Anda di halaman 1dari 3

Triavena Andy Widodo Putri

GD/195020407111027/EKP
Ekonomi Lembaga Keuangan
Quiz 1
Sejarah Perbankan Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
Pada abad ke-15, Asia menjadi kawasan yang ramai perdagangannya sehingga
memunculkan ekspedisi perdagangan oleh Eropa di Nusantara. Pada tahun 1746,
VOC mendirikan De Bank van Leening di Nusantara untuk mempermudah
perdagangan namun seiring perjalanannya, De Bank van Leening tidak beroperasi
dengan baik. 7 tahun kemudian, De Bank van Leening berubah menjadi De Bank
Courant en Bank van Leening dan menjadi bank pertama yang beroperasi di
Nusantara namun juga tidak beroperasi dengan baik dan berakhir dengan
kebangkrutan. Pada akhir abad ke-18, VOC diambil oleh pemerintahan kerajaan
Belanda dan Hindia Timur jatuh ke tangan Inggris setelah masa pemerintahan
Herman William Daendels dan Janssen. Kemudian muncullah beberapa bank yang
memiliki peran penting di Hindia Belanda seperti De Javasche NV, De Post Poar
Bank, Hulp en Spaar Bank, De Escompto Bank, NV Nationale Handles Bank, De
Algemene Volkskredietbank, dan Nederland Handles Maatschappij.
Pada periode 1815-1819, kondisi keuangan di Hindia Belanda memerlukan penertiban
dan pengaturan sistem pembayaran, dalam bentuk lembaga bank. Hal tersebut
menyebabkan kalangan pengusaha di Batavia mendesak pemerintah untuk mendirikan
lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Karena desakan tersebut,
akhirnya pada 9 Desember 1826 Raja Willem 1 menerbitkan Surat Kuasa kepada
Komisaris Jenderal Hindia Belanda yang berisi perintah pembentukan bank
berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu atau Oktroi. Atas dasar surat kuasa
tersebut, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan persiapan untuk
mendirikan De Javasche Bank (DJB) dengan beberapa tugas yang dijalankan antara
lain, mendiskonto wesel dan surat utang jangka pendek, mengeluarkan uang kertas,
menjadi kasir pemerintah, menyimpan dana devisa, dan menjadi pusat kliring. Seiring
berjalannya waktu, mulai banyak bank asing yang beroperasi di Indonesia seperti, The
Chartered Bank of India, Australia and China, Hongkong and Shanghai Banking
Corporation, Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, Mitsui Bank, China and
Southern Ltd, dan Overseas China Banking Corporation.
Melalui banyaknya persiapan, akhirnya De Javasche Bank berdiri melalui penetapan
Akta Pendirian DJB dalam Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No
25, pada 24 Januari 1828. Kemudian DJB mengeluarkan Oktroi pertama yang berlaku
selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837. Pada 11 Maret
1828, De Javasche Bank mencetak uang kertas pertama senilai f 1. 120.000,- dengan
pecahan uang kertas f 1000, f 500, f 300, f 200, f 100, f 50, dan f 25. Pada tahun 1829,
De Javasche Bank membuka kantor cabang di Semarang dan Surabaya. Selang
beberapa waktu setelah periode Oktroi ke-4, De Javasche Bank mendirikan kantor
cabang di beberapa tempat yaitu Padang, Makassar, Cirebon, Solo, dan Pasuruan.
Lalu, sebelum berakhirnya Oktroi ke-5, De Javasche Bank mendirikan Kantor Cabang
DJB Yogyakarta.
Pada 22 Maret 1881, DJB melakukan pembaruan dasar pendiriannya dengan Akte
Pendirian di Jakarta jelang periode Oktroi ke-6. Dalam akta tersebut, DJB mengubah
statusnya menjadi Naamloze Vennootschap (N.V.) sehingga dianggap sebagai
perusahaan baru. Pada 31 Maret 1890, Kantor Cabang De Javasche Bank yang
berlokasi di Pasuruan ditutup karena terus merugi. Berakhirnya Oktroi DJB yang
kedelapan, De Javasche Bank Wet mulai berlaku dengan lebih menitikberatkan sistem
pembayaran di Hindia Belanda. Namun, pada 1942 De Javasche Bank Wet
memindahkan asetnya seperti cadangan emas ke Australia dan Afrika Selatan.
Ketika Perang Dunia II berlangsung, Hindia Belanda melikuidasi tiga bank Jepang
yang beroperasi pada saat itu, namun setelah Jepang masuk Nusantara, Pemerintah
Jepang mengeluarkan perintah untuk melakukan likuidasi seluruh bank Belanda,
Inggris, dan beberapa bank Cina untuk Pulau Jawa di Jakarta karena Jepang hanya
ingin mengendalikan keuangan pada satu bank saja, yaitu Bank Rakyat Indonesia
yang dioperasikan oleh putra Indonesia. Selama periode tahun 1942-1944,
dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang bertugas untuk mengedarkan invasion
money yang terdiri dalam tujuh denominasi yakni dari 1 Gulden sampai 10 Gulden.
Pada 1945, pasca Proklamasi Kemerdekaan, Indonesia terbagi menjadi dua
pemerintahan, yakni Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA) dan
Republik Indonesia. NICA menugaskan De Javasche Bank untuk mengambil alih
peran Nanpo Kaihatsu Ginko dengan tugas sebagai bank Sirkulasi dibarengi dengan
mulai beroperasi kembali bank-bank Belanda dan bank-bank asing.
Pada 19 Oktober 1945, Republik Indonesia membentuk Jajasan Poesat Bank
Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian pada 1946 melebur dalam Bank
Negara Indonesia (BNI) sebagai bank sirkulasi. Kemudian pada 30 Oktober 1946,
Oeang Republik Indonesia (ORI) diterbitkan pertama kali sehingga uang Jepang dan
uang Belanda dinyatakan tidak lagi berlaku. Pada 1951, pemerintah berniat
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank sehingga membentuk Panitia
Nasionalisasi DJB. Akhirnya pada 15 Desember 1951, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank.
nasionalisasi dilakukan dengan melakukan pembelian 99,4% saham De Javasche
Bank senilai 8,9 juta Gulden.
Pada September 1952, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pokok
Bank Indonesia dan pada 10 April 1953, RUU Pokok Bank Indonesia disetujui. 29
Mei 1953, Presiden Soekarno mengesahkan RUU Pokok Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (UU) kemudian pada 1 Juli 1953, UU Pokok Bank Indonesia mulai
diberlakukan dengan pengubahan nama De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
sebagai bank sentral juga sebagai bank komersial. Namun pada tahun 1968,
pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 13 tahun 1968 dan menghentikan peran
Bank Indonesia sebagai bank komersial tapi sebagai agen pembangunan dan
pemegang kas negara. Pada tahun-tahun berikutnya, pemerintah meresmikan Bank
Rakyat Indonesia sebagai bank pemerintah pertama di Indonesia dan sempat berhenti
beroperasi, namun kembali beroperasi setelah dibentuk perjanjian Renville. Pada
1960 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu) No. 42 Tahun 1960 yang berisi pembentukan Bank Koperasi Tani dan
Nelayan sebagai hasil peleburan dari Bank Rakyat Indonesia.
Pada 1999, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.23 tahun 1999 dan
menetapkan Bank Indonesia sebagai bank sentral independen dimana Bank Indonesia
mulai menerapkan rezim kebijakan moneter ITF yang bertujuan untuk mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik sebagai
perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. Pada tahun 2004, DPR
mengesahkan Undang-Undang No.3 tahun 2004 yang memberikan penegasan
terhadap kedudukan Bank Sentral yang independen. Kemudian pemerintah
mengesahkan Undang-Undang No. 6 tahun 2009 yang menjelaskan dan mempertegas
fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Sehingga Bank Indonesia
memiliki fungsi khas dalam memberikan fasilitas pendanaan kepada bank yang
mengalami kesulitan likuiditas. Pada tahun 2011, pemerintah mengesahkan Undang-
Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengalihkan
fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK.  
 

Anda mungkin juga menyukai