Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH LEMBAGA KEUANGAN

Sistem Keuangan Dan Moneter

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Nama Anggota Kelompok

Albert Yosua Mamo 19190187


Elia Abednego Seo 19190190
Oktaviana Soi Koi 19190191
Marlince Kenda 19190192

UNIVERSITAS KRISTEN ATHA WACANA


FAKULTAS EKONOMI / PROGDI AKUNTANSI
KUPANG
2021
A. Pengartian Sistem keuangan
Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar, ketentuan
perundangan, peraturan peraturan, dan teknik-teknik di mana surat-surat berharga
diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa keuangan (financial services)
dihasilkan serta ditarwarkan ke seluruh bagian dunia.(PeterS.Rose.7thEdition.2000).
Sistem keuangan merupakan salah satu kreasi yang paling krusial dalam
masyarakat modern dewasa ini. Tidak dapat dibayangkan ketiadaan sistem keuangan
akan membawa perekonomian ke era terkebelakang. Sistem pembayaran dan
intermediasi tidak mungkin akan terlaksana tanpa adanya sistem keuangan.
Tugas utama sistem keuangan dalam perekonomian modern adalah
memindahkan dana dari penabung kepada peminjam yang membutuhkan dana untuk
membeli barang barang dan jasa-jasa serta melakukan investasi dalam bentuh
peralatan-peralatan baru sehingga perkonomian dapat tumbuh dan pada akhirnya akan
meningkatkan standar kehidupan.
Tanpa system keuangan, keleluasaan dan kemampuan sektor usaha maupun
rumah tangga untuk memenuhi kebutuhannya dalam melakukan investasi dan
konsumsi akan berkurang. Sementara itu, pemilik dana tidak memiliki akses untuk
menabung dan mengoptimalkan dana yang mereka miliki untuk mendapat
penghasilan.
Selanjutnya. sistem keuangan menentukan tingkat bunga kredit (cost of credit)
dan besarnya jumlah kredit yang tersedia untuk membayar semua barang dan jasa
yang dibeli setiap hari. Apabila tingkat bunga kredit naik lebih tinggi dan jumlah
loanable funds yang tersedia terbatas, maka total pengeluaran (spending) untuk
barang dan jasa akan mengalami penurunan. Akibatnya, pengangguran akan
meningkat dan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan karena unit-unit usaha
mengurangi produk dan memberhentikan karyawannya. Sebaliknya, bilamana tingkat
bunga kredit turun dan jumlah loanable funds yang tersedia banyak totaI pengeluaran
dalam ekonomi akan meningkat.

B. Sejarah Sistem Keuangan


Di awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi beberapa masalah diantaranya
adalah datangnya tentara sekutu untuk menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang
karena kekosongan kekuasaan di Indonesia akibat kekalahan Jepang. Kedua,
perundingan-perundingan dengan Belanda yang merugikan Indonesia. Kemudian,

1
Belanda datang membonceng sekutu di akhir September 1945 dengan keinginan
menguasai kembali negara jajahannya. Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober
1945 menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah Republik Indonesia (RI),
yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.di lingkup
nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-
Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil Presiden pada tanggal
18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan dua
keputusan penting. Pertama, membentuk 12 kementerian dalam lingkungan
pemerintahan, yaitu: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri,
Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian
Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian
Pekerjaan Umum. Kedua, membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi
yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan. Dikarenakan serbuan Belanda makin gencar ke Jakarta,
Pemerintah Indonesia pindah ke Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 1946. Akibatnya
Indonesia terpecah menjadi dua wilayah, yaitu wilayah yang dikuasai pemerintah
Indonesia dan Belanda di bawah administrasi Netherlands Indies Civil Administration
(NICA) yang membentuk negara-negara bagian yang tergabung dalam Bijeenkomst
voor Federaal Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih
dikenal dengan negara boneka bentukan Belanda.
Kementerian Keuangan
Di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan A.A Maramis pada
tanggal 29 September 1945 mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting.
Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang
untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-
lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara. Kedua, terhitung mulai
29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang
diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab
pada Menteri Keuangan. Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang
melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat
perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara
Negara. Setelah dekrit ini diterbitkan, berakhirlah masa “Nanpo Gun Gunsei Kaikei
Kitein” (Peraturan Perbendaharaan Pemerintah Bala Tentara Angkatan di Daerah

2
Selatan) dan dimulailah babak baru pengurusan keuangan negara yang merdeka. Pada
masa itu, susunan pertama organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari lima
Penjabatan (Eselon I) yang terdiri dari:
1. Penjabatan Umum dipimpin oleh M. Saubari, membawahi urusan:
a. Urusan Kepegawaian
b. Urusan Perbendaharaan
c. Urusan Umum dan Rumah Tangga
2. Pejabat Keuangan dipimpin oleh Achmad Natanegara dan Wakil Kepala R.
Kadarisman Notopradjarto, membawahi urusan:
a. Urusan Angaran Negara
b. Urusan Perbendaharaan dan Kas
c. Urusan uang, Bank dan Kredit
3. Penjabatan Pajak, dipimpin oleh Soetikno Slamet dibantu oleh H.A Pandelaki dan
R.Soemarsono Moenthalib, membawahi urusan:
a. Urusan Perpajakan
b. Urusan Bea dan Cukai
c. Urusan Pajak Bumi
4. Penjabatan Resi Candu dan Garam, dipimpin oleh Moekarto Notowidagdo dengan
Wakil Kepala R. Soewahjo Darmosoekoro.
5. Penjabatan Pegadaian yang berdiri sendiri, dipimpin oleh R. Hendarsin.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah
Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah
Republik Indonesia. Kemudian Maklumat Presiden Republik Indonesia 3 Oktober
1945 yang menentukan jenis-jenis uang yang sementara masih berlaku sebagai alat
pembayaran yang sah. Saat itu, Indonesia memiliki empat mata uang yang sah.
Pertama, sisa zaman kolonial Belanda yaitu uang kertas De Javasche Bank.
Kedua, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan
Jepang sebelum menguasai Indonesia yaitu De Japansche Regering dengan satuan
gulden yang dikeluarkan tahun 1942. Ketiga, uang kertas pendudukan Jepang yang
menggunakan Bahasa Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan
bernilai 100 rupiah. Keempat, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar
Wayang Orang Satria Gatot Kaca bernilai 10 rupiah dan gambar Rumah Gadang
Minang bernilai 5 rupiah.

3
Bersamaan dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, pemerintah berencana
menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis
membentuk “Panitia Penyelenggara pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia”
pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank
Rakyat Indonesia (BRI) dan anggota-anggotanya terdiri dari Kementerian Keuangan
yaitu H.A. Pandelaki & R. Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian
Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat
Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna.
Tim Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta selaku tim pencari data,
mencari percetakan dengan teknologi yang relatif modern di Jakarta mengusulkan G.
Kolff di Jakarta dan percetakan Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage
Fabrieken (NIMEF) di Malang sebagai calon percetakan yang memenuhi persyaratan.
Sebagai pembuat desain dan bahan-bahan induk (master) berupa negatif kaca
dipercayakan kepada percetakan Balai Pustaka Jakarta. Kerja yang rumit ini
dilakukan oleh Bunyamin Suryohardjo, sedangkan pelukis pertama Oeang Republik
Indonesia (ORI) adalah Abdulsalam dan Soerono. Proses pencetakan berupa cetak
offset dilakukan di Percetakan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta yang berada di
bawah Kementerian Penerangan.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam
dari Januari 1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan
pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah
seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo. Hal ini yang menyebabkan,
ketika ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan di atas
ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat
sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar yang menjadi Menteri Keuangan
adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir III.
Melalui Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946 ditetapkan
berlakunya ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Undang-Undang
tanggal 1 Oktober 1946 menetapkan penerbitan ORI. Pada detik-detik
diluncurkankannya ORI, Wakil Presiden Mohammad Hatta memberikan pidatonya
pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik Indonesia  (RRI) Yogyakarta yang
menggelorakan semangat bangsa Indonesia sebagai negara berdaulat dengan
diterbitkannya mata uang ORI.

4
“Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah
bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar
Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai
pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang
sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche Bank.
Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia. Masa
yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri itu
adalah tanda kemerdekaan Negara”.
Usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasil dengan
diterbitkannya Emisi Pertama uang kertas ORI pada 30 Oktober 1946. Pemerintah
Indonesia menyatakan tanggal tersebut sebagai tanggal beredarnya ORI. ORI pun
diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, 30
Oktober disahkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia oleh Presiden, berdasarkan
lahirnya emisi pertama ORI.
Peredaran ORI Pertama KaliPada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai
30 Oktober 1946 tercantum tanggal emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup
panjangnya proses yang harus ditempuh dalam mempersiapkan penerbitan ORI
sebagai salah satu identitas negara.
Tindakan pertama yang dilakukan pemerintah Indonesia sebelum
mengedarkan ORI adalah menarik uang invasi Jepang dan uang Pemerintah Hindia
Belanda dari peredaran. Penarikan kedua uang tersebut dilakukan berangsur-angsur
melalui pembatasan pemakaian uang dan larangan membawa uang dari satu daerah ke
daerah lain.
Pembatasan larangan membawa uang tunai lebih dari Rp500 seorang atau
Rp1.000 sekeluarga ke kota Jakarta dan Bogor, atau sebaliknya harus seizin Menteri
Keuangan. Uang invasi Jepang dan uang NICA tidak boleh dikeluarkan dari dari Jawa
dan Madura dan juga tidak boleh dimasukkan ke daerah-daerah di luar Jawa dan
Madura. Nilai ORI melalui Undang-Undang tanggal 25 Oktober 1946 ditetapkan 10
rupiah ORI = 5 gram emas murni, kurs ORI terhadap uang Jepang sebesar 1:50 untuk
Pulau Jawa & Madura, dan 1:100 untuk daerah lainnya.
Penerbitan ORI selain ditujukan untuk menunjukkan kedaulatan Republik
Indonesia juga bertujuan untuk menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi
hebat. Pada awal beredarnya ORI, setiap penduduk diberi Rp1 sebagai pengganti sisa
uang invasi Jepang yang masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946.

5
Namun, pada saat itu peredaran ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Hal ini dikarenakan selain faktor perhubungan, masalah keamanan juga
berpengaruh karena sebagian wilayah Indonesia masih berada di bawah kedudukan
Belanda. Kedua hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia kesulitan untuk
menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter. Bahkan, mulai tahun 1947
pemerintah terpaksa memberikan otoritas kepada daerah-daerah tertentu untuk
mengeluarkan uangnya sendiri yang disebut Oeang Republik Indonesia Daerah
(ORIDA).
Uang tersebut bersifat sementara dan kebanyakan dinyatakan oleh penguasa
setempat sebagai alat pembayaran yang hanya berlaku di tempat tertentu. Contohnya,
ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-Sumatera Utara,
ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-Kabupaten Labuhan Batu.
Jenis ORIDA tersebut berupa bon, Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran
Yang Sah dan ORIDA dalam bentuk Mandat.
Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia
sulit dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam
memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca
perdagangan, posisi cadangan devisa dan keuangan negara.
Jumlah peredaran ORI dan ORIDA pada 1946 sebesar Rp323 juta
diperkirakan meningkat menjadi Rp6 milyar pada akhir 1949. Selain itu, penyebab
kesulitan penghitungan lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan Pemerintah
Hindia Belanda belum ditukarkan atau belum disimpan pada bank berdasarkan
ketentuan Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946.
Pada tahun pembukuan 1949-1950, De Javasche Bank membuat  data
perkembangan uang beredar. Pada waktu itu deposito berjangka juga dihitung masuk
dalam komponen uang giral. Penyusunan statistik uang beredar dilakukan dengan
mengkonsolidasikan neraca De Javasche Bank dengan neraca dari tujuh bank
komersial yaitu Nederlansche Handel Maatschappij, Nederlandsch Indische
Handelsbank, Escomptobank, Chartered Bank of India, Australia and China,
Hongkong and Shanghai Banking Corporation, Bank of China dan Overseas Chinese
Banking Corporation.
ORI dan berbagai macam ORIDA hanya berlaku sampai 1 Januari 1950 dan
dilanjutkan dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
Berlakunya Uang Rupiah Republik Indonesia Serikat

6
Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia diakui
kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Kemudian, dibentuk negara
federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari Republik Indonesia dan
Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal
yang lebih dikenal dengan negara boneka bentukan Belanda. Sebagai upaya untuk
menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat, pada 1 Januari 1950
Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat pembayaran
yang sah adalah uang federal.
Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang
memberikan hak piutang kepada pembawa uang terhadap RIS sejumlah dana yang
tertulis pada uang tersebut dalam rupiah RIS. Undang-Undang Darurat tanggal 2 Juni
1950 yang mulai diberlakukan 31 Mei 1950 mengatur berbagai hal berbagai tentang
pengeluaran uang kertas atas tanggungan Pemerintah RIS. Dengan pengakuan
kedaulatan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27
Desember 1949, berakhir pula masa perjuangan bersenjata melawan Belanda dalam
rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Mulai 27 Maret 1950 telah dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan
uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank. Sejalan dengan
masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak
lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) terbentuk kembali.
Undang-Undang Mata Uang 1951
Dari sudut moneter, keadaan kembali ke NKRI memungkinkan untuk
menyatukan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik
Indonesia. Secara hukum kesatuan moneter barulah terwujud setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Mata Uang 1951 untuk mengganti Indische Muntwet 1912. Undang-
Undang Mata Uang 1951 antara lain menyatakan: (i) Semua logam yang dikeluarkan
berdasarkan Indische Muntwet dicabut mulai 3 November 1951, kecuali uang uang
tembaga yang pencabutannya masih akan ditentukan oleh Menteri Keuangan. (ii)
Satuan hitung dari uang di Indonesia adalah rupiah yang disingkat Rp dan terbagi
menjadi 100 sen. (iii) Uang logam Indonesia yang merupakan alat pembayaran yang
sah adalah dari nikel dalam pecahan 50 sen serta dari aluminium pecahan 25 sen, 10
sen, 5 sen dan 1 sen. (iv) Untuk memenuhi kebutuhan yang mungkin timbul pada

7
suatu waktu, pemerintah dapat mengeluarkan kertas pecahan 1 rupiah dan 2,50 rupiah.
(v) Pembuatan uang logam dan uang kertas pemerintah hanya dapat dilakukan oleh
atau atas nama pemerintah. (vi) Menteri Keuangan menetapkan desain logam nikel
dan alumni, kadar logam uang, berat dan ukuran garis tengah serta batas toleransinya.
(vii) Di daerah-daerah tertentu dengan peraturan pemerintah dimungkinkan untuk
sementara waktu dilakukan pembayaran dengan uang selain tersebut di atas.
Setelah masa RIS berakhir, perekonomian Indonesia yang terbuka
menyebabkan situasi dalam negeri sangat mudah terpengaruh oleh gejolak
perekonomian dunia. Pada awal pengakuan kedaulatan, terjadi devaluasi mata uang
oleh beberapa negara Eropa Barat terhadap dolar Amerika Serikat dan pecahnya
perang Korea. Di sisi lain, pemakaian devisa untuk impor belum meningkat. Oleh
karena itu, pemerintah mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan untuk
menyedot uang beredar yang terlalu banyak serta menghasilkan pinjaman sekitar
Rp1,5 milyar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950 karena Indonesia
belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar. Pengguntingan dilakukan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 Maret 1950 kepada uang
kertas De Javasche Bank dan uang pendudukan Belanda atau uang NICA. Bersamaan
dengan itu, pemerintah meluncurkan penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950
sebagai pinjaman pemerintah dengan bunga 3% yang ditawarkan untuk ditukarkan
dengan guntingan uang kertas bagian kanan. Bagian kiri uang kertas di atas pecahan
f2,50 diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Jadi, nilai uang yang berlaku hanya
setengah dari nilai nominal. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, bagian kiri
uang dapat ditukar dengan uang baru yang diterbitkan De Javasche Bank dengan
pecahan f2,50, f1 dan f0,50. Pengguntingan uang tersebut dilakukan karena cara yang
lazim dilakukan, yaitu dengan penyetoran ke dalam rekening yang dibekukan tidak
mungkin dijalankan di Indonesia.
Bank Indonesia sebagai Penerbit Tunggal Rupiah
Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank
Indonesia (BI) sebagai bank sentral dengan UU No. 11 Tahun 1953 yang mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 1953. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang
Pokok Bank Indonesia tahun 1953, maka tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari
lahir Bank Indonesia dimana Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank dan
bertindak sebagai bank sentral. Setelah Bank Indonesia berdiri pada tahun 1953,
terdapat dua macam uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di

8
wilayah Republik Indonesia, yaitu uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia (Kementerian Keuangan) dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam pecahan di bawah Rp5, sedangkan
Bank Indonesia menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke atas.
Hak tunggal Bank Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam
sesuai Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 13 Tahun 1968 didasarkan
pertimbangan antara uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan
Pemerintah secara ekonomi dipandang tidak ada perbedaan fungsional. Sehingga
untuk keseragaman dan efisiensi pengeluaran uang cukup dilakukan oleh satu instansi
saja yaitu Bank Indonesia. Saat ini, uang rupiah memuat tanda tangan pemerintah dan
Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang. Pemerintah dalam Undang-Undang tersebut adalah Menteri Keuangan yang
sedang menjabat pada saat uang tahun emisi 2016 terbit. Oleh karena itu, pada tanggal
19 Desember 2016, tanda tangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati disertakan
bersama dengan tanda tangan Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo di
berbagai pecahan uang baru tersebut.

C. Pengertian Sistem moneter


Sistem moneter merupakan lembaga atau institusi yang dapat menciptakan
uang kertal,uang giral dan kuasi.Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-
bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang
dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank
Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan
merupakan bagian integral dari suatu sistem moneter.
Otoritas Moneter, Pemerintah dan Bank Sentral/Bank Indonesia bertanggung
jawab menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan
logam) bagi masyarakat umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga
keuangan lainnya. Sedangkan perbankan dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan
uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder dalam bentuk giral, seperti
giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan (saving
deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan
penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter.
Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan oleh
masyarakat, baik pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi dan

9
produksinya. Penciptaan uang bukan semata-mata kehendak otoritas moneter (Bank
Indonesia), melainkan juga harus ada permintaan dari masyarakat sehingga jumlah
uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme pasar yaitu pertemuan antara
permintaan dan penawaran.

D. Fungsi Otoritas Moneter


Fungsi pokok otoritas moneter diantara lain adalah sbb:
1. Menciptakan uang kertas dan logam
2. Menciptakan uang primer
3. Memelihara cadangan devisa nasional
4. Mengawasi sistem moneter

E. Tujuan Dan Tugas Otoritas Moneter


1. Tujuan Otoritas Moneter
Tujuan dan Tugas Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut BI melaksanakan kebijakan
moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Tugas Bank Indonesia yaitu : 1.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi bank disamping tugas–tugas tersebut,
Bank Indonesia juga mempunyai tanggung jawab dan kegiatan lain dalam kaitannya
dengan pemerintah, hubungan internasional, akuntabilitas dan anggaran
2. Tugas Otoritas Moneter
a. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Wewenang Bank Indonesia dalam rangka menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter :
 Menetapkan sasaran – sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi
 Melakukan pengendalian moneter
 Memberikan kredit
 Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang
telah ditetapkan
 Mengelola cadangan devisa

10
 Menyelenggarakan survey secara berkala atau sewaktu – waktu yang dapat
bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
b. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Wewenang Bank Indonesia dalam rangka mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran
 Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran
 Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan
laporan tentang kegiatannya
 Menetapkan penggunaan alat pembayaran
 Mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta
asing
 Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank
dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing
 Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang
digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang
sah
 Sebagai satu – satunya lembaga yang mengeluarkan dan mengedarkan
uang rupiah, serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang yang
dimaksud dari peredaran.
c. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia :
 Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan – ketentuan
perbankan yang memuat prinsip – prinsip kehati – hatian.
 Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari bank.
 Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung.
 Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem
informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak
lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
 Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang –
undangan

11
d. Hubungan dengan Pemerintah dan Internasional
Dalam kaitannya dengan pemerintah, Bank Indonesia mempunyai tanggung
jawab dan kegiatan sebagai berikut :
 Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dengan
memberikan bunga atas saldo kas pemerintah sesuai peraturan
perundangan.
 Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman
luar negeri, menata usahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban
keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.
 Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang
Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi,
perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau
masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia.
 Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada
pemerintah mengenai RAPBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang Bank Indonesia.
 Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat – surat utang negara,
pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia.
 Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah.
Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, Bank Indonesia
mempunyai tanggung jawab dan kegiatan seperti berikut :
 Bank Indonesia dapat melalukan kerja sama dengan bank sentral lainnya,
organisasi, dan lembaga internasional.
 Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau
lembaga multilateral adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk
dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota.

12

Anda mungkin juga menyukai