Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti
ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin.
Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah
merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat
ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-
undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh
MPRS melalui Tap MPRS No. I/MPRS/1960 tanggal 26 Juli 1960 dan diresmikan pelaksanaanya oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961
Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar
dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963
Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai pemotongan nilai uang, yaitu sebagai berikut.
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang
semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh
Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut. Pada masa pemotongan nilai
uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh
rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
o Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah
yang menyebabkan ekspor menurun.
o Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga
kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.
6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang
masih berlaku harus ditukar dengan uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum
tanggal 1 Januari 1960.
3. Konsep Djuanda
Setelah keamanan nasional berhasil dipulihkan, kasus DI Jawa Barat dan pembebasan Irian Barat,
pemerintah mulai memikirkan penderitaan rakyatnya dengan melakukan rehabilitasi ekonomi.
Konsep rehabilitasi ekonomi disusun oleh tim yang dipimpin oleh Menteri Pertama Ir Djuanda dan
hasilnya dikenal dengan sebutan Konsep Djuanda. Namun konsep ini mati sebelum lahir karena
mendapat kritikan yang tajam dari PKI karena dianggap bekerja sama dengan negara revisionis,
Amerika Serikat dan Yugoslavia.
4. Deklrasai Ekonomi
Deklarasi Ekonomi (Dekon) adalah Deklarasi yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal
28 Maret 1963 di Jakarta, untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas
dari imperialism dan system ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Deklarasi Ekonomi
(Dekon) sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin.
Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon terdiri dari beberapa tahap; Tahapan pertama, harus
menciptakan suasana ekonomi yang bersifat nasional demokratis yang bersih dari sisa-sisa
imperialisme dan kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu
tahap ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya mewujudkan stabilitas ekonomi
nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan ongkos produksi dan menghentikan
subsidi.
Peraturan pelaksanaan Dekon tidak terlepas dari campur tangan politik yang memberi tafsir sendiri
terhadap Dekon. PKI termasuk partai yang menolak melaksanakan Dekon, padahal Aidit terlibat di
dalam penyusunannya, selama yang melaksanakannya bukan orang PKI. Empat belas peraturan
pemerintah yang sudah ditetapkan dihantam habis-habisan oleh PKI. Djuanda dituduh PKI telah
menyerah kepada kaum imperialis. Presiden Soekarno akhirnya menunda pelaksanaan peraturan
pemerintah tersebut pada bulan September 1963 dengan alasan sedang berkonsentrasi pada
konfrontasi dengan Malaysia.
o Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.
o Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat
dan pembangunan mengalami kegagalan.
o Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan
pengeluaran.
Dampaknya :
o Harga-harga semakin bertambah tinggi, kenaikan barang mencapai 200-300% pada tahun
1965
o Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekurangan neraca
pembayaran dari cadangan emas dan devisa
o Tahun 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
o negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-
negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
o Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan
uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
o Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah
baru.
o Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.
Tindakan penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan harga
bahan bakar yang mengakibatkan reaksi penolakan masyarakat. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aksiaksi Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura).