Anda di halaman 1dari 16

Kehidupan Politik dan

Ekonomi pada masa


Demokrasi Liberal
Disusun Oleh:
Achmad Jaelani
Eta Azaria
Istiara Rizkilah Hanifah
Qara Fatimah khanum

Kebijakan Ekonomi Masa Demokrasi


Liberal
1. Nasionalisasi
Nasionalisasi De
De
1.
Javasche Bank
Bank
Javasche
2. Sistem
Sistem Ekonomi
Ekonomi
2.
Gerakan Benteng
Benteng
Gerakan
3. Rencana
Rencana Soemitro
Soemitro
3.

4. Sistem
Sistem Ali-Baba
Ali-Baba
4.

Nasionalisasi De Javasche Bank


Secara Etimologi
Nasionalisasi adalah proses di mana negara mengambil alih
kepemilikan suatu perusahaan milik swasta atau asing. Apabila
suatu perusahaan dinasionalisasi, negara yang bertindak
sebagai pembuat keputusan. Selain itu para pegawainya
menjadi pegawai negeri
De Javasche Bank yaitu nama bank Indonesia dulu.
Nasionalisasi De Javasche Bank adalah proses pemindahan hak
kepemilikan asing (Belanda) ke pemerintahan Indonesia.

Nasionalisasi De Javasche Bank


De Javasche Bank yang dibentuk oleh VOC untuk mengatur
dan mengontrol keuangan pada masa itu, Setelah Indonesia
merdeka pemerintah berusaha untuk menasionalisasi bank-bank
milik bangsa asing langkah-langkah ini untuk menambah
perangkat-perangkat negara salah satunya adalah
menasionalisasikan De Javasche Bank.
Nasonalisasi De Javasche Bank menjadi BI yang berfungsi
pada masa kabinet Sukiman (April 1951-februari 1952) dengan
kebijakan berdasarkan UU No. 24 tahun 1951 pada 5 Desember
1951 yang mengangkat Mr. syafrudin menggantikan Dr. Howink
sebagai Presiden bank yang baru.

Nasionalisasi De Javasche
Bank

Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan


dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.
Perubahan nama de javasche menjadi BI
berfungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi
terjadi setelah dikeluarkannya UU No.11 tahun 1953
dan lembaga negara No. 40 tentang UU pokok BI
pada 1 Juli 1953

Sistem Ekonomi
Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng yaitu gagasan
dari Dr. Somitro (September 1950-April 1951)
Sistem ekonomi Gerakan Benteng adalah suatu
cara perbaikan dan perubahan struktur ekonomi
peninggalan Belanda ke arah ekonomi nasional
melalui gerakan konfrontasi ekonomi yang intinya
untuk melindungi para pengusaha pribumi dari
persaingan perusaha monopoli

Sistem Ekonomi Gerakan


Benteng
Program Sistem Ekonomi Gerakan Benteng antara lain :

Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi
nasional.
Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing
dan diberikan bantuan kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan
berkembang menjadi maju.

Kegagalan program ini disebabkan karena :


Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan
pengusaha non pribumi dalam kerangka sistem ekonomi
liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung
konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan
usahanya.
Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar
dan menikmati cara hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari
keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh

Rencana Soemitro
Pemerintahan kabinet Natsir dalam priode
yang sama, mngeluarkan kebijakan untuk
memperbaiki keadaan ekonomi, terutama
dibidang industri. Kebijakan industrialisme
dikenal sebagai rencana Soemitro.

Rencana Soemitro
Sasaran kebijakan ini lebih ditekankan pada pembangunan industri
dasar, antara lain:
1. pendirian pabrik semen
2. pabrik pemintalan
3. pabrik karung
4.peningkatan produksi pangan,
5. perbaikan saran dan prasarana pertanian
6. masalah penanaman modal asing

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastromidjojo I (Agustus 1954-1955),
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo. Tujuan dari
program ini adalah:
Untuk memajukan pengusaha pribumi.
Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi
dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha
pribumi dan non pribumi.

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan
kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan
latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia
agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit
dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan
perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing
yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:
Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat
untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha
non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan
persaingan bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Memasuki zaman Demokrasi Terpimpin keadaan ekonomi dan keuangan
Indonesia sangat suram. Guna menanggulangi keadaan ekonomi yang
sangat suram tersebut, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan
di bidang ekonomi dan keuangan. Kebijakan tersebut antara lain
Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2
Tahun 1958 tentang Pembentukan Dewan Perancangan Nasional
(Depernas). Dewan tersebut diketuai oleh
Mr. Muhammad Yamin
dengan tugas sebagai berikut :
1. Mempersiapkan rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional
yang terencana dengan baik.
2.Menilai pelaksanaan pembangunan

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Dalam rangka membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar
di masyarakat, pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang (devaluasi).
Peraturan yang disosialisasikan pada tanggal 25 Agustus 1959 berisi seperti
berikut ini :
1. Uang kertas pecahan Rp 500,00 nilainya diturunkan menjadi Rp 50,00.
2. Uang kertas pecahan Rp 1.000,00 nilainya diturunkan menjadi Rp 100,00.
3. Semua simpanan di bank yang nilainya lebih dari Rp 25.000,00 dibekukan.
Usaha yang dilakukan pemerintah tersebut tidak mampu mengatasi
kemerosotan ekonomi yang semakin parah. Oleh karena itu, pada tanggal 28
Maret 1963, dikeluarkan landasan baru perbaikan ekonomi secara menyeluruh
yang diberi nama Deklarasi Ekonomi (Dekon) beserta 14 aturan pokoknya. Tujuan
dibentuknya Dekon adalah menciptakan sistem ekonomi yang bersifat nasional,
demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Namun dalam pelaksanaannya, Dekon
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Antara tahun 1961 1962,
harga barang-barang secara umum naik 400%.

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Kegagalan dalam berbagai kebijakan moneter itu semakin diperparah
dengan pelaksanaan proyek-proyek mercusuar, seperti pembangunan
gedung-gedung untuk Game of the New Emerging Forces (Ganefo)
dan Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Akibatnya,
pemerintah menanggung beban pengeluaran yang semakin besar sehingga
inflasi membumbung tinggi. Pada tahun 1966, inflasi di Indonesia telah
mencapai 600%.
Dalam rangka pelaksanaan ekonomi terpimpin, pada tanggal 11 Mei
1965, Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden No.8 Tahun
1965 tentang Bank Tunggal Milik Negara. Bank tersebut kedudukannya di
bawah urusan menteri Bank Sentral. Bank-bank pemerintah menjadi unit-unit
dari Bank Negara Indonesia. Kebijakan ini menyebabkan timbulnya spekulasi
dan penyelewengan penggunaan uang negara, karena tidak adanya control.
Secara umum, sistem ekonomi terpimpin mengalami kegagalan. Hal
tersebut disebabkan oleh faktor-faktor seperti berikut :
1. Penanganan masalah ekonomi tidak rasional dan lebih bersifat politis.
2. Tidak ada ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha atau hasil
orang lain.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai