Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahanNya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini
saya membahas ‘Perkembangan Ekonomi Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin’ sesuai
dengan yang telah ditentukan. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman
tentang ekonomi Indonesia pada masa demokrasi terpimpin dalam pelajaran sejarah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada guru Sejarah, semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan . Saya mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................
BAB I: PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..............................................................................
B. PERMASALAHAN................................................................................
C. TUJUAN PEULISAN............................................................................
BAB II: PEMBAHASAN
A. KEHIDUPAN EKONOMI PADA MASSA
DEMOKRASI TERPIMPIN..................................................................
B. SISTEM EKONOMI PADA MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN..................................................................
C. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI
KRISIS EKONOMI..............................................................................
D. PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN................................................................
BAB III:
A. KESIMPULAN.....................................................................................
B. SARAN................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Demokrasi terpimpin
adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli 1959 parlemen dibubarkan dan
Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Era "Demokrasi
Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam
menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan
masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi
wabah.

B. PERMASALAHAN
- Bagaimana sistem ekonomi masa demokrasi terpimpin.
- Bagaimana pemerintah mengatasi krisis ekonomi pada masa demokrasi terpimpin

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui sistem ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
- Untuk memahami usaha pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi pada masa
demokrasi terpimpin
BAB II
PEMBAHASAN

A. KEHIDUPAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun
mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari
demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat
pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh
pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut.

1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional


Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah
Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh.
Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :
- Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
- Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969
yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan
dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan
dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan
nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden
Sukarno.

2. Penurunan Nilai Uang


Tujuan dilakukan devaluasi :
- Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
- Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
- Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai
penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
- Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi
yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di
seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah
tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini
disebabkan karena :
- Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah
yang menyebabkan ekspor menurun.
- Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga
kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
- Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang
mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.

3. Kenaikan Laju Inflasi


Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
- Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
- Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
- Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
- Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
- Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
- Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan
keuangan tak memberikan banyak pengaruh
- Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat
dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
- Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan
pengeluaran.
- Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the
New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang
memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
- Inflasi semakin bertambah tinggi
- Harga-harga semakin bertambah tinggi
- Kehidupan masyarakat semakin terjepit
- Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca
pembayaran dari cadangan emas dan devisa
- Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
- 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-
negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
- Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan
uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
- 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang
senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
- Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di
masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah
baru.
- Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan
meningkatnya angka inflasi.

B. SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


1. Sistem Ekonomi Liberal
Sebagai negara yang baru merdeka, kehidupan ekonomi Indonesia masih sangat
terbelakang. Upaya mengadakan pembangunan ekonomi untuk mengubah struktur ekonomi
kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-
sendat.
Terdapat empat faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tersendat-sendat
yaitu :
• Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan dengan adanya gerakan
separatisme di berbagai daerah
• Terlalu sering berganti kabinet menyebabkan program-program kabinet yang telah
dirancang tidak dapat dilaksanakan.
• Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi sehingga apabila
permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
• Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memilki tenaga ahli
dan dana yang diperlukan belum memadai.
Namun demikian, pemerintah telah mencoba upaya untuk memperbaiki ekonomi melalui
langkah-langkah berikut ini :

a. Nasionalisasi De Javasche Bank


Dalam Keterangan Pemerintah tanggal 28 Mei 1951 di depan DPR, dikemukakan
rencana Pemerintah mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Pada
tanggal 19 Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank. Tugas panitia
tersebut adalah mengajukan usul mengenai nasionalisasi, rencana undang-undang
nasionalisasi, serta merencanakan undang-undang yang baru mengenai Bank Sentral.
Kemudian pemerintah mengangkat Mr. Syarifuddin Prawiranegara sebagai Presiden De
Javasche Bankberdasarkan keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951. Sebelumnya,
pemerintah telah memberhentikan Dr. Houwink (WN Belanda) sebagai Presiden De Javasche
Bank berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 122 tanggal 12 Juli 1951.
Pada tanggal 15 Desember 1951, diumumkan UU No. 24 tahun 1951 tentang
Nasionalisasi De Javasche Bank N.V menjadi Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi. UU tersebut diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No. 11 /
1953 dan Lembaran Negara No. 40.
Dengan UU dan Lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia
yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 1953. Dengan dikeluarkan UU Pokok Bank Indonesia itu,
semakin kukuhlah Bank Indonesia sebagai bank milik pemerintah RI.

b. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng


Sumitro Djojohadikusumo berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada
hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru sehingga perlu mengubah struktur ekonomi
dari sistem kolonial ke dalam sistem ekonomi nasional. Sumitro mencoba memprektikan
pemikiran itu pada sektor perdagangan. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada
para pengusaha pribumi untuk berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional.
Program sistem ekonomi dari gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir,
ketika ia menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Program ekonomi Sumitro ini dikenal
dengan Program Ekonomi Gerakan Benteng atau lebih populer dengan sebutan Program
Benteng. Program Benteng dimulai pada bulan April 1950 dan berlangsung selama tiga
tahun, yaitu pada tahun 1950 – 1953.
Akan tetapi, program tersebut tidak berhasil mencapai tujuan. Ketidak-berhasilan itu
disebabkan para pengusaha pribumi terlalu tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa
mandiri untuk mengembangkannya usahanya.
Ketika Mr. Iskaq Tjokroadisuryo menjabat sebagai Menteri Perekonomian di bawah
Kabinet Ali, ia melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi.
Belajar dari kegagalan sebelumnya, maka pada masa Kabinet Ali I dikeluarkan model baru
yang dikenal dengan sebutan Sistem Ali-Baba, yakni kerja sama antar pengusaha pribumi
(Ali) dengan pengusaha nonpribumi (Baba). Ide ini pun mengalami kegagalan karena
pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman dibandingkan pengusaha pribumi.

c. Gunting Syarifuddin
Gunting Syarifuddin dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950. Syarifuddin adalah seorang
Menteri Keuangan pada saat itu. Disebut Gunting Syarifuddin karena peraturan itu
mengharuskan pemotongan semua uang kertas yang bernilai Rp 2,50 ke atas menjadi dua
sehingga nilainya tinggal setengah. Melalui kebijakan itu, pemerintah berhasil
mengumpulkan pinjaman wajib dari rakyat sebesar Rp 1,6 Milyar. Disamping itu, pemerintah
juga mengurangi jumlah uang yang beredar.

C. UPAYA PEMERINTAH DALAM MENGATASI KRISIS EKONOMI


Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi
ekonomi adalah sebagai berikut.
Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua
uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan ini
dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa pemerintahan RIS.
Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri Nomor 1 PU
tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1
Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas
hanya orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi
jumlah uang yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda
dengan mendapat pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia
untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet
Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Djojohadikusumo (menteri perdagangan). Program
ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional
(pembangunan ekonomi Indonesia). Programnya adalah:
 Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
 Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
 Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.
Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan
Benteng dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700
perusahaan bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan
program ini tidak dapat tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin
besar. Kegagalan program ini disebabkan karena :
 Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam
kerangka sistem ekonomi liberal.
 Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
 Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.
 Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.
 Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup
mewah.
 Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat
dari kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya adalah program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban
defisit anggaran Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran
tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono
memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan
ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang
dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah
Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya
terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredit harus dikonsultasikan pada pemerintah
Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan
moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta
melakukan penghematan secara drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15
Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.

Sistem Ekonomi Ali-Baba


Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (menteri
perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah:
 Untuk memajukan pengusaha pribumi.
 Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
 Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka
merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
 Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi
dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi khususnya Cina. Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha
pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-
tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan
kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Pemerintah memberikan perlindungan
agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat
berjalan dengan baik sebab:
 Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi
lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.
 Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan
bebas.
 Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi
ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan
rencana persetujuan Finek, yang berisi:
 Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
 Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
 Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap
melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Tujuannya untuk melepaskan
diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya
Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB. Dampaknya adalah
banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi
belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.

Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)


Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih
berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya
kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan
jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil
menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan
antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957
sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).
Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
 Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957
dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.
 Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.
 Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang
melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.

Musyawarah Nasional Pembangunan


Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah
tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan
(Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap saja
rencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
 Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
 Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
 Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
Hal ini membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta
sehingga meningkatkan defisit Indonesia. Memuncaknya ketegangan politik Indonesia-
Belanda menyangkut masalah Irian Barat mencapai konfrontasi bersenjata.

D. PERKEMBANGAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi
terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan
perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil
beberapa langkah yang dapat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah
yang ditempuh pemerintah adalah sebagai berikut :

a) Devaluasi Mata Uang Rupiah


Sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada
tanggal 24 Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00
menjadi Rp 100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus kebawah tidak didavaluasi.
Tujuan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan.
Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang
melebihi jumlah Rp 25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu tidak dapat
mengatasi kemunduran ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap suram.
b) Menekan Laju Inflasi
Dalam upaya membendung inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 2 tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959.
Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat
memperbaiki kondisi keuangan dan perekonomian negara.
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber
penting penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh terhadap merosotnya
nilai mata uang rupiah. Akibatnya, pemerintah melakukan likuiditas terhadap semua sektor,
baik sektor pemerintah maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik
untuk menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak dapat
dikendalikan.
Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara terus-menerus membiayai
kekurangan neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965,
untuk pertama kalinya dalam sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan
cadangan emas dan devisa, serta memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS.
Walaupun demikian, aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia tidak diatur lagi oleh
bangsa asing melainkan telah diatur oleh bangsa Indonesia sendiri.

c) Melaksanakan Pembangunan Nasional


Untuk melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli.
Sementara Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena konfrontasi dengan
Malaysia dan memasuhi negara-negara Barat (Eropa Barat), maka bantuan modal dan tenaga
dari luar negeri sangat sulit diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan
tidak dapat dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup rakyat.
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama
Deklarasi Ekonomi itu adalahuntuk menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis
dan bebas dari imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya
untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa
ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei
1963 yang lebih dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi kemerosotan ekonomi
bahkan memperberat beban hidup rakyat karena indeks biaya hidup semakin meningkat,
harga barang kebutuhan naik, dan juga laju inflasi sangat tinggi.
Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
• masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan
cara-cara politis.
• Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan
dengan peraturan yang lainnya.
• Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
• Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi
terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan
perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini,saya sadar terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari
teman-teman semua.Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Dasar_1945

Anda mungkin juga menyukai