NIM : A1012181187
MATA KULIAH : PERBANKAN
2. Indonesia Merdeka
Di awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi beberapa masalah diantaranya adalah
datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang karena
kekosongan kekuasaan di Indonesia akibat kekalahan Jepang. Kedua, perundingan-
perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Kemudian, Belanda datang
membonceng sekutu di akhir September 1945 dengan keinginan menguasai kembali negara
jajahannya.
Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang
bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia
Belanda dan uang Jepang. Di lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil
Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI
menetapkan dua keputusan penting. Pertama, membentuk 12 kementerian dalam lingkungan
pemerintahan, yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian
Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kedua,
membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan . Dikarenakan
serbuan Belanda makin gencar ke Jakarta,
Pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Akibatnya
Indonesia terpecah menjadi dua wilayah, yaitu wilayah yang dikuasai pemerintah Indonesia
dan Belanda di bawah administrasi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang
membentuk negara-negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst voor Federaal
Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara
boneka bentukan Belanda.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik
Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah Republik Indonesia.
Kemudian Maklumat Presiden Republik Indonesia 3 Oktober 1945 yang menentukan jenis-
jenis uang yang sementara masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Saat itu,
Indonesia memiliki empat mata uang yang sah. Pertama, sisa zaman kolonial Belanda yaitu
uang kertas De Javasche Bank. Kedua, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda
yang telah disiapkan Jepang sebelum menguasai Indonesia yaitu DeJapansche Regering
dengan satuan gulden (f) yang dikeluarkan tahun 1942. Ketiga, uang kertas pendudukan
Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan
bernilai 100 rupiah. Keempat, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang
Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5
rupiah.
Bersamaan dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, pemerintah berencana
menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk
“Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia” pada 7 November 1945
yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan
anggota-anggotanya terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R.
Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu
S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes
Soerjatna.
Tim Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta selaku tim pencari data, mencari
percetakan dengan teknologi yang relatif modern di Jakarta mengusulkan G. Kolff di Jakarta
dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di
Malang sebagai calon percetakan yang memenuhi persyaratan . Sebagai pembuat desain dan
bahan-bahan induk (master) berupa negatif kaca dipercayakan kepada percetakan Balai
Pustaka Jakarta. Kerja yang rumit ini dilakukan oleh Bunyamin Suryohardjo, sedangkan
pelukis pertama Oeang Republik Indonesia (ORI) adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses
pencetakan berupa cetak offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba,
Jakarta yang berada di bawah Kementerian Penerangan.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari
1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta
dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta,
Malang, dan Ponorogo. Hal ini yang menyebabkan, ketika ORI pertama kali beredar pada 30
Oktober 1946 yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak
November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar
yang menjadi Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir
III.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946 ditetapkan berlakunya
ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Undang-Undang tanggal 1 Oktober
1946 menetapkan penerbitan ORI. Pada detik-detik diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden
Mohammad Hatta memberikan pidatonya pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik
Indonesia (RRI) Yogyakarta yang menggelorakan semangat bangsa Indonesia sebagai
negara berdaulat dengan diterbitkannya mata uang ORI.
Usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasil dengan diterbitkannya Emisi
Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal
tersebut sebagai tanggal beredarnya ORI. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh
seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, 30 Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik
Indonesia oleh Presiden, berdasarkan lahirnya emisi pertama ORI.
Peredaran ORI Pertama Kali
Pada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai 30 Oktober 1946 tercantum tanggal
emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus ditempuh
dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara.
Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia sebelum mengedarkan ORI adalah
menarik uang invasi Jepang dan uang Pemerintah Hindia Belanda dari peredaran. Penarikan
kedua uang tersebut dilakukan berangsur-angsur melalui pembatasan pemakaian uang dan
larangan membawa uang dari satu daerah ke daerah lain.
Pembatasan larangan membawa uang tunai lebih dari Rp500 seorang atau Rp1.000
sekeluarga ke kota Jakarta dan Bogor, atau sebaliknya harus seizin Menteri Keuangan. Uang
invasi Jepang dan uang NICA tidak boleh dikeluarkan dari dari Jawa dan Madura dan juga
tidak boleh dimasukkan ke daerah-daerah di luar Jawa dan Madura [15]. Nilai ORI melalui
Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan 10 rupiah ORI = 5 gram emas murni,
kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 untuk Pulau Jawa & Madura, dan 1:100 untuk
daerah lainnya.
Penerbitan ORI selain ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia juga
bertujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat. Pada awal
beredarnya ORI, setiap penduduk diberi Rp1 sebagai pengganti sisa uang invasi Jepang yang
masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946. Namun, pada saat itu peredaran
ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan selain faktor
perhubungan, masalah keamanan juga berpengaruh karena sebagian wilayah Indonesia masih
berada di bawah kedudukan Belanda. Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia
kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun
1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk
mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA).
Uang tersebut bersifat sementara dan kebanyakan dinyatakan oleh penguasa setempat sebagai
alat pembayaran yang hanya berlaku di tempat tertentu. Contohnya, ORIDABS-Banten,
ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-
Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu. Jenis ORIDA tersebut berupa bon,
Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk
Mandat. Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit
dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam
memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca perdagangan, posisi
cadangan devisa dan keuangan negara.
Jumlah peredaran ORI dan ORIDA pada 1946 sebesar Rp323 juta diperkirakan
meningkat menjadi Rp6 milyar pada akhir 1949. Selain itu, penyebab kesulitan penghitungan
lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan Pemerintah Hindia Belanda belum
ditukarkan atau belum disimpan pada bank berdasarkan ketentuan Undang-Undang tanggal 1
Oktober 1946.
Pada tahun pembukuan 1949-1950, De Javasche Bank membuat data perkembangan uang
beredar. Pada waktu itu deposito berjangka juga dihitung masuk dalam komponen uang giral.
Penyusunan statistik uang beredar dilakukan dengan mengkonsolidasikan neraca De
Javasche Bank dengan neraca dari tujuh bank komersial yaitu Nederlansche Handel
Maatschappij, Nederlandsch Indische Handelsbank, Escomptobank, Chartered Bank of India,
Australia and China, Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Bank of China dan
Overseas Chinese Banking Corporation. ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku
sampai 1 Januari 1950 dan dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
3. Saat Ini
a. Tahun 2016, Bank Indonesia meluncurkan seri pecahan uang terbaru seperti yang
kita kenal sekarang
Di tahun 2016, perubahan terbaru dilakukan. Tepatnya pada 19 Desember 2016,
Bank Indonesia meluncurkan desain baru uang kertas dan koin rupiah. Bank Indonesia
juga menempelkan teks 'Negara Kesatuan Republik Indonesia' pada uang kertas, bukan
Bank Indonesia seperti pada seri uang sebelumnya.
b. Rupiah Bergerak Melemah Seiring Fokus Pasar ke Pertemuan The Fed
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak fluktuatif
di perdagangan, Senin (20/9). Rupiah dibuka di Rp14.260 per USD atau melemah
dibanding penutupan di perdagangan sebelumnya di Rp14.222 per USD. Mengutip data
Bloomberg, Rupiah sempat stagnan usai pembukaan, kemudian langsung melemah ke
Rp14.274 per USD. Rupiah kembali menguat ke Rp14.253, namun kemudian kembali
melemah tipis dan saat ini berada di Rp14.258 per USD. Pengamat pasar uang, Ariston
Tjendra mengatakan, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta
bergerak melemah seiring fokus pelaku pasar yang tertuju ke pertemuan bank sentral
Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed).
"Hari ini kemungkinan rupiah bisa melemah terhadap dolar AS karena pasar
mengantisipasi hasil rapat kebijakan moneter bank sentral AS pekan ini pada Kamis dini
hari. Pasar mencari petunjuk kemungkinan tapering pada akhir tahun ini," kata Ariston
di Jakarta, dikutip Antara, Senin (20/9). Menurutnya, dengan belum adanya kepastian
soal kebijakan tapering, pasar selalu waspada menjelang kegiatan The Fed ataupun data-
data ekonomi penting AS. Data-data ekonomi AS saat ini sudah membaik dan hal itu
mendukung bank sentral untuk memulai kebijakan pengetatan moneternya.
Beberapa pejabat tinggi The Fed juga menyuarakan kemungkinan tapering pada
akhir tahun. Nilai tukar utama dan regional juga terlihat melemah terhadap dolar AS pagi
ini. "Di sisi lain, membaiknya kondisi pandemi di Tanah Air yang menggerakkan
kembali perekonomian, bisa menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS," ujar
Ariston. Jumlah kasus harian COVID-19 di Tanah Air pada Minggu (19/9) bertambah
2.234 kasus sehingga total jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 mencapai 4,19
juta kasus. Sedangkan jumlah kasus meninggal akibat terpapar COVID-19 mencapai 145
kasus sehingga totalnya mencapai 140.468 kasus.
Sementara itu, jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 6.186 kasus sehingga
total pasien sembuh mencapai 3,99 juta kasus. Dengan demikian, total kasus aktif
COVID-19 mencapai 60.969 kasus. Untuk vaksinasi, jumlah masyarakat yang sudah
disuntik vaksin dosis pertama mencapai 79,52 juta orang dan vaksin dosis kedua 45,13
juta orang dari target 208 juta orang yang divaksin. Rupiah hari ini berpotensi melemah
ke kisaran Rp14.280 per USD dengan potensi penguatan di kisaran Rp14.220 per USD.
Sumber :
https://www.idntimes.com/science/discovery/nena-zakiah-1/sejarah-rupiah-mata-uang-
indonesia/6
https://www.kemenkeu.go.id/single-page/sejarah-oeang/