Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH UANG

Uang saat ini sudah menjadi alat tukar yang penting dalam kehidupan manusia. Uang dipakai sebagai
alat pembayaran yang sah. Setiap negara juga memiliki mata uangnya sendiri. Seperti halnya Indonesia
dengan mata uang Rupiah.

Setelah Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia
kala itu belum memiliki mata uang sendiri.

Di seluruh wilayah Indonesia masih beredar mata uang peninggalan Hindia Belanda, uang Jepang dan
mata uang De Javasche Bank.

Sekutu yang tergabung dalam Netherlands Indies Civil Administration (NICA) kembali menyerang
Indonesia pada 29 September 1945. Mereka juga menerbitkan uang NICA yang memicu inflasi serta
mengakibatkan kekacauan ekonomi di Indonesia.

Pemerintah akhirnya mengambil langkah strategis demi mengurangi pengaruh NICA di Tanah Air.

Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah Republik Indonesia yang
menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah RI. Pemerintah juga terus mengebut produksi
mata uang sendiri yang dinamakan Oeang Republik Indonesia (ORI).

Langkah bersejarah pemerintah mengeluarkan Oeang Republik Indonesia dilakukan saat kondisi politik
dan ekonomi yang tidak stabil. Saat itu, Ibu Kota RI tengah dipindah ke Yogyakarta karena Jakarta yang
tidak kondusif lagi.

Jakarta tengah dikendalikan tentara asing di bawah kepemimpinan Nederlandsch Indie Civil
Administratie (NICA). Dikeluarkannya ORI ini diharapkan bisa mengurangi tekanan politik NICA.

Penduduk Indonesia mendapat pengumuman tentang Oeang Republik Indonesia dari pidato Wakil
Presiden Mohammad Hatta yang disiarkan melalui RRI Yogyakarta pada 29 Oktober 1946.

Pidato yang berlangsung sekitar pukul 20.00 menegaskan bahwa ORI mulai berlaku pukul 00.00 tengah
malam atau beberapa jam setelah pidatonya.

Uang Jepang dan uang De Javasche Bank yang saat itu beredar sebagai uang yang sah dinyatakan tidak
berlaku lagi.

“Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa yang penuh dengan
penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu adalah tanda kemerdekaan negara,” tutur
Bung Hatta dalam pidatonya.
Pada saat itu, ORI emisi 1 terbit dalam delapan seri uang kertas yaitu satu sen, lima sen, sepuluh sen,
setengah rupiah, satu rupiah, lima rupiah, sepuluh rupiah, dan seratus rupiah.

ORI ini juga punya sisi depan dan belakang yang bergambar ciri khas Indonesia, yaitu keris yang terhunus
dan teks Undang-Undang Dasar 1945. Pada tiap lembar yang beredar, ORI ditandatangani oleh Menteri
Keuangan yang menjabat dalam kurun waktu 26 September 1945 – 14 November 1945, AA Maramis.

Proses peredaran ORI ke seluruh pelosok negeri bukan tanpa halangan. Faktor perhubungan dan
masalah keamanan yang menjadi faktor utama sulitnya pendistribusian mata uang ini ke masyarakat.
Apalagi, sebagian wilayah Indonesia masih berada di bawah kedudukan Belanda.

Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia kesulitan untuk menyatukan Indonesia sebagai satu
kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun 1947 pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada
daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia
Daerah (ORIDA).

Ada beberapa ragam seri ORI lain yang diproduksi yakni ORI II, III, IV dan ORI Baru. ORI II diterbitkan di
Yogyakarta pada 1 Januari 1947. Sedangkan ORI III diterbitkan di kota yang sama pada 26 Juli 1947.
Sementara ORI Baru terbit pada peringatan Hari Kemerdekaan tahun 1949.

Sayang, keberadaan ORI tidak bertahan lama. Penggunaan ORI terpaksa berhenti pada Seri ORI Baru.

Setelahnya, saat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), mata uang RIS resmi diberlakukan
pada 1 Januari 1950 menggantikan Seri ORI Baru.

Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus
sampai 2 November 1949, Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949.

Sebagai upaya untuk menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat, pada 1 Januari 1950
Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat pembayaran yang sah adalah
uang federal.

Mulai 27 Maret 1950 telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan
diedarkan oleh De Javasche Bank yaitu Uang Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak
lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk
kembali.

Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI) sebagai bank
sentral. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok Bank Indonesia tahun 1953, maka
tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia di mana Bank Indonesia menggantikan
De Javasche Bank dan bertindak sebagai bank sentral.
Di saat yang sama, Bank Indonesia juga merilis uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran.

Terdapat dua macam uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik
Indonesia, yaitu uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan)
dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam pecahan di bawah Rp 5, sedangkan Bank Indonesia
menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp 5 ke atas.

Di tahun 1952 hingga 1953, Bank Indonesia mulai merilis uang kertas baru, mulai dari 1 Rupiah hingga
100 Rupiah.

Ini menandai periode baru dalam sejarah Rupiah di mana penerbitan dan peredaran uang kertas Rupiah
kini menjadi tugas Bank Indonesia.

Sedangkan uang koin masih ditangani oleh pemerintah secara terpisah.

Barulah pada masa Orde Baru, Bank Indonesia diberi wewenang untuk mencetak dan menerbitkan uang,
baik dalam bentuk koin ataupun kertas, serta mengatur peredarannya.

Uang inilah yang terus berkembang menjadi alat pembayaran yang diterima hingga kini. Asal nama
Rupiah sendiri berasal dari rupee (India) dan rupia (Mongolia) yang berarti perak.

Bank Indonesia pada Desember 2016 mengeluarkan  11 uang rupiah Emisi 2016 dengan gambar
pahlawan baru. Peluncuran uang rupiah baru ini dilakukan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo.

Uang rupiah baru yang diluncurkan tersebut terdiri atas tujuh pecahan uang rupiah kertas dan empat
pecahan uang rupiah logam. Uang rupiah baru ini akan menampilkan 12 gambar pahlawan nasional.

Uang rupiah kertas yang diterbitkan terdiri atas nilai nominal Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, Rp 10
ribu, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Sedangkan uang rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp
500, Rp 200, dan Rp 100.

Sementara 12 gambar pahlawan yang menjadi latar belakangnya, antara lain Ir Soekarno, Dr (HC) Drs
Mohammad Hatta, Dr GSSJ Ratulangi, Ir H Djuanda Kartawidjaja, Frans Kaisiepo, Dr KH Idham Chalid,
Mohammad Hoesni Thamrin, Tjut Meutiah, I Gusti Ketut Pudja, Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar
Simatupang, Dr Tjiptomangunkusumo dan Prof Dr Ir Herman Johanes.

Uang rupiah tahun emisi 2016 ini memiliki desain yang simpel dengan perpaduan warna yang yang lebih
terang dari cetakan sebelumnya. Pecahan yang baru ini juga memiliki tingkat keamanan yang terbilang
cukup tinggi di dunia karena sudah menerapkan 3 level pengamanan.

Uang kertas Rupiah yang diterbitkan BI ini diklaim menjadi salah satu mata uang yang memiliki tingkat
pengamanan tertinggi di dunia.(HS)
Gambar Uang dari Masa ke Masa

Uang Indonesia Kuno 1945-1948 (ORI)

pada masa itu banyak yang mendesak Pemerintah untuk mencetak mata uang sendiri. Hingga akhirnya
pemerintah pun menerbitkan ORI atau Oeang Repoeblik Indonesia. Namun, saat itu keadaan negara
yang masih kacau membuat peredaran ORI agak tersendat. Meskipun begitu, ORI tetap diedarkan
karena terbukti mampu meningkatkan solidaritas serta nasionalisme rakyat Indonesia. Bentuk fisik ORI
saat itu sangat sederhana. Namun, kualitas yang tidak bagus dan sistem pengaman berupa serat halus
masih kurang. Dalam peredaraannya, ORI terbagi atas beberapa penerbitan.

1. ORI I (1945)

ORI edisi pertama resmi diedarkan pada 30 Oktober 1946. Pecahannya terdiri dari 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½
rupiah, Rp1.00, Rp5.00, Rp10.00, Rp100.00.

2. ORI II (1947)
ORI II hanya memiliki empat pecahan mata uang, yaitu Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, dan Rp100.00.
Pecahan Rp25.00 berbeda dengan tiga nominal lainnya. Untuk edisi ini, seluruh mata uang bertanggal
Djokjakarta 1 Djanuari 1947. Ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara.

3. ORI III (1947)

ORI III terdiri dari tujuh jenis pecahan, yaitu dari ½ rupiah hingga Rp250.00. Di era ini ada pecahan
langka yaitu seri Rp100 Maramis. Pecahan ini hanya bisa dikalahkan oleh pecahan Rp600 di seri ORI IV.
4. ORI IV (1948)

Seri ini memiliki nominal pecahan-pecahan yang sangat ganjil, yaitu Rp0.00, Rp75.00, Rp100.00, dan
Rp400.00.

Adapun salah satu karya terbaik dan terlangka sekaligus termahal yakni nominal Rp600.00 (unissued).

Gambar Uang Rupiah pada Masa Orde Baru


Pada masa ini, uang yang pertama diterbitkan adalah seri Sudirman.

Terdiri dari pecahan Rp1.00, Rp2½.00, Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, Rp50.00, Rp100.00, Rp500.00, Rp1.000
Rp5.000 dan Rp10.000.
Pada masa ini, nominal ditandatangaini oleh Gubernur Bank Indonesia Radius Prawiro dan Direktur BI
Soeksmono B Martokoesoemo. Emisi tahun 1968 mulai diedarkan pada 8 Januari 1968.

Tanggal 23 Agustus 1971 mendevaluasi rupiah sebesar 10%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
Rp415.00 yang sebelumnya Rp378.00.

1. Gambar Uang Rupiah Tahun 1975

Tahun 1975, ada seri terbaru yang dirilis dan diedarkan. Nominalnya adalah Rp1.000 bergambar
Pangeran Diponegoro. Kemudian Rp5.000 dengan gambar nelayan. Lalu, Rp10.000 gambar
relief Candi Borobudur.

Masing-masing ditandatangai oleh Gubernur BI Rachmat Saleh dan Direktur BI Soeksmono B


Martokoesoemo.
2. Gambar Uang Tahun 1992

Pada 1992, kembali dirilis dan diedarkan uang terbaru.

Beberapa pecahan yang diterbitkan adalah berikut:

 Rp100.00 dengan gambar uang Perahu Phinisi


 Rp500.00 dengan gambar uang Orangutan
 Rp1.000 dengan gambar uang Danau Toba
 Rp5.000 dengan gambar uang Alat Musik Sasando
 Rp10.000 dengan gambar uang Sri Sultan Hamengku Buwono IX
 Rp20.000 dengan gambar uang Cendrawasih merah
3. Penerbitan Uang Baru Tahun 1993

Bank Indonesia kembali menerbitkan uang dengan pelbagai pecahan. Nominal Rp50.000
dengan gambar Presiden Soeharto.

Selain itu, dikeluarkan juga penerbitan khusus dengan pecahan dan gambar yang sama tetapi
terbuat dari berbeda. Bahan tersebut plastik polymer dengan pengaman berupa “holografis”
Soeharto, bukan tanda air/watermark, seperti yang biasa digunakan.
4. Gambar Uang Masa Orde Reformasi

Bank Indonesia kembali menerbitkan uang dengan pelbagai pecahan. Nominal Rp50.000
dengan gambar Presiden Soeharto

Selain itu, dikeluarkan juga penerbitan khusus dengan pecahan dan gambar yang sama tetapi
terbuat dari berbeda.

Bahan tersebut plastik polymer dengan pengaman berupa “holografis” Soeharto, bukan tanda
air/watermark, seperti yang biasa digunakan.
5. Gambar Uang Baru Era Jokowi

Pada perkembangannya, Bank Indonesia selaku bank sentral terus menerbtikan uang baru
dengan pecahan yang beragam. Pada 2016, uang baru terdiri dari tujuh pecahan uang rupiah
kertas dan empat pecahan uang rupiah logam. Uang desain baru tersebut menampilkan gambar
12 pahlawan nasional yang ditetapkan sesuai dengan keputusan presiden.

Berikut pecahan dan gambar uang tersebut:

 Rp100.000, gambar Ir Soekarno dan Moh. Hatta.


 Rp50.000, gambar Ir. H. Djuanda Kartawidjaya.
 Rp20.000, gambar Dr. G.S.S.J Ratulangi.
 Rp10.000, gambar Frans Kaisiepo.
 Rp5.000, gambar K.H Idham Chalid.
 Rp2.000,gambar Mohammad Hoesni Thamrin.
 Rp1.000, gambar Tjut Meutia.

Salah satu dari desain uang baru itu sempat heboh karena dituding sejumlah pihak ada logo
mirip palu arit khas PKI. Hal tersebut pun dibantah langsung oleh BI dikepemimpinan Agus
Martowardojo. Padahal, logo pada uang pecahan Rp100.000 itu merupakan logo BI yang
dipotong secara diagonal sehingga membentuk ornamen yang tidak beraturan.
ALAT PEMBAYARAN NON TUNAI

Alat pembayaran non tunai adalah alat yang digunakan dalam proses pembayaran tanpa
menggunakan uang fisik seperti koin dan kertas, melainkan uang non tunai seperti cek, giro,
kartu kredit, dan uang elektronik.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), alat pembayaran non tunai atau kerap disebut cashless
dapat menjadi solusi untuk sistem pembayaran dengan transaksi nilai kecil yang mengacu pada
transaksi dalam bentuk pembayaran digital.

Secara umum, jenis alat pembayaran non tunai dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bentuk
kertas, kartu, dan elektronik. Ketiganya menjadi salah satu contoh dari berkembangnya sistem
pembayaran oleh inovasi teknologi. Berikut ini penjelasan lengkap contoh alat pembayaran non
tunai.

1. Kartu Kredit

Kartu kredit merupakan contoh alat pembayaran non tunai yang dikeluarkan oleh bank dengan
sistem utang. Total transaksi yang Anda lakukan dengan kartu ini nantinya akan diakumulasikan
dalam jangka waktu tertentu, misalnya sebulan.

2. Kartu Debit

Kartu debit adalah jenis alat pembayaran non tunai dalam bentuk saldo yang diterbitkan oleh
pihak bank di tempat Anda menabung rekening. Biasanya, beberapa kartu debit mempunyai
batasan tertentu dalam setiap transaksi.
3. Kartu Prabayar

Berbeda dengan kartu debit maupun kredit, kartu prabayar tidak mempunyai sistem utang dan
juga tidak terkait dengan rekening bank. Kartu prabayar memiliki saldo minimum hingga Rp0,
sehingga ketika kartu tersebut kosong, Anda bisa memilih untuk mengisi ulang atau
menghentikan pemakaiannya tanpa ada denda.

4. Cek

Cek merupakan contoh alat pembayaran non tunai berbentuk kertas, sebagai surat perintah
kepada bank untuk mencairkan dana dalam jumlah tertentu atas nama nasabah maupun nama
lain yang tertera dalam cek.

5. Giro
Sama halnya dengan cek, giro juga menjadi surat perintah kepada pihak bank. Yang
membedakan antara keduanya adalah giro tidak digunakan untuk mencairkan dana, melainkan
untuk memindahkan dana dari rekening satu nasabah ke rekening nasabah yang lain.

6. E-money

Jenis alat pembayaran non tunai berbentuk elektronik ini kerap dikenal sebagai electronic
money (e-money). Umumnya, e-money yang sering digunakan dapat berbentuk kartu maupun
server. Misalnya, kartu FLAZZ, BRIZZI, Go-Pay, OVO, dan Dana.

7. Nota Kredit

Nota kredit adalah surat yang digunakan oleh nasabah untuk mengirim dan memindahkan uang
non tunai ke rekening lain dengan metode kliring. Jenis alat pembayaran non tunai yang satu ini
biasanya dilakukan untuk transaksi dengan nominal besar.
8. Nota Debit

Biasanya, nota debit digunakan untuk menagih hutang para nasabah dengan nominal dan
jangka waktu yang telah ditentukan. Selain itu, nota debit juga dimanfaatkan sebagai keperluan
transaksi antar perusahaan.

Manfaat Alat Pembayaran Non Tunai


1. Proses Transaksi Lebih Cepat

Sebagai pengguna e-wallet, Anda tidak perlu susah payah membawa uang dalam jumlah
banyak, karena semua transaksi dapat dilakukan secara non tunai. Selain itu, transaksi ini juga
dapat menghemat waktu karena bisa dilakukan kapanpun melalui ponsel Anda.

2. Bisa Dilakukan Dimana Saja


Saat ini, Anda tidak perlu pergi ke ATM untuk melakukan pembayaran tagihan listrik, pulsa,
internet, hingga asuransi. Pasalnya, Anda dapat membayarnya melalui m-banking maupun e-
wallet dimana saja tanpa perlu mengantri dengan orang lain.

3. Keamanan Lebih Baik

Dengan pembayaran non tunai, Anda tidak perlu lagi membawa uang tunai dengan nominal
besar. Karena, semua uang tersebut telah tersimpan dengan aman dalam dompet digital yang
Anda gunakan.

Selain itu, sistem keamanannya pun sudah teruji dengan dilengkapi PIN dan nomor OTP yang
hanya bisa diketahui oleh Anda. Jika kartu debit, kredit maupun e-money hilang, Anda dapat
segera memblokir kartu tersebut sehingga saldo dalam rekening tetap aman.

4. History Keuangan Tertata Rapi

Dalam pembayaran non tunai, semua transaksi yang Anda lakukan akan tercatat dengan rapi.
Misalnya, pada jenis m-banking, Anda dapat melihat semua pengeluaran dan pemasukkan yang
akan dicatat dalam riwayat mutasi rekening.

Selain itu, e-money juga dapat memudahkan Anda mengatur pengeluaran. Fitur tersebut akan
membantu Anda untuk melakukan evaluasi dan menekan pengeluaran kedepannya.

5. Banyak Diskon dan Promo

Tidak sedikit penjual yang bekerja sama dengan penyedia pembayaran non tunai untuk
memberikan potongan harga hingga cashback, seperti pembelian tiket kereta, pesawat,
bioskop, hotel, dan beberapa tempat wisata.

Kekurangan dari Alat Pembayaran Non Tunai


1. Adanya Pembatasan

Pada setiap transaksi menggunakan uang elektronik, terdapat batasan dalam jumlah maksimum
yang dapat Anda lakukan pada rekening per harinya.

2. Butuh Akses Internet

Ketika menggunakan sistem cashless, Anda harus selalu terhubung dengan internet. Sehingga,
apabila terjadi gangguan koneksi internet maka Anda tidak dapat mengakses e-wallet dan
proses pembayaran pun gagal dilakukan.

3. Ancaman dari Cyber Crime

Risiko kejahatan cyber akan selalu muncul mengikuti sistem transaksi digital, sehingga banyak
pihak bank atau fintech yang membuat sistem keamanan yang lebih kuat untuk menghindari
terjadinya cyber crime.

Alifia Aidha Firdaus (2 tahun)

Anda mungkin juga menyukai