kemungkinan tapering pada akhir tahun ini," kata Ariston
di Jakarta, dikutip Antara, Senin (20/9). Menurutnya, dengan belum adanya kepastian
soal kebijakan tapering, pasar selalu waspada menjelang kegiatan The Fed ataupun data-
data ekonomi penting AS. Data-data ekonomi AS saat ini sudah membaik dan hal itu
mendukung bank sentral untuk memulai kebijakan pengetatan moneternya.
Beberapa pejabat tinggi The Fed juga menyuarakan kemungkinan tapering pada
akhir tahun. Nilai tukar utama dan regional juga terlihat melemah terhadap dolar AS pagi
ini. "Di sisi lain, membaiknya kondisi pandemi di Tanah Air yang menggerakkan
kembali perekonomian, bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS," ujar
Ariston. Jumlah kasus harian COVID-19 di Tanah Air pada Minggu (19/9) bertambah
2.234 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 4,19
juta kasus. Sedangkan jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 mencapai 145
kasus sehingga totalnya mencapai 140.468 kasus.
Sementara itu, jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 6.186 kasus sehingga
total pasien sembuh mencapai 3,99 juta kasus. Dengan demikian, total kasus aktif
COVID-19 mencapai 60.969 kasus. Untuk vaksinasi, jumlah masyarakat yang sudah
disuntik vaksin dosis pertama mencapai 79,52 juta orang dan vaksin dosis kedua 45,13
juta orang dari target 208 juta orang yang divaksin. Rupiah hari ini berpotensi melemah
ke kisaran Rp14.280 per USD dengan potensi penguatan di kisaran Rp14.220 per USD.

KAITAN DENGAN MATERI


Uang secara umum adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat
pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebaga alat pembayaran uatang, atau sebagai
alat untuk melakukan pembelian barang atau jasa. Dan dalam sejarahnya uang terbagai dalam
tiga kategori yaitu uang barang, uang kertas, uang kredit atau giro. Sedangkan pada mulanya
manusia tidak mengenal uang, tetapi melakukan pertukaran antar barang dan jasa secara
barter. Mata uang Indonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Apabila kini
kita bertransaksi dengan rupiah, orang Indonesia di zaman dahulu melakukannya dengan
mata uang lain, seperti koin emas dan perak! Di era kolonial, dulu pertukaran uang dilakukan
dengan gulden, mata uang Belanda. Dasar Hukum Uang Di Indonesia diatur dalam UU No.7
thn 2011 ttg mata uang, LN-RI No.64 TAHUN 2011, TLN No. 5223 thn 2011 Dan berlaku
sejak di undangkan tgl 28 juni 2011.

Sumber :

https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/sejarah-rupiah-mata-uang-
indonesia/6
https://www.kemenkeu.go.id/single-page/sejarah-oeang/

Anda mungkin juga menyukai