Anda di halaman 1dari 11

TOKOH PEMIKIRAN POLITIK ISLAM PADA MASA

KLASIK

DISUSUN OLEH :

Andi Noval AO Unru


E041201074

ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
mampu menyusun makalah ini yang berjudul “Pemikiran Politik dimasa islam awal” untuk
memenuhi tugas mid semester mata kuliah pemikiran politik islam

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan,
dan bimbingan orang tua, teman kelas serta dosen mata kuliah Pemikiran Politik Islam Bapak
Drs.Andi Yakub,M.Si.,Ph.D. Sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi teratasi.

Akhirnya, saya menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami mengharapkan sumbangsih kritik dan saran yang membangun. Akhir kata,
semoga Tuhan Yang Maha Esa, memberikan pertolongan kepada semua orang menjalani
kehidupan ini, terutama bagai penulis. Aamiin...

Makassar, 26 Oktober 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar belakang. ...................................................................................... 1


B. Rumusan masalah. ................................................................................. 2
C. Tujuan dan Manfaat penulisan. ............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 12

A. Kesimpulan. ......................................................................................... 12
B. Saran. ................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang komrehensif. Harun Nasution mengatakan bahwa Islam itu
mencakup berbagai aspek kehidupan manusia mulai dari aspek aqidah (teologi), hukum (syari’at),
falsafah, akhlaq (tasawuf), hingga aspek politik. islam bukan agama yang sempit, hanya mengatur
aspek ritual perdebatan. Aspek-aspek kehidupan manusia di atas ada yang diatur oleh wahyu
dengan aturan-aturan yang detail hingga petunjuk teknisnya seperti aspek ibadah mahdlah (shalat,
haji, aspek hukum). Namun, ada pula aspek yang wahyu Allah hanya memberikan pedoman umum
saja, sedangkan tata cara , teknis, dan prosedurnya diserahkan oleh wahyu kepada umat Islam
untuk melakukan ijtihad. Al Mawardi adalah teori tentang kontrak sosial, yang tidak dimiliki oleh
pemikir Islam sebelumnya atau sezaman dengannya. Bahkan teori ini baru lima abad kemudian
diperkenalkan oleh pemikir-pemkir Barat.

Perkembangan Islam pada masa Rasulullah Saw melalui dua periode yang dipisahkan oleh
hijrahnya beliau dan kaum Muslimin dari Mekkah ke Yasrib (Madinah). Periode pertama
dinamakan periode Mekkah, yaitu suatu periode yang ditandai dengan munculnya benih
masyarakat dan peletakan dasar-nasar Islam yang fundamental. Periode yang kedua disebut
periode Madinah, yaitu suatu tahapan penyempurnaan pembentukan masyarakat Islam serta
penjelasan segala sesuatu yang pada era sebelumnya masih bersifat global, dan penyempurnaan
perundang-undangan dan tata aturan dengan melahirkan prinsipprinsip baru, serta menerapkan
prinsip-prinsip tersebut ke dalam bentuk aktualisasi. Maka pada periode kedua inilah nampak
masyarakat Islam sebagai suatu unit (kesatuan) yang bergerak menuju kepada suatu tujuan.

Oleh karena itu, usaha memahami masalah politik dalam Islam bukanlah perkara sederhana.
Setidaknya menurut Nicholas Madjid ada dua alasan. Pertama, Islam telah membuat sejarah
selama lebih dari 14 abad sehingga akan merupakan kenaifan jika dianggap selama kurun waktu
yang panjang tersebut segala sesuatu tetap stasioner dan berhenti. Kedua, selain beraneka
ragamnya bahan-bahan yang harus dipelajari dan diteliti, dalam sejarah Islam juga terdapat
perbendaharaan teoritis yang amat luas tentang politik yang hampir setiap kali muncul bersama
sebuah peristiwa penting.

1
B. RumusanMasalah

1. Uraikan Biografi Pemikir Politik Islam pada masa klasik (Al-Farabi)!


2. Jelaskan Pemikiran Politik Islam menurut Al-Farabi!

C. Manfaat/Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tentang Riwayat Hidup Pemikir Politik Islam (Al-Farabi).


2. Untuk mengetahui Pemikiran Politik Islam Al-Farabi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Farabi

Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi, singkat Al-Farabi (10 Januari 872 – 17 Januari
951) adalah ilmuwan dan filsuf Islam berasal dari Farab, Kazakhstan. Ia juga dikenal dengan nama
Abū Nasir al-Fārābi (dalam beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzalah Al- Farabi, juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-
Farabi, Farabi, dan Abunasir. Ada yang mengatakan Al-Farabi sebagai pengikut Syi’ah Imamiyah,
tetapi pendapat ini tidak kuat dan hanya didasarkan pada teks dalam salah satu karyanya yang
mengatakan seorang filsuf-raja sama dengan seorang imam. Hal ini pun didukung oleh fakta bahwa
Al-Farabi terpaksa melarikan diri ke Aleppo tahun 330 H/945 M saat Dinasti Buyid yang cenderung
Syiah menaklukan Baghdad yang Suni.

Al-Farabi berpakaian rapi sejak kecil. Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia,
sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki kecerdasan istimewa dan
bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari.[9] Pada masa awal
pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh,
tafsir dan ilmu hadits) dan aritmetika dasar. Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam dan musik di
Bukhara, dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di
sana selama 20 tahun.Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun
920 M, al Farabi kemudian mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, di mana saat itu
Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian belajar filsafat dari Filsuf
Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.Tahun 940M, al Farabi melajutkan
pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf al Dawla al Hamdanid, Kepala daerah
(distrik) Aleppo, yang dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. Kemudian al-Farabi wafat di
kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950 M) pada masa pemerintahan
Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).

Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun
kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles
dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang seperti matematika, filosofi,
pengobatan, bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku tentang sosiologi dan sebuah buku
penting dalam bidang musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu, ia juga dapat memainkan dan telah
menciptakan bebagai alat musik. Al-Farabi dikenal dengan sebutan "guru kedua" setelah Aristoteles,
karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam ilmu
filsafat. Dia adalah filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh
mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa
dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu.
3
Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di bawah pemerintahan Sayf al Dawla dan di zaman
pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Ia
lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada masa
pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) di mana periode tersebut dianggap sebagai periode
yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik. Dalam kondisi demikian, al-Farabi berkenalan
dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba
mengkombinasikan ide atau pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk
menciptakan sebuah negara pemerintahan yang ideal (Negara Utama)

Selama hidupnya Al-Farabi banyak berkarya. Jika ditinjau dari Ilmu Pengetahuan, karya-karya Al-
Farabi dapat ditinjau menjadi 6 bagian[6]

1. Logika
2. Ilmu-ilmu Matematika
3. Ilmu Alam
4. Teologi
5. Ilmu Politik dan kenegaraan
6. Bunga rampai (Kutub Munawwa’ah).
7. Musik.
Diantara karya tulis Al-Farabi adalah :

1. al Musiqi al Kabir yang di dalamnya terdapat pemaparan tentang dasar musik, teori, dan
praktiknya.
2. Ihsha'u al -Iqa
3. Kalam Fi al-Musiqi
4. Ihsha'u al-Ulum wa at-Ta'rif bi Aghradhiha
5. Jawami as-Siyasah
Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara Utama) yang
membahas tetang pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rejim yang
paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam. Filsafat politik Al-Farabi,
khususnya gagasannya mengenai penguasa kota utama mencerminkan rasionalisasi ajaran Imamah
dalam Syi'ah.

4
B. Pemikiran tentang Asal usul Negara dan Warga Negara

Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat
terbentuknya negara. Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan
bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi). Kemudian, dalam proses
yang panjang, pada akhirnya terbentuklah suatu Negara. Menurut Al-Farabi, negara atau
kotamerupakan suatu kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi
kebutuhan hidup antara lain: sandang, pangan, papan, dan keamanan, serta mampu mengatur
ketertiban masyarakat, sehingga pencapaian kesempurnaan bagi masyarakat menjadi mudah.Negara
yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata, menurut al-
Farabi, adalah Negara Utama.
Menurutnya, warga negara merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu negara. yang diikuti
dengan segala prinsip-prinsipnyaprinsip-prinsipnya (mabadi) yang berarti dasar, titik awal, prinsip,
ideologi, dan konsep dasar. Keberadaan warga negara sangat penting karena warga negaralah yang
menentukan sifat, corak serta jenis negara. Menurut Al-Farabi perkembangan dan/atau kualitas
negara ditentukan oleh warga negaranya. Mereka juga berhak memilih seorang pemimpin negara,
yaitu seorang yang paling unggul dan paling sempurna di antara mereka. Negara Utama dianalogikan
seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara alami, pengaturan organ-organ dalam
tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna. Ada tiga klasifikasi utama:
• Pertama, jantung. Jantung merupakan organ pokok karena jantung adalah organ pengatur
yang tidak diatur oleh organ lainnya.
• Kedua, otak. Bagian peringkat kedua ini, selain bertugas melayani bagian peringkat pertama,
juga mengatur organ-ogan bagian di bawahnya, yakni organ peringkat ketiga, seperti: hati,
limpa, dan organ-organ reproduksi.
• Organ bagian ketiga. Organ terbawah ini hanya bertugas mendukung dan melayani organ dari
bagian atasnya.
Al-Farabi membagi negara ke dalam lima bentuk, yaitu:
1. Negara Utama (Al-Madinah Al-Fadilah): negara yang dipimpin oleh para nabi dan
dilanjutkan oleh para filsuf; penduduknya merasakan kebahagiaan.
2. Negara Orang-orang Bodoh (Al-Madinah Al-Jahilah): negara yang penduduknya tidak
mengenal kebahagiaan.
3. Negara Orang-orang Fasik: negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi tingkah
laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.
4. Negara yang Berubah-ubah (Al-Madinah Al-Mutabaddilah): pada awalnya penduduk negara
ini memiliki pemikiran dan pendapat seperti penduduk negara utama, tetapi kemudian
mengalami kerusakan.
5. Negara Sesat (Al-Madinah Ad-dallah): negara yang dipimpin oleh orang yang menganggap
dirinya mendapat wahyu dan ia menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya
5
C.Pemikirannya Tentang Pemimpin

Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting dan
paling sempurna di dalam suatu negara. Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang yang
disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang yang mempunyai kemampuan fisik dan
jiwa (rasionalitas dan spiritualitas). Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama (the first one –
dengan segala kesempurnaannya (Imam) Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun
kualitas lainnya sudah terpenuhi, tetapi kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak
ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa seorang
Raja”.[9] Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.[9] dan karena sangat sulit
untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup, yang
disebut sebagai (Ra’is) atau pemimpin golongan kedua.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Farabi adalah seorang pemikir Islam yang terkenal, tokoh masa klasik dan adalah
seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Sunggupun demikian, ia
termasuk penulis produktif, cukup banyak bukunya dalam berbagai bidang ilmu.

Al Mawardi adalah teori tentang warga negara, yang bsru tidak dimiliki oleh pemikir Islam
sebelumnya atau sezaman dengannya

B. Saran

Jika terdapat kesalahan kata, kami sebagai penulis menerima kritikan maupun saran dari para
pembaca.

7
DAFTAR PUSTAKA

Biografi Al-Farabi wikipedia : https://id.wikipedia.org/wiki/Al-Farabi

Anda mungkin juga menyukai