halaman 1 dari 43
MODUL 1
Proses dan Sejarah Perbankan di Indonesia
Kegiatan Belajar 1
halaman 2 dari 43
6. Abad 17-18 setelah Masehi : Kebangkitan bank-bank Nasional.
Tahun 1791 dibentuklah suatu Bank yang disebut “The First United State Bank”
Bank ini dibentuk dengan landasan UU kongres, dan bertujuan untuk
menghidupkan kembali kredit nasional yang telah hancur karena perang saudara.
7. Abad 19-20 Setelah Masehi : Kerjasaman Internasional
Mulai pada Periode ini, Inggris menjadi pusat sistem keuangan dan pembayaran
dunia dimana transaksi dana jangka pendek maupun jangka panjang terjadi. Pada
periode ini dikembangkan fasilitas khusus untuk memenuhi kebutuhan keuangan
di bidang pertanian dan industri oleh karenanya banyak bank-bank koperasi
banyak didirikan. Perkembangan perbankan sangat terasa keberhasilannya,
dengan sistem perbankan yang relatif konkret, dan berhasil menyatukan sistem
Perbankan ke dalam organisasi perbankan, dan keuangan Internasional di bawah
mekanisme standar emas.
Abad 18 BC
a. Masa penyimpanan dirumah ibadah
b. Rumah ibadah sebagai tempat yang paling aman untuk menyimpan kekayaan
(emas, koin).
Abad 4 BC
Abad 15-16 AD
a. Dinasti Fugger
b. Akhir Medici Bank
c. Pengaruh sistem Perbankan di Eropa
Abad 16 AD
a. Banco della PiazzaMulai mengenalkan alat pebayaran selain koin
b. Dikenalkan wesel, cek, giro
Abad 17-18 AD
a. Pembentukan Bank Nasional
b. Pesat perkembangan Bank dan alat pembayaran
c. Pembayaran negara oleh bank
d. First United Bank (USA)
halaman 3 dari 43
Abad 19-20 AD
a. Kerjasama Internasional
b. Pembentukan bank modern
c. Sistem perbankan berbasis teknologi
KEGIATAN BELAJAR 2
Sejarah Perbankan di Indonesia
halaman 4 dari 43
Nasionalisasi bank Belanda ini dikarenakan semanagat nasionalisme yang
cukup tinggi oleh bangsa Indonesia karena Belanda mengingkari
perjanjian linggar jati.
2. Penetapan saneering
Saneering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan,
pembersihan atau reorganisasi. Sedangkan menurut konteks ilmu moneter,
sanering adalah pemotongan nilai uang tanpa mengurangi nilai harga
sehingga daya beli masyarakat menurun.
Kebijakan sanering pertama di Indonesia tanggal 19 maret 1950 yang
dikenal dengan sebutan gunting syafruddin.
C. Masa Orde Baru
peristiwa supersemar 11 maret 1966 dan pembubaran PKI pada 12 Maret 1966 adalah
tonggak kelahiran ORBA. Selanjutnya, pada Tanggal 25 juli 1966 telah dibentuk kabinet
Ampera menggantikan kabinet Dwikora. Tugas kabinet Ampera adalah melaksanakan
program stabilisasi dan rehabilitasi yang berkonsentrasi pada pengendalian inflasi,
pencukupan penghidupan pangan, rehabilitasi prasarana ekonomi, peningkatan ekspor
dan pencukupan kebutuhan sandang.
D. Masa Fakto 88 (1983 – 1997)
Memasuki periode ini, perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan harus menyesuaikan
usahanya dengan kebijakan deregulasi dan debirokrasi di bidang ekonomi yang ditetapkan
pemerintah. De Javasche bank yang didirikan tahun 1828, merupakan cikal bakal Bank
sentral Indonesia. Paket deregulasi 1 diterapkan pada tanggal Juni 1983 yang dikenal
dengan Pakjun1983. dengan dikeluarkan kebijakan tersebut bank-bank memeperoleh
kebebasan dalam menentukan besarnya kredit yang diberikan sesuai dengan dana
masyarakat yang dapat dihimpun. Disamping itu, kepada bank-bank pemerintah diberi
kebebasan merumuskan sendiri tingkat suku bunga baik suku buga dana maupun kredit.
Kebijakan itu bertujuan agar perbankan sebanyak mungkin membiayai pemberian kreditnya
dengan dana simpanan masyarakat dan mengurangi ketergantungan bank pada KLBI (kredit
Likuidasi Bank Indonesia).
1. UU Perbankan No. 7 Tahun 1992, Inti aturan ini adalah : meniadakan
pemisahan perbankan baik kepemilikan dalam hal pendirian bank baru.
UU mengatur berbagai syarat seperti susunan organisasi, permasalahan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan harus pertimbangan BI.
2. PP No. 70 Tahun 1992 (pemerintah menaikkan modal minimum pendirian
bank dari 10 Milyar hingga 50 Milyar.
3. Paket mei 1993 untuk mengimbangi info, dikeluarkan Pakmei yang intinya
melonggarkan aturan soal anggaran dasar sebesar 8% (boleh memasukkan
semua laba tahun sebelumnya dalam komponen modal sendiri).
4. Paket Juni 1997 paket tujuh Juli (Pakjul). Paket ini menentukan
pembatasan pemberian kredit oleh Bank Umum kepada perusahaan
pengembang properti.
5. Pengumuman Pemerintah 1 November 1997
Likuidasi serempak terhadap 16 bank : sejumlah bank lain akan
melakukan merger.
halaman 5 dari 43
E. Masa Reformasi : Kerjasama dan bantuan Likuidasi BI.
Akibat krisis keuangan moneter Tahun 1997, mengakibatkan terjadinya peningkatan utang
perbankan nasional yang mengakibatkan terjadinya likuidasi terhadap 16 bank.
Amandemen UU Tahun 1997 tentang pokok-pokok perbankan menjadi UU No. 10 Tahun
1998 tentang perbankan maka wewenang perizinan di bidang perbankan beralih dari
menteri keuangan kepada pimpinan BI.
Dalam masa krisis ini, BI menjalankan wewenangnya untuk mengatasi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Tahun 1991 berdiri bank muamalat (BMT)
sebagai Bank Umum satu-satunya yang melaksanakan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.
Modul 2
Bentuk, Jenis-jenis Bank, dan Kegiatan Jasa Perbankan
Pendahuluan
Kegiatan Belajar 2 membahas tentang jasa-jasa perbankan yang diberikan oleh bank
Konvensional dan jasa-jasa yang diberikan oleh bank Syariah.
A. Fungsi Bank
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan fungsi utama bank tersebut, jelaslah
bahwa bank berfungsi sebagai “financial intermediary” atau perantara keuangan.
Batasan pengertian dari lembaga keuangan itu sendiri menurut surat keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 792 tahun 1990, yaitu lembaga keuangan diberikan
batasan sebagai semua badan yang kegiatannya bergerak di bidang keuangan, yang fungsinya
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna
membiayai investasi perusahaan.
Secara umum, lembaga keuangan dapat dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu Lembaga
Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank LKBB). LKB sebagai lembaga
yang memiliki fungsi intermediasi, menghimpun, dan menyalurkan dana kepada masyarakat.
LKBB sama dengan LKB tetapi tidak secara langsung dana dari masyarakat di himpun oleh
LKBB melainkan dilakukan terutama melalui kertas berharga ataupun dapat juga diberikan
dalam bentuk penyertaan, pinjaman, ataupun kredit dari lembaga lain.
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat diatur dengan UU tersendiri.
halaman 6 dari 43
Berdasarkan jenisnya Bank dibagi dua, yaitu :
1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran, (berdasarkan pengertian ini bank umum adalah bank pencipta uang
giral)
2. Bank perkreditan rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannnya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
halaman 7 dari 43
D. PERIZINAN PENDIRIAN BANK
1. Perizinan
Diatur dalam Pasal 16 Ayat (1), (2), (3)
Pasal 16 Ayat (1) :
Setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari pimpinan bank Indonesia kecuali apabila kegiatan menghimpun dana
dari masyarakat dimaksud diatur dengan UU tersendiri.
Pasal 16 Ayat (2) :
Untuk memperoleh izin usaha , wajib memenuhi persyaratan :
a. Susunan organisasi dan kepengurusan;
b. Permodalan;
c. Kepemilikan;
d. Keahlian di bidang perbankan;
e. Kelayakan rencana kerja
halaman 8 dari 43
Adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung
atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga
dan meyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.
1. Jenis-jenis Lembaga Keuangan
a. Lembaga pembiayaaan pembangunan
b. Lembaga perantara penerbit dan perdagangan surat-surat berharga, contoh PT.
Danareksa
c. Lembaga keaungan lain.
1. Perusahaan asuransi, yaitu perusahaan pertanggungan
2. PT. Pegadaian
3. Koperasi kredit
2. Usaha-usaha yang dilakukan LKBB
a. Menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan ketas berharga
b. Sebagai perantara untuk mendapatkan kompanyon (dukungan dalam bentuk
dana) dalam usaha patungan
c. Perantara untuk mendapatkan tenaga ahli
3. Jenis-jenis LKBB
a. Perusahaan Asuransi
b. Perusahaan Dana Pensiun
c. Kopersai Simpan Pinjam
d. Bursa efek/Pasar Modal : tempat jual beli surat-surat berharga
e. Perusahaan anjak piutang : badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang
f. Perusahaan modal Venture : badan usaha yang melakukan pembiayaan dalam
bentuk penyertaan modal ke dalam perusahaan.
KEGIATAN BELAJAR 2
JASA PELAYANAN BANK DAN BANK SYARIAH
halaman 9 dari 43
2. Memberikan kredit
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
4. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat
deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
halaman 10 dari 43
2. Prinsip Syarikah atau Musyakarah (bagi Hasil)
Istilah lain musyarakah adalah syarikah atau syirkah
Bahasa inggris diterjemahkan dengan partnership.
Bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kemitraan, persekutuan, atau
perkongsian.
Dibagi 2, yaitu :
1. Syarikah amlak berarti eksistensi perkongsian tidak perlu kepada suatu
kontrak membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya.
2. Syarikah uqud berarti perkongsian yang terbentuk karena suatu kontrak.
a. Murabahah, yaitu akad jual beli antara Bank dengan nasabah. Bank membeli
barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang
bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati.
Atas dasar prinsip murabahah, bank memberikan fasilitas kepada nasabah
untuk membuka letter of credit dan membelikan barang yang diperlukan.
MODUL 3
SISTEM DAN LEMBAGA PENGAWASAN BANK
PENDAHULUAN
KEGIATAN BELAJAR 1
SISTEM PENGAWASAN PERBANKAN OLEH BANK INDONESIA
Kegiatan belajar 1 mempelajari Sistem Pengawasan terhadap Bank yang dilakukan Bank
Indonesia.
halaman 11 dari 43
A. SISTEM PENGAWASAN PERBANKAN
Sistem Pengawasan tertinggi dalam Perbankan di Indonesia selain diberikan pada otoritas
Jasa Keuangann pertama sekali diberikan kepada Bank Indonesia. UU No. 6 Tahun 2009
tentang Bank Indonesia, menentukan bahwa BI mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
3. Mengatur dan mengawasi Bank
BI , sesuai dengan ketentuan Pasal 24 UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI,
berwenang untuk menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Bank Indonesia merupakan bank sentral yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan
alat pembayaran yang sah, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta
menjalankan fungsi lender of the last resort.
Tujuan dari BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, konsekuensi tersebut
maka Bank Indonesia mempunyai tugas :
halaman 12 dari 43
Peran dan tugas BI difokuskan pada tiga subsistem perekonomian. Tiga
subsistem tersebut terdiri dari moneter, perbankan, dan sistem
pembayaran.
Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, memiliki
dua makna, yang pertama berarti bahwa bank sentral memiliki wewenang
untuk menetapkan target moneter tertentu yang akan dicapai pada suatu
periode. Kedua, bank sentral dimungkinkan untuk memilih cara dan
kebijakan yang dianggap tepat untuk mencapai target moneter yang telah
ditentukan.
Pada dasarnya hal-hal yang dapat dilakukan oleh otoritas pengawasan bank meliputi 4
kewenangan, yaitu :
Pengawasan terhadap perbankan ada dua jenis, yaitu ; macro-economic supervision dan
prudential supervision.
KEGIATAN BELAJAR 2
PENGAWASAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)
halaman 13 dari 43
bertindak sebagai konsultan. Dalam menjalankan tugasnya, lembaga otoritas jasa keuangan
berkoordinasi dengan BI selaku Bank sentral.
UU No. 21 Tahun 2011 tentang otoritas Jasa Keuangan yang menjadi landasan bagi
pembentukan suatu lembaga independen untuk mengawasi sektor jasa keuangan. UU ini
telah mengurangi fungsi dan tugas Bank Indonesia terutama yang menyangkut pengaturan
dan pengawasan perbankan sehingga diharapkan BI dapat lebih fokus untuk melaksanakan
kebijakan moneter dan sistem pembayaran.
Tugas dan wewenang OJK dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan hanya berkaitan
dengan aspek micro prudential seperti kelembagaan, kegiatan usaha, dan penilaian tingkat
kesehatan. Kewenangan OJK tidak terbatas mengawasi bidang perbankan, tetapi juga
mengawasi perusahaan sektor jasa keuangan lainnya.
seluruhnya berada di tangan BI. Dua pilar lainnya,tugas kebijakan moneter dan
memperlancar sistem pembayaran tetap berada di Bank Indonesia.
halaman 14 dari 43
Pengawasanyang dilakukan Bappem-LK atas usaha perasuransian terdiri dari
pemeriksaan laporan berkala yang diterima dan pemeriksaan lapangan.
4. Sektor Dana Pensiun
5. Sektor Lembaga Pembiayaan
Asas-asas yang dianut OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya adalah :
2. Kepastian Hukum
3. Kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4. Keterbukaan
5. Profesionalitas, mengutamakan keahlian dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya
6. Integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap
tindakan dan keputusan yang diambil
7. Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak terkait dan publik.
OJK dirancang untuk melakukan tugas pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor;
1. Perbankan
2. Pasar modal, dan
3. Perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya.
Independen dimaksudkan sebagai pelaksanaan mandiri tanpa adanya campur tangan dari
pihak lain. Akuntabel sebagai pelaksanaan kegiatan pengaturan dan pengawasan yang harus
dipertanggungjawabkan berdasarkan peraturan UU yang berlaku.
halaman 15 dari 43
1. Kelembagaan Bank yang meliputi perizinan untuk pendirian Bank dan
kegiatan usaha Bank
2. Tingkat kesehatan Bank
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian Bank
4. Pemeriksaan Bank
F. HUBUNGAN KELEMBAGAAN
1. Hubungan dengan BI
UU OJK mengatur hubungan kelembagaan dan koordinasi serta kerjasama lembaga tersebut
dengan instansi lainnya, Dalam hal sebuah Bank mengalami kondisi tidak baik, OJK wajib
menginformasikan kepada BI.
LPS berfungsi untuk menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya
3. Protokol Koordinasi
Modul IV
PRINSIP KEHATI-HATIAN PERBANKAN, MERGER, KONSOLIDASI, DAN
AKUISISI BANK
KEGIATAN BELAJAR 1
halaman 16 dari 43
bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka
melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Ketentuan mengenai kewajiban
Bank tersebut diatur oleh BI.
Bank Indonesia yang memegang fungsi regulasi, perizinan, dan pengawasan.
1. Bidang Perizinan
Bidang perizinan, UU No. 10 Tahun 1998 jo UU No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan menyebutkan bahwa untuk dapat melaksanakan kegiatan maka
bank harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari instansi yang
berwenang.
2. Tingkat kesehatan Bank
Bank Indonesia mewajibkan semua Bank di Indonesia melakukan penilaian
atas tingkat kesehatan banknya masing-masing secara mandiri (self assesment)
setiap 3 bulan.
3. Kredit dan Batas Maksimum Pemberian Kredit
Menggunakan pendekatan 5 C’s.
Aspek-aspek yang dinilai bankir dalam menilai kelayakan kredit dikaitkan
dengan 5 C’s adalah :
a. Aspek Hukum
b. Aspek pasar dan pemasaran
c. Aspek keuangan
d. Aspek teknis/operasi
e. Aspek manajemen
f. Aspek ekonomi sosial
g. Aspek amdal
4. Posisi Devisa Neto
Perbankan juga harus menaati mengenai besarnya kekurangan maupun
kelebihan devisa yang dapat dimiliki bank dikaitkan dengan kewajiban yang
harus dibayar dalam valuta asing. Batasan dimaksud disebut sebagai Posisi
Devisa Neto (PDN) atau Net Open Position (NOP). Bank wajib memelihara
PDN pada setiap akhir kerjanya yang ditetapkan setinggi-tingginya 20% dari
modal yang dimiliki Bank.
5. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) disebutkan bahwa Good Corporate Governance
adalah suatu tata kelola yang baik yang menerapkan prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas, pertanggungjawaban (responsibility), independen dan kewajaran (fairness).
halaman 17 dari 43
2. Anggora direksi bank baik sendiri atau bersama-sama dilarang memilki saham
melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain.
3. Angota direksi Bank wajib mengungkapkan tentang :
a. Kepemilikan saham pada bank yang mencapai 5% atau lebih
b. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota dewan komisaris,
anggota direksi lainnya dan/atau pemegang saham pengendali bank.
Tujuan BI adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut perlu
ditopang dengan tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian,
sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat.
Pemerintah berkewajiban untuk menjamin dana nasabah yang disimpankan dalam bank
dengan skema penjaminan simpanan nasabah dengan cara, antara lain :
KEGIATAN BELAJAR 2
Merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank
FUNGSI MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI
halaman 18 dari 43
Keberadaan merger, konsolidasi, dan akuisisi dapat dikarenakan untuk meningkatkan
modal perbankan ataupun peralihan kepemilikan karena proses penjualan maupun
pengambilalihan (take over) sehingga pelaksanaan kegiatan ini dapat dilakukan atas :
a. Inisiatif dari bank yang bersangkutan
b. Atas permintaan bank Indonesia
c. Inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan.
Pasal 1 Angka 2 PP RI No. 28 Tahun 1999 tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi (PP No.
28 Tahun 1999), menyebutkan bahwa merger adalah penggabungan dari 2 bank atau lebih,
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank
lainnnya tanpa melikuidasi terlebih dahulu, sedangkan pengertian merger menurut UU
Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena
hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
a. Merger horizontal
Merger diantara perusahaan yang bergerak pada bidang bisnis yang sama.
b. Merger Vertikal
Gabungan diantara perusahaan, yang satu bertindak sebagai supplier bagi yang
lainnya.
c. Merger kon-generik
Merger diantara dua atau lebih perusahaan yang saling berhubungan, tetapi bukan
terhadap produk yang sama. Contohnya, yaitu merger antara bank dengan
perusahaan leasing.
d. Merger konglomerasi
Merupakan gabungan antara dua perusahaan atau lebih yang sama sekali tidak
punya keterkaitan bidang usaha satu sama lain. Contoh, yaitu perusahaan
pengobatan alternatif bergabung dengan perusahaan operator telepon seluler
nirkabel.
2. Konsolidasi
halaman 19 dari 43
Pasal 1 Angka 3 PP No. 28 Tahun 1999 menyebutkan bahwa konsolidasi adalah
penggabungan dari 2 bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan
bank-bank tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu, sedangkan menurut Pasal 1 Ayat 10
UU No. 40 Tahun 2007 tentan Perseroan Terbatas, Konsolidasi adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu
perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari perseroan yang
meleburkan diri dan status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena
hukum. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dua perusahaan bergabung menjadi satu
sehingga hilang badan hukum keduanya serta memunculkan badan hukum yang baru.
3. Akuisisi
Menurut Pasal 1 Ayat 11 UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT, akuisisi merupakan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut. Dalam mengambil alih saham maka perusahaan pengakuisisi membeli
saham sampai jumlah saham perusahaan yang diakuisisi lebih banyak dimiliki oleh
perusahaan yang megakuisisi tersebut, dengan kata lain dalam hal ini pengambilalihan saham
mayoritas tidak menghilangkan bentuk badan hukum dari perusahaan yang diakuisisi. Pasal
1 Angka 3 PP pengambilalihan kepemilikan suatu bnak yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Bank.
MODUL 5
Rahasia Bank
PENDAHULUAN
Sedangkan secara khusus kompetensi yang diharapkan adalah anda dapat menganalisa :
KEGIATAN BELAJAR 1
Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Bank.
halaman 20 dari 43
Rahasia Bank merupakan suatu sistem perbankan yang memberikan batasan-batasan
terhadap pihak-pihak tertentu untuk dapat melakukan akses terhadap sistem dalam suatu
perbankan pihak-pihak tertentu tersebut dapat dikatakan pihak yang memiliki hubungan
langsung dengan perbankan (nasabah atau bank) ataupun pihak lain yang memiliki
kepentingan secara tidak langsung terhadap perbankan tersebut, tetapi perannya sangat
penting untuk perlindungan masyarakat akibat perbuatan perbankan ataupun nasabah bank,
seperti penegak hukum, pengadilan, dan pihak tertentu yang diberikan kewenangan oleh
peraturan UU.
UU No. 7 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 16 : Rahasia bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan.
Pengertian tersebut diubah oleh UU No. 10 tahun 1998 : Rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.
UU No. 7 Tahun 1992 Pasal 40 Ayat 1, delik rahasia bank adalah : Bank dilarang
memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keuangan dan hal-hal lain dari
nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,
kecuali dalam hal sebagaimana di maksud dalam Pasal 41, 42, 43 dan 44.
Ada 2 :
halaman 21 dari 43
Apabila bank mengalami kebangkrutan maka asuransi simpanan untuk masing-
masing nasabah penyimpan maksimum sebesar 2 Milyar
KEGIATAN BELAJAR 2
Hal yang Dikecualikan dalam Rahasia bank dan Sanksi.
A. PENGECULIAN KETENTUAN RAHASIA BANK MENURUT UU NO. 7
TAHUN 1992 JO UU NO. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN
1. Untuk Kepentingan Perpajakan
Diatur dalam Pasal 41 Ayat 1 yang menentukan, bahwa :
“untuk kepentingan perpajakan, pimpinan BI atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-
surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat
pajak.
2. Untuk kepentingan Penyelesaian Piutang Bank yang telah diserahkan kepada
BUPLN/PUPN.
Ketentuan Pasal 41A ayat 1 adalah landasan hukum untuk pembukaan rahasia
bank untuk kepentingan piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau Panitia Urusan Piutang
Negara.
3. Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Pidana, sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 42 Ayat 1 UU No. 10 Tahun 1998.
4. Dalam Perkara Perdata antara Bank dengan Nasabah.
halaman 22 dari 43
Pasal 43 UUNo. 10 Tahun 1998 bahwa :
Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang
bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan
keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang
relevan dengan perkara tersebut.
5. Dalam tukar-menukar Informasi Antarbank
Pasal 44 Ayat 1 UU No. 10 tahun 1998, bahwa dalam rangka tukar-menukar
informasi antarbank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain.
6. Atas Permintaan, persetujuan atau Kuasa dari nasabah Penyimpanan atau ahli
Warisnya. Pasal 44A ayat 1 dan Ayat 2, bahwa bank berkewajiban untuk
memberikan keterangan mengenai simpanan dari nasabah penyimpan kepada
pihak yang diberi kuasa atau ditunjuk oleh nasabah penyimpan dan/atau
memberi keterangan simpanan dari nasabah penyimpan kepada ahli warisnya
apabila ia meninggal dunia.
Pengaturan tentang pengecualian atas ketentuan rahasia bank yang bersifat relatif ditemukan
pula pada UU No.8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencuian Uang. Sementara itu, untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh Kepolisian dan
Kejaksaan atas dugaan tindak pidana korupsi tetap memerlukan izin Gubernur BI untuk
meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
Selain yang diatas KPK juga diberikan kewenangan dalam membuka rahasia bank.
Pasal 47 Ayat 1 dan 2, menyatakan bahwa sanksi pidana berupa pidana penjara dan denda
dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40. Selanjutnya ketentua Pasal 47A menentukan
bahwa anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang
dengan tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42Adan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 tahun dan
paling lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya 4milyar dan maksimal 15 Milyar.
Selain mengajukan gugatan pidana nasabah yang merasa dirugikan mempunyai hak untuk
menuntut ganti kerugian dari bank yang membocorkan keterangan mengenai dana
simpanannya melalui proses gugatan (ligitasi) di pengadilan perdata berdasarkan dua alasan
hukum.
halaman 23 dari 43
Pertama, hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah suatu fiduciary relation
(hubungan kepercayaan). Maka bank mempunyai duty of iduciary terhadap nasabah. Apabila
bank mengungkapkan hal yang harus dirahasiakan maka terhadap perbuatannya dimintai
pertanggung jawaban secara perdata.
Kedua, nasabah dapat pula menggugat bank bahwa bank telah melakukan perbuatan melawan
hukum yaitu melawan hukum dan Pasal 1365 KUHPerdata.
MODUL 6
Tindak Pidana Perbankan
Kegiatan Belajar 1
Tindak Pidana Perbankan dalam UU Perbankan.
halaman 24 dari 43
a. Anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat
atau karyawan bank;
b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau
karyawana bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi
sesuai dengan peraturan perundang;undangan yang berlaku;
c. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan
publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya.
Pihak lain yang menurut BI turut serta mempengaruhi pengelolaan bank,
antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris,
keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.
Pasal 50A, Kedudukan pemegang saham adalah pihak diluar sistem perbankan karena
secara operasional perbankan memegang saham tidak memiliki hubungan dengan kegiatan
perbankan, kedudukan pemegang saham akan muncul saat RUPS, jika pemegang saham
mempengaruhi pihak yang terafiliasi dengan perbankan di luar organ RUPS maka hal ini
dapat dikategorikan sebagai tindak pidana mempengaruhi melakukan suatu tindakan di luar
kewenangan yang dimiliki, maka pemegang saham tersebut dapat dipidana dengan UU
Perbankan ini.
2. Tindak Pidana Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47
A, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 49.
3.
Tabel. Tindak Pidana Perbankan
(Pasal 46 sampai Pasal 53 Bab VIII UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998)
No Pasal Unsur Tindak Pidana Sanksi Pidana
1. 46 Ayat 1 Tindak Pidana (TP) Berkaitan dengan 5-15 tahun penjara
perizinan : dan 10 -200 M
a. Menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan.
b. Tanpa izin usaha dari pimpinan bank
Indonesia (BI) sebagimana
dimaksudkan dalam Pasal 16
Penuntutan terhadap
a. Kegiatan dalam Ayat 1 :
46 Ayat (2) b. Dilakukan oleh badan hukum a. Yang
(berbentuk PT, perserikatan, yayasan, memberi
koperasi) perintah
b. Pimpinan
dalam
perbuatan itu
c. Kedua-
duanya.
halaman 25 dari 43
c. Untuk memberikan keterangan
sebagaimana dimaksud Pasal 40
halaman 26 dari 43
pembukuan tersebut.
49 Ayat 2 Anggota dewan komisaris, direksi, atau 3-8 tahun penjara dan
Pegawai Bank yang dengan sengaja : 5-10M
a. Meminta/menerima,
mengizinkan/menyetujui untuk
menerima;
-suatu imbalan, komisi, uang tambahan,
pelayanan, uang/barang berharga;
- untuk keuntungan
pribadi/keluarganya;
- dalam rangka mendapatkan atau
berusaha mendapatkan uang muka,
bank garansi, atau fasilitas kredit dari
bank;
- atau dalam rangka pembelian atau
pendiskontoan oleh bank atas surat-
surat wesel, surat promes, cek dan
kertas dagang atau bukti kewajiban
lainnya;
-atau dalam rangka memberikan
persetujuan bagi orang lain untuk
melaksanakan penarikan dana yang
melebihi batas kreditnya
50 TP berkaitan dengan terafiliasi : 3-8 tahun penjara
a. Pihak terafiliasi; 5-10 M
b. Dengan sengaja
c. Tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
UU ini dan peraturan UU lainnya yang
berlaku bagi bank
50A Tp berkaitan dengan pemegang saham: 7-15 tahun penjara
a. Pemegang saham dan 10-200M
b. Dengan sengaja
c. Untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan yang mengakibatkan bank
tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
UU ini dan ketentuan UU lainnya yang
berlaku bagi bank
51 Ayat 1 TP dalam pasal 46, Pasal 47, pasal 47A, Pasal
48 Ayat 1, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A
adalah “kejahatan”
51 Ayat 2 Tindak Pidana dalam Pasal 48 Ayat 2 adalah
pelanggaran
52 Ayat 1 Bank tidak memenuhi kewajiban dalam UU ini Sanksi Administrasi
oleh Bank Indonesia
disebut dalam ayat 2
53 Pihak terafiliasi tidak memenuhi kewajiban Sanksi administrasi
halaman 27 dari 43
dalam UU ini oleh BI disebut
dalam penjelasan
Pasal 53
KEGIATAN BELAJAR 2
Kejahatan perbankan yang dilakukanoleh bank dapat dikatakan kejahatan korporasi, ada 2 :
1. Crimes for corporation, yakni pelanggaran hukum dilakukan oleh korporasi karena
meninginkan tujuanya, yakni mencari keuntungan dengan cara apapun;
2. Criminal corporation, yakni dibentuknya badan usaha memang ditujukan melakukan
perbuatan jahat (dummy corporation)
Merupakan bentuk kejahatan extra ordinary crime yang dilakukan oleh orang yang
memiliki intelektual tinggi, terorganisir dan dilakukan secara sistematis, selain hal itu
perbuatan korupsi memberikan dampak yang cukup luas bagi perekonomian negara dan
stabilitas negara.
pidana pencucian uang merupak TP yang diterapkan didasarkan pada tindak pidana awal
(predicete crime) salah satu tindak pidana asal adalah tindak pidana perbankan.
Pasal 2 UU TP Pencucuian Uang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan Pemberantasan
TP Pencucian Uang, menyebutkan bahwa hasil tindak pidana asal yang sengaja dikaburkan
melalui penempatan, penyamaran, dan penggunaan merupakan tindak pidana pencucian uang.
halaman 28 dari 43
Tindak pidana pencucian uang yang dimaksud terdapat dalam Pasal 3, 4 dan 5, kategori TP
pencucian uang ini merupakan TP pencucian uang yang juga berlaku bagi uang hasil tindak
pidana dari tindak pidana perbankan.
Pasal 3
Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Ayat 1 dipidana karena TPPU dengan pidana penjara paling lama 20 tahun dan
denda paling banyak 5 miliar.
Pasal 5
Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupaka hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 1 miliar.
Pasal 65 sampai dengan pasal 72 UU No. 23 Tahun 1999, mengatur tentang ketentuan
TP yang dilakukan oleh orang maupun badan hukum
Modul 7
Teori dan konsep Tindak Pidana Pencucian Uang
PENDAHULUAN
Kegiatan Belajar , menjelaskan sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang dan lembaga yang
dibentuk khusus yang berhubungan denngan TPPU itu sendiri, yaitu Pusat Pelaporan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) dan memahami teori tentang TPPU.
halaman 29 dari 43
Kegiatan Belajar 2, menjelaskan tentang jens TPPU, tahapan TPPU dan metode yang
digunakan dalam PPU.
KEGIATAN BELAJAR 1
Sejarah, Pengertian Pencucian Uang ( Money Laundering), serta Konsep Pelaporan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Pada Tahun 2004, sejalan dengan berdirinya PPATK, melalui keputusan Presiden No.
1 Tahun 2004 tanggal 5 januari 2004, Pemerintah RI membentuk komite koordinasi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang
diketuai oleh Menko Politik, Hukum, dan Keamanan dengan Wakil MENKO Perekonomian
dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite.
Selanjutnya UU ini diganti dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang pennegahan dan
Pemberantasan TPPU.
halaman 30 dari 43
Menurut FATF, Pencucian uang adalah proses dari perbuatan pidana untuk
menyamarkan sumber yang tidak sah. UU No. 8 Tahun 2010, dalam Pasal 1 angka 1,
Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sesuai dengan
ketentuan dalam UU ini sedangkan dalam UU No. 25 Tahun 2003, Pencucian Uang adalah :
“Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjkan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan
sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. UU No. 8 Tahun 2010, yang dapat
dikatakan pencucian uang itu sendiri dalam ketentuan Bab II tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang didefinisikan sebagai tindak pidana pencucian uang, yaitu Pasal 3, Pasal 4
dan Pasal 5.
PPATK adalah lembaga Financial Inteligence Unit (FIUs). Pendirian PPATK pertama kali
berdasarkan UU RI No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU RI No. 15 tahun 2002
tentang TPPU yang mana fungsi dan kewenangannya sebagaimana dimaksud Pasal 40 UU
No. 8 Tahun 2010, terdiri dari :
KEGIATAN BELAJAR 2
Tahapan dan metode Tindak Pidana Pencucian Uang
halaman 31 dari 43
Menurut konvensi Vienna tahun 1998 terdapat tiga jenis tindak pidana pencucian uang dalam
“the process ofmoney laundering conduct”, yaitu :
1. Mengubah atau memindah property yang berasal dari kejahatan, dengan tujuan
menyembunyikan asal usul gelap dari property tersebut.
2. Menyembunyikan keadaan yang sebenarnya dari property yang berasal dari kejahatan
itu baik sumbernya, asal usulnya lokasinya, penempatan/pembagiannya,
pergerakan/penyalurannya, maupun hak-hak yang berhubungan dengan property
tersebut.
3. Menguasai atau menerima, memiliki atau menggunakan property yang diketahuinya
berasal dari kejahatan atau dari keikutsertannya dalam melakukan kejahatan itu.
2. Tahapan Pencucian Uang
Ada 3 :
a. Tahapan penempatan (placement)
Pelaku berusaha mengaburkan asal-usul uang yang berkaitan langsung dengan diri pelaku
dengan menyebarkan uang tersebut atau bahkan mengubah identitas pemilik harta tersebut
dengan tujuan memutuskan hubungan uang hasil kejahatan dari sumbernya, sehingga uang
tersamarkan dan sulit diidentifikasi pemilik asli dari dana tersebut. Upaya tersebut dapat
berupa a) transfer satu bank ketempat bank lain, b) memecah-mecah jumlah uang dalam
rekening sehingga memiliki rekening yang banyak untuk menyebarkan uang tersebut, c)
mendirikan perusahaan fiktif, d) membeli barang-barang atas nama orang lain.
Tahapan ini dilakukan untuk kembali menarik dana-dana yang telah ditempatkan atau
disamarkan asal-usul dikembalikan kepada pemilik aslinya yang digunakan untuk usaha legal
atau untuk membiayai kegiatan pidana lainnya.
halaman 32 dari 43
3. Usaha Legal (legitimate Business Conversions)
Pemanfaatan usaha sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil
kejahatan. Hasil kejahatan tersebut dikonvesikan melalui transfer, cek atu
instrument alat pembayaran lainnya. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan
menjalankan usaha dan bekerjasama dengan mitra bisnisnya degan menggunakan
rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat penampungan untuk hasil
kejahatan yang dilakukan.
4. Metode gabungan dan Derivatif (pengembangan)
a. Metode loan back, yaitu meminjam uangnya sendiri, perusahaan bayangan yang
direksi dan pemegang saham dia sendiri.
b. Metode Operasi C-Chase
Metode ini cukup rumit karena memiliki sifat liku-liku sebagai cara untuk
menghapus jejak.
c. Metode transaksi perdagangan internasional dan penyelundupan
Model ini menggunakan sarana dokumen letter of credit (L/C). Oleh karena
menjadi fokus urusan bank
d. Metode akuisisi dan real estate carousel
Model akuisisi adalah perusahaan sendiri. Contoh pengusaha indonesia memiliki
perusahaan gelap di cyman island. Hasil usaha di cayman didepositokan
didepositokan atas nama perusahaan di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara
ini, pemilik perusahaan di Indonesia memiliki dana yang sah karena telah tercuci
melalui hasil penjualan saham-sahamnya di perusahaan Indonesia.Model Real
Estate Carousel, yakni menjual suau property berkali kali kepada perusahaan di
dalam kelompok yang sama.
e. Metode investasi tertentu, biasanya dalam bisnis transaksi barang antik. Misalnya
pelaku membeli barang kemudian menjual kepada orang suruhannya.
f. Metode over invoices atau double invoice
Dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor negara sendiri, dan
mendirikan peusahaan bayangan di luar negeri. Perusahaan bayangan tersebut
mengekspor barang ke Indonesia dan membuat invoice pembelian dengan harga
tinggi (over invoice) bila dibuat dua kali (double invoices)
g. Metode perdagangan saham
h. Metode la mina
Terjadi di Amerika Serikat tahun 1990, dana dari perdagangan obat bius
diserahkan kepada perdagangan grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat,
kemudian emas tersebut diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya
legal.
i. Metode deposit taking dan identitaas palsu
Model deposit taking, dengan mendirikan perusahaan keuangan seperti deposit
Taking Instituion(TI) Canada
Model identitas palsu, yakni memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin
pemutih uang dengan cara mendepositokan dengan nama palsu, menggunakn safe
deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan.
halaman 33 dari 43
B. PERATURAN TPPU DI BEBERAPA NEGARA
1. Amerika (USA)
Diantaranya MLCA (Money Laundering Central Act (MLCA), diatur unsur
untuk mengategorikan TPU :
a. Transaksi finansial atau perpindahan internasional
b. Kegiatan melanggar hukum tertentu.
2. Singapura
UU CDSA (corruption, drug traffcking, and other serious crimes 1999
mengkriminalisasi pencucian dana hasil narkotik dan 184 kategori tindak
pidana serius lainnya, termasuk yang di luar negeri berkomitmen, yang
dianggap pelanggaran serius jika mereka memiliki telah dilakukan di
Singapura.
Ada juga ketentuan pemberitahuan dan pedoman pencegahan pencucian uang
dan melawan pendanaan terorisme MAS)
Peraturan casino dengan the casino control act
3. Hongkong
Anti money laundering and counter-terrorist financing ordinance (AMLO) act
no. 15 tahun 2011 jo Act no. 2 tahun 2012
4. Swiss
The agreement on Due Diligence (CDB) in 1977, ketentuan ini mewajibkan
bank untu mengetahui identitas nasabah bagi transaksi tertentu
5. Inggris
Antara lain drug traffiking act 1986, orang yang membantu traffiking
menikmati hasil kejahatan atau memudahkan penguasaan hasil tindak pidana
tersebut, diancam hukuman penjara maksimum 14 tahun.
MODUL 8
Unsur-unsur dan Hukum Acara Tindak Pdana Pencucian Uang
Kegiatan belajar 1
Unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang
halaman 34 dari 43
(Money Laundering).
Tindak Pidana dalam bahasa Belanda “strafbaarfeit” atau “delict” adalah perbuatan
pidana atau perbuatan yang dapat dihukum.
Simons, Delik adalah suatu perbuatan atau akibat dari suatu perbuatan, perbuatan tersebut
dilarang
halaman 35 dari 43
Unsur-unsur TPPU adalah segala delik yang terdapat dalam ketentuan hukum yang
mengatur tentang perbuatan orang atau suatu korporasi yang mana perbuatan tersebut
adalah TPPU yang diberikan sanksi hukum dalam ketentuan UU yang berlaku dan
orang atau suatu korporasi yang melakukan perbuatan tersebut dapat dimintakan
pertangungjawaban kepadanya.
Ketentuan perbuatan hukum pidana pencucian uang diatur dalam UURI No.
25Tahun 2003 jo UU No. 15 Tahun 2002 tentang TPPU jo U No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Ketentuan Pasal 1 Angka 1, UU No. 8
Tahun 2010, pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sesuai degan ketentuan dalam UU ini, sedangkan dalam UU No. 25
Tahun 2003 menyebutkan definisi pencucian uang adalah :
“”Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan
atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah mejadi hara kekayaan
yang sah.
TPPU dibagi dua, pertama sebagaimana dalam ketentuan Baba II tentang TPPU, yaitu
Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Ayat (1), sedangkan yang kedua, yaitu Bab II tentang
Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan TPPU, yang ditentukan dalam ketentuan
Pasal 11sampai dengan Pasal 16.
1. UNSUR-UNSUR TPPU
Pasal 3, pasal 4 dan Pasal 5 mesyaratkan adanya harta kekayaan yang diketahui
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan demikian seluruh uang
kekayaan yang didefinisikan sebagai suatu tindak pidana asal (predicate crime),
sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Ayat 1 sebagai harta
kekayaan hasil dari tindak pidana sebagai tindak pidana awal adalah kejahatan.
Unsur perbuatan pencucian uang terkait dengan tiga hal pokok (Irman S),
yaitu adanya :
a. Kejahatan semula, atau asal, atau predicate crime, yang mengakibatkan hasil,
yaitu hasil tindak pidana;
b. Suatu perbuatan yang dilakukan terhadap hasil tindak pidana tersebut;
c. Harta kekayaan sebagai hasil dari tindak pidana tersebut.
Unsur tindakan perbuatan melawan hukum bukan pada kegiatan mendapatkan suatu barang
ataupun uang atau kekayaan lainnya dengan melakukan tindak pidana
Syarat utama dalam TPPU harta atau uang kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana
sebagaimana telah ditentukan secara limittaif dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 8 tahun 2010
tersebut.
Apabila sudah dapat dipastikan atau patut diduga bahwa harta atau uang atau kekayaan
lainnya merupakan hasil tindak pidana maka unsur selanjutnya apakah ada niat atau kehendak
dari setiap orang tersebut untuk melakukan suatu perbuatan atas harta tersebut sehingga harta
halaman 36 dari 43
tersebut sulit untuk dilacak dengan cara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3, pasal 4,
dan Pasal 5 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010, denga cara menetapkan, menyamarkan dan
menggabungkan harta tersebut susah dilacak keberadaannya.
Setelah harta atau uang kekayaan lainnya susah untuk dilacak maka upaya tindak pidana
selanjutnya mengubah bentuk atau jumlah dari harta tersebut dengan menggunakan uang
atau harta dan kekayaan lainnya tersebut, baik dengan pembelian, hibah, mengalihkan,
membuat modal usaha, menginvestasikan dalam bentuk benda ataupun saham, mengirimkan
ke luar negeri, menukarkan dengan mata uang asing, atau surat berharga dan lain sebagainya.
Unsur kesalahan adalah suatu keadaan psikis (batin) pada orang yang melakukan
perbuatan pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatan yang
dilakukan sedemikian rupa, hingga orang itu dapat dicela karena perbuatannya (perbuatan
hukum formil).
Ada dua pendekatan sehubungan dengan ajaran perbuatan melawan hukum materiil ini :
KEGIATAN BELAJAR 2
Penyidikan dan penuntutan Tindak pidana Pencucian uang (Money Laundering).
Anda diharapkan mampu menjelaskan rumusan dan proses penyidikan dan
penuntutan tindak pidana pencucian.
A. TINDAK PENCUCIAN UANG TINDAK PIDANA KHUSUS
TPPU termasuk tindak pidana khusus karena tindak pidana ini diatur di luar KUHP. Dalam
hal penyidikan dan penuntutan, tentang kewenangan institusi dan kewenangan yang dimiliki
halaman 37 dari 43
oleh penyidik dan penuntut umum jika telah diatur dalam ketentuan TPPU maka yang
berlaku adalah ketentuan yang berlaku dalam ketentuan UU TPPU tersebut, tetapi sepanjang
tidak diatur lebih khusus maka ketentuan hukum acara dan kewenangan yang dimiliki
mengacu pada ketentuan KUHAP. Hal ini yang disebut sebagai asas “lex specialis
derograd legi generalis”.
Tentang penyidikan TPPU diatur dalam Bab VIII Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan
di sidang Pengadilan dan Penting sekali dipahami ketentuan Pasal 74 tentang perluasan
penyidik, dan Pasal 75 tentang bagaimana cara menyidik antara predicate offense dan money
launderingnya.
Penyidikan merupakan rangkaian tindak penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam ketentuan KUHAP atau UU lain yang diatur secara lebih khusus untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangka (Pasal 1 Ayat 2 KUHAP).
Yang dimaksud dengan penyidik pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh UU diberi
kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu kepolisian, kejaksaan, KPK BNN, Ditjen
Pajak, serta Dirjen Bea dan Cukai Kementrian Keuangan RI. Penyidik tindak pidana asal
dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti
permulaan cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak
pidana asal sesuai kewenangannya.
Selain itu, penyidik dan penuntut umum dalam rangka penyiidikan dapat melakukan
penundaan transaksi (Pasal 70), pemblokiran (71), keterangan tentag harta kekayaan
tersangka kepada pihak pelapor (Pasal 72), dalam Ayat (5) dinyatakan harus dengan surat
permintaan yang ditandatangani oleh Kepala Kepolisian RI atau Kapolda.
Pasal 71 TPPU bahwa penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan
pihak pelapor untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana dari :
halaman 38 dari 43
harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada pihak pelapor yang bersangkutan,
pelapot dalam ha ini seperti perbankan.
Pasal 74 UU TPPU
Penyidikan tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai
dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain menurut UU ini.
Pasal 75 UU TPPU
Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana
Pencucian uang dan Tindak pidana Asal, penyidik menggabungkan Penyidikan tindak pidana
Asal dengan penyiidikan tindak pidana Pencucian Uang dan memberitahukannya keadan
PPATK.
Jaksa Penuntut Umum memahami bahwa dakwaan harus disusun secara kumulatif bukan
alternative, karena aturan predicate offence dan pencucian uang adalah dua kejahatan yag
walaupun perbuatan pencucian uang selalu harus dikaitkan dengan predicate offence-nya,
namun pencucian uang adalah kejahatan yang berdiri sendiri (as a separate crime). Dengan
demikian, dalam dakwaan tindak pidana pencucian uang misalnya berkaitan dengan dakwaan
pasal 3 maka predicate offence dan follow upcrimes-nya didakwakan sekaligus.
Ada 5 yakni :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dalam UU PPTPPU sekaligus diatur mengenai bukti elektronik, yakni alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau alat yang serupa optik dokumen.
Hukum pembuktian dalam TPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai Pasal 78 UU
PPTPPU adalah menganut asas pembuktian terbalik, artinya terdakwa yang membuktikan di
sidang pengadilan, sedangkan jaksa/penuntut umum bersikap pasif. Dalam pemeriksaan di
sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UU PTPU
Dalam Pemeriksaan TPPU terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil dari tindak
pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pencucian uang
halaman 39 dari 43
merupakan independent crime, artinya kejahatan yang berdiri sendiri, meskipun merupakan
kejahatan yang lahir dai kejahaatn asalnya.
Pasal 77
Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa
harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.
Pasal 78
1. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan
bahwa Harta Kekayaan yang tekait dengan perkara bukan berasal aau
terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Ayat 1
2. Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaaan yang terkait dengan
perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 dengan mengajukan alat bukti yang
cukup.
MODUL 9
Studi KasusTindak Pidana Pencucian Uang
PENDAHULUAN
KEGIATAN BELAJAR 1
Studi Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (MoneyLaundering)
Mengenai alasan terdakwa
Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah
menerapkan hukum karena sudah tepat dalam pertimbangan hukum dan putusannya.
Keberatan kasasi bahwa judex facti salah menerapkan hukum karena dalam pertimbangannya
judex facti tidak membuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal (predicate crime) tidak
berdasarkan alasan hukum yang benar oleh karena ketentuan Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2002
mensyaratkan Terdakwa cukup mengetahui atau patut menduga bahwa harta yang
ditempatkan dan seterusnya tersebut merupakan hasil tindak pidana yang disebut dalam Pasal
2 diperoleh langsung atau tidak lagsung dari kejahatan korupsi, penyuapan, dan sebagainya.
Dengan demikian , tidak menjadi beralasan hukum untuk membuktikan terlebih dahulu
terjadinya tindak pidana korupsi, penyuapan dan lain-lain sebagai predicate crime untuk
terjadinya/dilakukannya tindak pidana pencucian uang.
Pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak diterapkan suatu peraturan
hukum sebagaimana mestinya, atau apakah cara megadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan UU, dan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasaal 253 KUHAP.
Analisis
Kasus ini masih menggunakan ketentuan UU No. 15 Tahun 2002 jo UURI No. 25 Tahun
2003 jo UU No. 15 Tahun 2002 TPPU yang mana ketentuan TPPU menggabungkan definisi
TPPU dalam Pasal 3 dan Pasal 6 .
Bahwa konsep Tindak Pidana awal (predicate crime) yang tidak perlu dinyatakan telah
terbukti dapat langsung menetapkan terdakwa telah melakukan TPPU telah diterapkan dalam
kasus ini, Majelis hakim yang memeriksa perkara ini tetap bependapat bahwa judex facti
halaman 40 dari 43
salah menerapkan hukum karena dalam pertimbangannya judex facti tidak membuktikan
lebih dulu tindak pidana asal (predicate crime) tidak berdasarkan alasan hukum yang benar
oleh karena ketentuan Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2002 mensyaratkan terdakwa cukup
mengetahui atau patut menduga bahwa harta yang ditempatkan dan seterusnya tersebut
merupakan hasil tindak pidana. Dengan demikian, penerapan terhadap Pasal 3 tersebut dapat
diterapkan.
Dakwaan yang diajukan oleh JPU adalah jenis dakwaan alternatif, yaitu dakwaan yang jika
dakwaan kesatu terpenuhi maka dakwaan yang lain tidak perlu dibuktikan kembali hal ini
dapat diketahui jika dalam dakwaan tersebut menggunakan kata “atau”, sedangkan dakwaan
kumulatif, yaitu dakwaan yang memberikan pembuktian bukan hanya pada dakwaan pertama
juga pada dakwaan yang berbeda karena jenis perbuatan berbeda, tetapi dalm suatu kegiatan
yang sama misalnya, perbuatan tindak pidana korupsi lalu hasil dari tindak pidana korupsi
tersebut dilakukan tindak pidana korupsi lalu hasil dari tindak pidana korupsi tersebut
dilakukan tindak pidana pencucian uang maka dakwaan dapat dilakukan secara kumulatif
dengan dakwaan pertama adalah tindak pidana korupsi, sedangkan dakwaan kedua adalah
tindak pidana pencucian uang, dengan demikian hukumannya atas kedua tindak pidana
tersebut juga dapat diakumulasi, jenis dakwaan terakhir adalah dakwaan yang berbentuk
‘alternatif kumulatif’ dalam dakwaan ini dapat dijatuhkan pidana salah satu atau kedua-
duanya dari dakwaan yang didakwakan oleh JPU dengan menggunakan kata ‘dan atau’
dalam kalimat dakwaannya maka JPU dapat menentukan bahwa dapat menghukum dengan
dakwaan yang telah ditetapkan dalam Jenis dakwaan alternatif adalah yaitu jika dakwaan
kesatu terpenuhi maka dakwaan yang lain tidak perlu dibuktikan kembali hal ini dapat
diketahui jika dalam dakwaan tersebut menggunakan kata ‘atau’, sedangkan dakwaan
kumulatif yaitu dakwaan yang memberikan pembuktian bukan hanya pada dakwaan pertama
juga pada dakwaan yang berbeda karena jenis perbuatan yang berbeda karena jenis perbuatan
yang berbeda, tetapi dalam satu kegiatan yang sama misalnya, perbuatan tindak pidana
korupsi lalu hasil dari tindak pidana korupsi tersebut dilakukan tindak pidana pencucian uang
maka dakwaan dapat dilakukan secara kumulatif dengan dakwaan pertama adalah tindak
pidana korupsi, sedangkan dakwaan kedua adalah tindak pidana pencucian uang, dengan
demikian maka hukumannya atas kedua tindak pidana tersebut juga dapat diakumulasi, jenis
dakwaan terakhir adalah dakwaan yang berbentuk ‘alternatif kumulatif’ dalam dakwaan ini
dapat dijatuhkan pidana salah satu atau kedua-duanya dari dakwaan yang didakwakan oleh
JPU dengan menggunakan kata dan atau dalam kalimat dakwaannya maka JPU dapat
menentukan bahwa dapat menghukum dengan dakwaan yang telah diteapkan dalam dakwaan
pertama atau kedua atau dihukum dengan kedua-duanya.
KEGIATAN BLAJAR 2
Studi Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (money Laundering).
ANALISIS
Kasus ini masih menggunakan ketentuan UU No. 15 Tahun 2002 sebagaiman diubah dengan
UU RI No. 25 tahun 2003 jo UU No.15 Tahun 2002 yang mana ketentuan TPPU
menggabungkan definisi TPPU dalam Pasal 3 Ayat 1 huruf (a) dan Pasal 372 KUHP.
Bahwa apa yang dilakukan terdakwa merupakan didakwa telah melakukan TPPU dan Tindak
Pidana Penggelapan. Dakwaan alternatif yang berbeda rumpun ini tentu sangat tidak tepat
halaman 41 dari 43
untuk dijadikan dasar penerapan TPPU karena dakwaan yang diajukan adalah alternatif
seharusnya, dakwaan yang didakwa adalah dakwaan kumulatif dengan dakwaan pertama
adalah penggelapan dan dakwaan kedua adalah pencucian uang karena predicate crime
adalah penggelapan dan TPPU adalah hasil dari tindak pidana penggelapan tersebut sehingga
hukuman maksimum yang diberikan adalah gabungan kedua Tindak Pidana tersebut. Dengan
dakwaan alternatif seperti ini, dapat dipastikan bahwa TPPU sulit untuk dijadikan pengenaan
hukum terhadap terdakwa karena jika satu dakwaan telah terpenuhi dalam hal ini dakwaan
kedua penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 372 KUHP maka TPPU tidak dapat lagi
diterapkan dengan dakwaan alternatif tersebut.
Analisis
Kasus ini merupakan tindak Pidana Perbankan yang mana para terdakwa melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat yang tidak memiliki izin dari BI sehingga dikenakan
dakwaan kesatu, Primair, adalah Pasal 46 Ayat 1 jo Ayat 2 UU No. 10 Tahun 1998 jo UU
No. 7 Tahun 1992 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP, sedangkan
dakwaan kesatu atau subsider Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan, atau
dakwaan lebih subsider lagi Pasal 372 Tindak Pidana Penggelapan. Selain pasal tersebut,
terdakwa juga didakwa dengan bentuk dakwaan ‘alternatif kumulatif’ pada dakwaan kedua
dimasukkan Pasal 3 Ayat 1 jo Ayat 2 jo Pasal 4 Ayat 1 U No. 15 Tahun 2002 TPPU
sebagaimana telah diubah dengan UUNo. 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo
Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Tugas menghimpun dana dari masyarakat adalah salah satu fungsi perbankan sehingga
seluruh tindakan tersebut harus mendapatkan izin usaha sebagaimana bank umum atau bank
perkreditan rakyat penggalangan dana masyarakat oleh suatu badan hukum yang berbentuk
perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi dari BI dengan tidak adanya izin
operasional perbankan tersebut maka negara akan melakukan penuntutan terhadap badan-
badan dimaksud, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau
yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu terhadap kedua-duanya.
Terdakwa telah terbukti dengan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam
Pasal 46 Ayat 1 jo Ayat 2 UU No,. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 Ayat 1 jo 2 jo Pasal 4
Ayat 1 UU No. 15 Tahun 2002 tentang Pencucian uang sebagimana telah diubah dengan UU
No. 25 Tahun 2003.
Dakwaan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum adalah jenis dakwaan alternatif kumulatf
dalam dakwaan ini dapat dijatuhkan pidana salah satu atau kedua-duanya dari dakwaan yang
didakwakan oleh JPU dengan mengggunakan kata ‘dan atau’ dalam kalimat dakwaannya
maka JPU dapat menentukan bahwa dapat menghukum dengan dakwaan yang telah
ditetapkan dalam dakwaan pertama atau kedua atau dihukum dengan kedua-duanya, sehingga
dalam dakwaan ini terdakwa dikenakan pasal tindak pidana perbankan dan TPPU dalam hal
ini hukman yang diberikan merupakan akumulasi dari tndak pidana kedua dakwaan tersebut.
Kasus 1 : Bahwa apa yang dilakukan oleh terdakwa merupakan didakwa telah melakukan
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana penggelapan dakwaan alternatif yang
berbeda rumpun ini tentu sangat tidak tepat untuk dijadikan dasar penerapan TPPU karena
dakwaan yang diajukan adalah alternatif seharusnya, dakwaan yang didakwa adalah dakwaan
kumulatif dengan dakwaan pertama adalah pengelapandan dakwaan kumulatif dengan
halaman 42 dari 43
dakwaan pertama adalah penggelapan dan dakwaan kedua adalah pencucian uang karena
predicate crime adalah penggelapan dan TPPU adalah dari hasil tindak pidana penggelapan
tersebut sehingga hukuman maksimum yang diberikan adalah gabungan kedua tindak pidana
tersebut. Dengan dakwaan alternatif seperti ini dapat dipastikan bahwa tindak pidana
pencucian uang sulit untuk dijadikan pengenaan hukum terhadap terdakwa karena jika satu
dakwaan telah terpenuhi dalam hal ini dakwaan kedua penggelapan sebagaimana dimaksud
Pasal 372 KUHP maka TPPU tidak dapat lagi diterapkan dengan dakwaan alternatif tersebut.
Kasus 2 : dakwaan yang diajukan oleh JPU adalah jenis dakwaan ‘alternatif kumulatif’ dalam
dakwaan ini dapat dijatuhkan pidana salah satu atau kedua-duanya dari dakwaan yang
didakwakan oleh JPU dengan menggunakan kata’ dan atau’ dalam kalimat dakwaan maka
JPU dapat menentukan bahwa dapat menghukum dengan dakwaan yang telah ditetapkan
dalam dakwaan pertama atau kedua atau dihukum dengan kedua-duanya sehingga dalam
dakwaan ini terdakwa dikenakan pasal tindak pidana perbankan dan TPPU, dalam hal ini
hukuman yang diberikan merupakan akumulasi dari tindak pidana kedua dakwaan tersebut.
Kegiatan belajar 1
Pada kasus 1 tindak pidana awal adalah (predicate crime) yang dilakukan terdakwa adalah
tindak pidana suap atas penagihan setoran pajak, dengan menyimpan atas nama pribadi,
sedangkan dalam tindak pidana pencucian uang yang dilakukan terdakwa adalah menerima
uang sebesar 6 miliar dalam bentuk valas dan menyimpannya dalam rekening atas nama
sendiri ataupun atas nama pihak lain, guna untuk membayarkan atau mebelanjakan harta
kekayaan atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak lain , ataupun menghilangkan atau
menyumbangkan harta kekayaan tersebut pada orang lain telah menunjukkan bahwa dana
tersebut adalah merupakan hasil tindak pidana sebagaimana tercantum pada saat membuka
rekening pertama atas nama terdakwa, terdakwa menyampaikan bahwa dana tersebut berasal
dari komisi.
Pada kasus 2 tindak pidana (predicate crime) yang dilakukan terdakwa bersama-sama dengan
tedakwa lainnya adalah tindak pidana penipuan dan pengelapan dalam perbankan.
halaman 43 dari 43