Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

ASPEK HUKUM PERBANKAN

4.1 Pengertian dan sejarah Bank


Bank secara istilah berasal dari bahasa Italia yakni banque atau banca yang artinya
bangku atau tempat penukaran uang. Istilah ini merujuk pada para bankir Florence di masa
Renaissans yang melakukan transaksi dengan duduk di bangku yang berada di belakang meja
penukaran uang.
Bangku inilah yang pada mulanya dipergunakan untuk tempat tukar menukar uang
antarpedagang dari berbagai negara. Usaha banca ini kemudian berkembang tidak sekedar
melayani tukar-menukar uang saja, tetapi juga menerima titipan uang pedagang. Titipan ini
lama-kelamaan menumpuk, sehingga banca berusaha meminjamkannya kepada pedagang
atau orang lain yang membutuhkannya. Akhirnya usaha banca menjadi penyalur uang dari
pedagang yang kelebihan uang kepada pedagang atau orang lain yang memerlukan uang.
Banca yang semula merupakan usaha person (pribadi) kemudian dilembagakan,
sehingga muncullah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, serta melayani jasa-jasa
dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga keuangan ini kemudian disebut
bank.
Di Indonesia menurut UU No. 10 Tahun 1998, bank diartikan sebagai badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Bank ialah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang biasanya
didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang serta
menertibkan promes atau yang lebih dikenal dengan banknote.
Menurut G.M. Verryn Stuart, bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri maupun dengan uang
yang diperolehnya dari pihak lain atau dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru
berupa uang giral atau uang kartal. Sedangkan Ensiklopedia Ekonomi Kuangan dan
Perdagangan, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai
macam jasa seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, mengawasi peredaran

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 45


mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan uang atau benda-benda berharga, dan
membiayai usaha-usaha perusahaan.
Usaha perbankan itu sendiri dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman
Yunani Kuno dan Romawi. Kegiatannya semula hanya sebatas kegiatan menukarkan uang,
yang pada saat itu hanya dilakukan antarkerajaan. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya, kegiatan perbankan berkembang menjadi tempat penitipan uang dan tempat
peminjaman uang. Bank-bank yang sudah terkenal saat itu adalah Bank Venesia di Benua
Eropa tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genos dan Bank of Barcelona tahun 1320.
Bank yang pertama kali didirikan berbentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada
tahun 1690, saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan
armada lautnya guna bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis, namun pemerintahan
Inggris saat itu tidak memiliki kemampuan pendanaan, kemudian berdasarkan
gagasan William Paterson yang lalu oleh Charles Montagu direalisasikan menjadi
membentuk suatu lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya bisa memenuhi dana
pembiayaan itu hanya dalam waktu dua belas hari.
Sejarah mencatat mulanya dikenalnya kegiatan perbankan ialah pada zaman kerajaan
tempo dulu di daratan Eropa. Lalu, usaha perbankan tersebut berkembang ke Asia Barat oleh
para pedagang. Perkembangan perbankan tersebut Asia, Afrika serta Amerika dibawa oleh
bangsa Eropa ketika melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika
ataupun benua Amerika.
Perbankan di Indonesia berkembang sejak zaman Belanda. Lembaga bank kali pertama
didirikan di Batavia pada tanggal 10 Oktober 1827 yang bernama De Javasche Bank. Tujuan
didirikannya lembaga perbankan ini adalah untuk meningkatkan perekonomian orang-orang
Belanda yang berada di Indonesia. Seiring perkembangan De Javasche Bank, bermunculan
bank-bank yang dikelola oleh swasta, seperti bank Escomto, Rotterdamsche Bank, Nederland
Handelsbank, dan Internatio. Bank-bank tersebut bertujuan untuk membantu membiayai
kegiatan ekspor dan impor.
Pada tahun 1896, seorang penduduk pribumi yaitu patih dari Purwokerto yang bernama
R. Aria Wirya Atmaja mendirikan bank yang diberi nama Bank Penolong dan Tabungan
(Hulp en Spaar Bank). Tujuan didirikannya bank tersebut adalah untuk membantu para
anggotanya agar terhindar dari para rentenir dan tengkulak yang sering memeras.
Bank Penolong dan Tabungan ternyata berkembang sangat pesat. Akhirnya oleh
pemerintah Belanda, Bank Penolong dikembangkan lagi dan diberi nama Hulp Spaar en
Hanbow Credit Bank dan selanjutnya namanya diganti menjadi Algemene Volks Credit Bank.
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 46
Kemudian, namanya berubah lagi menjadi Bank Rakyat Indonesia. Begitu juga De Javasche
Bank, setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadi Bank Indonesia (1951).
Seperti diketahui bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya,
yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang
menjajahnya baik untuk bank pemerintahswasta nasional. Berikut ini akan dijelaskan secara
singkat sejarah bank-bank milik pemerintah maupun bank Bank Sentral.
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun
1968. Kemudian ditegaskan lagi dengan UU No 23 Tahun 1999. Bank ini sebelumnya berasal
dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor. Bank ini berasal dari De Algemene
Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank
Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim),
dipisahkan lagi menjadi: Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU
No 21 Tahun 1968. Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank
Expor Impor Indonesia.
Bank Negara Indonesia (BNI ’46). Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17
Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ’46.
Bank Dagang Negara (BDN). BDN berasal dari Escompto Bank yang di
nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut
dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN
merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yang berada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
Bank Bumi Daya (BBD). BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles
Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara
Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), Bank Pembangunan Daerah (BPD). Bank
ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
Bank Tabungan Negara (BTN). BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian
menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V
dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
Bank Mandiri. Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya
(BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank
Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada
tahun 1999.

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 47


Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi.
Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di
zaman awal kemerdekaan, antara lain:
1. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI
1946.
2. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari
DE ALGEMENE VOLKCREDIET bank atau Syomin Ginko.
3. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo.
4. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
5. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
6. Indonesia Banking Corporation tahun 1946 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank
Amerta.
7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
8. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.

4.2 Pengaturan Perbankan


Pengaturan perbankan di Indonesia memiliki beberapa fungsi utama :
Pertama : Untuk tujuan moneter, pengaturan perbankan diarahkan untuk tujuan
moneter, ditujukan untuk mendorong stabilitas moneter di Indonesia. Hal ini mengingat
masih dominannya perbankan sebagai sumber pembiayaan investasi.
Kedua : Untuk tujuan pengawasan terhadap industri perbankan. Pengaturan perbankan
untuk tujuan pengawasan adalah dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank
maupun kesehatan system keuangan secara keseluruhan, melindungi nasabah, dan menjaga
stabilitas pasar uang serta mendorong system perbankan yang efisien dan kompetitif.
Ketiga : untuk tujuan pembangunan. Pengaturan perbankan untuk tujuan pencapaian
program pembangunan diarahkan agar perbankan nasional dapat mengatasi masalah-masalah
ekonomi pada masa pembangunan.
Selanjutnya akan diuraikan perkembangan perbankan di Indonesia berdasarkan
periodisasi berlakunya peraturan perundang-undangan perbankan.
a. Periode Undang-undang No. 14 Tahun 1967
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan.
Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa
itu
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 48
b. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Dikatakan proses awal liberalisasi perbankan. Tujuan : Mengurangi ketergantungAn
bank-bank pada Bank Indonesia Meningkatkan mobilisasi dana masyarakat
 Isi Kebijakan :
– Penghapusan pagu kredit
– Pembebasan suku bunga simpanan
– Meniadakan pagu atas swap Bank Sentral
c. Periode Pakto 1988
Tujuan : Perubahan Struktural Kelembagaan Perbankan untuk menunjang pengerahan
dana masyarakat dan ekspansi pemberian kredit.
 Isi Kebijakan :
- Keleluasaan Pendirian Bank
- Diperbolehkan BUMN menyimpan deposito di Bank Swasta
- Penetapan CAR ( Capital Adequacy Ratio ), Legal Lending Limit
- Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian Bank-bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana
Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS
Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS
tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal
10 November 1991 di Aceh.
d. Periode Undang-undang No. 7 Tahun 1992
(1) Penyederhanaan jenis bank, menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) serta memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat
diselenggarakannya;
(2) Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara rinci, sehingga
ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan perbankan lebih jelas dan
lebih terarah;
(3) Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada lembaga
perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan
persyaratan kesehatan bank;
(4) Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;
(5) Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan bidang perbankan
secara sehat dan bertanggungjawab sekaligus mencegah terjadinya praktek-
praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 49
e. Periode Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Peralihan kewenangan dan pemberian izin kepada Bank Indonesia yang
sebelumnya menjadi kewenangan Menteri Keuangan;
(2) Perlunya konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka
pembentukan badan khusus;
(3) Peningkatan sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank;
(4) Peningkatan peranan bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah;
(5) Ketentuan mengenai kemungkinan pemilikan bank asing sebagai mitra strategis
dan pemegang saham bank umum;
(6) Peranan Badan Pengawas Keuangan;
(7) Pendefinisian lembaga penjamin simpanan;
(8) Penegasan sifat sementara bagi badan khusus;
(9) Pencantuman persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan dalam perjanjian
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
(10) Perubahan ancaman sanksi pidana berupa peningkatan ancaman hukuman

4.3 Jenis-jenis Bank


Jenis bank dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, tidak hanya berdasarkan
jenis kegiatan usahanya, melainkan juga mencakup bentuk badan hukumnya, pendirian dan
kepemilikannya, dan target pasarnya. Sebelum diberlakukannya undang- undang Nomor 7
Tahun 1992, bank dapat digolongkan berdasarkan jenis kegiatan usahanya, seperti bank
tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor impor. Setelah undang- undang tersebut
berlaku, jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri atas dua jenis, yaitu Bank Umun
dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Jenis-jenis Perbankan di Indonesia diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992:
1. Bank Umum, adalah bank yang dapat memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk deposito
berjangka dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 50


4.4 Kegiatan Usaha Bank
Kegiatan usaha yang boleh, bahkan sebagiannya harus dilakukan oleh Bank, telah
diatur secara rinci dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Aturan yang paling pokok
adalah yangtermuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Aturan penting lainnya termuat dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK DIR BI). Berikut kegiatan dan larangan
kegiatan yang dilakukan bank:
a. Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya: Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi
oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;Surat pengakuan hutang dan kertas dagang
lainnya yang masaberlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan
dalamperdagangan surat-surat dimaksud; Kertas perbendaharaan negara dan surat
jaminan pemerintah; Sertifikat Bank Indonesia (SBI); Obligasi;Surat dagang
berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun; Instrumen surat berharga lain yang
berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkandana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 51


10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnyadalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lainberdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi,
serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan
syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh BI; dan
17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundangundangan dana pensiun yang berlaku.
b. Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuksimpanan dan investasi,
antara lain : Giro berdasarkan pinsip wadi’ah, Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah
dan atau mudharabah, Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
1. Menyalurkan dana melalui: Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi:
murabahah, istishna, salam;
2. Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain: mudharabah,musyarakah;
3. Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah, ijarah muntahiya
bittamlik;
4. Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
5. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain:
wakalah, hawalah, kafalah, rahn;

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 52


6. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri suratsuratberharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)
berdasarkan Prinsip Syariah;
7. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
Pemerintah dan/atau BI;
8. Menerbitkan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
9. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan
Prinsip Syariah;
10. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip
Syariah;
11. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-suratberharga
berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;
12. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;
13. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan PrinsipSyariah;
14. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan Prinsip Syariah;
15. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan Prinsip Syariah;
16. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh
Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.
18. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;
19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang
keuangan berdasarkan Prinsip Syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;
20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan Prinsip Syariah
untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank
Indonesia; dan Ketentuan Perbankan Saat Ini
21. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan
Prinsip Syariah sesuai ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku.
22. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindaksebagai penerima
dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 53
menyalurkannya sesuai Syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang
ditunjuk oleh pemerintah.
c. Kegiatan Usaha BPR Konvensional
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain
d. Kegiatan Usaha BPR Syariah
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain: Tabungan
berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
2. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; dan atau
3. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
4. Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:
5. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: murabahah, istishna, dan atau salam;
6. Transaksi sewa menyewa dengan prinsip ijarah
7. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah, dan atau musyarakah;
8. Melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang
Perbankan dan Prinsip Syariah.
e. Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional
1. Melakukan penyertaan modal, kecuali melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam No. 15 dan 16 pada penjelasan
kegiatan usaha Bank Umum konvensional tersebut di atas.
2. Melakukan usaha perasuransian;
3. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam kegiatan usaha bank umum konvensional di atas.
f. Larangan Kegiatan Usaha Bank Umum Syariah
1. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud
dalam No. 16 dan 17 dalam penjelasan kegiatan usaha Bank Umum
Syariah tersebut di atas
2. Melakukan usaha perasuransian;
3. Melakukan kegiatan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha Bank Umum Syariah
tersebut di atas;
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 54
4. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
5. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional
g. Larangan kegiatan usaha BPR Konvensional
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai
pedagang valuta asing (PVA)
3. Melakukan penyertaan modal;
4. Melakukan usaha perasuransian; Ketentuan Perbankan Saat Ini
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha BPR Konvensional di atas.
h. Larangan kegiatan usaha BPR Syariah
1. Melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam larangan
kegiatan usaha BPR Konvensional;
2. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam kegiatan usaha BPR Syariah di atas;
3. Melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
4. Mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional

4.5 Pendirian dan likuidasi bank


Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuknya,
sudah tentu membutuhkan persyaratan dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa diatur
diatur mengenai perizinan untuk menjalankan bank sebagaimana ditentukan dalam pasal 16
Ayat (1), (2), dan (3) yaitu :
Pasal 16 Ayat (1) “Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai
Bank Umum atau Bank Pekreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang
tersendiri.”
Pasal 16 Ayat (2) :“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Pekreditan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 55


kurangnya tentang: a. Susunan organisasi dan kepengurusan, b. Permodalan, c. Kepemilikan,
d. Keahlian di bidang perbankan., e. Kelayakan rencana kerja.”
Pasal 16 Ayat (3) : “Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
Dari pasal di atas dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia memuat antara lain :
a. Persyaratan untuk menjad pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang
perbankan dan konduite yang baik.
b. Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank.
c. Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat
d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan
e. Kelayakan rencana kerja
f. Batas waktu pemberian izin pendirian bank.

Pembubaran atau likuidasi bank dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
bahwa likuidasi adalah proses membubarkan perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi
pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para
pemegang saham (persero). Dapat dijelaskan bahwa likuidasi bank itu bukan sekedar
pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses
penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah
suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum
bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian
seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin
usaha dan pembubaran badan hukum bank.

Pendirian Bank Umum


Bank Umum dapat didirikan dan menjalankan usahanya dengan izin Bank Indonesia
selaku Bank Sentral. Pemberian izin untuk mendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2
tahapan. Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang
bersangkutan. Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapat izin
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan
kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 56


Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalamPeraturan Bank
Indonesia Nomor : 11/1/PBI/2009 Tentang Bank Umum, yaitu:
Pasal 4
(1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Gubernur Bank
Indonesia.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian
Bank; dan
b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank
setelah persiapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.

Pasal 5
Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesar
Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).

Pasal 6
(1) Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan
persen) dari modal disetor Bank.

Pendirian Bank Pekreditan Rakyat


Bank Perkreditan Rakyat atau yang selanjutnya di singkat BPR menurut Peraturan
Bank Indonesia adalah Bank Perkreditan Rakyat yg melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional.
Dasar hukum pendirian BPR adalah Peraturan Bank Indonesia No 8/26/PBI/2006
tentang Bank Perkreditan Rakyat pasal 3.
Sebagaimana pendirian bank umum, maka dalam pendirian BPR diperlukan adanya izin
prinsip dan izin usaha dari pimpinan BI. Permohonan izin prinsip untuk BPR wajib
memenuhi persyaratan tertentu sebagai mana ditentukan dalam pasal 6 Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, serta melampirkan:
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 57
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar badan
hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang
2. Data kepemilikan berupa: daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing
masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/perusahaan daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan
pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi.
3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi
4. Rencana dan susunan organisasi
5. Rencana kerja untuk tahun pertama, yang memuat: hasil penelaahan mengenai peluang
pasar, dan potensi ekonomi; rencana kegiatan usaha yg mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yg akan dilakukan dalam mewujudkan
rencana tersebut; rencana kebutuhan pegawai; dan proyeksi arus kas bulanan selama 12
bulan serta proyeksi neraca dan perhitungan laba rugi
6. Bukti pelunasan modal sekurang kurangnya sebesar 30% dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama Direksi Bank Indonesia salah
seorang calan pemilik BPR yang bersangkutan.
7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di
Indonesia atau tidak berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.

Hal-hal yang diuraikan diatas merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh
pemohon dalam rangka permohonannya untuk memperoleh izin prinsip, dan BI berkewajiban
untuk menangani permohonan tersebut apabila kelengkapan persyaratan dari pemohon telah
dipenuhi. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak dokumen permohonan
diterima secara lengkap dituntut harus memberikan pernyataan atas permohonan persetujuan
prinsip tersebut baik disetujui maupun ditolak.
Sedangkan untuk memperoleh izin usaha BPR, maka permohonan yang diajukan oleh
si pemohon harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 9 Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, yaitu:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah
disahkan oleh instansi yang berwenang
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 58
2. Data kepemilikan berupa: daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya
masing-masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan
pokok dan simpanan wajib serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi.
3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi
4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja termasuk susunan personalia
5. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito
6. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa: daftar aktiva tetap dan inventaris; bukti
penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan dan atau perjanjian sewa menyewa
gedung kantor; foto gedung kantor dan tata letak ruangan; contoh formulir/warkat yang
akan digunakan untuk operasional bank; NPWP dan Tanda Daftar Perusahaan
7. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbentuk hukum
koperasi, bahwa pelunasan modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia, juga tidak
berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang
8. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota dewan komisaris sebagai
anggota dewan komisaris pada lebih dari tiga bank lain atau sebagai anggota direksi
pada bank umum
9. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota direksi sebagai anggota
komisaris, direksi atau pejabat eksekutif lainnya pada lembaga perbankan, perusahaan,
atau lembaga lain
10. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris dan anggota direksi bahwa yang
bersangkutan tidak bersedia menjadi direksi selama sekurang-kurangnya 3 tahun sejak
BPR beroperasi dan tidak akan mengundurkan diri, kecuali mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari BI
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua
termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan suami
istri, juga dengan dewan komisaris dalam hubungan sebagai orangtua, anak dan suami
istri.

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 59


Berkaitan dengan permohonan izin usaha tersebut, maka BI selambat-lambatnya 60
hari setelah dokumen permohonan diterimanya secara lengkap dituntut memberikan
pernyataan disetujui atau ditolak. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan, BI
terlebih dahulu akan melakukan penelitian; atas kelengkapan dan kebenaran dokumen serta
wawancara dengan pemilik; anggota dewan komisaris dan direksi dalam hal terdapat
penggantian atas calon yang diajukan, namun bila tidak ada penggantian, maka tidak
diperlukan wawancara lagi.
Dengan dikeluarkannya izin usaha oleh BI, maka bank yang bersangkutan wajib
melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal
dikeluarkan izin usaha tersebut. apabila setelah jangka waktu tersebut lewat namun bank
belum melakukan kegiatan usahanya, maka Direksi BI akan membatalkan izin yang telah
dikeluarkannya.

Pencabutan Izin Usaha Dan Likuidasi Bank


Pencabutan izin usaha suatu bank merupakan tindakan yang amat menyakitkan guna
mengeluarkan suatu bank yang sedang dalam kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya dan tidak dapat dilaksanakan lagi, yang harus di keluarkan dari sistem perbankan
(exit policy).
Sesuai dengan kewenangan yang di berikan kepada Bank Indonesia secara atribusi,bank
indonesia dapat mencabut usaha suatu bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan
sistem perbankan.Pencabutan izin usaha suatu bank oleh bank indonesia merupakan tindakan
trakhir bila kesulitan yang dihadapi bank yang bersangkutan tidak dapat di atasi lagi.
Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan dua alasan hukum
yang memungkinkan suatu bank dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia, yaitu :
a. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank membahayakan sistem
perbankan; atau
b. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya dan tindakan untuk mengatasinya belum cukup
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank.

Berdasarkan salah satu alasan hukum tersebut, Bank Indonesia dapat mencabut izin
usaha suatu bank dan kemudian memerintahkan direksi bank yang dicabut izin usahanya
tersebut untuk segera membubarkan badan hukum dan melikuidasi bank yang bersangkutan.
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 60
Likuidasi bank merupakan kelanjutan dari pelaksanaan pencabutan ijin usaha bank.
Likuidasi bank dilakukan dengan cara:
1. Pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan
pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau
penagihan tersebut; atau
2. Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui oleh BI.

Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban
bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi,
likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank,
tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang
dicabut izin usahanya.
Sebagai akibat dari likuidasi terhadap bank nasional swasta terdapat pihak yang
menderita atau dirugikan yaitu :
1. Nasabah Deposan
Uang simpanan deposan dalam berbagai bentuk seperti giro, tabungan,deposito, dan
lain lain terancam keselamatannya. Ketika bank – bank tersebut dilikuidasi, pemerintah
(BI) mengumumkan bahwa deposan hanya diperbolehkan mengambil simpanannya
paling banyak Rp.20 juta, sedangkan sisanya menunggu pemberitahuan lebih lanjut
(menunggu ketentuan dari tim likuidasi bank yang akan dibentuk).
2. Nasabah Kredit
Sebagian dari nasabah kredit ini sudah menandatangani perjanjian kerja kredit (PK)
namun sebelum seluruh pinjamannya dicairkan atau ditarik oleh nasabah. Hal ini
disebabkan oleh adanya klausul dalam PK pencairan nasabah kredit dilakukan secara
bertahap, disesuaikan dengan proyek yang dibiayai kredit bank.

Adapun calon dari Tim Likuidasi wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Bank
Indonesia. Kemudian pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 menyatakan
bahwa apabila Rapat Umum pemegang saham tidak dapat diselenggarakan dalam jangka
waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha, atau dapat diselenggarakan
namun tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum bank dan pembentukan Tim
Likuidasi, Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk mengeluarkan
penetapan yang berisi :

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 61


a. Pembubaran badan hukum bank;
b. Penunjukan Tim Likuidasi;
c. Perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
d. Perintah agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada
Bank Indonesia.

Berikut beberapa yang menjadi tugas atau kewajiban dari Tim Likuidasi di antaranya:
1) Mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan di Panitera Pengadilan Negeri yang
meliputi tempat kedudukan bank yang bersangkutan mengenai pembubaran badan
hukum bank dan pembubaran badan hukum ini diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan
diberitahukan kepada instansi yang berwenang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal pembentukan Tim Likuidasi;
2) Melakukan kepengurusan bank;
3) Melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban bank dalam likuidasi serta
bertanggung jawab terhadap kekayaan bank tersebut;
4) Melakukan likuidasi aset melalui pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada
para debitur;
5) Membuat perencanaan serta melakukan pembayaran ataupun pemenuhan kewajiban
bank kepada kreditur maupun pihak ketiga lainnya dari hasil pencairan dan atau
penagihan piutang bank tersebut;
6) Meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas neraca penutupan
pertanggal pencabutan izin usaha yang belum diaudit;
7) Menyusun neraca verifikasi;
8) Melakukan pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain apabila
disetujui oleh Bank Indonesia;
9) Menyusun Neraca Akhir Likuidasi;
10) Membagikan sisa harta kepada para pemegang saham;
Status hukum badan yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhirnya
likuidasi dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana hal ini di atur pada Pasal 21
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Mengacu pada ketentuan ini, maka status
hukum dari BDL adalah masih tetap berbadan hukum hingga berakhirnya likuidasi. Namun
meskipun masih berbadan hukum, akan tetapi BDL sudah tidak dapat lagi menjalankan
kegiatan usahanya sebagai bank.
(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 62
[1] Booklet Perbankan Indonesia, Edisi 1,Maret 2014
[2] Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta, 2012, hal 134
[3] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38289/4/Chapter%20I.pdf , diakes
tanggal 10 November 2014.
[4] Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, 2005, hal 26
[5] Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit. Hlm 535
[6] Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung , 2003, hlm. 180
[7] Lukman Dendawijaya,Manajemen Perbankan, Bogor, 2009, hlm. 9

(SYR) Materi Kuliah Hukum Bisnis Bab IV – Hal. 63

Anda mungkin juga menyukai