EKONOMI MONETER
Disusun Oleh:
Nama: Nirwan
Nim : 001205182019
Uang 10 Gulden Hindia Belanda Yang Diterbitkan De Javasche Bank tahun 1938
Setelah tentara Jepang mengambil alih menduduki Indonesia tahun 1942,
pemerintah Jepang di Indonesia berusaha menarik mata uang terbitan Belanda tersebut
dari peredaran dan menyusun bank Nanpo Kaihatsu Ginko yang mencetak uang mereka
sendiri, walaupun masih dalam bahasa Belanda, yang disebut "Gulden Hindia Belanda".
Satu Rupiah ORI Bergambar Bung Karno dan Gunung Meletus, Tampak Depan dan
Belakang
Setelah penerbitan ORI, maka mata uang yang resmi menjadi alat pembayaran di
Nusantara ada dua, yaitu uang NICA dan uang ORI. Namun demikian, di lokasi-lokasi
tertentu yang relatif sulit dijangkau, uang Jepang masih cukup banyak digunakan. Oleh
karena jangkauan pemerintah yang baru juga terbatas, maka pemerintah Indonesia
mengijinkan daerah-daerah tertentu untuk menerbitkan uangnya sendiri. Uang-uang
tersebut nantinya dapat ditukarkan dengan uang ORI setelah situasi dan kondisi
memungkinkan. Namun ORI saat itu sudah mulai bermasalah karena finansial yang
buruk membuat pemerintah Indonesia yang baru mencetak semakin banyak uang guna
menambah isi kas negara. Suplai uang yang terlalu banyak berakibat pada inflasi yang
merajalela dan merosotnya nilai tukar ORI dari 5 Gulden NICA pada awal penerbitannya
ke 0.3 Gulden NICA pada bulan Maret 1947. Pada bulan November 1949, Konferensi
Meja Bundar mengakui kemerdekaan Indonesia dalam kerangka Republik Indonesia
Serikat (RIS) yang terdiri atas Indonesia yang meliputi Jawa dan Sumatera, beserta 15
negara kecil lainnya di Nusantara. Pada periode ini, RIS menyadari bahwa berbagai
macam mata uang yang beredar di masyarakat mengacaukan perekonomian. Betapa
tidak, saat itu ada ORI, uang NICA, uang Jepang, uang Belanda sebelum pendudukan
Jepang, juga uang yang diterbitkan oleh daerah-daerah tertentu secara terpisah. RIS
berusaha mengontrol kondisi ini dengan mengumumkan pelaksanaan Gunting Syafruddin
pada 19 Maret 1950. Selain itu, RIS juga sempat mencetak uang sendiri, tetapi
pendeklarasian formal kemerdekaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada 17 Agustus 1950 membuat uang RIS jadi berumur pendek.
Uang Satu Rupiah Emisi Tahun 1953, Salah Satu Pecahan Yang Diterbitkan Setelah
Nasionalisasi De Javasche Bank
Uang 10000 Rupiah, Salah Satu Pecahan yang Diterbitkan Bank Indonesia Pada Masa
Orde Baru
Mulai masa Orde Baru, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk mencetak dan
menerbitkan uang, baik dalam bentuk koin maupun uang kertas, serta mengatur
peredarannya di Indonesia. Hal ini terus berlanjut hingga pemberlakuan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mendorong penerbitan uang NKRI pada
tanggal 17 Agustus lalu. Sementara itu, uang-uang lama yang pernah beredar lainnya saat
ini umumnya diperjualbelikan secara eksklusif diantara kolektor uang lama. Lembaran
uang 10000 Rupiah bergambar relief Candi Borobudur diatas, misalnya, bisa
diperdagangkan dengan harga sangat mahal di tangan kolektor karena nilai sejarahnya
serta keunikan gambarnya
2. ATURAN PERBANKKAN DARI ZAMAN SOEKARNO-JOKO WIDODO
Aturan Kegiatan
Paket Juni Inilah langkah penting deregulasi sektor
1983 perbankan di Indonesia. Di dalam Paket Juni
(Pakjun) 1983 itu diberikan kemudahan bagi
bank untuk menentukan sendiri suku bunga
deposito dan dihapuskannya campur tangan
Bank Indonesia terhadap bank dalam
penyaluran kredit. Deregulasi pertama itu
juga memperkenalkan adanya Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan juga Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU). Pakjun
tersebut bertujuan merangsang pertumbuhan
perbankan Indonesia. Langkah itu berhasil
"menarik" dana masyarakat ke bank secara
drastis.
Paket 27 Paket itu adalah aturan paling liberal
Oktober 1988 sepanjang sejarah perbankan Indonesia.
Hanya dengan modal Rp 10 milyar, siapa
saja bisa mendirikan bank baru. Paket
Oktober 1988 (Pakto 88) dianggap telah
banyak mengubah kehidupan perbankan
nasional. Keberhasilan itu dinyatakan dalam
angka-angka absolut seperti pada jumlah
bank, kantor cabang, jumlah dana yang
dihimpun, jumlah kredit yang disalurkan,
tenaga kerja yang mampu dipekerjakan, serta
volume usaha dalam bentuk aset dan hasil-
hasilnya. Secara kualitas keberhasilan
tampak pada peningkatan sumber daya
manusia yang lebih profesional, mutu
pelayanan perbankan yang lebih baik,
penggunaan perangkat keras dan lunak yang
super canggih, juga komunikasi antar pelaku
perbankan yang tidak terlalu birokratis.
Paket Pebruari Untuk mengkoreksi akibat buruk Pakto 88,
1991 pemerintah meluncurkan Paktri yang keluar
tanggal 28 Pebruari 1991. Yang utama diatur
adalah syarat bahwa modal sendiri bank
haruslah sebesar 8 % dari seluruh aset.
Ketentuan yang lazim disebut CAR
(capital adequacy ratio atau
perbandingan antara
Aturan Kegiatan
modal sendiri dengan aset) sebesar 8 persen
mengharuskan bank-bank memperkuat
modalnya sendiri. Ketika itu disebut-sebut
bahwa banyak bank yang CAR-nya hanya
sekitar 5 persen saja. Terbitnya paket itu ditandai
dengan berbagai kejadian pahit di dunia
perbankan Indonesia. Misalnya tragedi Bank
Duta yang kolaps gara-gara permainan valuta
asing, juga ambruknya Bank Umum Majapahit.
UU Perbankan Undang Undang itu lahir pada tanggal 25 Maret
Nomor 7 tahun 1992 guna menyempurnakan UU nomor 14
1992 tahun 1967. Inti aturan itu adalah meniadakan
pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan –
misalnya pemilikan bank oleh pemerintah,
swasta dan daerah. Dalam hal pendirian bank
baru, UU tersebut mengatur berbagai syarat
seperti susunan organisasi, permodalan,
kepemilikan, keahlian di bidang perbankan,
kelayakan kerja dan lain-lainnya. Syarat itu
ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
pertimbangan Bank Indonesia.
Peraturan Melalui Peraturan Pemerintah itu, pemerintah
Pemerintah menaikkan modal minimum pendirian bank, dari
Nomor 70 Rp 10 milyar menjadi Rp 50 Milyar. Langkah itu
Tahun jelas dimaksudkan untuk mengendalikan
1992 pertumbuhan bank yang nyaris tak terkendali.
Pada tahun 1992 tercatat ada bank 17 ribu bank,
8400 di antaranya adalah BPR (bank perkreditan
rakyat). Ada sekitar 100 nama baru pemilik
bank. Kelihatannya, banyak dana-dana luar
negeri yang masuk lewat pasar modal, yang
dipakai untuk mendirikan bank di Indonesia.
Paket Mei 1993 Paktri dinilai kelewat "menekan" dunia
perbankan. Untuk mengimbanginya,
dikeluarkanlah Pakmei yang intinya
melonggarkan aturan soal CAR (capital
adequacy ratio) sebesar delapan persen. Antara
lain, bank boleh memasukkan seluruh laba tahun
sebelumnya dalam komponen modal sendiri.
Aturan sebelumnya, hanya 50 persen saja dari
laba tahun lalu
yang boleh dimasukkan dalam komponen
modal
Aturan Kegiatan
sendiri. Soal penyaluran kredit juga diatur.
Antara lain, pemberian kredit oleh bank bagi
grup usahanya diturunkan dari 50 persen
menjadi hanya 20 persen dari total kredit yang
disalurkan. Ketentuan lain, cadangan minimum
turun dari 1 persen menjadi 0,5 persen dari
aktiva lancar. Pelonggaran itu jelas menaikkan
kapasitas pemberian kredit. Penyaluran kredit
kecil juga diatur. Pakmei memberikan kebebasan
bagi bank untuk memberikan kredit kecil
maksimal Rp 25 juta tanpa melihat
penggunaannya. Menurut Trenggono, Ketua
Perbanas ketika itu, hal tersebut akan mendorong
kredit konsumsi yang berlebih.
Paket Juli 1997 Sepekan sebelum pertemuan Consultative Group
on Indonesia (CGI) di Tokyo, pemerintah
mengeluarkan Paket Tujuh Juli (Pakjul). Di
bidang moneter, paket itu menentukan
pembatasan pemberian kredit kredit oleh bank
umum kepada perusahaan pengembang properti.
Hal tersebut dilakukan karena kredit macet
bidang properti sudah kelewat tinggi.
Bayangkan, pertumbuhan kredit secara umum
antara 23-24 persen, sedang pertumbuhan kredit
properti 35 persen. Sebelum Pakjul, tepatnya 16
April, Bank Indonesia membuat penentuan
tentang reserve requirement (cadangan wajib
minimum bagi perbankan) dari 3 persen menjadi
5 persen. Pada bulan September keluar kebijakan
penundaan terhadap mega proyek. Langkah itu
diharapkan mampu mengurangi impor barang
oleh pihak swasta. Seperti diketahui, di tengah
lilitan kredit macet, bank-
bank masih punya beban untuk menanggung
proyek- proyek swasta dengan dana raksasa.
Pengumuman Pengumuman tersebut merupakan puncak
Pemerintah 1 tragedi di sektor perbankan. Likuidasi serempak
November 1997 terhadap 16 bank telah menjawab rumor yang
sejak lama beredar di Jakarta. Sejumlah bank
lain akan melakukan merger. Pertanyaan
selanjutnya, apakah benar
pernyataan BI bahwa tak akan ada lagi bank
yang dilikuidasi.
Kedua, karena 70% stok emas dunia paska Perang Dunia II berada di
tangan Amerika Serikat (AS), maka AS berani menentukan bahwa dollar AS
sebagai mata uang internasional yang dikaitkan dengan emas.Hal ini misalnya
terdapat dalam misalnya seperti yang tercantum pada IMF Articles of
Agreement Pasal XXXI, Bagian 2 (d); IBRD Articles of Agreement Pasal II,
Bagian 2 (a); Pasal XI, Bagian 2 (d); IDA Articles of Agreement Pasal 2, Bagian
2 (b); IFC Articles of Agreement Pasal 2, Bagian 2 (a), (b), Bagian 3 (c); dan
Convention Establishing the MIGA Pasal 5 (a). Hanya dollar AS yang dapat
ditukarkan dengan emas dengan kurs 1 ounce (=28,35 gram) emas seharga 35 dollar
AS (Suwartoyo 1992, 321). Berdasarkan aturan ini, seluruh mata uang di dunia
tidak dapat menukar emasnya begitu saja dengan emas, akan tetapi mereka
harus mengaitkan mata uangnya pada dollar AS. Konsekuensi utama dari
kebijakan ini adalah AS mendominasi dan mengatur mata uang dunia hingga
tanpa diragukan lagi mereka menjadi negara adidaya.
Ketiga, karena AS merupakan satu-satunya negara yang mengaitkan kembali
mata uangnya dengan emas maka mereka dapat mencetak uang terus menerus tanpa
batas. Dengan kata lain, jumlah uang yang beredar tidak lagi disesuaikan dengan
persediaan emas yang mereka miliki.
Mereka dengan mudah dapat menciptakan kekayaan dari sesuatu yang tiada.
Sistem Bretton Woods ini berakhir bulan Agustus 1971 ketika Presiden AS
Richard Nixon melepaskan kaitan dollar dengan emas.
Keempat, AS menikmati pendapatan yang besar dari percetakan mata uang
dollar dengan hanya mengandalkan seigniorage, yaitu selisih biaya cetak dengan nilai
nominal uang (Kamasa 2012, 164).AS kemudian mendapatkan keuntungan begitu
banyak akan komoditi dari negara- negara yang menggunakan dollar dalam
transaksinya. Dengan kata lain, seigniorage mengirimkan kekayaan (penguasaan atas
sumber-sumber alam dan kekuasaan (wewenang dan pengaruh) pribadi, perusahaan,
dan pemerintah kepada korporatokrasi yang menciptakan uang fiat, yaitu uang
kertas yang didasarkan atas dasar kepercayaan. Istilah korporatokrasi dicetuskan
oleh John Perkins untuk menggambarkan tiga pilar aktor yang membentuk
kebijakan luar negeri AS: perusahaan multinasional, bank internasional dan pemerintah
(Perkins 2004, 77-83; & 2009, 35). Dikenal juga sebagai the financial ruling
classes, yaitu mereka yang embeded dengan institusi keuangan yang menggerakkan
mesin Wall Street. Mereka bukan hanya memiliki lobi atau koneksi kuat dengan
Presiden AS, tetapi juga sangat menentukan dalam pengambilan kebijakan pemerintah
untuk keuntungan mereka (Kamasa 2012).
Kelima, seluruh negara anggota IMF diwajibkan untuk menaruh 25% cadangan
emas miliknya di IMF. Pasal XIII, Bagian 2 (b) Pasal-pasal persetujuan IMF
menyatakan:
(b) the Fund may hold other assets, including gold, in the depositories designated by
the five members having the largest quotas and in such other designated depositories
as the Fund may select. Initially, at least one-half of the holdings of the Fund shall be
held in the depository designated by the members in whose territories the Fund has its
principal office and at least forty percent shall be held in the depositories designated
by the remaining four members referred to above. However, all transfers of gold by
the Fund shall be made with due regard to the costs of transport and anticiapted
requirements of the Fund. In an emergency the Executive Board may transfer all or
any part of the Fund‟s gold holding to any place where they can be adequately
protected.
Isi perjanjian yang serupa terdapat juga di IBRD Articles of Agreement Pasal V,
Bagian 11 (b). Aturan-aturan ini sesungguhnya sangat canggung, superfisial,
dan memberikan kesan yang salah bahwa sistem moneter yang baru ini entah
bagaimana dikaitkan dengan emas. Faktanya, emas yang ditaruh di IMF berfungsi
semata-mata sebagai sarana agar negara-negara anggota dapat mencari pinjaman
berbunga dari IMF dengan jaminan emas yang mereka taruh. Yang paling penting,
dengan mematuhi kewajiban untuk menaruh emas itu, IMF akan mengetahui
jumlah cadangan emas setiap negara anggota. Hal ini kemudian dipastikan lebih lanjut
dengan kewajiban bahwa seluruh negara anggota harus melaporkan kepada IMF setiap
penjualan dan pembelian emas yang mereka lakukan. Pasal VIII, Bagian 5 (a, i-iv) Pasal-
pasal persetujuan IMFmenyatakan
(a) The Fund may require members to furnish it with such information as it deems
necessary for its activities, including, as the minimum necessary for the effective
discharge of the Fund‟s duties, national data on the following matters:
(i) official holdings at home and abroad of (1) gold, (2) foreign exchange;
(ii) holdings at home and abroad by banking and financial agencies, other
than official agencies, of (1) gold, (2) foreign exchange);
(iii) production of gold;
(iv) gold exports and imports according to countries of destination and
orgin.
Keenam, hanya pemerintah, melalui bank sentral, Kementerian keuangan
atau badan fiskal sejenis, yang dapat menukar dollar AS dengan emas. Rakyat
biasa diwajibkan untuk menggunakan mata uang fiat dan tidak dapat menukar
mata uang mereka dengan emas. Pasal V, bagian 1 dan Pasal XIV, Bagian
2 (a) Pasal-pasal persetujuan IMFmenyatakan:
Each member shall deal with the Fund only through its Treasury, central bank,
stabilization fund, or other similar fiscal agency, and the Fund shall deal only
with or through the same agencies. Each member shall designate its central bank
as a depository for all the Fund‟s holdings of its currency, or if it has no
central bank it shall designate such other institution as may be accepted to the
Fund.