1 Sen
1945
5 Sen
1945
10 Sen
1945
1/2 Rupiah
1945
1 Rupiah
1945
5 Rupiah
1945
10 Rupiah
1945
100 Rupiah
1945
5 Rupiah
1947
10 Rupiah
1947
25 Rupiah
1947
100 Rupiah
1947
1/2 Rupiah
1947
2 1/2 Rupiah
1947
25 Rupiah
1947
50 Rupiah
1947
100 Rupiah
1947
250 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~ ~Maap, belum dapet potonya~
1947
Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang
saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, " Rupiah Baru " dicetak dan tidak diterbitkan
di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian
dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau
merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah.
40 Rupiah
1948
75 Rupiah
1948
100 Rupiah
1948
400 Rupiah
1948
600 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1948
Pihak Belanda pada tahun 1947 mengeluarkan uang dengan menggunakan bahasa
Indonesia yaitu 10 sen dan 25 sen. Dikarenakan kurangnya mata uang dan juga karena
desain mereka relatif masih ramah dan pantas untuk digunakan di republik ini, maka
pemerintah Indonesia masih mencetak uang tersebut dan disahkan sampai mata uang
rupiah Indonesia seluruhnya selesai dicetak hingga jumlahnya cukup untuk
menggantikan uang dari belanda tersebut.
10 Sen
1947
25 Sen
1947
Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November
1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi
bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang
dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran
sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan
merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke
merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau.
Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan
tertulis tahun emisi 1946.
Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang
sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia
dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah,
dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas ini mirip
dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia ('roepiah') ditempatkan di
atas tulisan berbahasa Belanda ('gulden').
Uang kertas itu semua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch
printer).
5 Rupiah
1946
10 Rupiah
1946
25 Rupiah
1946
50 Rupiah
1946
100 Rupiah
1946
500 Rupiah
1946
1000 Rupiah
1946
1/2 Rupiah
1948
1 Rupiah
1948
2 1/2 Rupiah
1948
10 Sen Baru
1949
Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal
emisi '1 Januari 1950 ' yang tertulis pada uang kertas tersebut.
10 Rupiah
1950
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaa
Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS)
Tampak Depan Tampak Belakang
1 Rupiah
1951
2 1/2 Rupiah
1951
Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang
kertas
Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun
1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2
½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri
Keuangan dan tahun emisi 1953.
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan
Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS)
Tampak Depan Tampak Belakang
1 Rupiah
1953
2 1/2 Rupiah
1953
5 Rupiah
1952
10 Rupiah
1952
25 Rupiah
1952
50 Rupiah
1952
100 Rupiah
1952
500 Rupiah
1952
1000 Rupiah
1952
Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama
DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB
beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya
sebagai berikut:
2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi '1946 ' yang berasal dari tahun
1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan
merajalela.
22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi '1948 '
ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan
pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De
Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang.
Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih
sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut:
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetaka
Kebajoran
Tampak Depan Tampak Belakang
1 Rupiah
1954
2 1/2 Rupiah
1954
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetak
Kebajoran
1 Rupiah
1956
2 1/2 Rupiah
1956
1958-1959 seri Hewan - Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia
Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan
Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena
keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada
Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25,
50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan
100 dan 1000 rupiah.
Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959,
sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan
100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak
perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian
karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah
diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun
mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah.
Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat
uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang
kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959.
Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De
Rue
Tampak Depan Tampak Belakang
5 Rupiah
1957
10 Rupiah
1957
25 Rupiah
1957
50 Rupiah
1957
100 Rupiah
1957
500 Rupiah
1957
1000 Rupiah
1957
2500 Rupiah
1957
5000 Rupiah
1957
5 Rupiah
1958
100 Rupiah
1958
Seri bunga dan burung, tertanggal '1 Januari 1959 ', diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas
La Rue
Tampak Depan Tampak Belakang
5 Rupiah
1959
10 Rupiah
1959
25 Rupiah
1959
50 Rupiah
1959
100 Rupiah
1959
500 Rupiah
1959
1000 Rupiah
1959
2500 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~ ~Maap, belum dapet potonya~
1959
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjeta
Kebajoran
Tampak Depan Tampak Belakang
1 Rupiah
1960
2 1/2 Rupiah
1960
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh
Pertjetakan Kebajoran
1 Rupiah
1961
2 1/2 Rupiah
1961
5 Rupiah
1958
10 Rupiah
1958
25 Rupiah
1958
50 Rupiah
1958
100 Rupiah
1958
500 Rupiah
1958
1000 Rupiah
1958
5000 Rupiah
1958
10000 Rupiah
1964
Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain 'hewan'
akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas.
Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000
(coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus
1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal
emisi '1964 ', melengkapi seri buruh kasar (manual workers).
Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran,
diterbitkan tahun 1965 - seri kedua
Tampak Depan Tampak Belakang
10 Rupiah
1963
25 Rupiah
1964
50 Rupiah
1964
100 Rupiah
1964
100 Rupiah
1964
1000 Rupiah
1958
5000 Rupiah
1958
10000 Rupiah
1964
10000 Rupiah
1964
Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan
Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk
menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2
½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan
50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para 'sukarelawan'. Tetapi
kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga
membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah
diedarkan.
Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan,
dan berbagai penari disebaliknya; seri ini diterbitkan oleh ' Republik Indonesia (ORI) '
dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal
emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari
pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya
devaluasi.
Untuk menyelesaikan masalah devaluasi, uang kertas lama ditarik kembali selama
tahun 1965-1966.
Pada tahun 1967, karena sifat yang terbatas dari devaluasi, maka dirasa perlu untuk
menambahkan pecahan 500 dan 1.000 rupiah namun dalam desain yang sama.
1 Rupiah
1961
2 1/2 Rupiah
1961
1 Rupiah
1964
2 1/2 Rupiah
1964
the 'New Rupiah' (1965 devaluasi, ditambah penambahan denominasi 1967), Bank Indonesia
1 Sen
1964
5 Sen
1964
10 Sen
1964
25 Sen
1964
50 Sen
1964
5 Rupiah
1960
10 Rupiah
1960
25 Rupiah
1960
50 Rupiah
1960
100 Rupiah
1960
500 Rupiah
1960
1000 Rupiah
1960
2500 Rupiah
1960
5000 Rupiah
1960
Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak
1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk
uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan
pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi.
Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal
emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali ini menampilkan
pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan
berbagai industri. Uang kertas itu diterbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun
1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang
berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan
pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun
1965.
Uang kertas edisi Sudirman / industri, '1968', Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devalua
Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran
Tampak Depan Tampak Belakang
1 Rupiah
1968
2 1/2 Rupiah
1968
5 Rupiah
1968
10 Rupiah
1968
25 Rupiah
1968
50 Rupiah
1968
100 Rupiah
1968
500 Rupiah
1968
1000 Rupiah
1968
5000 Rupiah
1968
10000 Rupiah
1968
Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali ini dimulai dari pecahan 100 rupiah,
didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi),
namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah
pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976
(lihat di bawah), namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga
digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian
depan yang baru (bukan diponegoro lagi).
Rangkaian pembatalan uang kertas ini adalah yang terakhir di Indonesia dengan tema
yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama
dengan yang lama dari pecahan yang sama.
Uang kertas edisi Sudirman / industri, '1968', Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devalua
Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran
Tampak Depan Tampak Belakang
100 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1971
500 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1971
1000 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1971
5000 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1971
10000 Rupiah
~Maap, belum dapet potonya~
1971
Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas
pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan
diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari
peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977.
Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978,
sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi
mata uang tahun 1965.
Uang kertas edisi Sudirman / industri, '1968', Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devalua
Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran
Tampak Depan Tampak Belakang
100 Rupiah
1977
500 Rupiah
1977
1000 Rupiah
1975
5000 Rupiah
1975
10000 Rupiah
1975
Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang
terdiri dari:
Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah
(pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan
diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982.
Uang kertas rupiah '1979 ', '1980', '1982', dicetak oleh Perum Peruri
Tampak Depan Tampak Belakang
500 Rupiah
1982
1000 Rupiah
1980
5000 Rupiah
1980
10000 Rupiah
1979
Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun
1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988.
Uang kertas rupiah '1979 ', '1980', '1982', dicetak oleh Perum Peruri
Tampak Depan Tampak Belakang
100 Rupiah
1984
500 Rupiah
1988
1000 Rupiah
1987
5000 Rupiah
1986
10000 Rupiah
1985
Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas
untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah
juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. ini adalah pecahan baru
pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itu senilai sekitar
US $ 26).
Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti
berikut:
Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti "di gambar oleh", sehingga Soeripto
DEL artinya "di gambar oleh Soeripto" demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya
"di gambar oleh Heru Soeroso".
Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita
tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia,
tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan
tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya,
"Direksi 1992").
1000 Rupiah - 1992 Series printed in year 1994.
Date of Authority printed in the middle of the note "PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994"
represents The Indonesia Currency mint 1994
100 Rupiah
1992
500 Rupiah
1992
1000 Rupiah
1992
5000 Rupiah
1992
10000 Rupiah
1992
20000 Rupiah
1992
Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22)
diterbitkan untuk merayakan "25 Tahun Pembangunan" dibuat dengan bahan polimer
dan berhologram, uang ini diterbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan
dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan
sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah.
Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di
bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan
pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang
polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga
dicetak pada tahun 1993 dan 1994.
50000 Rupiah
1993
50000 Rupiah
(polimer)
1993
1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas
Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas
Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas)
dengan '1995 Direksi' dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi
1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman.
Uang kertas '1995' pembaruan benang pengaman, dicetak oleh Perum Peruri
Tampak Depan Tampak Belakang
20000 Rupiah
1995
50000 Rupiah
1995
Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998
dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada
saat itu hanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 ini tidak lagi
dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi
alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 ini tetap
dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut.
Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah
penjelasannya :
10000 Rupiah
1998
20000 Rupiah
1998
50000 Rupiah
1999
100000 Rupiah
1999
Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta ini merupakan uang polimer
kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat ini sekitar 36 negara yang sudah
menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah
menjadi cabang numismatik tersendiri.
Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan
gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah
sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak ada lagi karena rupiah telah jatuh nilainya
hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992.
5000 Rupiah
2001
Uang kertas pecahan 10.000 - 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang
100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer
ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua
uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer).
10000 Rupiah
2005
20000 Rupiah
2004
50000 Rupiah
2005
100000 Rupiah
2004
Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas
pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah,
pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan
pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank
Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun
bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain
:
1000 Rupiah
2009
5000 Rupiah
2009
10000 Rupiah
2009
20000 Rupiah
2009
50000 Rupiah
2009
100000 Rupiah
2009
2000 Rupiah
2009
Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini (Des 2011) bisa dibilang dari seri
2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip)
sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun
2000-an ini dengan seri pahlawan.
Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru
yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.
Kemudian pada tahun 2009 bersamaan pula dengan dikeluarkannya uang baru
pecahan 2000 rupiah, Bank Indonesia juga menerbitkan uang kertas bersambung untuk
pecahan 2000 rupiah. Masing-masing pecahan uang bersambung terdiri dari 2 tipe
uncut yaitu 2 lembar (2x) dan 4 lembar (4x). Setiap uang uncut dilengkapi dengan folder
/ wadah mewah yang berisi penjelasan dan sertifikat keaslian dan hanya diterbitkan
secara terbatas (limited edition).
Saat ini sangat sulit menemukan jenis uncut yang beredar di pasaran, rupanya semua
uncut yang adasudah di tangan para kolektor, harganya pun sudah tidak jelas lagi.
Uncut Series
2000 Rupiah
2009
10000 Rupiah
2005
10000 Rupiah
2005
20000 Rupiah
2004
50000 Rupiah
2005
50000 Rupiah
2005
100000 Rupiah
2004
Selain uang tipe uncut 2x dan 4x, Bank Indonesia juga mengeluarkan tipe uncut 45x
yaitu 45 lembar uang dalam 1 lembar dengan pecahan 10.000 dan 50.000 rupiah. Uncut
45x bisa didapatkan hanya melalui lelang.
Regional Issues
Terbit di daerah
5 Rupiah
1960
Irian Barat
10 Rupiah
1960
Irian Barat
100 Rupiah
1960
Irian Barat
1 Rupiah
1961
Riau
5 Rupiah
1960
Riau
Specialized Issues
1 Rupiah
1947
Residen Banten
5 Rupiah
1947
Residen Banten
10 Rupiah
1947
1 Rupiah
1948
Keresidenan
Lampung
1 Rupiah
1959
PRRI
25 Rupiah
(Kupon) -
1947
100 Gulden
(Kupon)
1948
Karesidenan Sabang
500 Gulden
(Kupon)
1948
Karesidenan Sabang
Itulah bermacam macam uang yang pernah dan sedang beredar di Indonesia. Semoga
artikel yang saya tulis tidak membingungkan karena itu saya translate sendiri dari
sumbernya. Namun karena pengetahuan saya terhadap bahasa inggris yang pas pasan
maka saya menunjuk google translate sebagai asisten saya.. ^^
hehe...
Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin saya ungkap tetapi takutnya artikel ini jadi
terlalu panjang, yang ada malah gak kebaca... ^^
Ya sudah lah, segini dulu aja...
Makasih ya teman sudah menyempatkan untuk mampir ke blog ini...
Makasih... makasih... makasih... ^^
Update (24112014)
Bank Indonesia (BI) secara resmi telah mengeluarkan uang tahun emisi 2014 atau lebih
dikenal dengan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 17 Agustus
2014.
Namun sayangnya, Bank Indonesia hanya mencetak lembaran uang pecahan Rp 100
ribu itu sebanyak 40 juta lembar. Bank Indonesia memiliki alasan tersendiri mengapa
pencetakan uang NKRI tersebut masih bersifat terbatas.
Pencetakan uang sebenarnya dilakukan BI secara rutin sesuai dengan tahun emisi dan
sesuai dengan jumlah uang lusuh tak layak edar yang sudah ditarik. Untuk saat ini kan
masih banyak juga pecahan Rp 100 ribu tahun emisi 2004 yang masih fresh, sebab
itulah BI hanya mencetak uang NKRI Rp 100.000 secara terbatas. Apabila uang yang
tahun emisi 2004 sudah lusuh dan ditarik dari peredaran, BI akan melakukan
pencetakan kembali untuk mengganti uang yang layak edar.
Depan Belakang
100000 rupiah
2014
Sekilas tidak ada perbedaan desain dengan uang yang sebelumnya hanya saja uang
baru pecahan Rp 100 ribu jenis baru ini dinamai dengan uang Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Yang menjadi pembeda dalam uang emisi baru 2014 ini
adalah adanya tanda tangan Menteri Keuangan menggantikan tanda tangan Deputi
Gunernur Bank Indonesia sebelumnya.
Penggunaan frasa 'Negara Kesatuan Republik Indonesia' serta tanda tangan Gubernur
Bank Indonesia dan Menteri Keuangan mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam
uang rupiah kertas tersebut menegaskan makna filosofis rupiah sebagai simbol
kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara
Indonesia