Anda di halaman 1dari 605

SAMBUTAN

Midwifery Update pg. 1


KONTRIBUTOR

Dr. Emi Nurjasmi., M.Kes


Dr. Ade Jubaedah, S.SiT, MM.,MKM
Nunik Endang Sunarsih, SST, SH, MSC
Yetty Leoni M. Irawan, MSc
Dr. Heru Herdiawati, S.ST., S.H., M.H

Dr. Indra Supradewi, M.K.M


Laurensia Lawintono, MSc
Grietje U. Masyitha, S.ST., S.K.M., M.Kes
Sri Poerwaningsih, S.K.M., M.Kes
Ratna Chairani, S.ST., M.Kes
Ida Ayu Citarasmi, S.SiT., MKM
Asniah, SST., M.K.M
Tuti Sukaeti,SPd, SST, M.Kes
Siti Romlah, SKM, MKM
Herlyssa, S.ST., M.K.M
Endang Sundari, S.ST
Bintang Petralina, SST., M.Keb
Herlina Mansur, M.K.M
Innana Mardhatillah, SST.,MKM
Ike Kurnia, S.Keb.,Bd

Editor
Dr. Zulvi Wiyanti, SSiT.MKes
Kusuma Dini, SKM, MKM

Midwifery Update pg. 2


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Modul Pelatihan Midwifery Update dalam upaya menjaga
Mutu, Kompetensi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) Dalam Rangka mencapai Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi.
Modul ini menjelaskan berbagai topik yang terdiri dari 1)
Pendahuluan, 2) Perkembangan Profesi Bidan dan Kebijakan Terkini
Terkait Kebidanan, 3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), 4)
Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan, 5) Pelayanan Antenatal
Terintegrasi, 6) Asuhan Persalinan Normal (APN), 7) Asuhan Nifas dan
Pelayanan Kontrasepsi, 8) Asuhan Kegawat-Daruratan Maternal &
Neonatal, 9) Asuhan Bayi Baru Lahir, Bayi, Balita dan Anak Usia Pra-
Sekolah, 10) Asuhan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (BBL) adalah upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
kesehatan ibu dan BBL serta dalam rangka percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Di Indonesia bidan
memiliki peran sangat penting dalam memberikan layanan kesehatan ibu,
kesehatan anak, kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga berencana
(KB). Bidan yang merupakan garda terdepan dalam memberikan
pelayanan kebidanan, perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
terkini tentang perkembangan dan rekomendasi terbaru dalam
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berkualitas.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PPIBI), tim
penyusun dan tim editor demi cita- cita Bersama, agar bidan dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar.

Midwifery Update pg. 3


Kami menyadari bahwa pelayanan kesehatan dan kebutuhan
masyarakat terus berkembang, isi dari modul ini mungkin masih ada yang
perlu disesuaikan dan disempurnakan, untuk itu jika dibutuhkan akan
ditinjau ulang dikemudian hari.
Kami berharap modul ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi
pelaksanaan pelatihan dan On the Job Training (OJT) bagi bidan
dan fasilitator/mentor. Semoga dapat memberi manfaat dalam penurunan
kematian ibu dan bayi di Indonesia.

Jakarta, Maret 2021

Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia


Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes

Midwifery Update pg. 4


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 12
B. Tujuan Pembelajaran ………….………………………………………. 17
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sasaran ………………………………………………………………….... 17
D. Dasar Hukum …………………………………………………………….. 17

BAB II. PERKEMBANGAN PROFESI BIDAN DAN KEBIJAKAN TERKINI


TERKAIT KEBIDANAN
A. Deskripsi Singkat ………………………………………………..………. 19
B. Tujuan Pembelajaran …………………………………………..………. 19
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok ………………………………………………………..…….. 19
1. Perkembangan Profesi Bidan
2. Kebijakan Terkini Pendidikan Kebidanan
3. Kebijakan Terkini Pelayanan Kebidanan
D. Uraian Materi ……………………………………………………………… 19

BAB III. ADAPTASI PELAYANAN KEBIDANAN (KIA-KESPRO) DI MASA


PANDEMI COVID- 19
A. Deskripsi Singkat.......................................................................................................82
B. Tujuan Pembelajaran ……………………………………………………. 82
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok..................................................................................................................... 83
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Pengertian PPI
b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
c. Ruang lingkup program PPI

Midwifery Update pg. 5


2. Prinsip Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan standar
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
3. Kebersihan Tangan
a. Pengertian Kebersihan
b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan
c. Jenis-jenis kebersihan tangan
d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan
4. Penggunaan dan Pelepasan APD
a. Pengertian APD
b. Indikasi penggunaan APD
c. Jenis-jenis APD
d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD
e. Prosedur pemasangan APD
f. Prosedur pelepasan APD
5. Pemrosesan Peralatan Habis Pakai
a. Pengertian peralatan habis pakai
b. Kategori peralatan perawatan pasien menurut dr. E. Spoulding
c. Tahapan pemrosesan peralatan habis pakai
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal
e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal
f. Proses Peralatan Non Kritikal
g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril
h. Hal yang perlu diperhatikan
i. Alur dekontaminasi peralatan habis pakai
6. Pengelolaan Limbah
a. Jenis dan pengertian limbah
b. Pengelolaan Limbah Infeksius
c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius
d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam
e. Metode Manajemen Limbah
7. Penatalaksanaan Linen
a. Jenis-jenis linen
b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen

Midwifery Update pg. 6


8. Pengelolaan Lingkungan
a. Pengelolaan Air
b. Konstruksi bangunan
c. Ventilasi Ruangan
9. Penyuntikan Yang Aman
a. Prinsip penyuntikan yang aman
10.Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk
a. Prosedur Etika Batuk
11.Penempatan Pasien
a. Prinsip Penempatan Pasien
12.Perlindungan Kesehatan Petugas
a. Prosedur perlindungan Kesehatan petugas
b. Prinsip Penanganan paska pajanan
c. Tatalaksana paska pajanan
13. Penerapan Protokol Kesehatan dimasa pandemi Covid-19
a. Alur dan triage
b. Pelaksanaan skrining
c. Penolakan skrining
D. Uraian Materi ……………………..………………………………………. 84

BAB IV. ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


A. Deskripsi Singkat....................................................................................................136
B. Tujuan Pembelajaran.............................................................................................137
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok...................................................................................................................137
1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan
2. Peraturan Perundangan terkait Praktik Bidan
3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidan
4. Penanganan Masalah Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik
Kebidanan
D. Uraian Materi............................................................................................................137

Midwifery Update pg. 7


BAB V. UPDATING PELAYANAN ANTENATAL TERPADU
A. Deskripsi Singkat....................................................................................................161
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................................161
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 161
1. Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi diIndonesia
2. Kebijakan pelayanan ANC di Indonesia
3. Konsep pelayanan ANC Terintegrasi
4. Pelayanan ANC Masa Pandemi Covid-19 dan Adaptasi
Kebiasaan Baru
5. Pelayanan ANC Terintegrasi
D. Uraian Materi............................................................................................................161

BAB VI. UPDATING ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)


A. Deskripsi Singkat.....................................................................................................232
B. Tujuan Pembelajaran.............................................................................................232
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok...................................................................................................................233
1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal
2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman
3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
4. Observasi persalinan dengan Partograf
5. Kala II persalinan
6. Kala III dan kala IV persalinan
7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
8. Penjahitan robekan perineum
9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19
10. Langkah – langkah penuntun belajar persalinan
normal
D. Uraian Materi............................................................................................................233

Midwifery Update pg. 8


BAB VII. UPDATING ASUHAN NIFAS DAN PELAYANAN KONTRASEPSI
A. Deskripsi Singkat.....................................................................................................269
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................................269
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 269
1. Asuhan Masa Nifas
a. Definisi asuhan masa nifas
b. Ruang lingkup pelayanan nifas
c. Jenis pelayanan masa nifas pada ibu
d. Pelayanan nifas di masa pandemi
2. Konseling
a. ABPK
b. SKB-KB
3. Pelayanan Kontrasepsi
a. Kontrasepsi hormonal kombinasi
b. Kontrasepsi progestin
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
4. Kontrasepsi pada kondisi khusus
a. Kontrasepsi pasca persalinan
b. Kontrasepsi pasca keguguran
c. Kontrasepsi darurat
5. Pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi
D. Uraian Materi............................................................................................................270

BAB VIII. UPDATING ASUHAN KEGAWAT-DARURATAN MATERNAL &


NEONATAL
A. Deskripsi Singkat.....................................................................................................306
B. Tujuan Pembelajaran.............................................................................................306
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 306
1. Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada
kehamilan, persalinan, dan nifas

Midwifery Update pg. 9


a. Henti jantung dan henti napas.
b. Syok.
c. Kejang.
d. Sesak napas.
e. Pingsan
2. Tata Laksana pada kehamilan, persalinan dan nifas dengan
penyulit obstetri
a. Hiperemesis gravidarum.
b. Mola Hidatidosa
c. Kehamilan ektopik terganggu.
d. Perdarahan antepartum.
e. Persalinan preterm.
f. Ketuban pecah dini.
g. Persalinan lama (kelainan His, CPD, makrosomia).
h. Kelainan letak dan malpresentasi dalam persalinan.
i. Distosia bahu.
j. Prolaps tali pusat.
k. Infeksi nifas.
3. Tata laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas
a. Hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia.
b. Perdarahan pasca persalinan
4. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir
a. Kegawatan trauma lahir (cedera).
b. Kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan klinis (biru,
pucat, kuning).
c. Kegawatan saluran napas pada bayi baru lahir.
d. Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir.
e. Kejang pada bayi baru lahir
5. Tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
a. Resusitasi pada bayi baru lahir.
1) Alur resusitasi dan persiapan resusitasi pada bayi baru
lahir.
2) Langkah resusitasi pada bayi baru lahir.

Midwifery Update pg. 10


3) Resusitasi terintegrasi.
b. Stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir pasca
resusitasi.
1) Stabilisasi bayi baru lahir
2) Transportasi bayi baru lahir
6. Rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan,
dan nifas
a. Stabilisasi pasien.
b. Persiapan sarana merujuk.
c. Perencanaan rujukan
D. Uraian Materi............................................................................................................308

BAB IX. UPDATE ASUHAN BAYI BARU LAHIR, BAYI, BALITA dan ANAK
USIA PRA-SEKOLAH
A. Deskripsi Singkat ………………………………………………….……. 415
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................................415
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 415
1. Asuhan pada BBL
a. Situasi kesehatan BBL, bayi dan balita di Indonesia
b. Persiapan penanganan BBL
c. Penilaian awal pada BBL
d. Asuhan pada BBL
2. Asuhan pada bayi
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)
b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
3. Asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah
a. Pemantauan tumbuh kembang
b. Pemberian imunisasi sesuai program
c. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
d. Rujukan gangguan tumbuh kembang bayi, balita dan anak
usia pra- sekolah

Midwifery Update pg. 11


D. Uraian Materi...........................................................................................................416

BAB X. ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS


A. Deskripsi Singkat....................................................................................................497
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................................498
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 499
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif
gender
2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu pelaksanaan PPAM,
Logistik PPAM
3. Pengertian Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta
Dukungan Psikososial
a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual
b. Dukungan Psikososial
4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan dukungan psikososial
bagi klien/pasien
a. Pendekatan dukungan psikososial
b. Dukungan Psikologis Awal (DPA)
5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam
pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender
dan seksual
6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan kekerasan
berbasis gender dan seksual
7. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah
melakukan rujukan.
D. Uraian Materi............................................................................................................500

Midwifery Update pg. 12


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan
optimal seperti telah diamanahkan dalam Mukadimah Undang- Undang
Dasar 1945 (UUD 1945). Pembangunan kesehatan pada dasarnya
menyangkut kehidupan fisik, mental, sosial budaya dan ekonomi yang
dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi, baik tata
nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya pemecahan masalah
kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga
berencana (KB) seperti tercantum pada bagian keenam dan ketujuh
dalam Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Selanjutnya pada Pasal 23 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009,
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan. Jenis tenaga kesehatan dijabarkan pada Pasal 11 Undang -
Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang
menyebutkan bahwa jenis tenaga kesehatan terdiri dari 13 jenis tenaga
kesehatan, salah satunya tenaga kebidanan. Pasal 11 ayat 5
menjelaskan bahwa yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan
adalah bidan.

Undang - Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan menjelaskan


bahwa Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan
program pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan. Tenaga
bidan melaksanakan pelayanan kebidanan sebagai subsistem dari
pelayanan kesehatan.

Midwifery Update pg. 13


Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dalam sistem
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan, yang dilakukan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan. Pelayanan kebidanan diuraikan mulai
dari ruang lingkup, kewenangan, peran dan tugas bidan, standar dan
pedoman terkait.

Saat ini masalah kesehatan ibu dan anak masih merupakan


masalah krusial di Indonesia karena masalah tersebut merupakan salah
satu indikator kesejahteraan bangsa. Walaupun pemerintah telah
melakukan berbagai upaya perbaikan, namun belum tampak kemajuan
yang signifikan.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian bayi (AKB)


berkaitan dengan berbagai faktor, seperti Akses (geografis, kapasitas,
mutu layanan dan ketersebaran fasilitas kesehatan, serta sistem
pembiayaan); Sumber Daya Manusia (SDM) (kualifikasi, kompetensi,
penyebaran/ distribusi dan availabilitas), dan penduduk (tingkat
pendidikan, faktor sosial-budaya, kemiskinan, daya beli dan kepadatan
penduduk); serta kebijakan dan kemauan politik pemerintah (yang
mengatur dan mengupayakan keterjangakauan akses kesehatan, SDM
dan kebijakan tentang kependudukan).

Upaya untuk menurunkan AKI dan AKB salah satunya dengan


asuhan kebidanan berkesinambungan sehingga komplikasi selama
kehamilan sampai masa nifas dapat terdeteksi sedini mungkin. Asuhan
kebidanan berkesinambungan merupakan suatu asuhan yang
berkualitas yang diberikan secara continuity of care oleh seorang bidan
terhadap klien/pasien/pasien mulai dari masa prakonsepsi, masa
kehamilan, persalinan, nifas dan KB berdasarkan standar asuhan
kebidanan yang diberikan yang dapat dilakukan secara mandiri,
kolaborasi atau rujukan dalam upaya menjaga kesehatan ibu secara
fisik dan psikologi serta deteksi dini komplikasi dan penyulit yang
memerlukan tindakan segera.

Midwifery Update pg. 14


Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan/SDG’s, terutama pada tujuan SDGs Nomor 3 yaitu
“Kesehatan yang baik dan Kesejahteraan” untuk memastikan
kehidupan yang sehat dan mendukung kesejateraan bagi semua
disemua usia. Visi Indonesia 2019 – 2024 menyebutkan bahwa
fokus pembangunan nasional adalah pembangunan SDM. Hal ini
dilaksanakan dengan meningkatkan status kesehatan ibu hamil,
kesehatan bayi, kesehatan balita dan kesehatan anak-anak sekolah
pada masa golden period guna mencetak manusia Indonesia yang
unggul ke depan.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


dan Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan, mengamanatkan agar setiap tenaga kesehatan,
khususnya bidan yang menjalankan praktik, wajib memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) yang berlaku selama 5 tahun. Bidan yang akan
menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya harus
kompeten yang di buktikan dengan Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat Profesi. Sesuai Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 Pasal 46
bahwa setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik di bidang
kesehatan harus memiliki izin dalam bentuk Surat Izin Praktik Bidan
(SIPB), sebagai bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada
bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan setelah memenuhi
persyaratan. Untuk mendapatkan SIPB, syaratnya adalah STR yang
masih berlaku.

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bidan yang telah


memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan
secara hukum untuk menjalankan praktik kebidanan. STR adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada
Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.

Setiap bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib


memiliki STR. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi
Midwifery Update pg. 15
ulang setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk registrasi
ulang, memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,
pelatihan dan/atau kegiatan Ilmiah lainnya.

Alur regulasi untuk sertifikasi ulang (re-sertifikasi) dan untuk


regitrasi ulang (re-registrasi) bidan melalui portofolio pengembangan
keprofesian berkelanjutan bagi bidan. Sehingga perlu disusun suatu
pedoman pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi bidan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan dimasyarakat. Kegiatan
pendidikan berkelanjutan adalah berbagai kegiatan yang wajib dikuti
oleh bidan melalui kegiatan pendidikan non formal, untuk
meningkatkan dan memelihara pengetahuan dan keterampilan
keprofesionalan yang meliputi kegiatan peningkatan pengetahuan
(Kognitif) dan kegiatan peningkatan keterampilan professional.
Kegiatan peningkatan keterampilan profesional dapat berupa pelatihan
(course), baik pelatihan klinis (psikomotor) maupun pelatihan non
klinis.

Salah satu tugas dan fungsi IBI adalah selalu berupaya menjaga
mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggota
dengan meng-update standar pelayanan kebidanan termasuk
pelayanan kesehatan ibu, bayi, balita, KB dan kespro serta asuhan
pasca keguguran. Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah
dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seminar dan pelatihan
sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran berkelanjutan.

Hasil kongres IBI tahun 2013, Re-registrasi dilakukan melalui


penilaian portofolio, yaitu selama 5 (lima) tahun harus mendapatkan
sejumlah 25 (dua puluh lima) kredit profesi, 2 (dua) kredit profesi
diantaranya diperoleh melalui Midwifery Update (MU) yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi. Pelatihan MU bertujuan untuk
menjaga mutu serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
kompetensi bidan dengan informasi terkini sehingga dapat
memberikan pelayanan berkualitas terhadap kesehatan ibu, bayi, balita
dan kespro termasuk pelayanan KB. Pelatihan ini dikemas dengan
menggunakan
Midwifery Update pg. 16
metode yang lebih interaktif dan secara komprehensif mengenai update
perkembangan kebijakan, pelayanan, pendidikan, standar profesi, etika
dan organisasi profesi bidan di Indonesia.

Pelatihan MU harus diikuti oleh seluruh anggota IBI untuk


mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta
kepatuhan terhadap kode etik. Pelatihan MU penting dilaksanakan
mengingat adanya dinamika perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebijakan.

Perkembangan IPTEK termasuk Revolusi Industri 4.0 mendorong


semua pemberi pelayanan kesehatan termasuk bidan untuk dapat
beradaptasi dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan
melaksanakan perannya secara optimal serta berperan aktif dalam tim
pelayanan kesehatan (Interprofessional Health Providers) serta bidan
dapat bersaing baik dalam negeri maupun di pasar bebas/global.

Era yang selalu berkembang disertai dengan persaingan global


membutuhkan bidan berwawasan dan berpendidikan yang memenuhi
standar global, dengan critical thinking yang kuat. Sehingga dibutuhkan
pengembangan SDM bidan secara komprehensif, berjenjang dan
berkesinambungan.

Bidan membutuhkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang


selalu update serta mampu beradaptasi dengan perkembangan
IPTEK/kebijakan terbaru salah satunya dapat dilakukan melalui
pelatihan MU.

Materi yang akan di update antara lain Kebijakan Terkait Profesi


Bidan, Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan, Pelayanan Antenatal
Care (ANC) Terpadu, Asuhan Persalinan Normal (APN), Asuhan Kegawat-
daruratan Maternal dan Neonatal, Nifas dan Kontrasepsi, Asuhan Bayi
Baru Lahir (BBL), memahami Simulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) Neonatus, Bayi dan Balita.

Midwifery Update pg. 17


B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi
bidan sehingga dapat memberikan pelayanan berkualitas terhadap
kesehatan ibu, bayi, balita dan kespro termasuk pelayanan KB
sesuai dengan perkembangan terkini berdasarkan evidence based
practice.
2. Tujuan Khusus
Peserta memahami perkembangan terkini tentang:
a. Profesi Bidan
b. Kebijakan terkait Profesi Bidan serta Kebijakan dan Peraturan
Pelayanan Kebidanan di Indonesia
c. Etikolegal dalam Pelayanan Kebidanan
d. Pelayanan Antenatal
e. Asuhan Persalinan Normal (APN)
f. Asuhan Kegawat-daruratan Maternal
g. Asuhan Kegawat-daruratan Neonatal
h. Asuhan Nifas
i. Pelayanan Keluarga Berencana (KB).
j. Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL)
k. Simulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
Neonatus, Bayi dan Balita
l. Pencegahan Infeksi

C. Sasaran
Sasaran pelatihan Midwifery Update adalah seluruh anggota IBI yang
akan melakukan Re-Sertifikasi Kompetensi dan Re-Registrasi

D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
2. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Midwifery Update pg. 18


4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin
Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.46 Tahun 2013 tentang Sertifikasi
dan Registrasi Tenaga Kesehatan
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 369/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan
7. Standar Kompetensi Bidan, IBI 2018
8. Standar Pendidikan Bidan, IBI 2018
9. Standar Pelayanan Bidan, IBI 2018
10. Standar Etika dan Kode Etik Bidan, IBI 2018
11. Pedoman Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bidan, IBI 2018

Midwifery Update pg. 19


BAB II
PERKEMBANGAN PROFESI BIDAN
DAN KEBIJAKAN TERKINI TERKAIT KEBIDANAN

A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang perkembangan profesi bidan serta kebijakan
terkini terkait pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang
tentang perkembangan profesi Bidan dan kebijakan terkini terkait
pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu:
a. Menjelaskan tentang Perkembangan Profesi Bidan terkini di
Indonesia
b. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pendidikan
Kebidanan
c. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pelayanan
Kebidanan

C. Materi Pokok
1. Perkembangan Profesi Bidan
2. Kebijakan Terkini Pendidikan Kebidanan
3. Kebijakan Terkini Pelayanan Kebidanan

Midwifery Update pg. 20


D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Perkembangan Profesi Bidan
a. Kebidanan
Sesuai dengan Undang-Undang No. 4 tahun 2019 tentang
Kebidanan, sesuai pasal 1 kebidanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan
Kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, selama
kehamilan, persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru
lahir, balita dan anak pra sekolah, termasuk kespro perempuan dan
KB sesuai tugas dan kewenangannya.

b. Pengertian Bidan
Undang - Undang No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan menjelaskan
bahwa bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan
program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di
luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik kebidanan.

Bidan memberikan pelayanan yang secara holistik,


komprehensif dan berkesinambungan kepada perempuan selama
masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pasca persalinan,
masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah,
termasuk kespro perempuan dan KB sesuai dengan tugas dan
wewenangnya yang berfokus pada aspek pencegahan melalui
pendidikan kesehatan dan konseling, promosi persalinan normal,
dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan perempuan,
serta melakukan pertolongan pertama kegawat-daruratan,
melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa pra
hamil, kehamilan, persalinan dan rujukan yang aman.

c. Praktik Kebidanan
Kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam
bentuk asuhan kebidanan

Midwifery Update pg. 21


d. Kompetensi Bidan
Kemampuan yang dimiliki oleh bidan yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk memberikan pelayanan kebidanan

e. Uji Kompetensi
Proses pengukuran pengetahuan, keterampilan dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program studi kebidanan.

f. Sertifikat Kompetensi
Surat tanda pengakuan terhadap kompetensi bidan yang telah lulus
uji Kompetensi untuk melakukan praktik kebidanan.

g. Sertifikat Profesi
Surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Kebidanan yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.

h. Organisasi Profesi
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang No 4
Tahun 2019 Tentang Kebidanan, yang dimaksud dengan "Organisasi
Profesi Bidan" adalah Ikatan Bidan Indonesia (lBI). IBI sebagai
organisasi profesi satu-satunya wadah bidan di Indonesia selalu
berupaya menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan
kompetensi anggotanya.

Organisasi profesi bidan berfungsi untuk meningkatkan


dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat dan etika profesi kebidanan. Organisasi profesi bidan
bertujuan untuk mempersatukan, membina dan memberdayakan
bidan dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan.

IBI didirikan pada tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari


jadi IBI. Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil
konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni

Midwifery Update pg. 22


1951, yang merupakan prakarsa para bidan senior yang berdomisili
di Jakarta. Konferensi Bidan pertama tersebut telah berhasil
meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi
perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi
profesi bernama IBI, berbentuk kesatuan, bersifat Nasional,
berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Saat ini IBI memiliki perwakilan di 34 Pengurus Daerah


ditingkat Propinsi (34 Propinsi), 509 Pengurus Cabang (di tingkat
kabupaten/ kota), 3.728 Pengurus Ranting (di tingkat kecamatan,
unit pelayanan dan Institusi Pendidikan Kebidanan). Di Indonesia,
berdasarkan data Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI),
MTKI telah menerbitkan sejumlah 676.041 Surat Tanda Registasi
(STR) Bidan. Jumlah anggota IBI per Desember 2020 sebanyak
302.604 orang bidan (PP IBI), yang tersebar di berbagai tatanan
pendidikan dan pelayanan kesehatan. Bidan bekerja di Rumah sakit,
Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB), Rumah Sakit Ibu dan Anak
(RSIA), Puskesmas, bidan di Desa, Tempat Praktik Mandiri Bidan
(TPMB), institusi pendidikan dan institusi lain, serta masih ada yang
belum mendapat tempat mengabdi.

Di tingkat internasional, IBI sebagai anggota International


Confederation of Midwives (ICM) sejak 1956. IBI selalu aktif
mengikuti kegiatan organisasi tersebut terutama kongres ICM
maupun kongres ICM Regional Asia Pasific (ASPAC). Pada Kongres
ICM ke 30 di Praha, melalui bidding IBI berhasil ditetapkan menjadi
tempat penyelenggaraan kongres ICM ke-32 dan rencana kongres
yang akan diselenggarakan di Bali tahun 2020 tertunda sebagai
dampak dari Pandemi Covid-19. Pada Kongres ICM ke-31 bulan Juni
2017 di Toronto Canada, Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes Ketua Umum
PPIBI 2013-2018 terpilih sebagai Koordinator ICM Asia Pasific. Hal
ini sangat membanggakan, karena untuk pertama kali Indonesia
mendapat kepercayaan di tingkat Internasional.

Midwifery Update pg. 23


Sebagai Organisasi Profesi maupun LSM, IBI memiliki perangkat
organisasi yang selalu meningkatkan kualitas melalui penerapan
siklus PDCA sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
organisasi yaitu:
1) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
2) Pedoman Pelaksanaan Organisasi sebagai pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan organisasi IBI pada setiap jenjang
kepengurusan.
3) Rencana Strategis IBI
4) Standar Kompetensi Bidan Indonesia
5) Standar Pendidikan Bidan Indonesia
6) Standar Pelayanan dan Praktik Bidan
7) Standar Etika dan Kode Etik Bidan
8) Pedoman Pendidikan Berkelanjutan Bidan/Continuing
Professional Development (CPD)

i. Registrasi
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bidan yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan
secara hukum untuk menjalankan praktik Kebidanan (Undang-
Undang No. 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan, Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 6325, sejalan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan, Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 1626)

Menyikapi Pandemi Covid-19 Kementerian Kesehatan


mengeluarkan Surat Edaran Pemerintah Nomor
HK.02.01/MENKES/4394/2020 Tentang Registrasi Perizinan
Tenaga Kesehatan pada Masa Pandemi Corona Virus Desease 2019
(Covid–19) isi surat edaran terlampir.

Midwifery Update pg. 24


j. Sistem Manajemen Informasi Ikatan Bidan Indonesia
Pengelolaan data dimana didalamnya mencakup proses mencari,
menyusun, mengklasifikasikan, serta menyajikan berbagai data
yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan organisasi sehingga
dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan.
Sejalan dengan penerapan kebijakan Satu Data Peraturan
Presiden Republik Indonesia No. 39 Tahun 2019 Tentang Satu Data
Indonesia. kebijakan tata kelola data Kebidanan di Indonesia, agar
dapat menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu dan dapat
dipertanggung jawabkan, serta mudah diakses.

Manajemen Informasi Bidan terdiri dari:


1) Website IBI
2) Database Bidan/ e-KTA/ KTA IBI Online
3) e-STR atau STR Online
4) e-CPD atau CPD Online
digunakan untuk pengurusan rekomendasi IBI untuk Perpanjangan
STR

1) Website IBI dan Media Sosial.


Saat ini IBI juga memiliki website dan media sosial yang seperti
Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya, yang digunakan
sebagai media komunikasi dan menampilkan perkembangan
informasi terkini tentang Kebidanan di Indonesia. Web site IBI
dapat di akses di alamat berikut ini: www.ibi.or.id
Perkembangan IPTEK yang sangat pesat menutut semua
pemberi pelayanan kesehatan termasuk Bidan. Kemajuan
teknologi telah mengubah wajah dunia termasuk pada Bidang
kesehatan. Salah satu fase penting dalam
perkembangan teknologi adalah munculnya
revolusi industri gelombang ke-4, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Industrial Revolution 4.0 yang mampu
menghapus batas-batas penggerak aktivitas ekonomi, baik dari
perspektif fisik, digital, maupun biologi. Cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
mengharuskan setiap
Midwifery Update pg. 25
Bidan/anggota IBI harus mengikuti perubahan yang terjadi
secara nasional maupun international.

2) Database Bidan/ e-KTA/ KTA IBI Online


Guna menyelaraskan dengan perkembangan teknologi yang kian
pesat, IBI telah mengembangkan basis data yang dapat diakses
secara online dan realtime. Sistem basis data anggota IBI berupa
KTA online ini terintergrasi dengan aplikasi website dan sistem
data Kebidanan lainnya. KTA Online telah digagas dan
diamanatkan oleh Kongres IBI yang tertuang dalam Rencana
Strategis IBI Periode 2013 - 2018 dan diperkuat kembali pada
Renstra IBI Periode 2018-2023. e-KTA dikembangkan untuk
memudahkan pengelolaan data dan informasi bidan khususnya
anggota IBI. KTA Online IBI di rancang untuk dapat diakses oleh
anggota dan pengurus IBI disemua tingkat kepengrusan kapan
dan dimana pun bidan berada.

KTA IBI Online di bagi menjadi 2 setting yaitu Area Admin dan
Area Anggota
 Area Admin
Area Admin di rancang untuk melakukan entry data,
pemutakhiran, pengeloalaan data serta pembuatan
pelaporan data dan informasi tentang anggota IBI. Setiap
Pengurus Cabang (PC), Pengurus Daerah (PD) dan Pengurus
Pusat (PP) memiliki admin untuk mengelola data diwilayah
nya masing masing. Setiap Pengurus Cabang berkewajiban
utntuk mengelola dan memperbaharui basisdata anggotanya
agar data yang dihasilkan mencermikan data yang
sebenarnya. Area admin dapat diakses dialamat berikut ini
http://ibi.data-online.id/apps/dengan memasukan
username dan password yang sudah dimiliki oleh setiap
cabang. Penggunaan akun admin PC/PD/PP IBI
dilaksanakan sesuai dengan Panduan Admin KTA Online.

Midwifery Update pg. 26


 Area Anggota
Area Anggota di rancang agar calon anggota untuk
pendaftaran anggota IBI, serta pemutakhiran data pribadi
jika terjadi perubahan. Untuk daftar, pemuktahiran data
pribadi dapat mengakses alamat berikut ini: http://ibi.data-
online.id/member-area/

Langkah-langkah Pendaftaran Anggota IBI dapat dilakukan


sebagai berikut:
- Siapakan file Serkom, Ijazah, STR, KTP dan Foto serta
alamat email yang masih aktif.
- Buka aplikasi KTA IBI Online melalui
Komputer/Laptop/Tablet/HP
- Mengisi data,
- Konfirmasi via email
- Mencetak hasil pendaftaran
- Membawa berkas cetakan pendaftaran dan melaporkan
diri ke Pengurus Ranting (PR)/PC IBI setempat
- PC/Admin Cabang memverifikasi data/ menyetujui data
- PD/Admin Provinsi menyetujui data
- PP/Admin Pusat menyetujui data maka secara otomatis
sistem akan menerbitkan nomor KTA dan kartu digital
- Selanjutnya anggota dapat mencetak KTA

Seluruh proses KTA Online dapat dipantau melalui aplikasi.


Prinsip KTA IBI online adalah Paperless dan untuk
pencetakan kartu dapat dilakukan secara mandiri atau
desentralisasi/kolektif oleh PD/PC IBI.

Midwifery Update pg. 27


XXXXXXXX
XX

XXXXX

Bagian Depan Bagian Belakang

Penggunaan area anggota dapat dipelajari dalam


panduan pendaftaran dan Update data KTA Online untuk
anggota IBI.

3) e – STR/STR Online
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2019 tentang
Kebidanan mengamanatkan agar setiap tenaga kesehatan/Bidan
yang menjalankan praktik, wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR). STR berlaku selama 5 tahun. Regulasi untuk
sertifikasi ulang (re-sertifikasi) dan untuk regitrasi ulang (re-
registrasi) Bidan melalui portofolio pengembangan
keprofesian berkelanjutan bagi Bidan. Pedoman pengembangan
keprofesian berkelanjutan bagi bidan bertujuan meningkatkan
kualitas pelayanan Kebidanan di masyarakat.

Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah suatu


usaha pembinaan secara sistematis bagi Bidan yang bertujuan
untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi baik
pengetahuan, keterampilan serta mengembangkan sikap
profesionalisme.

Pengembangan keprofesian wajib diikuti oleh setiap bidan


sebagai bagian dari pembinaan melalui mekanisme sertifikasi,
registrasi dan lisensi.

Midwifery Update pg. 28


Penilaian kegiatan pendidikan berkelanjutan bidan adalah
proses penilaian kelayakan penyelenggaraan kegiatan
pendidikan berkelanjutan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Hasil penilaian kegiatan tersebut dalam bentuk perolehan
Satuan Kredit Profesi (SKP) dan Surat Rekomendasi Organisasi
Profesi untuk perpanjangan STR. Rekomendasi organisasi
profesi adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh IBI
bagi bidan untuk keperluan pengurusan izin praktik dan
perpanjangan STR setelah yang bersangkutan memiliki
sertifikat kompetensi.

Komponen kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan


bidan adalah sebagai berikut:
 Kegiatan Praktik Profesi/Pelayanan Kebidanan
 Kegiatan Pendidikan Berkelanjutan
 Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat
 Kegiatan Pengembangan Profesi
 Kegiatan Penelitiandan Publikasi Ilmiah

Alur permohonan rekomendasi profesi:


 Bidan mengajukan perpanjangan STR beserta berkas
persyaratan dan buku log kepada PR IBI dan atau PC IBI,
serta membayar biaya administrasi perpanjangan STR.
 PR melakukan verifikasi dan validasi terhadap keabsahan
data dan bukti fisik dari bidan tersebut.
 PR melanjutkan permohonan perpanjangan STR ke PC
 PC menilai kecukupan jumlah SKP dan bukti pendukung
kegiatan yang telah dicapai oleh bidan yang bersangkutan.
 Bila persyaratan belum terpenuhi, PC IBI memberikan
feedback ke PR agar bidan yang bersangkutan memenuhi
kekurangannya.
 Bila persyaratan sudah terpenuhi, PC IBI mengusulkan
permohonan rekomendasi perpanjangan STR ke PD IBI
dengan melampirkan rekapan data hasil penilaian

Midwifery
Update
pg. 29
pencapaian nilai pemohon dan bukti transfer biaya
administrasi perpanjangan STR.
 PD IBI memberikan rekomendasi untuk perpanjangan STR.]

d) e-CPD atau CPD online


Kemajuan teknologi telah mengubah wajah dunia termasuk
pada bidang kesehatan. Perkembangan teknologi memasuki
era revolusi industri gelombang ke-4, atau yang lebih dikenal
dengan sebutan industrial revolution 4.0 yang mampu
menghapus batas- batas penggerak aktivitas ekonomi. Untuk itu
Badan Pengembangan dan Penjagaan Sumber daya Manusia
(PPSDM) kesehatan telah memfasilitasi organisasi profesi untuk
mengembangkan sistem pengembangan keprofesian
Berkelanjutan secara online yang terintegrasi dengan sistem
keanggotaan dan STR. Alamat CPD IBI Online adalah:
http://ibi.cpdnakes.org/

Hal yang perlu disiapkan untuk proses CPD Online:


 Email yang aktif digunakan
 Scan/Foto dokumen yang dibutuhkan:
- Scan ijazah Pendidikan Bidan (pdf/jpeg maksimal150 kb)
- Scan ijazah Pendidikan terakhir jika ada (pdf/jpeg
maksimal 150 kb)
- Soft file foto latar merah (jpeg maksimal150 kb)
 Nomor KTP
 Nomor KTA IBI
 Saat input SKP kegiatan: scan/foto dokumen bukti (pdf/jpeg
maksimal 150 kb)
 Jaringan internet
Level Pengguna CPD Online
 Bidan
- Membuat Akun
- Permohonan P2KB
- Input perolehan SKP sesuai Log Book

Midwifery Update pg. 30


 Tim P2KB
- Penanggung Jawab PC IBI
- Di Tingkat Pengurus Cabang
- Tugas Utama: Melakukan Verifikasi/Validasi Data
 Komisi P2KB
- Penanggung Jawab di PD IBI
- Di Tingkat Pengurus Daerah
- Tugas Utama: Penerbitan Surat Rekomendasi
Bidan Delima (BD)
Bidan Delima adalah sistem standarisasi kualitas pelayanan TPMB,
dengan penekanan pada kegiatan monitoring dan evaluasi serta
kegiatan pembinaan dan pelatihan yang rutin dan berkesinambungan.
BD melambangkan pelayanan berkualitas dalam Kespro dan KB yang
berlandaskan kasih sayang, sopan santun, ramah-tamah, sentuhan
yang manusiawi, terjangkau, dengan tindakan kebidanan sesuai
standar dan kode etik profesi.

TPMB adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan


oleh bidan lulusan pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan
langsung kepada klien/pasien (UU No. 4 tahun 2019 Tentang
Kebidanan)

Bidan Praktik Mandiri adalah bidan yang memiliki Surat Ijin Praktik
Bidan (SIPB) sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register)
diberi izin secara sah dan legal untuk menjalankan praktek kebidanan
mandiri.

Peran BD dalam Bidang Kesehatan


Bidan Delima dibutuhkan dalam rangka:
 Mempertahankan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas
pelayanan TPMB, sesuai kebutuhan masyarakat.
 Melindungi masyarakat sebagai konsumen dan bidan sebagai
provider, dari praktik yang tidak terstandar

Midwifery Update pg. 31


 Sebagai standarisasi pelayanan Kebidanan bagi TPMB sejalan
dengan rencana strategis IBI.
 Menjadi standar dalam mengevaluasi pelayanan Kebidanan di
TPMB karena memiliki tools (perangkat) yang lebih lengkap.
 Sebagai bagian dari pelaksanaan rencana kerja IBI dalam pelayanan
kebidanan, sekaligus untuk mempertahankan dan meningkatkan
citra IBI.
 Sebagai tempat pilihan terbaik bagi praktik pendidikan bidan.

Visi
Bidan Delima menjadi standarisasi pelayanan TPMB di Indonesia

Misi
 Meningkatkan kualitas pelayanan Kebidanan di TPMB.
 Meningkatkan kompetensi TPMB berdasarkan hasil penelitian dan
perkembangan praktek Kebidanan terkini.
 Mewujudkan TPMB yang handal, kompeten dan profesional dalam
pelayanannya melalui standarisasi dan kegiatan monev yang
berkesinambungan.
 Mewujudkan rasa aman, nyaman dan kepuasan bagi TPMB dan
pengguna jasa.
 Meningkatkan peran IBI dalam membina dan menjaga
profesionalitas TPMB.

Nilai-nilai BD
 Kepatuhan pada standar pelayanan
Dianut sebagai nilai utama untuk menekankan bahwa sebuah
standar dalam pelayanan harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
anggota BD
 Tumbuh Bersama
Untuk menggambarkan bahwa semua anggota BD harus merasakan
kemajuan dan terus berusaha untuk maju secara kelompok.

Midwifery Update pg. 32


 Keterbukaan
Nilai-nilai yang wajib dianut oleh anggota agar tercipta hubungan
yang erat dan harmonis dalam komunitas.
 Profesionalisme
Selaras dengan nilai kepatuhan pada standar pelayanan, maka
profesionalisme diharapkan dapat menjadi semacam ‘label bagi
setiap pribadi anggota BD.
 Kewirausahaan
Semangat wirausaha diharapkan dapat mewarnai setiap pribadi
anggota BD, sehingga selalu ada upaya untuk terus maju dan
tumbuh lebih baik daripada sebelumnya.

Pola Operasional Program BD


Pola operasional program BD diputuskan mengacu pada sistem
jaminan kualitas ISO dengan sentuhan gerakan moral.
 Pola ini dipilih berangkat dari tujuan awal adanya program BD,
yaitu meningkatkan standar kualitas pelayanan Kebidanan.
Ditambah lagi dengan melihat kenyataan bahwa selama ini program
BD dapat berjalan baik karena adanya partisipasi sukarela dan
dorongan moral dari penggeraknya.
 Dengan demikian pola operasi sistem jaminan kualitas ditambah
gerakan moral menjadi sebuah pilihan yang dirasa paling tepat
untuk program BD saat ini.

Kerangka Kerja Bidan


Kewenangan Klinis tenaga kebidanan adalah uraian kompetensi
kebidanan yang dilakukan oleh tenaga Bidan berdasarkan level
kompetensinya. Penugasan klinis adalah penugasan Kepala/Direktur
Fasyankes baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) kepada tenaga
kebidanan untuk melakukan asuhan kebidanan di Fasyankes tersebut
berdasarkan daftar kewenangan klinis.

Midwifery Update pg. 33


Dengan tersusunnya jenis – jenis kewenangan klinis bagi setiap
tenaga bidan sesuai dengan cabang ilmu kebidanan dan kompetensi
bidan, menjadi dasar bagi direktur untuk menerbitkan Surat Penugasan
Klinis (SPK) bagi setiap tenaga bidan, sehingga terjaganya reputasi dan
kredibilitas tenaga bidan.

Asesor klinis Kebidanan


Bidan yang sudah dilatih dan mempunyai sertifikat asesor bidan klinik
yang melakukan uji kompetensi kepada asesi dalam hal ini kredensial
dan re-kredensial sesuai aturan yang berlaku

Proses Kredensial
Sesuai kompetensi dan kewenangannya, bidan dapat didayagunakan di
fasyankes pada unit:
 Poliklinik Kebidanan (Obstetri Ginekologi) dan Keluarga Berencana
(KB)
 Poliklinik Anak/Tumbuh Kembang Balita
 Instalasi Gawat Darurat (IGD)
 Kamar Bersalin
 Kamar Operasi Obstetri dan Ginekologi
 Ruang Nifas
 Ruang Perinatologi
 Ruang Onkologi Ginekologi

Kredensial Bidan adalah proses evaluasi terhadap tenaga kebidanan


untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis.
Kredensial bertujuan melindungi keselamatan pasien bahwa tenaga
bidan yang melakukan pelayanan kebidanan adalah tenaga
professional dan kredibel.
Kredensial untuk menilai seseorang sejauh mana dia punya
kompetensi agar orang tersebut ditempatkan di tempat yang sesuai
kompetensi dan level kewenangan klinisnya.

Midwifery Update pg. 34


Re-kredensial adalah proses re-evaluasi terhadap tenaga bidan yang
telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis tersebut.

Dalam rangka mempertahankan kompetensi bidan Indonesia dan


pengaturan kompetensi bagi Bidan Praktisi perlu penetapan level
kompetensi kerja sesuai dengan tempat kerjanya.
Dalam memelihara dan memberikan pengakuan kompetensi bagi
bidan di area praktik kebidanan maka diperlukan upaya untuk
memastikan kompetensi yang telah dimiliki bidan dengan cara
melakukan asesmen kompetensi. Proses asesmen kompetensi ini
merupakan bagian dari proses kredensial yang menjamin bidan
kompeten dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada pasien
dengan standar pelayananan Kebidanan profesional sesuai dengan
jenjang atau level masing-masing bidan di unit kerja dan keilmuannya.

Supervisi Fasilitatif sebagai media Mentoring dan Coaching


Kegiatan supervisi merupakan pembinaan klinis dan manajemen yang
dilakukan secara berkesinambungan serta tepat sasaran. Kegiatan ini
dilakukan untuk membantu bidan pelaksana pelayanan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Kegiatan supervisi dilakukan untuk
membagi pengalaman supervisor kepada para pelaksana pelayanan
dilapangan agar terjadi proses pengembangan kemampuan
professional yang berkelanjutan. Seorang supervisor harus mempunyai
keterampilan komunikasi, skill, pendidikan agar mampu meningkatkan
kinerja.

Pembinaan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


(FPKTP) dilakukan oleh bidan koordinator, dilaksanakan dengan
memaksimalkan kegiatan penyeliaan (supervisi) fasilitatif secara
berkesinambungan dan pada tingkat lanjutan di rumah sakit
dilaksanakan oleh tenaga bidan supervisor yang membina bidan di
rumah sakit dalam penerapan asuhan kebidanan sesuai standar dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.

Midwifery
Update
pg. 35
Agar penerapan standar asuhan kebidanan dapat terlaksana dengan
baik, sangat diperlukan tenaga bidan koordinator/supervisor yang
kompeten guna pelaksanaan penyeliaan fasilitatif pelayanan kebidanan
dengan pendekatan pendampingan / bimbingan teknis (coaching).

Kegiatan supervisi dan bimbingan teknis (coaching) pelayanan


kebidanan perlu dilakukan secara sistematis untuk dapat mengukur
apakah pelayanan kebidanan telah mencapai standar mutu atau tidak.
Supervisi yang dilakukan dengan baik berdampak positif bagi kualitas
pelayanan kesehatan. Tujuan supervisi adalah untuk memperbaiki
mutu dan kinerja. Supervisi dapat dilaksanakan secara langsung atau
tidak langsung. Supervisi klinik merupakan proses formal untuk
memberikan dukungan dan pembelajaran pada tenaga pelaksana
sehingga pengetahuan dan kompetensi tenaga pelaksana dapat
dipertanggungjawabkan sehingga memberikan perlindungan dan
perasaan aman pada petugas dan pasien selama proses pelayanan
kesehatan.

Kegiatan Supervisi dan bimbingan teknis (coaching) diharapkan akan


meningkatkan kinerja bidan pelaksana dengan melihat permasalahan
yang terjadi dan adanya penyelesaian masalah dari supervisor.
Supervisi diarahkan pada pengukuran dan pendampingan/ pembinaan
bidan pelaksana pelayanan kebidanan. Supervisor memberikan arahan
dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan
kesadaran dan mengerti akan peran dan fungsinya sebagai bidan
pelaksana pelayanan kebidanan.

e –Learning
Merupakan sebuah metode pembelajaran berbasis online dalam Program
Pengembangan Keprofesioan Berkelanjutan (P2KB) untuk
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.

Midwifery Update pg. 36


Bidan yang ingin mendapatkan SKP dapat mengikuti e-Learning dari
Kementerian Kesehatan dengan membuat akun dan login di http://e-
sehat.org/ untuk mengikuti pembelajaran secara online.

Majalah Bidan
Majalah Bidan saat ini sudah mencapai hampir 150 edisi yang memuat
berbagai artikel yang menarik dan informatif serta kisah inspiratif para
bidan dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai informasi lainnya
yang dapat dipesan langsung ke Kantor PP IBI dengan PIC ibu
Tutik (021-4226043) dengan alamat: Kantor PP IBI Jl. Johar Baru
V/D13, Johar Baru, Jakarta Pusat
Email: ppibi@ibi.or.id

Jurnal Ilmiah Bidan


Jurnal Ilmiah Bidan (JIB) merupakan jurnal publikasi ilmiah bidan yang
terbit setiap 4 bulan sekali (3 edisi dalam setahun) dengan
menggunakan sistem peer review untuk seleksi artikel. Makalah ditulis
berdasarkan hasil penelitian atau pemikiran inovatif, yang akan
diseleksi tim editor Jurnal Bidan. Naskah yang diterima naskah asli
yang belum diterbitkan di media cetak, majalah/jurnal/media publikasi
lain dengan bahasa akademis dan efektif. JIB menerima artikel/naskah
asli yang relevan dengan bidang kebidanan, meta–analisis, hasil
penelitian, studi literatur, clinical practice, dan Case Report/laporan
kasus.

JIB terbit pertama kali pada Oktober tahun 2015, sampai Desember
2017 JIB telah menerbitkan 6 edisi jurnal dengan 40 Judul Artikel di
bidang kebidanan. JIB telah memiliki No. ISSN: 2502 - 3144 (media
cetak) berdasarkan SK.ISSN Tanggal 1 Februari 2016 No. 005.
25023144/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2016.02 dan No. ISSN 2620-4991 (media
online) berdasarkan SK ISSN Tanggal 9 April 2018 No. 0005.
26204991/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2018.04.

Midwifery Update pg. 37


Saat ini JIB sudah terakreditasi Sinta Dikti dengan peringkat S4.
Selanjutnya JIB akan terus berupaya meningkatkan kualitas dengan
mengajukan penilaian kembali akreditasi jurnal kepada LIPI dan Dikti.
JIB diterbitkan 3 (tiga) kali setahun pada bulan April Agustus dan
Desember. Naskah dapat di submit melalui alamat berikut ini:
https://e-journal.ibi.or.id/index.php/jib

Semua artikel akan dibahas oleh para pakar dalam Bidang keilmuan
yang sesuai (peer review) dan dewan redaksi. Artikel yang perlu
perbaikan dikembalikan kepada penulis. Untuk menghindari duplikasi,
JIB tidak menerima artikel yang sudah di publikasikan atau sedang
diajukan kepada majalah/jurnal/media publikasi ilmiah lainnya, hal ini
dikuatkan dengan penandatanganan surat pernyataan. Penulis diminta
mengirimkan softcopy naskah disertai surat pernyataan tertulis bahwa
naskah tersebut adalah benar hasil karya penulis dan belum pernah
dipublikasikan kepada Dewan Redaksi. Penulis pertama harus
memastikan bahwa semua penulis pembantu telah menyetujui. Bila
diketahui artikel telah dimuat pada jurnal lain, maka pada JIB edisi
selanjutnya artikel akan dianulir.

Artikel penelitian harus mempertimbangkan aspek etika penelitian


yang dapat dipertanggungjawabkan dan memperoleh persetujuan
komite etik. Penulis diwajibkan melampirkan surat penyataan
lulus/lolos Klirens Etik (ethical clearance). Penulis dapat
menggunakan jasa komite etik yang ada di seluruh Indonesia.

Tim editor berhak melakukan editing seperlunya/ diluar isi


terhadap makalah seperlunya/ diluar isi untuk layout jurnal. Seluruh
pernyataan dalam naskah merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi
berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Naskah
yang tidak diterbitkan dikembalikan ke pengarang jika ada
permintaan.

Makalah yang dikirim lengkap/utuh sesuai ketentuan penulisan dan


jadwal pengiriman, diterbitkan dalam bentuk jurnal berISSN. Kepastian

Midwifery
Update
pg. 38
pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis
melalui e-mail. Penulis yang naskahnya dimuat akan diberi nomor bukti
pemuatan. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali
atas permintaan penulis. Penulis dianjurkan untuk mencantumkan
alamat lengkap, telepon, fax dan e-mail untuk memudahkan komunikasi
di form biodata yang disediakan. Korespondensi selanjutnya akan
dilakukan melalui e-mail.

Kolegium Kebidanan
Pasal 67 UU 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan Untuk mengembangkan
cabang ilmu dan standar pendidikan kebidanan, organisasi profesi
bidan dapat membentuk kolegium Kebidanan. Kolegium kebidanan
sebagaimana merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi
bidan.

Kolegium kebidanan Indonesia adalah suatu komponen dalam


struktur organisasi IBI yang fungsinya untuk menjaga dan
meningkatkan mutu pendidikan dan pelayanan kebidanan. Kolegium
Kebidanan Indonesia adalah kumpulan para pakar profesi kebidanan
(midwifery) dan berkedudukan di tingkat pusat. Anggota Kolegium
Kebidanan Indonesia diseleksi, dipilih dan ditetapkan oleh PP IBI dan
bertanggung jawab kepada Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan
Indonesia.

Tujuan, Fungsi, Tugas Dan Wewenang Kolegium. Kolegium


Kebidanan Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi
masyarakat Indonesia melalui pemeliharaan kompetensi bidan yang
memberikan pelayanan/praktek bidan di Indonesia.

Kolegium berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu kebidanan


dan standar pendidikan tinggi kebidanan

Midwifery Update pg. 39


Fungsi kolegium :
 Mengembangkan keilmuan sesuai kepakaran pada setiap cabang
disiplin ilmu kebidanan
 Menentukan lingkup masing-masing cabang disiplin ilmu kebidanan
 Menyusun standar pendidikan tinggi kebidanan
 Mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi kebidanan
 Menjalankan tugas sebagai pengampu cabang disiplin ilmu
kebidanan
 Memberikan pertimbangan dan saran mengenai perkembangan
ilmu kebidanan kepada pengurus IBI, baik diminta atau tidak
diminta kepada PPNI
 Memberikan pertimbangan dan saran mengenai standar
kompetensi dan standar pendidikan tinggi kebidanan kepada IBI
 Mengembangkan cetak biru (blue print) dan materi uji kompetensi
bidan.
 Mengernbangkan instrumen akreditasi institusi pendidikan tinggi
Kebidanan.
 Membantu IBI dalam pengawasan implementasi standar pendidikan
tinggi kebidanan sesuai ilmu dan kepakaran.
 Berkoordinasi dengan ikatan atau himpunan dalam
mengembangkan keilmuan dan kepakaran.

Kolegium Kebidanan Indonesia mempunyai kewenangan:


 Menyetujui atau menolak kurikulum pendidikan bidan yang dibuat
oleh institusi pendidikan
 Menyetujui atau menolak kurikulum pelatihan kebidanan yang
dibuat oleh institusi pelatihan
 Menetapkan materi pembinaan bersama terhadap penerapan
kompetensi bidan baik di institusi pendidikan atau institusi
pelayanan kebidanan

Midwifery Update pg. 40


Struktur Organisasi Kolegium. Susunan Organisasi Kolegium terdiri
atas:
 Ketua merangkap anggota; dan
 Sekretaris merangkap anggota
 Anggota kolegium;

Ketua dan wakil ketua kolegium dipilih oleh dan dari anggota kolegium.
Anggota kolegium berjumlah 9 orang. Kolegium membentuk divisi
standarisasi, penilaian profesi dan pengembangan ilmu kebidanan.
Anggota dan ketua divisi berasal dari anggota

Konsil Kebidanan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun
2017 Tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI adalah lembaga
yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil
masing - masing tenaga kesehatan. KTKI mempunyai tugas sebagai
berikut:
 Memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing
tenaga kesehatan;
 Melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing tenaga kesehatan;
dan
 Membina dan mengawasi konsil masing-masing tenaga kesehatan.

Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, KTKI bersifat independen


dan bertanggung jawab secara kolektif kolegial.
Konsil masing-masing tenaga kesehatan terdiri atas:
 Konsil Psikologi Klinis;
 Konsil Keperawatan;
 Konsil Kebidanan;
 Konsil Kefarmasian;
 Konsil Kesehatan Masyarakat;
 Konsil Kesehatan Lingkungan;

Midwifery Update pg. 41


 Konsil Gizi;
 Konsil Keterapian Fisik;
 Konsil Keteknisian Medis;
 Konsil Teknik Biomedika; dan
 Konsil Kesehatan Tradisional.

Konsil kebidanan menaungi dan membina bidan. Konsil kebidanan


mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan Tenaga
kebidanan dalam menjalankan praktik untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya. Fungsi
pengaturan, penetapan dan pembinaan dilakukan dalam bidang teknis
keprofesian.

Dalam menjalankan fungsi konsil kebidanan memiliki tugas:


 Melakukan registrasi Bidan sesuai dengan Bidang tugasnya;
 Melakukan pembinaan Bidan dalam menjalankan praktik Tenaga
Kesehatan;
 Menyusun Standar Nasional Pendidikan Bidan
 Menyusun standar praktik dan standar kompetensi Bidan; dan
 Menegakkan disiplin praktik Bidan

Konsil Kebidanan mempunyai wewenang:


 Menyetujui atau menolak permohonan registrasi Bidan;
 Menerbitkan atau mencabut surat tanda registrasi;
 Menyelidiki dari menangani masalah yangberkaitan dengan
pelanggaran disiplin profesi;
 Menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi
 Memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi
pendidikan Kebidanan

Konsil mempunyai tugas untuk menyusun standar kompetensi kerja


bersama dengan organisasi profesi. Susunan organisasi konsil
Kebidanan terdiri atas:
 Divisi yang menangani Bidang tugas registrasi;

Midwifery Update pg. 42


 Divisi yang menangani Bidang tugas standardisasi;
 Divisi yang menangani Bidang tugas keprofesian.

Anggota Konsil Kebidanan terdiri atas unsur:


 Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
Bidang kesehatan sebanyak 1 (satu) orang;
 Kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di
Bidang pendidikan tinggi sebanyak 1 (satu) orang;
 Organisasi profesi Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
 Kolegium Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
 Sosiasi institusi pendidikan Kebidanan sebanyak 1 (satu) orang;
 Asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak 1 (satu) orang; dan
 Tokoh masyarakat sebanyak 1 (satu) orang.

Materi Pokok 2. Kebijakan Terkini Tentang Pendidikan Kebidanan


Sejarah Pendidikan Bidan
Perkembangan pendidikan bidan dimulai pada Tahun 1851 dengan
lahirnya pendidikan bidan bagi wanita pribumi, namun tidak
berlangsung lama. Pada Tahun 1902 pendidikan bidan bagi wanita
pribumi dibuka kembali. Tahun 1950 pendidikan bidan mengalami
perubahan dengan menerapkan pendidikan 3 tahun setelah lulus SLTP.
Pada tahun 1954 dibuka sekolah guru bidan, untuk memenuhi
kebutuhan guru bidan.

Tahun 1975-1984 adalah masa yang sangat suram untuk


pendidikan bidan Indonesia. Seluruh sekolah bidan ditutup. IBI terus
berjuang agar sekolah bidan dibuka kembali. Upaya tersebut memberi
hasil, pada tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan swadaya.
Dilanjutkan dengan pembukaan Crash Program pendidikan bidan dan
penempatan bidan di desa pada tahun 1989.

Tahun 1993 program pendidikan bidan B, Akper + 1 th hanya 2


angkatan. Tahun 1993 program pendidikan bidan C, SMP + 3 th di 11
provinsi. Pada kongres VIII IBI di Surabaya, IBI mengeluarkan

Midwifery Update pg. 43


rekomendasi; agar dasar pendidikan bidan SMU terus diperjuangkan.
Tahun 1994 dibuka program bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Pada
Tahun 1996 dibuka DIII kebidanan dan tahun 2000 dibuka Program D-
IV Bidan Pendidik.

Tahun 2006 dibuka S2 Kebidanan di Fakultas Kedokteran


Universitas Padjajaran. Tahun 2008 Dibuka S1 + Profesi Kebidanan di
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Tahun 2009 dibuka S1 +
Profesi Kebidanan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Tahun 2011 dibuka S2 Kebidanan di Universitas Andalas Padang
dan Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2012 dibuka S2 Kebidanan di
Universitas Hassanudin Makassar. Tahun 2013 dibuka S1 + Profesi
Kebidanan di Universitas Andalas Padang. Tahun 2014 dibuka S2
Kebidanan di Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta. Hingga Tahun 2018
telah berdiri 32 Program Studi Profesi Bidan.

Penyelenggaraan pendidikan kebidanan harus memenuhi Standar


Nasional Pendidikan Kebidanan. Standar Nasional Pendidikan
Kebidanan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. (3)
Standar Nasional Pendidikan Kebidanan disusun secara bersama oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan
di bidang pendidikan tinggi, asosiasi institusi pendidikan dan
Organisasi Profesi Bidan.

Jenis Pendidikan Bidan.


Pendidikan Kebidanan terdiri atas:
a. Pendidikan Akademik;
b. Pendidikan Vokasi; dan
c. Pendidikan Profesi.

Pendidikan akademik Kebidanan terdiri atas:


a. Program Sarjana;
b. Program Magister; dan

Midwifery Update pg. 44


c. Program Doktor.

Pendidikan vokasi merupakan program diploma tiga Kebidanan.


Lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan program pendidikan
profesi. Lulusan pendidikan vokasi yang akan menjadi Bidan lulusan
pendidikan profesi harus melanjutkan program pendidikan setara
sarjana ditambah pendidikan profesi. Pendidikan profesi merupakan
program lanjutan dari program pendidikan setara sarjana atau
program sarjana.

Lulusan pendidikan akademik, vokasi dan profesi mendapatkan


gelar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Uji Kompetensi
Uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yang selanjutnya disebut
Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan
dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang kesehatan.

Mahasiswa kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau


pendidikan profesi harus mengikuti uji kompetensi yang bersifat
nasional. Uji kompetensi merupakan syarat kelulusan pendidikan
vokasi atau pendidikan profesi. Uji Kompetensi diselenggarakan oleh
perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi bidan,
lembaga pelatihan tenaga kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi
tenaga kesehatan yang terakreditasi. Uji kompetensi ditujukan untuk
mencapai standar kompetensi bidan.

Bidan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan


keprofesiannya harus kompeten yang di buktikan dengan Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi. Sertifikat Kompetensi diberikan
pada lulusan Akademi Kebidanan, sedangkan Sertifikat Profesi
diberikan kepada lulusan Sarjana ditambah Program Profesi Kebidanan
selama 1 tahun. UU Kebidanan pasal 16, 17, 19 menyebutkan bahwa uji

Midwifery Update pg. 45


kompetensi diikuti oleh mahasiswa kebidanan pada akhir masa
pendidikan sebagai syarat kelulusan pendidikan vokasi atau profesi.

Pelaksanaan teknis uji kompetensi mahasiswa kesehatan diatur


dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji
Kompetensi Mahasiswa Bidang Kesehatan.

Uji Kompetensi salah satu syarat kelulusan mahasiswa bidang


kesehatan dari Perguruan Tinggi sebagai penentuan kelulusan.
Kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga
Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap
profesional untuk dapat menjalankan praktik (UU 36/2014 tentang
Tenaga Kesehatan).

Standar Kompetensi Bidan sudah mendapatkan pengesahan dalam


Keputusan Menteri Kesehatan RI No. HK.01.07/Menkes/320/2020
tentang Standar Profesi. Standar Kompetensi Bidan terdiri atas 7
(tujuh) area kompetensi yang diturunkan dari gambaran tugas, peran,
dan fungsi Bidan. Setiap area kompetensi ditetapkan definisinya, yang
disebut kompetensi inti. Setiap area kompetensi dijabarkan menjadi
beberapa komponen kompetensi, yang dirinci lebih lanjut menjadi
kemampuan yang diharapkan di akhir pendidikan.

Kompetensi Bidan terdiri dari 7 (tujuh) area kompetensi meliputi:


a. Etik legal dan keselamatan klien/pasien,
b. Komunikasi efektif,
c. Pengembangan diri dan profesionalisme,
d. Landasan ilmiah praktik kebidanan,
e. Keterampilan klinis dalam praktik kebidanan,
f. Promosi kesehatan dan konseling, dan
g. Manajemen dan kepemimpinan.

Midwifery Update pg. 46


Kompetensi bidan menjadi dasar memberikan pelayanan kebidanan
secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi
dan rujukan.

Komponen Kompetensi
a. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien/pasien
1) Memiliki perilaku profesional.
2) Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
3) Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
4) Menjaga keselamatan klien/pasien dalam praktik kebidanan.
b. Area Komunikasi Efektif
1) Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.
2) Berkomunikasi dengan masyarakat.
3) Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
4) Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
5) Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders).
c. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
1) Bersikap mawas diri.
2) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.
3) Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang menunjang praktik kebidanan dalam
rangka pencapaian kualitas kesehatan perempuan, keluarga dan
masyarakat.
d. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan
1) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
memberikan asuhan yang berkualitas dan tanggap budaya
sesuai ruang lingkup asuhan:
 Bayi Baru Lahir (Neonatus).
 Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
 Remaja.
 Masa Sebelum Hamil.

Midwifery Update pg. 47


 Masa Kehamilan.
 Masa Persalinan.
 Masa Pasca Keguguran.
 Masa Nifas.
 Masa Antara.
 Masa Klimakterium.
 Pelayanan Keluarga Berencana.
 Pelayanan Kespro dan Seksualitas Perempuan.
2) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
memberikan penanganan situasi kegawatdaruratan dan sistem
rujukan.
3) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk dapat
melakukan Keterampilan Dasar Praktik Klinis Kebidanan.
e. Area Keterampilan Klinis Dalam Praktik Kebidanan
1) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada bayi baru lahir (neonatus), kondisi gawat
darurat dan rujukan.
2) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada bayi, balita dan anak pra sekolah, kondisi
gawat darurat dan rujukan.
3) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam
upaya promosi kespro pada remaja perempuan.
4) Kemampuan memberikan pelayanan tanggap budaya dalam
upaya promosi kespro pada masa sebelum hamil.
5) Memiliki ketrampilan untuk memberikan pelayanan ANC
komprehensif untuk memaksimalkan, kesehatan Ibu hamil dan
janin serta asuhan kegawatdaruratan dan rujukan.
6) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada ibu bersalin, kondisi gawat darurat dan
rujukan.
7) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada pasca keguguran, kondisi gawat darurat
dan rujukan.
8) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif

Midwifery Update pg. 48


dan berkualitas pada ibu nifas, kondisi gawat darurat dan
rujukan.
9) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada masa antara.
10) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada masa klimakterium.
11) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada pelayanan KB.
12) Kemampuan melaksanakan asuhan kebidanan komprehensif
dan berkualitas pada pelayanan kespro dan seksualitas
perempuan.
13) Kemampuan melaksanakan keterampilan dasar praktik klinis
kebidanan
f. Area Promosi Kesehatan dan Konseling
1) Memiliki kemampuan merancang kegiatan promosi kespro pada
perempuan, keluarga dan masyarakat.
2) Memiliki kemampuan mengorganisir dan melaksanakan
kegiatan promosi kespro dan seksualitas perempuan.
3) Memiliki kemampuan mengembangkan program KIE, konseling
kespro dan seksualitas perempuan.
g. Area Manajemen dan Kepemimpinan
1) Memiliki tentang konsep kepemimpinan dan pengelolaan
pengetahuan sumber daya kebidanan.
2) Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor yang
mempengaruhi kebijakan dan strategi pelayanan kebidanan
pada perempuan, bayi dan anak.
3) Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat
khususnya dalam kespro perempuan dan anak.
4) Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan
lintas sektor.
5) Mampu menerapkan manajemen mutu Pelayanan kesehatan

Midwifery Update pg. 49


Sertifikat Kompetensi Bidan
Sertifikat kompetensi bidan diberikan kepada lulusan yang telah lulus
uji kompetensi yang diselenggarakan oleh organisasi profesi, lembaga
pelatihan atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi sesuai dengan
peraturan perundang – undangan. Sertifikat kompetensi dapat
diterbitkan oleh perguruan tinggi yang pelaksanaan uji kompetensinya
bekerja sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan atau
lembaga sertifikasi yang terakeditasi.

Pengembangan peran dan fungsi serta kompetensi Bidan


dipersiapkan melalui pendidikan. Pendidikan kebidanan telah
berkembang mulai dari Pendidikan Vokasi (Diploma III Kebidanan),
Pendidikan Profesi Bidan, serta Pendidikan Magister Kebidanan.
Kualifikasi Bidan yang telah dikembangkan adalah Bidan Vokasi
(Lulusan Diploma III Kebidanan, level 5 KKNI) dan Bidan Profesi
(Lulusan Pendidikan Profesi Bidan, Level 7 KKNI). Untuk menjamin
mutu lulusan, diperlukan adanya standar nasional Pendidikan
Kebidanan. Pengembangan standar Pendidikan Kebidanan mengacu
pada core document International Confederation of Midwives (ICM), World
Health Organization (WHO), Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN
DIKTI) dan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-PT).

Materi Pokok 3. Kebijakan Terkini Tentang Pelayanan Kebidanan


Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan kebidanan
yang dilaksanakan oleh tenaga bidan yang kompeten, memegang teguh
falsafah kebidanan, dilandasi oleh etika dan kode etik bidan, standar
profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional serta
didukung sarana dan prasarana yang terstandar.

Dalam memenuhi ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 36


Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan guna memenuhi tuntutan
pelayanan kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan, diperlukan
standar pelayanan sehingga pelayanan kebidanan disetiap fasilitas

Midwifery Update pg. 50


pelayanan kesehatan memiliki keseragaman, bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Standar Pelayanan Kebidanan


Bidan dapat melakukan pelayanan keprofesiannya di berbagai
tingkatan dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan, berdasarkan
kompetensi dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang- undangan, diantaranya pada pusat kesehatan masyarakat
(Puskesmas) dan jaringannya yaitu klinik, rumah sakit, Praktik Mandiri
Bidan (PMB) dan unit kesehatan lainnya.
1. Pelayanan Kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan selain praktik
mandiri merupakan pelayanan kebidanan kolaborasi pada masa
sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui, masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak
balita dan anak pra sekolah, pelayanan kespro perempuan, serta
pelayanan KB, meliputi:
a) Asuhan kebidanan esensial dan komprehensif.
b) Upaya promotif dan preventif.
c) Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi.
d) Kolaborasi (Interprofessional health provider collaboration) pada
kasus-kasus fisiologis, nonfisiologis maternal neonatal dan kasus-
kasus fisiologis dengan penyakit penyerta.
e) Pelayanan kebidanan kolaborasi dengan tim kesehatan lain
(interprofesional health provider collaboration) dalam Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di FPKTP untuk
tindakan prarujukan, dilanjutkan dengan tindakan rujukan.
f) Melakukan koordinasi, pembinaan Posyandu dan berbagai
UKBM yang ada di wilayah kerja Puskesmas.
g) Melakukan koordinasi, supervisi, pengelolaan pelayanan KIA
termasuk PWS KIA di wilayah kerja Puskesmas dan jaringannya.
h) Melaksanakan tugas pelimpahan dalam menjalankan program
pemerintah.
i) Selain melakukan tugas pokoknya, juga berupaya meningkatkan
peran aktif masyarakat melalui penggerakan peran serta

Midwifery Update pg. 51


masyarakat, pemberdayaaan masyarakat, memberikan
pelayanan kesehatan dasar, melaksanakan kewaspadaan dini
terhadap berbagai risiko dan masalah kesehatan masyarakat
(survailens sederhana), kesiap-siagaan kesehatan dan bencana.

2. Pelayanan kebidanan di FKTRL merupakan pelayanan kebidanan


pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa
nifas, masa menyusui, masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir,
bayi, anak balita dan anak pra sekolah, pelayanan kespro
perempuan, serta pelayanan KB, dibawah koordinasi Dokter
penanggungjawab pelayanan.

3. Pelayanan kebidanan pada PMB, merupakan pelayanan kebidanan


pada masa pra hamil, hamil, bersalin, nifas, menyusui, masa
antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak
pra sekolah serta pelayanan kespro perempuan dan KB, meliputi
:
a. Asuhan kebidanan essensial dan komprehensif.
b. Upaya promotif dan preventif.
c. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi.
d. Melaksanakan tugas pelimpahan dalam menjalankan program
Pemerintah.
e. Pertolongan pertama dan stabilisasi kasus kegawat-daruratan
maternal neonatal dilanjutkan dengan tindakan rujukan.

Alur Pelayanan
Alur Pelayanan Kebidanan berfokus pada Klien/pasien melalui alur
yang dapat diakses secara langsung ataupun melalui rujukan. Alur
Pelayanan Kebidanan tersebut harus tertuang dalam Standar Prosedur
Operasional (SPO) sesuai dengan tatanan Pelayanan Kebidanan di
FPKTP dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FPKRTL) (Gambar Alur Pelayanan Kebidanan). Rujukan kebidanan
dapat dilakukan baik melalui rujukan vertikal maupun horizontal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mekanisme sistem rujukan. Rujukan vertikal dilakukan
dalam rangka
Midwifery Update pg. 52
kebutuhan Klien/pasien akan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan dengan kompetensi dan kewenangan yang sesuai, Sedangkan
rujukan horizontal dilakukan karena keterbatasan sarana, prasarana
dan peralatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang sifatnya
sementara atau menetap ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang
lebih lengkap. rujukan tersebut harus disertai dengan surat keterangan
rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.

Alur Pelayanan

Standar Praktik Bidan


Standar praktik bidan menjadi acuan dalam menjalankan praktik dan
mengidentifikasi masalah operasional dalam memberikan pelayanan.
Standar ini mengatur pelayanan kebidanan minimal yang harus
dilakukan oleh bidan, sehingga dalam pelaksanaannya masih dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Standar praktik bidan dilengkapi dengan instrumen audit yang


dapat digunakan sebagai acuan untuk mengevaluasi penerapan standar
praktik bidan. Pelaksanaan audit mulai dari mengidentifikasi struktur,
sistem dan sarana prasarana serta peralatan yang diperlukan. Hasil
audit standar praktik bidan digunakan untuk memperbaiki kinerja
bidan dan meningkatkan mutu pelayanan kebidanan.

Midwifery Update pg. 53


Praktik kebidanan mencakup:
1. Umum
a. Persiapan Kehamilan, Persalinan dan Periode Nifas yang Sehat
b. Pendokumentasian
2. Kesehatan Ibu dan Anak
a. Pelayanan masa sebelum hamil,
1) Identifikasi kelompok sasaran: remaja putri, catin, PUS
2) Pelayanan kespro masa sebelum hamil bagi remaja putri.
3) Pelayanan kespro masa sebelum hamil bagi catin dan PUS.
b. Pelayanan Ibu Hamil
1) Identifikasi Ibu Hamil
2) Pemeriksaan Antenatal dan Deteksi Dini Komplikasi
3) Asuhan Ibu Hamil dengan Anemia
4) Persiapan Persalinan
5) Pencegahan Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke
Anak
c. Pelayanan Ibu Bersalin
Dalam memberikan asuhan persalinan, harus dilakukan secara
tim (minimal 2 orang) tenaga kesehatan yang kompeten dalam
memberikan pelayanan persalinan dan bayi baru lahir sesuai
standar, penanganan awal, stabilisasi dan rujukan kasus
kegawatdaruratan maternal neonatal serta dilengkapi peralatan
minimal standar.
1) Penatalaksanaan Persalinan
Standar penatalaksanaan persalinan terdiri dari 2, yaitu
Standar Persalinan Kala I dan Standar Persalinan Kala II
sampai dengan Kala IV.
2) Asuhan Ibu Post Partum
3) Asuhan Ibu dan Bayi selama Masa Postnatal
d. Pelayanan Kesehatan Anak
1) Asuhan neonatus sesuai dengan Pedoman Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial yang meliputi Perawatan
Neonatal Esensial saat lahir dan setelah lahir.

Midwifery Update pg. 54


2) Asuhan neonatal esensial saat lahir meliputi Bidan
melakukan kewaspadaan standar, penilaian awal,
pencegahan hipotermi, pemotongan dan perawatan tali
pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Pencegahan perdarahan
(Vit. K1 injeksi), pencegahan infeksi mata (salep mata
antibiotika), pemberian imunisasi (HB0), konseling ASI
eksklusif, pemberian identitas.
3) Asuhan neonatal esensial setelah lahir meliputi Bidan
melakukan memeriksa kesehatan dengan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM),
penanganan dan rujukan kasus sesuai MTBM.
4) Memberikan bimbingan pada ibu tentang cara menyusui
yang benar, pemberian ASI eksklusif dan melanjutkan
menyusui minimal sampai 2 tahun.
5) Melakukan resusitasi, stabilitasi dan transportasi pada
neonatus dengan komplikasi yang perlu dirujuk.
6) Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
7) Mengisi buku Kesehatan Ibu dan Anak dan surat keterangan
lahir sebagai dasar pembuatan Akte Kelahiran.
8) Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap
9) Pemantauan Tumbuh Kembang Bayi, Anak Balita dan Anak
Prasekolah
10) Bidan melakukan bimbingan kepada ibu tentang pemberian
makan yang tepat pada balita.
11) Memberikan KIE kepada ibu dengan pemanfaatan Buku KIA,
memastikan ibu mengetahui pelayanan kesehatan balita
yang harus didapatkan dan memahami cara perawatan
balita di rumah.
e. Pelayanan Kespro Perempuan dan KB
1) Kespro Perempuan
2) Konseling dan Persetujuan Tindakan Kebidanan
3) Penapisan kelayakan penggunaan kontrasepsi
4) Pelayanan Kontrasepsi Pil dan Kondom
5) Pelayanan Kontrasepsi Suntik

Midwifery Update pg. 55


6) Pelayanan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan
7) Pelayanan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra
Uterine Device (IUD)
8) Pelayanan Pemeriksaan Inspeculo Visual Acetate (IVA)
f. Pelayanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Kewenangan Bidan
Mengacu pada UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan dan sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, dalam penyelenggaraan Praktik
Kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan
kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan,
persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita
dan anak prasekolah, termasuk kespro perempuan dan KB.

a. Pelayanan kesehatan ibu


dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu,
bidan berwenang:
1) Memberikan asuhan kebidanan pada masa sebelum hamil,
termasuk konseling pada masa sebelum hamil;
2) Memberikan asuhan kebidanan pada masa kehamilan normal;
3) Memberikan asuhan kebidanan pada masa persalinan dan
menolong persalinan normal;
4) Memberikan asuhan kebidanan pada masa nifas, menyusui dan
pada masa antara dua kehamilan;
5) Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil,
bersalin, nifas dan rujukan; dan
6) Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa persalinan, pasca persalinan, masa nifas, serta
asuhan pasca keguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.

b. Pelayanan kesehatan anak


dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak,
bidan berwenang:

Midwifery Update pg. 56


1) Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita
dan anak prasekolah;
2) Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat;
3) Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan
anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan
tumbuh kembang dan rujukan; dan
4) Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi
baru lahir dilanjutkan dengan perujukan.

c. Pelayanan kespro perempuan dan KB.


Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kespro
perempuan dan KB, bidan berwenang melakukan komunikasi,
informasi, edukasi, konseling dan memberikan pelayanan
kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
1) Penyuluhan dan konseling kespro perempuan dan KB; dan
2) Pelayanan kontrasepsi oral, kondom dan suntikan.

d. Kewenangan memberikan pelayanan berdasarkan:


1) Penugasan dari pemerintah sesuai kebutuhan; dan/atau
2) Pelimpahan wewenang melakukan tindakan pelayanan
kesehatan secara mandat dari dokter.

Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang;


Pelimpahan wewenang terdiri atas:
a. Pelimpahan secara mandat
Pelimpahan wewenang secara mandat diberikan oleh dokter
kepada bidan sesuai kompetensinya. Pelimpahan wewenang secara
mandat harus dilakukan secara tertulis.
b. Pelimpahan secara delegatif.
Pelimpahan wewenang secara delegatif diberikan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah kepada bidan. Pelimpahan
wewenang delegatif diberikan dengan disertai pelimpahan
tanggung jawab.

Midwifery
Update
pg. 57
Pelimpahan wewenang secara delegatif yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam rangka:
1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
2) Program pemerintah.

Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.


Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
merupakan penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain di suatu
wilayah tempat bidan bertugas. Keadaan tidak adanya tenaga medis
dan/atau tenaga kesehatan lain tersebut ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah.

Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu oleh bidan


yang telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan kompetensi
bidan. Pelatihan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah. Dalam penyelenggarakan pelatihan tersebut Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah Daerah dapat melibatkan Organisasi Profesi
Bidan dan/atau organisasi profesi terkait yang diselenggarakan oleh
lembaga yang telah terakreditasi.

Peran Bidan
Dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, bidan dapat berperan
sebagai:
a. Pemberi pelayanan kebidanan;
b. Pengelola pelayanan kebidanan;
c. Penyuluh dan konselor;
d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik;
e. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan;
dan/atau
f. Peneliti.

Midwifery Update pg. 58


Kualifikasi Bidan (Sumber Daya Manusia dalam Pelayanan
Kebidanan)
Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang berkualitas diperlukan
tenaga bidan yang memiliki kemampuan dalam aspek intensitas
kognitif tidak hanya level tahu, komprehensif, dan aplikasi, tetapi perlu
memiliki kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi, sehingga mampu
berfikir kritis dalam suatu pengambilan keputusan yang tepat serta
mampu memahami perasaan klien/pasien yang ditangani (empati).

Tenaga bidan di Indonesia terdiri atas :


a. Bidan Vokasi.
Bidan Vokasi adalah bidan yang telah menyelesaikan program
pendidikan Diploma. Pendidikan vokasi tersebut merupakan
program Diploma Tiga Kebidanan. Lulusan pendidikan vokasi yang
akan menjadi bidan lulusan pendidikan profesi harus melanjutkan
program pendidikan setara sarjana atau program sarjana ditambah
pendidikan profesi.
b. Bidan Profesi
Bidan profesi adalah bidan yang lulus dari pendidikan profesi.
Pendidikan profesi merupakan program lanjutan dari program
pendidikan setara sarjana atau program sarjana.

Penyelenggaraan Pelayanan Kebidanan di Fasyankes


Pelayanan Kebidanan diselenggarakan mulai dari tingkat primer,
sekunder, dan tersier yang tersusun dalam suatu mekanisme rujukan
timbal-balik

Mengacu pada Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem


Kesehatan Nasional (SKN), maka pelayanan kebidanan yang
diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi:
a. Pelayanan Kebidanan di Tingkat Pertama Primer
Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan kesehatan
perorangan primer dan pelayanan kesehatan masyarakat primer.
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan

Midwifery Update pg. 59


kesehatan dimana terjadi kontak pertama secara perorangan
sebagai proses awal pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh


tenaga kesehatan yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi
seperti yang ditetapkan sesuai ketentuan berlaku serta dapat
dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun fasilitas pelayanan
kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jejaringnya,
serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya milik pemerintah,
masyarakat, maupun swasta. Dilaksanakan dengan dukungan
pelayanan kesehatan perorangan sekunder dalam sistem rujukan
yang timbal balik

Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan


berdasarkan kebijakan pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan masukan dari Pemerintah
Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.

Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan


sebagai pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap, dapat
dikaitkan dengan tempat kerja, seperti klinik perusahaan; atau
dapat disesuaikan dengan lingkungan/kondisi tertentu

Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula


pelayanan kesehatan berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) dan pengobatan tradisional, alternatif
dan komplementer yang secara ilmiah telah terbukti terjamin
keamanan dan khasiatnya.
Pelayanan Kebidanan di tingkat pertama/primer, meliputi:
1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial
2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini

Midwifery Update pg. 60


3) Memberikan Pertolongan Pertama pada keGawat-Daruratan
Obstetri Neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra rujukan dan
PONED di Puskesmas
4) Pembinaan UKBM termasuk Posyandu.

Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan


peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan
pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan kepada
Puskesmas dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer
lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat.

Masyarakat termasuk swasta dapat menyelenggarakan


pelayanan kesehatan masyarakat primer sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku dan bekerja sama dengan
Pemerintah/Pemerintah Daerah.

Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat primer


ditanggung oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah bersama
masyarakat, termasuk swasta. Pemerintah/Pemerintah Daerah
wajib melaksanakan dan membiayai pelayanan kesehatan
masyarakat primer yang berhubungan dengan prioritas
pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan lingkungan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta
paliatif.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung


kegiatan lainnya, seperti surveilans, pencatatan dan pelaporan yang
diselenggarakan oleh institusi kesehatan yang berwenang.

Midwifery Update pg. 61


Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas
pelayanan kesehatan yang secara khusus ditugaskan untuk
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat sesuai keperluan.
Pembentukan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer


mendukung upaya kesehatan berbasis masyarakat dan didukung
oleh pelayanan kesehatan masyarakat sekunder.

b. Pelayanan Kebidanan di tingkat Kedua/Sekunder


Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan
lanjutan, yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan
sekunder dan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder.

Pelayanan Kebidanan di tingkat kedua/sekunder:


1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial,
2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini,
3) Melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi
mencegah terjadinya keterlambatan penanganan
4) Kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan kasus (PONEK)

Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan


kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan
kesehatan perorangan primer, yang meliputi rujukan kasus,
spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.

Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh


dokter spesialis atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan
khusus dan mempunyai izin praktik serta didukung tenaga
kesehatan lainnya yang diperlukan.

Midwifery Update pg. 62


Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di
tempat kerja maupun fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
sekunder baik rumah sakit setara kelas C serta fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat maupun swasta. Pelayanan kesehatan perorangan
sekunder harus memberikan pelayanan kesehatan yang aman,
sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based medicine)
serta didukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan. Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat
tradisional, alternatif dan komplementer dilaksanakan berafiliasi
dengan atau di rumah sakit pendidikan.

Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan


sebagai wahana pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder


Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat primer dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber
daya manusia kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan
masyarakat tersier.

c. Pelayanan Kebidanan di tingkat Tersier


Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan
yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan tersier dan
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.

Pelayanan Kebidanan ditingkat tersier mengikuti upaya


kesehatan tingkat tersier yaitu upaya kesehatan rujukan unggulan
yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan tersier serta
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.

Pelayanan Kebidanan di tingkat tersier:

Midwifery Update pg. 63


1) Memberikan pelayanan Kebidanan essensial,
2) Melakukan promotif, preventif, deteksi dini,
3) Melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi
mencegah terjadinya keterlambatan penanganan,
4) Kolaborasi dengan nakes lain dalam penanganan kasus PONEK
5) Asuhan Kebidanan/penatalaksaaan kegawatdaruratan pada
kasus-kasus kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut

Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)


Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan
subspesialistik dari pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat
merujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.

Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah


dokter subspesialis atau dokter spesialis yang telah mendapatkan
pendidikan khusus atau pelatihan dan mempunyai izin praktik dan
didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.

Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di rumah


sakit umum, rumah sakit khusus setara kelas A dan B, baik milik
Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swasta yang mampu
memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik dan juga
termasuk klinik khusus, seperti pusat radioterapi.

Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan


unggulan nasional yang berstandar internasional untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan dan menghadapi persaingan global
dan regional.

Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tersier dapat


didirikan melalui modal patungan dengan pihak asing sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Midwifery Update pg. 64


Pelayanan kesehatan perorangan tersier wajib melaksanakan
penelitian dan pengembangan dasar maupun terapan dan dapat
dijadikan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan.

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)


Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan
kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan
memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana, teknologi, sumber daya
manusia kesehatan, dan rujukan operasional, serta melakukan
penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat dan
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait.

Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas


Kesehatan Provinsi, unit kerja terkait di tingkat provinsi,
Kementerian Kesehatan, dan unit kerja terkait di tingkat nasional.

Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi


tanggung jawab Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian
Kesehatan yang didukung dengan kerja sama lintas sektor. Institusi
pelayanan kesehatan masyarakat tertentu.

Pelayanan/ Praktik Kebidanan dilakukan pada:


a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/
atau masyarakat. Jenis fasilitas pelayanan kesehatan terdiri
atas:
1) Tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan;
2) Pusat kesehatan masyarakat;
3) Klinik;
4) Rumah sakit;

Midwifery Update pg. 65


5) Apotek;
6) Unit transfusi darah;
7) Laboratorium kesehatan;
8) Optikal;
9) Fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum;
dan
10) Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional.

Yang dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan" dalam


UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan antara lain:
1) TPMB yang diselenggarakan oleh bidan lulusan pendidikan
profesi,
2) Klinik,
3) Puskesmas dan
4) Rumah sakit.

Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB). TPMB adalah fasilitas


pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh bidan lulusan
pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan langsung
kepada klien/pasien. Bidan dapat berpraktik pada maksimal 2
tempat praktik dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 1 (satu) di TPMB dan 1 (satu) di fasilitas pelayanan
kesehatan selain dari TPMB.
2) 2 (dua) praktik kebidanan di fasilitas pelayanan kesehatan
selain di TPMB.

Ketentuan selanjutnya tentang tentang PMB diatur sebagai


berikut:
1) Bidan lulusan pendidikan diploma tiga hanya dapat
melakukan praktik kebidanan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Bidan lulusan pendidikan profesi dapat melakukan praktik
kebidanan di TPMB dan di fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. PMB dilakukan hanya pada 1 (satu) TPMB.

Midwifery Update pg. 66


Sesuai aturan peralihan UU No. 4 Tahun 2019 Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap orang yang sedang
mengikuti pendidikan Diploma Empat Kebidanan dapat
berpraktik sebagai bidan lulusan diploma empat di fasilitas
pelayanan kesehatan setelah lulus pendidikan kecuali PMB.

Pada pasal 41 UU Kebidanan, praktik kebidanan dapat


dilakukan di TPMB dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Pelayanan kebidanan dilaksanakan oleh bidan mulai
dari pelayanan kesehatan tingkat primer, sekunder, dan tertier.

Persyaratan Praktik Bidan


Untuk memperoleh SIPB, bidan harus mengajukan permohonan
kepada Instansi Pemberi Izin dengan melampirkan:
1) Fotokopi STRB yang masih berlaku dan dilegalisasi asli;
2) Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
3) Surat pernyataan memiliki tempat praktik;
4) Surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan tempat bidan akan berpraktik;
5) Pas foto terbaru dan berwarna dengan ukuran 4X6 cm
sebanyak 3 (tiga) lembar;
6) Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
setempat; dan rekomendasi dari Organisasi Profesi.
Persyaratan surat keterangan dari pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan tempat bidan akan berpraktik
dikecualikan untuk PMB.

Midwifery Update pg. 67


Rekomendasi Surat Izin Praktik Bidan
Rekomendasi sebagai salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi dalam proses pengurusan Surat Izin Praktik Bidan,
yaitu :
1) Surat Rekoomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat; dan
2) Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi (PC IBI
Kabupaten/Kota.

Standar Asuhan Kebidanan


Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses
pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan
sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan, mulai dari pengkajian,
perumusan diagnosa dan atau masalah kebidanan,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan
Kebidanan.
Standar asuhan kebidanan bertujuan sebagai:
1) Acuan dan landasan dalam melaksanakan tindakan/
kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan.
2) Mendukung terlaksananya asuhan kebidanan berkualitas
3) Parameter tingkat kualitas dan keberhasilan asuhan yang
diberikan bidan
4) Perlindungan hukum bagi bidan dan klien/pasien

Standar asuhan Kebidanan terdiri dari:


1) Standar I : Pengkajian
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien/pasien.
2) Standar II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah
Kebidanan

Midwifery Update pg. 68


Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,
menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk
menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat
3) Standar III : Perencanaan
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan
diagnosa dan masalah yang ditegakkan
4) Standar IV : Implementasi
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan
evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan
5) Standar V : Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan
berkesinambungan untuk melihat efektifitas dari asuhan
yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan
perkembangan kondisi klien/pasien
6) Standar VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat
dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan
dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan

Standar Kinerja Bidan


Kinerja Bidan berkaitan dengan pelayanan dan asuhan
Kebidanan kepada Klien/pasien yang menggambarkan
kemampuan perilaku Bidan dalam menjalankan peran
profesionalnya. Dalam melaksanakan pelayanan kebidanan,
bidan harus memperlihatkan kinerja profesional sesuai dengan
yang dipersyaratkan meliputi:
1) Kualitas Pelayanan Kebidanan
Dalam memberikan pelayanan, bidan harus berorientasi
pada kualitas melalui penerapan standar pelayanan
kebidanan, berlandaskan etika dan kode etik profesi serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Midwifery Update pg. 69


2) Pendidikan dan Pelatihan
Dalam mempertahankan dan meningkatkan kompetensi,
bidan harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan berkelanjutan.
3) Kerjasama
Dalam melaksanakan pelayanan, bidan harus membangun
kerjasama dengan semua pihak untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan.
4) Kolaborasi
Dalam memberikan pelayanan, bidan melakukan kolaborasi
dengan profesi lain sesuai kebutuhan.
5) Pemanfaatan Sumber Daya
Penanggung jawab pelayanan dapat menetapkan kebutuhan
dan memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien
dalam mendukung pelayanan kebidanan berkualitas.

Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu ditetapkan melalui indikator mutu dan
upaya perbaikan mutu.

1) Indikator Mutu
Sebagai tolok ukur penilaian mutu ditetapkan beberapa
indikator mutu pelayanan kebidanan, meliputi:
 Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal care sesuai standar 10T
 Persentase pertolongan persalinan normal oleh bidan
 Persentase Bayi Baru Lahir (BBL) Normal yang
difasilitasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam 1 jam
pertama oleh bidan
 Persentase ibu pasca salin yang berhasil menggunakan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang
difasilitasi oleh bidan

Midwifery Update pg. 70


2) Upaya Perbaikan mutu
Perbaikan mutu dilakukan melalui metode penyeliaan.
Penyeliaan dilakukan kepada bidan sebagai profesi, sehingga
untuk melaksanakan penyeliaan adalah bidan yang diberi
tanggung jawab sebagai penyelia. Bidan penyelia memiliki
tugas dan fungsi serta harus memenuhi kualifikasi dan
kompetensi.

Bidan penyelia diberikan tanggung-jawab menyelia


(mentoring – coaching) kepada bidan lainnya dalam menilai
kemampuan dan keterampilan serta kepatuhan bidan yang
diselia, melalui pengamatan langsung, kajian dokumen dan
wawancara/konseling.

Standar pelayanan kebidanan ditetapkan sebagai acuan


pelaksanaan pelayanan kebidanan di setiap tatanan
pelayanan kesehatan. Untuk keberhasilan pelaksanaan
standar pelayanan kebidanan ini diperlukan komitmen dan
kerjasama semua pemangku kepentingan terkait. Hal
tersebut akan menjadikan standar pelayanan kebidanan
semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh
klien/pasien dan masyarakat yang pada akhirnya dapat
meningkatkan citra pelayanan kebidanan dan kepuasan
klien/pasien atau masyarakat.

Dalam upaya perbaikan mutu, pelayanan kebidanan


harus memenuhi dimensi mutu pelayanan kesehatan di
Indonesia, mengacu pada tujuh dimensi yang digunakan oleh
WHO dan lembaga internasional lain, yaitu sebagai berikut:
 Efektif
Menyediakan pelayanan kesehatan yang berbasis bukti
kepada masyarakat

Midwifery Update pg. 71


 Keselamatan
Meminimalkan terjadinya kerugian (harm), termasuk
cedera dan kesalahan medis yang dapat dicegah, pada
pasien-masyarakat yang menerima pelayanan.
 Berorientasi pada klien/pasien pengguna layanan
(people-centred)
Menyediakan pelayanan yang sesuai dengan preferensi,
kebutuhan dan nilai-nilai individu.
 Tepat waktu
Mengurangi waktu tunggu dan keterlambatan pemberian
pelayanan Kesehatan
 Efisien
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia dan mencegah pemborosan termasuk alat
kesehatan, obat, energi dan ide.
 Adil
Menyediakan pelayanan yang seragam tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, etnik, tempat tinggal,
agama, dan status sosial ekonomi.
 Terintegrasi
Menyediakan pelayanan yang terkoordinasi lintas
fasilitas pelayanan kesehatan dan pemberi pelayanan,
serta menyediakan pelayanan kesehatan pada seluruh
siklus kehidupan.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kebidanan, selain


meningkatkan kepuasan klien/pasien, juga harus menjamin
keselamatan klien/pasien sesuai Permenkes No. 11 tahun 2017
dan penerapan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) sesuai Permenkes No. 27 tahun 2017. Sehingga upaya
peningkatan mutu, keselamatan klien/pasien dan manajemen
risiko tidak dapat dipisahkan dan harus diterapkan dalam
memberikan pelayanan kebidanan di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Midwifery Update pg. 72


Setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk yang
memberikan pelayanan kebidanan wajib mengupayakan
keselamatan klien/pasien dengan tujuan menyediakan sistem
asuhan yang lebih aman denga ciri-ciri yaitu assesment risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko klien/pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan dampak
tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera dan mencegah
terjadinya cedera.

Dalam menjalankan praktik kebidanan, bidan harus


melaksanakan PPI melalui penerapan:
1) Prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi
Central of Disease Control (CDC) dan Hospital Infection
Control Practices Advisory Committee (HICPAC)
merekomendasikan 11 (sebelas) komponen utama yang
harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu :
 Kebersihan tangan,
 Alat Pelindung Diri (APD),
 Dekontaminasi peralatan perawatan klien/pasien,
 Kesehatan lingkungan,
 Pengelolaan limbah,
 Penatalaksanaan linen,
 Perlindungan kesehatan petugas,
 Penempatan klien/pasien,
 Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin,
 Praktik menyuntik yang aman dan
 Praktik lumbal pungsi yang aman
2) Penggunaan antimikroba secara bijak; dan
3) Bundles yang merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti
sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran poses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan
konsisten.
Midwifery Update pg. 73
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Klien/Pasien,
maka dalam memberikan pelayanan kebidanan, bidan harus
menerapkan:
a. Standar Keselamatan Klien/Pasien, meliputi :
1) Hak klien/pasien;
2) Pendidikan bagi klien/pasien dan keluarga
3) Keselamatan klien/pasien dalam kesinambungan
pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan peningkatan Keselamatan
Pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
klien/pasien
6) Pendidikan bagi staf tentang keselamatan klien/pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan klien/pasien.

b. Sasaran Keselamatan Klien/Pasien, meliputi :


1) Mengidentifikasi klien/pasien dengan benar;
2) Meningkatkan komunikasi yang efektif;
3) Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai;
4) Memastikan lokasi pembedahan yang benar,
5) Prosedur yang benar, pembedahan pada klien/pasien
yang benar;
6) Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan;
dan
7) Mengurangi risiko cedera klien/pasien akibat terjatuh.

c. Tujuh langkah menuju Keselamatan Klien/Pasien


1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan
Klien/Pasien;
2) Memimpin dan mendukung staf;

Midwifery Update pg. 74


3) Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4) Mengembangkan sistem pelaporan;
5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan klien/pasien;
6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan
klien/pasien; dan
7) Mencegah cedera melalui implementasi sistem
keselamatan klien/pasien.

Sistem pelayanan kebidanan harus menjamin pelaksanaan:


a. Asuhan klien/pasien lebih aman, melalui upaya yang
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko
klien/pasien;
b. Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya; dan
c. Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Kongres XVI IBI tahun 2018 menghasilkan beberapa


keputusan, salah satunya adalah disyahkannya standar
pelayanan dan praktik bidan.

Dalam menjalankan praktik, bidan wajib memiliki


kompetensi, kualifikasi melalui sertifikasi/standarisasi,
registrasi dan pemberian lisensi yang diakui oleh pemerintah
dan organisasi profesi. Hal ini sejalan dengan Pasal 61 UU No. 4
Tahun 2019 tentang Kebidanan yang menyatakan bahwa bidan
dalam melaksanakan praktik kebidanan berkewajiban
memberikan pelayanan kebidanan sesuai dengan kompetensi,
kewenangan, mematuhi kode etik, standar profesi, standar
pelayanan profesi dan standar prosedur operasional.

Midwifery Update pg. 75


Jabatan Fungsional Bidan
Tenaga Bidan yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional di bidang kebidanan pada fasyankes di lingkungan
instansi pemerintah, atau instansi pemerintah yang tugas dan
fungsinya terkait dengan pelayanan kebidanan masuk pada
rumpun Jabatan Fungsional Bidan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2017 Tentang Penyusunan
Formasi Jabatan Fungsional Kesehatan dan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2019 Tentang Jabatan
Fungsional Bidan

Jabatan Fungsional Bidan merupakan jabatan fungsional


kategori keterampilan dan kategori keahlian. Jenjang Jabatan
Fungsional Bidan kategori keterampilan dan kategori keahlian
dari jenjang terendah sampai dengan jenjang tertinggi terdiri
atas:
a. Bidan Terampil (II.c s.d III.d)
1) Bidan Terampil (II.c s.d II.d);
2) Bidan Mahir (III.a s.d III.b); dan
3) Bidan Penyelia (III.c s.d III.d)
b. Bidan Ahli (III.a s.d IV.e)
1) Bidan Ahli Pertama (III.a s.d III.b)
2) Bidan Ahli Muda (III.c s.d III.d)
3) Bidan Ahli Madya (IV.a s.d IV.c) dan
4) Bidan Ahli Utama (IV.d s.d IV.e)

Jenjang Karir Bidan


Pengembangan jenjang karir profesional Bidan merupakan
sistem dalam meningkatkan kinerja dan profesionalitas, melalui
peningkatan kompetensi dan kewenangan Bidan. Jenjang karir
Bidan dapat diperoleh dari Pendidikan formal dan informal yang
relevan sesuai dengan pengalaman praktik klinis Bidan.
Kompetensi dan kewenangan yang dilakukan Bidan dalam

Midwifery Update pg. 76


memberikan pelayanan berdasarkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Jenjang karir diharapkan menjadi pengembangan
karir profesional Bidan agar mampu berpikir kritis dan rasional,
sehingga dapat memberikan pelayanan Kebidanan yang
berkualitas berdasarkan bukti-bukti ilmiah (evidence based).

Jenjang karir seorang Bidan yang melakukan pelayanan


Kebidanan di fasilitas kesehatan di bedakan menjadi :
a. Bidan Praktisi (BP) I
adalah Bidan yang memiliki kemampuan melaksanakan
asuhan Kebidanan fisiologis pada ibu hamil, bersalin, nifas,
bayi baru lahir, bayi dan balita, kespro perempuan dan KB,
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-III
Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun. Setelah
menjalani BP I selama 3 - 6 tahun dapat mengikuti
asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) II dengan
persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
2) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-IV
Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 1 tahun. Setelah
menjalani BP I selama 3 tahun, dapat mengikuti
asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) II dengan mengikuti
persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang
pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 1
tahun. Setelah menjalani BP I selama 2 - 4 tahun (2
tahun bila mempunyai sertifikat pelatihan khusus),
dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) II.

b. Bidan Praktisi (BP) II


Adalah jenjang Bidan yang memilki kemampuan melakukan
asuhan Kebidanan fisiologis pada ibu hamil, bersalin, nifas,
bayi baru lahir, bayi dan balita, kespro perempuan, dan KB

Midwifery Update pg. 77


dan dengan penyakit penyerta serta bayi dan balita
bermasalah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-III
Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun. Setelah
menjalani BP II masa klinis selama 6 - 9 tahun, dapat
mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III.
2) Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan D-IV
Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun. Setelah
menjalani BP II masa klinis selama 6 - 9 tahun, dapat
mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III.
3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang
pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 3
tahun. Setelah menjalani BP II masa klinis selama 4 -
7 tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan
Praktisi (BP) III.
4) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Bidan
Advance dengan pengalaman kerja 0 tahun. Setelah
menjalani BP II selama 3 - 6 tahun, dapat mengikuti
asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III.

c. Bidan Praktisi (BP) III


Adalah jenjang Bidan yang memiliki kemampuan melakukan
asuhan Kebidanan dengan komplikasi, patologis,
kegawatdaruratan, pada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi,
balita dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan D-III
Kebidanan dengan pengalaman kerja ≥ 10 tahun. Bidan
Praktisi (BP) III yang memiliki latar belakang pendidikan
terakhir D-III Kebidanan akan tetap menjalani level Bidan
Praktisi (BP) III sampai memasuki usia pensiun
2) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan D-
IV Kebidanan dengan pengalaman kerja
≥ 10 tahun. Setelah menjalani BP II selama 9 - 12 tahun,
dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) III.

Midwifery Update pg. 78


3) Sedangkan untuk Bidan yang memiliki latar belakang
pendidikan Profesi Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 7
tahun. Setelah menjalani BP III selama 6 - 9 tahun,
dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) IV.
Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan
Bidan Advance dengan pengalaman kerja 5 tahun.
Setelah menjalani BP III selama 2 - 4 tahun, dapat
mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) IV.

d. Bidan Praktisi (BP) IV


Adalah jenjang Bidan yang memiliki kemampuan sebagai
supervisor asuhan Kebidanan dengan masalah yang
kompleks, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan D-IV
Kebidanan dengan pengalaman kerja

19 tahun. Bidan Praktisi (BP) IV yang memiliki latar
belakang pendidikan terakhir D-IV Kebidanan akan
tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) IV sampai
memasuki usia pensiun.
2) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi
Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 13 tahun. Setelah
menjalani BP IV selama 9 - 12 tahun, dapat mengikuti
asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) V.
3) Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan
Bidan Advance dengan pengalaman kerja ≥ 2 tahun.
Setelah menjalani BP IV selama 6 - 9 tahun, dapat
mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi (BP) V.

e. Bidan Praktisi (BP) V


Adalah jenjang Bidan yang memiliki kemampuan
memberikan konsultasi tentang asuhan Kebidanan pada
area s pe s if ik dan kompleks, mengembangkan managerial,
dan keilmuan Kebidanan dalam praktik profesional, dengan
ketentuan sebagai berikut :

Midwifery
Update
pg. 79
1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi
Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 22 tahun akan tetap
menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai memasuki
usia pensiun.
2) Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan
Bidan Advance dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun.
Setelah menjalani ( m a s a k l i n i s ) BP IV selama 6 - 9
tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi
(BP) V. Bidan Praktisi (BP) V yang memiliki latar
belakang pendidikan terakhir Bidan Advence akan
tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai
memasuki usia pensiun.

Komite Keperawatan Dan Kebidanan


Keputusan Kongres XVI Ikatan Bidan Indonesia Nomor:
012/SKEP/Kongres XVI/IBI/X/2018 tentang Rekomendasi
Kongres XVI IBI 2018 pada Point 4 yang menyatakan “Komite
Keperawatan di Rumah Sakit Pada Permenkes No. 49 Tahun
2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit mengakomodir
pembinaan pelayanan Kebidanan dan keperawatan mengacu
pada Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 Tenaga
Kebidanan merupakan bagian dari Tenaga Keperawatan.

Dengan lahirnya Undang-Undang Tenaga Kesehatan No. 36


Tahun 2014, pengelompokan tenaga bidan masuk pada rumpun
tersendiri pada rumpun kebidanan dan terpisah dari rumpun
keperawatan, sehingga Permenkes No. 49 Tahun 2013 perlu
disesuaikan dengan Undang-Undang Tenaga Kesehatan No. 36
Tahun 2014.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Kongres XVI IBI Tahun


2018 mengusulkan: Penyesuaian nama Komite Keperawatan
menjadi Komite Keperawatan dan Kebidanan di Rumah Sakit.

Midwifery Update pg. 80


Saat ini Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah
Sakit sedang dalam tahap peninjauan kembali untuk
perubahan/revisi yang didalamnya akan mengakomodir
penyesuaian nomenklatur menjadi “Komite Keperawatan dan
Kebidanan”.

Praktik Kebidanan dalam mendukung Pemenuhan Standar


Pelayanan Minimal
Implementasi Program Indonesia Sehat dari Peraturan
Pemerintah No 2 tahun 2018 tentang SPM Bidang Kesehatan
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan menggunakan pendekatan keluarga mengacu pada
Permenkes No. 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga/ PIS-PK) dan Pelibatan lintas
sektor dan seluruh aktor pembangunan termasuk masyarakat
dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan melalui Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat mengacu pada Inpres no. 1 tahun 2017
tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah untuk


pemenuhan hak dasar setiap warga negara untuk setiap
kelompok umur dengan pencapaian 100%. Setiap keluarga akan
menjadi sasaran untuk SPM, dan beberapa indikator SPM sangat
terkait dengan praktik/ pelayanan kebidanan.

Midwifery Update pg. 81


SPM TERKAIT KESEHATAN KELUARGA
PP 2/ 2018 TENTANG SPM BIDANG KESEHATAN
PERMENKES NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA SPM BIDANG KESEHATAN

NO PERNYATAAN STANDAR NO PERNYATAAN STANDAR


8 Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
1 Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar.
Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
2 Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai 9
standar.
3 Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai sta
standar.
4 Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. 10
Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar.
5 Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar. Setiap orang berisiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
11
6 Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
7 Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas 12
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-


PK) merupakan upaya pro aktif dari tenaga kesehatan
Puskesmas dalam menjangkau seluruh keluarga untuk
meningkatkan promotif, preventif dan deteksi dini. Sedangkan
Germas merupakan dukungan lintas sektor dalam upaya
mendukung peningkatan derajat kesehatan keluarga antara lain
melalui Rumah Desa Sehat (RDS), Usaha Kesehatan
Sekolah/Madrasah (UKS/M), Usaha Kesehatan Kerja (UKK).

Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017


tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat telah
menginstruksikan seluruh Kementerian dan Lembaga,
Gubernur, serta Bupati dan Walikota untuk bahu-membahu
melaksanakan dan menyukseskan GERMAS di wilayah dan
lingkup tugas masing-masing. Sebagai contoh, dalam Instruksi
tersebut Kementerian Agama diberikan amanat untuk
menyelenggarakan bimbingan kesehatan bagi calon pengantin.
Hal ini kemudian telah ditindaklanjuti melalui kerja sama antara
Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan dalam
penyusunan materi dan pelaksanaan orientasi komunikasi,

Midwifery Update pg. 82


informasi dan edukasi (KIE) kespro calon pengantin bagi
penyuluh pernikahan di seluruh provinsi.

Referensi
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 320 tahun 2020 tentang Standar
Profesi Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
- Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/4394/2020 Tentang Registrasi
Perizinan Tenaga Kesehatan Pada Masa Pandemi Corona Virus Desease
2019 (Covid – 19)
- Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
- Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (PAN-RB) Nomor
36 Tahun 2019 Tentang Jabatan Fungsional Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien

Midwifery Update pg. 83


BAB III
ADAPTASI PELAYANAN KEBIDANAN (KIA-KESPRO)
DI MASA PANDEMI COVID- 19

A. Deskripsi Singkat
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. PPI
merupakan sasaran kelima dari 6 sasaran keselamatan pasien sehingga
penerapan PPI terkait langsung dengan upaya peningkatan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Bidan. Sesi ini membahas tentang
penerapan program PPI di fasilitas pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kebidanan.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami tentang Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu:
a. Memahami dan menerapkan prinsip kewaspadaan isolasi
b. Memahami dan menerapkan kebersihan tangan dengan baik dan
benar
c. Memahami dan menerapkan penggunaan dan pelepasan APD
dengan baik dan benar
d. Melakukan pemrosesan peralatan bekas pakai
e. Memahami dan menerapkan pengelolaan limbah
f. Memahami dan menerapkan pengelolaan linen
g. Memehami dan menerapkan pengelolaan lingkungan
h. Memahami dan menerapkan penyuntikan yang aman
i. Memehami dan menerapkan kebersihan pernafasan/etika batuk

Midwifery Update pg. 84


j. Memahami dan menerapkan penempatan pasien
k. Memahami dan menerapkan perlindungan kesehatan petugas.
l. Memahami dan menerapkan protokol kesehatan pada masa
pandemi covid-19

C. Materi Pokok
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Pengertian PPI
b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
c. Ruang lingkup program PPI
2. Prinsip Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan standar
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
3. Kebersihan Tangan
a. Pengertian Kebersihan
b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan
c. Jenis-jenis kebersihan tangan
d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan
4. Penggunaan dan Pelepasan APD
a. Pengertian APD
b. Indikasi penggunaan APD
c. Jenis-jenis APD
d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD
e. Prosedur pemasangan APD
f. Prosedur pelepasan APD
5. Pemrosesan Peralatan Habis Pakai
a. Pengertian peralatan habis pakai
b. Kategori peralatan perawatan pasien menurut dr. E. Spoulding
c. Tahapan pemrosesan peralatan habis pakai
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal
e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal
f. Proses Peralatan Non Kritikal
g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril
h. Hal yang perlu diperhatikan

Midwifery Update pg. 85


i. Alur dekontaminasi peralatan habis pakai
6. Pengelolaan Limbah
a. Jenis dan pengertian limbah
b. Pengelolaan Limbah Infeksius
c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius
d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam
e. Metode Manajemen Limbah
7. Penatalaksanaan Linen
a. Jenis-jenis linen
b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen
8. Pengelolaan Lingkungan
a. Pengelolaan Air
b. Konstruksi bangunan
c. Ventilasi Ruangan
9. Penyuntikan Yang Aman
a. Prinsip penyuntikan yang aman
10.Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk
a. Prosedur Etika Batuk
11.Penempatan Pasien
a. Prinsip Penempatan Pasien
12.Perlindungan Kesehatan Petugas
a. Prosedur perlindungan Kesehatan petugas
b. Prinsip Penanganan paska pajanan
c. Tatalaksana paska pajanan
13. Penerapan Protokol Kesehatan dimasa pandemi Covid-19
a. Alur dan triage
b. Pelaksanaan skrining
c. Penolakan skrining

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1: Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Pengertian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2017, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Midwifery Update pg. 86


adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi
pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas
pelayanan kesehatan. PPI merupakan upaya untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular
infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan. PPI
dilakukan terhadap infeksi terkait pelayanan atau Health Care
Associated Infections (HAIs) dan infeksi yang bersumber dari
masyarakat.

b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan Kesehatan


Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare
Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam
masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul
setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara prinsip, kejadian
HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan
secara konsisten melaksanakan program PPI.

c. Ruang lingkup program PPI


Ruang lingkup program PPI meliputi
1) Kewaspadaan isolasi yang terdiri dari: kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
2) Bundles HAIs
3) Surveilans HAIs
4) Pendidikan dan pelatihan
5) Penggunaan anti mikroba yang bijak
Disamping itu, dilakukan monitoring melalui Infection Control Risk
Assesment (ICRA), audit dan monitoring lainya secara berkala.
Penerapan PPI disesuaikan dengan pelayanan yang di lakukan pada
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Di dalam modul ini

Midwifery Update pg. 87


pembahasan difokuskan pada penerapan kewaspadaan standar
khususnya tentang: kebersihan tangan, penggunaan dan pelepasan
APD, pengelolaan alat habis pakai, pengelolaan limbah dan
pengelolaan linen.

Materi Pokok 2: Kewaspadaan Isolasi


Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan bertujuan untuk melindungi pasien, petugas
kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan serta
masyarakat dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan isolasi yang terdiri
dari kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi.

a. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam pelayanan seluruh pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan, baik yang telah didiagnosis, diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Kewaspadaan standar diterapkan untuk
mencegah transmisi silang sebelum maupun setelah pasien di
diagnosis dan sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium.
Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan termasuk bidan
berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman
dan kepatuhan petugas untuk menerapkan kewaspadaan standar
agar tidak terinfeksi.

Di dalam PMK No 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan


dan Pengendalian Infeksi ditetapkan ada 11 (sebelas) komponen
utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar. Dari kesebelas komponen tersebut hanya sepuluh
komponen yang dapat diterapkan di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FASYANKES) termasuk di Tempat Praktik Mandiri Bidan
(TPMB)
Midwifery Update pg. 88
Sepuluh komponen kewaspadaan standar sebagai berikut:
1) Kebersihan tangan: Kebersihan tangan mencakup
membersihkan tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.
kemudian mengeringkan tangan dengan handuk pribadi atau
tisu, jika tidak tersedia air bersih mengalir dapat digunakan
antiseptik berbahan dasar alkohol (jika tangan tidak terlihat
kotor secara fisik).
2) Alat Pelindung Diri (APD): adalah perangkat alat yang dirancang
sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair,
atau udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau
penyebaran infeksi atau penyakit. APD harus digunakan sesuai
dengan indikasi dan risiko paparan
3) Pengendalian Lingkungan: adalah upaya mengendalikan
lingkugan melalui perbaikan kualitas air, udara dan permukaan
lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan.
4) Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan: untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung, masyarakat
sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi
termasuk dari risiko cedera dan pencemaran lingkungan akibat
pengelolaan limbah hasil pelayanan kesehatan tidak sesuai
prinsip PPI.
5) Pengelolaan Peralatan Pasien bekas pakai dan Alat Medis
lainnya: adalah proses pengelolaan, dekontaminasi dan
pengemasan berdasarkan kategori kritikal, semi kritikal dan non
kritikal.
6) Pengelolaan Linen: meliputi pengumpulan, pengangkutan,
pemilahan dan pencucian linen yang sesuai dengan prinsip PPI
7) Penyuntikan Yang Aman: adalah penyuntikan yang dilakukan
dengan mengindahkan prinsip-prinsip penyuntikan yang benar
sejak saat persiapan, penyuntikan obat hingga penanganan alat-
alat bekas pakai, sehingga aman untuk pasien dan petugas dari
risiko cedera dan terinfeksi dengan prinsip satu spuit, satu jenis
obat dan satu prosedur penyuntikan.

Midwifery Update pg. 89


8) Kebersihan pernapasan (etika batuk/bersin): adalah tata cara
batuk atau bersin yang baik dan benar sehingga bakteri tidak
menyebar ke udara, tidak mengkontaminasi barang atau benda
sekitarnya. Tenaga kesehatan harus memastikan bahwa pasien
dan tenaga kesehatan menjalankan kebersihan pernapasan dan
menutup hidung dan mulut saat bersin atau batuk dengan tisu
atau siku yang terlipat, kemudian membuang tisu ke tempat
sampah infeksius.
9) Penempatan Pasien: adalah menempatkan pasien pada tempat
yang telah ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan
kewaspadaan transmisi (kontak, udara dan droplet) agar
pelayanan berjalan efektif dan efisien dengan tetap
mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan pasien
dan petugas kesehatan.
10) Perlindungan Kesehatan Petugas: bertujuan melindungi
kesehatan dan keselamatan petugas dari risiko pajanan penyakit
infeksi.

b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi


Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan
isolasi, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang
dilakukan pada saat memberikan pelayanan baik pada kasus yang
belum maupun yang sudah terdiagnosa penyakit infeksinya.
Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan memutus rantai
penularan penyakit lewat kontak, droplet, udara, vehikulum dan
vektor (serangga dan binatang pengerat). Perlu diketahui bahwa,
transmisi suatu penyakit infeksi dapat terjadi melalui satu cara atau
lebih.

Pembahasan kewaspadaan transmisi yang akan di fokuskan pada


transmisi kontak, droplet dan udara, sebagai berikut:
1) Kewaspadaan Transmisi Kontak
Kewaspadaan transmisi kontak adalah kewaspadaan yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan

Midwifery Update pg. 90


melalui kontak langsung (menyentuh kulit, lesi, sekresi atau
cairan tubuh yang terinfeksi) atau kontak tidak langsung
(melalui tangan petugas atau orang lain saat menyentuh
peralatan, air, makanan atau sarana lain). Penyakit yang dapat
ditularkan melalui transmisi kontak antara lain HIV/AIDS,
Hepatitis B, Diare, Scabies, dll.
2) Kewaspadaan Transmisi Droplet
Kewaspadaan transmisi droplet adalah tindakan pencegahan
untuk menghindari penularan penyakit infeksi melalui droplet
(sekresi yang dikeluarkan melalui saluran pernapasan) pada
saat batuk, bersin atau berbicara. Karena sifatnya droplet maka
biasanya tidak akan terpercik jauh, tidak melayang diudara
namun akan jatuh pada suatu permukaan benda. Berbagai studi
menunjukkan bahwa mukosa hidung, konjungtiva dan mulut,
merupakan portal masuk yang rentan untuk virus penyebab
infeksi pernapasan (CDC dan Hall et al, 1981). Penyakit infeksi
yang dapat ditularkan melalui droplet antara lain Influenza,
ISPA, SARS, Covid-19, Pertusis, dll.
3) Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)
Kewaspadaan transmisi udara adalah tindakan pencegahan
yang dirancang untuk mencegah penyebaran infeksi yang
ditularkan melalui udara akibat menghirup atau mengeluarkan
mikroorganisme dari saluran napas. Secara teoritis partikel
yang berukuran < 5 µm (aerosol) dikeluarkan dari saluran
pernapasan dan dapat tetap melayang di udara untuk beberapa
waktu. Sumber penularan juga dapat dihasilkan dari tindakan
yang menghasilkan aerosol, pengisapan cairan, induksi dahak
atau endoskopi. Penyakit infeksi yang bisa ditularkan melalu
udara antara lain: TB, virus (Afian flu, Covid, SARS, Varicella,
Campak, dll).

Midwifery Update pg. 91


Materi Pokok 3. Kebersihan Tangan
a. Pengertian Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan adalah cara membersihkan tangan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat
kotor(terkena cairan tubuh), atau menggunakan cairan yang
berbahan dasar alkohol (alcohol – based handrubs) bila tangan tidak
tampak kotor. Kebersihan tangan dianggap sebagai salah satu
elemen terpenting dari PPI. Infeksi sebagian besar dapat dicegah
melalui kebersihan tangan dengan cara yang benar dan dengan
waktu yang tepat (WHO, 2019). Sebagaimana diketahui bahwa tidak
ada pekerjaan tanpa melibatkan tangan, sehingga tangan petugas
kesehatan yang terkontaminasi merupakan cara penularan utama
mikro organisme di fasilitas pelayanan kesehatan. Bakteri patogen
berpindah dari tangan petugas ke pasien atau sebaliknya atau dari
lingkungan yang terkontaminasi.

b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan


1) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen
(waktu) serta 6 (enam) langkah kebersihan tangan dan
melaksanakan dengan benar, melakukan cuci tangan dengan air
mengalir dan sabun jika tangan kotor serta menggunakan cairan
berbahan dasar alkohol jika tangan tampak bersih.
2) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 (lima) momen
sebagaimana tertera dalam gambar berikut ini:

Gambar: Lima momen untuk kebersihan tangan


Sumber: WHO, 2009

Midwifery Update pg. 92


3) Mematuhi langkah langkah kebersihan tangan secara berurutan
dengan baik dan benar.
4) Tersedia sarana kebersihan tangan dengan air mengalir dan
sabun dalam dispenser tertutup dan/atau cairan berbahan
dasar alkohol.
5) Sebelum melakukan kebersihan tangan, jaga kebersihan tangan
individu dengan memastikan kuku tetap pendek, bersih dan
bebas dari pewarnaan kuku dan tidak menggunakan kuku palsu,
hindari pemakaian asesoris tangan (jam tangan, perhiasan),
tutupi luka atau lecet dengan pembalut anti air.
6) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat
kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein
dan lemak.
7) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika
menggunakan baju lengan panjang (digulung ke atas).
8) Gunakan bahan yang mengandung alkohol untuk
mendekontaminasi tangan secara rutin, bila tangan tidak jelas
terlihat kotor.
9) Sabun cair dianjurkan didalam botol yang memiliki dispenser,
jika menggunakan sabun batangan maka sabun di potong kecil
untuk sekali pakai.
10) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan, jika tidak
memungkinkan dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu
dicuci kembali.

c. Jenis-jenis kebersihan tangan


1) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
(handwash).
2) Menggunakan cairan berbahan dasar alkohol 70% (handrub)

d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan


1) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir
 Indikasi: cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus
dilakukan ketika tangan terlihat kotor atau ketika akan

Midwifery Update pg. 93


menggunakan sarung tangan yang dipakai dalam perawatan
pasien.
 Prosedur:
- Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan
(cincin, jam tangan) tidak terpakai dan kuku harus
pendek serta tidak mengunakan pewarna kuku (kuteks
dll).
- Jika lengan atas sampai ke pergelangan tangan maka
sisihkan terlebih dahulu dengan menaikan lengan atas
sampai ke 2/3 tangan ke arah siku tangan.
- Atur aliran air sesuai kebutuhan.
- Basahi tangan dan ambil cairan sabun/sabun antiseptik
± 2 cc ke telapak tangan, lakukan langkah kebersihan
tangan dengan langkah berikut:

Gambar: Langkah cuci tangan dengan sabun dan air mengalir)


Sumber: WHO, 2009

Midwifery Update pg. 94


2) Membersihkan tangan dengan cairan berbahan dasar alkohol
(Alcohol Based Hand Rub = ABHR) atau handrub.
 Indikasi: handrub berbahan dasar alkohol digunakan untuk
membersihkan tangan bila terlihat tidak kotor atau
terkontaminasi atau bila cuci tangan dengan air mengalir
sulit untuk di akses (misalnya: di ambulans, homecare,
imunisasi di luar gedung, pasokan air yang terputus, dan
lain-lain).
 Prosedur:
- Siapkan handrub (kemasan siap pakai dari pabrik atau
campuran 97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin, jika
dibuat secara masal tidak lebih dari 50 liter persekali
pembuatan). Jika sudah tersedia dalam produk siap
pakai maka ikuti instruksi pabrik cara penggunaannya.
- Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbahan
dasar alkohol dengan waktu 20 – 30 detik

Gambar: Langkah kebersihan tangan dengan handrub


Sumber: WHO, 2009

Midwifery Update pg. 95


Materi Pokok 4. Penggunaan dan Pelepasan APD
a. Pengertian APD
APD adalah pakaian khusus atau peralatan yang dipakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya yang ada di lingkungan kerja.
Pemakaian APD bertujuan melindungi kulit dan membran mukosa
dari risiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.

b. Indikasi penggunaan APD


Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau
terpercik darah, cairan tubuh atau kemungkinan pasien
terkontaminasi dari petugas.
Penggunaan APD Penggunaan APD memerlukan 4 unsur yang harus
dipatuhi :
1) Tetapkan indikasi penggunaan APD dengan mempertimbangkan:
 Risiko terpapar Alat pelindung diri digunakan oleh orang
yang berisiko terpajan dengan pasien atau material
infeksius seperti tenaga kesehatan, petugas kebersihan,
petugas instalasi sterilisasi , petugas laundri dan petugas
ambulans di Fasyankes.
 Dinamika transmisi.
Transmisi penularan COVID-19 ini adalah droplet dan
kontak. APD yang digunakan antara lain :
- Gaun /gown,
- Sarung tangan,
- Masker N95/bedah,
- Pelindung kepala
- Pelindung mata (goggles)
- Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan
pelindung wajah (face shield)
Transmisi airborne bisa terjadi pada tindakan yang memicu
terjadinya aerosol seperti intubasi trakea, ventilasi non

Midwifery Update pg. 96


invasive, trakeostomi, resusitasi jantung paru, ventilasi
manual sebelum intubasi, nebulasi dan bronskopi,
pemeriksaan gigi seperti scaler ultrasonic dan high-speed air
driven, pemeriksaan hidung dan tenggorokan, pengambilan
swab. APD yang digunakan antara lain:
- Gaun/gown,
- Sarung tangan,
- Masker N95,
- Pelindung kepala,
- Pelindung mata (goggles)
- Pelindung wajah (face shield)
- Sepatu pelindung
Catatan: APD di atas bisa ditambah dengan penggunaan
apron,
2) Cara “ memakai “dengan benar
3) Cara “melepas” dengan benar
4) Cara mengumpulkan (disposal) setelah di pakai. APD yang
dipakai untuk merawat pasien terduga atau terkonfirmasi
Covid19 harus dikategorikan sebagai material infeksius. Tidak
diperlukan prosedur khusus dan penanganannya sama dengan
linen infeksius yang lain. Semua APD baik disposable atau
reuseable harus dikemas secara terpisah (dimasukkan ke dalam
kantong plastik infeksius atau tempat tertutup) yang diberi label
dan anti bocor.
Hindari melakukan hal-hal di bawah ini :
 Meletakkan APD di lantai atau di permukaan benda lain
(misal di atas loker atau di atas meja).
 Membongkar kembali APD yang sudah dimasukkan ke
kantong plastik infeksius atau tempat tertutup.
 Mengisi kantong plastik infeksius atau tempat tertutup
berisikan APD terlalu penuh.

Midwifery Update pg. 97


c. Jenis-jenis APD
APD terdiri
dari:
1) Pelindung tangan (sarung tangan),
2) Pelindung pernafasan (masker atau respirator),
3) Pelindung wajah dan mata,
4) Kap penutup kepala,
5) Pelindung tubuh (apron/gaun),
6) Pelindung kaki (sandal/sepatu tertutup/sepatu boot).

Pelindung wajah
Pelindung Mata
Penutup kepala
(face shield)
(goggles)
(hair cap)

Pelindung
Pelindung pernapasan Baju/pakaian kerja
pernapasan (masker (masker bedah)
N 95)

Penutup tubuh: Penutup tubuh: Sarung tangan


Gown apron lateks
Midwifery Update pg. 98
Penutup alas kaki Sepatu boots (untuk
(shoe cover) pertolongan persalinan)
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi bagi
Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD


1) Menyentuh mata, hidung dan mulut saat menggunakan APD.
2) Menyentuh bagian depan masker.
3) Mengalungkan masker di leher.
4) Menggantung APD di ruangan kemudian mengunakan kembali.
5) Menggunakan APD keluar dari area perawatan
6) Membuang APD dilantai
7) Menggunakan sarung tangan berlapis saat bertugas apabila
tidak dibutuhkan.
8) Menggunakan sarung tangan terus menerus tanpa indikasi.
9) Menggunakan sarung tangan saat menulis, memegang rekam
medik pasien, memegang handle pintu, memegang HP.
10) Melakukan kebersihan tangan saat masih menggunakan sarung.

e. Prosedur pemasangan APD


Langkah – Langkah Pemakaian APD Gaun/Gown menurut Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 edisi 5 Juli 2020:
1) Lepaskan semua aksesoris di tangan seperti cincin, gelang dan
jam tangan.
2) Petugas kesehatan masuk ke antero room/ruang ganti, setelah
memakai scrub suit di ruang ganti.
3) Cek APD untuk memastikan APD dalam keadaan baik dan tidak
rusak.

Midwifery Update pg. 99


4) Lakukan kebersihan tangan dengan sabun atau menggunakan
hand sanitizer dengan menggunakan 6 langkah.
5) Kenakan sepatu pelindung (boots). Jika petugas menggunakan
sepatu kets atau sepatu lainnya yang tertutup maka petugas
menggunakan pelindung sepatu (shoe covers) dengan cara
pelindung sepatu dipakai di luar sepatu petugas dan menutupi
celana panjang petugas.
6) Pakai gaun bersih yang menutupi badan dengan baik dengan
cara: pertama memasukkan bagian leher kemudian mengikat
tali ke belakang dengan baik. Pastikan tali terikat dengan baik.
7) Pasang masker bedah dengan cara letakkan masker bedah di
depan hidung dan mulut dengan memegang ke dua sisi tali
kemudian tali diikat ke belakang.
8) Bila menggunakan masker N95 maka perlu melakukan seal
check dengan cara menarik nafas yang akan menyebabkan
masker N95 mengempis, kemudian tiup masker untuk
merasakan adanya aliran udara di dalam masker.
9) Pasang pelindung mata (goggles) rapat menutupi mata. Apabila
petugas kesehatan akan melakukan tindakan aerosol maka
petugas kesehatan dapat menambahkan pelindung wajah (face
shield) setelah pemasangan pelindung kepala dengan
menempatkan bando face shield di atas alis dan pastikan
pelindung wajah menutupi seluruh wajah sampai ke dagu.
10) Pasang pelindung kepala yang menutupi seluruh bagian kepala
dan telinga dengan baik.
11) Pasang sarung tangan dengan menutupi lengan gaun.

f. Prosedur pelepasan APD


Untuk pelepasan APD harus dilakukan dengan seksama serta
urutan yang benar agar tidak mengkontaminasi diri sendiri, serta
menyebarkan infeksi pada lingkungan.
Langkah – langkah pelepasan APD dengan menggunakan gaun:
1) Petugas kesehatan berdiri di area kotor.

Midwifery Update pg. 100


2) Lepaskan sarung tangan dengan cara pegang bagian luar sarung
tangan dengan tangan lainnya yang masih memakai sarung
tangan, kemudian lepaskan. Pegang sarung tangan yang sudah
dilepaskan dengan tangan yang masih memakai sarung tangan.
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan
dibawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan
tangan, lepaskan sarung tangan diatas sarung tangan pertama,
kemudian masukkan kedua sarung tangan ke tempat limbah
infeksius.

Gambar: cara melepaskan sarung tangan.


Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

3) Buka gown perlahan dengan membuka ikatan tali di belakang


kemudian merobek bagian belakang leher lalu tangan
memegang sisi bagian dalam gown melipat bagian luar ke dalam
dan usahakan bagian luar tidak menyentuh pakaian petugas lalu
dimasukkan ke tempat sampah infeksius.

Gambar: cara melepaskan sarung tangan.


Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

Midwifery Update pg. 101


4) Lakukan disinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan
menggunakan 6 langkah.
5) Buka pelindung kepala dengan cara memasukkan tangan ke sisi
bagian dalam pelindung kepala dimulai dari bagian belakang
kepala sambil melipat arah dalam dan perlahan menuju ke
bagian depan dengan mempertahankan tangan berada di sisi
bagian dalam pelindung kepala kemudian segera masukkan ke
tempat sampah infeksius.
6) Apabila petugas menggunakan pelindung wajah (face
shield), buka face shield perlahan dengan memegang belakang
face shield lalu dilepaskan dan menjauhi wajah petugas
kemudian pelindung wajah di masukkan ke dalam kotak
tertutup. Lakukan desinfeksi tangan sebelum membuka
pelindung mata (goggles).

Gambar: cara melepaskan sarung tangan.


Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

7) Buka pelindung mata (goggles) dengan cara menundukkan


sedikit kepala lalu pegang sisi kiri dan kanan pelindung mata
(goggles) secara bersamaan, lalu buka perlahan menjauhi wajah
petugas kemudian goggles di masukkan ke dalam kotak
tertutup. Lakukan desinfeksi tangan sebelum melepaskan
masker.
Midwifery Update pg. 102
Gambar: Cara melepaskan goggles
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

8) Lepaskan masker bedah dengan cara menarik tali masker bedah


secara perlahan kemudian dimasukkan ke tempat sampah
infeksius.
9) Apabila memakai masker N95, maka tarik karet masker dari
belakang kepala ke arah depan. Lakukan desinfeksi tangan
setelah melepas masker.

Gambar: melepaskan masker N95 dengan menarik tali yang paling bawah
terlebih dahulu.
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

10) Buka sepatu boots. Bila memakai pelindung sepatu, buka


pelindung sepatu dengan cara memegang sisi bagian dalam
dimulai dari bagian belakang sepatu sambil melipat arah dalam
dan perlahan menuju ke bagian depan dengan mempertahankan

Midwifery Update pg. 103


tangan berada di sisi bagian dalam pelindung sepatu kemudian
segera masukkan ke tempat sampah infeksius.
11) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau lakukan
desinfeksi tangan dengan hand sanitizer dengan menggunakan 6
langkah.
12) Setelah membuka pakaian kerja/baju scrub, petugas harus
segera mandi untuk selanjutnya memakai baju biasa.

Materi Pokok 5. Pemrosesan Peralatan Bekas Pakai


a. Pengertian
Pemrosesan Peralatan Bekas Pakai adalah proses pengelolaan,
dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan kategori kritikal, semi
kritikal dan non kritikal.

b. Kategori peralatan kesehatan menurut dr. Earl Spoulding


Jenis peralatan kesehatan menurut Dr.Earl Spaulding, berdasarkan
penggunaan dan risiko infeksinya, sebagai berikut:
1) Peralatan kritikal adalah alat-alat yang masuk ke dalam
pembuluh darah atau jaringan lunak. Semua peralatan kritikal
wajib dilakukan sterilisasi yang menggunakan panas. Contoh:
semua instrumen bedah, periodontal scalier dan lain- lain.
2) Peralatan semi-kritikal adalah alat-alat yang kontak dengan
membran mukosa saat dipergunakan. Semua peralatan semi-
kritikal wajib dilakukan minimal Desinfeksi Tingkat Tinggi
(DTT) atau apabila terdapat alat yang tahan terhadap panas,
maka dapat dilakukan sterilisasi menggunakan panas. Contoh
Ambu bag, ETT, handpiece, speculum, dan lain lain.
3) Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan
hanya menyentuh permukaan kulit saja (kulit utuh). Contoh:
tensimeter, stethoscope dan lain lain.

c. Tahapan pemrosesan
Tahapan pemrosesan pre cleaning di mulai pada tahap awal
pembersihan dengan penyemprotan (flushing) menggunakan air

Midwifery Update pg. 104


mengalir atau direndam dengan larutan detergen, dilanjutkan
pembersihan (cleaning) dan pengeringan.
Langkah-langkah pemrosesan sebagai berikut:
1) Menggunakan APD: petugas memakai APD sesuai indikasi dan
jenis paparan terdiri dari topi, gaun atau apron, masker, sarung
tangan rumah tangga dan sepatu tertutup.
2) Pre-Cleaning: semua peralatan atau alat medis yang telah
dipergunakan, pertama kali dilakukan pembersihan awal (pre-
cleaning) dengan merendam seluruh permukaan peralatan
kesehatan menggunakan enzymatik 0,8 % atau detergen atau
glutaraldehyde 2 %, atau sesuai instruksi pabrikan selama 10 –
15 menit untuk menghilangkan noda darah, cairan tubuh
3) Pembersihan atau pencucian : melalui proses secara fisik untuk
membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya
dari permukaan benda mati untuk membuang sejumlah
mikroorganisme dengan mencuci dengan sabun atau detergen
dan air atau menggunakan enzimatik kemudian membilas
dengan air bersih, dan dikeringkan. Pembersihan dapat
dilakukan, sebagai berikut:
 Pembersihan manual dengan mengunakan sikat (sesuai
kebutuhan) atau yang disarankan oleh produsen alat, lalu
bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 ᴼC – 50 ᴼC, lebih
disarankan menggunakan air deionisasi atau air sulingan.
Selanjutnya dicuci, dibilas dengan air mengalir kemudian
tiriskan (keringkan) untuk proses selanjutnya.
 Pembersihan mekanik dengan menggunakan mesin cuci
khusus untuk meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan
lebih aman untuk petugas. Pembersih ultrasonic melepas
semua kotoran dari seluruh permukaan alat atau instrumen.
Alat pembersih tesebut juga perlu dilakukan pembersihan
secara rutin
4) Proses Pengemasan Pastikan semua peralatan yang akan
disterilkan dilakukan pengemasan dengan membungkus semua
alat-alat untuk menjaga keamanan dan efektivitas sterilisasi

Midwifery Update pg. 105


dengan menggunakan pembungkus kertas khusus atau kain
(linen), dengan prinsip sebagai berikut:
 Prosedur pengemasan harus mencakup: label nama alat,
tanggal pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat
yang dikemas, penempatan alat dalam kemasan, dan
penempatan indikator kimia eksternal dan internal (untuk
memastikan bahwa alat tersebut sudah dilakukan
sterilisasi).
 Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik
dan menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
 Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil
saat akan digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi.
 Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan
dibuka dan dilengkapi masa kedaluwarsa.
 Kemasan harus mudah dibuka, isinya mudah diambil tanpa
menyebabkan kontaminasi dan dapat menahan
mikroorganisme, kuat, tahan lama, mudah digunakan, tidak
mengandung bahan beracun, segelnya baik.
 Bahan untuk pengemasan dapat berupa: bahan kertas film,
bahan plastik atau bahan kain (linen

Gambar. Contoh pengemasan alat kesehatan


Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Midwifery Update
pg. 106
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal
Sterilisasi peralatan kritikal dapat menggunakan autoklaf atau
panas kering adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora dengan
menggunakan uap tekanan tinggi, panas kering (oven). Proses
sterilisasi dilakukan dengan catatan sebagai berikut:
Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam
sterilization or autoklaf):
1) Pastikan temperatur uap maksimum, yaitu sekitar 250 ᴼF (121
ᴼC) dengan tekanan 15 Psi (Pounds per Square Inch) dalam waktu
15-20 menit atau dalam suhu 273 ᴼF (134 ᴼC) dengan tekanan
30 Psi dalam waktu 3-5 menit.
2) Proses sterilisasi dengan autoklaf membutuhkan waktu 30
menit dihitung sejak suhu mencapai 121 ᴼC.
3) Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka
dan tidak terkunci selama proses sterilisasi dengan autoklaf.
4) Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan setelah
dilakukan sterilisasi.

Gambar. Sterilisator uap tekanan tinggi


Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat


sterilization), maka:
1) Pastikan semua instrumen kritikal sudah dibersihkan awal (pre-
cleaning) sebelum dilakukan proses setrilisasi.
2) Penggunaan sterilisasi pemanasan kering pada temperatur 340
ᴼF (170 ᴼC) dalam waktu 1 jam atau temperatur 320 ᴼF (160 ᴼC)
dalam waktu 2 jam.

Midwifery Update pg. 107


e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal
Disinfeksi peralatan semi kritikal dilakukan melalui proses DTT
adalah proses menghilangkan semua mikro organisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dihilangkan dengan merebus dan
menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi. Disinfeksi
dilakukan setelah proses pre-cleaning dan pembersihan dengan
cara sebagai berikut:
1) Proses DTT dengan perendaman dilakukan menggunakan cairan
disinfektan (natrium hypochlorite 5,25% yang ada di pasaran)
atau Glutardehida 2 % atau peroxide hydrogen 6 % selama 15 –
20 menit. Pastikan seluruh permukaan peralatan terendam
dalam cairan tersebut. Lihat instruksi dari pabrikan sesuai
disinfektan yang dipilih untuk menjaga risiko terhadap
peralatan.
2) Proses DTT dengan cara perebusan dan pengukusan dilakukan
dalam waktu 20 menit dihitung setelah air mendidih atau
sampai terbentuknya uap yang diakibatkan oleh air yang
mendidih. Tidak diperkenankan menambah air atau apapun
apabila proses perebusan atau pengukusan belum selesai.
Catatan: uap air panas pada 100 ᴼC, akan membunuh semua
bakteri, virus, parasit, dan jamur dalam 20 menit.

Gambar. Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi


(DTT) Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes,
2020

Midwifery Update
pg. 108
f. Pemrosesan Peralatan non kritikal
Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan
dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Proses
pencucian, disinfeksi dan pembersihan pada peralatan non kritikal
dengan cara sebagai berikut:
1) Pencucian dilakukan dengan detergen dan air mengalir
kemudian keringkan dengan cara digantung, misalnya manset
tensimeter, dll.
2) Disinfeksi dilakukan dengan alkohol swab 70 %, misalnya
stetoscope, termometer, dll.
3) Pembersihan dilakukan menggunakan kain bersih yang sudah
dilembabkan (disemprot) dengan cairan klorin 0,05 %, gosok
dan lap semua permukaan yang dibersihkan, misalnya
permukaan tempat tidur, meja, dll.

g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril


Penyimpanan instrumen atau peralatan steril dengan benar sangat
penting untuk menjaga tetap steril. Oleh karena itu perlu ditulis
tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluwarsa pada bungkus alat
steril sebelum penyimpanan. Instrumen atau peralatan steril
dikemas dan disimpan di lingkungan yang bersih. Sedangkan
peralatan yang tidak dibungkus dan akan digunakan segera, tidak
perlu disimpan.
Jangka waktu penyimpanan alat steril sebagai berikut:

Sumber: Pedoman Teknis PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Midwifery Update pg. 109


h. Hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan peralatan habis
pakai, sebagai berikut:
1) Pastikan petugas kesehatan pada saat mengelola peralatan
kesehatan bekas pakai menggunakan APD seperti topi,
gaun/apron, masker dan sarung tangan rumah tangga serta
sepatu tertutup atau sepatu boot.
2) Faktor-faktor yang memperngaruhi proses cleaning antara lain
bahan kimia (jenis detergen) yang digunakan, waktu dan suhu
perendaman serta air yang digunakan (idealnya air dengan
kandungan mineral rendah 70-150 mg/ L/ soft water.

i. Alur dekontaminasi peralatan habis pakai.

Sumber: Lampiran Permenkes No. 27 Th 2017

Materi Pokok 6. Pengelolaan Limbah


a. Jenis dan pengertian limbah
1) Berdasarkan jenisnya, limbah di fasilitas pelayanan kesehatan
dibagi atas limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.
2) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas
limbah infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis dan limbah bahan kimia.
3) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan
pasien yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan

Midwifery Update pg. 110


eksresi pasien atau limbah yang berasal dari ruang isolasi pasien
dengan penyakit menular
4) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Limbah
ini dapat berupa kertas-kertas pembungkus atau kantong dan
plastik yang tidak berkontak dengan cairan tubuh atau bahan
infeksius.
5) Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong
atau menusuk kulit seperti jarum suntik, perlengkapan
intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.

b. Pengelolaan limbah infeksius


1) Limbah infeksius dimasukan kedalam tempat yang kuat, tahan
air dan mudah dibersihkan dengan kode infeksius/medis,
didalamnya dipasang kantong berwarna kuning atau jika tidak
memungkinkan maka diberi label infeksius.

Gambar: Contoh tempat limbah


infeksius/tempat sampah dengan kantong plastic kuning
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi
bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

2) Penempatan limbah infeksius diletakkan dekat dengan area


tindakan atau prosedur tindakan yang akan dikerjakan.
3) Limbah infeksius jika sudah menempati ¾ kantong sampah
segera diangkat dan diikat kuat dan tidak boleh dibuka lagi
untuk mengeluarkan isinya guna menghindari risiko penularan

Midwifery Update pg. 111


infeksi, selanjutnya dibawa ke tempat penampungan sementara.
Tempat limbah dicuci dengan menggunakan larutan detergen
atau disinfektan sesuai pengenceran 05%, lalu dikeringkan
selanjutnya dipasangi kembali kantong plastik kuning yang
baru.
4) Limbah infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada
TPS dengan suhu dan lama penyimpanan, sebagai berikut:
 Pada suhu lebih kecil atau sama dengan 0°C (nol derajat
celsius) paling lama 90 (sembilan puluh) hari.
 Jika suhu lebih besar dari 0°C dapat disimpan paling lama 2
(dua) hari.
5) Pembuangan akhir limbah infeksius, dapat dimusnahkan
dengan insenerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Jika
bekerja sama dengan pihak ketiga maka pastikan mereka
memiliki perijinan, fasilitas pengelolaan limbah sesuai dengan
peraturan dan perundang undangan.

c. Pengelolaan Limbah Non Infeksius


1) Limbah non infeksius (non medis) di tempatkan dalam tempat
yang kuat, mudah dibersihkan pada tempat sampah berlabel
limbah non infeksius.
2) Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong
plastik dengan label non infeksius.

Gambar: Contoh tempat limbah non infeksius/tempat sampah dengan


kantong plastic hitam
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

Midwifery Update pg. 112


3) Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan setelah
mencapai ¾ kantong. lalu diikat untuk dibawa ke tempat
penampungan sementara, selanjutnya tempat limbah
dibersihkan dipasangi kantong plastik hitam yang baru.
4) Limbah non infekisus dapat dilakukan recycle dengan
melakukan pembersihan untuk dipergunakan kembali atau
bekerjasama dengan pihak ketiga atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
5) Pembuangan akhir limbah non infeksius dibuang di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak
pemerintah daerah setempat.
d. Pengelolaan Limbah Benda Tajam
1) Semua limbah benda tajam dimasukan kedalam kotak benda
tajam (safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan, berwarna
kuning atau kotak benda tajam yang diberi label limbah benda
tajam

Gambar: Safety box tempat limbah benda tajam


Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

2) Penempatan safety box, pada area yang aman dan mudah


dijangkau atau digantung pada troli tindakan, tidak
menempatkan safety box di lantai.
3) Pembuangan safety box dilakukan setelah kotak terisi 2/3
dengan menutup rapat permukaan lobang box agar jarum tidak
dapat keluar, jika dibuang dengan waktu yang lama maka
penggunaan safety box sesuai ukuran atau sesuai kebijakan

Midwifery Update pg. 113


FASYANKES yang dibuat berdasarkan peraturan perundang
undangan.
4) Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui
pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah
B3 lainnya.

e. Metode Manajemen Limbah


1) Praktik untuk meminimalkan, memisahkan, mengumpulkan,
mengangkut, dan menyimpan limbah layanan kesehatan.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan
minimalisasi limbah yaitu upaya untuk mengurangi jumlah
limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan
(reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur
ulang limbah (recycle).
Proses pengelolaan limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan,
labeling, pengangkutan, penyimpanan hingga
pembuangan/pemusnahan.
 Identifikasi jenis limbah: Secara umum limbah medis dibagi
menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan kategori limbah
medis padat terdiri dari benda tajam, limbah infeksius,
limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung
bertekanan, limbah genotoksik, limbah farmasi, limbah
dengan kandungan logam berat, limbah kimia, dan limbah
radioaktif.
 Pemisahan Limbah
Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan
dengan memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya.
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, antara lain:
- Limbah infeksius: Limbah yang terkontaminasi darah
dan cairan tubuh masukkan kedalam kantong plastik
berwarna kuning.
Contoh: sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan,
organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh, produk
darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit dan
lain-

Midwifery Update pg. 114


lain), diapers dianggap limbah infeksius bila bekas pakai
pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien
dengan infeksi yang di transmisikan lewat darah atau
cairan tubuh lainnya.
- Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak terkontaminasi
darah dan cairan tubuh, masukkan ke dalam kantong
plastik berwarna hitam. Contoh: sampah rumah tangga,
sisa makanan, sampah kantor.
- Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki permukaan
tajam, masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air.
Contoh: jarum, spuit, ujung infus, benda yang
berpermukaan tajam.
- Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair (spoelhoek).
 Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius
berlambang biohazard. Wadah limbah di ruangan:
- Harus tertutup.
- Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki.
- Bersih dan dicuci setiap hari.
- Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat.
- Jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di
ruang tindakan dan wadah tidak boleh diletakkan di
bawah tempat tidur pasien.
- Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh.
 Pengangkutan
- Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus
yang kuat, tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh
tercecer. Petugas harus menggunakan APD yang sesuai
ketika mengangkut limbah.
- Lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, bila
tidak memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah.
 Tempat Penampungan Limbah Sementara
- Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah sebelum
dibawa ke tempat penampungan akhir pembuangan.

Midwifery Update pg. 115


- Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat
dengan kuat.
- Beri label pada kantong plastik limbah.
- Setiap hari limbah diangkat dari TPS minimal 2 kali
sehari.
- Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong
khusus.
- Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
limbah tidak boleh ada yang tercecer.
- Gunakan APD ketika menangani limbah.
- TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh kendaraan,
aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi
kering.

2) Metode pengolahan dan pembuangan akhir yang


direkomendasikan untuk fasilitas layanan kesehatan
 Pengolahan Limbah
- Limbah infeksius dimusnahkan dengan insinerator.
- Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan
akhir (TPA).
- Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insinerator.
Limbah cair dibuang ke spoelhoek.
- Limbah feces, urin, darah dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah (spoelhoek).
 Penanganan Limbah Benda Tajam/Pecahan Kaca
- Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam.
- Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang
tempat.
- Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang
tersedia tahan tusuk dan tahan air dan tidak bisa
dibuka lagi.
- Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
- Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
(recapping).
- Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
Midwifery Update pg. 116
- Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung
tangan rumah tangga.
- Wadah Penampung Limbah Benda Tajam, syarat: Tahan
bocor dan tahan tusukan, harus mempunyai pegangan
yang dapat dijinjing dengan satu tangan, mempunyai
penutup yang tidak dapat dibuka lagi, bentuknya
dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan,
ditutup dan diganti setelah 2/3 bagian terisi dengan
limbah, ditangani bersama limbah medis.

Gambar: wadah tahan tusuk.


Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

Midwifery Update pg. 117


 Pembuangan Benda Tajam Wadah benda tajam merupakan
limbah medis dan harus dimasukkan ke dalam kantong
medis sebelum insinerasi. Idealnya semua benda tajam
dapat diinsinerasi, tetapi bila tidak mungkin dapat dikubur
dan di kaporisasi bersama limbah lain.

Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa


Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

Apapun metode yang digunakan haruslah tidak memberikan


kemungkinan perlukaan.

Bila di Tempat PMB tidak ada fasilitas-fasilitas seperti


incinerator, maka Alternatif pembuangan limbah medis pada
daerah-daerah yang Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan
(DTPK) di mana sulit mengakses layanan pembuangan limbah
medis oleh pihak ketiga, maka limbah dapat dikubur
berdasarkan ketentuan penguburan limbah berbahaya dan
beracun yang tertuang pada Permen LHK No P.56/Menlhk-
Setjen/2015 pasal 25 – 28. Limbah B3 yang dapat ditimbun
adalah limbah patologis dan benda tajam.

Midwifery Update pg. 118


Lokasi penguburan limbah harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Bebas banjir;
b. Berjarak paling rendah 20 m (dua puluh meter) dari sumur
dan/atau perumahan;
c. Kedalaman kuburan paling rendah 1,8 meter;
d. Diberikan pagar pengaman dan papan penanda kuburan
Limbah B3
e. Mengisi kuburan Limbah B3 dengan Limbah B3 paling tinggi
setengah dari jumlah volume total, dan ditutup dengan
kapur dengan ketebalan paling rendah 50 cm sebelum
ditutup dengan tanah
f. Memberikan sekat tanah dengan ketebalan paling rendah 10
cm pada setiap lapisan Limbah B3 yang dikubur
g. Melakukan pencatatan, perawatan, pengamanan, dan
pengawasan terhadap limbah B3 yang dikubur

Materi Pokok 7. Penatalaksanaan Linen


a. Jenis-jenis linen
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen
terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh
lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati.

b. Prinsip-prinsip penatalaksanaan linen


1) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO
penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan
dan distribusi linen harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan
pelayanan.
2) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung
tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
3) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen
terkontaminasi cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari
lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.

Midwifery Update pg. 119


4) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah
kontaminasi ke udara dan petugas yang menangani linen
tersebut. Semua linen kotor segera dibungkus/dimasukkan ke
dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak boleh
disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
5) Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
lainnya harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan
diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi
kebocoran.
6) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan,
spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen
terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius.
Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan
kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
Kantong tidak perlu ganda.
7) Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di
laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih.
8) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi
seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi
disinfektan.
9) Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen
dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan
selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila
dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah
tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas.

Materi Pokok 8. Pengendalian Lingkungan


Pengertian: adalah upaya mengendalikan lingkugan melalui perbaikan
kualitas air, udara dan permukaan lingkungan, serta desain dan
konstruksi bangunan, bertujuan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme dari pasien/pengguna layanan ke petugas atau
sebaliknya akibat pengelolaan dan pengendalian lingkungan yang tidak
sesuai standar PPI.

Midwifery Update pg. 120


a. Air
1) Pengelolaan sistem air bersih
• Penyediaan air bersih harus dikelola dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem
pengalirannya.
• Dilakukan perawatan secara rutin pada tempat
penampungan air karena memiliki risiko tinggi terjadinya
pencemaran atau kontaminasi, misalnya pada tangki utama,
kamar bersalin, dapur gizi, laundry, laboratorium, pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.
• Distribusi air ke ruang-ruang menggunakan sarana
perpipaan dengan tekanan positif.
• Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
• Tersedia air dalam jumlah yang cukup.
2) Persyaratan kesehatan air
• Air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan
dapat diperoleh dari perusahaan air minum, sumber air
tanah, air hujan atau sumber lain namun harus memenuhi
persyaratan kesehatan.
• Air bersih yang dipergunakan harus memenuhi syarat dan
baku mutu sesuai ketentuan perundang undangan yang
berlaku.
• Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, syarat fisik, kimia,
bakteriologis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Sistem pengelolaan limbah cair baik medis dan non medis
• Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
• Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan
dilengkapi penutup dengan bak kontrol untuk menjaga
kemiringan saluran minimal 1%.
• Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah
dari ruang penyelenggaraan makanan disediakan penangkap

Midwifery Update pg. 121


lemak untuk memisahkan dan/atau menyaring
kotoran/lemak.
• Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari
pengelolaan sterilisasi termasuk linen harus memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
• Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
limbah.

b. Ventilasi ruangan
Sistem ventilasi di Fasyankes harus memenuhi persyaratan, sebagai
berikut:
1) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
sistem pengaturan udara yang baik dengan ventilasi natural dan
atau ventilasi mekanik atau buatan sesuai keperluan.
• Sistem ventilasi dengan menggunakan pengaturan mekanik
dimaksudkan untuk mengalirkan udara dalam ruangan
secara paksa dengan menyalurkan atau menyedot udara ke
arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan
negatif. Alat mekanik pengaturan udara dapat berupa:
exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
Pada penggunaan exhaust fan sebaiknya pembuangan
udaranya tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau
tempat orang beraktifitas atau lalu lalang.
 Sistem ventilasi natural adalah sistem pengaturan udara
dengan mengandalkan pintu dan jendela yang terbuka, atau
skylight (bagian atas ruangan yang terbuka) untuk
mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan
sebaliknya. Penggunaan ventilasi alami sebaiknya dengan
menciptakan aliran udara silang (cross ventilation), pastikan
arah angin tidak membahayakan petugas atau pasien lain.

Midwifery Update pg. 122


 Ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi
mekanis dan alami, misalnya dengan pemasangan exhaust
fan untuk meningkatkan tingkat pergantian udara di dalam
kamar.
2) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus terbuat dari
pintu bukaan permanen, terdapat kisi-kisi pada pintu dan
jendela dan atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk
kepentingan ventilasi alami dengan bukaan minimal 15% dari
luas total lantai.
3) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai
fungsi ruang di bangunan Fasyankes minimal 6 -12 x pertukaran
udara per jam sedangkan untuk KM/WC 10 x pertukaran udara
per jam.
4) Penghawaan dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga) elemen
dasar, yaitu:
• Jumlah udara luar berkualitas baik dimana ventilasi harus
dapat mengatur pertukaran udara (air change) sehingga
ruangan tidak terasa panas, tidak terjadi kondensasi uap air
atau lemak pada lantai, dinding, atau langitlangit, masuk
dalam ruang pada waktu tertentu.
• Pada area umum dalam gedung aliran udara seharusnya dari
area bersih ke area terkontaminasi sehingga terjadi
distribusi udara dari luar ke setiap bagian dari ruang dengan
cara yang efisien.
• Setiap ruangan diupayakan agar terjadi proses udara di
dalam ruang bergerak sehingga terjadi pertukaran antara
udara didalam ruang dengan udara dari luar.
5) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran,
perlu memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan,
cuaca, biaya dan kualitas udara.

Midwifery Update pg. 123


c. Konstruksi bangunan
1) Design bangunan
 Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk
mengantisipasi kerusakan apabila terjadi gempa.
 Tata ruang bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi
udara dan pencahayaan.
 Tata letak bangunan (site plan) dan tata ruang dalam
bangunan harus mempertimbangkan zonasi berdasarkan
tingkat risiko penularan penyakit, zonasi berdasarkan
privasi, dan kedekatan hubungan fungsi antar ruang
pelayanan.
 Tinggi rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga
keserasian lingkungan dan pencegahan banjir.
 Aksesibilitas di luar dan di dalam bangunan harus
mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat dan lansia.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap
air, mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak
bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air dan
dianjurkan berwarna terang, pertemuan antara dinding
serta lantai berbentuk melengkung supaya mudah
dibersihkan dan dianjurkan menggunakan vinyl terutama di
ruangan ruang tindakan dan gawat darurat, termasuk ruang
penyimpanan peralatan steril.
 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca tidak mudah
berjamur dan tidak berpori dan pertemuan dinding tidak
bersiku yang dapat menyimpan debu.
 Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang assesoris yang
akan menjadi tempat akumulasi debu dan sulit untuk
dibersihkan, jika diperlukan maka sebaiknya dilapisi oleh
bahan yang datar, mudah dibersihkan (misalnya dilapisi
kaca pada lukisan atau media informasi) dan tidak
menempelkan kertas kertas informasi pada dinding.

Midwifery Update pg. 124


 Komponen langit langit berwarna terang, mudah
dibersihkan dan tidak memiliki lekukan atau berpori
yang dapat menyimpan debu.
2) Persyaratan kehandalan bangunan, harus memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan peraturan dan perundangan.
3) Sistem pencahayaan.
 Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan.
 Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.
 Lampu-lampu yang digunakan diusahakan dari jenis hemat
energi
4) Penataan barang dan lingkungannya, sebagai berikut:
 Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan
tersimpan pada tempatnya.
 Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis
barang misalnya susunan linen, penyimpanan alat
kesehatan, penyimpanan dokumen dan tidak menempatkan
barang steril bersatu dengan barang kotor dalam satu area.
 Berikan jarak antara tempat tidur atau tempat pemeriksaan
pasien jika lebih dari satu orang dalam waktu bersamaan
minimal 1 meter.
 Pastikan bahwa area bersih dan area kotor terpisah dan
berbatas tegas sehingga tidak menimbulkan kontaminasi
dan ketidak nyamanan atau risiko kecelakaan kerja.
 Penempatan tempat limbah di ruangan pelayanan pasien
pada tempat yang aman dan tidak berada di dekat pasien
atau dibawah meja tindakan atau tempat tidur pasien
kecuali pada tindakan sedang berlangsung (selesai tindakan
segera dibersihkan).
 Tidak dianjurkan menggunakan karpet atau menempatkan
bunga hidup atau bunga plastik atau aquarium di ruang
pelayanan pasien kecuali mampu membersihkannya setiap
hari untuk menghidari akumulasi debu atau penyebab
kontaminasi lingkungan.

Midwifery Update pg. 125


 Penggunaan tirai atau gordeng pembatas pasien atau
penutup jendela disarankan menggunakan bahan yang kuat
dan tidak tembus air. Penggunaan tirai jendela jika
memungkinkan dapat menggunakan penghalang yang
dilapisi dengan kaca film supaya mudah dibersihkan dan
terlihat rapi.
 Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan dari
binatang, binatang pengerat atau serangga berada di
ruangan pelayanan pasien.
 Petugas kesehatan yang tinggal di lingkungan fasilitas
kesehatan agar tidak memelihara hewan peliharaan, untuk
menghindari masuk ke fasilitas kesehatan.
5) Pembersihan Lingkungan
 Pastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan membuat,
melaksanakan dan memonitor prosedur rutin untuk
pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat
tidur, peralatan disamping tempat tidur dan pinggirannya,
permukaan yang sering tersentuh.
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan
standar yang ditetapkan oleh masing-masing Fasyankes
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
Disinfektan bertujuan untuk menghalau mikroba patogen
dan menurunkannya secara signifikan di permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan
penyakit. Disinfektan bekerja dengan cara membunuh secara
fisikal dan kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora.
 Pembersihan harus diawali proses disinfeksi, benda dan
permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan
dari bahan organik (ekskresi, sekresi pasien, kotoran).
Pembersihan ditujukan untuk mencegah aerosolisasi dan
menurunkan pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai
pabrik cairan disinfektan, waktu kontak, dan cara
pengencerannya. Pembersihan permukaan lingkungan harus
dilakukan sebelum proses disinfeksi terutama pada area

Midwifery Update pg. 126


yang sering disentuh oleh petugas kesehatan seperti kunci
pintu, tombol lampu, permukaan meja, dll.
 Cairan disinfektan merupakan senyawa kimia yang bersifat
toksik dan memiliki kemampuan membunuh
mikroorganisme yang terpapar secara langsung pada benda
mati (dinding, lantai, permukaan meja dll) misalnya Klorin
0,5 % untuk pembersihan tumpahan darah atau cairan
tubuh atau klorin pengenceran 0.05 % untuk pembersihan
rutin permukaan, detergen atau cairan pemutih (1:99 cc air)
atau Hidrogen Peroksida 8 % untuk pembersihan rutin.
 Pembersihan lingkungan pelayanan kesehatan
menggunakan troli khusus, minimal menggunakan 2 (dua)
buah ember yang memiliki alat pemerasan kain lap pel
secara otomatis tanpa bersentuhan langsung dengan tangan
dan selalu dicuci agar tetap dalam kondisi bersih.
 Petugas kesehatan dalam melakukan pembersihan
lingkungan harus mengenakan APD untuk melindungi dari
risiko terpajan benda-benda infeksius, benda tajam, cairan
infeksius, antara lain dengan menggunakan:
- Sarung tangan karet (rumah tangga);
- Gaun pelindung dan celemek karet; dan
- Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu boot (sepatu
tertutup).
 Prinsip dasar pembersihan lingkungan
- Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang
disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari
atau bila terlihat kotor dan harus dibersihkan kembali
bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien baru
masuk.
- Permukaan meja pemeriksaan pasien, atau peralatan
lainnya yang bersentuhan langsung dengan pasien segera
dibersihkan dan di disinfeksi untuk pemeriksaan pasien
yang berbeda.

Midwifery Update pg. 127


- Semua kain yang akan dipakai sebagai kain pembersih
harus dibasahi dengan air bersih sebelum digunakan
untuk membersihkan debu, jangan menggunakan kain
kering atau dengan sapu karena dapat menimbulkan
aerosolisasi debu.
- Pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
dengan sepatu atau sendal yang kotor (bercampur tanah
atau lumpur) harus membersihkan terlebih dahulu
sebelum masuk (tidak membuka sendal atau sepatu saat
masuk).
- Semua peralatan pembersih harus selalu dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan.
- Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari
peralatan serta perlengkapan yang tidak perlu, sehingga
memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
- Meja pemeriksaan dan peralatan disekitar lingkungan
pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi ISPA harus
dibersihkan dengan disinfektan segera setelah
digunakan.
 Pembersihan tumpahan dan percikan cairan tubuh.
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah,
darah atau eksudat Iuka pada permukaan lantai, dinding
atau tirai pembatas dibersihkan menggunakan spill kit. Spiil
Kit Infekisus, berisi: Topi, sarung tangan, kacamata, masker,
serok dan sapu kecil, cairan detergen, cairan klorin 0,5 %
dan kain perca/tisu/koran bekas, plastik warna kuning.
Contoh Spill Kit

Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Midwifery Update pg. 128


Spill Kit B3, berisi: Topi, sarung tangan, kacamata, masker,
gaun, serok dan sapu kecil, detergen, larutan tertentu
berdasarkan bahan kimianya, dan kain perca/tisu/koran
bekas, plastik warna coklat
 Prosedur pembersihan tumpahan cairan Infeksius, sebagai
berikut:
- Petugas menggunakan APD.
- Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
- Serap cairan yang tumpah dengan kain
perca/handuk/tisu/koran bekas penyerap bersih yang
dapat menyerap sampai bersih kemudian buang ke
kantong warna kuning (kantong infeksius).
- Tuangkan cairan detergen kemudian serap dengan kain
perca/handuk/tisu/koran bekas masukan ke kantong
warna kuning.
- Lanjutkan dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap
dan buang ke kantong warna kuning (kantong infeksius).
 Prosedur pembersihan tumpahan cairan B3, sebagai berikut:
- Petugas menggunakan APD.
- Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.
- Tumpahan bahan kimia: tuangkan air bersih pada
tumpahan, lalu keringkan dengan kertas/koran/kain
perca kemudian masukan ke kantong warna coklat,
tuangkan detergen dan serap/keringkan dengan
kertas/koran/kain perca buang ke kantong warna coklat.
Berikan label B3 pada plastik warna coklat tumpahan
kimia.
Tumpahan reagen: lokalisir area tumpahan dengan
menaburkan Natrium Bicarbonat (Bicnat) sekitar area
tumpahan, kumpulkan bekas resapan kedalam plastik
hitam/coklat, kemudian bersihkan lantai dengan
detergen kemudian serap dan buang ke kantong warna
hitam/coklat. Buang plastik sampah infeksius ke tempat

Midwifery Update pg. 129


penampungan sampah infeksius dan kumpulkan limbah
tumpahan B3 dalam ruang penyimpanan limbah B3.

Tabel: Ringkasan Pembersihan Lingkungan

Sumber: Pedoman Teknis PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Materi Pokok 9. Penyuntikan Yang Aman


Pengertian: Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang
dilakukan dengan mengindahkan prinsip-prinsip penyuntikan yang
benar sejak saat persiapan, penyuntikan obat hingga penanganan alat
alat bekas pakai, sehingga aman untuk pasien dan petugas dari risiko
cedera dan terinfeksi (CDC, 2007).

Tujuan: Menurunkan atau meminimalkan angka kejadian infeksi


(lokal atau sistemik), mencegah cedera, penyebaran penyakit infeksi dari
pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya akibat tindakan
penyuntikan yang tidak sesuai prinsip PPI.
Prinsip penyuntikan yang aman
a. Penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prinsip satu spuit,
satu jenis obat dan satu prosedur penyuntikan.
b. Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan
teknik aseptik, untuk menghindari kontaminasi peralatan
penyuntikan perlu dipersiapkan, sebagai berikut:
 Troli tindakan yang berisi cairan handrub, safety box, bak
instrumen bersih, bengkok penampung limbah sementara, boks

Midwifery Update pg. 130


berisi gunting, plester, tourniquet, transparan dressing atau
kasa steril pada tempatnya dan alkohol swab sekali pakai.
 Nampan untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik
yang sudah disiapkan, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai,
plester dan gunting yang ditempatkan dalam bengkok bersih.
 Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih
dari satu pasien walaupun jarum suntiknya diganti.
 Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai
untuk satu pasien dan satu prosedur.
 Jangan memanipulasi jarum suntik (me-recaping, mematahkan,
menekuk) dan segera buang kedalam safety box jika sudah
dipakai.
 Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk satu kali
pemberian (NaCL, Water For Injection/WFI), Jangan
menggunakan plabot cairan infus atau botol larutan intravena
sebagai sumber cairan pelarut obat yang akan digunakan untuk
banyak pasien.
 Tidak memberikan obat single dose kepada lebih dari satu
pasien atau mencapur obat-obat sisa dari vial atau ampul
untuk pemberian berikutnya.
 Jangan menyimpan botol multi-dosis di area perawatan pasien
langsung. Simpan sesuai rekomendasi pabrikan dan buang jika
sterilitas diragukan. Simpan obat multi-dosis sesuai dengan
rekomendasi pabrikan yang membuat.
 Gunakan sarung tangan bersih jika akan berisiko terpapar darah
atau produk darah, satu sarung tangan untuk satu pasien.

Untuk terlaksanannya penyuntikan yang aman diperlukan tempat


penyimpanan alat dan bahan berupa troli, bak instrumen, alkohol swab.
Minimal tersedia nampan khusus untuk menempatkan bak instrumen
berisi obat suntik, kasa steril dan alkohol swab sekali pakai, plester,
gunting, dan lain- lain.

Midwifery Update pg. 131


Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Materi Pokok 10. Kebersihan Pernapasan atau Etika Batuk


Pengertian Kebersihan pernapasan atau etika batuk adalah tata cara
batuk atau bersin yang baik dan benar sehingga bakteri tidak menyebar
ke udara, tidak mengkontaminasi barang atau benda sekitarnya.
Bertujuan untuk mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas
melalui transmisi airborne dan droplets agar keamanan dan
kenyamanan orang lain tidak terganggu dengan menjaga kebersihan
pernapasan atau menerapkan etika batuk.

Prosedur kebersihan pernapasan atau etika batuk, sebagai berikut:


a. Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan
kebersihan pernapasan/etika batuk apabila mengalami gangguan
pernapasan, batuk, flu atau bersin.
b. Lakukan prosedur kebersihan pernapasan/etika batuk saat anda flu
atau batuk, gunakan masker bedah dengan baik dan benar agar
orang lain tidak tertular.
c. Tidak mengantungkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa
menyebar kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali.
d. Bila tidak tersedia masker bedah, gunakan metode lain untuk
pencegahan dan pengendalian sumber patogen (misalnya, sapu
tangan, tisu, atau lengan atas) saat batuk dan bersin
e. Praktekkan atau lakukan langkah etika batuk yang baik dan benar
sesuai gambar berikut ini.

Midwifery Update pg. 132


Sumber: Workshop PPI di FKTP, Kemenkes, 2020

Materi Pokok 11. Penempatan Pasien


Pengertian: adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah
ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan
transmisi (kontak, udara dan droplet) agar pelayanan berjalan efektif
dan efisien dengan tetap mempertimbangkan aspek keamanan dan
keselamatan pasien dan petugas kesehatan.

Tujuan: mencegah infeksi silang antara pasien, pengunjung dan petugas


akibat penempatan pasien yang tidak sesuai prinsip PPI.

Prinsip penempatan pasien:


a. Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadinya kontaminasi luas
terhadap lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan
keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang
diwaspadai terjadi transmisi melalui udara dan kontak, misalnya :
luka dengan infeksi kuman gram positif, covid, dll
c. Kamar terpisah atau kohorting dengan ventilasi dibuang keluar
dengan exhaust pan ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya:
TB
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne neluas, misalnya pada pasien dengan varicella.

Midwifery Update pg. 133


e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
(anak, gangguan mental).
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan
sistem kohorting (pengelompokan pasien dengan jenis penyakit
yang sama). Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi
maka pasien, petugas dan pengunjung harus menjaga
kewaspadaan standar dan transmisi.

Penempatan pasien di Triase dan ruangan pemeriksaan


a. Penempatan pasien di ruang triase harus diberi jarak minimal 1
meter antara satu pasien dengan yang lainnya.
b. Ruangan pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa pasien
harus berventilasi baik dengan sirkulasi udara minimal 12 ACH (Air
Change Hour) pertukaran udara per jam.

Prosedur penempatan pasien (termasuk penderita pada kasus Covid-


19):
a. Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non
infeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi
penyakit pasien berdasarkan kontak, droplet, airborne sebaiknya
ruangan tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem
cohorting (penggabungan).
d. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya. Penggabungan pasien dalam satu
ruangan untuk pasien yang diisolasi maka harus memperhatikan
jarak antar tempat tidur pasien minimal 1 meter. Ini sangat penting
karena pasien mungkin mengalami penyakit menular lainnya selain
infeksi yang sudah dipastikan.
e. Petugas yang ditugaskan diruang isolasi atau kohort tidak boleh
memberikan pelayanan kepada pasien diruangan lain .

Midwifery Update pg. 134


f. Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat ruang isolasi
atau kohort harus dibatasi seminimal mungkin.
g. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau
lingkungannya seyogyanya dipisahkan tersendiri.
h. Mobilisasi pasien infeksius jenis transmisinya melalui udara agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada
yang lain.
i. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB
dalam satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan
sesama pasien TB.
j. Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien,
tapi bila tak dapat dihindarkan, pastikan bahwa peralatan yang
digunakan kembali didisinfeksi dengan benar sebelum digunakan
pada pasien lain.
k. Lakukan pembersihan berkala dan disinfeksi sesuai kewaspadaan
standar melalui pengelolaan lingkungan di tempat-tempat umum

Materi Pokok 12. Perlindungan Kesehatan Petugas


Pengertian: Terciptanya tatanan kerja di setiap Fasyankes yang
mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan petugas
kesehatan terutama dari risiko pajanan penyakit infeksi serta
penanganan pasca pajanan sebagai orang yang berhadapan langsung
dengan pasien penderita penyakit menular setiap saat atau akibat
terpapar dari lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Bertujuan
untuk melindungi kesehatan dan keselamatan petugas baik tenaga
medis, perawat, bidan maupun petugas penunjang dari risiko pajanan
penyakit infeksi akibat tidak tersedianya sistem perlindungan
kesehatan bagi petugas.

Prosedur perlindungan kesehatan:


a. Semua petugas kesehatan menggunakan APD (sesuai indikasi) saat
memberi pelayanan yang berisiko terjadi paparan darah, produk

Midwifery Update pg. 135


darah, cairan tubuh, bahan infeksius atau bahan berbahaya
lainnya.
b. Petugas kesehatan saat melaksanakan tugas, agar memperhatikan
hal hal sebagai berikut:
1) Segera melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat kerja.
2) Menggunakan baju kerja yang berbeda dengan baju kerja yang
dipakai dari rumah (dianjurkan baju yang dipakai dari rumah
diganti dengan baju kerja saat tiba di fasilitas kesehatan dan
ditukar kembali saat akan pulang kerja), terutama bagi yang
bertugas di unit pelayanan yang berhadapan langsung dengan
pasien atau dengan risiko pajanan tinggi.
3) Tidak menggunakan asesoris di tangan (cincin, gelang, jam
tangan, perwarna kuku, dll), kuku tidak panjang pada saat akan
melakukan tindakan medis.
c. Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan
terutama pada area risiko tinggi (misalnya: ruang TB, ruang VCT,
dll) yang dapat terpapar penyakit menular infeksi sehingga
perlu diberikan imunisasi sesuai risiko paparan pada petugas
yang dihadapi termasuk hasil konsultasi professional kesehatan,
misalnya imunisasi Hepatitis B.
d. Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda
tajam bekas pakai pasien, sebagai berikut:
1) Prosedur pemeriksaan, alur penanganan pasca pajanan dan
pemberian imunisasi.
2) Tersedia obat-obatan terkait penanganan pasca pajanan dan tim
kesehatan yang ditunjuk untuk menangani.
3) Mekanisme pelaporan kejadian.
4) Sistem pendokumentasian kejadian pasca pajanan.
e. Prinsip Penanganan pasca pajanan, sebagai berikut :
1) Bersikap tenang, tidak panik dan melakukan tindakan sesuai
alur pasca pajanan yang telah dibuat oleh Fasyankes.
2) Pembersihan area luka dilakukan dengan air mengalir tanpa
melakukan pemijatan dengan maksud mengeluarkan darah

Midwifery Update pg. 136


(biarkan darah keluar secara pasif) kemudian cuci dengan sabun
dan air mengalir.
3) Percikan yang mengenai mulut, segera ludahkan dan berkumur-
kumur dengan air bersih berulang kali.
4) Percikan yang mengenai mata, segera cuci mata dengan air
mengalir dengan posisi kepala miring kearah area mata yang
terkena percikan.
5) Bila percikan mengenai hidung segera hembuskan keluar dan
bersihkan dengan air mengalir.
6) Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut
sesuai ketentuan yang berlaku.
f. Tersedia sistem atau skema pembiayaan yang disediakan oleh
Fasyankes bagi petugas kesehatan yang memerlukan perawatan
kesehatan pasca pajanan.

Tata laksana paska pajanan, sebagai berikut:


a. Jika tertusuk benda tajam bekas pakai maka:
1) Jangan panik
2) Cuci di bawah air mengalir, biarkan darah yang keluar sebanyak
banyak dan jangan memijit area luka (karena akan membuat
sisa bekas tusukan semakin masuk ke dalam luka, kemudian
obati luka
3) Lapor pada atasan, untuk segera membuat laporan sebagai
bahan upaya pencegahan dan pengobatan di klinik
4) Dilakukan penelusuran jarun bekas pakai pasien dengan tujuan
memastikan apakah betul bekas pakai pasien, dan apakah
pasien terpapar HIV, Hep B atau lainya, jika pasien negatif maka
kasus tidak dilanjutakan petugas diberikan konseling kesehatan,
5) jika pasien positif maka pastikan status petugas (korban) status
HIV, Hep tidak dengan pemeriksaan laboratorium, jika Ya maka
petugas diberikan konseling saja, jika negatif maka diberikan
immunisasi sesuai ketentuan
6) Setelah diberikan immunisasi petugas dilakukan pengawasan 3,
6, 12 bulan atau sesuai standar yang ditetapkan oleh Fasyankes

Midwifery Update pg. 137


b. Jika terpajan cairan tubuh pasien
1) Cuci atau bilas dengan air mengalir sebanyak banyak nya
2) Jika ada luka pada area percikan maka lakukan prosedur diatas.

Materi Pokok 13. Protokol Kesehatan di masa pandemi Covid -19


Manajemen pelayanan kebidanan dalam upaya penerapan protokol
kesehatan dimasa pandemi covid-19 sebagai berikut:
1. Pengaturan alur pelayanan dan triage
Agar upaya pengendalian dan pencegahan infeksi pada masa
pandemi COVID-19/penyakit infeksi emerging lain dapat lebih
efektif dan efisisen, maka pengaturan alur pelayanan dapat dilihat
dalam skema berikut:

Direkomendasikan adanya area triage yang berada diluar gedung


pelayanan dengan prinsip-prinsip aliran udara dan mencegah
pengumpulan orang di area tersebut. Di area triage perlu disiplin
dalam menggunakan masker, jaga jarak setidaknya 1,5 sampai 2
meter (jika tidak memungkinkan maka hendaknya pengunjung
diminta datang sesuai dengan antrian/temu janji melalui
telepon/Whatshapp) serta disediakan sarana untuk mencuci
tangan.

Midwifery Update pg. 138


2. Pelaksanaan Skrining
Skrining adalah penggunaan alat uji sederhada yang dilakukan pada
kelompok individu sehat untuk mengidentifikasi individu yang
memiliki risiko terhadap sebuah penyakit pada kondisi awal,
bahkan idelnya ketika tidak menunjukkan gejala (WHO). Skrening
yang dilakukan saat ini berupa: menggunakan, celklis, Swab antigen
dan PCR, rontgen dan lain- lain.
3. Penolakan Terhadap Skrining
Jika pasien/klien menolak untuk dilakukan skrining hendaknya
diperlakukan sebagai “waspada “ hingga didapatkan hasil
pemerikasaan skrining yang sesuai. Penolakan terhadap skrining
tidak boleh membuat kualitas pelayanan yang diberikan berkurang,
akan tetapi pada kondisi demikian upaya perlindungan nakes perlu
ditingkatkan, lakukan rujukan dan pelaporan ke puskesmas
setempat.

Referensi
- Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Kemkes 2020.
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di
Era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI, 2020
- Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI Dirjen P2MPL Cetakan III, 2010
- Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama Untuk Mencegah Infeksi yang Ditransmisikan Melalui
Udara (AirborneInfection), Kemkes RI Edisi Pertama, September 2014
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Pelayanan Kesehatan,
2017.
- Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri Dalam Menghadapi Wabah Covid-
19, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
2020
- Pedokman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Kemenkes RI, 2020
- Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi
Covid – 19 Bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021

Midwifery Update pg. 139


BAB IV
ETIKOLEGAL DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

A. Deskripsi Singkat
Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang fundamental
dan sangat penting dalam praktik kebidanan, agar senantiasa
menghormati hak dan martabat klien/pasien. Etika profesi dalam
pelayanan kebidanan merupakan landasan bagi bidan dalam
memberikan pelayanan kepada individu, keluarga dan masyarakat,
berdasarkan pertimbangan yang sistematis tentang perilaku baik dan
benar sehingga bidan dapat menunjukkan perilaku etis terhadap
klien/pasien, teman sejawat, masyarakat dan diri sendiri serta profesi
sesuai dengan norma dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu Bidan diharapkan dapat mengembangkan profesionalitas
dalam menyikapi masalah/isu etik.

Sehubungan telah disyahkannya Undang-Undang Kebidanan no 4


tahun 2019, maka penting disosialisasikan undang-undang tersebut
kepada seluruh bidan agar dalam melakukan praktik, bidan mengacu
kepada hukum yang berlaku sehingga mampu memberikan pelayanan
kebidanan secara bertanggungjawab, akuntabel, bermutu dan aman.

Materi ini akan membahas tentang etikolegal dalam pelayanan


kebidanan untuk meningkatkan kapasitas bidan dalam praktik.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu mengatasi masalah/
konflik dan dilemma moral sesuai dengan prinsip etikolegal dalam
praktik kebidanan.

Midwifery Update pg. 140


2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan peserta dapat:
a. Menerapkan konsep dan prinsip etika profesi dalam pelayanan
kebidanan dan Kode Etik Profesi Bidan
b. Melakukan tinjauan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
dalam pelayanan kebidanan terkait praktik bidan
c. Memberikan informasi dan memfasilitasi permintaan
persetujuan (inform choice dan inform consent)
d. Melakukan pencegahan konflik etik atau masalah Etikolegal
dalam praktik kebidanan
e. Memfasilitasi keputusan etis, mengelola konflik atau dilemma
masalah Etikolegal dalam praktik kebidanan

C. Materi Pokok
1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan
2. Peraturan Perundangan terkait Praktik Bidan
3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidan
4. Penanganan Masalah Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik
Kebidanan

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi
Bidan (Aplikasi)
1. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama
diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang
pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan
yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam
pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus
menjaga perkembangan praktek berdasarkan evidence based.
Sehingga di sini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan
tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan
dipahami.
Midwifery Update pg. 141
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang
menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak
terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas adalah sifat
moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik buruk.
Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan
ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan moral atau ilmu
yang membahas tentang moralitas. Moral adalah mengenai apa yang
dinilai seharusnya oleh masyarakat.

Prinsip Etik dan kode etik terdiri dari:


a. Menghargai otonomi
b. Melakukan tindakan yang benar
c. Mencegah tindakan yang merugikan
d. Memperlakukan manusia secara adil
e. Menjelaskan dengan benar
f. Menepati janji yang telah disepakati
g. Menjaga kerahasiaan

2. Kode Etik Profesi


Kode Etik Bidan Indonesia adalah norma-norma yang disepakati
dan ditetapkan oleh Profesi Bidan untuk dipatuhi dan diterapkan
oleh setiap anggota profesi Bidan dalam melaksanakan tugas
profesinya di masyarakat. Menurut Surat Keputusan Kongres XVI
Ikatan Bidan Indonesia No. 010/SKEP/KONGRESXVI/IBI/X/2018
tentang Kode Etik Bidan Indonesia. Bidan memiliki beberapa
kewajiban meliputi:
a. Kewajiban Bidan Terhadap Klien/pasien yaitu:
1) Mengutamakan kepentingan dan hak klien/pasien
2) Berlaku adil, jujur, tidak diskriminatif dan tidak menghakimi
klien/pasien
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
klien/pasien, bahkan juga setelah klien/pasien itu meninggal
dunia kecuali jika diminta kesaksian didepan pengadilan
untuk kepentingan hokum

Midwifery
Update
pg. 142
4) Mendukung hak perempuan dan keluarganya untuk
berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan
5) Memberdayakan perempuan dan keluarga untuk
memecahkan permasalahan kesehatannya termasuk
menyuarakan permasalahan sosial budaya yang
mempengaruhi kesehatan perempuan dan keluarganya.
b. Kewajiban Bidan Terhadap Tugas yaitu:
1) Menghormati hak asasi manusia sejak dalam kandungan.
2) Memberikan pelayanan berkualitas kepada klien/pasien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan
3) Menghormati keragaman budaya setempat dan
meminimalisir praktik budaya yang berbahaya bagi
kesehatan masyarakat
4) Menggunakan ilmu dan teknologi terkini, berbasis bukti
pengetahuan profesional untuk memastikan praktik yang
aman di semua tatanan pelayanan kebidanan.
5) Mendapat persetujuan dari klien/pasien dan atau
keluarganya atas tindakan yang akan dilakukan setelah
memberikan informasi yang jelas serta mendokumentasikan
Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar;
6) Mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, menghargai
dan mendukung proses fisiologis.
7) Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi,
kewenangan, standar profesi, standar pelayanan dan standar
prosedur operasional serta ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Bidan dan Tenaga
Kesehatan Lainnya
1) Menghargai dan menghormati sejawat bidan dan tenaga
kesehatan lainnya.
2) Menjalin hubungan kerja dan komunikasi yang harmonis
berdasarkan prinsip inter-professional collaboration untuk

Midwifery Update pg. 143


memecahkan masalah kesehatan dan menyediakan
pelayanan kesehatan.
d. Kewajiban Bidan Terhadap Profesi
1) Menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
profesi Bidan serta berpegang teguh pada falsafah kebidanan
dalam menjalankan tugas profesi
2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, tidak
dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi atau
golongan yang mengakibatkan hilangnya kebebasan profesi.
3) Mengutamakan kepentingan masyarakat, menekankan pada
aspek promotif dan preventif serta rehabilitatif, tanpa
mengabaikan kuratif sesuai kewenangan dan kebijakan yang
berlaku.
4) Menjaga nama baik dan citra profesi dalam memberikan
pelayanan yang bermutu kepada masyarakat dan/ atau
menjalankan tugas lainnya yang berkaitan dengan profesi
bidan.
5) Mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesional sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
6) Berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
ilmiah lainnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra
profesi.
e. Kewajiban Bidan Terhadap Diri Sendiri
1) Memelihara kesehatan dirinya agar dapat melaksanakan
tugas profesi dengan baik dan benar
2) Mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
berkelanjutan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
serta tetap menjaga nilai-nilai luhur profesi.
3) Berpenampilan baik sesuai dengan tugas profesi; dan
4) Menjaga harkat dan martabat sebagai bidan profesional.
Midwifery Update pg. 144
f. Kewajiban Bidan Terhadap Negara
1) Melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu dan
anak, kespro perempuan dan KB; dan
2) Ikut serta dalam pengembangan kebijakan pemerintah
untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kesehatan ibu dan anak, kespro perempuan dan
KB.

Sebagai pedoman dalam menjalankan praktiknya bidan harus


mengacu pada kode etik bidan secara global, diantaranya
mengenai Tanggung Jawab Profesional Bidan (ICM, Prague, 2014)
1. Bidan wajib menyimpan kerahasiaan informasi klien/pasien
untuk melindungi hak privasi, dan memberikan informasi
kecuali jika diamanatkan oleh hokum
2. Bidan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, dan
bertanggung jawab atas hasil terkait tindakan bidan terhadap
perempuan yang dilayani nya.
3. Bidan dapat memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam
pelayanan jika bertentangan dengan prinsip moralnya; namun,
suara hati personal hendaknya tidak menghalangi perempuan
untuk mendapatkan pelayan- an kesehatan esensial
4. Bidan yang berkeberatan terhadap permintaan layanan yang
diberikan wajib merujuk perempuan ke penyedia lain di mana
layanan tersebut tersedia.
5. Bidan memahami konsekuensi etis dan pelanggaran hak asasi
manusia terhadap kesehatan perempuan dan bayi, dan akan
berusaha untuk menghapuskan pelanggaran.
6. Bidan berpartisipasi dalam pengembangan dan implementasi
kebijakan kesehatan untuk mempromosikan kesehatan semua
perempuan dan keluarganya
Midwifery Update pg. 145
Lafal Sumpah/Janji Bidan
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya:
• Akan mengabdikan ilmu saya dengan jujur dan sejalan dengan
profesi kebidanan
• Akan mengabdikan diri saya dalam pelayanan kebidanan dan
kesehatan tanpa membedakan agama, pangkat, suku dan
bangsa
• Akan menghormati kehidupan manusia sejak pembuahan
• Akan membela hak dan menghargai tradisi budaya dan spiritual
pasien yang dilayani
• Tidak akan menceriterakan kepada siapapun dan menjaga
segala rahasia yang berhubungan dengan tugas saya kecuali
jika diminta pengadilan untuk keperluan kesaksian
• Akan menghormati, membina kerjasama, keutuhan dan
kesetiakawanan dengan teman sejawat
• Akan menjaga martabat dan menghormati keluhuran profesi
dengan terus menerus mengembangkan ilmu kebidanan

Materi Pokok 2. Peraturan Perundang-undangan Terkait Praktik


Bidan
Beberapa dasar hukum terkait praktik kebidanan
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Kebidanan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun
2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual

Midwifery Update pg. 146


6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik

Peraturan Perundang- undangan terkait praktik bidan, yang tercantum


dalam Undang-Undang no 4 tahun 2019 tentang Kebidanan, sejalan
dengan pidato presiden RI dalam Visi Indonesia Sehat dan pesan
kesehatan bahwa titik dimulainya pembangunan sumberdaya manusia,
dimulai dengan menjamin Kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi,
kesehatan balita, kesehatan anak sekolah karena merupakan umur
emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul. Jangan sampai
ada stunting, kematian bayi dan kematian ibu yang meningkat.”

BAB III tentang REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK,


Bagian Kesatu, Registrasi
Pasal 21
1. Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib
memiliki STR.
2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil
kepada Bidan yang memenuhi persyaratan.
3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Memiliki ijazah dari perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan Kebidanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

Midwifery Update pg. 147


d. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
profesi; dan
e. Membuat pernyataan tertulis untuk mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
Pasal 22
1. STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang
setelah memenuhi persyaratan.
2. Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Memiliki STR lama;
b. Memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. Membuat pernyataan tertulis mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi;
e. Telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi;
f. Memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,
pelatihan dan atau kegiatan ilmiah lainnya.
Pasal 23
Konsil harus menerbitkan STR paling lama 3O (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak pengajuan STR diterima.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi
ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l sampai dengan Pasal 23
diatur dalam Peraturan Konsil.
Bagian Kedua tentang Izin Praktik
Pasal 25
1. Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki
izin praktik.
2. lzin praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk SIPB.
3. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh
Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Bidan
menjalankan praktiknya.

Midwifery Update pg. 148


4. Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus menerbitkan SIPB paling lama 15 (lima belas) hari
kerja sejak pengajuan SIPB diterima.
5. Untuk mendapatkan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Bidan harus memiliki:
a. STR yang masih berlaku; dan
b. Tempat praktik.
6. SIPB berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. Bidan berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPB.
Pasal 26
1. Bidan paling banyak mendapatkan 2 (dua) SIPB.
2. SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk:
a. 1 (satu) di Tempat Praktik Mandiri Bidan dan 1 (satu) di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan selain di Tempat Praktik Mandiri
Bidan; atau
b. 2 (dua) Praktik Kebidanan di Fasilitas pelayanan Kesehatan
selain di Tempat Praktik Mandiri Bidan.
Pasal 27
SIPB tidak berlaku apabila:
a. Bidan meninggal dunia;
b. Habis masa berlakunya;
c. Dicabut berdasarkan ketentuan perundang-undangan; atau
d. Atas permintaan sendiri.
Pasal 28
1. Setiap Bidan harus menjalankan Praktik Kebidanan di tempat
praktik yang sesuai dengan SIPB.
2. Bidan yang menjalankan Praktik Kebidanan di tempat praktik yang
tidak sesuai dengan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi administratif berupa:
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan; atau
d. Pencabutan izin.

Midwifery Update pg. 149


BAB VI, Bagian Kedua, Tugas dan Wewenang
Pasal 46
1. Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas
memberikan pelayanan yang meliputi:
a. Pelayanan kesehatan ibu;
b. Pelayanan kesehatan anak;
c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana;
d. Pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang;
dan/atau
e. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
2. Tugas Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan secara bersama atau sendiri.
3. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel.
Pasal 47
1. Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan dapat berperan
sebagai:
a. Pemberi Pelayanan Kebidanan;
b. Pengelola Pelayanan Kebidanan;
c. Penyuluh dan konselor;
d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik;
e. Penggerak peran serta masyarakat dan
pemberdayaan perempuan; dan/atau
f. Peneliti.
2. Peran Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
Bidan dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan sebagaimana
dimaksud diatas harus sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Pasal 49
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu, Bidan
berwenang:
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;

Midwifery Update pg. 150


b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal;
c. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan
menolong persalinan normal;
d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas;
e. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil,
bersalin, nifas, dan rujukan; dan
f. Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta
asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.
Pasal 50
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, Bidan
berwenang:
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita,
dan anak prasekolah;
b. Memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat;
c. Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan
anak prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan
tumbuh kembang, dan rujukan; dan
d. Memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi
baru lahir dilanjutkan dengan rujukan.
Pasal 51
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana, Bidan berwenang
melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan
pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu, pelayanan
kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 sampai
dengan Pasal 51 diatur dengan Peraturan Menteri.

Midwifery Update pg. 151


Pasal 53
Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1)
huruf d terdiri atas:
a. Pelimpahan secara mandat; dan
b. Pelimpahan secara delegatif.
Pasal 54
1. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 huruf a diberikan oleh dokter kepada Bidan sesuai
kompetensinya.
2. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis.
3. Pelimpahan wewenang secara mandat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dengan tanggung jawab berada pada pemberi pelimpahan
wewenang.
Pasal 55
1. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 huruf b diberikan oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah kepada Bidan.
2. Pelimpahan wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah dalam rangka:
a. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu; atau
b. Program pemerintah.
3. Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
Pasal 56
1. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf e merupakan
penugasan pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak
adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain di suatu
wilayah tempat Bidan bertugas.
2. Keadaan tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kesehatan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah.

Midwifery Update pg. 152


3. Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bidan yang
telah mengikuti pelatihan dengan memperhatikan Kompetensi
Bidan.
4. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
5. Dalam rrrenyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/atau organisasi profesi
terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi.
Pasal 57
1. Program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (21
huruf b merupakan penugasan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah untuk melaksanakan program pemerintah.
2. Program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan .
3. Pelaksanaan program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Bidan yang telah mengikuti pelatihan dengan
memperhatikan Kompetensi Bidan.
4. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
5. Dalam menyelenggarakan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat
melibatkan Organisasi Profesi Bidan dan/atau organisasi profesi
terkait yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah terakreditasi
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelimpahan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 59
1. Dalam keadaan gawat darurat untuk pemberian pertolongan
pertama, Bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sesuai dengan kompetensinya.

Midwifery Update pg. 153


2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien/pasien.
3. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan keadaan yang mengancam nyawa Klien/pasien.
4. Keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bidan sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan
keilmuannya.
5. Penanganan keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat l4l dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peratura perundang-undangan.

Materi Pokok 3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam


Praktik Kebidanan
Sebelum membahas tentang Pencegahan Konflik dan Dilema Moral
dalam Praktik Kebidanan, ada beberapa contoh masalah konflik atau
dilema moral dan cara pemecahannya
Lingkup Masalah Contoh Kasus Pemecahan
Perkembangan Bayi Tabung, Donor Sperma, Mencari
Ilmu dan penelitian menggunakan Landasan
Teknologi klien/pasien, Transplantasi organ Hukumnya
tubuh, Teknik reproduksi manusia
Sosial Budaya, Transfusi darah, penggunaan alat Perlu
Agama, kontrasepsi, adopsi anak, sunat Advokasi dan
Kepercayaan perempuan, larangan untuk bumil, Konseling
makanan ibu nifas, ibu yang tepat
menyusui, perkawinan
Tindakan SC, episiotomi, Penggunaan USG, Memerlukan
Medis/Intervensi Vakum/Ekstraksi Forcep, informed
pemeriksaan, pemberian oksitosin, Choice dan
pemberian infus, lama hari rawat, Informed
pengawasan bayi secara intensive, Concent
Skrining penyakit terhadap bayi

Pencegahan konflik etik dan pelanggaran hak-hak klien/pasien dapat


dilakukan dengan cara melakukan informed choice, informed concent,
negosiasi, persuasi dan pembahasan dalam komite etik.
1. Informed Choice
Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya.

Midwifery Update pg. 154


Sebelum meminta persetujuan klien/pasien mengenai tindakan
asuhan yang akan dilakukan, bidan wajib memberi informasi yang
jelas mengenai alternatif pilihan yang ada, beserta manfaat, risiko
yang menyertai, dan kemungkinan hasil dari pilihannya.
Informed Choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang maksud dan tujuan tindakan, pilinan alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
Prognosis/Perkiraan harapan dan kekhawatiran setelah dilakukan
tindakan, termasuk perkiraan biaya yang dibutuhkan.
Pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (consent).
Persetujuan penting dari sudut pandang Bidan, karena itu berkaitan
dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang akan dilakukan oleh Bidan. Sedangkan pilihan
(choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (sebagai
konsumen penerima jasa asuhan Bidan) yang memberikan
gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya.
Peran Bidan tidak hanya membuat keputusan dalam manajemen
asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk
memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Bidan wajib
menanyakan apakah penjelasan yang diberikan sudah dapat
dipahami atau belum. Bila belum, perlu dijelaskan ulang atau beri
kesempatan klien/pasien untuk bertanya.

2. Informed Consent
Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
klien/pasien atau walinya yang berhak untuk dilakukan suatu
tindakan kebidanan terhadap klien/pasien sesudah memperoleh
informasi lengkap dan memahami mengenai tindakan itu. Informed
consent harus dilakukan oleh bidan setiap kali akan melakukan
tindakan medis.
Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan
setelah mendapat informasi secukupnya sehingga setelah
mendapatkan informasi yang diberikan, pasien ataupun walinya

Midwifery Update pg. 155


yang berhak sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan
yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil
keputusan.
Cara pemberian informasi dan permintaan persetujuan ini telah
diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan no 36 tahun 2014,
pasal 68, tentang Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan,
disebutkan bahwa:
(1) Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang
dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup:
a. Tata cara tindakan pelayanan;
b. Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan, baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

3. Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak
yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang
berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah
suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi
formal.

Midwifery Update pg. 156


4. Persuasi
Persuasi adalah komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi
dan meyakinkan orang lain. Melalui persuasi setiap individu
mencoba berusaha mempengaruhi kepercayaan dan harapan orang.

5. Pembahasan dalam Komite Etik.


Komite etik merupakan tata kelola pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien, selain itu melihat kompleksitas pelayanan
kesehatan yang cenderung menimbulkan permasalahan baik antara
klien/pasien/pasien dan/atau tenakes selaku pemberi pelayanan
kesehatan tanggung jawab Komite etik, dapat menjadi penengah
bila terjadi konflik dan menemukan solusi yang dapat di
integrasikan kedalam kebijakan organisasi

Materi Pokok 4. Penanganan Konflik dan dilemma moral dalam


Praktik Kebidanan
Tuntutan berat terhadap tugas bidan adalah selalu berhadapan dengan
sasaran dan target pelayanan kebidanan, KB dan pelayanan kesehatan
masyarakat dengan memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu
pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang telah diterima dan berguna
bagi masyarakat. Konsekuensi logis dari semua itu karena kepercayaan,
sikap, ilmu pengetahuan dan keahlian yang bermanfaat dan diterima
oleh sebuah masyarakat itu senantiasa berubah. Maka untuk
menghadapi masyarakat seperti itu seorang bidan harus bisa
mempersiapkan segenap kemampuan dan keahliannya untuk
menghadapi segala bentuk perubahan.

Proses dinamika masyarakat itulah yang menyebabkan bidan dapat


menjadi agen pembaharu yang mengambil peran besar, dan peran ini
akan dapat dimainkan oleh bidan jika atasannya memang
mendayagunakannya secara optimal. Masalah ketenagaan atau bidan
merupakan masalah besar yang dihadapi para pemimpin instansi
pelayanan kesehatan apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk
mengembangkan sumber daya manusia itu (bidan) terutama pada saat

Midwifery Update pg. 157


bertugas di desa pada lingkungan yang memiliki kebudayaan yang
sangat beragam (Wahyuni, 1996; 158).

Pengambilan Keputusan Etis dalam Pelayanan Kebidanan


Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih
suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Beberapa teori yang
mendasari pertimbangan bidan sebelum bertindak/mengambil
keputusan, diantaranya:
1. Utilitarianisme :
Dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu Tindakan utilitarianisme
adalah tindakan dinilai baik, benar dan tepat berdasarkan
keuntungan/manfaat/efisiensi dari tindakan tersebut. Sedangkan
Aturan utilitarianisme, adalah tindakan dinilai baik, benar jika
dalam aturan yang benar. Baik dan benar tersebut meliputi
kebermanfaatan, benar secara keilmuan, hukum, agama, sosial
budaya.
2. Deontologi :
Tindakan dinilai baik dan benar jika memprioritaskan “ tugas” atau
“kewajiban” tanpa mengindahkan konsekuensinya, dimanapun
tempatnya maupun kemampuan yang dimilikinya, berfokus pada
penyelamatan jiwa, meminimalisir risiko yang mungkin timbul
akibat asuhan yang diberikan.

Memperhatian beberapa teori yang mendasari pertimbangan bidan


sebelum bertindak/mengambil keputusan tersebut maka sebelum
melakukan tindakan, bidan harus:
1. Memprioritaskan tindakan sesuai dengan masalah atau kebutuan
ibu, misalnya untuk penyelamatan jiwa.
2. Memenuhi persyaratan tindakan, mengidentifikasi kontra indikasi
dan indikasi tindakan untuk meminimalisir risiko/efek
samping/dampak yang merugikan klien/pasien
3. Melakukan tindakan didasari keilmuan/landasan ilmiah yang dapat
dibenarkan
4. Memberikan informasi secara adil, jujur dan terbuka

Midwifery Update pg. 158


5. Berlaku adil atau non diskriminatif
6. Mempertimbangkan aturan yang berlaku

Langkah – langkah penanganan masalah konflik dan dilema moral


1. Identifikasi masalah
a. Rumuskan masalah
b. Kaji masalah tersebut : Apakah dapat membahayakan ibu atau
janin atau merugikan bio psiko sosial
2. Kaji pihak-pihak terkait
3. Rencana prioritas tindakan
a. Tindakan segera
b. Tindakan berencana
4. Kaji alasan prioritas tindakan
a. Apakah tindakan untuk keselamatan, keamanan ibu maupun
janin
b. Apakah terkait dengan Sosial, budaya, Agama, Kepercayaan
c. Apakah terkait hasil temuan IPTEK
5. Bedakan posisi dan nilai pribadi dan nilai profesional. Putuskan
tindakan professional
6. Penuhi syarat-syarat melakukan tindakan:
a. Kaji alasan mendasar, ilmiah, rasional, logis.
b. Kaji Keunggulan, kelemahan/risiko, indikasi, kontraindikasi,
alternatif tindakan, syarat tindakan, upaya meminimalisir risiko
c. Kaji kebenaran secara keilmuan, norma budaya, agama, legalitas
d. Pertimbangkan kompetensi dan kewenangan penolong,
ketersediaan fasilitas
e. Pastikan untuk melakukan tindakan mandiri, kolaborasi,
kerjasama, koordinasi dan rujukan
7. Klien/pasien diberikan informasi secara lengkap dan jelas, pastikan
klien/pasien mengerti dengan baik dan benar
8. Sebelum melakukan tindakan, meminta persetujuan klien/pasien
9. Lakukan dengan hati- hati, tepat, cermat, cepat dan cekatan.

Midwifery Update pg. 159


10. Lakukan monitoring dan evaluasi terus menerus serta
ditindaklanjuti segera
Seluruh langkah-langkah tindakan tersebut harus tertulis dalam
dokumen/catatan asuhan/ perkembangan klien/pasien

Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
- Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan
- PP IBI. Etika dan Kode Etik Kebidanan. Jakarta: PP IBI, 2018
- Setiyawati, et.al. Makalah Malpraktik.
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/07/05/makalah-
malpraktek. Diakses: 31 Oktober 2012
- YPKP. Modul Kebidanan: Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep
Asuhan Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2012
- YPKP. Modul Kebidanan: Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2015
- YPKP. Modul Kebidanan: Kesehatan Reproduksi. Jakarta: YPKP, 2006
- Frith.Lucy., Draper.Heather. Ethics and Midwifery, Issues in
Contemporary Practice, Elsevier, Second Edition, 2004
- http://endahdian.wordpress.com/2009/12/21/dilema-etik-moral-
pelayanankebidanan/ Diakses 8 Oktober 2012
- http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/3/Chapter%
2011 .pdf. Diakses 19 Oktober 2012
- http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/4/Chapter%
2011. pdf. Diakses 20 Oktober 2012
- Sampurna, Budi,dkk. Bioetik dan Hukum Kedokteran Pengantar bagi
Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Cetakan Kedua. 2007:Pustaka
Dwipar
- Sweet. Betty R. Tiran, Denise. Mayes Midwifery’ A Textbook for Midwives,
British Library, London, 12th edition

Midwifery Update pg. 160


Lampiran
1. Pedoman Evaluasi Diri Penerapan Etika Dalam Praktik Kebidanan
2. Contoh Kasus

PEDOMAN EVALUASI DIRI PENERAPAN ETIKA DALAM PRAKTIK


KEBIDANAN

Petunjuk Penilaian:
Berikanlah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan penglaman
saudara,
5 = Selalu dilakukan
4 = Sering dilakukan
2 = Jarang dilakukan
1 = Tidak Pernah dilakukan

No. Aspek yang Diamati Skore


1 2 4 5
1. Karakteristik dan Perilaku Bidan
a. Semangat
b. Empati
c. Siap melayani, bekerja sepenuh hati
d. Kompeten, Terampil, Cekatan
e. Disiplin
f. Berkata jujur
g. Penampilan bersih, rapih, sesuai tuntutan
tugas, menarik dan bugar
h. Tanggung Jawab
i. Mengutamakan kepentingan pasien
2. Menghargai otonomi
a. Memberikan penjelasan dengan
menggunakan bahasa yang mudah
dipahami klien/pasien, sebelum meminta
persetujuan, meliputi:
1) Tindakan yang akan diterapkan pada
klien/pasien
2) Tujuan tindakan pelayanan yang akan
dilakukan;
3) Prosedur/Tata cara tindakan pelayanan
4) Prognosis terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
5) Manfaat tindakan yang diperoleh
klien/pasien

Midwifery Update pg. 161


No. Aspek yang Diamati Skore
1 2 4 5
6) Risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi
7) Upaya meminimalisir risiko
8) Alternatif tindakan lain
9) Hak menolak Tindakan
10) Perkiraan biaya yang diperlukan
b. Memberikan pilihan/ konseling
c. Melakukan tindakan sesuai dengan pilihan
pasien
d. Memberikan informed concent (meminta
persetujuan dan ijin tindakan)
e. Mendengarkan keluhan pasien/menjadi
pendengar yang baik
f. Menjaga kontak mata dengan pasien
g. Menghargai keyakinan dan budaya pasien/
kebiasaan/tidak mencela
3. Melakukan tindakan dengan benar
a. Bekerja cermat dan teliti (cek alat, obat,
pasien)
b. Mematuhi Standar Operasional Prosedur
(SOP)
c. Melakukan pengkajian data akurat
d. Membuat diagnosa/rumusan masalah
dengan benar (melakukan triangulasi data)
e. Membuat perencaan asuhan dengan benar
(berdasarkan prioritas: segera, antisipasi
masalah, komprehensif)
f. Melakukan tindakan dengan benar, aman
g. Memaksimalkan kondisi fisiologis/non
intervensi
h. Memperhatikan kebermanfaatan dan
kepuasan pasien
i. Memperhatikan aturan
hukum/kewenangan
j. Bekerja berdasarkan keilmuan
k. Melibatkan pihak-pihak terkait
4. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
a. Memperhatikan indikasi, kontra indikasi
b. Memperhatikan syarat tindakan
c. Meminimalisir risiko tindakan
d. Mempersiapkan pasien sebelum tindakan
e. Berkolaborasi dan Merujuk pasien kepada
ahli secara tepat waktu dan tempat rujukan
f. Mendokumentasikan asuhan secara akurat,
lengkap, sistematis dan mudah diakses
5. Memperlakukan pasien secara adil
a. Memberikan pelayanan kepada siapapun
yang membutuhkan

Midwifery Update pg. 162


No. Aspek yang Diamati Skore
1 2 4 5
b.
Non
jugdmental/menghakimi/menyalahkan
orang lain/tidak mencela orang lain
c. Menghargai perbedaan
d. Memprioritaskan pasien berdasarkan
kebutuhan/kondisi pasien
e. Memberikan kompensasi, jika terpaksa
membuat ketidaknyaman
6. Menepati janji yang telah disepakati
a. Bekerja sesuai dengan pilihan dan
kebutuhan pasien
b. Komitmen/ konsisten
c. Mendampingi pasien terus menerus
didalam ruang pemeriksaan/ tindakan
d. Tidak memberikan janji berlebihan
7. Menjaga Kerahasiaan
a. Menyimpan informasi yang dipercayakan/
kerahasiaan pribadi dan data
b. Menyampaikan informasi terkait tugas
sesuai kepentingan dan tujuan asuhan
c. Menjaga privasi (melakukan pemeriksaan/
tindakan di dalam ruang tertutup
d. Membatasi orang yang tidak
berkepentingan berada di dalam ruang
pemeriksaan/ tindakan
e. Menyimpan dokumen asuhan secara benar
Jumlah Skor

Catatan:
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………

Contoh Kasus
Seorang ibu hamil di Puskesmas, dibawa ke Puskesmas oleh
keluarganya karena tidak sadarkan diri. Setelah diperiksa ternyata ibu
sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ibu tersebut mengalami hamil
yang kedua kalinya, umur kehamilannya 32 minggu, namun janin
masih ada tanda-tanda kehidupan. Tidak ada dokter SPOG, hanya ada
dokter umum dan bidan. Pertanyaan bagaimana sikap bidan?

Midwifery Update pg. 163


Jawaban
Terpaksa dibiarkan janin meninggal dunia, dengan pertimbangan jika
janin dilahirkan melalui SC, bayi memerlukan NICU segera. Daripada
menyakiti ibu yang sudah meninggal dunia maka diputuskan terpaksa
membiarkan janin meninggal dunia bersama ibunya.

Kasus
1. Ny. A, 25 tahun, G1 hamil aterm. Saat datang di Puskesmas,
mengeluh mules2 ingin melahirkan. Pada pemeriksaan, tanda vital
baik, his 3x/10 mnt/25 detik/sedang relaksasi baik. Periksa dalam,
porsio axial, lunak, tebal 1 cm pembukaan 3 cm. Pasien tidak tahan
sakit, dan minta dilakukan operasi sesar. Bagaimana seharusnya
sikap bidan?
2. Seorang ibu 25 thn, G2P1 hamil aterm, riwayat SC 1x, janin
presentasi kepala dan belum inpartu. Ibu ini ingin sekali lahir
pervaginam, dan selama ini ANC di bidan. Bagaimana sikap bidan?
3. Ny. A, 24 tahun, G2P1 hamil aterm. Datang ke rumah bidan jam
17.30 dengan kondisi ketuban pecah, air ketuban jernih, his 3x/10
mnt/sedang. Pada periksa dalam didapatkan, pembukaan 4 cm
teraba bokong di H1. Bidan berusaha untuk observasi dan
menolong persalinan Ny. A. Bagaimana sikap bidan seharusnya?
4. Bagaimana saudara menyikapi ibu yang tidak ingin menggunakan
kontrasepsi tetapi tidak ingin hamil/
5. Seorang ibu hamil yang ke 3, ketika dilakukan pemeriksaan diduga
janinnya mengalami Down Syndrome, ibu termasuk keluarga
kurang beruntung, ibu telah mempunyai 2 orang anak yang masih
balita
6. Ibu membawa bayinya yang baru dilahirkan 1 minggu yang lalu,
meminta bayinya untuk di sunat
7. Sepasang remaja datang kepada saudara, mengaku baru saja
melakukan hubungan intim

Diskusikan contoh- contoh kasus tersebut, ditinjau dari aspek etikolegal


Midwifery Update pg. 164
BAB V
UPDATING PELAYANAN ANTENATAL TERPADU

A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang pelayanan Antenatal Terpadu

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami pelayanan
antenatal komprehensif dan berkualitas.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
a. Menjelaskan situasi kesehatan Ibu dan Bayi di Indonesia
b. Menjelaskan kebijakan pelayanan ANC di Indonesia
c. Menjelaskan konsep pelayanan antenatal terpadu, termasuk
konseling kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan
pemberian ASI;
d. Menjelaskan pelayanan ANC terpadu, deteksi dini kelainan/
penyakit/ gangguan yang diderita ibu hamil dan tatalaksana
terhadap kelainan/ penyakit/ gangguan pada ibu hamil sedini
mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.

C. Materi Pokok
1. Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi diIndonesia
2. Standar pelayanan ANC
3. Pelayanan ANC Terpadu
4. Pelayanan ANC Masa Pandemi Covid-19
5. Pemanfaatan Buku KIA

Midwifery Update pg. 165


D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Situasi Kesehatan Ibu Dan Bayi Di Indonesia
Kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah
besar, sehingga pelayanan kesehatan ibu dan anak menjadi prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Angka Kematian
Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu
indikator derajat kesehatan.

AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 305 per 100.000


Kelahiran Hidup (Supas, 2015), masih merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara, sekitar 12 kali lebih tinggi daripada Thailand (25 per
100.000 Kelahiran Hidup). Bila dihitung secara absolut, jumlah
kematian ibu di Indonesia sebanyak 14.640 ibu, namun saat ini yang
tercatat dan dilaporkan baru 4.999 ibu meninggal; sehingga masih
sekitar 9.641 kematian ibu yang tidak tercatat. Kondisi ini
mengisyaratkan perlunya upaya yang lebih agar dapat mencapai target
global SDG untuk menurunkan AKI menjadi 183 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2024 dan kurang dari 70 kematian per100.000
kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk mencapai target tahun
2024 diperlukan paling tidak penurunan kematian ibu sebesar 5.5%
per tahun dan untuk mencapai target SDGs diperlukan penurunan
kematian ibu sebanyak 9.5% per tahun sejak 2015

Penyebab utama kematian langsung terbanyak terjadi


dikarenakan gangguan hipertensi dalam kehamilan (33,1%) dan
pendarahan obstetric saat masa nifas (27,3%) yang sebenarnya
dapat dideteksi saat ANC (SRS, 2016). Kejadian kematian ibu
ditemukan sebanyak 78% di Rumah Sakit, 15,6% di Rumah 4,1% di
perjalanan menuju RS/Fasyankes, 2,5% di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya (SRS, 2016). Sedangkan, penyebab kematian pada
kelompok perinatal disebabkan oleh komplikasi intrapartum sebanyak
28,3% dan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 19% (SRS,
2016).

Midwifery Update pg. 166


Ini menggambarkan bahwa faktor kondisi ibu sebelum dan selama
kehamilan sangat menentukan keberhasilan persalinan untuk ibu dan
bayi yang dilahirkan. Perdarahan pada pasca persalinan berkaitan
dengan anemia pada saat remaja dan saat hamil. Berdasarkan Riskedas
2008, terdapat peningkatan kasus yang cukup signifikan terkait anemia
pada ibu hamil dari 37,1% pada tahun 2013 menjadi 48,9% pada tahun
2018. Ibu hamil dengan anemia berisiko melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah. Data pada Riskesdas tahun 2018, proporsi balita gizi
buruk, stunting, dan gemuk mengalami penurunan dibandingkan tahun
2013. Proporsi balita gizi buruk sebelumnya 5,7% menjadi 3,9%; balita
stunting sebelumnya 37,2% menjadi 30,8%; dan balita gemuk
sebelumnya 11,9% menjadi 8,0%.

Pada Pandemi Covid-19 di Indonesia, berdasarkan data Gugus Tugas


Percepatan Penanganan Covid-19 September 2020, terdapat 4,9% ibu hamil
terkonfirmasi positif COVID-19 terkonfirmasi yang memiliki data kondisi
penyerta. Data ini menunjukkan bahwa ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru
lahir juga merupakan sasaran yang rentan terhadap infeksi COVID-19 dan kondisi
ini dikhawatirkan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru
lahir.

Dalam situasi pandemi COVID-19 ini, banyak pembatasan hampir ke semua


layanan rutin termasuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Seperti ibu
hamil menjadi enggan ke puskesmas atau fasiltas pelayanan kesehatan lainnya karena
takut tertular, adanya anjuran menunda pemeriksaan kehamilan dan kelas ibu
hamil, serta adanya ketidaksiapan layanan dari segi tenaga dan sarana prasarana
termasuk Alat Pelindung Diri. Hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir menjadi salah satu layanan yang terkena dampak, baik secara akses
maupun kualitas. Saat ini bangsa Indonesia harus memulai adaptasi kebiasaan
baru agar tetap dapat hidup sehat dalam situasi pandemi COVID-19. Adaptasi kebiasaan
baru harus dilakukan agar masyarakat dapat melakukan kegiatan sehari-hari
sehingga dapat terhindar dari COVID-19. Dengan adaptasi kebiasaan baru
diharapkan hak masyarakat terhadap kesehatan dasar dapat tetap terpenuhi.

Midwifery Update pg. 167


Pelayanan antenatal termasuk Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Tingkat Kabupaten/Kota di bidang kesehatan sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 4 tahun 2019 yang pencapaiannya diwajibkan 100%.
Pelayanan ANC juga menjadi indikator penting dalam memastikan
eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 52 tahun 2017. Penyelenggaraan
eliminasi tersebut dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan,
surveilans kesehatan, deteksi dini, dan atau penanganan kasus. Deteksi
dini dilakukan dengan rapid diagnostic test (RDT) pada ibu hamil paling
sedikit satu kali pada masa kehamilan di pelayanan kesehatan yang
memiliki standar diagnostik tersebut. Berdasarkan data rutin P2 tahun
2019 dari 1.643.204 ibu hamil diskrining Hepatitis B, diperoleh ibu
hamil yang reaktif HbSAg sejumlah 30.965 orang (1.88%).

Tuberkulosis maternal berhubungan dengan peningkatan risiko


abortus spontan, mortalitas perinatal dan berat badan lahir rendah.
Pada 5-10% kasus TB pada wanita hamil dapat terjadi TB diseminata
yang berisiko menularkan ke janin (TB kongenital). Penelitian Kings
college London tahun 2014-2016, memeriksa kesehatan jiwa 545 ibu
hamil dengan hasil yang diperoleh bahwa satu dari empat (4) ibu hamil
(11%) mengalami masalah kesehatan jiwa selama kehamilan.
Penelitian yang dilakukan Profesor Howard ini dipublikasikan di
British Jurnal Psychiatry bertujuan untuk mewujudkan kesadaran dan
membuktikan bahwa pemeriksaan kesehatan jiwa ibu hamil penting
dilaksanakan.

Integrasi pelayanan ANC juga melibatkan lintas program seperti


Pencenggahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (Tuberkulosis,
Malaria, IMS dan Kecacingan), Penyakit Tidak Menular (DM, Hipertensi,
Jiwa dan Jantung), Gizi serta beberapa program lokal dan
spesifik lainnya. Pelayanan ANC juga mewajibkan penggunaan nomor e-
KTP atau NIK menjadi nomor identitas tunggal seperti diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan
Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
Midwifery Update pg. 168
Pelayanan ANC mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap
untuk hamil, melahirkan dan menjaga agar lingkungan sekitar mampu
melindungi bayi dari infeksi. Dokter dan bidan mampu melaksanakan
ANC yang berkualitas serta melakukan deteksi dini (skrining),
menegakkan diagnosis, melakukan tatalaksana dan rujukan sehingga
dapat berkontribusi dalam upaya penurunan kematian maternal dan
neonatal.

Pada tahun 2016 WHO mengeluarkan rekomendasi pelayanan


antenatal yang bertujuan untuk memberikan pengalaman hamil dan
melahirkan yang positif (positive pregnancy experience) bagi para ibu
serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas ibu dan anak yang
disebut sebagai 2016 WHO ANC Model. Inti dari 2016 WHO ANC Model
ini adalah pemberian layanan medis, pemberian informasi yang relevan
dan tepat waktu serta pemberian dukungan emosional. Semua ini
diberikan oleh petugas kesehatan yang kompeten secara klinis dan
memiliki keterampilan interpersonal yang baik kepada ibu hamil
selama proses kehamilan. Salah satu rekomendasi dari WHO adalah
pada ibu hamil normal ANC minimal dilakukan 8x, setelah dilakukan
adaptasi dengan profesi dan program terkait, disepakati di Indonesia,
ANC dilakukan minimal 6 kali dengan minimal kontak dengan dokter 2
kali untuk skrining faktor risiko/komplikasi kehamilan di trimester 1
dan skrining faktor risiko persalinan 1x di trimester 3.

Berdasarkan beberapa fakta diatas, upaya pelayanan dan program


kesehatan ibu bayi, dan balita difokuskan pada peningkatan
aksesibilitas serta kualitas pelayanan terkait dengan berbagai faktor
risiko yang menjadi penyebab utama kematian ibu, bayi dan balita.
Untuk mengatasi masalah tersebut telah dilakukan upaya mendekatkan
jangkauan pelayanan dalam kesehatan ibu dan anak melalui kegiatan
prioritas “Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga” (PIS-
PK) dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
diselenggarakan melalui Pendekatan Keluarga yang keberhasilannya
diukur dengan 12 Indikator Keluarga Sehat.

Midwifery Update pg. 169


Dalam pencapaian 12 indikator PIS-PK, pelayanan kebidanan
berkontribusi minimal pada 5 dari 12 indikator Keluarga Sehat, yaitu
(1) Keluarga mengikuti KB, (2) Ibu bersalin di fasilitas pelayanan
kesehatan,
(3) Bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, (4) Bayi diberi ASI
Eksklusif selama 6 bulan, dan (5) Memantau pertumbuhan Balita setiap
bulan. Kontribusi Pelayanan kebidanan dengan pendekatan keluarga
yang baik akan meningkatkan capaian SPM kabupaten/kota. Untuk
mendukung PIS-PK telah dilakukan upaya mendekatkan jangkauan
pelayanan kebidanan kepada keluarga/masyarakat dengan
menempatkan bidan pada Poskesdes/Polindes disetiap desa.

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki peran


dalam penurunan AKI dan AKB, serta menyiapkan generasi penerus
masa depan yang berkualitas dengan memberikan pelayanan
kebidanan yang bermutu, berkesinambungan dan paripurna, bagi
ibu dan anak diantaranya meliputi pelayanan kesehatan pada masa
sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan, bayi baru lahir, bayi, anak
balita, dan anak pra sekolah, pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan, serta pelayanan keluarga berencana yang berfokus pada
aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling,
promosi persalinan normal, dengan berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan perempuan, serta melakukan deteksi dini, pertolongan
pertama pada kegawatdaruratan, stabilisasi pada kasus
kegawatdaruratan maternal neonatal dan rujukan yang aman.

Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan kegiatan dan/atau


serangkaian kegiatan berupa asuhan kebidanan yang merupakan
bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan secara mandiri, kolaborasi (interprofesional health provider
collaboration), dan/atau rujukan dilaksanakan oleh tenaga bidan yang
kompeten, memegang teguh falsafah kebidanan, dilandasi oleh etika
dan kode etik, standar profesi, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional serta didukung sarana dan prasarana yang
terstandar.
Midwifery Update pg. 170
Pelayanan kesehatan pada ibu hamil tidak dapat dipisahkan dengan
pelayanan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan kesehatan bayi
baru lahir. Kualitas pelayanan antenatal yang diberikan akan
mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janinnya, ibu bersalin dan bayi
baru lahir serta ibu nifas untuk mewujudkan generasi yang berkualitas.

Materi Pokok 2. Standar Pelayanan ANC


Dalam upaya mewujudkan visi dan misi Presiden-Wakil Presiden
yang tertuang dalam Nawa Cita, Pemerintah telah mencanangkan
Program Indonesia Sehat melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS) dan Pendekatan Keluarga.

Implementasi Program Indonesia Sehat lebih fokus pada Standar


Pelayanan Minimal (Permenkes No. 4 tahun 2019) tentang SPM bidang
kesehatan menggunakan pendekatan keluarga mengacu pada
Permenkes No. 39 tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga/ PIS-PK) dan Pelibatan lintas sektor dan
seluruh aktor pembangunan termasuk masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
mengacu pada Inpres no. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah untuk pemenuhan hak


dasar setiap warga negara untuk setiap kelompok umur dengan
pencapaian 100%. Setiap keluarga akan menjadi sasaran untuk SPM,
dan salah satu SPM adalah Pelayanan ANC sesuai Standar. PIS-PK
merupakan upaya pro aktif dari tenaga kesehatan Puskesmas dalam
menjangkau seluruh keluarga untuk meningkatkan promotif, preventif
dan deteksi dini. Sedangkan Germas merupakan dukungan lintas sektor
dalam upaya mendukung peningkatan derajat kesehatan keluarga
antara lain melalui Rumah Desa Sehat (RDS), Usaha Kesehatan
Sekolah/Madrasah (UKS/M), Usaha Kesehatan Kerja (UKK).

Midwifery Update pg. 171


SPM TERKAIT KESEHATAN KELUARGA
PP 2/ 2018 TENTANG SPM BIDANG KESEHATAN
PERMENKES NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEKNIS PEMENUHAN MUTU PELAYANAN DASAR PADA SPM BIDANG KESEHATAN

NO PERNYATAAN STANDAR NO PERNYATAAN STANDAR


8 Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
1 Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai
standar.
Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
2 Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai 9
standar.
3 Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai stand
standar.
4 Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. 10

Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar.


5 Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar. Setiap orang berisiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar.
11
6 Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
12
7 Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.

Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar.
Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten/Kota wajib memberikan
pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar kepada semua ibu hamil
di wilayah kerja kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu satu
tahun.

Pelayanan antenatal sesuai standar:


a. Minimal 4 kali selama kehamilan sesuai jadwal
b. Dilakukan oleh tenaga kebidanan dan atau tenaga medis yang
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)
c. Memenuhi kriteria minimal 10 T
d. Di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) milik pemerintah
maupun swasta

Definisi Pelayanan Antenatal Terpadu


Pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang diberikan
kepada semua ibu hamil sejak terjadinya masa konsepsi hingga
sebelum mulainya proses persalinan.

Midwifery Update pg. 172


Tujuan Pelayanan Antenatal Terpadu
Tujuan umum:
Memenuhi hak setiap ibu hamil untuk memperoleh pelayanan antenatal
yang komprehensif dan berkualitas sehingga ibu hamil dapat
menjalani kehamilan dan persalinan dengan pengalaman yang
bersifat positif serta melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.
Pengalaman yang bersifat positif adalah pengalaman yang
menyenangkan dan memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi ibu
hamil dalam menjalankan perannya sebagai perempuan, istri dan ibu.

Tujuan khusus:
a. Memberikan pelayanan antenatal terpadu, termasuk konseling
kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI,
b. Pemberian dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan keadaan
ibu hamil pada setiap kontak dengan tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik.
c. Menyediakan kesempatan bagi seluruh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu 8 kali selama masa
kehamilan.
d. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin.
e. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita
ibu hamil.
f. Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada
ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.

Pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil


minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada
trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada
trimester ketiga yang dilakukan oleh tenaga kebidanan dan atau tenaga
medis yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR).

Midwifery Update pg. 173


Indikator
1. Kunjungan pertama (K1)
K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik, untuk
mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar.
Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trimester
pertama, sebaiknya sebelum minggu ke 8. Kontak pertama dapat
dibagi menjadi K1 murni dan K1 akses. K1 murni adalah kontak
pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan pada kurun waktu
trimester 1 kehamilan. Sedangkan K1 akses adalah kontak pertama
ibu hamil dengan tenaga kesehatan pada usia kehamilan berapapun.
Ibu hamil seharusnya melakukan K1 murni, sehingga apabila
terdapat komplikasi atau faktor risiko dapat ditemukan dan
ditangani sedini mungkin

2. Kunjungan ke-4 (K4)


K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan pelayanan
antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar selama
kehamilannya minimal 4 kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada
trimester pertama (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua
(>12minggu -24 minggu), dan 2 kali pada trimester ketiga (>24
minggu sampai dengan kelahiran). Kunjungan antenatal bisa lebih
dari 4 kali sesuai kebutuhan (jika ada keluhan, penyakit atau
gangguan kehamilan).

3. Kunjungan ke-6 (K6)


K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan
pelayanan antenatal terpadu dan komprehensif sesuai standar
selama kehamilannya minimal 6 kali selama kehamilannya
dengan distribusi waktu: 2 kali pada trimester kesatu (0-12
minggu), 1 kali pada trimester kedua (>12minggu - 24 minggu),
dan 3 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan
kelahiran), dimana
Midwifery Update pg. 174
minimal 2 kali ibu hamil harus kontak dengan dokter (1 kali di
trimester 1 dan 1 kali di trimester 3). Kunjungan antenatal bisa
lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan,
penyakit atau gangguan kehamilan. Jika kehamilan sudah
mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk untuk diputuskan
terminasi kehamilannya.

Pemeriksaan dokter pada ibu hamil dilakukan saat:


Kunjungan 1 di trimester 1 (satu) dengan usia kehamilan kurang
dari 12 minggu atau dari kontak pertama
Dokter melakukan skrining kemungkinan adanya faktor risiko
kehamilan atau penyakit penyerta pada ibu hamil termasuk
didalamnya pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Apabila saat K1 ibu
hamil datang ke bidan, maka bidan tetap melakukan ANC sesuai
standar, kemudian merujuk ke dokter.

Kunjungan 5 di trimester 3
Dokter melakukan perencanaan persalinan, skrining faktor risiko
persalinan termasuk pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan rujukan
terencana bila diperlukan.

Dalam Permenkes No. 97 tahun 2014, dinyatakan bahwa Pelayanan


Antenatal adalah Pelayanan kesehatan terhadap kehamilan yang
diberikan kepada ibu hamil oleh tenaga kesehatan profesional yang
bertujuan untuk memberikan kesehatan optimal bagi ibu dan bayi
selama kehamilan.

Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada


ibu hamil dengan memenuhi kriteria minimal 10 T. Pelayanan antenatal
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) milik
pemerintah maupun swasta yang meliputi Puskesmas dan jaringannya
(Pustu), Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB), Klinik Pratama, Klinik
Utama, Klinik Bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, Rumah Sakit
milik Pemerintah maupun Swasta (Sesuai PP No. 47 tahun 2016
tentang
Midwifery Update pg. 175
Fasyankes dan Permenkes No. 28 tahun 2017 Bidan Praktik Mandiri
berubah menjadi Tempat Praktik Mandiri Bidan (TPMB)

Materi Pokok 3. Konsep Pelayanan ANC Terpadu


Dalam pelayanan antenatal terpadu, Bidan harus mampu melakukan
deteksi dini masalah gizi, faktor risiko, komplikasi kebidanan, gangguan
jiwa, penyakit menular dan tidak menular yang dialami ibu hamil serta
melakukan tata laksana secara adekuat sehingga ibu hamil siap untuk
menjalani persalinan bersih dan aman.

Kerangka Konsep Pelayanan ANC Terpadu

Masalah yang mungkin dialami ibu hamil antara lain:


1. Masalah gizi: anemia, KEK, obesitas, kenaikan berat badan tidak
sesuai standar
2. Faktor risiko: usia ibu ≤ 16 tahun, usia ibu ≥ 35 tahun, anak terkecil
≤ 2 tahun, hamil pertama ≥ 4 tahun, interval kehamilan > 10 tahun,
persalinan ≥ 4 kali, gemeli/ kehamilan ganda, kelainan letak dan
posisi janin, kelainan besar janin, riwayat obstetrik jelek
(keguguran/ gagal kehamilan), komplikasi pada persalinan yang
lalu (riwayat vakum/ forsep, perdarahan pascapersalinan dan atau
transfusi), riwayat bedah sesar, hipertensi, kehamilan lebih dari 40
minggu

Midwifery Update pg. 176


3. Komplikasi kebidanan: ketuban pecah dini, perdarahan
pervaginam, hipertensi dalam kehamilan/ pre eklampsia/
eklampsia, ancaman persalinan prematur, distosia, plasenta previa.
4. Penyakit tidak menular: Hipertensi, diabetes mellitus, Thalasemia,
kelainan jantung, ginjal, asma, kanker, epilepsi.
5. Penyakit menular: HIV, sifilis, hepatitis, malaria, TB, demam
berdarah, tifus abdominalis.
6. Masalah kejiwaan: depresi, gangguan kecemasan, psikosis,
skizofrenia.

Pelayanan Antenatal Terpadu adalah pelayanan antenatal


komprehensif dan berkualitas yang diberikan oleh Bidan dengan
keterampilan klinis dan interpersonal yang cukup kepada semua ibu
hamil dengan cara:
1. Menyediakan kesempatan bagi seluruh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu pada saat dibutuhkan
2. Melakukan pemeriksaan antenatal pada setiap kontak
3. Memberikan konseling kesehatan dan gizi ibu hamil, KB dan
pemberian ASI
4. Memberikan dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan
kebutuhan/keadaan ibu hamil serta membantu ibu hamil agar tetap
dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman selama masa
kehamilan dan menyusui.
5. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin.
6. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita
ibu hamil.
7. Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada
ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.
8. Mempersiapkan persalinan yang bersih dan aman.
9. Melakukan rencana antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan
rujukan jika terjadi penyulit/komplikasi pada proses persalinan.
10. Melakukan tatalaksana kasus serta rujukan tepat waktu pada kasus
kegawat daruratan maternal neonatal.

Midwifery
Update
pg. 177
11. Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan
dan gizi ibu hamil, mempersiapkan persalinan dan kesiagaan
apabila terjadi komplikasi.

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus


Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar (10T) terdiri
dari:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin.
Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama
kehamilan atau kurang dari 1 kilogram setiap bulannya
menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan
untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan
ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko untuk terjadinya
CPD (Cephalo Pelvic Disproportion)
2. Ukur Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah
≥ 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi
disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau
proteinuria)
3. Nilai status Gizi (Ukur lingkar lengan atas /LILA)
Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama oleh tenaga
kesehatan di trimester I untuk skrining ibu hamilberisiko KEK.
Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami
kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa
bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan
KEK akan dapat melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
4. Ukur Tinggi fundus uteri
Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak
dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin.

Midwifery
Update
pg. 178
Standar pengukuran menggunakan pita pengukursetelah kehamilan
24 minggu
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III
bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk
ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada
masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang
dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
6. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan,
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil
diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu
hamil, disesuai dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil
minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan
perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status
imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi.
7. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat
tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90
tablet selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama.
8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan
laboratorium rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin
darah, protein urine, dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/
epidemi (malaria, IMS, HIV, dll). Sementara pemeriksaan
laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang

Midwifery Update pg. 179


dilakukan atas indikasi pada ibu hamil yang melakukan kunjungan
antenatal.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal
tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk
mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk
mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu
diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar Hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan
minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada
trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui
ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama
kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang janin dalam kandungan. Pemeriksaan
kadar hemoglobin darah ibu hamil pada trimester kedua
dilakukan atas indikasi.
c. Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini
ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil.
Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya pre-
eklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah.
Ibu hamil yang dicurigai menderita diabetes melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya
minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester
kedua, dan sekali pada trimester ketiga.
e. Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak
pertama. Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

Midwifery Update pg. 180


f. Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi
dan ibu hamil yang diduga menderita sifilis. Pemeriksaaan sifilis
sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
g. Pemeriksaan HIV
Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan
tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada
pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan
antenatal atau menjelang persalinan. Di daerah epidemi HIV
rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan
diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara
inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat
pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.Teknik
penawaran ini disebut Provider Initiated Testing and
Councelling (PITC) atau Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan
Kesehatan dan Konseling (TIPK).
h. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai
menderita tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi
tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.
Selain pemeriksaaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.
Mengingat kasus perdarahan dan preeklamsi/eklamsi merupakan
penyebab utama kematian ibu, maka diperlukan pemeriksaan
dengan menggunakan alat deteksi risiko ibu hamil oleh bidan
termasuk bidan desa meliputi alat pemeriksaan laboratorium rutin
(golongan darah, Hb), alat pemeriksaan laboratorium khusus
(gluko- protein urin), dan tes hamil.
9. Tatalaksana/ penanganan Kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil
pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada
ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan
kewenangan

Midwifery
Update
pg. 181
bidan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai
dengan sistem rujukan.
10. Temu wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan
antenatal yang meliputi :
a. Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya
secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil
agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10
jam per hari) dan tidak bekerja berat.
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan
selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan,
mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok
gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah
raga ringan.
c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga
terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau
masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi,
transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting
apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar
segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
d. Tanda bahaya pada khamilan, persalinan dan nifas serta
kesiapan menghadapi komplikasi
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya
baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya
perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan
berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda
bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan
ke tenaga kesehtan kesehatan.

Midwifery Update pg. 182


e. Asupan gizi seimbang
Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan
makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal
ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat
kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet
tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia pada
kehamilannya.
f. Gejala penyakit menular dan tidak menular.
Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit
menular dan penyakit tidak menular karena dapat
mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.
g. Penawaran untuk melakukan tes HIV dan Konseling di daerah
Epidemi meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil dengan IMS
dan TB di daerah epidemic rendah.
Setiap ibu hamil ditawarkan untuk dilakukan tes HIV dan segera
diberikan informasi mengenai resiko penularan HIV dari ibu ke
janinnya. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dilakukan
konseling Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).
Bagi ibu hamil yang negatif diberikan penjelasan untuk menjaga
tetap HIV negatif diberikan penjelasan untuk menjaga HIV
negative selama hamil, menyusui dan seterusnya.
h. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI ekslusif
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada
bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat
kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian
ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.
i. KB paska persalinan
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB
setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu
punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan
keluarga.

Midwifery Update pg. 183


j. Imunisasi
Setiap ibu hamil harus mempunyai status imunisasi (T) yang
masih memberikan perlindungan untuk mencegah ibu dan bayi
mengalami tetanus neonatorum.
Setiap ibu hamil minimal mempunyai status imunisasi T2 agar
terlindungi terhadap infeksi tetanus.
k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain
booster)
Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan
dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi
auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster)
secara bersamaan pada periode kehamilan.

Materi Pokok 4. Pelayanan ANC Pada Masa Pandemi Covid-19 dan


Adaptasi Kebiasaan Baru
Rekomendasi Utama untuk Tenaga Kesehatan yang Menangani Pasien
COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
a. Penggunaan APD sesuai standar dan tetap lakukan protokol
kesehatan pencegahan penularan COVID-19.
b. Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan airborne.
Untuk itu perlu dijaga agar proses penularan ini tidak terjadi pada
tenaga kesehatan dan pasien.
c. Jaga jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan
d. Segera menginfokan kepada tenaga penanggung jawab infeksi di
tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil yang
telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek.
e. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable,
atau suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi
airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas pelayanan
kesehatan yang sudah siap/ sebagai pusat rujukan pasien COVID-
19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien harus sesegera
mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas ruangan khusus
tersebut.

Midwifery Update pg. 184


Bila ada pemeriksaan membuka mulut atau yang menimbulkan aerosol,
gunakan masker N95.

Pelayanan antenatal pada Ibu Hamil dengan Suspek Covid-19


(Antenatal Care/ANC) pada kehamilan normal minimal 6x dengan rincian 2x di
Trimester 1, 1x di Trimester 2, dan 3x di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa oleh
dokter saat kunjungan 1 di Trimester 1 dan saat kunjungan ke 5 di Trimester 3.

ANC ke-1 di Trimester 1: skrining faktor risiko dilakukan oleh Dokter dengan
menerapkan protokol kesehatan. Jika ibu datang pertama kali ke bidan, bidan tetap
melakukan pelayanan antenatal seperti biasa, kemudian ibu dirujuk ke dokter
untuk dilakukan skrining. Sebelum ibu melakukan kunjungan antenatal secara
tatap muka, dilakukan janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui
media komunikasi (telepon)/ secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala
COVID-19.
a. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika
sulit untuk mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test.
Pemeriksaan skrining faktor risiko kehamilan dilakukan di RS Rujukan,
b. Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan skrining oleh Dokter di
FKTP.

Midwifery Update pg. 185


ANC ke-2 di Trimester 1, ANC ke-3 di Trimester 2, ANC ke-4 di Trimester 3,
dan ANC ke-6 di Trimester 3:
Dilakukan tindak lanjut sesuai hasil skrining. Tatap muka didahului dengan janji
temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui media komunikasi
(telepon)/secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala COVID-19.
a. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika sulit
mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test.
b. Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan pelayanan antenatal di
FKTP.

ANC ke-5 di Trimester 3


Skrining faktor risiko persalinan dilakukan oleh Dokter dengan menerapkan protokol
kesehatan. Skrining dilakukan untuk menetapkan :
a. Faktor risiko persalinan,
b. Menentukan tempat persalinan, dan
c. Menentukan apakah diperlukan rujukan terencana atau tidak.

Tatap muka didahului dengan janji temu/teleregistrasi dengan skrining


anamnesa melalui media komunikasi (telepon)/secara daring untuk mencari
faktor risiko dan gejala COVID-19. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS
untuk dilakukan swab atau jika sulit mengakses RS Rujukan maka dilakukan
Rapid Test.
1) Rujukan terencana diperuntukkan bagi:
 Ibu dengan faktor risiko persalinan.
Ibu dirujuk ke RS untuk tatalaksana risiko atau komplikasi persalinan.
Skrining COVID-19 dilakukan di RS alur pelayanan di RS

 Ibu dengan faktor risiko COVID-19. Skrining faktor risiko persalinan


dilakukan di RS Rujukan.
Jika tidak ada faktor risiko yang membutuhkan rujukan terencana, pelayanan
antenatal selanjutnya dapat dilakukan di FKTP.
2) Janji temu/teleregistrasi adalah pendaftaran ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk
melakukan pemeriksaan antenatal, nifas, dan kunjungan bayi baru lahir
melalui media komunikasi (telepon/SMS/WA) atau secara daring. Saat

Midwifery Update pg. 186


melakukan janji temu/teleregistrasi, petugas harus menanyakan tanda, gejala,
dan faktor risiko COVID-19 serta menekankan pemakaian masker bagi pasien
saat datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3) Skrining faktor risiko (penyakit menular, penyakit tidak menular, psikologis
kejiwaan, dll) termasuk pemeriksaan USG oleh Dokter pada Trimester 1
dilakukan sesuai Pedoman ANC Terpadu dan Buku KIA.
 Jika tidak ditemukan faktor risiko, maka pemeriksaan kehamilan ke 2, 3,
4, dan 6 dapat dilakukan di FKTP oleh Bidan atau Dokter. Demikian pula
untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang bisa ditangani oleh Dokter di
FKTP.
 Jika ditemukan ada faktor risiko yang tidak dapat ditangani oleh Dokter di
FKTP, maka dilakukan rujukan sesuai dengan hasil skrining untuk dilakukan
tatalaksana secara komprehensif (kemungkinan juga dibutuhkan penanganan
spesialistik selain oleh Dokter Sp.OG)
4) Pada ibu hamil dengan kontak erat, suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19, pemeriksaan USG ditunda sampai ada rekomendasi dari episode
isolasinya berakhir. Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko
tinggi.
5) Ibu hamil diminta mempelajari dan menerapkan buku KIA dalam
kehidupan sehari-hari.
 Mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika ada keluhan atau
tanda bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
 Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya.
Jika terdapat risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), seperti
mual-muntah hebat, perdarahan banyak, gerakan janin berkurang,
ketuban pecah, nyeri kepala hebat, tekanan darah tinggi, kontraksi
berulang, dan kejang atau ibu hamil dengan penyakit diabetes mellitus
gestasional, pre eklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan
ibu hamil dengan penyakit penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk,
maka ibu harus memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah
usia kehamilan 28 minggu, hitunglahgerakan janin secara mandiri (minimal
10 gerakan dalam 2 jam). Jika 2 jam pertama gerakan janin belum mencapai

Midwifery Update pg. 187


10 gerakan, dapat diulang pemantauan 2 jam berikutnya sampai
maksimal dilakukan hal tersebut selama 6x (dalam 12 jam). Bila belum
mencapai 10 gerakan selama 12 jam, ibu harus segera datang ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan untuk memastikan kesejahteraan janin.
 Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan dengan
mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri
dan tetap melakukan aktivitas fisik berupa senam ibu hamil/
yoga/pilates/peregangan secara mandiri di rumah agar ibu tetap bugar dan
sehat.
Ibu hamil tetap minum Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai dosis yang
diberikan oleh tenaga kesehatan.
6) Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi ibu hamil dengan status suspek,
probable, atau terkonfirmasi positif COVID-19 dilakukan dengan
pertimbangan dokter yang merawat.
7) Pada ibu hamil suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, saat
pelayanan antenatal mulai diberikan KIE mengenai pilihan IMD, rawat gabung,
dan menyusui agar pada saat persalinan sudah memiliki pemahaman dan
keputusan untuk perawatan bayinya.
8) Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan
perjalanan ke luar negeri atau ke daerah dengan transmisi lokal/ zona merah
(risiko tinggi) dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang
dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan
terutama dalam 14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran COVID-
19 yang luas.

Gold standard diagnosis COVID-19 adalah swab nasofaring dan orofaring. Apabila
tidak dapat dilakukan swab di FKTP, bisa diganti dengan metode skrining lain,
yaitu gejala klinis, riwayat kontak/perjalanan, rapid test, dan darah lengkap.

Midwifery Update pg. 188


Alur Pelayanan ANC pada masa Pandemi

Materi Pokok 5. Pelayanan ANC Terpadu


1. Menyediakan kesempatan bagi seluruh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu pada saat
dibutuhkan.
Pelayanan antenatal terpadu diberikan pada saat petugas kesehatan
kontak dengan ibu hamil. Kontak dalam hal ini didefinisikan sebagai
saat petugas kesehatan ibu hamil di fasilitas pelayanan kesehatan
maupun saat di dalam sebuah komunitas/lingkungan. Kontak
sebaiknya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga ibu
hamil mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan komprehensif.

Kontak 6 kali
a. Pada trimester I, dilakukan 2 kali kontak, pada trimester II
dilakukan 1 kali kontak, pada trimester III dilakukan 3 kali
kontak
b. Kontak dengan dokter umum dilakukan 1 kali pada trimester I
untuk skrining kesehatan ibu dan 1 kali pada trimester ke-3
c. Jika kehamilan sudah mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk
untuk diputuskan terminasi kehamilannya

Midwifery Update pg. 189


2. Melakukan pemeriksaan antenatal, konseling dan memberikan
dukungan sosial pada setiap kontak
Pemeriksaan antenatal dan konseling yang dilakukan pada 6 kali
kontak adalah:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik Umum
c. Pemeriksaan Obstetrik dan Ginekologik
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Imunisasi dan Suplementasi
f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi

Apabila saat kunjungan antenatal dengan dokter tidak ditemukan


faktor risiko maupun komplikasi, kunjungan antenatal selanjutnya
dapat dilakukan oleh Bidan. Kunjungan antenatal yang dilakukan
oleh Bidan adalah kunjungan ke-2 di trimester 1, kunjungan ke-3
di trimester 2 dan kunjungan ke-4 dan 6 di trimester 3. Bidan
melakukan pemeriksaan antenatal, konseling dan memberikan
dukungan sosial pada saat kontak dengan ibu hamil.

Pemeriksaan antenatal dan konseling yang dilakukan adalah:


a. Anamnesis: kondisi umum, keluhan saat ini.
 Kondisi umum, keluhan saat ini
 Tanda-tanda penting yang terkait masalah kehamilan:
mual/muntah, demam, sakit kepala, perdarahan, sesak
nafas, keputihan, dll
 Gerakan janin
 Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP)
selama kehamilan
 Riwayat kekerasan terhadap perempuan (KtP)
selama kehamilan
 Perencanaan persalinan (tempat persalinan,
transportasi, calon pendonor darah,
pembiayaan, pendamping persalinan, dll)
 Pemantauan konsumsi tablet tambah darah

Midwifery Update pg. 190


 Pola makan ibu hamil
 Pilihan rencana kontrasepsi, dll
b. Pemeriksaan fisik umum
 Pemantauan berat badan
 Pemantauan tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
frekuensi nafas
 Pemantauan LiLA pada ibu hamil KEK
c. Pemeriksaan terkait kehamilan
 Pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU)
 Pemeriksaan leopold
 Pemeriksaan denyut jantung janin
d. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan hemoglobin darah
pada ibu hamil anemi, pemeriksaan glukoproeinuri
e. Pemberian imunisasi Td sesuai hasil skrining
f. Suplementasi tablet Fe dan kalsium
g. Komunikasi, informasi, edukasi dan konseling:
 Perilaku hidup bersih dan sehat
 Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas
 Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K)
 Peran suami dan keluarga dalam kehamilan dan
perencanaan persalinan
 Asupan gizi seimbang
 KB paska persalinan
 IMD dan pemberian ASI ekslusif
 Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain
Booster)

Untuk meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu


hamil dianjurkan memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan
nutrisi pengungkitt otak (brain booster) secara bersamaan pada
periode kehamilan.

Midwifery Update pg. 191


Bidan harus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi
ibu hamil (menggunakan grafik evaluasi kehamilan dan grafik
peningkatan berat badan, terlampir). Apabila hasil pemantauan
dan evaluasi melewati garis batas grafik, ibu hamil harus
dikonsultasikan ke dokter.
Indikasi merujuk ke dokter dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
a. Riwayat kehamilan dahulu
1) Riwayat perdarahan pada kehamilan/persalinan/nifas
2) Riwayat hipertensi pada kehamilan/nifas
3) Riwayat IUFD/stillbirth
4) Riwayat kehamilan kembar
5) Riwayat keguguran > 3x berturut-turut
6) Riwayat kehamilan sungsang/letak lintang/letak oblik
7) Riwayat kematian janin/perinatal
8) Riwayat persalinan dengan SC, dan lain- lain
b. Riwayat medis
1) Riwayat penyakit tidak menular (jantung, hipertensi, diabetes
mellitus, ginjal, alergi makanan/obat, autoimun,
talasemia/gangguan hematologi lain, epilepsi, dll)
2) Riwayat penyakit menular (HIV, Sifilis/IMS lainya, Hepatitis
B, TB, malaria, tifoid, dll)
3) Riwayat masalah kejiwaan, dll
c. Riwayat kehamilan sekarang
1) Muntah berlebihan sampai tidak bisa makan dan minum
2) Perdarahan
3) Nyeri perut hebat
4) Pusing/sakit kepala berat
5) Demam lebih dari 2 hari
6) Keluar cairan berlebihan dan berbau dari vagina
7) Batuk lama lebih dari 2 minggu atau kontak
erat/serumah dengan penderita tuberkolosis
8) Gerakan janin berkurang atau tidak terasa (mulai kehamilan
20 minggu)

Midwifery Update pg. 192


9) Perubahan perilaku: gelisah, menarik diri, bicara sendiri,
tidak mau mandi
10) Kekerasan fisik
11) Gigi dan mulut: gigi berlubang, gusi mudah berdarah, gusi
bengkak, dll

3. Mendeteksi secara dini kelainan/ penyakit/ gangguan yang


diderita ibu hamil dan melakukan tatalaksana terhadap
kelainan/ penyakit/ gangguan pada ibu hamil sedini mungkin
atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
a. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Anemia dan KEK)
Asupan zat gizi untuk bayi di dalam kandungan berasal dari
persediaan zat gizi di dalam tubuh ibunya. Oleh karena itu
sangat penting bagi calon ibu hamil untuk mempunyai status
gizi yang baik sebelum memasuki kehamilannya, misalnya tidak
kurus dan tidak anemia, untuk memastikan cadangan zat gizi
ibu hamil mencukupi untuk kebutuhan janinnya. Saat hamil,
salah satu indikator apakah janin mendapatkan asupan
makanan yang cukup adalah melalui pemantauan adekuat
tidaknya pertambahan berat badan (BB) ibu selama
kehamilannya (PBBH). Bila PBBH tidak adekuat, janin berisiko
tidak mendapatkan asupan yang sesuai dengan kebutuhannya,
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembanganya didalam kandungan. Ibu yang saat memasuki
kehamilannya kurus dan ditambah dengan PBBH yang tidak
adekuat, berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

PBBH yang optimal berbeda-beda sesuai dengan status gizi


Ibu yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum
hamil atau pada saat memasuki trimester pertama seperti
dijelaskan pada tabel dibawah ini. Semakin kurus seorang Ibu,
semakin besar target PBBH-nya untuk menjamin ketercukupan
kebutuhan gizi janin.

Midwifery Update pg. 193


Tabel 5.1 Peningkatan Berat Badan Selama
Kehamilan yang Direkomendasikan sesuai IMT
IMT pra hamil Kenaikan BB total selama kehamilan (kg) Laju kenaikan BB pada trimester III
(kg/m2) (rentang rerata kg/minggu)

Gizi Kurang / KEK (<18.5) 12.71 — 18.16 0.45 (0.45 — 0.59)


Normal (18.5 - 24.9) 11.35 — 15.89 0.45 (0.36 — 0.45)

Kelebihan BB (25.0-29.9) 6.81 — 11.35 0.27 (0.23 — 0.32)

Obes (30.0) 4.99 — 9.08 0.23 (0.18 — 0.27)

Adapun cara menghitung IMT adalah dengan membagi besaran


Berat Badan (BB) dalam kilogram (kg) dengan Tinggi Badan
(TB) dalam meter (m) kuadrat sesuai formula berikut:

1) Gizi seimbang pada ibu hamil


Gizi seimbang pada ibu hamil sangat perlu diperhatikan
karena ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk
dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan
janinnya. Ibu hamil harus mengonsumsi beraneka ragam
makanan dengan jumlah dan proporsi yang seimbang. Pesan
gizi seimbang yang khusus untuk ibu hamil, antara lain:
 Biasakan mengonsumsi aneka ragam makanan yang
lebih banyak. Ibu hamil perlu mengonsumsi aneka ragam
makanan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
energi, protein dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral).
Kebutuhan zat gizi yang meningkat selama kehamilan,
antara lain:
- Protein
Untuk pertumbuhan janin dan untuk
mempertahankan kesehatan ibu. Ibu hamil sangat
dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber
protein hewani seperti ikan, susu dan telur.
- Zat Besi

Midwifery Update pg. 194


Zat besi merupakan unsur penting dalam
pembentukan hemoglobin pada sel darah merah.
Kekurangan hemoglobin disebut anemia atau dapat
membahayakan kesehatan ibu dan bayi seperti BBLR,
perdarahan dan peningkatan risiko kematian.
Makanan sumber zat besi yang sangat baik
dikonsumsi ibu hamil yaitu Ikan, daging, hati dan
tempe. Ibu hamil juga perlu mengonsumsi satu Tablet
Tambah Darah (TTD) per hari selama kehamilan dan
dilanjutkan selama masa nifas.
- Asam Folat
Untuk pembentukan sel dan sistem saraf termasuk
sel darah merah. Sayuran hijau seperti bayam dan
kacang-kacangan banyak mengandung asam folat
yang sangat diperlukan pada masa kehamilan.
- Vitamin
Buah berwarna merupakan sumber vitamin yang
baik bagi tubuh dan buah yang berserat karena dapat
melancarkan buang air besar sehingga mengurangi
risiko sembelit pada ibu hamil.
- Kalsium
Untuk mengganti cadangan kalsium ibu yang
digunakan untuk pembentukan jaringan baru pada
janin. Apabila konsumsi kalsium tidak mencukupi
maka akan berakibat meningkatkan risiko ibu
mengalami komplikasi yang disebut keracunan
kehamilan (pre eklampsia). Selain itu ibu akan
mengalami pengeroposan tulang dan gigi. Sumber
kalsium yang baik adalah sayuran hijau, kacang–
kacangan dan ikan teri serta susu.
- Iodium
Iodium merupakan bagian hormon tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) yang berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Sumber

Midwifery Update pg. 195


iodium yang baik adalah makanan laut seperti ikan,
udang, kerang, rumput laut. Setiap memasak
diharuskan menggunakan garam beriodium.
Untuk mengatasi “Hiperemesis Gravidarum” (rasa
mual dan muntah berlebihan), ibu hamil dianjurkan
untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering, makan
secara tidak berlebihan dan hindari makanan
berlemak serta makanan berbumbu tajam
(merangsang).
 Batasi mengonsumsi makanan yang mengandung garam
tinggi
Pembatasan konsumsi garam dapat mencegah hipertensi
selama kehamilan. Hipertensi selama kehamilan akan
meningkatkan risiko kematian janin, terlepasnya
plasenta, serta gangguan pertumbuhan.
 Minum air putih yang lebih banyak
Air merupakan sumber cairan yang paling baik dan
berfungsi untuk membantu pencernaan, mengatur
keseimbangan asam basa tubuh, dan mengatur suhu
tubuh. Kebutuhan air selama kehamilan meningkat agar
dapat mendukung sirkulasi janin, produksi cairan
amnion dan meningkatnya volume darah. Ibu hamil
memerlukan asupan air minum sekitar 2-3 liter perhari
(8 – 12 gelas sehari).
 Batasi minum kopi
Kafein bila dikonsumsi oleh ibu hamil akan mempunyai
efek diuretik dan stimulans. Oleh karenanya bila ibu
hamil minum kopi sebagai sumber utama kafein yang
tidak terkontrol, akan mengalami peningkatan buang air
kecil (BAK) yang akan berakibat dehidrasi, tekanan
darah meningkat dan detak jantung juga akan
meningkat.
Pangan sumber kafein lainnya adalah coklat, teh dan
minuman suplemen energi. Satu botol minuman
suplemen energi mengandung kafein setara dengan 1 – 2

Midwifery
Update
pg. 196
cangkir kopi. Disamping mengandung kafein, kopi juga
mengandung inhibitor (zat yang mengganggu
penyerapan zat besi) Konsumsi kafein pada ibu hamil
juga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan janin, karena metabolisme janin belum
sempurna.
Walaupun the National Institute of Health USA (1993)
merekomendasikan konsumsi kafein bagi ibu hamil yang
aman adalah 150-250 mg/hari atau 2 (dua) cangkir
kopi/hari, namun dianjurkan kepada ibu hamil, “selama
kehamilan ibu harus bijak dalam mengonsumsi kafein,
batasi dalam batas aman yaitu paling banyak 2 cangkir
kopi/hari atau hindari sama sekali karena dalam kopi
tidak ada kandungan zat gizi.

2) Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada Ibu Hamil


Ibu hamil rentan menderita anemia karena adanya
peningkatan volume darah selama kehamilan untuk
pembentukan plasenta, janin dan cadangan zat besi dalam
ASI. Kadar Hb pada ibu hamil menurun pada trimester I dan
terendah pada trimester II, selanjutnya meningkat kembali
pada trimester III. Penurunan kadar Hb pada ibu hamil yang
menderita anemia sedang dan berat akan mengakibatkan
peningkatan risiko persalinan, peningkatan kematian anak
dan infeksi penyakit.
Upaya pencegahan anemia gizi besi pada ibu hamil
dilakukan dengan memberikan 1 tablet setiap hari selama
kehamilan minimal 90 tablet, dimulai sedini mungkin dan
dilanjutkan sampai masa nifas.

Midwifery
Update
pg. 197
Tabel 5.2 Rekomendasi WHO tentang
Pengelompokan
Anemia (g/dL) Berdasarkan Umur
Anemia
Popula Tidak Anemia Ringan Sedang Berat
si
Anak 6-59 bulan 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Anak 5-11 tahun 11,5 11,0 – 11,4 8,0 – 10,9 < 8,0
Anak 12-14 tahun 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
WUS tidak hamil 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Ibu hamil 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Laki-laki 15 tahun 13 11,0 – 12,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Sumber : WHO, 2012

Catatan:
 Di daerah endemis malaria, selain upaya yang dilakukan
untuk mencegah dan mengobati malaria, juga harus tetap
disediakan TTD. Pemberian TTD pada ibu hamil yang
pernah menderita malaria perlu dimonitor secara
periodik.
 Ibu hamil yang menderita kecacingan tetap diberi TTD
disamping pemberian obat cacing. Biasanya ibu hamil
dengan kecacingan akan menderita anemia sedang, maka
pemberian TTD dapat mencegah terjadinya anemia
menjadi lebih berat.

3) Penanggulangan Kekurangan Energi Kronik pada Ibu Hamil


Penanggulangan ibu hamil KEK seharusnya dimulai sejak
sebelum hamil bahkan sejak usia remaja putri. Upaya
penanggulangan tersebut membutuhkan koordinasi lintas
program dan perlu dukungan lintas sektor, organisasi
profesi, tokoh masyarakat, LSM dan institusi lainnya.

Midwifery Update pg. 198


Alur pelayanan gizi pada ibu hamil secara umum
dapat dilihat dalam gambar berikut:

Penyediaan makan pada ibu hamil KEK diawali dengan


perhitungan kebutuhan, pemberian diet (termasuk
komposisi zat gizi, bentuk makanan, dan frekuensi
pemberian dalam sehari). Ibu hamil KEK perlu penambahan
energi sebesar 500 kkal yang dapat berupa pemberian
makanan tambahan (PMT) berbasis pangan lokal, PMT
pabrikan atau minuman padat gizi.

b. HIV, Sifilis/IMS Lain dan Hepatitis B


Penularan vertikal HIV, Sifilis, Hepatitis B dan IMS lainnya
dapat terjadi dari ibu ke bayi yang dikandungnya selama dalam
kandungan, persalinan dan menyusui. Upaya kesehatan
masyarakat untuk mencegah penularan ini dimulai dengan
skrining pada ibu hamil terhadap HIV,Sifilis dan Hepatitis B
pada saat pemeriksan antenatal pertama pada trimester
pertama.

Tes skrining menggunakan tes cepat (rapid tes) HIV, tes


cepat sifilis (TP rapid) dan tes cepat HBsAg. Tes cepat ini relatif
murah, sederhana dan tanpa memerlukan keahlian khusus
sehingga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (pemberi
layanan langsung/bidan). Skrining HIV, sifilis dan hepatitis B
pada ibu hamil dilaksanakan secara bersamaan dalam paket

Midwifery Update pg. 199


pelayanan antenatal terpadu. Secara program nasional upaya
pengendalian terhadap ketiga penyakit infeksi menular
langsung ini disebut Program Pencegahan Penularan HIV, Sifilis
dan hepatitis B dari Ibu ke Anak (PPIA) dengan tujuan eliminasi
penularan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52
Tahun 2017 tentang Eliminasi Penularan HIV Sifilis dan
Hepatitis B dari Ibu ke Anak.

Kebijakan dalam pelaksanaan PPIA diintegrasikan dalam


layanan KIA sebagai berikut:
1) PPIA merupakan bagian dari program nasional
pengendalian HIV, IMS, Hepatitis B dan prgram kesehatan
ibu dan anak.
2) Pelaksanaan kegiata PPIA diintegrasikan pada layanan KIA,
Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan remaja di setiap
jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara
bertahap dn melibatkan peran non pemerintah, LSM dan
komunitas.
3) Setiap tperempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan
remaja mendapat layanan kesehatan diberi informasi
tentang PPIA.
4) Di setiap jenjang pelayanan KIA, tenaga kesehatan di fsilitas
pelayanan kesehatan wajib melakukan tes HIV, Sifilis dan
hepatitis B kepada semua ibu hamil minimal
5) 1 kali sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium rutin
pada waktu pemeriksaan antenatal pada kunjungan 1 (K1)
hingga menjelang persalinan. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan pada kunjungan pertama trimester 1.
6) Setiap kabupaten kota wajib melakukan orientasi bagi
tenaga kesehatan klinis/kebidanan agar FKTP dan
FKRTL mampu melakukan skrining tes HIV, Sifilis dan
Hepatitis B, karena skrining HIV merupakan SPM
kesehatan kabupaten kota dan pelaksanaan tesnya sama
mudahnya antara HIV, Sifilis & Hepatitis B yaitu
menggunakan rapid tes (tes cepat).Dalam hal FKTP dan
Midwifery Update pg. 200
jaringannya belum mampu maka:
 Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan yang memadai;
 Melakukan on the job training bagi tenaga kesehatan
(pemberi pelayanan kesehatan langsung);
 Pelimpahan wewenang kepada tenaga kesehatan lain
yang terlatih dengan Surat Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan setempat.
7) Setiap ibu hamil yang positif HIV, atau Sifilis atau
Hepatitis B wajib diberikan tatalaksana sesuai standar
meliputi pemberian terapi, pertolongan persalinan di
fasilitas pelayanan keshatan, konseling menyusui dan
konseling KB.
8) Perencanaan ketersediaan logistik (obat dan reagen)
dilaksanakan secara berjenjang mulai dari Puskesmas,
Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sampai Provinsi dan berkoordinasi dengan Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian
Kesehatan.
9) Pencatatan valid berdasarkan nomor induk
kependudukan (NIK), NKK dan domisili (PP
40/2019 psl 30, Permenkes 31/2019).
10) Monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan teknis
serta umpan balik PPIA sebagai upaya kesehatan
masyarakat.

Midwifery Update pg. 201


Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan
No.GK/MENKES/001/I/2013, tentang Layanan Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), maka disepakati 4 prong
dalam Program PPIA:
 Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi
 Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu
dengan HIV

Midwifery Update pg. 202


 Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang dikandungnya
 Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan
kepada ibu dengan HIV beserta bayi & keluarganya

Pada daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi: tes HIV dan


sifilis dilakukan untuk semua ibu hamil bersamaan dgn pem
rutin lainnya pada layanan antenatal Terintegrasi, di setiap
kunjungan, mulai K1 hingga menjelang persalinan. Sedangkan
pada daerah epidemi rendah: tes HIV dan sifilis dilakukan untuk
ibu hamil dengan indikasi adanya perilaku berisiko,
keluhan/gejala IMS atau infeksi oportunistik (khususnya TBC),
bersama pemeriksaan rutin lainnya pada layanan antenatal
terintegrasi, di setiap kunjungan mulai K1 hingga menjelang
persalinan.

Perempuan yang memerlukan layanan PPIA dapat memperoleh di


rumah sakit yang menjadi pusat layanan HIV. Saat ini obat
antiretroviral lini 1 sudah tersedia secara luas dan gratis.
Pemberian obat antiretroviral dilakukan dengan kombinasi
beberapa rejimen obat (biasanya diberikan dalam 3 macam obat
dalam 1 kombinasi) sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Pembahasan rinci mengenai pemberian obat antiretroviral ini
akan dibahas di bawah ini.

Manfaat Terapi ARV dalam program PPIA serupa dengan terapi


ARV untuk pasien HIV pada umumnya yaitu :
 Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup
 Menurunkan rawat inap akibat HIV
 Menurunkan kematian terkait AIDS
 Menurunkan angka penularan HIV dari ibu ke anak

Midwifery Update pg. 203


Terapi Antiretroviral/ ART/ HAART (Highly Active
Antiretroviral Therapy) dalam PPIA adalah penggunaan
obat antiretroviral jangka panjang untuk mengobati
perempuan hamil HIV positif , mencegah penularan HIV
dari ibu ke anak/MTCT dan diberikan seumur hidup.

Pemberian ARV Selama Kehamilan, Persalinan dan Setelah


Melahirkan mengikuti sejumlah prinsip sebagai berikut :
 Protokol pemberian ARV mengikuti Pedoman Terapi ARV 2011
 Untuk PPIA, kehamilan adalah indikasi pemberian ARV. tanpa
melihat nilai CD4
 Jika perempuan HIV positif sudah menerima ARV maka
pemberiannya diteruskan untuk seumur hidup.
 Perempuan HIV positif dewasa yang sudah mendapatkan ARV,
saat hamil : teruskan ARV dengan rejimen yang sama. Hindari
penggunaan Evafiren pada trimester 1.

Midwifery Update pg. 204


 Perempuan HIV positif yang diketahui statusnya pada saat
kehamilannya, maka: jika terdiagnostik pada umur kehamilan
kurang dari 14 minggu dan belum ada indikasi pemberian
ARV maka tunda pemberian ARV hingga usia kehamilan 14
minggu Jika terdiagnostik HIV pada usia kehamilah lebih dari
14 minggu, maka langsung diberikan ARV

Tujuan terapi ARV pada perempuan hamil :


 Memperbaiki kualitas hidup
 Mencegah infeksi oportunistik
 Mencegah progesifitas penyakit
 Mengurangi tranmisi dari ibu ke bayi dan kepada orang lain

Rekomendasi WHO : ART pada ibu hamil

Rekomendasi untuk Memulai Terapi ARV pada perempuan hamil


menurut stadium klinis dan ketersediaan penanda imunologis
(menurut WHO 2006)

Midwifery Update pg. 205


Golongan Nama Generik Singkatan Nama Sediaan
Dagang

Nucleoside Zidovudin AZT, ZDV Retrovir, Kapsul/tablet


Reverse Zidovex, 300mg; kapsul
Transcriptase Reviral 100mg
Inhibitor
(NRTI) Lamivudin Epivir, Tablet 150 mg;
TC Lamivox, Larutan
Hiviral 10 mg/mL;
Tablet 150 mg

Stavudin d4T Zerit, Kapsul 30 mg,


Stavex 40 mg
Didanosin ddI Videx Tablet
kunyah: 100 mg
Non Nevirapin NVP Viramune, Tablet 200 mg
Nucleoside Nevirex

Golongan Nama Generik Singkatan Nama Sediaan


Dagang
Reverse Efavirens EFV Stocrin, Tablet 600 mg
Transcriptase Efavir
Inhibitor
(NNRTI)
Protease Nelfinavir NVF Viracept, Tablet 250 mg
Inhibitor (PI) Nelvex
Protease Lopinavir/ LPV/r Alluvia, Tablet 200 mg
Inhibitor (PI) ritonavir Kaletra lopinavir/50 mg
ritonavir
Protease Saquinavir SQV Tablet 200
Inhibitor (PI) mg, 500 mg
Koformulasi AZT dan 3TC Combivir, AZT 300 mg
Zidovex-L, + 3TC 150 mg
Duviral
Koformulasi AZT, 3TC dan NVP Zidovex- AZT 300 mg
LN + 3TC 150 mg +
Triviral NVP 200 mg
AZT 300 mg
+ 3TC 150
mg+NVP 200
mg

Beberapa sifat farmakologi ARV :


Zivovudin (AZT, ZDV)
a. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum.
b. Dampak zidovudin pada prenatal dan neonatal masih dalam
batas kewajaran.
c. Terjadi anemia ringan,namun biasanya sembuh ketika
pengobatan selesai.
d. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Midwifery Update pg. 206


Nevirapine (NVP)
a. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum dan dapat
melewati sawar plasenta dengan cepat.
b. Paruh umur yang panjang yang menguntungkan sang bayi.
c. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Lamivudine (3TC)
a. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum.
b. Dapat diminum dengan obat lainnya yang mengobati gejala
yang mirip dengan HIV.
c. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.

Keamanan obat ARV untuk ibu hamil dan bayinya


Obat antiretroviral memiliki efek samping yang dapat
mengganggu dan menimbulkan gejala pada pasien. Efek samping
ini dapat membuat kepatuhan berobat (adherens) menurun dan
menyebabkan tujuan pengobatan tidak tercapai. Obat ARV juga
memiliki potensi toksisitas dan teratogenik terhadap janin dan
ibunya. Namun dari rejimen yang dipilih telah diteliti memiliki
efek samping minimal atau tidak ada sama sekali. Obat ARV
dapat digunakan selama kehamilan: sebagai terapi kombinasi
yang poten untuk ibu hamil dan mencegah infeksi HIV pada bayi

Toksisitas dan kontra-indikasi Rejimen Antiretroviral (ARV)


a. Efek samping tersering dari AZT, AZT dan 3TC: mual, sakit
kepala, mialgia, insomnia dan biasanya berkurang jika tetap
diberikan
b. Kontra indikasi AZT, AZT dan 3TC: alergi obat, kadar
hemoglobin di bawah 7 g/dL, netropenia (<750 sel/mm3),
disfungsi hepar atau ginjal yang berat
c. Efek toksik pada ibu hamil jarang namun berbahaya: asidosis
laktat, hepatik steatosis, pankreatitis, toksisitas mitokondria
lain.
d. Toksisitas jangka pendek pada bayi (AZT) yang penting: anemi

Midwifery Update pg. 207


(makin lama pajanan makin berat anemi dan reversibel)
e. Efek samping terbesar dari NVP: hepatotoksisk dan ruam kulit
(jarang). Jumlah CD4 > 250: risiko untuk hepatotoksik adalah
10 kali daripada CD4 yang rendah.
f. Kontra indikasi NVP: alergi terhadap NVP atau derivat
benzodiazepin (dilihat kembali)
g. Pada janin: jika pajanan lama dapat menyebabkan toksisitas
hematologi termasuk netropeni, hepatotoksik, ruam kulit
h. Efavirens dikontraindikasikan pada usia kehamilan trimester
I, namun dapat diberikan pada trimester II dan III, bila tidak
mungkin memberikan nevirapin.

Pemberian obat antiretroviral perlu mengikuti prinsip sebagai


berikut untuk menjamin keberhasilan terapi :
 Dibawah pengawasan dokter
 Jelaskan efek samping yang dapat terjadi
 Pada masa nifas, ARV dilanjutkan untuk meningkatkan
kualitas hidup ibu
 Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat
kepatuhan sangat
 Menentukan efektivitas hasil penggunaan ARV

Memulai terapi ARV perlu mempertimbangkan hal-hal


berikut:
 Memenuhi indikasi pemberian (lihat tabel di atas)
 Bila terdapat infeksi oportunistik, maka obati terlebih dahulu
infeksi opportunistiknya.
 Persiapkan klien/pasien secara fisik dan mental untuk
menjalani terapi (dilakukan dengan konseling pra ART)

Midwifery Update pg. 208


No. Situasi Klinis Rekomendasi Pengobatan
(Rejimen untuk Ibu)
1 ODHA dengan indikasi ART dan  AZT + 3TC + NVP
kemungkinan hamil atau sedang  TDF + 3TC(or FTC) + NVP
hamil Hindari EFV pada trimester
pertama
 AZT + 3TC + EVF*
 TDF + 3TC(or FTC) + EVF*
2 ODHA sedang menggunakan  Lanjutkan rejimen (ganti
ART dan kemudian hamil dengan NVP
atau golongan PI jika sedang
menggunakan
EFV pada trimester I)
 Lanjutkan dgn ARV yg sama
selama dan sesudah persalinan
3 ODHA hamil dan belum ada ARV mulai pada minggu ke 14
indikasi ART kehamilan
Rejimen sesuai dengan
rekomendasi WHO Terbaru
4 ODHA hamil dengan indikasi ARV mulai 14 minggu
ART, tetapi belum menggunakan  Rejimen sesuai dengan
ARV rekomendasi WHO terbaru
5 ODHA hamil dengan OAT yg sesuai tetap diberikan
tuberculosis Aktif Rejimen untuk ibu
Bila pengobatan mulai trimester II
dan III:
 AZT (d4T) + 3TC + EFV
6 Bumil dalam masa persalinan Tawarkan testing dalam masa
dan tidak diketahui status HIV persalinan; atau testing setelah
persalinan.
Jika hasil tes positif maka
dapat diberikan:
 Rejimen pada point 1
7 ODHA datang pada masa  Rejimen pada point 1
persalinan dan belum mendapat
ART

c. Pengendalian Malaria Dalam Kehamilan (PMDK)


Strategi pelayanan terpadu pengendalian malaria dalam
antenatal adalah pemeriksaan (skrining) malaria pada
kunjungan pertama antenatal dan pemberian kelambu
berinsektisida terhadap semua ibu hamil yang tinggal di
kabupaten/kota endemis tinggi malaria. Sedangkan untuk ibu
hamil yang tinggal di kabupaten/kota endemis rendah
dilakukan selektif pada ibu hamil yang memiliki gejala dan :

Midwifery Update pg. 209


1) Tinggal di desa endemis tinggi malaria (desa merah),
2) Ada riwayat berkunjung/tinggal di daerah endemis
malaria 1 (satu) bulan terakhir,
3) Pernah sakit malaria dalam 2 tahun terakhir.

Berikut alur kebijakan terpadu malaria dalam layanan


antenatal, untuk daerah endemis tinggi (merah) malaria,
pada kunjungan pertama ANC semua ibu hamil dilakukan :
1) Pemberian kelambu berinsektisida
2) Skrining darah malaria (RDT/mikroskopis)
3) Pemberian terapi pada ibu hamil positif malaria

Berikut alur pelayanan malaria dalam Ante natal:

d. Pengendalian TB Dalam Kehamilan


Manifestasi klinis TB pada kehamilan umumnya sama dengan
wanita yang tidak hamil yaitu manifestasi umum dari TB paru.
Semua wanita hamil harus diskrining untuk diagnosis TB. Tes
HIV juga penting dilakukan pada wanita hamil terduga TB. Ibu
hamil yang sakit TB, harus segera diberi pengobatan OAT untuk
mencegah penularan dan kematian. Amikasin, Streptomisin,

Midwifery Update pg. 210


Etionamid/ Protionamid TIDAK DIREKOMENDASIKAN untuk
pengobatan tuberkulosis pada ibu hamil.

Penatalaksanaan TB dalam kehamilan (TB-ANC)


Pada kunjungan pertama ANC semua ibu hamil dilakukan:
1. Anamnesa ibu dengan gejala utama yaitu: Batuk berdahak
≥ 2 minggu disertai gejala tambahan: sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, BB turun, berkeringat
malam hari tanpa aktifitas, demam meriang ≥ 1 bln, ada
riwayat kontak dengan penderita TB
Skrinning gejala dan tanda TBC:
 Apakah ada batuk lama (2 minggu atau lebih)?
 Apakah ada batuk berdarah?
 Apakah ada demam dan lemas?
 Apakah ada berkeringat malam tanpa aktivitas?
 Apakah terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab
yang jelas?
 Apakah ada gejala TB Ekstra Paru (kelenjar, tulang,
kulit, dll)?
 Apakah ada kontak serumah atau kontak erat dengan
pasien TB
- Bagi yang dicurigai, dirujuk untuk dilakukan
pemeriksaan BTA
- Terapi pada ibu hamil yang BTA positif oleh dokter
Pemberian obat sama dengan OAT pasien umum,
kecuali Streptomycin tidak boleh.
Bidan tetap melakukan pemantauan minum OAT pada
ibu hamil bersama dengan petugas TB

e. Pengendalian Hepatitis Dalam Kehamilan


Langkah awal pencegahan penularan secara vertikal adalah
mengetahui status HBsAg ibu hamil dengan melakukan deteksi
dini HbsAg. Deteksi dini dilakukan dengan rapid diagnostic test
(RDT) paling sedikit satu kali pada masa kehamilan di pelayanan

Midwifery Update pg. 211


kesehatan yang memiliki standar diagnostik tersebut. Deteksi
dini sebaiknya dilakukan pada kunjungan K1 layanan antenatal
bersama-sama dengan penyakit menular lainnya seperti HIV
dan Sifilis.

Alur Pencegahan dan Rujukan Hepatitis B Selama Kehamilan

HBsAg Non Reaktif Ibu Hamil HBsAg Reaktif


Pada Bayi Vaksinasi HB0 Tes HBsAg
dan lanjutan sesuai
program imunisasi

Rujuk RS:
Ditetapkan status penyakit Hepatitis B
menurut PNPK atau pedoman yang

Ada masalah klinis dan/atau


indikasi terapi berkaitan
dengan Hepatitis B

Tidak
ada masalah klinis dan/atau indikasi
 Ibu hamil melanjutkan ANC dan
Penatalaksanaan sesuai persalinan di FKTP
PNPK atau pedoman yang  Bayi diberikan Vaksin HB0 dan HBIg <
24 jam dari saat persalinan
 Selanjutnya HB1, HB2 dan HB3
sesuai program imunisasi nasional

Pengobatan ibu hamil dengan Hepatitis B yang dirujuk dan


ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam atau konsultan
gastro enterologi dan hepatologi di Rumah Sakit Rujukan.
Sebelum dirujuk, ibu hamil harus mendapatkan informasi yang
lengkap tentang penyakit Hepatitis B, cara pencegahan, cara
penularan serta pengobatan yang sesuai.

f. Penemuan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Pada


Kehamilan
Pada masa kehamilan Program PTM terkait ada 3 penyakit, yaitu:
1. Antenatal Dengan Riwayat Hipertensi
Hipertensi selama kehamilan tidak hanya melibatkan
perempuan yang hipertensi saat hamil, tetapi juga
perempuan yang mengalami hipertensi sebelumnya.

Midwifery Update pg. 212


Pada ibu hamil dilakukan skrining untuk menentukan
stratifikasi faktor risiko hipertensi pada kehamilan dan
rencana penanggulangannya. Skirining hipertensi pada ibu
hamil dapat melihat alur dibawah ini :
Rekomendasi tata laksana hipertensi pada kehamilan
merujuk pada PNPK komplikasi kehamilan

2. Antenatal Dengan Riwayat Diabetes


Hiperglikemia yang terdeteksi pada kehamilan harus
ditentukan klasifikasinya sebagai salah satu di bawah ini:
(WHO 2013, NICE update 2014) : (1). Diabetes mellitus tipe
2 dengan kehamilan atau (2) Diabetes mellitus gestasional

3. Antenatal dengan Riwayat Thalasemia


Setiap pasangan yang memiliki riwayat keluarga
Thalassemia, dan berencana memiliki anak dianjurkan
untuk melakukan skrining. Pada kehamilan, penjaringan
atau skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama
kali kunjungan ANC. Jika ibu merupakan pembawa sifat atau
”carrier” Thalasemia, maka skrining kemudian dilanjutkan

Midwifery Update pg. 213


pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah janin
normal maka skrining janin (pranatal diagnosis) tidak
disarankan. Jika ayah janin merupakan pengidap atau
”carrier” Thalasemia maka disarankan mengikuti konseling
genetik dan jika diperlukan melanjutkan pemeriksaan
skrining pada janin (pranatal diagnosis).

Pemeriksaan bayi baru lahir tidak umum dilakukan


tetapi dapat dilakukan bila kedua orangtuanya adalah
pembawa sifat Thalassemia. Untuk pasangan dengan yang
salah satunya “carrier”, atau keduanya “carrier” atau salah
satunya penyandang atau keduanya penyandang diberikan
edukasi komprehensive tentang kondisi yang mungkin
dialami oleh anak yang akan dilahirkan. Diagnosis
Prenatal adalah kegiatan pemeriksaan yang bertujuan
mendiagnosis janin apakah menderita Thalasemia mayor/
minor/ normal. Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada janin
dari pasangan yang keduanya adalah pembawa sifat
Thalassemia.

Pada kasus ini selain anamnesis dan pemeriksaan fisis,


pemeriksaan laboratorium tahap awal yang dapat dilakukan
adalah:
 Pemeriksaan darah: Haemoglobin, Hematokrit, MCV,
MCH, RDW, dan morfologi sel darah merah (sediaan
hapus darah tepi).
 Bila tidak ada fasilitas cell counter dapat dilakukan
pemeriksaan Haemoglobin, Hematokrit, dan morfologi
Midwifery Update pg. 214
sedarah merah dengan sediaan hapus (hitung sel darah
merah) untuk secara manual menghitung MCV dan MCH

g. Kesehatan Jiwa
Dalam masa kehamilan dapat terjadi perubahan hormonal,
perubahan bentuk tubuh/ fisik, mengidam (mual, muntah, ingin
“sesuatu”), dan dapat mengalami masalah kesehatan fisik
(penyakit tidak menular dan penyakit menular) dan atau jiwa
(emosi tidak stabil seperti mudah tersinggung, marah, sedih,
cemas, perilaku agresif dan sebagainya).

Ibu hamil yang sehat mentalnya merasa senang dan bahagia,


mampu menyesuaikan diri terhadap kehamilannya sehingga
dapat menerima berbagai perubahan fisik yang terjadi pada
dirinya, dan dapat tetap aktif melakukan aktivitas sehari-hari.

Masalah atau gangguan kesehatan jiwa yang dialami oleh ibu


hamil tidak saja berpengaruh terhadap ibu hamil tersebut, tetapi
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janinnya saat
didalam kandungan, setelah melahirkan, bayinya, masa kanak
dan masa remaja.

Beberapa masalah dan gangguan kesehatan jiwa pada ibu hamil


yang dapat terjadi antara lain:
1. Stres
Pada umumnya, tubuh akan bereaksi terhadap setiap situasi
yang tidak menyenangkan. Stres bersifat positif dan negatif,
stres yang negatif (distress) pada ibu hamil akan
mempengaruhi suasana perasaan, perilaku dan dapat
menimbulkan keluhan fisik yang membuat ibu hamil
menderita jika stres tidak dikelola.
2. Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Seringkali suasana perasan kuatir berlebihan terhadap hal
yang kecil-kecil yang tidak dapat dikendalikan, gelisah,

Midwifery Update pg. 215


tegang, mudah tersinggung, sulit konsentrasi berlebihan dan
sulit untuk menenangkan diri disertai gejala fisik seperti
gejala otonom berlebihan, ketegangan motorik, mudah lelah,
dan mengalami gangguan tidur yang dialami hampir setiap
hari.
3. Gangguan Panik
Rasa gelisah luar biasa yang muncul tiba-tiba tanpa alasan
yang jelas dan mengalami gejala fisik seperti jantung
berdebar, nafas tersengal, leher rasa tercekat, otot tegang,
pusing atau sakit kepala, berkeringat bisa sampai nyeri dada
dan kram otot kaki dan tangan bisa sampai kesemutan.
Serangan ini berulang beberapa kali dalam sebulan dan
berlangsung dalam beberapa menit.
4. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Gangguan ini mempengaruhi pikiran dan perilaku berulang
pada ibu hamil yang disadari namun sulit dikendalikan.
Pikirannya terobsesi pada sesuatu hal secara terus menerus
dan merasa tidak nyaman atau tertekan jika pikiran
obsesifnya tidak dilaksanakan secara berulang-ulang sebagai
respon terhadap kecemasannya. Gejala ini ditemukan
hampir setiap hari selama 2 minggu berturut-turut.
5. Gangguan Bipolar
Pada suatu waktu tertentu, suasana perasaan yang dialami
ibu hamil senang berlebihan, banyak ide, semangat
berlebihan, banyak yang dipikirkan atau dikerjakan,
bicaranya banyak, energinya berlebih, tidak dapat tidur atau
tidurnya sedikit hingga dapat menghamburkan uang (gejala
episode manik). Kemudian diwaktu yang lain ibu hamil
merasa sedih, tidak berharga, menarik diri, tidak semangat,
mudah lelah, tidak berminat, sulit tidur, tidak selera makan
(gejala episode depresi). Waktu yang dialami episode manik
dan episode depresi dapat bervariasi, dan ada periode
normal diantara kedua episode tersebut.
6. Gangguan Somatoform

Midwifery Update pg. 216


Beberapa keluhan fisik disertai dengan permintaan
pemeriksaan medis berulang meskipun tidak ditemukan
adanya kelainan dan tidak mau mendengarkan penjelasan
dokter.
7. Gangguan Stres Paska Trauma
Bisa dialami ibu hamil 6 bulan setelah kejadian traumatik,
dengan gejala stres, kilas balik terhadap peristiwa traumatik
dan menghindari tempat atau pengalaman kejadian.
8. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan NAPZA
Menggunakan zat psikoaktif hingga menimbulkan
ketergantungan, merugikan ibu hamil dan janinnya,
mengalami putus zat jika berhenti dan jika penggunaan
berlebihan dapat menimbulkan perubahan kesadaran dan
sebagainya. Ada juga ibu hamil yang merokok dan atau
minum alkohol yang tidak baik bagi kesehatan ibu dan janin
yang dikandungnya.
9. Gangguan Depresi
Pada kondisi ini, ibu hamil bisa mengalami suasana perasaan
sedih, hilang minat, mudah lelah, sulit konsentrasi,
gangguan pola makan, gangguan tidur, merasa tidak
berharga, harga diri rendah, rasa bersalah, tidak berguna,
suram, putus asa bahkan jika depresi berat bisa sampai ada
ide atau pikiran ingin bunuh diri yang dialami selama 2
minggu berturut-turut.
10. Gangguan Skizofrenia
Pada ibu hamil terdapat gangguan pikiran, perasaan dan
perilaku yang tidak serasi, sulit dirabarasakan dan tidak
dapat menilai realitas (merasa pikirannya tersiar keluar,
menggema atau dimasukkan dari luar). Penampilan ibu
hamil umumnya tidak merawat diri, kurang kooperatif,
ekspresinya tumpul atau datar, suasana perasaannya sulit
diraba rasakan dan tidak serasi. Ibu hamil tidak dapat tidur,
dapat mengalami halusinasi suara, dan atau mempunyai

Midwifery Update pg. 217


keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak
dapat dikoreksi (waham).

Faktor risiko gangguan kesehatan jiwa pada ibu hamil


merupakan pengaruh dari faktor biologis, psikologis dan sosial
antara lain: (1) riwayat gangguan mental sebelum hamil yang
tidak tuntas pengobatannya, (2) kehamilan karena perkosaan,
kekerasan dalam rumah tangga, tidak diinginkan, dan
kehamilan dini diusia remaja, (4) pernikahan terpaksa atau
karena hamil, dijodohkan, atau terlalu dini, (5) peristiwa
traumatik saat kehamilan kekerasan seksual, (6) faktor
sosioekonomi seperti kurangnya dukungan suami, keuangan,
orang tua tunggal, (7) penggunaan obat, merokok, alkohol,
NAPZA (8) penyakit fisik kronis (9) retardasi mental, (10)
disabilitas fisik, mental dan sebagainya.

Pemeriksaan kesehatan jiwa pada ibu hamil yang dapat


dilaksanakan saat melaksanakan kunjungan ke fasilitas
pelayanan kesehatan primer sebagai berikut:
 Melaksanakan skrining (deteksi dini) masalah kesehatan
jiwa pada ibu hamil saat pemeriksaan kehamilan melalui
wawancara klinis. Jangan lupa menanyakan faktor risiko
gangguan kesehatan jiwa, riwayat masalah kesehatan jiwa
yang pernah dialami dan penggunaan NAPZA. Pemeriksaan
kesehatan jiwa pada ibu hamil minimal dilakukan pada
trimester pertama dan trimester ketiga. Apabila pada
trimester pertama ditemukan masalah/gangguan jiwa, maka
akan dievaluasi setiap kunjungan.
 Jika gangguan jiwa tidak dapat ditangani di fasilitas
pelayanan kesehatan primer, segera merujuk ke RS atau ahli
jiwa di wilayah kerja fasilitas pelayanan kesehatan primer.
 Kelola stres dengan baik dengan cara: rekreasi, senam ibu
hamil, jalan sehat, relaksasi, curhat dengan orang yang tepat,
makanan berserat, berpikir positif, kurangi tuntutan diri

Midwifery Update pg. 218


sendiri, ekspresikan stres, duduk santai, tidak
membandingkan diri dengan orang lain, menghitung
anugrah, melatih pernafasan, mendengarkan musik dan
sebagainya.
 Mempromosikan gaya hidup Ceria yaitu cerdas intelektual,
emosional dan spiritual, empati dalam berkomunikasi yang
efektif, rajin beribadah sesuai agama dan keyakinan,
interaksi yang bermanfaat bagi kehidupan, asih, asah dan
asuh tumbuh kembang dalam keluarga dan masyarakat.

h. Imunisasi/ Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)


Pada kehamilan terdapat perubahan pada seluruh tubuh
wanita, termasuk pada sistem imun. Perubahan ini
menyebabkan ibu hamil rentan terkena infeksi. Oleh karena itu
perlindungan sangat penting diberikan pada kehamilan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu hamil dan janin yang
dikandungnya.

Imunisasi merupakan upaya pencegahan penyakit yang


paling cost effective. Pemberian imunisasi pada ibu hamil dapat
dilakukan atas pertimbangan manfaat dan risiko yang diperoleh
terhadap ibu dan janin jika tidak dilindungi dengan imunisasi.

Midwifery Update pg. 219


Manfaat dari imunisasi bagi ibu hamil lebih besar dari risiko
ketika kecenderungan terhadap paparan penyakit lebih besar.
Infeksi pada ibu hamil dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan
janin, sehingga pemberian imunisasi yang aman penting untuk
diberikan.

Vaksin virus inaktif dan vaksin bakteri inaktif atau toksoid


dapat diberikan pada masa kehamilan. Pemberian imunisasi
umumnya aman diberikan pada ibu hamil, diantaranya vaksin
tetanus dan difteri toksoid (Td). Imunisasi bermanfaat untuk
melindungi kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah
kehamilan. Imunisasi pada kehamilan juga dapat melindungi
bayi yang sedang dikandungnya dari penyakit, terutama pada
bulan – bulan pertama kehidupan sampai bayi tersebut
mendapatkan imunisasi sesuai dengan jadwalnya. Hal ini dapat
terjadi karena pada saat kehamilan terjadi proses transfer IgG
maternal dari ibu ke janin. Adanya transmisi immunoglobulin
pada ibu ke janin menjadi prinsip yang mendasari pemberian
imunisasi pada ibu hamil untuk memberikan perlindungan bagi
bayinya.

Selain itu, seluruh dunia termasuk Indonesia juga telah


menyatakan komitmen untuk mencapai eliminasi tetanus
maternal dan neonatal (MNTE) yaitu penurunan angka insiden
tetanus maternal dan neonatal menjadi kurang dari 1 per 1000
kelahiran hidup per tahun di tingkat kabupaten. Indonesia telah
berhasil mencapai status eliminasi tetanus maternal dan
neonatal pada tahun 2016. Pencapaian ini harus senantiasa
dipertahankan melalui pemberian imunisasi tetanus pada bayi,
baduta, anak sekolah dan wanita usia subur.

Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan


No. 12 Tahun 2017 tentang penyelanggaraan imunisasi, wanita
usia subur (WUS) termasuk calon pengantin dan ibu hamil
wajib
Midwifery Update pg. 220
mendapatkan imunisasi Td apabila setelah dilakukan skrining
status T pada saat kunjungan antenatal belum mencapai status
T5. Pemberian vaksin Td selama kehamilan efektif untuk
melindungi ibu dan janin terhadap penyakit tetanus dan difteri.
Antigen tetanus toksoid bermanfaat untuk mencegah tetanus
maternal pada ibu dan tetanus neonatorum pada bayi yang
dilahirkannya. Pemberian imunisasi Td juga terbukti aman dan
tidak bersifat teratogenik.

Tabel 5.3 Jadwal Pemberian Imunisasi


Tetanus Di Indonesia
Jenis Vaksin Jadwal Kegiatan
DTP-HepB-Hib - Usia 2 bulan : DPT-HB-Hib 1 Imunisasi dasar dan lanjutan
(Pentavalent) - Usia 3 bulan : DPT-HB-Hib 2
- Usia 4 bulan : DPT-HB-Hib 3
- Usia 18 bulan : DPT-HB-Hib 4

DT Kelas 1 SD atau yang sederajat Bulan Imunisasi Anak


Sekolah (BIAS)

Td Kelas 2 dan 5 SD atau yang Bulan Imunisasi Anak


sederajat Sekolah (BIAS)

Td Wanita usia subur termasuk Ibu Imunisasi pada calon


hamil* pengantin (catin), kunjungan
antenatal, dll
Catatan:
*sebelum pemberian imunisasi Td pada WUS termasuk ibu hamil harus dilakukan skrining
status T terlebih dahulu. Pemberian imunisasi Td dilakukan apabila belum mencapai status T5
Skrining Status T

Skrining dilakukan berdasarkan riwayat imunisasi yang tercatat


maupun ingatan.
 Apabila data imunisasi tercatat pada buku imunisasi atau
buku KIA maka riwayat imunisasi T dapat diperhitungkan
 Bila hanya berdasarkan ingatan, skrining dapat dimulai
dengan pertanyaan imunisasi saat di sekolah (BIAS) untuk
ibu yang lahir pada dan setelah tahun 1977. Untuk ibu yang
lahir sebelum tahun 1977 langsung dimulai dengan
pertanyaan imunisasi saat catin dan hamil.

Midwifery Update pg. 221


Penentuan status Imunisasi T dilakukan dengan prinsip jumlah
yang diberikan dan interval pemberian sebagai berikut:

Status T Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan


T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun

Contoh penentuan status imunisasi T sebagai berikut:


Anamnesa Status T Pemberian imunisasi Td
Belum pernah mendapat T0 Diberikan imunisasi pada kunjungan
imunisasi yang mengandung T K1, kemudian diberikan kembali
sama sekali dengan interval minimal 4 minggu dan
6 bulan
Pernah mendapat imunisasi T1 Diberikan imunisasi pada kunjungan
yang mengandung T satu kali K1, kemudian diberikan kembali
dengan interval 6 bulan
Pernah mendapat imunisasi T2 Diberikan imunisasi pada kunjungan
yang mengandung T dua K1
kali dengan interval minimal
4 minggu
Pernah mendapat imunisasi T3 Diberikan imunisasi pada kunjun-gan
yang mengandung T tiga kali K1
dengan interval minimal yang
sesuai
Pernah mendapat imunisasi T4 Diberikan imunisasi pada kunjun-gan
yang mengandung T empat K1
kali dengan interval yang
sesuai
Sudah mendapat imunisasi T5 Tidak perlu diberikan imunisasi
yang mengandung T
sebanyak 5 kali dengan
interval yang sesuai

i. Kecacingan
Infeksi cacing atau cacingan pada ibu hamil dapat
menimbulkan gangguan gizi berupa kekurangan kalori dan
protein serta kehilangan darah (anemia), hal ini akan
mengakibatkan terjadinya hambatan perkembangan fisik
pada calon bayi, bayi dengan berat lahir rendah bahkan
terjadinya kompilkasi pendarahan disaat melahirkan yang
diakibatkan karena anemia kronis. Ada tiga jenis cacing
yang umumnya menginfeksi manusia dan memberikan
dampak yaitu: Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Ancylostoma

Midwifery Update pg. 222


duodenale (cacing tambang) dan Trichiuris trichiura (cacing
cambuk).

Penanggulangan Cacingan dimulai dengan mengurangi


prevalensi infeksi cacing dengan membunuh cacing tersebut
melalui pengobatan untuk menekan intensitas infeksi
(jumlah cacing per orang), sehingga dapat memperbaiki
tingkat anemia. Namun pengobatan Cacingan harus disertai
dengan upaya berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
sanitasi lingkungan serta asupan makanan bergizi.

Program Penanggulangan Cacingan pada Ibu Hamil:


 Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia
dilakukan pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan
obat cacing secara selektif.
 Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang
mengalami gejala Cacingan atau anemi pada saat kunjungan
Antenatal dan hasil pemeriksaan tinjanya positif Cacingan
diberikan obat cacing secara selektif.
 Ibu hamil yang mempunyai hasil positif (+) pada
pemeriksaan tinja maka pemberian obat cacing dapat
dilakukan mulai trimester ke 2 dan ke 3 dibawah
pengawasan dokter.

j. Penggunaan Buku Kia Dalam Pelayanan Antenatal Terpadu


Menteri Kesehatan RI menerbitkan keputusan NO.
284/MENKES/SK/II/2004 tentang Buku Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), menimbang :
1) Bahwa ibu dan anak perlu memiliki catatan yang lengkap
sejak ibu hamil sampai dengan selesai masa nifas, dan
anaknya sejak lahir hingga berusia 5 tahun.
2) Bahwa untuk mencatat dan memantau kesehatan ibu dan
anak diperlukan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Midwifery Update pg. 223


3) Bahwa buku KIA merupakan alat untuk mendeteksi secara
dini adanya gangguan atau masalah kesehatan ibu dan anak,
alat komunikasi dan penyuluhan dengan informasi yang
penting bagi ibu, keluarga dan masyarakat mengenai
pelayanan kesehatan Ibu dan anak termasuk rujukannya
dan paket (standar) pelayanan KIA, gizi, imunisasi, dan
tumbuh kembang balita.
4) Bahwa sehubungan dengan huruf a,b dan c diatas perlu
ditetapkan Buku Kesehatan Ibu dan Anak dengan keputusan
Menteri Kesehatan

Buku KIA merupakan gabungan kartu-kartu kesehatan Ibu dan


Anak, dimulai dari KMS ibu hamil, KMS balita, Kartu Keluarga
Berencana, Kartu perkembangan anak, dll. Buku KIA digunakan
juga sebagai alat untuk melakukan penyuluhan dan komunikasi
yang efektif kepada masyarakat, serta mudah digunakan.

Pada umumnya Buku KIA berisi :


1. Kesehatan Ibu, meliputi informasi ibu hamil, ibu bersalin, ibu
nifas, dan dilengkapi catatan pelayanan kesehatan ibu,
riwayat ibu bersalin, rujukan serta keterangan lahir.
2. Kesehatan Anak, meliputi informasi kesehatan anak,
imunisasi, perawatan balita dan KMS anak, cara merangsang
perkembangan anak, dll, serta dilampiri catatan pelayanan
kesehatan anak.

Dengan buku KIA pemeriksaan dapat dilakukan dimana saja,


mulai dari posyandu, poskesdes, pustu, puskesmas, rumah sakit
dan klinik-klinik swasta sesuai dengan registrasi kohort ibu
hamil. Tugas kita sebagai tenaga kesehatan memberikan buku
KIA kepada setiap ibu hamil atau setiap anak. Dan ingatkan
untuk membacanya serta meminta pada ibu hamil untuk selalu
membawa buku KIA kemana saja setiap pergi ke pelayanan
kesehatan.

Midwifery Update pg. 224


Manfaat buku KIA yaitu :
1. Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelayanan KIA
yang terdiri dari :
a. Standar pelayanan oleh petugas
b. Hak ibu dan anak menerima pelayanan sesuai standar
c. Kerjasama petugas dan masyarakat untuk mewujudkan
pelayanan KIA yang berkualitas.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan surveilan, monitoring dan
sistem informasi: Catatan kesehatan berguna dalam
pelayanan KIA walaupun diberikan oleh petugas kesehatan
yang berbeda.
3. Buku KIA bermanfaat untuk :
a. Mengurangi keterlambatan pengendalian resiko tinggi
b. Mengurangi dampak infeksi
c. Kepatuhan terhadap standar pelayanan kebidanan
d. Mengurangi 3 keterlambatan dalam rujukan ke Rumah
Sakit.

Buku KIA berisi tentang:


a. Ibu Hamil
1. Periksa kehamilan
Segera ke dokter atau bidan jika terlambat datang bulan.
Periksa kehamilan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan.
 1 kali pada usia kandungan sebelum 3 bulan
 1 kali usia kandungan 4-6 bulan
 2 kali pada usia kandungan 7-9 bulan
Pastikan ibu hamil mendapatkan pelayanan pemeriksaan
kehamilan (10 T)
2. Ikuti kelas ibu hamil
Di kelas ibu hamil, ibu mendapatkan informasi dan saling
bertukar informasi mengenai kehamilan, persalinan,
nifas serta perawatan bayi baru lahir. Ikuti kelas ibu

Midwifery Update pg. 225


hamil paling sedikit 4 kali pertemuan, sebaiknya 1 kali
pertemuan dihadiri bersama suami/keluarga.
3. Perawatan sehari-hari
 Makan beragam makanan secara proporsional dengan
pola gizi seimbang dan lebih banyak daripada sebelum
hamil
 Istirahat yang cukup
 Menjaga kebersihan diri
 Boleh melakukan hubungan suami istri selama hamil
 Aktifitas fisik
4. Aktifitas yang harus dihindari ibu selama hamil
 Kerja berat
 Merokok atau terpapar asap rokok
 Minum minuman bersoda, beralkohol dan jamu
 Tidur terlentang > 10 menit pada masa hamil tua
 Ibu hamil minum obat tanpa resep dokter
 Stress berlebihan
5. Persiapan melahirkan (bersalin)
6. Tanda bahaya pada kehamilan
7. Masalah lain pada masa kehamilan
 Demam, menggigil dan berkeringat
 Terasa sakit pada saat kencing atau keluar keputihan
atau gatal-gatal di daerah kemaluan
 Batuk lama (lebih dari 2 minggu)
 Jantung berdebar-debar atau nyeri di dada
 Diare berulang
 Sulit tidur dan cemas berlebihan
b. Ibu Bersalin
1. Tanda Awal Persalinan
2. Proses Melahirkan
3. Tanda Bahaya pada persalinan
 Perdarahan lewat jalan lahir
 Tali pusar atau tangan bayi keluar dari jalan lahir
 Ibu mengalami kejang

Midwifery Update pg. 226


 Ibu tidak kuat mengejan
 Air ketuban keruh dan berbau
 Ibu gelisah atau mengalami kesakitan yang hebat
Jika muncul salah satu tanda di atas, segera rujuk ibu ke
rumah sakit
c. Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas oleh bidan dan dokter
dilaksanakan minimal 3 kali yaitu:
1. Pertama : 6 jam – 3 hari setelah melahirkan
2. Kedua : hari ke 4 – 28 hari setelah melahirkan
3. Ketiga : hari ke 29 – 42 hari setelah melahirkan

Hal- hal yang harus dihindari oleh ibu bersalin dan selama
nifas
Cara menyusui bayi
Cara memerah dan menyimpan ASI
Tanda bahaya pada ibu nifas :
1. Perdarahan lewat jalan lahir
2. Keluar cairan berbau dari jalan lahir
3. Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan
kejang-kejang
4. Demam lebih dari 2 hari
5. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit
6. Ibu terlihat sedih, murung dan menangis tanpa sebab
(depresi)

d. Keluarga Berencana
1. Mengapa perlu ikut ber KB
2. Metode kontrasepsi jangka panjang
3. Metode kontrasepsi jangka pendek

e. Catatan Kesehatan Ibu Hamil


f. Catatan kesehatan ibu bersalin, ibu nifas, dan bayi baru lahir
g. Catatan kesehatan ibu nifas

Midwifery Update pg. 227


h. Format keterangan lahir
i. Cuci tangan pakai sabun
j. Bayi baru lahir / neonatus (0-28 hari)
1. Tanda bayi baru lahir sehat
2. Pelayanan esensial pada BBL sehat oleh dokter/ bidan/
perawat
3. Perawatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir (kunjungan
neonatal)
5. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
k. Catatan kesehatan bayi baru lahir
l. Catatan imunisasi anak
m. Anak usia 29 hari – 6 tahun
Untuk meningkatkan pengetahuan orangtua mengenai
kesehatan dan pola asuh anak, ikuti kelas ibu balita dan bina
keluarga balita. Ajak anak ke POS PAUD supaya anak
menjadi mandiri, bersosialisasi, dan berkembang
kemampuannya.
n. Pemenuhan kebutuhan gizi dan perkembangan anak
o. KMS balita laki-laki dan perempun
p. Catatan pemberian Vitamin A
q. Format hasil pemeriksaan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini
Tumbuh Kembang (SDIDTK)
r. Grafik lingkaran kepala perempuan dan laki-laki
s. Catatan kesehatan anak

Kegiatan Peningkatan Cakupan Dan Kualitas Pelayanan ANC:


1. Penemuan dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan Stiker
dan Buku KIA, dengan melibatkan Kader & Perangkat Desa
2. Meningkatkan cakupan Antenatal dengan meningkatkan
pengetahuan dan perubahan perilaku Ibu dan keluarga
melalui Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil

Midwifery Update pg. 228


3. Peningkatan kualitas pelayanan antenatal melalui
pelaksanaan konsep Pelayanan Antenatal Terintegrasi
(termasuk penguatan pelaksanaan 10T)
4. Pelaksanaan PWS KIA sebagai alat surveilans KIA.

Dalam upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan


antenatal, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan:
1. Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan Stiker
dan Buku KIA, dengan melibatkan Kader dan Perangkat Desa
2. Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui
kegiatan Kemitraan Bidan dan Dukun
3. Peningkatan akses ke pelayanan melalui Kunjungan Rumah
4. Perubahan perilaku melalui Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil
5. Peningkatan kualitas pelayanan melalui Pelayanan Antenatal
Terintegrasi

Point 1 s.d 3 merupakan kegiatan yang sudah berjalan selama


ini; sementara point 4 dan 5 merupakan kegiatan yang sedang
kita kembangkaan saat ini

PENCATATAN DAN PELAPORAN PELAYANAN ANC TERPADU


Pencatatan
Pencatatan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir
yang sudah ada, yaitu:
1. Kartu Ibu atau rekam medis lainnya dengan nomor KTP/NIK
yang disimpan di fasilitas kesehatan
2. Kohort ibu: merupakan kumpulan data-data dari kartu ibu
3. Buku KIA (dipegang ibu)
4. Pencatatan dari program yang sudah ada (catatan imunisasi,
malaria, gizi, KB, TB dan lain-lain)

Formulir harus diisi lengkap setiap kali selesai memberikan


pelayanan. Dokumen ini harus disimpan dan dijaga dengan baik
karena akan digunakan pada kontak berikutnya. Pada keadaan

Midwifery Update pg. 229


tertentu, dokumen ini diperlukan untuk kegiatan audit medik,
atau keperluan program lainnya.

Sebagai contoh dalam hal pencatatan menggunakan android


kepada bidan diberikan pelatihan input android yang
terintegrasi dalam “Satu Data Indonesia” (Peraturan Presiden
nomor 39 tahun 2019). Pemindahan data terkait perubahan
domisili mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri,
dengan batas waktu 6 bulan.

Pada program malaria pengelola programnya akan


mengambil pencatatan terkait jumlah ibu hamil yang diperiksa
malaria (dilakukan skrining) yang nantinya dibandingkan
dengan target ibu hamil berdasarkan data dari KIA dan jumlah
ibu hamil yang positif malaria serta diberikan pengobatan.

Pelaksanaan teknis surveilans gizi dapat menggunakan


sistem informasi gizi berbasis teknologi informasi yang disebut
Sistem Informasi Gizi Terpadu atau Sigizi Terpadu. Dalam Sigizi
Terpadu terdapat beberapa modul terbagi berdasarkan tingkat
atau kewenangan pengguna baik di Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota maupun Puskesmas dan Posyandu, yang terdiri
atas: Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (ePPGBM), laporan rutin, distribusi makanan
tambahan dan ePPGBM offline. Berikut alur pencatatan dan
pelaporan melalui ePPGBM.

Pelaporan
Pelaporan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir
pelaporan yang sudah ada, yaitu:
1. LB3 KIA
2. PWS KIA
3. PWS Imunisasi

Midwifery Update pg. 230


4. Untuk lintas program terkait, pelaporan mengikuti formulir
yang ada pada program tersebut.

Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal di


wilayah kerja Puskesmas melaporkan rekapitulasi hasil
pelayanan antenatal terpadu setiap awal bulan ke Puskesmas
atau disesuaikan dengan kebijakan daerah masing-masing.

Puskesmas menghimpun laporan rekapitulasi dari tenaga


kesehatan di wilayah kerjanya dan memasukkan ke dalam
register KIA untuk keperluan pengolahan dan analisa data serta
pembuatan laporan PWS KIA. Rekapitulasi android dapat
diakses oleh koordinator data di FKTP. Pelaporan kegiatan
pelayanan terpadu malaria dalam antenatal melalui e-sismal
oleh pelaksana program malaria berdasarkan pencatatan dari
pelaksana program KIA.

Hasil pengolahan dan analisa data dilaporkan ke dinas


kesehatan kabupaten/kota setiap bulan. Sementara itu grafik
PWS KIA digunakan oleh Puskesmas untuk memantau
pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan pelayanan
antenatal terpadu serta digunakan untuk pertemuan dengan
lintas sektor.

Dinas kesehatan kabupaten/kota menghimpun hasil


pengolahan dan analisa data dari seluruh Puskesmas di
wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan analisa data serta
pembuatan grafik PWS KIA tingkat kabupaten/kota setiap bulan.
Rekapitulasi android dapat diakses oleh koordinator data
program di Dinas Kesehatan Kabupaten Kota untuk menjamin
akuntabilitas dan mampu telusur.

Midwifery Update pg. 231


Hasil pengolahan dan analisa data dikaporkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi setiap bulan. Sementara itu grafik PWS KIA
digunakan oleh Dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
memantau pencapaian target dan melihat tren pelaksanaan
pelayanan antenatal terpadu. Dinas kesehatan provinsi
menghimpun hasil pengolahan dan analisa data dari seluruh
kabupaten/kota di wilayahnya untuk keperluan pengolahan dan
analisa data.

Midwifery Update pg. 232


Kesimpulan
1. Pelaksanaan Pelayanan ANC adalah suatu rangkaian proses, serta
harus terintegrasi dengan semua program, agar semua ibu hamil
dapat menjalani kehamilannya dengan sehat, bersalin dengan
selamat serta melahirkan bayi yang sehat.
2. Rekomendasi Utama untuk Tenaga Kesehatan yang Menangani
Pasien COVID-19 Khususnya Ibu Hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi
Baru Lahir :
a. Penggunaan APD sesuai standar dan tetap lakukan protokol
kesehatan pencegahan penularan COVID-19.
b. Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak, droplet dan
airborne. Untuk itu perlu dijaga agar proses penularan ini tidak
terjadi pada tenaga kesehatan dan pasien.
c. Isolasi tenaga kesehatan dengan APD yang sesuai dan
tatalaksana isolasi bayi dari ibu suspek / kontak erat /
terkonfirmasi COVID-19 merupakan fokus utama dalam
manajemen pertolongan persalinan.
d. Jaga jarak minimal 1 meter jika tidak diperlukan tindakan
e. Segera menginfokan kepada tenaga penanggung jawab infeksi di
tempatnya bekerja (Komite PPI) apabila kedatangan ibu hamil
yang telah terkonfirmasi COVID-19 atau suspek.
f. Tempatkan pasien yang telah terkonfirmasi COVID-19, probable,
atau suspek dalam ruangan khusus (ruangan isolasi infeksi
airborne) yang sudah disiapkan sebelumnya bagi fasilitas
pelayanan kesehatan yang sudah siap / sebagai pusat rujukan
pasien COVID-19. Jika ruangan khusus ini tidak ada, pasien
harus sesegera mungkin dirujuk ke tempat yang ada fasilitas
ruangan khusus tersebut.
g. Asuhan maternal dilakukan di ruang isolasi khusus ini termasuk
saat persalinan dan nifas
3. PELAYANAN ANC SESUAI STANDAR secara komprehensif dan
berkualitas dapat memberikan PERLINDUNGAN secara menyeluruh
terhadap ibu dan bayinya selama proses kehamilan. Pelayanan ANC

Midwifery Update pg. 233


10 T didukung dengan pemeriksaan lab sederhana menggunakan
ADRK
4. Dalam pelayanan antenatal, Bidan harus mampu mendeteksi dini
masalah dan penyakit yang dialami ibu hamil, mampu melakukan
intervensi secara adekuat termasuk intervensi pada kelompok
sasaran dan termasuk KUNJUNGAN RUMAH kepada ibu hamil bila
tidak datang ke fasyankes
5. Pemberian TTD bumil sesuai standar dapat mencegah anemia pada
ibu hamil, sepsis puerpuralis, BBLR dan kelahiran prematur
6. Tenaga kesehatan tidak bisa kerja sendiri dibutuhkan dukungan
dan komitmen yang kuat dari semua unsur baik dari LP/ LS,
Akademisi, Perguruan Tinggi dll
7. Diperlukan DUKUNGAN dan KOMITMEN yang kuat dari berbagai
pihak dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
dan merata diseluruh wilayah Indonesia termasuk Dukungan dan
Komitmen Teman2 Bidan untuk memberikan Pelayanan ANC secara
berkualitas

Referensi :
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan ANC Terpadu, tahun
2020
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan
Psikososial pada Pandemi Covid-19, tahun 2020
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal,
Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan
Baru, tahun 2020
- Kementerian Kesehatan RI, Modul Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA), tahun 2015
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal
Terintegrasi, tahun 2015
- Buku KIA, tahun 2017

Midwifery Update pg. 234


BAB VI
ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

A. Deskripsi Singkat
Kelahiran merupakan sebuah keajaiban Tuhan yang terjadi setiap hari
dan sebuah kegembiraan bagi anggota keluarga. Bagi bidan, kelahiran
merupakan pelajaran yang tak pernah selesai dipelajari, karena
memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus berubah.. Pemilihan
fasilitas dan tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga
dengan harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat.

Sesi ini membahas tentang hal-hal yang wajib diperhatikan dalam


melakukan Asuhan Persalinan Normal. Membuat perempuan merasa
nyaman selama persalinan. Memfasilitasi perempuan melahirkan
dengan posisi sesuai dengan keinginannya. Meyakini kepala janin dapat
menyesuaikan diri dengan pelvic. Membuat keputusan klinis yang tepat
bila terjadi kelainan yang umum dan tidak berbahaya. Meyakini
kehadiran keluarga dan teman membawa manfaat pada proses
persalinan. Mendampingi perempuan dalam persalinan membutuhkan
kesabaran dan kerja keras.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang hal -
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan APN.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal
b. Memahami lima aspek Lima aspek dasar yang penting dalam
asuhan persalinan yang bersih dan aman
c. Memahami Kala I Asuhan PersalinanNormal
d. Memahami pencatatan proses persalinan pada Partograf

Midwifery Update pg. 235


e. Memahami asuhan kala II persalinan
f. Memahami asuhan kala III dan kala IV persalinan
g. Memahami Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
h. Memahami penjahitan robekan perineum
i. Memahami pelayanan persalinan pada saat pandemi
j. Memahami langkah-langkah penuntun belajar persalinan
normal

C. Materi Pokok
1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal
2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang
bersih dan aman
3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
4. Observasi persalinan dengan Partograf
5. Kala II persalinan
6. Kala III dan kala IV persalinan
7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
8. Penjahitan robekan perineum
9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19
10.Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Paradigma dalam Asuhan Persalinan
Fokus asuhan persalinan bersih dan aman adalah kualitas pelayanan,
kepuasan pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan keselamatan ibu
dan bayi (patient’s savety) Hal ini merupakan pergeseran paradigma
dari menunggu timbulnya penyulit dan penanganan komplikasi
menjadi proaktif dalam persiapan persalinan dan pencegahan
komplikasi. Hal ini terbukti mampu mengurangi kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir.

Midwifery Update pg. 236


Beberapa contoh dibawah ini, menunjukkan adanya pergeseran
paradigma tersebut diatas :
a. Mencegah perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia
uteri
Upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan dimulai dari tahap
yang paling dini. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan diantaranya
pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf,
managemenaktif kala III dan pemantauan terhadap kontraksi uterus
pasca persalinan. Upaya rujukan obstetric dimulai dari pengenalan
dini kondisi patologis, penanganan awal dan menjaga kondisi ibu
dan bayi agar tetap optimal dan merujuk secara tepat waktu
b. Mencegah terjadinya laserasi/ episiotomi
Dengan paradigm pencegahan, episiotomi tidak lagi dilakukan
secara rutin karena dengan perasat khusus, penolong persalinan
akan mengatur ekspulsi kepala, bahu dan seluruh tubuh bayi untuk
mencegah terjadinya laserasi atau minimalisasi robekan pada
perineum.
c. Mencegah terjadinya retensio plasenta
Management aktif kala III dilakukan untuk mencegah atonia uteri
atau perdarahan pasca persalinan, mempercepat proses pelepasan
plasenta dari dinding Rahim dan melahirkan plasenta dengan
pemberian utero tonika dalam 1 menit setelah bayi lahir dan
melakukan penegangan talipusat terkendali.
d. Mencegah terjadinya partus lama
Untuk mencegah partus lama, asuhan bersih dan aman
mengandalkan penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu
dan janin serta kemajuan proses persalinan. Dukungan suami atau
kerabat, diharapkan dapat memberikan rasa tenang, aman, dan
nyaman selama proses persalinan berlangsung. Pendampingan oleh
keluarga ini diharapkan dapat mendukung kelancaran proses
persalinan, menjalin kebersamaan, berbagi tanggung jawab
diantara penolong dan keluarga pasien.
e. Mencegah terjadinya asfiksia bayi baru lahir

Midwifery Update pg. 237


Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/ penanganan penyulit sedini mungkin, misalnya dengan
memantau secara baik dan teratur denyut jantung janin selama
proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa
nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero plasenta
terhadap bayi, tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan
bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk
menjaga tubuh bayi tetap hangat, menempatkan bayi dalam posisi
yang tepat, melakukan penghisapan lendir secara benar,
rangsangantaktil danmemberikanpernafasanbuatan (bilaperlu).
Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia,
memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi
asfiksia dan mencegah hipotermi.

Jika semua penolong persalinan kompeten melakukan upaya


pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan
tepat waktu, serta melakukan upaya rujukan segera dimana kondisi ibu
masih optimal maka semua upaya tersebut dapat secara signifikan
menurunkan jumlah kesakitan dan kematian ibu dan bayi barulahir di
Indonesia.

Tujuan Asuhan persalinan Bersih dan Aman adalah menjaga


kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, sehingga melalui upaya yang terintegrasi dan
lengkap tetapi dengan intervensi minimal maka prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan.

Setiap intervensi yang akan di aplikasikan dalam asuhan


persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah
yang kuat, termasuk juga manfaat dari berbagai intervensi
yang ada, bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan

Midwifery Update pg. 238


Materi Pokok 2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman
a. Membuat keputusan klinik yang cepat dan tepat
b. Melaksanakan asuhan sayng ibu dan saying bayi
c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan
e. Melakukan rujukan secara tepat waktu

a. Membuat keputusan klinik


Membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan
untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang
diperlukan oleh pasien. Keputusan harus akurat, komprehensif dan
aman, baik bagi pasien, keluarga maupun petugas yang memberikan
pertolongan. Keputusan klinik tersebut harus dihasilkan melalui
serangkaian proses dan metode yang sistematik, menggunakan
informasi yang dan hasil olah kognitif dan intuitif serta dipadukan
dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence
based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui
beberapa tahapan logis dan diperlukan dalam upaya untuk
menyelesaikan masalah dan berfokus pada pasien.

b. Melaksanakan asuhan sayang ibu dan sayang bayi


Asuhan saying ibu dan saying bayi adalah asuhan yang menghargai
budaya, kepercayaan dan keinginan ibu. Beberapa prinsip dasar
asuhan saying ibu dan bayi adalah dengan mengikut sertakan suami
dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak
hasil penelitian menunjukkan bahwa jika ibu diperhatikan dan
diberikan dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan
yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman
dan hasil yang diperoleh akan lebih baik serta dapat mengurangi
persalinan dengan tindakan atau seksiosesaria, dan persalinan
berlangsung lebih cepat.

Midwifery Update pg. 239


c. Melaksanakan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-
komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi.
Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan
tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena
bakteri, virus dan jamur serta melakukan upaya menurunkan
risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya seperti hepatitis
dan HIV/AIDS. (Prinsip-prinsip pencegahan infeksi akan dibahas
lebih jelas pada materi tersendiri).

d. Melakukan pendokumentasian atau pencatatan


Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan
klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus
menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses
persalinan dan kelahiranbayi. Pencatatan rutin yang perlu dibuat
dan dilengkapi adalah kondisi pasien, diagnosis dan tatalaksana,
asuhan neonatus, laporan persalinan atau tindakan medik yang
dilakukan, laporan kejadian yang tidak diinginkan, kohort pasien,
komplikasi yang terjadi, hasil pengobatan dan sebagainya.

e. Melakukan rujukan secara tepat waktu


Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu kefasilitas rujukan
atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan
mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayinya. Meskipun sebagian
besar ibu akan mengalami persalinan normal, namun sekitar 10 -15
% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan
dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan
rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi
sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan/ atau bayinya kefasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat
bagi keberhasilan upaya penyelamatan.

Midwifery Update pg. 240


Materi Pokok 3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan 37-42 minggu tanpa disertai penyulit.
Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan
lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum dapat dikatakan inpartu
jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan atau pembukaan
pada serviks.

Tanda dan gejala inpartu


a. Adanya kontraksi uterus yang teratur dan makin meningkat
(frekuensi dan kekuatannya) minimal 2 x dalam 10 menit.
b. Adanya penipisan dan pembukaan serviks
c. Keluarnya lender bercampur darah (bukan tanda pasti)

Fase-fase dalam kala I persalinan : fase laten dan fase


aktif Fase laten pada kala I persalinan :
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap
b. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
c. Pada umumnya berlangsung selama 6 – 8 jam

Fase aktif pada kala I persalinan :


a. Frekuensi dan lama kontraksi akan meningkat secara bertahap dan
dianggap adekuat jika terjadi 3 x atau lebih dalam waktu 10 menit
dan lamanya berlangsung selama 40 detik atau lebih
b. Pembukaan serviks 4 cm atau lebih.
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Midwifery Update pg. 241


Penolong persalinan harus selalu waspada terhadap kemungkinan
timbulnya masalah atau penyulit. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan
untuk menseleksi adanya risiko kegawat daruratan dan penyulit antara
lain :
a. Riwayat bedah Caesar
b. Perdarahan pervaginam
c. Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
d. Ketuban Pecah dengan Mekonium Kental
e. Ketuban Pecah Lama (> 24 jam)
f. Ketuban Pecah pada Persalinan Kurang Bulan (usia kehamilan
kurang dari 37 minggu)
g. Ikterus
h. Anemia Berat
i. Tanda/ gejala Infeksi
j. Pre-eklampsi/ Hipertensi Dalam Kehamilan
k. Tinggi Fundus Uteri 40 cm atau lebih
l. Gawat Janin
m. Primipara dalam Fase Aktif Kala Satu Persalinan dengan palpasi
kepala masih 5/5
n. Presentasi bukan belakang kepala
o. Presentasi Majemuk
p. Kehamilan Gemeli
q. Tali pusat menumbung
r. Syok
s. Penyakit penyakit yang menyertai
t. Tinggi badan < 140 cm

Bidan harus dapat mengenali berbagai penyulit pada ibu bersalin, yang
mengharuskan ibu untuk dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih
lengkap, dimana jika salah satu hasil anamnesa dan pemeriksaan risiko
kegawat-daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus dirujuk kefasilitas
kesehatan rujukan yang lebih lengkap.

Midwifery Update pg. 242


Asuhan sayang ibu pada kala I :
a. Memberikan dukungan emosional
b. Membantu pengaturan posisi ibu
c. Memberikan cairan dan nutrisi
d. Keleluasaan melakukan mobilisasi
e. Pencegahan infeksi

Materi Pokok 4. Mencatat proses Persalinan dengan menggunakan


partograf
Observasi yang ketat harus dilakukan selama kala I persalinan untuk
keselamatan ibu, hasil observasi dicatat didalam partograf. Partograf
membantu bidan mengenali apakah ibu masih dalam kondisi normal
atau mulai ada penyulit. Dengan selalu menggunakan partograf, bidan
dapat mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga
dapat terhindar dari keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin.
Partograf dilengkapi halaman depan dan halaman belakang untuk
diketahui dengan lengkap proses persalinan kala I sd IV

Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai
bagian penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik
tanpa ataupun adanya penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah,
puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis
Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).

Partograf membantu penolong persalinan dalam memantau,


mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal
maupun yang disertai dengan penyulit. Pencatatan pada partograf
dimulai pada saat proses persalinan masuk dalam “ fase aktif “.

Midwifery Update pg. 243


Bila hasil pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan 4 cm, tetapi
kualitas kontraksi belum adekuat minimal 3 x dalam 10 menit dan/atau
lamanya masih kurang 40 menit, lakukan observasi selama 1 jam
kedepan. Jika masih sama, berarti pasien belum masuk fase aktif.

Bila pembukaan sudah mencapai > 4 cm tetapi kualitas kontraksi masih


kurang 3 x dalam 10 menit atau lamanya kurang dari 40 detik, pikirkan
diagnosa inertia uteri.

Komponen yang harus diobservasi :


a. Denyut jantung janin setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 1/2 jam
c. Nadi : setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan kepala : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam

Lembar partograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk


mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk:
a. Informasi tentang Ibu dan Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Nama, umur.
2) Gravida, para, abortus (keguguran).
3) Nomor catatan medis/nomor puskesmas.
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal
dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu).
5) Waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin:
1) DJJ;
2) Warna dan adanya air ketuban
3) Penyusupan (molase) kepala janin
c. Kemajuan Persalinan:
1) Pembukaan serviks

Midwifery Update pg. 244


2) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
3) Garis waspada dan garis bertindak
d. Jam dan waktu:
1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
h. Kontraksi Uterus:
Frekuensi dan lamanya
i. Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
1) Oksitosin
2) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
j. Kondisi Ibu:
1) Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh
2) Urin (volume, aseton atau protein)
3) Asupan cairan dan nutrisi serta tatalaksana dan keputusan
klinik
k. Garis Waspada, Garis Bertindak dan Lajur Pemberian Oksitosin
1) Jika grafik dilatasi melewati garis waspada maka penolong harus
mewaspadai bahwa persalinan yang sedang berlangsung telah
memasuki kondisi patologis
2) Partograf menyediakan lajur pemberian oksitosin untuk
persalinan patologis tetapi intervensi ini hanya dilakukan di
fasilitas yang memiliki sumber daya dan sarana yang lengkap
dan petugas memiliki kewenangan untuk melakukan prosedur
tersebut.

Materi Pokok 5. Kala II persalinan


Gejala dan tanda kala II
a. Ibu merasa adanya dorongan ingin meneran bersamaan dengan
adanya kontraksi
b. Ibu merasa adanya tekanan pada rectum/vagina.
c. Perineum menonjol
d. Vulva dan sfingter ani membuka

Midwifery Update pg. 245


Tanda pasti kala II jika:
a. Pembukaanlengkap
b. Terlihat bagian kepala janin pada introitus vagina

Asuhan sayang ibu dan bayi pada kala II


a. Anjurkan ibu selalu didampingi oleh keluarga selama proses
persalinan dan kelahiran bayi. Dukungan suami atau keluarga
sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan
b. Jelaskan tahapan dan proses kemajuan persalinan
c. Tentramkan hati ibu
d. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman pada saat meneran. Posisi
terlentang tidak dianjurkan lebih dari 10 menit
e. Anjurkan ibu meneran pada kala II, hanya pada saat kontraksi atau
adanya dorongan ingin meneran. Jangan anjurkan ibu meneran
berkepanjangan sehingga upaya akan terhalang.
f. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi
g. Anjurkan untuk minum selama proses persalinan

Penatalaksanaan fisiologis kala II


Sebagian besar penolong akan meminta ibu untuk “menarik nafas
panjang dan meneran setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin
meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih dengan tenggorokan
terkatup atau maneuver valsava, 3 sampai 4 kali perkontraksi. Hal ini
ternyata dapat menurunkan denyut jantung janin dan nilai apgar score
yang lebih rendah dari normal. Cara meneran seperti itu bukan
merupakan tatalaksana fisiologis persalinan kala II. Pada tatalaksana
fisiologis persalinan kala II, ibu mengendalikan dan mengatur saat
meneran dengan fasilitasi cara meneran yang efektif dan benar dari
penolong persalinan.

Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan


bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah
daya dorong dan kontraksi untuk mengeluarkan bayi.

Midwifery Update pg. 246


a. Jika ibu ingin meneran, tapi pembukaan belum lengkap, anjurkan
ibu bernapas cepat saat kontraksi. Upayakan tidak meneran sampai
pembukaan lengkap.
b. Pimpin ibu meneran pada kala II hanya jika ibu ada dorongan ingin
meneran.
c. Jika pembukaan lengkap, tetapi ibu belum ingin meneran,
anjurkan perubahan posisi (bila masih mampu, anjurkan untuk
berjalan-jalan), pantau kondisi ibu dan janin tiap 15 menit, lakukan
stimulasi puting susu, pastikan kandung kemih kosong, evaluasi
selama 60 menit.
d. Jika ibu masih belum ada dorongan ingin meneran setelah itu,
anjurkan meneran pada saat kontraksi puncak.
e. Jika setelah 60 menit, bayi tidak lahir rujuk ibu kefasilitas kesehatan
rujukan.

Posisi dan Bimbingan Meneran

Midwifery Update pg. 247


Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman
bagi ibu dan member kemudahan baginya untuk beristirahat diantara
kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk
membantu ibu melahirkan bayinya. Posisi telungkup seringkali
membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi
berbaring miring memudahkan ibu untuk beristirahat diantara
kontraksi jika ibu mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi
risiko terjadinya laserasi. Posisi jongkok atau berdiri dapat
membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi
rasa nyeri.
Midwifery Update pg. 248
Cara meneran
a. Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya
selama kontraksi
b. Beritahu untuk tidak menahan nafas saat meneran
c. Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi
d. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah
untuk meneran jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan
kedada
e. Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
f. Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu
kelahiran bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan risiko distosia
bahu dan rupture uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk
tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukannya

Upaya pencegahan robekan perineum


Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan
ibu dan gunakan perasat manual yang tepat, dapat mengatur kecepatan
kelahiran bayi dan mencegah laserasi. Kerjasama akan sangat
bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka
vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan
diameter kepala saat melewati introitus vagina dan perineum dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk
meneran pendek dan beristirahat diantara kontraksi. Episiotomi
hanya dilakukan jika ada indikasi dan tidak dilakukan secara
rutin.

Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat


kelahiran bayi jika terjadi:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan pervaginam.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi
vakum, cunam atau forcep)
c. Adanya jaringan parut pada perineum atau vulva yang
memperlambat kemajuan persalinan.

Midwifery
Update
pg. 249
Penatalaksanaan distosia bahu
Pada proses persalinan normal setelah kelahiran kepala akan
terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada
sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada
saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu dengan (anterior) berada
dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada
pada posisi antero posterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan dengan simfisis.

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,


kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada
makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara, sehingga penurunan kepada yang terlalu
cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan
lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk
kedalam panggul.

Distosia bahu adalah suatu keadaan yang tidak dapat diduga


sebelumnya. Distosia bahu adalah kegawat-daruratan obstetri.
Kegagalan untuk melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu
dan bayi berisiko untuk terjadinya trauma. Insiden distosia bahu secara
keseluruhan berkisar antara 0.3-1 %, sedangkan pada berat badan bayi
diatas 4000 gram insiden meningkat menjadi 5-7 % dan pada berat
badan bayi lebih dari 4500 gram insidennya menjadi antara 8 - 10 %

Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan


distosia bahu ?
a. Kala II persalinan yang memanjang
b. Kepala bayi melekat pada perineum (recoil/ofhead perineum. Turle’s
sign)

Midwifery Update pg. 250


Masalah
Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terlambat dan tidak dapat dilahirkan

Pengelolaan umum
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada
setiap persalinan. Terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat
bayi yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus

Syarat Pertolongan Distosia Bahu


a. Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama
untuk menyelesaian persalinan
b. Masih memiliki kemampuan untuk mengobati
c. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi
tubuh bayi
d. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup.
e. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi
keluarnya bayi

Materi Pokok 6. Kala III dan kala IV persalinan


Fisiologi kala III persalinan
Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal
dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, (dengan adanya

Midwifery Update pg. 251


gaya gravitasi) plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke
dalam vagina

Manajemen aktif kala III


Tujuan manjemen aktif kala III adalah membuat uterus
berkontraksi lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu kala
III, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah selama
kala III persalinan jika dibandingkan dengan pelepasan plesenta
secara spontan. Sebagian besar (25-29 %) morbiditas dan mortalitas
ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan akibat
atonia uteri dan pelepasan plasenta sebagian/ retensio plasenta yang
dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III.

Keuntungan manajemen aktif kalaIII


a. Persalinan kala III lebih singkat
b. Mengurangi jumlah kehilangan darah
c. Mengurangi angka kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala III terdiri dari :


a. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit (pertama) setelah
bayi lahir
1) Letakkan bayi baru lahir diatas handuk/kain bersih yang telah
disiapkan di perut bawah ibu, selimuti bayi dan minta ibu atau
pendamping untuk membantu memegang bayi tersebut
2) Pastikan tidak ada bayi lain (undiagnosed twin) didalam uterus
3) Beritahu ibu akan disuntik
4) Segera suntikkan oksitosin 10 iu IM antara bawah dan tengah
lateral paha
5) Letakkan kembali alat suntik pada tempatnya, setelah bayi
dikeringkan, ganti dengan kain bersih dan kering, kemudian
lakukan penjepitan dan potong tali pusat (2-3 menit setelah bayi
lahir). Ikat erat tali pusat.
6) lakukan IMD kontak kulit ke-kulit dan selimuti ibu dan bayi.

Midwifery Update pg. 252


Oksitosin harus disimpan pada suhu 2-8 0 C baik selama dikamar
bersalin maupun pada saat disimpan di gudang penyimpanan obat.
Tersedia juga jenis oksitosin yang dapat disimpan pada temperatur
15-210 C (tergantung pembuatnya), tetapi jika disimpan pada
temperatur diatas batas toleransi temperatur tersebut, maka
oksitosin akan rusak dan menjadi tidak efektif. Menurut temuan
studi RS PONEK (Jakarta, 2011) suhu rata- rata kamar bersalin 25-
270 C.

b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali


1) Berdiri disamping ibu
2) Pindahkan klem (penjepit tali pusat) sekitar 5-10 cm dari vulva
3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan kain)
tepat diatas simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba
kontraksi uterus dan menekan uterus secara dorso cranial pada
saat terjadi kontraksi, tegangkan tali pusat. Lahirkan plasenta
yang sudah terlepas dari dinding rahim secara hati-hati untuk
mencegah terjadinya inversio uteri. Setelah plasenta terlepas
dari dinding uterus, anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta
terdorong keluar melalui introitus vagina. Bantu kelahiran
plasenta dengan cara menegangkan dan mengarahkan tali pusat
sejajar dengan lantai (mengikuti poros jalan lahir)
4) Jika plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi
kembali (sekitar 2-3 menit) dan lakukan PTT kembali
5) Jika setelah 15 menit melakukan PTT dan dorongan dorso
cranial, plasenta belumlepas, ulangipemberianoksitosin 10 iu
IM. Tunggu kontraksi yangkuat kemudian ulangi PTT dan dorso
cranial hingga plasenta dapat dilahirkan.
”Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti tekanan
dorso cranial secara serentak pada bagian bawah uterus (diatas
simfisis)”.

Midwifery Update pg. 253


c. Melakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir
1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri
2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin
merasa agak sedikit tidak nyaman karena tindakan yang
diberikan. Anjurkan ibu untuk mengatur nafas serta rileks
3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksanaa natonia uteri
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan lengkap dan
utuh
5) Periksa kembali uterus setelah 1-2 menit untuk memastikan
uterus berkontraksi dengan baik dan ajarkan ibu dan keluarga
cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik
6) Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit selama 1 jam pertama
dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua.

Memperkirakan kehilangan darah


Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara
tepat, karena darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban
atau urin, dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu bukanlah cara
yang efektif untuk mengukur kehilangan darah juga tidak
mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah
atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk
memegang dan menyusui bayinya.

Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah


melalui penampakan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan
tekanan darah). Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas,
pusing, tachicardi dan hipotensi (sistolik turun > 30 mmHg dari
kondisi sebelumnya) maka telah terjadi perdarahan 500 ml – 1000
ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik, maka ibu telah kehilangan

Midwifery Update pg. 254


darah 50 % (2000 -2500 ml). Penting sekali untuk selalu memantau
keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama
kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi
uterus.

Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia menjadi penyebab lebih dari
90 % perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian ibu akibat
perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama
setelah kelahiran bayi.

Pemantauan melekat pada semua ibu pasca persalinan serta


mempersiapkan diri untuk menata-laksana atonia uteri pada setiap
kelahiran merupakan tindakan pencegahan yang sangat penting.
Meskipun beberapa factor-faktor telah diketahui dapat
meningkatkan risiko perdarahan pasca persalinan, 2/3 kasus
perdarahan pasca persalinan terjadi pada ibu tanpa risiko. Karena
alasan tersebut maka manajemen aktif kala III merupakan hal yang
sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu akibat perdarahan pasca persalinan.

Midwifery Update pg. 255


Penatalaksanaan atonia uteri
Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik)
Ya Evaluasi rutin

Uterus kontraksi

Tidak
Pertahankan KBI selama 1-2 menit
Eksplorasi/bersihkanbekuandarah/s elaputketuban
Keluarkan tangan secara hati- hati
Pastikan kandung kemih kosong
Lakukan pengawasan kala IV
KBI maksimal 5 menit
Ya

Uterus

Tidak
Ya Suntik ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 – 1000 mg
Pasang infus RL + 20 IU oksitosin 28 tts
Berikan kristaloid, guyur Ya Pengawasan kala IV
Ulangi KBI

Uterus kontraksi

Tidak
RUJUK
Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal dan cairan infus 500 cc /jam hingga mencapai tempat rujukan
Selama rujukan dapat dilakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi aorta abdominalis

CATATAN:
- Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
- Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit
pembuluh darah tepi

Midwifery Update pg. 256


Materi Pokok 7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit kekulit dengan ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit 1 jam
b. Bayi harus dibiarkan untuk melakukan IMD dan ibu dapat
mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberikan
bantuan jika diperlukan
c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada
BBL, hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan. Prosedur tersebut
seperti pemberian vitamin K, menimbang, mengukur dan
sebagainya.

Keuntungan inisi menyusu dini bagi ibu dan bayi


a. Keuntungan IMD bagi bayi :
1) Mengurangi 22 % kematian bayi berusia kurang dari 28 hari
2) Menstabilkan pernafasan dan detakjantung
3) Mengendalikan temperature tubuh
4) Memperbaiki atau membuat pola tidur bayi lebih baik
5) Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu lebih cepat dan
efektif
6) Meningkatkan kenaikan berat badan (bayi lebih cepat kembali
keberat badan lahirnya)
7) Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi
8) Mengurangi tangis bayi
9) Mengurangi infeksi bayi dikarenakan adanya kolonisasi kuman
di usus bayi akibat kontak kulit ibu dengan bayi dan bayi
menjilat kulit ibu
10) Mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan
kejadian ikterus bayi baru lahir
11) Memperbaiki kadar gula dan parameter biokimia lain selama
beberapa jam pertama hidupnya
12) Mengoptimalisasi keadaan hormonal bayi

Midwifery Update pg. 257


b. Keuntungan IMD bagi ibu
1) Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu yang
dapat membantu kontraksi uterus sehingga menurunkan risiko
perdarahan post partum (pasca persalinan)
2) Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan
produksi ASI
3) Membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih
tenang dan tidak nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur
pasca persalinan lainnya
4) Menunda ovulasi

Materi Pokok 8. Penjahitan robekan perineum


Tujuan menjahit laserasi atau episiotomi adalah :
a. Menyatukan kembali jaringan tubuh (aproximasi)
b. Mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (hemostasis)
Pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang
secukupnya dan gunakan sesedikit mungkin jahitan. Dianjurkan untuk
melakukan penjahitan dengan tehnik jelujur.

Keuntungan tehnik penjahitan jelujur :


a. Mudah dipelajari
b. Tidak terlalu nyeri bagi ibu
c. Menggunakan jahitan lebih sedikit

Derajat robekan
Derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
Derajat 2 : derajat 1 ditambah otot perineum
Derajat 3 : derajat 2 ditambah otot sfingter ani
Derajat 4 : derajat 3 ditambah mukosa rektum
Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan
menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan

Midwifery Update pg. 258


Penjahitan laserasi perineum
a. Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah
terkontaminasi, atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam
lainnya
b. Pastikan semua peralatan sudah di proses secara benar.
c. Setelah memberikan anastesi lokal (lidokain 1% tanpa efineprin),
dan memastikan daerah tersebut sudah dianastesi, pastikan batas-
batas luka dan nilai kedalaman luka secara hati-hati.
d. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi
dibagian dalam vagina. Buat ikatan dan potong pendek benang yang
lebih pendek dari ikatan.
e. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit kebawah kearah
cincin himen.
f. Tepat sebelum lingkaran hymen, masukkan jarum kemukosa vagina
lalu kebawah dari lingkaran hymen sampai jarum ada dibawah alur
laserasi. Periksa bagian antara jarum di perineum dan bagian atas
laserasi. Perhatikan seberapa dekat jarum kepuncak luka.
g. Teruskan kearah bawah tapi tetap pada luka, menggunakan jahitan
jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan jarak
setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah dijahit. Jika laserasi
meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau
dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan
atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.
h. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas dan
teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
lapisan subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua.
Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau
kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat
penyembuhan luka.
i. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina,jarum
harus keluar dari belakang lingkaran hymen

Midwifery Update pg. 259


j. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong
terlalu pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka
k. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan
bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal didalam
l. Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba
apakah ada jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba,
ulangi pemeriksaan rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika
penyembuhan belum sempuna, segera rujuk ibu kefasilitas
kesehatan rujukan
m. Cuci area genitalia secara lembut dengan sabun dan air DTT,
kemudian keringkan. Bantu ibu memilih posisi yang nyaman.

Nasehati ibu untuk :


a. Menjaga daerah perineum selalu bersih dan kering
b. Hindari penggunaan obat-obat tradisional pada perineum
c. Cuci daerah perineum dengan sabun dan air 3-4 x perhari
d. Kembali 1-2 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka, dan
segera datang ke petugas bila mengalami demam atau
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau
terasa sangat nyeri.

Midwifery Update pg. 260


Ingat :
Jangan meninggalkan ibu dalam 2 jam pertama pasca persalinan
Seorang ibu dapat meninggal akibat dari atonia uteri (perdarahan dan
syok hipovolemik). Penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama
kala III dan IV persalinan dapat menghindari ibu dari komplikasi berat
dan kematian.

Midwifery Update pg. 261


Asuhan dan pemantauan kala IV
a. Lakukan masase uterus dan pantau kontraksi, tekanan darah, nadi,
tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua. Jika ada temuan tidak normal, tingkatkan observasi
penilaian kondisi ibu.
b. Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar serta melakukan masase jika uterus
menjadi lembek.
c. Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu
ibu mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur
posisi agar nyaman. Anjurkan ibu untuk memberikan ASI pada bayi.
d. Jangan gunakan gurita atau bebat perut selama 2 (dua) jam pertama
pasca persalinan.
e. Jika kandung kemih penuh bantu ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu
dengan cara menyiram air hangat ke perineumnya. Jika setelah
berbagai upaya dilakukan, ibu tetap tidak dapat berkemih secara
spontan, mungkin perlu dilakukan kateterisasi dengan
menggunakan tehnik aseptik.
f. Dokumentasikan seluruh hasil pemeriksaan pada tabel pemantauan
kala IV di halaman belakang lembar patograf.

Midwifery Update pg. 262


Materi pokok 9. Pelayanan Persalinan di masa pandemic
Covid-19
a. Semua persalinan dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b. Pemilihan tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
1) Kondisi ibu yang ditetapkan pada saat skrining risiko persalinan
2) Kondisi ibu saat inpartu
3) Status ibu dikaitkan dengan COVID-19.
 Persalinan di RS Rujukan COVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID- 19
(penanganan tim multidisiplin).
 Persalinan di RS non rujukanCOVID-19 untuk ibu dengan
status: suspek, probable, dan terkonfirmasi COVID-19, jika
terjadi kondisi RS rujukan COVID-19 penuh dan/atau terjadi
kondisi emergensi. Persalinan dilakukan dengan APD yang
sesuai.
 Persalinan di FKTP untuk ibu dengan status kontak erat
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR
< 5,8 dan limfosit normal, rapid testnon reaktif).
 Persalinan di FKTP menggunakan APD yang sesuai dan
dapat dan dapat menggunakan delivery chamber
(penggunaan delivery chamber belum terbukti dapat
mencegah transmisi COVID-19).
4) Pasien dengan kondisi inpartu atau emergensi harus diterima di
semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan walaupunbelumdiketahui
status COVID-19. Kecuali bila ada kondisi yang mengharuskan
dilakukan rujukan karena komplikasi obstetrik.
c. Rujukan terencana untuk ibu yang memiliki risiko pada persalinan
ibu hamil dengan status suspek dan terkonfirmasi COVID-19
d. Ibu hamil melakukan isolasi mandiri minimal 14 hari sebelum
taksiran persalinan atau sebelum tanda persalinan.
e. Pada zona merah (risiko tinggi), orange (risiko sedang), dan kuning
(risiko rendah), ibu hamil dengan atau tanpa tanda dan gejala
COVID-19 pada H-14 sebelum taksiran persalinan dilakukan
skrining untuk menentukan status COVID-19. Skrining dilakukan

Midwifery Update pg. 263


dengan anamnesa, pemeriksaan darah NLR atau rapid test (jika
tersedia fasilitas dan sumber daya). Untuk daerah yang mempunyai
kebijakan lokal dapat melakukan skrining lebih awal.
f. Pada zona hijau (tidak terdampak/tidak ada kasus), skrining
COVID- 19 pada ibu hamil jika ibu memiliki kontak erat dan atau
gejala.
g. Untuk ibu dengan status kontak erat tanpa penyulit obstetrik
(skrining awal: anamnesis, pemeriksaan darah normal (NLR < 5,8
dan limfosit normal), rapid test non reaktif), persalinan dapat
dilakukan di FKTP. Persalinan di FKTP dapat menggunakan delivery
chamber tanpa melonggarkan pemakaian APD (penggunaan
delivery chamber belum terbukti dapat mencegah transmisi
COVID-19).
h. Apabila ibu datang dalam keadaan inpartu dan belum dilakukan
skrining, Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus tetap melayani tanpa
menunggu hasil skrining dengan menggunakan APD sesuai standar.
i. Hasil skrining COVID-19 dicatat/dilampirkan di buku KIA dan
dikomunikasikan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan tempat rencana
persalinan.
j. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP).
Midwifery Update pg. 264
Materi Pokok 10. Langkah-langkah Penuntun Belajar Persalinan
Normal
PENUNTUN BELAJAR

PROSEDUR PERSALINAN NORMAL

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala


sebagai berikut:
Nama Peserta : ……………………………………
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan
Tanggal : ………………………….
yang seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan).
Masih membutuhkanKEGIATAN KASUS
bantuan pelatih untuk perbaikan langkah dan
I. MENGENALI GEJALA DAN TANDA KALA DUA
cara mengerjakannya
1.2 Mendengar langkah
Mampu: dan melihat tanda Kala Dua
dikerjakan persalinan
sesuai dengan yang seharusnya dan
 Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
urutannya (jikatekanan
 Ibu merasakan harus yang
berurutan). Waktu kerja
semakin meningkat masih dalam batas
pada rektum
danrata
rata- vagina
waktu untuk prosedur terkait
 Perineum tampak menonjol
3 Mahir: langkah
 Vulva dan sfingterdikerjakan
ani membukadengan benar, sesuai urutannya dan
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
waktu kerja yang sangat efisien
2.T/D Langkah
Pastikan tidak diamati
kelengkapan (penilai
peralatan, menganggap
bahan dan obat-obatan langkah
esensial tertentu tidak
untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi
perlu diperagakan)
segera pada ibu dan bayi baru lahir.
Untuk asuhan bayi baru lahir atau resusitasi  siapkan:
 Tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
 3 handuk/kain bersih dan kering (termasuk ganjal bahu bayi),
 Alat penghisap lendir,

Midwifery Update pg. 265


 Lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
Untuk ibu:
 Menggelar kain di perut bawah ibu
 Menyiapkan oksitosin 10 unit
 Alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Pakai celemek plastik atau dari bahan yang tidak tembus cairan
4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
5. Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk periksa dalam
6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT atau Steril dan pastikan tidak
terjadi kontaminasi pada alat suntik)
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DAN KEADAAN JANIN

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-


hati dari anterior (depan) ke posterior (belakang) menggunakan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam
wadah yang tersedia
 Jika terkontaminasi, lakukan dekontaminasi, lepaskan dan
rendam sarung tangan tersebut dalam larutan klorin 0,5% 
langkah # 9. Pakai sarung tangan DTT/Steril untuk
melaksanakan langkah lanjutan
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
 Bila selaput ketuban masih utuh saat pembukaan sudah
lengkap maka lakukan amniotomi
9. Dekontaminasi sarung tangan (celupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik, dan rendam dalam klorin
0,5% selama 10 menit). Cuci kedua tangan setelah sarung tangan
dilepaskan. Tutup kembali partus set.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus
mereda (relaksasi) untuk memastikan DJJ masih dalam batas
normal (120 – 160x/ menit)
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil periksa dalam, DJJ, semua
temuan pemeriksaan dan asuhan yang diberikan ke dalam
partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU
PROSES MENERAN

11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan


keadaan janin cukup baik, kemudian bantu ibu menemukan
posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
 Tunggu hingga timbul kontraksi atau rasa ingin meneran,
lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin

Midwifery Update pg. 266


(ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan
dokumentasikan semua temuan yang ada
 Jelaskan pada anggota keluarga tentang peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu dan meneran
secara benar
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran jika ada
rasa ingin meneran atau kontraksi yang kuat. Pada kondisi itu,
ibu diposisikan setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan
dan pastikan ibu merasa nyaman
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ingin
meneran atau timbul kontraksi yang kuat:
 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki
cara meneran apabila caranya tidak sesuai
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
 Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk
ibu
 Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)
 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir
setelah pembukaan lengkap dan dipimpin meneran ≥ 120 menit
(2 jam) pada primigravida atau ≥ 60 menit (1 jam) pada
multigravida
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam selang waktu 60 menit
V. PERSIAPAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut


bawah ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian sebagai alas bokong
ibu
17. Buka tutup partus set dan pastikan kembali kelengkapan
peralatan dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT/Steril pada kedua tangan
VI. PERTOLONGAN UNTUK MELAHIRKAN BAYI

Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka


vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi
dengan kain bersih dan kering, tangan yang lain menahan
belakang kepala untuk mempertahankan posisi fleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu meneran secara efektif
atau bernapas cepat dan dangkal
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat (ambil tindakan
yang sesuai jika hal itu terjadi), segera lanjutkan proses
kelahiran bayi. Perhatikan!

Midwifery Update pg. 267


 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lilitan lewat
bagian atas kepala bayi
 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua
tempat dan potong tali pusat di antara dua klem tersebut
21. Setelah kepala lahir, tunggu putaran paksi luar yang berlangsung
secara spontan
Lahirnya Bahu

22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkuspubis dan kemudian gerakkan ke
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan
bahu belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang
lengan dan siku bayi bagian atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua
mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang
kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-
jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk)
VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR

25. Lakukan penilaian (selintas):


 Apakah bayi cukup bulan?
 Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa
kesulitan?
 Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Bila salah satu jawaban adalah “TIDAK,” lanjut ke langkah
resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia (lihat
penatalaksanaanasfiksia)
Bila semua jawaban adalah “YA”, lanjut ke-26
26. Keringkan tubuh bayi
Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya (kecuali kedua tangan) tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Pastikan
bayi dalam posisi dan kondisi aman di perut bagian bawah ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan hanya satu bayi yang
lahir (hamil tunggal) dan bukan kehamilan ganda (gemelli).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus
berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10
unit (intramuskuler) di 1/3 distal lateral paha (lakukan aspirasi
sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 2-3 cm dari pusar bayi. Gunakan jari telunjuk dan
jari tengah tangan yang lain untuk mendorong isi tali pusat ke
arah ibu, dan klem tali pusat pada sekitar 2 cm distal dari klem
pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

Midwifery Update pg. 268


 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di
antara 2 klem tersebut.
 Ikat tali pusat dengan benang DTT/Steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan lagi benang tersebut dan ikat tali pusat
dengan simpul kunci pada sisi lainnya
 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah
disediakan
32. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu untuk kontak kulit ibu- bayi.
Luruskan bahu bayi sehingga dada bayi menempel di dada
ibunya. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting susu atau areola mame
ibu
 Selimuti ibu-bayi dengan kain kering dan hangat, pasang topi
di kepala bayi.
 Biarkan bayi melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu
paling sedikit 1 jam.
 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu
dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu untuk pertama kali
akan berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu
dari satu payudara
 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi
sudah berhasil menyusu
VIII. MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA PERSALINAN(MAK III)

33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas
simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang
klem untuk menegangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas
(dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversiouteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi kembali prosedur di atas.
 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta

36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah
dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke arah distal
maka lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga plasenta dapat
dilahirkan.
 Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi)
sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-
atas)
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM

Midwifery Update pg. 269


2. Lakukan kateterisasi (gunakan teknik aseptik) jika kandung
kemih penuh
3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
4. Ulangi tekanan dorso-kranial dan penegangan tali pusat 15
menit berikutnya
5. Jika plasenta tak lahir dalam 30 menit sejak bayi lahir atau
terjadi perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta
manual
37. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada
wadah yang telah disediakan.
 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari-jari tangan atau klem ovum DTT/Steril untuk
mengeluarkan selaput yang tertinggal
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

38. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan


masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus teraba keras)
 Lakukan tindakan yang diperlukan (Kompresi Bimanual
Internal, Kompresi Aorta Abdominalis, Tampon Kondom-
Kateter) jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
rangsangan taktil/masase
IX. MENILAI PERDARAHAN

39. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.


Lakukan penjahitan bila terjadi laserasi derajat 1 atau derajat 2
dan atau menimbulkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan
40. Periksa kedua sisi plasenta (maternal-fetal) pastikan plasenta
telah dilahirkan lengkap.Masukkan plasenta ke dalam kantung
plastik atau tempat khusus
X. ASUHAN PASCA PERSALINAN

41. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi


perdarahan pervaginam
42. Pastikan kandungkemihkosong. Jika penuh, lakukan kateterisasi
Evaluasi

43. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam


larutan klorin 0,5 %,bersihkan noda darah dan cairan tubuh,
dan bilas diair DTT tanpa melepas sarung tangankemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering.
44. Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
45. Memeriksa nadi ibu dan pastikan keadaan umum ibu baik.
46. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

Midwifery Update pg. 270


47. Pantau keadaan bayi dan pastikan bahwa bayi bernafas dengan
baik (40-60 kali/ menit).
 Jika bayi sulit bernapas, merintih, atau retraksi, diresusitasi
dan segera merujuk kerumahsakit.
 Jika bayi napas terlalu cepat atau sesak napas, segera rujuk
ke RS Rujukan.
 Jika kaki teraba dingin, pastikan ruangan hangat. Lakukan
kembali kontak kulit ibu-bayi dan hangatkan ibu-bayi dalam
satu selimut.
Kebersihan dan Keamanan

48. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DDT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan
darah di ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering
49. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya
50. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi
51. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan salep mata
profilaksis infeksi, vitamin K1 (1 mg ) intra muskuler dipaha kiri
bawah lateral dalam 1 jam pertama.
56. Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi
baik. (pernafasan normal 40 - 60 kali/ menit dan temperatur
tubuh normal 36.5 - 37.50C) setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha
kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar
sewaktu-waktu dapat disusukan.
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering
Dokumentasi

60. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda


vital, lakukan asuhan dan pemantauan kala IV persalinan setiap
15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.

Midwifery Update pg. 271


Referensi
- Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2017). JNPK-KR. JAKARTA
- Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney, H. (2010). Varney’s Midwifery,
Fourth Edition. Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett.)
- Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Faskesdasar dan Rujukan,
Kemenkes 2013
- Buku Acuan Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasr (PONED). 2008. JNPK - KR. Jakarta
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di
Era Adaptasi Kebiasaan Baru. Kemenkes 2020

Midwifery Update pg. 272


BAB VII
ASUHAN NIFAS DAN PELAYANAN KONTRASEPSI

A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang asuhan nifas dan pelayanan kontrasepsi

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami, asuhan nifas
dan pelayanan kontrasepsi.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu :
a. Memahami tentang asuhan masa nifas
b. Memahami tentang pelayanan nifas di masa pandemi
c. Memahami tentang konseling dengan menggunakan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) dan Strategi Konseling
Berimbang Keluarga Berencana (SKB-KB)
d. Memahami perkembangan terkini dalam pelayanan kontrasepsi
e. Memahami metode pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi
f. Memahami perkembangan terkini penggunaan KB Pasca
Persalinan
g. Memahami pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi

C. Materi Pokok
1. Asuhan Masa Nifas
a. Definisi asuhan masa nifas
b. Ruang lingkup pelayanan nifas
c. Jenis pelayanan masa nifas pada ibu
d. Pelayanan nifas di masa pandemi

Midwifery Update pg. 273


2. Konseling
a. ABPK
b. SKB-KB
3. Pelayanan Kontrasepsi
a. Kontrasepsi hormonal kombinasi
b. Kontrasepsi progestin
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
4. Kontrasepsi pada kondisi khusus
a. Kontrasepsi pasca persalinan
b. Kontrasepsi pasca keguguran
c. Kontrasepsi darurat
5. Pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Asuhan masa nifas
a. Definisi Asuhan Masa Nifas
Asuhan Masa Nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan bagi
ibu dan bayi baru lahir dalam kurun waktu 6 jam sampai 42 hari
setelah melahirkan, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
komprehensif. Ibu nifas dan bayi baru lahir dipulangkan setelah 24
jam pasca melahirkan. Sehingga sebelum pulang diharapkan ibu
dan bayinya mendapat 1 kali pelayanan pasca persalinan.

Kejadian kematian ibu dapat terjadi pada masa kehamilan, masa


persalinan dan masa nifas. Data dari Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan kejadian kematian ibu pada masa
kehamilan sebesar 25,46%, pada masa persalinan sebesar 12,95%
dan masa nifas sebesar 61,59% (Balitbangkes, Tedjayanti, 2012).

Tujuan Asuhan Masa Nifas


1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik secara fisik maupun
psikologis.
2) Deteksi dini masalah penyakit dan penyulit pasca persalinan,

Midwifery Update pg. 274


3) Memberikan pendidikan kesehatan dan memastikan
pemahaman serta kepentingan perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayi dan perawatan bayi sehat pada ibu dan keluarganya
melalui KIE
4) Melibatkan ibu, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan
ibu nifas dan bayi baru lahir
5) Menyediakan pelayanan KB sesegera mungkin setelah bersalin.

Berikut ini merupakan jadwal pelaksanaan kunjungan Nifas (KF).


Pelayanan pasca persalinan dilaksanakan minimal 4 kali dengan
waktu kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu. :
1) Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 - 48 jam setelah
persalinan.
2) Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3- 7 hari setelah
persalinan
3) Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8- 28 hari setelah
persalinan
4) Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29- 42 hari setelah
persalinan.

b. Ruang Lingkup Pelayanan Masa Nifas


Ruang lingkup pelayanan nifas pada ibu sebagaimana tercantum
pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 tahun 2014, meliputi:
1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu
2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
3) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan
4) Pemeriksaan jalan lahir
5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI Ekslusif
6) Pemberian kapsul vitamin A
7) Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
8) Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas

Midwifery Update pg. 275


c. Jenis Pelayanan Masa nifas pada ibu (table 1)
Tabel 1. Jenis Pelayanan Masa Nifas pada Ibu
KF1 KF2 KF3 KF4
No. Jenis Pemeriksaan/ Pelayanan 6- 48 3- 7 8- 28 29- 42
jam hr hr hr
1 Keadaan umum v v v v
2 Suhu tubuh v v v v
3 Tekanan darah v v v v
4 Berat badan v v v v
5 Nadi v v v v
6 Pernafasan v v v v
7 Pemeriksaan mata
v v v v
(konjunctiva, sklera)
8 Pemeriksaan payudara
(konsistensi, putting, ASI,
v v v v
pembendungan, mastitis,
abses)
9 Pemeriksaan abdomen (TFU,
v v v v
kontraksi)
10 Kandung kemih v v v v
11 Ekstremitas bawah (oedem) v v v v
12 Inspeksi vulva dan luka
v v v v
perineum
13 Pemeriksaan lokhia,
v v v v
perdarahan
14 Jenis Pelayanan v - - -
15 Tablet Tambah Darah (TTD)
v v v v
nifas
16 Skrining status T dan berikan
imunisasi TD apabila - - - v
diperlukan
17 Memeriksa tanda bahaya nifas v v v v

Midwifery Update pg. 276


18 Pelayanan KB Pasca
v v v v
Persalinan
19 Pemeriksaan Psikologis - v v v
20 KIE Masa Nifas v v v v
21 Pemeriksaan lab:
- Hb v * * *
- Gula darah - - - *
- Protein urin v * * *
- Skrining HIV *
- Skrining Hepatitis B *
v : pemeriksaan rutin
* : atas indikasi

Tanda bahaya pada ibu di masa nifas antara lain :


1) Perdarahan
Perdarahan yang banyak, segera atau dalam 1 jam setelah
melahirkan, sangat berbahaya dan merupakan penyebab
kematian ibu paling sering. Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian dalam waktu kurang dari 2 jam. Ibu perlu segera
ditolong untuk penyelamatan jiwanya.
Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari setelah melahirkan)
yang berlangsung terus menerus disertai bau tak sedap dan
demam, juga merupakan tanda bahaya.
2) Keluar cairan berbau dari jalan lahir
Keluarnya cairan berbau dari jalan lahir menunjukkan adanya
infeksi. Hal ini bisa disebabkan karena metritis, abses pelvis,
infeksi luka perineum atau karena luka abdominal.
3) Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang-
kejang.
Bengkak pada wajah, tangan dan kaki bila disertai tekanan
darah tinggi dan sakit kepala (pusing), sangat berbahaya. Bila
keadaan ini dibiarkan maka ibu dapat mengalami kejang-kejang.
Keadaan ini disebut Eklamsi.

Midwifery Update pg. 277


4) Demam lebih dari 2 hari
Demam lebih dari 2 hari pada ibu nifas bisa disebabkan oleh
infeksi. Apabila demam disertai keluarnya cairan berbau dari
jalan lahir, kemungkinan ibu mengalami infeksi jalan lahir. Akan
tetapi apabila demam tanpa disertai keluarnya cairan berbau
dari jalan lahir, perlu diperhatikan adanya penyakit infeksi lain
seperti demam berdarah, demam tifoid, malaria, dsb.
5) Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit
Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit bisa disebabkan
karena bendungan payudara, inflamasi atau infeksi payudara.
6) Gangguan psikologis pada masa pasca persalinan meliputi :
Perasaan sedih pasca persalinan (postpartum blues)
• Depresi ringan dan berlangsung singkat pada masa nifas,
ditandai dengan:
- Merasa sedih
- Merasa lelah
- Insomnia
- Mudah tersinggung
- Sulit konsentrasi
- Gangguan hilang dengan sendirinya dan membaik
- Setelah 2-3 hari, kadang-kadang sampai 10 hari
• Depresi pasca persalinan (postpartum depression)
- Gejala mungkin bisa timbul dalam 3 bulan pertama pasca
persalinan atau sampai bayi berusia setahun.
- Gejala yang timbul tampak sama dengan gejala depresi :
sedih selama > 2 minggu, kelelahan yang berlebihan dan
kehilangan minat terhadap kesenangan
• Psikosis pasca persalinan (postpartum psychotic)
- Pikiran bunuh diri
- Ancaman tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir
- Curiga
- Halusinasi

Midwifery Update pg. 278


d. Pelayanan Nifas pada masa pandemi
1) Pelayanan Pasca Salin (ibu nifas dan bayi baru lahir) dalam
kondisi normal tidak terpapar COVID-19 : kunjungan dilakukan
minimal 4 kali (Tabel 2).
2) Pelayanan KB pasca persalinan diutamakan menggunakan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), dilakukan dengan
janji temu dan menerapkan protokol kesehatan serta
menggunakan APD yang sesuai dengan jenis pelayanan.
3) Ibu nifas dengan status suspek, probable, dan terkonfirmasi
COVID-19 setelah pulang ke rumah melakukan isolasi mandiri
selama 14 hari. Kunjungan nifas dilakukan setelah isolasi
mandiri selesai.
4) Ibu nifas dan keluarga diminta mempelajari dan menerapkan
buku KIA dalam perawatan nifas dan bayi baru lahir di
kehidupan sehari- hari, termasuk mengenali TANDA BAHAYA
pada masa nifas dan bayi baru lahir. Jika ada keluhan atau
tanda bahaya, harus segera memeriksakan diri dan atau bayinya
ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5) KIE yang disampaikan kepada ibu nifas pada kunjungan pasca
salin (kesehatan ibu nifas):
• Higiene sanitasi diri dan organ genitalia.
• Kebutuhan gizi ibu nifas.
• Perawatan payudara dan cara menyusui.
• Istirahat, mengelola rasa cemas dan meningkatkan peran
keluarga dalam pemantauan kesehatan ibu dan bayinya.
• KB pasca persalinan : pada ibu suspek, probable, atau
terkonfirmasi COVID-19, pelayanan KB selain AKDR
pascaplasenta atau sterilisasi bersamaan dengan
seksiosesaria, dilakukan setelah pasien dinyatakan sembuh.

Midwifery Update pg. 279


Tabel 2. Pelayanan Pasca salin Berdasarkan Zona
Jenis Pelayanan Zona Hijau (tidak Zona kuning (Risiko
terdampak/tidak ada Rendah), Orange
kasus (Risiko sedang),
Merah (Risiko
tinggi)
Kunjungan 1:
6 jam - 2 hari Kunjungan nifas 1 bersamaan dengan
setelah kunjungan neonatal 1 dilakukan di fasyankes
persalinan
Kunjungan 2 : Pada kunjungan nifas 2,3 Pada kunjungan
3 - 7 hari dan 4 bersamaan dengan nifas 2,3 dan 4
setelah kunjungan neonatal 2 bersamaan dengan
persalinan dan 3 dilakukan kunjungan
Kunjungan 3 : kunjungan rumah oleh neonatal 2 dan 3
8 - 28 hr setelah nakes didahului dengan dilakukan melalui
persalinan janji temu dan media
Kunjungan 4 : menerapkan protkes. komunikasi/secara
29 - 42 hr Apabila diperlukan dapat daring, baik untuk
setelah dilakukan kunjungan ke pemantauan
persalinan Fasyankes dengan maupun edukasi.
didahului janji Apabila sangat
temu/teleregistrasi diperlukan dapat
dilakukan
kunjungan rumah
oleh nakes
didahului oleh janji
temu dan
menerapkan
protkes baik nakes
maupun ibu dan
keluarga

Materi Pokok 2. Konseling


a. ABPK
Dalam pelayanan kontrasepsi, konseling memegang peranan yang
paling penting terkait keberlangsungan dan kepuasan klien/pasien
dalam menggunakan kontrasepsi. Dalam memudahkan pemberian
konseling, sebaiknya menggunakan alat bantu dengan lembar balik
atau roda Klop. Hendaknya juga menerapkan enam langkah

Midwifery Update pg. 280


konseling yang sudah dikenal dengan SATU TUJU. Penerapan SATU
TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berurutan karena
provider harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien/pasien.

Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut :


Prinsip Konseling menggunakan ABPK
1) Klien/pasien yang membuat keputusan
2) Provider membantu klien/pasien menimbang dan membuat
keputusan yang paling tepat bagi klien/pasien
3) Sejauh memungkinkan keinginan klien/pasien dihargai /
dihormati
4) Provider menanggapi pernyataan, pertanyaan ataupun
kebutuhan klien/pasien
5) Provider harus mendengar apa yang dikatakan klien/pasien
untuk mengetahui apa yang harus ia lakukan selanjutnya.

Tehnik konseling :
1) SA : Sapa dan salam kepada klien/pasien dengan terbuka dan
sopan
Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan bicaralah
ditempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan
klien/pasien untuk membangun rasa percaya dirinya. Tanyakan
pada klien/pasien apa yang perlu dibantu serta jelaskan
pelayanan apa yang dapat diperoleh
2) T : Tanyakan pada klien/pasien, informasi tentang dirinya
Bantu klien/pasien untuk berbicara mengenai pengalaman
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, tujuan,
kepentingan, harapan serta keadaan kesehatan dan kehidupan
keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh
klien/pasien sesuai dengan kata-kata, gerak isyarat, dan
caranya. Coba tempatkan diri kita diposisi klien/pasien.
Perlihatkan bahwa kita memahami pengetahuan, kebutuhan dan
keinginan klien/pasien, agar kita dapat membantunya

Midwifery Update pg. 281


3) U : Uraikan kepada klien/pasien mengenai pilihannya dan
beritahu apa pilihan reproduksi yang paling sesuai, serta
alternative pilihan beberapa jenis kontrasepsi
Bantulah klien/pasien mendapatkan informasi mengenai jenis
kontrasepsi yang paling diinginkan oleh klien/pasien. Uraikan
juga mengenai resiko penularan penyakit menular seksual
termasuk HIV/AIDS dan pilihan metode ganda.
4) TU : Bantulah klien/pasien menentukan pilihannya
Bantulah klien/pasien menentukan metode kontrasepsi yang
paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhan reproduksinya.
Doronglah klien/pasien untuk menunjukkan keinginannya dan
mengajukan pertanyaan, lalu tanggapi secara terbuka. Lakukan
pemeriksaan yang diperlukan untuk melakukan penapisan
klien/pasien berdasarkan kriteria kelayakan medis. Bantu
klien/pasien memutuskan pilihan kontrasepsi yang tepat.
5) J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan
kontrasepsi pilihannya
Setelah klien/pasien memilih jenis kontrasepsinya, jelaskan
bagaimana alat/obat kontrasepsi itu digunakan dan bagaimana
cara penggunaannya. Dorong klien/pasien untuk bertanya dan
petugas menjawab secara jelas dan terbuka. Kaji pengetahuan
klien/pasien tentang penggunaan kontrasepsi pilihannya dan
puji klien/pasien apabila dapat menjawab dengan benar. Jika
klien/pasien ingin menggunakan kontrasepsinya saat itu juga,
lakukan penapisan kehamilan.
6) U : Rencanakan kunjungan ulang
Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien/pasien akan
kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Ingatkan
klien/pasien untuk kembali apabila terjadi suatu masalah atau
kemungkinan rujukan apabila terdapat kesulitan dan masalah
yang tidak dapat diselesaikan.

Midwifery Update pg. 282


b. Strategi Konseling Berimbang Keluarga Berencana (SKB-KB)
Metode konseling berimbang adalah salah satu metode konseling
dengan 3 alat bantu yaitu : diagram konseling, kartu konseling, dan
brosur setiap metode kontrasepsi. Dengan melakukan strategi
konseling berimbang maka petugas membantu klien/pasien dalam
memilih kontrasepsi yang akan digunakan. Penyampaian informasi
yang jelas dan benar mengenai metode KB dapat membantu
klien/pasien mengenal kebutuhannya untuk memilih solusi terbaik
dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang
sedang dihadapi. Konseling yang baik akan membantu klien/pasien
menggunakan kontrasepsi lebih lama dan meningkatkan
keberhasilan KB

Tujuan Konseling
1) Memberikan informasi yang tepat dan objektif sehingga
klien/pasien merasa puas
2) Mengidentifikasi dan menampung perasaan keraguan/
kekhawatiran tentang metode kontrasepsi
3) Membantu klien/pasien memilih metode kontrasepsi yang
sesuai dengan kebutuhan reproduksinya dan Medical Eligibility
Criteria
4) Memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan
tempat pelayanan KB.

Manfaat Konseling
1) Konseling membuat klien/pasien merasa bebas untuk memilih
dan membuat keputusan. Dia akan merasa telah memilih
metode kontrasepsi berdasarkan kemauannya sendiri yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya dan tidak merasa dipaksa
untuk menerima suatu metode kontrasepsi yang bukan
pilihannya.
2) Mengetahui dengan benar apa yang diharapkan/tujuan dari
pemakaian kontrasepsi. Klien/pasien memahami semua
manfaat yang akan diperoleh dan siap untuk mengantisipasi
berbagai efek samping yang mungkin akan terjadi.
Midwifery Update pg. 283
3) Mengetahui siapa yang setiap saat dapat dimintai batuan yang
diperlukan seperti halnya mendapat nasihat, saran, dan
petunjuk untuk mengatasi keluhan/masalah yang dihadapi.
4) Klien/pasien mengetahui bahwa penggunaan dan penghentian
kontrasepsi dapat dilakukan kapan saja selama hal itu memang
diinginkan klien/pasien dan pengaturannya diatur bersama
petugas.

Konseling perlu dilengkapi dengan Alat bantukarena :


1) Konseling yang berpusat pada klien/pasien, merupakan kunci
tersedianya pelayanan KB yang berkualitas
2) Konseling yang baik akan meningkatkan kualitas dan
memuaskan provider, klien/pasien dan masyarakat
3) Klien/pasien yang puas akan memiliki sikap dan perilaku positif
dalam menghadapi masalah-masalah KB dan menjaga kesehatan
reproduksi dan berpotensi mempromosikan KB di antara
keluarga, teman dan anggota masyarakat
4) Konseling yang baik dapat dilakukan dengan penguasaan materi
dan kemampuan melakukan keterampilan yang spesifik
5) Memberi kesempatan klien/pasien untuk berbicara merupakan
unsur pokok suatu konseling yang baik
6) Menciptakan suasana hubungan yang baik dengan klien/pasien
dan menjadi pendengar yang aktif adalah dasar terlaksananya
konseling yang baik
7) Komunikasi non verbal sama pentingnya dengan komunikasi
verbal.

Konseling yang baik akan membantu klien/pasien :


1) Memilih metode yang membuat mereka nyaman dan senang
2) Mengetahui tentang efek samping
3) Mengetahui dengan baik tentang bagaimana penggunaan
metode yang dipilihnya
4) Mengetahui kapan harus datang kembali
5) Mendapat bantuan dan dukungan dalam ber KB

Midwifery Update pg. 284


6) Mengetahui bagaimana jika menghadapi masalah dalam
penggunaan sebuah metode KB
7) Mengetahui bahwa mereka bisa ganti metode jika menginginkan

4 (empat) K Proses Pengambilan Keputusan :


1) KONDISI masalah yang dihadapi
2) Daftar KEMUNGKINAN pilihan atau alternatif keputusan
3) Timbang KONSEKUENSI dari setiap pilihan yang ada
4) Buat KEPUTUSAN dan tinjau kembali apakah keputusan itu
sudah merupakan pilihan terbaik.

Medical eligibility WHO (Kriteria Medik WHO)


Kriteria 1 : Tidak ada batasan penggunaan kontrasepsi
Kriteria 2 : Manfaat penggunaan lebih besar dari risiko
Kriteria 3 : Risiko lebih besar dari manfaat
Kriteria 4 : Tidak ada manfaat kecuali risiko

Penapisan Kehamilan
Untuk melakukan penapisan kehamilan, ajukan 6 pertanyaan
berikut
1) Apakah klien/pasien pantang sanggama sejak haid terakhir?
2) Apakah klien/pasien baru melahirkan bayi kurang dari 4
minggu?
3) Apakah klien/pasien mempunyai bayi berumur kurang dari 6
bulan dan sedang menyusui secara ekslusif serta belum
mendapat haid?
4) Apakah klien/pasien masih dalam 7 hari pertama siklus haid?
5) Apakah klien/pasien mengalami keguguran dalam 7 hari
terakhir?
6) Apakah klien/pasien sedang menggunakan kontrasepsi secara
tepat dan konsisten?

Midwifery Update pg. 285


Jika klien/pasien menjawab “TIDAK” pada SEMUA pertanyaan,
maka kemungkinan kehamilan tidak dapat disingkirkan

Jika klien/pasien menjawab “YA” pada MINIMAL salah satu


pertanyaan, maka kemungkinan kehamilan dapat disingkirkan,
klien/pasien dapat menggunakan metode kontrasepsi

Tingkat efektifitas penggunaan metode kontrasepsi


Kehamilan per 100
perempuan dalam 12 bulan
Efektifitas Metode Kontrasepsi pertama pemakaian

Digunakan Digunakan
secara tepat secara biasa
dan
konsisten

Sangat Implan 0,05 0,05


Efektif Vasektomi 0,01 0,15
SuntikanKombinasi 0,05 2
Suntikan Progestin 0,3 3
Tubektomi 0,5 0,5
AKDR T Cu 380 A 0,3 0,8

Efektif M. L. A. 0,9 2
PilKombinasi (KOK) 0,3 8
Pil Progestin (non- 0,5 8
laktasi)

Kurang Kondom Pria 2 15


efektif Sanggama 4 27
Terputus 6 16
Diafragma+ 4 26
Spermasida 5 21
KB Alamiah 18 29
Kondom
Perempuan
Spermasida
Tidak 85 85
menggunakan
Kontrasepsi

Midwifery Update pg. 286


Urutan Penggunaan kontrasepsi yang rasional
menurut kebutuhan reproduksi
Urutan Fase menunda Fase Fase tidak ingin
prioritas kehamilan menjarangkan hamil lagi
kehamilan
1 Pil AKDR Steril
2 AKDR Suntikan AKDR
3 Sederhana Mini Pil Implan
4 Implan Pil Suntikan
5 Suntikan Implan Pil
6 Sederhana Sederhana

Materi Pokok 3. Pelayanan Kontrasepsi


a. Kontrasepsi Hormonal Kombinasi
Kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) mengacu pada produk
kontrasepsi yang mengandung estrogen yang dikombinasikan
dengan progestin. Bagian ini memberikan rekomendasi untuk
penggunaan berbagai KHK, termasuk kontrasepsi pil kombinasi
(KPK) dan kontrasepsi suntik kombinasi (KSK).

KHK dapat digunakan dengan aman oleh sebagian besar wanita.


Untuk membantu menentukan apakah wanita dengan kondisi medis
atau karakteristik tertentu dapat menggunakan KHK dengan aman,
mengacu pada criteria kelayakan medis untuk penggunaan
kontrasepsi.
KHK tidak dapat digunakan pada klien/pasien dengan :
1) TD > 140/90
2) Sedang menggunakan obat-obat anti konvulsi, obat TBC
3) Migren dengan aura
4) Merokok > 35 batang per hari
5) Penderita penyakit kardio vaskuler
6) Tromboemboli vena
7) Penyakit Hepar.

Midwifery Update pg. 287


1) Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK)
Kontrasepsi pil kombinasi adalah pil yang mengandung hormon
estrogen dan progesteron dengan dosis tertentu. Hormon
didalam pil ini, sangat mirip dengan hormon estrogen dan
progesteron yang ada didalam tubuh perempuan. Mekanisme
utama pil kombinasi untuk mencegah terjadinya kehamilan
adalah dengan mencegah ovulasi. Hormon yang digunakan
untuk pil kombinasi adalah estrogen (etinilestradiol/EE) dan
progesteron.

Jenis –jenis Pil Kombinasi :


• Monofasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam
dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
• Bifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam
dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif
• Trifasik : pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet
mengandung hormone aktif estrogen/progestin (E/P) dalam
tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormone aktif

Waktu Memulai Pemakaian KPK


Wanita dapat diberikan KPK, terlebih dahulu dengan instruksi
yang tepat pada inisiasi, asalkan dia secara medis memenuhi
syarat.

Wanita yang sedang dalam masa menstruasi


• Dalam 5 hari setelah dimulainya pendarahan menstruasi:
KPK, dapat dimulai. Tidak diperlukan perlindungan
kontrasepsi tambahan.
• Lebih dari 5 hari sejak dimulainya pendarahan menstruasi:
KPK, dapat dimulai jika cukup yakin bahwa wanita tidak
hamil. Dia harus pantang berhubungan seks atau

Midwifery Update pg. 288


menggunakan perlindungan kontrasepsi tambahan selama 7
hari ke depan.

Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG)


• Dalam 5 hari sejak awal menstruasi : KPK, dapat dimulai.
Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
AKDR bisa dilepas pada waktu itu.
• Lebih dari 5 hari sejak awal menstruasi : KPK, dapat dimulai
jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak hamil.
Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat periode
menstruasi berikutnya.
• Jika wanita mengalami amenorea atau mengalami
perdarahan yang tidak teratur, KPK dapat dimulai seperti
yang disarankan untuk wanita amenorea lainnya.

GDG (Guideline Development Group) menganggap risiko ovulasi


dalam 5 hari pertama menstruasi menjadi rendah. Setelah hari
ke-5, pencegahan ovulasi dianggap kurang dapat diandalkan
Ketika memulai kontrasepsi oral. Penggunaan KPK
berkelanjutan terus menerus diperlukan untuk mencegah
ovulasi.

Penanganan efek samping yang sering terjadi

Efek samping atau Penanganan


masalah
Amenore (tidak ada Periksa dalam atau tes kehamilan, bila tidak
perdarahan, atau hamil dan klien/pasien minum pil dengan
spotting benar, tenangkan klien/pasien. Tidak
datang haid kemungkinan besar karena
kurang adekuatnya efek estrogen terhadap
endometrium. Tidak perlu pengobatan
khusus. Coba berikan pil dengan dosis
estrogen 50 µg, atau dosis estrogen tetap,
tetapi dosis progesterone dikurangi. Bila
klien/pasien hamil, hentikan pil dan yakin
kan klien/pasien, bahwa pil yang telah
diminum tidak mempunyai efek pada janin

Midwifery Update
pg. 289
Mual, pusing, atau Test kehamilan, atau pemeriksaan
muntah (akibat ginekologik. Bila tidak hamil, sarankan
reaksi anafilaktik) minum pil saat makan malam, atau sebelum
tidur

Perdarahan Test kehamilan, atau pemeriksaan


pervaginam/ ginekologik. Sarankan minum pil pada
spotting waktu yang sama. Jelaskan bahwa
perdarahan atau spotting merupakan hal
yang biasa terjadi dalam 3 bulan pertama,
dan lambat laun akan berhenti sendiri.
Ganti pil dengan dosis estrogen lebih tinggi
(50 µg) sampai perdarahan teratasi, lalu
kembali kedosis awal. Bila perdarahan atau
spotting timbul lagi, lanjutkan lagi dengan
dosis 50 µg, atau ganti dengan metode
kontrasepsi lain

Keadaan yang perlu mendapat perhatian


Tanda dan gejala Masalah yang mungkin
terjadi
Nyeri dada hebat, batuk, napas Serangan jantung atau
pendek bekuan darah di dalam paru

Sakit kepala hebat Stroke, hipertensi, migren

Nyeri tungkai hebat (betis atau Sumbatan pembuluh darah


paha) tungkai

Nyeri abdomen hebat Penyakit kandung empedu,


bekuan darah, pankreatitis

Kehilangan penglihatan atau Stroke, hipertensi, atau


kabur problem vaskuler

Tidak terjadi Kemungkinan kehamilan


perdarahan/spotting setelah
selesai minum pil

Midwifery Update pg. 290


Interaksi obat
Beberapa obat-obatan tertentu, dapat mengurangi efek
kontrasepsi pil kontrasepsi yang kemudian akan meningkatkan
gangguan pola haid atau terjadinya kehamilan. Obat-obatan
tersebut diantaranya adalah rifampisin, barbiturat, fenitoin,
griseofulfin dan karbamazepin. Antibiotika seperti ampisilin dan
doksisiklin, dapat mengurang flora bakteri usus yang berperan
dalam daur ulang etinilestradiol sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hormon tersebut di dalam sirkulasi dan mengurangi
potensi kontraseptifnya. Ada beberapa jenis jamu dapat
berinteraksi dengan sistem sitokromoksidoreduktase P450 di
hepar yang dapat menyebabkan hidroksilasi hormon estradiol
dan akan menurunkan efek kontrasepsi pil hormon kombinasi
ini.
2) Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK)
Kontrasepsi suntik kombinasi (KSK) terdiri dari dua hormon
yaitu progestin dan estrogen seperti hormon alami pada tubuh
seorang perempuan. Progestin yang digunakan adalah medroxy
progesterone Acetate 25 mg dan estrogen dalam bentuk estradiol
Cypionate 5 mg Suntikan kombinasi, dipasarkan dengan nama
dagang Ciclofem, Ciclofemina, Cyclofem, Cyclo-provera dan lain-
lain.

Waktu Memulai Pemakaian KSK


• Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat
diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi
tambahan.
• Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat
diberikan jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak
hamil. Klien/pasien tidak boleh berhubungan seksual dalam
7 hari setelah pemberian KSK, atau harus menggunakan
kontrasepsi tambahan.

Midwifery Update pg. 291


Beralih dari metode hormonal lain
• Jika wanita tersebut telah menggunakan metode hormonal
secara konsisten dan benar atau jika sudah pasti bahwa dia
tidak hamil, suntikan KSK pertama dapat diberikan segera;
tidak perlu menunggu periode menstruasi berikutnya.
• Jika metode wanita sebelumnya adalah kontrasepsi suntik
lain, suntikan KSK ulangan dapat diberikan. Tidak
diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.

Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG)


• Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat
diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi
tambahan. AKDR dapat dilepas pada saat itu juga.
• Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: KSK pertama dapat
diberikan jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak
hamil. Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat
menstruasi berikutnya atau klien/pasien dalam 7 hari
setelah pemasangan KSK, tidak boleh berhubungan seksual
atau harus menggunakan perlindungan kontrasepsi
tambahan.

Efektitas KSK
• Sangat efektif (0,1 – 0,4 kehamilan per 100 perempuan)
selama tahun pertama penggunaan
• Klien/pasien masih dapat disuntik jika terlambat 1 minggu
atau lebih cepat 1 minggu dari jadwal suntik seharusnya,
namun tetap dengan konseling, dan biarkan klien/pasien
yang memutuskan.

Midwifery Update pg. 292


Penanganan efek samping dan masalah

Efek samping Penanganan


atau masalah
Amenore (tidak Bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak
ada perdarahan, perlu diberikan pengobatan khusus.
atau spotting Jelaskan bahwa darah tidak berkumpul
didalam rahim.
Anjurkan klien/pasien untuk kembali ke
klinik bila tidak datangnya haid menjadi
masalah.
Bila klien/pasien hamil, hentikan
penyuntikan, dan jelaskan bahwa
hormon estrogen dan progesterone
sedikit sekali pengaruhnya pada janin

Mual, pusing, Test kehamilan, atau pemeriksaan


atau muntah ginekologik.
(akibat reaksi Bila tidak hamil, informasikan bahwa hal
anafilaktik) ini adalah hal biasa dan akan hilang
dalam waktu dekat
Bila hamil, hentikan suntikan

Perdarahan Periksa problemginekologik.


pervaginam/ Bila tidak ada masalah jelaskan bahwa
spotting perdarahan atau spotting merupakan hal
yang biasa terjadi dalam 3 bulan
pertama dan lambat laun akan berhenti
sendiri.
Bila perdarahan berlanjut, ganti dengan
metode kontrasepsi lain.

Tanda-tanda yang harus diwaspadai pada penggunaan suntikan


kombinasi (KSK)
• Nyeri dada hebat atau nafas pendek. Kemungkinan ada
bekuan darah di paru atau serangan jantung
• Sakit kepala hebat, atau gangguan penglihatan.
Kemungkinan terjadi stroke, hipertensi atau migren
• Nyeri tungkai hebat. Kemungkinan terjadi sumbatan
pembuluh darah pada tungkai

Midwifery Update pg. 293


• Tidak terjadi perdarahan atau spotting selama 7 hari
sebelum suntikan berikutnya, pastikankemungkinan terjadi
kehamilan.

Interval Suntikan Ulangan


• KSK ulangan harus diberikan setiap empat minggu.
• Suntikan ulangan dapat diberikan hingga 7 hari lebih awal
tetapi dapat mengganggu pola perdarahan.
• Suntikan ulang dapat diberikan hingga 7 hari terlambat
tanpa memerlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
• Jika pengguna tersebut terlambat lebih dari 7 hari untuk
suntikan ulangan, klien/pasien dapat diberikan suntikan
jika cukup yakin bahwa dia tidak hamil. Klien/pasien tidak
boleh melakukan hubungan seksual dalam 7 hari setelah
pemberian KSK, atau harus menggunakan perlindungan
kontrasepsi tambahan. Jika diperlukan, penggunaan
kontrasepsi darurat dapat dipertimbangkan.

b. Kontrasepsi Progestin (KP)


Kontrasepsi progestin termasuk kontrasepsi pil progestin (KPP),
kontrasepsi suntik progestin (KSP) dan Implan
1) Kontrasepsi Pil Progestin
KPP hanya mengandung progestin dan tidak ada estrogen.
Waktu MemulaiPenggunaan KPP
 Dalam 5 hari awal siklus menstruasi: KPP dapat dimulai.
Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
 Lebih dari 5 hari awal siklus menstruasi: KPP dapat dimulai
setelah dipastikan bahwa pengguna tidak hamil. Dalam 2
hari setelah penggunaan, wanita tidak boleh melakukan
hubungan seksual atau harus menggunakan perlindungan
kontrasepsi.
 Jika tidak haid, KPP dapat dimulai kapan saja setelah
dipastikan klien/pasien tidak hamil. Dalam 2 hari setelah

Midwifery Update pg. 294


penggunaan, klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan
seksual atau harus menggunakan perlindungan kontrasepsi.

Beralih dari Metode Hormonal lain


 KPP dapat dimulai segera jika wanita tersebut telah
menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar
atau jika cukup yakin bahwa dia tidak hamil; tidak perlu
menunggu periode menstruasi berikutnya.
 Jika metode wanita sebelumnya adalah kontrasepsi suntik,
KPP dapat dimulai ketika suntikan ulang diberikan. Tidak
diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.

Beralih dari AKDR (termasuk LNG-AKDR)


 Dalam 5 hari setelah dimulainya pendarahan menstruasi:
KPP dapat dimulai. Tidak diperlukan perlindungan
kontrasepsi tambahan. AKDR dapat dicabut pada saat itu.
 Lebih dari 5 hari sejak awal perdarahan menstruasi : KPP
dapat dimulai jika cukup yakin bahwa wanita tersebut tidak
hamil. Direkomendasikan agar AKDR dilepas pada saat
periode menstruasi berikutnya atau klien/pasien tidak boleh
berhubungan seksual atau perlu menggunakan
perlindungan kontrasepsi tambahan selama 2 hari
berikutnya.
 Jika wanita mengalami amenorea atau mengalami
perdarahan yang tidak teratur, KPP dapat dimulai seperti
yang disarankan untuk wanita amenorea lainnya.

GDG (Guideline Development Group) menganggap risiko


ovulasi Ketika memulai KPP dalam 5 hari pertama menstruasi
menjadi rendah. Penekanan ovulasi dianggap kurang dapat
diandalkan Ketika dimulai setelah hari ke-5. Penggunaan pil
yang tidak konsisten atau salah menjadi alas an utama untuk
kehamilan yang tidak diinginkan dan menyoroti pentingnya
menggunakan KPP pada sekitar waktu yang sama setiap hari.

Midwifery Update pg. 295


Diperkirakan 48 jam penggunaan KPP dianggap perlu untuk
mencapai efek kontrasepsi pada lender serviks.

2) Kontrasepsi suntik progestin (KSP)


Kontrasepsi suntik progestin yang umum digunakan adalah
Depo Medroxy progesteron Acetate (DMPA) yang merupakan
derivate progesterone alamiah yang ada di dalam tubuh seorang
perempuan. Kontrasepsi progestin, tidak mengandung estrogen
sehingga dapat digunakan pada masa laktasi dan perempuan
yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen.

Efektifitas KSP
Efektifitas suntikan progestin memiliki efektifitas yang tinggi (3
kehamilan per 1000 perempuan) pada tahun pertama
penggunaan, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur
sesuai jadwal yaitu setiap 12 minggu.Klien/pasien masih bisa
disuntik jika terlambat 4 minggu dan lebih cepat 2 minggu dari
jadwal suntik seharusnya. Konseling tetap dilakukan, dan
klien/pasien yang memutuskan.

Efek samping dan penatalaksanaannya


 Amenore
Jelaskan pada klien/pasien bahwa sebagian besar pengguna
suntikan progestin mengalami hal ini. Haid tidak harus ada
setiap bulan dan hal ini tidak mengganggu kesehatan ibu.
Beberapa pengguna justru merasa senang tidak mendapat
haid. “Jangan” memberikan kontrasepsi oral kombinasi
untuk membuat perdarahan lucut. Bila klien/pasien merasa
terganggu dengan hal ini, anjurkan mengganti suntik
kombinasi.

Midwifery Update pg. 296


 Perdarahan ireguler
Jelaskan bahwa kondisi ini tidak mengganggu kesehatan
klien/pasien dan gangguan ini akan berkurang setelah
beberapa bulan penggunaan untuk penanganan jangka
pendek, gunakan ibuprofen 3 x 800 mg/ hari selama 5 hari
atau KOK selama 1 siklus.

 Kenaikan berat badan


Lakukan kajian pola diet dan jika ditemukan masalah, rujuk
klien/pasien ke ahli gizi

 Sefalgia
Untuk sefalgia yang terkait dengan pemakaian suntikan
progestin, dapat dicobakan aspirin (325-650 mg). Ibuprofen
(200-400 mg), paracetamol (325-1000 mg), atau penghilang
nyeri lainnya. Jika sefalgia menjadi lebih berat atau lebih
sering timbul selama penggunaan suntikan progestin maka
lakukan evaluasi tentang kemungkinan penyebab lainnya.

Waktu untuk mengulang KSP (suntikan ulangan)


 Suntikan ulangan DMPA harus diberikan setiap tiga bulan.
 Suntikan ulangan DMPA dapat diberikan hingga 2 minggu
lebih awal.
 Suntikan ulangan DMPA dapat diberikan hingga 4 minggu
terlambat tanpa memerlukan perlindungan kontrasepsi
tambahan. Jika klien/pasien terlambat lebih dari 4 minggu
untuk mengulang suntikan DMPA atau lebih suntikan dapat
diberikan jika yakin bahwa tidak hamil. klien/pasien tidak
boleh berhubungan seksual atau dapat menggunakan
perlindungan kontrasepsi tambahan dalam 7 hari kedepan.
klien/pasien mungkin ingin mempertimbangkan
penggunaan kontrasepsi darurat, jika perlu.

Midwifery Update pg. 297


Penggunaan KSP
Wanita yang Memiliki Siklus Menstruasi
 Dalam 7 hari setelah awal siklus menstruasi: Injeksi KSP
pertama dapat diberikan. Tidak diperlukan perlindungan
kontrasepsi tambahan.
 Lebih dari 7 hari sejak awal siklus menstruasi: Injeksi KSP
pertama dapat diberikan jika yakin wanita tidak hamil.
Wanita tidak boleh berhubungan seksual atau menggunakan
perlindungan kontrasepsi tambahan selama 7 hari ke depan

Beralih dari AKDR (termasuk AKDR-LNG)


 Dalam 7 hari pertama siklus menstruasi: Injeksi pertama
dapat diberikan. Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi
tambahan. AKDR dapat dilepas pada saat itu.
 Lebih dari 7 hari pertama siklus menstruasi: Injeksi pertama
dapat diberikan jika yakin bahwa tersebut tidak hamil.
Disarankan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi
berikutnya.

3) Kontrasepsi Implan
Implan mengandung hormon progestin (levonogestrel/
etonogestrel). Progestin ditempatkan didalam batang implan satu
atau dua batang yang di pasang pada lapisan bawah kulit
(subdermal) dibagian medial lengan atas dengan jangka 3 tahun.

Waktu mulai menggunakan implan


 Implan dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid.
Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan
 Bila Implan diberikan setelah hari ke 7 siklus haid,
klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi tambahan
selama 7 hari
 Bila klien/pasien tidak mendapat haid, Implan dapat
diberikan setiap saat, asal saja dapat dipastikan klien/pasien

Midwifery Update pg. 298


tidak hamil. Klien/pasien tidak boleh melakukan hubungan
seksual untuk 7 hari lamanya atau menggunakan metode
kontrasepsi yang lain selama 7 hari pasca persalinan
(menyusui)
 Bila telah mendapat haid, maka implant dapat dipasang
setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan kontrasepsi tambahan
selama 7 hari

Klasifikasi penggunaan Implan menurut WHO:


 Tekanan darah 140 – 159/90 merupakan klasifikasi 1
 Tekanan darah > 160/100 merupakan klasifikasi 2
 Penyakit hepar (Tumor hati) merupakan klasifikasi 3
 Kanker payudara merupakan klasifikasi 4

Beralih dari AKDR (termasuk LNG-AKDR)


 Dalam 7 hari awal siklus menstruasi: Implan dapat dipasang.
Tidak diperlukan perlindungan kontrasepsi tambahan.
AKDR dapat dilepas pada saat itu.
 Lebih dari 7 hari awal siklus menstruasi: Implan dapat
dipasang jika cukup yakin bahwa pengguna tidak hamil.
Disarankan agar AKDR dilepas pada saat periode menstruasi
berikutnya.
 Jika pengguna mengalami amenorea atau mengalami
perdarahan yang tidak teratur, implant dapat dipasang
seperti yang disarankan pada pengguna amenorea lainnya.

GDG (Guideline Development Group) menganggap bahwa implan


yang dipasang hingga hari ke-7 dari siklus menstruasi
mempunyai risiko rendah untuk ovulasi dan menyebabkan
risiko kehamilan yang rendah pula.
Kebutuhan untuk perlindungan kontrasepsi tambahan saat
beralih dari metode hormonal lain bergantung pada metode
kontrasepsi yang digunakan sebelumnya. Dalam konteks beralih

Midwifery Update pg. 299


dari AKDR ke implan, ada beberapa kekhawatiran tentang risiko
kehamilan saat melepas AKDR saat sudah ada hubungan. Untuk
itu direkomendasikan untuk melepas AKDR pada saat haid
berikutnya.

Efek samping yang umum


Perdarahan bercak atau ringan
 Perdarahan bercak atau perdarahan ringan biasa terjadi
selama penggunaan implan, terutama pada tahun pertama,
dan tidak berbahaya.
 Pada wanita dengan perdarahan bercak atau perdarahan
ringan yang persisten, atau pada wanita dengan perdarahan
setelah periode amenorea, singkirkan masalah ginekologi.
Jika masalah ginekologi teridentifikasi, obati atau rujuk
untuk perawatan lebih lanjut.
 Jika terdiagnosis IMS atau penyakit radang panggul wanita
dapat terus menggunakan implant saat mendapatkan terapi
dan diberi konseling tentang penggunaan kondom.
 Jika tidak ada masalah ginekologi dan wanita menginginkan
pengobatan, pilihan terapi non hormonal dan hormonal
adalah:
Non hormonal: obat anti-inflamasi non steroid (NSAID)
Hormonal (jika secara medis memenuhi syarat): kontrasepsi
pil kombinasi dosis rendah atau etinil estradiol.
 Jika wanita tidak menginginkan perawatan, atau terapi
diatas tidak efektif, dan dia tidak dapat menerima
perdarahan, implant harus dilepas. Bantu memilih metode
lain.

Perdarahan banyak atau berkepanjangan (lebih dari 8 hari atau


dua kali lipat dari periode menstruasi yang biasa)
 Singkirkan masalah ginekologi. Jika masalah ginekologi
teridentifikasi, obati atau rujuk untuk perawatan lebih
lanjut.

Midwifery Update pg. 300


 Jika tidak ditemukan masalah ginekologi dan wanita
menginginkan terapi, pilihan terapi non hormonal (NSAID,
ibuprofen, asammefenamat) atau hormonal (Pil kontrasepsi
kombinasi atau etinil estradiol) jika secara medis memenuhi
syarat.

GDG mencatat bahwa menstruasi yang abnormal umum terjadi


pada penggunaan implan dan konseling mengenai hal tersebut
sebelum pemasangan implant sangat penting untuk mengurangi
kekhawatiran dan mendorong kelanjutan penggunaan metode
implan. GDG menilai bahwa obat-obat tersebut sangat efektif.

Tindak lanjut yang tepat setelah pemasangan implant


 Tidak ada kunjungan tindak lanjut rutin yang diperlukan.
 Wanita disarankan kontrol kapan saja untuk membahas efek
samping atau masalah lain, atau jika ingin mengubah metode
kontrasepsi.
 Wanita disarankan untuk kontrol Kembali Ketika saatnya
untuk melepas implan.

GDG menyimpulkan bahwa kontrol tindak lanjut harus


mencakup minimal konseling untuk mengatasi masalah seperti
efek samping atau masalah lain, penggunaan metode yang benar
dan konsisten dan perlindungan terhadap IMS.

Penanganan efek samping atau masalah yang ditemukan


Efek samping atau Penanganan
masalah
Amenore  Bila tidak terjadi kehamilan, dan tidak
(tidak ada perlu diberikan pengobatan khusus.
perdarahan, atau Jelaskan bahwa darah tidak berkumpul
spotting) didalam rahim. Anjurkan klien/pasien
untuk kembali keklinik bila tidak
datangnya haid menjadi masalah.

Midwifery Update pg. 301


 Bila klien/pasien tetap tidak bisa
menerima, angkat implant dan anjurkan
menggunakan kontrasepsi lain
 Bila klien/pasien hamil, cabut implant,
jelaskan bahwa hormon progesterone
tidak berbahaya bagi janin
Ekspulsi Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah
kapsul yang lain masih ditempat, dan
apakah terdapat tanda-tanda infeksi daerah
insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul
lain masih berada pada tempatnya, pasang
kapsul baru 1 buah pada tempat insersi
yang berbeda. Bila ada tanda-tanda infeksi,
cabut seluruh kapsul yang ada, dan pasang
implant baru pada lengan yang lain, atau
anjurkan klien/ pasien menggunakan
metode pengganti
Perdarahan  Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering
pervaginam/ ditemukan terutama pada tahun pertama.
spotting Bila tidak ada masalah dan klien/pasien
tidak hamil, tidak diperlukan tindakan
apapun. Bila klien/pasien tetap
mengeluhkan masalah tersebut, tapi tetap
ingin mengunakan implant, dapat
diberikan pil kombinasi satu siklus atau
ibuprofen 3 x 800 mg selama 5 hari.
Jelaskan pada klien/pasien kemungkinan
akan terjadi perdarahan bila pil
kombinasi habis.
 Bila perdarahan berlanjut, ganti dengan
metode kontrasepsi lain
Infeksi pada daerah  Bila terdapat infeksi tanpa nanah,
insersi bersihkan dengan sabun dan air atau
antiseptik. Berikan antibiotika yang sesuai
untuk 7 hari, implant jangan dilepas dan
klien/pasien diminta kembali 1 minggu
kemudian.
 Apabila tidak membaik, cabut implant dan
pasang yang baru pada sisi lengan yang
lain atau cari metode pengganti yang lain.
Apabila ditemukan abses, bersihkan
dengan antiseptik. Insisi dan alirkan pus
keluar, dan cabut implant. Lakukan
perawatan luka dan berikan antibiotika
oral selama 7 hari
Berat badan Informasikan pada klien/pasien bahwa
naik/turun perubahan berat badan 1-2 kg atau lebih
adalah normal. Kaji ulang diet klien/pasien

Midwifery Update pg. 302


apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg
atau lebih. Apabila perubahan berat badan
ini tidak dapat diterima, bantu klien/pasien
mencari metode lain

c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


AKDR merupakan salah satu metode jangka panjang yang cukup
efektif karena hanya terjadi kurang dari 1 kehamilan diantara 150
pengguna AKDR (6-8/1000 pengguna) di tahun pertama memakai
AKDR.

AKDR dapat digunakan pada wanita nullipara dan multipara.


Untuk membantu menentukan apakah seorang wanita tepat secara
medis dan karakteristik aman menggunakan AKDR, harus mengacu
pada Kriteria Kelayakan Medis penggunaan Kontrasepsi. AKDR
tidak melindungi dari IMS terutama HIV. Jika terdapat risiko
IMS/HIV penggunaan kondom secara benar dan tepat sangat
direkomendasikan.

Jenis AKDR
 AKDR CuT
Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

 AKDR yang mengandung hormon levonogestrel (LNG, Mirena)

Waktu pemasangan
• Dalam 12 hari pertama siklus menstruasi terakhir. AKDR dapat
dipasang pada wanita tidak hanya pada saat menstruasi.
• Lebih dari 12 hari dalam masa menstruasi, dapat dipasang
setelah diyakini klien/pasien tidak hamil

Midwifery Update pg. 303


• Pasca persalinan (segera setelah melahirkan sampai 48 jam
pertama atau setelah 4 - 6 minggu atau setelah 6 bulan
menggunakan MLA)
• Pasca keguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama
tidak ada komplikasi infeksi/radang panggul
• Untuk AKDR Levonogestrel, AKDR dapat dipasang dalam 7 hari
siklus haid. Apabila dipasang > 7 hari siklus haid, dapat
dipasang bila diyakini klien/pasien tidak hamil. Harus pantang
sanggama selama 7 hari setelah pemasangan.

Keuntungan
• Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi (6-8 kehamilan per
1000 perempuan dalam 1 tahun pertama).
• AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
• Metode jangka panjang (proteksi 10 tahun) untuk yang
mengandung tembaga, dan 5 tahun untuk yang mengandung
hormon
• Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
untuk hamil
• AKDR Cu 380 A tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah
keguguran (apabila tidak terjadi infeksi)
• Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu
kembali ke klinik jika tak ada masalah.
• Dapat digunakan sampai menopause (dicabut paling lambat+ 6
bulan setelah menopause)
• Tidak ada interaksi dengan obat-obat lain
• Membantu mencegah kehamilan ektopik
• Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat (AKDR Cu 380 A)
apabila dipasang dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak
terlindungi.

Midwifery Update pg. 304


Efek samping dan penanganan
Perdarahan  Lakukan evaluasi penyebab-penyebab perdarahan
lainnya dan lakukan penanganan yang sesuai jika
diperlukan.
 Jika tak ditemukan penyebab lainnya, beri non
steroidal anti-inflamatori (NSAID, seperti ibuprofen)
selama 5-7 hari.
Kram/ nyeri  Cari penyebab nyeri dan beri penanganan yang
sesuai jika diperlukan.
 Jika tidak ditemukan penyebab-penyebab lainnya
berikan asetaminofen atau ibuprofen setiap hari
pada beberapa hari pertama menstruasi.
Keluhan  Gunting benang sehingga tidak menonjol keluar
benang dari mulut rahim (muara serviks).
 Jelaskan bahwa benang AKDR tidak lagi keluar dari
mulut rahim dan pasangannya tidak akan merasa
juluran benang tersebut
 Buat dalam catatan klien/pasien bahwa benang
telah dipotong rata setinggi permukaan serviks
(penting untuk teknik melepas AKDR nantinya).

Perdarahan menstrual yang banyak dan lama.


• Beberapa pengguna AKDR, perdarahan yang banyak
seringkali terjadi terutama dalam 3-6 bulan pertama
penggunaan. Hal ini tidak berbahaya dan perdarahan
biasanya semakin berkurang dari waktu kewaktu.
• Pemberian NSAID atau traneksamat dapat diberikan selama
perdarahan menstruasi.
• Aspirin sebaiknya tidak digunakan
• Masalah gynekologi harus disingkirkan
• Untuk mencegah anemia, berikan suplemen zat besi atau
makanan mengandung zat besi

Materi Pokok 4. Kontrasepsi pada kondisi khusus


a. Kontrasepsi pasca persalinan
KB Pasca persalinan adalah pelayanan KB yang diberikan segera
setelah persalinan sampai kurun waktu 42 hari.
 AKDR post partum adalah AKDR yang dipasang pada saat 10
menit setelah plasenta lahir hingga 48 jam post partum.

Midwifery Update pg. 305


 Dalam 48 jam hingga 4 minggu pasca persalinan tidak
direkomendasikan
 Untuk memulai kontrasepsi pasca persalinan, dapat merujuk
pada tabel dibawah ini :

Waktu untuk memulai Kontrasepsi Pasca Persalinan

Jenis 0 48 4 6 6 12
kontrasepsi jam mgg mgg bulan bulan
AKDR
Implan
Tubektomi
Pil Progestin
MAL
Suntik progestin
Hormon
Kombinasi

b. Kontrasepsi Pasca Keguguran


 Semua jenis kontrasepsi dapat segera diberikan dalam 7 hari
pertama pasca keguguran.
 AKDR dapat dipasang segera setelah keguguran trimester kedua
apabila tidak terdapat kasus infeksi.
 Kontrasepsi pada keguguran trimester I sama dengan
kontrasepsi saat interval
 Kontrasepsi pada keguguran trimester II sama dengan
kontrasepsi pasca persalinan.

c. Kontrasepsi Darurat
Kontrasepsi darurat (KD) adalah suatu metode kontrasepsi yang
digunakan dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak terlindungi oleh
kontrasepsi yang tepat dan konsisten. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Metode ini
juga dapat digunakan dalam kondisi darurat setelah hubungan
seksual tanpa perlindungan, kegagalan atau kesalahan penggunaan

Midwifery Update pg. 306


kontrasepsi (seperti pil yang lupa dikonsumsi atau kondom robek),
perkosaan atau hubungan seksual paksa.

Ada 4 metode Kontrasepsi darurat yang direkomendasikan :


 AKDR CuT 380 A dan tiga jenis pil kontrasepsi darurat (PKD)
berbeda:
 Pil Kontrasepsi Ulipristal Asetat (UPA),
 Pil Kontrasepsi Levonorgestrel (LNG)
 Pil Kontrasepsi Kombinasi Estrogen-Progesteron (Pil kombinasi).

AKDR CuT 380 A dan pil kontrasepsi adalah metode KD yang


efektif dalam mengurangi risiko kehamilan lebih dari 97- 99% jika
digunakan dalam 5 hari atau 120 jam setelah hubungan seksual.

Namun, klien/pasien harus diberitahu bahwa keefektifan PKD


tergantung pada waktu penggunaan, semakin segera digunakan
semakin efektif.

PKD mengurangi risiko kehamilan secara signifikan. Namun,


penting untuk dicatat bahwa efektivitas masing-masing metode
bervariasi sesuai dengan keadaan individu termasuk jenis PKD yang
dipilih, hari siklus menstruasi, dan lamanya waktu antara
hubungan seksual tanpa perlindungan serta inisiasi PKD. Selain itu,
keefektifan PKD dapat berkurang akibat dari beberapa kondisi
seperti: Kembali melakukan hubungan seksual tanpa pelindung
dalam siklus yang sama, menggunakan obat-obat dan memiliki
berat badan atau indeks massa tubuh (IMT) yang lebih tinggi.

KD tidak dapat melindungi terhadap infeksi menular seksual


(IMS), termasuk HIV. Jika ada risiko IMS/ HIV, pengguna dianjurkan
untuk menggunakan kondom dengan tepat dan konsisten. Ketika
digunakan dengan benar dan konsisten, kondom menjadi metode
perlindungan yang paling efektif terhadap IMS, termasuk HIV.

Midwifery Update pg. 307


Formulasi dan dosis Pil Kontrasepsi Darurat
Jumlah tablet yang
Tipe Formulasi diminum
Kontrasepsi Pertama 12 jam
Pil kali kemudian
Pil khusus 1.5 mg LNG 1 0
kondar berisi 0.75 mg LNG 2 0
progestin
Pil Kombinasi 0.05 mg EE + 0.25 mg 2 2
LNG
0.05 mg EE + 0.25 mg 2 2
LNG
0.05 mg EE + 0.5 mg 2 2
norgestrel
0.03 mg EE + 0.15 mg 4 4
LNG
0.03 mg EE + 0.125 mg 4 4
LNG
0.02 mg EE + 0.1 mg LNG 5 5
Pil khusus 30 mg ulipristal acetat 1 0
kondar berisi
Ulipristal

 Muntah dalam 2 jam setelah mengkonsumsi pil (PKD-LNG atau


PKD Kombinasi) Dosis PKD lain harus dikonsumsi sesegera
mungkin.
 Jika pengguna menggunakan PKD kombinasi, anti emetic dapat
diberikan sebelum mengkonsumsi dosis kedua PKD.
 Jika muntah berlanjut, dosis tunggal PKD ulangan dapat
diberikan melalui vagina.

Materi Pokok 5. Pelayanan Kontrasepsi dimasa


Pandemi Covid 19
Saat ini, seluruh dunia tengah menghadapi pandemi COVID-19,
termasuk Indonesia. Pada 13 April 2020, Presiden Republik Indonesia
menyatakan bencana non-alam yang disebabkan oleh penyebaran
COVID-19 sebagai bencana nasional (Keputusan Presiden Nomor 12
Tahun 2020).

Midwifery Update pg. 308


Penyebaran COVID-19 yang semakin meluas menimbulkan
implikasi pada berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, sosial,
dan ekonomi. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu aspek yang
terkena dampak pandemi COVID-19, terutama dalam pelayanan
kontrasepsi dan keberlangsungan pemakaian kontrasepsi bagi
pasangan usia subur (PUS) di Indonesia.

Tenaga kesehatan, terutama bidan, dapat terus memberikan


pelayanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi kepada masyarakat
sehingga masyarakat tidak takut atau enggan untuk tetap mendapatkan
pelayanan di fasilitas kesehatan.

 Pelayanan KB dapat dilakukan, namun pengaturan jumlah pasien


dan waktu pelayanan menggunakan mekanisme teleregistrasi.
 Menggunakan pelayanan jarak jauh (teleregistrasi) untuk membuat
janji temu dan melakukan anamnesa serta konseling melalui media
sosial,WA atau daring
 Akseptor KB sebaiknya tidak mendatangi langsung petugas
kesehatan, kecuali mempunyai keluhan. Akseptor yang ingin
mendatangi petugas kesehatan harus membuat janji temu terlebih
dulu dengan petugas kesehatan menggunakan mekanisme
teleregistrasi
 Klien/pasien dan keluarga harus menerapkan protokol Kesehatan
pada saat akan mendatangi tenaga Kesehatan untuk mendapatkan
pelayanan
 Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kontrasepsi harus
menggunakan APD yang sesuai standar, sesuai dengan jenis layanan
yang diberikan.
 Pilihan utama adalah metode kontrasepsi modern jangka panjang
yang reversible.
 Pelayanan kontrasepsi selama situasi pandemi harus semaksimal
mungkin dengan tetap menjaga kualitas dan memenuhi standard
operating procedure (SOP) yang sudah ditentukan.

Midwifery Update pg. 309


Referensi
- Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, PPSDM, Kemenkes
2018
- Buku Panduan Pelayanan KB Pasca Persalinan,
- JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Contraceptive technology Update,
Jakarta 2015
- Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020
- Medical eligibility criteria for contraceptive use, fifth edition. Geneva:
World Health Organization; 2015 (http://www. who.int/reproductive
health/publications/family_planning/ MEC-5/en/, accessed 8 July
2016).
- Panduan Pelayanan Keluarga Berencana dalam Masa Pandemi Covid-19
dan adaptasi Kebiasaan baru. Dikeluarkan oleh Kemkes dan BKKBN
- World Health Organization Department of Reproductive Health and
Research Rekomendasi Praktik Terpilih pada Penggunaan Kontrasepsi,
edisi ketiga 2016, Diadaptasi dari buku “Selected Practice
Recommendations for Contraceptive Use” Third edition 2016

Midwifery Update pg. 310


BAB VIII
ASUHAN KEGAWAT-DARURATAN MATERNAL & NEONATAL

A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang asuhan kegawat-daruratan Maternal dan
Neonatal yang dilakukan secara tim oleh Dokter, Bidan dan
Perawat/Dokter, Bidan dan Bidan.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami
tata laksana kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, nifas
dan BBL
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami
tentang :
a. Tata laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan, nifas
b. Tata laksana pada kehamilan, persalinan, nifas dengan
penyulit obstetrik
c. Tata laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas
d. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir
e. Tatalaksana resusitasi, stabilisasi dan transportasi pada bayi
baru lahir
f. Rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persalinan,
nifas dan BBL

C. Materi Pokok
1. Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan, dan nifas

Midwifery Update pg. 311


a. Henti jantung dan henti napas.
b. Syok.
c. Kejang.
d. Sesak napas.
e. Pingsan
2. Tata Laksana pada kehamilan, persalinan dan nifas dengan
penyulit obstetri
a. Hiperemesis gravidarum.
b. Mola Hidatidosa
c. Kehamilan ektopik terganggu.
d. Perdarahan antepartum.
e. Persalinan preterm.
f. Ketuban pecah dini.
g. Persalinan lama (kelainan His, CPD, makrosomia).
h. Kelainan letak dan malpresentasi dalam persalinan.
i. Distosia bahu.
j. Prolaps tali pusat.
k. Infeksi nifas.
3. Tata laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada kehamilan,
persalinan dan nifas
a. Hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia.
b. Perdarahan pasca persalinan
4. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir
a. Kegawatan trauma lahir (cedera).
b. Kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan klinis (biru,
pucat, kuning).
c. Kegawatan saluran napas pada bayi baru lahir.
d. Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir.
e. Kejang pada bayi baru lahir
5. Tata laksana kegawatdaruratan pada bayi baru lahir
a. Resusitasi pada bayi baru lahir.
1) Alur resusitasi dan persiapan resusitasi pada bayi baru
lahir.
2) Langkah resusitasi pada bayi baru lahir.

Midwifery Update pg. 312


3) Resusitasi terintegrasi.

b. Stabilisasi dan transportasi pada bayi baru lahir pasca


resusitasi.
1) Stabilisasi bayi baru lahir
2) Transportasi bayi baru lahir
6. Rujukan kasus kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan,
dan nifas
a. Stabilisasi pasien.
b. Persiapan sarana merujuk.
c. Perencanaan rujukan

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Tata Laksana Kegawatdaruratan Dasar
pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Penatalaksanaan kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan
nifas bertujuan untuk mengenali dan menatalaksana kegawatdaruratan.
Penilaian awal kegawatdaruratan pada ibu hamil, bersalin dan nifas
dilakukan dengan segera lakukan (quick check) saat ibu tiba.

Tanda Klasifikasi Penanganan


Jika ibu:
 Tidak sadar (tidak EMERGENSI IBU  Segera tangani
menjawab panggilan)  Teriak minta
 Kejang tolong
 Perdarahan  Menenangkan ibu
 Nyeri perut berat dan keluarga
atau tampak sakit  Meminta
berat pendamping untuk
 Nyeri kepala hebat dan tetap
pandangan kabur mendampingi ibu
 Kesulitan bernapas
 Demam
 Muntah berlebihan

Segera melakukan penilaian terhadap kondisi umum ibu Penilaian


tersebut harus dilakukan meliputi:
a. Keluhan utama dan riwayat singkat yang relevan.

Midwifery Update pg. 313


b. Segera peroleh data tanda vital secara lengkap dan akurat.

c. Pemeriksaan inspeksi, palpasi, dan auskultasi secara cepat dan


efektif.
d. Temukan penyebab gawat-darurat atau ancaman keselamatan
jiwa
e. Lakukan tindakan segera untuk stabilisasi/kolaborasi
f. Lakukan Rujukan.

a. Henti Jantung dan Henti Napas


Definisi
Merupakan suatu keadaan terhentinya sirkulasi normal akibat
kegagalan jantung dalam berkontraksi dengan efektif. Keadaan
ini merupakan kegawatdaruratan medik yang mana pada situasi
tertentu dapat bersifat reversible bila ditangani secara tepat dan
cepat.

Diagnosis :
Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai
dengan penurunan kesadaran. Sebagai gold standard diganosis
adalah tidak teraba nadi karotis (gold standard). Kondisi pada ibu
hamil, bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti
jantung/ henti napas adalah :
1) Perdarahan hebat (paling sering).
2) Penyakit tromboemboli.
3) Penyakit jantung.
4) Sepsis.
5) Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal).
6) Eklampsia.
7) Perdarahan intrakranial.
8) Anafilaktik.
9) Gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia).
10) Hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit
paru.

Midwifery Update pg. 314


Tata Laksana
1) Panggil bantuan tim respon awal emergensi.
2) Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik, dan keadaan yang mendukung kepada
penegakan diagnosis.
3) Lakukan langkah-langkah penatalaksanaan sesuai dengan
algoritma.
4) Berikan informasi yang jelas kepada keluarga situasi yang
sedang terjadi serta upaya yang sedang dilakukan oleh tim.

Gambar. Algoritma Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas

Midwifery Update pg. 315


b. Syok
Definisi
Syok adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan pada sistem
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-
organ vital.

Diagnosis
1) Gelisah
2) Bingung
3) Penurunan kesadaran
4) Nadi >100 kali/menit, lemah
5) Tekanan darah sistolik <90 mmHg
6) Pucat
7) Kulit dingin dan lembab
8) Pernapasan >30 kali/menit
9) Jumlah urin <30 ml/jam

Faktor Predisposisi
Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut
ini:
1) Perdarahan pada kehamilan muda
2) Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada saat persalinan
3) Perdarahan pascasalin
4) Infeksi berat (seperti pada abortus septik, korioamnionitis,
metritis)
5) Kejadian trauma
6) Gagal jantung

Midwifery Update pg. 316


Tipe Syok, Penyebab dan Respon
Terhadap Pemberian Cairan

Penanganan Syok Hipovolemik pada Ibu Hamil, Bersalin dan


Nifas
Tata Laksana
1) Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
2) Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
3) Miringkan ibu ke kiri.
4) Hangatkan ibu.
5) Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan
menggunakan jarum terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran
terbesar yang tersedia).
6) Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat)
sebanyak 1 liter dengan cepat (15-20 menit).
7) Pasang kateter urin (kateter Folley) untuk memantau jumlah
urin yang keluar.
8) Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam
pertama atau hingga 3 liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu
dan tanda vital).
9) Cari penyebab syok dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lebih lengkap secara simultan, kemudian beri Tata
Laksana yang tepat sesuai penyebab.
10) Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.
11) Bila ibu sesak dan pipi membengkak, turunkan kecepatan
infus menjadi 0,5 ml/menit (8-10 tetes/menit), pantau
keseimbangan cairan.

Midwifery Update pg. 317


12) Tanda-tanda bahwa kondisi ibu sudah stabil atau ada
perbaikan adalah sebagai berikut:
• Tekanan darah sistolik >100 mmHg
• Denyut nadi <90 kali/menit
• Status mental membaik (gelisah berkurang)
• Produksi urin >30 ml/jam
13) Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100
kali/menit dan tekanan darah sistolik > 100 mmHg),
pemberian infus dipertahankan dengan kecepatan 500 mL
tiap 3-4 jam (40-50 tetes/menit)
14) Pertimbangkan merujuk ibu ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap

Syok Hemoragik
Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok, cari tahu
dan atasi sumber perdarahan:
1) Perdarahan sebelum usia kehamilan 22 minggu
2) Perdarahan setelah usia kehamilan 22 minggu dan saat
persalinan
3) Perdarahan setelah persalinan
4) Transfusi dibutuhkan jika Hb < 7 g/dl atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat

Syok Septik
1) Ambil sampel darah, urin, dan pus/nanah untuk kultur
mikroba lalu mulai terapi antibiotika sambil menunggu hasil
kultur
2) Berikan kombinasi antibiotika kepada ibu dan lanjutkan
sampai ibu tidak demam selama 48 jam:
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah
 Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam, ditambah
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

Midwifery Update pg. 318


Syok Anafilaktik
1) Hentikan kontak dengan alergen yang dicurigai.
2) Koreksi hipotensi dengan resusitasi cairan yang agresif dan
berikan epine frin/adrenalin 1:1000 (1 mg/ml) dengan dosis
0,2-0,5 ml IM atau subkutan.
3) Berikan terapi suportif dengan antihistamin (difenhidramin 25-
50 mg IM atau IV), penghambat reseptor H2 (ranitidin 1 mg/kgBB
IV) dan kortikosteroid (metil- prednisolon 1-2 mg/kgBB/hari,
diberikan tiap 6 jam).

c. Kejang
1) EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia adalah salah satu komplikasi akibat kehamilan
yang termasuk penyebab terbanyak kematian ibu yang
ditandai dengan gangguan pada susunan saraf pusat seperti
kejang.

Diagnosis
 Kejang umum dan/atau koma
 Ada tanda dan gejala preeklampsia
 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subaraknoid, dan meningitis)
 Saat hamil (usia kehamilan >20 minggu) atau nifas

Perhatian dalam Penatalaksanaan Eklampsia


 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan
(oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia (sebagai Tata Laksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang).
 Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk
ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.

Midwifery Update pg. 319


 Pertimbangan persalinan/terminasi kehamilan
 Pada ibu dengan eklampsia, bayi harus segera dilahirkan
dalam 12 jam sejak terjadinya kejang

Algoritma penanganan kejang pada ibu hamil atau pasca salin


Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas

2) EPILEPSI
Definisi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan,
berulang, yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal sel-
sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai

Penyebab
 Kejang pada epilepsi umumnya tidak dipengaruhi oleh
kehamilan.

 Kehamilan pada wanita dengan riwayat epilepsi


mempunyai kecenderungan:
- Hipertensi

Midwifery Update pg. 320


- Persalinan prematur
- Bayi berat badan lahir rendah
- Bayi dengan kelainan bawaan
- Kematian perinatal
 Faktor Predisposisi
- Idiopatik
- Faktor keturunan, genetik, kelainan kongenital
- Gangguan metabolik, infeksi, trauma, neoplasma
- Kelainan pembuluh darah, keracunan, dan lain- lain

Diagnosis
 Kejang umum tonik klonik
 Riwayat kejang sebelumnya
 Tekanan darah normal
 Protein urin normal
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan elektroensefalogram
(EEG)

Tata Laksana
 Panggil bantuan tim respon awal emergensi
 Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada
penegakan diagnosis
 Prinsip tata laksana: gunakan obat dengan dosis terendah
dan HINDARI penggunaan obat pada kehamilan muda
yang meningkatkan kemungkinan kelainan bawaan (asam
valproat).
 Jika ibu kejang, berikan 10 mg diazepam IV pelan selama
2 menit, bisa diulang sesudah 10 menit
 Segera rujuk ibu ke rumah sakit

Midwifery Update pg. 321


3) MALARIA
Definisi
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun
kronik, disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, dan
ditandai dengan gejala demam, anemia, dan splenomegaly.

Faktor predisposisi
 Faktor lingkungan (endemik)
 Kontak dengan vektor malaria

Diagnosis
Tanda dan gejala malaria
 Demam
 Menggigil/kedinginan/kaku
 Sakit kepala
 Nyeri otot/persendian
 Kehilangan selera makan
 Mual dan muntah
 Diare
 Mulas seperti his palsu (kontraksi uterus)
 Pembesaran limpa

Tanda dan Gejala Malaria Berat


 Penurunankesadaran dalam berbagai derajat, dengan
manifestasi seperti: kebingungan, mengantuk, sampai
penurunan kesadaran yang dalam
 Tidak dapat makan dan minum
 Pucat di bagian dalam kelopak mata, bagian dalam mulut,
lidah dan telapak tangan
 Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)

 Demam sangat tinggi > 40oC


 Ikterik
 Oliguria
 Urin berwarna coklat kehitaman (black water fever)

Midwifery Update pg. 322


Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan apus darah tepi dengan mikroskop
ditemukan parasit atau hasil positif pada pemeriksaan
rapid diagnostic test (RDT)
 Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit
 Hitung jumlah leukosit dan trombosit
 Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin,
SGOT/SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum,
kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah, laktat)
 Urinalisis

Tata Laksana
 Tata Laksana Umum (untuk malaria tanpa komplikasi)
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama
dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu
hamil tidak diberikan primakuin. Berikut pengobatan
malaria falciparum dan malaria vivaks pada ibu hamil:

Umur Kehamilan Pengobatan

Trimester I – III (9 bulan) ACT tablet selama 3 hari


Sumber: Buku saku penatalaksanaan malaria, Kementerian Kesehatan
RI, 2017

Anjuran untuk Malaria tanpa Komplikasi:


- Minum obat sesudah makan atau perut tidak dalam
keadaan kosong.
- Apabila memungkinkan awasi pasien secara langsung
pada waktu minum obat. Anjurkan pasien untuk
meneruskan minum tablet zat besi dan asam folat serta
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi.
- Anjurkan pasien untuk menggunakan kelambu setiap
malam di rumah atau di kebun.
- Pastikan semua obat yang diberikan dihabiskan,
meskipun ibu hamil sudah merasa mulai membaik.

Midwifery Update pg. 323


- Catat informasi dalam kartu pelayanan antenatal dan
rekam medis.
- Informasikan kepada pasien untuk kembali ke
Puskesmas, Pustu, atau Polindes segera jika dia
merasa tidak lebih baik setelah menyelesaikan
pengobatan.
- Informasikan kepada pasien dan keluarganya untuk
kembali ke Puskesmas, Pustu, atau Polindes segara
bila ada 1 atau lebih tanda-tanda bahaya selama
pengobatan, yaitu: Tidak dapat makan/minum, tidak
sadar, kejang, muntah berulang, sangat lemah (tidak
dapat duduk atau berdiri).

 Tata Laksana Malaria Berat:


- Lakukan stabilisasi dan rujuk ibu segera jika
menunjukkan gejala malaria berat.
- Tentukan usia kehamilan ibu dan periksa tanda-tanda
vital (suhu, tekanan darah, pernapasan, nadi).
- Segera cari pertolongan tenaga kesehatan lain dan
jangan biarkan ibu sendirian
- Lindungi ibu dari cedera, tetapi jangan secara aktif
mengekangnya.
- Jika ibu tidak sadarkan diri, periksa jalan napasnya
dan posisikan ibu dalam keadaan miring kiri dengan 2
bantal menyangga bagian punggungnya.
- Periksa adanya kaku kuduk.
- Jika ibu kejang, baringkan ibu dalam posisi miring
untuk mengurangi risiko aspirasi apabila ibu muntah
dan untuk memastikan bahwa jalan napas terbuka.
Pastikan bahwa kejang tidak disebabkan oleh
eklampsia. Lakukan pemeriksaan berikut untuk
menentukan penyebab kejang.
- Bila menemukan ibu hamil dengan gejala malaria
berat, maka lakukan pemeriksaan laboratorium

Midwifery Update pg. 324


malaria (dengan mikroskop). Bila terbukti hasilnya
positif malaria, yang perlu dilakukan adalah :
Rujuk ibu ke rumah sakit/fasilitas kesehatan yang
lebih lengkap. Sebelum merujuk, berikan satu dosis
artemeter IM (untuk ibu hamil trimester II – III) atau
kina hidroklorida IM (untuk ibu hamil trimester I).
Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB
secara IM. Jika tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter, maka untuk ibu dengan berat badan sekitar
50 kg berikan suntikan IM sejumlah 2 ampul. Kina
hidroklorida IM diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB.
- Apabila rujukan tidak memungkinkan, pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artemeter
IM.

Perbedaan Tanda Dan Gejala


Malaria Berat Dengan Eklampsia

d. Sesak Napas
1) ASMA AKUT
Definisi
Asma adalah penyakit sistem respirasi yang ditandai dengan
episode sesak dan mengi berulang. Hal ini disebabkan oleh
inflamasi kronik saluran udara serta sekresi mukus
berlebih.Pada serangan asma akut, inflamasi akan
menyebabkan saluran udara menjadi sempit sehingga
mengurangi aliran udara inspirasi dan ekspirasi.

Midwifery Update pg. 325


Diagnosis
 Sesak/sulit bernapas.
 Mengi (wheezing).
 Batuk berdahak.
 Ronkhi.

Tata Laksana Pada kehamilan


 Beri oksigen dan pasang kanul intravena.
 Hindari penggunaan obat penekan batuk, sedatif dan
antihistamin.
 Berikan cairan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%.
 Berikan terbutalin secara subkutan dengan dosis 0,25 mg
per 15 menit dalam 3 dosis atau oral 2,5 mg tiap 4-6 jam.
 Berikan 40-60 mg metilprednisolon intravena setiap 6 jam,
atau hidrokortison secara intravena 2 mg/kgBB tiap 4 jam
atau setelah loadingdose 2 mg/kgBB dilanjutkan dengan
infus 0,5 mg/kgBB/jam.
 Jika ada tanda infeksi, beri ampisilin 2 g IV tiap 6 jam.
 Rujuk ke fasilitas yang memadai.

Tata Laksana Pada persalinan


 Asma dapat memburuk selama persalinan sehingga
persalinan harus dilakukan di rumah sakit.
 Penanganan asma akut saat persalinan sama dengan saat
kehamilan.
 Persalinan per vaginam disarankan kecuali jika terdapat
indikasi obstetri untuk seksio sesarea.
Jangan beri prostaglandin, untuk mencegah perdarahan pasca
salin manajemen aktif kala 3 dan ergometrin 0,2 mg IM jika
dianggap perlu.

Midwifery Update pg. 326


2) EDEMA PARU AKUT
Definisi
Edema paru akut adalah terkumpulnya cairan di ruang
interstisial paru dan alveoli, yang mencegah terjadinya difusi
baik oksigen maupun karbondioksida. Beberapa faktor risiko
pada ibu hamil yang diidentifikasi yaitu:
 Preeklampsia atau eklampsia,
 Penggunaan agen tokolitik,
 Infeksi berat,
 Penyakit jantung,
 Kelebihan cairan (iatrogenik)
 Kehamilan ganda.
 Perubahan fisiologi yang terjadi saat kehamilan sendiri
dapat menjadi predisposisi bagi edema paru akut.

Diagnosis
 Sesak napas.
 Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
 Ronki basah halus pada basal paru.

Tata Laksana
 Posisikan ibu dalam posisi tegak
 Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
 Berikan furosemid 40 mg IV.
 Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4
jam), pemberian furosemid dapat diulang.
 Ukur keseimbangan cairan, batasi cairan yang masuk.

Midwifery Update pg. 327


Gambar. Algoritma Penanganan Sesak Napas
pada Ibu Hamil atau Pascasalin.

e. Pingsan
Definisi
Pingsan adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami rasa
“pusing” (dizzy) hingga kemudian kehilangan kesadaran sejenak
atau pingsan (faint). Hal ini terjadi akibat fluktuasi tekanan darah
yang terjadi sejenak dan cepat.

Penyebab pingsan dapat beragam, mulai dari sebuah efek


perubahan fisiologis dari hemodinamik ibu hamil hingga sebuah
kondisi patologis. Beberapa penyebab tersebut adalah:
1) Penurunan tekanan darah sebagai kondisi fisiologis akibat
kehamilan pada trimester awal.
2) Mual, muntah yang berlebihan.
3) Tekanan oleh uterus dan janin yang ada di dalamnya pada
pembuluh darah besar aorta, terutama saat berbaring
terlentang, pada kehamilan yang lebih lanjut.
4) Cuaca yang sangat panas.
5) Anemia.
6) Dehidrasi.

Midwifery Update pg. 328


7) Pingsan dapat pula terjadi akibat gangguan pada jantung yang
jika tidak diatasi dengan baik dapat menimbulkan gagal
jantung di kemudian hari (lihat penata- laksanaan gangguan
jantung).

Diagnosis
1) Kehilangan kesadaran yang terjadi sangat cepat dan dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
2) Ketika diberikan rangsang segera memberikan respon yang
sesuai.
3) Harus dieksplorasi untuk memastikan penyebab dari
pingsan.
Salah satu penyebab dari pingsan adalah gangguan pada jantung.
Berikut adalah penjelasan lebih jauh tentang gangguan jantung.

GANGGUAN JANTUNG
Definisi
Gangguan jantung yang dimaksud di sini adalah gagal jantung,
yaitu sindrom klinis
akibat kelainan struktural maupun fungsional jantung yang
menyebabkan terganggunya fungsi pengisian dan pengosongan
ventrikel.

Diagnosis
Diagnosis gangguan jantung kadang sulit dilakukan karena
perubahan fisiologis pada kehamilan sering menyerupai tanda
dan gejala gangguan jantung. Berikut ini adalah tanda dan gejala
yang dapat mendukung kecurigaan adanya penyakit jantung
pada kehamilan.
 Dispneu atau ortopneu yang memberat.
 Batuk di malam hari.
 Hemoptisis.
 Pingsan.
 Nyeri dada.

Midwifery Update pg. 329


 Sianosis.
 Jari tabuh.
 Distensi vena leher yang menetap.
 Murmur sistolik grade 3/6 atau lebih.
 Murmur diastolik.
 Kardiomegali.
 Aritmia yang menetap.
 Split bunyi jantung kedua yang menetap.

Pemeriksaan Penunjang:
 EKG,
 Echokardiografi,
 Foto rontgen dada (harus dilakukan dengan pelindung radiasi
untuk melindungi janin).
 Untuk mendukung Tata Laksana, penting juga untuk mengenali
klasifikasi kondisi klinis ibu.

Tabel Klasifikasi Klinis


New York Heart Association (NYHA)

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya gagal jantung bergantung pada
kelainan struktural maupun fungsional yang mendasari. Gagal
jantung juga dapat terjadi secara idiopatik.

Midwifery Update pg. 330


Gambar. Algoritma Penanganan Pingsan pada Ibu Hamil atau Pascasalin

Materi Pokok 2. Tata Laksana Kasus Kehamilan dan


Persalinan dengan Penyulit Obstetri
Kasus kehamilan dan persalinan dengan penyulit obstetri banyak
ditemukan di fasilitas kesehatan primer maupun rujukan. Beragam
kasus ditemukan yang merupakan merupa- kan penyebab kematian
ibu. Berikut adalah 12 kasus penyulit obstetri yang dibahas pada
modul ini, yaitu:
a. Hiperemesis Gravidarum.
b. Mola Hidatidosa
c. Kehamilan Ektopik Terganggu.
d. Perdarahan Antepartum.
e. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia.
f. Persalinan Preterm.
g. Ketuban Pecah Dini.
h. Perdarahan Pasca salin.

Midwifery Update pg. 331


i. Persalinan Lama (Kelainan His, CPD, Makrosomia).
j. Kelainan Letak dan Malpresentasi dalam Persalinan.
k. Infeksi Nifas.
l. Prolaps Tali Pusat.

a. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan hingga usia 16
minggu. Pada keadaan muntah-muntah yang berat, dapat terjadi
dehidrasi, gangguan asam-basa, elektrolit dan ketosis; keadaan ini
disebut hiperemesis gravidarum.

Diagnosis
Mual dan muntah sering menjadi masalah pada ibu hamil. Pada
derajat yang berat, dapat terjadi hiperemesis gravidarum, yaitu
bila terjadi:
1) Mual dan muntah hebat.
2) Berat badan turun > 5% dari berat badan sebelum hamil.
3) Ketonuria.
4) Dehidrasi.
5) Ketidakseimbangan elektrolit.

Faktor Predisposisi
Peningkatan hormon-hormon pada kehamilan berkontribusi
terhadap terjadinya mual dan muntah. Beberapa faktor yang
terkait dengan mual dan muntah pada kehamilan antara lain:
1) Riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
atau keluarga
2) Status nutrisi; wanita obesitas lebih jarang dirawat inap karena
hiperemesis.
3) Faktor psikologis: emosi, stress.

Midwifery Update pg. 332


Tata Laksana
1) Sedapat mungkin, pertahankan kecukupan nutrisi ibu,
termasuk suplementasi vitamin dan asam folat di awal
kehamilan.
2) Anjurkan istirahat yang cukup dan hindari kelelahan.

b. Mola Hidatidosa
Definisi
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik
gestasional, yang disebabkan oleh kelainan pada villi khorionik
yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem.

Diagnosis
1) Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah
banyak.
2) Mual dan muntah hebat.
3) Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak ditemukan janin intrauteri.
5) Nyeri perut.
6) Serviks terbuka.
7) Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin.
8) Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis).
9) Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan
pemeriksaan USG.

Faktor Predisposisi
1) Usia kehamilan terlalu muda dan tua.
2) Riwayat kehamilan mola sebelumnya.
3) Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kontraseptif
oral.

Midwifery Update pg. 333


Tata Laksana
1) PERHATIAN!! Kasus ini tidak boleh di Tata Laksana pada
fasilitas kesehatan primer, ibu harus dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap.
2) Jika serviks tertutup, pasang batang laminaria selama 24 jam
untuk mendilatasi serviks.
3) Siapkan darah untuk transfusi, terutama pada mola
berukuran besar
4) Evakuasi mola
5) Pemberian uterotonika
6) Pemeriksaan kadar HCG serum secara tiap 2 minggu
7) Bila hasil HCG serum terus menetap atau naik dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut, ibu dirujuk ke rumah sakit
rujukan tersier yang mempunyai fasilitas kemoterapi.
8) HCG urin yang belum memberi hasil negatif
setelah 8 minggu juga
9) mengindikasikan ibu perlu dirujuk ke rumah sakit rujukan
tersier

c. Kehamilan Ektopik Terganggu


Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim
(uterus). Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di berbagai
segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya terdapat di ovarium,
rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi ruptur
di lokasi implantasi kehamilan, akan terjadi keadaan perdarahan
masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik
terganggu.

Diagnosis
1) Trias klasik (nyeri perut mendadak, riwayat amenorrhea,
perdarahan pervaginam)
2) Keadaan klinis pasien tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan.

Midwifery Update pg. 334


3) Pemeriksaan tambahan: nyeri goyang portio dan tes bHCG (+).

Faktor Predisposisi
1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
2) Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi.
3) Riwayat penggunaan AKDR.
4) Infertilitas.
5) Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan
reproduktif (assisted reproductive technology/ART).
6) Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory
disease/PID.
7) Merokok.
8) Riwayat abortus sebelumnya.
9) Riwayat promiskuitas.
10) Riwayat seksio sesarea sebelumnya.

Tata Laksana
1) Periksa kondisi umum dan hemodinamik
2) Cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) IV 500 cc dalam 15
menit pertama, atau 2L dalam 2 jam pertama, dan dilanjutkan
selama merujuk
3) Pasang 2 jalur IV
4) Segera lakukan rujukan!!
5) Siapkan donor keluarga

d. Perdarahan Antepartum
Diagnosis
• Riwayat perdarahan berulang selama masa kehamilan.
• Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan > 28 minggu.

1) ABORTUS
Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC

Midwifery Update pg. 335


menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu,
namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.

Diagnosis
 Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah
banyak
 Perut nyeri dan kaku
 Pengeluaran sebagian produk konsepsi
 Serviks dapat tertutup maupun terbuka
 Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
 Diagnosis dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara
lain:
 Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik
(kromosom).
 Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari: infeksi,
kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obat- obatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis
seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan
dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu,
umumnya pada trimester kedua), dan sinekia uteri karena
sindrom Asherman
 Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma.

Macam-Macam Abortus
Terdapat bermacam–macam abortus yaitu abortus iminens,
abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit dan
missed abortion. Berikut adalah perbedaan berbagai jenis
abortus:

Midwifery Update pg. 336


Jenis Abortus dan Gejala Khas

Tata Laksana Umum


 Lakukan penilaian secara cepat mengenai
keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi,
tekanan darah, pernapasan, suhu).
 Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi,
tekanan darah sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok,
lakukan Tata Laksana awal syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu
karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
 Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:
- Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6
jam.
- Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
- Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
 Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
 Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran.
 Bila tegak diagnosis abortus imminens, abortus insipiens,
missed abortion dan gejala sepsis, pasien dirujuk.

Midwifery Update pg. 337


ABORTUS IMINENS
 Pertahankan kehamilan.
 Tidak perlu pengobatan khusus.
 Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau
hubungan seksual.
 Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya
pada pemeriksaan antenatal termasuk pemantauan kadar
Hemoglobin (Hb) dan USG panggul serial setiap 4 minggu.
Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
 Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan
USG. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.

ABORTUS INSIPIENS
 Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan
risiko dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi,
serta memberikan informasi mengenai kontrasepsi
pascakeguguran.
 Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan
evakuasi isi uterus. Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera:
 Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu)
 Rencanakan evakuasi segera.
 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
- Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan
dan evakuasi sisa hasil
- konsepsi dari dalam uterus.
- Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
 Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke
ruang rawat.

Midwifery Update pg. 338


 Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
 Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu
dapat diperbolehkan pulang.

ABORTUS INKOMPLIT
 Lakukan konseling.
 Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau
forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
 Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum
manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu).
 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus
40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
 Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang rawat.
 Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.

Midwifery Update pg. 339


Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu
diperbolehkan pulang.

ABORTUS KOMPLIT
 Tidak diperlukan evakuasi lagi.
 Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca keguguran.
Observasi keadaan ibu.
 Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat
berikan transfusi darah.
 Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.

MISSED ABORTION
 Lakukan konseling.
 Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM
atau sendok kuret.
 Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu:
pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan
serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
 Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan
serviks. Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20
unitdalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi,
evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih
lanjut.
 Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang rawat.
 Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.

Midwifery Update pg. 340


 Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8g/dl, ibu
dapat diperbolehkan pulang.

2) PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta yang berimplantasi di atas atau mendekati ostium
serviks interna. Terdapat empat macam plasenta previa
berdasarkan lokasinya, yaitu:
• Plasenta previa totalis - ostium internal ditutupi
seluruhnya oleh plasenta
• Plasenta previa parsialis - ostium interal ditutupi sebagian
oleh plasenta
• Plasenta previa marginalis - tepi plasenta terletak di tepi
ostium internal
• Plasenta previa letak rendah - plasenta berimplantasi di
segmen bawah uterus sehingga tepi plasenta terletak dekat
dengan ostium

Gambar. Jenis Plasenta Previa

Faktor Risiko
 Multiparitas.
 Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
 Riwayat plasenta previa sebelumnya.

Midwifery Update pg. 341


 Riwayat penggunaan alat-alat dalam rahim misalnya
riwayat kuretase, riwayat operasi pada mukosa rahim.
 Kehamilan pada ibu usia diatas 35 tahun.
 Merokok dan penyalahgunaan obat.

Diagnosis
 Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan>20 minggu.
 Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia.
 Syok.
 Tidak ada kontraksi uterus.
 Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul.
 Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin.
 Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.

Tata Laksana
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati- hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
- Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan
seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia
kehamilan.
- Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup
tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif.
• Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
- MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g / 6 jam
• Pematangan paru: pada kehamilan 24 – 34 minggu berikan
dosis pertama injeksi deksametason 6 mg IM
• Rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas lengkap.

Midwifery Update pg. 342


3) SOLUSIO PLASENTA
Definisi
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
 Perdarahan dengan nyeri intermiten atau menetap.
 Warna darah kehitaman dan cair, tetapi mungkin ada
bekuan jika solusio relatif baru.
 Syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar
(tersembunyi).
 Anemia berat.
 Gawat janin atau hilangnya denyut jantung janin.
 Uterus tegang terus menerus dan nyeri.

Faktor Predisposisi
 Hipertensi.
 Versi luar.
 Trauma abdomen.
 Hidramnion.
 Gemelli.
 Defisiensi besi.

Tata Laksana
• Perhatian! Kasus ini tidak boleh diTata Laksana pada
fasilitas kesehatan dasar, harus dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap.Tata Laksana berikut ini
hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang
lengkap.
• Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi)
dengan tanda-tanda awal syok pada ibu, lakukan
penanganan syok (lihat pokok bahasan penanganan syok)
dan lakukan rujukan.
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat
tanda-tanda syok, segera persiapkan rujukan.

Midwifery Update pg. 343


Algoritma Penanganan Awal Keluar Darah Pervaginam
pada Kehamilan Lanjut:

4) RUPTUR UTERI
Definisi
Ruptur uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat
terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio
sesarea, risiko terjadinya ruptur uteri lebih tinggi.

Diagnosis
 Syok atau takikardia.
 Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bundlle’s ring).
 Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptur terjadi).
 Nyeri raba/tekan/lepas dinding perut.
 Hilangnya gerak dan denyut jantung janin.
 Bagian-bagian janin mudah dipalpasi.
 Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas.

Midwifery Update pg. 344


 Dengan pemeriksaan USG terlihat:
- Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa
perdarahan pervaginam.
- Adanya cairan bebas intraabdominal.

Tata Laksana
• Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada
penegakan diagnosis (termasuk analisis partograf)
• Berikan oksigen menggunakan sungkup 8-10L/menit
• Lakukan resusitasi cairan sesuai dengan kondisi ibu (lihat
tata laksana syok)
• Lakukan rujukan dengan terus melakukan resusitasi
cairan dalam perjalanan rujukan.

e. Persalinan Preterm
Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi diatas 20
minggu dan sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Diagnosis
1) Usia kehamilan 20 - 37 minggu.
2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60
menit diikuti dengan perubahan serviks yang progresif.
3) Pembukaan serviks ≥ 2 cm.

Faktor Predisposisi
1) Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun.
2) Hipertensi.
3) Pertumbuhan janin terhambat.
4) Solusio plasenta.
5) Plasenta previa.
6) Ketuban pecah dini.
7) Infeksi intrauterine.
8) Bakterial vaginosis.

Midwifery Update pg. 345


9) Serviks inkompetens.
10) Kehamilan ganda.
11) Penyakit periodontal.
12) Riwayat persalinan preterm sebelumnya.
13) Kurang gizi.
14) Merokok.

Tata Laksana
1) Tata Laksana utama mencakup pemberian tokolitik,
kortikosteroid initial dose (2x6 mg) untuk pematangan paru dan
lakukan rujukan.
2) Jika terjadi kelahiran preterm, maka prinsip rujukan bayi berat
lahir rendah yaitu:
 Prinsipnya adalah mencegah hipotermia.
 Jaga suhu ruang tempat melahirkan tidak kurang dari

25oC.
 Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah.
 Letakkan bayi pada dada ibu.
 Periksa napas dan denyut jantung bayi.
 Pakaikan bayi topi dan kaos kaki.
 Bungkus bayi dengan plastik.
 Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat.
 Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran.

Untuk menghangatkan bayi, perawatan metode kanguru dapat


dilakukan bila syarat- syarat di bawah ini dipenuhi:
1) Bayi tidak mengalami kesulitan bernapas.
2) Bayi tidak mengalami kesulitan minum.
3) Bayi tidak kejang.
4) Bayi tidak diare.
5) Ibu atau keluarga bersedia, dan tidak sedang sakit.

Midwifery Update pg. 346


Berikut adalah cara melakukan Perawatan Metode Kanguru:
1) Bayi telanjang dada (hanya memakai popok, topi, kaus tangan,
kaus kaki), diletakkan telungkup di dada dengan posisi tegak
atau diagonal. Tubuh bayi menempel/ kontak langsung
dengan ibu.
2) Atur posisi kepala leher, dan badan dengan baik untuk
menghindari terhalangnya jalan napas. Kepala menoleh ke
samping di bawah dagu ibu (ekstensi ringan).
3) Tangan dan kaki bayi dalam keadaan fleksi seperti posisi
“katak”.
4) Kemudian “fiksasi” dengan selendang sehingga bayi berada
dalam 1 pakaian dengan ibu, jIka perlu gunakan selimut.
5) Selain ibu, ayah dan anggota keluarga lain bisa melakukan
metode kanguru.

f. Ketuban Pecah Dini


Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu.
Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis didapatkan penderita
merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Kemudian
lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril
untuk melihat adanya cairan yang keluar dari serviks atau
menggenang di forniks posterior. Jika tidak ada, gerakkan sedikit
bagian terbawah janin atau minta ibu untuk mengedan/batuk.
Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif (melahirkan bayi) karena dapat
mengurangi latensi dan meningkatkan kemungkinan infeksi

Pastikan bahwa:
1) Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan

Midwifery Update pg. 347


• Bau cairan ketuban yang khas.
• Tes Nitrazin positif (kertas lakmus berubah dari
merahmenjadi biru). Harap diingat bahwa darah, semen,
dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu.
• Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika
mengamati sekretservikovaginal yang mengering.
2) Tidak ada tanda-tanda inpartu.
Setelah menentukan diagnosis ketuban pecah dini, perhatikan
tanda-tanda korioamnionitis

Faktor Predisposisi
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
2) Infeksi traktus genital.
3) Infeksi intrauterin.
4) Bakterial vaginosis.
5) Serviks inkompetens.
6) Kehamilan ganda.
7) Penyakit periodontal.
8) Kurang gizi.
9) Perdarahan antepartum.
10) Merokok.

Tata Laksana
1) Berikan antibiotik eritromisin 4x250mg kemudian lakukan
rujukan ke fasilitas yang memadai.
2) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu
berikan pematangan paru dosis pertama injeksi deksametason
6 mg IM
3) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu
disertai dengan kontraksi berikan tokolitik:
 Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
 MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 gr/6 jam

Midwifery Update pg. 348


4) Lakukan konseling pada pasien dan keluarga mengapa
diperlukan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang
memadai, terutama jika kehamilan masih <37 minggu.

g. Persalinan Lama (Kelainan His, CPD, Makrosomia)


Definisi
Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan
yang terhambat.
Persalinan lama memiliki definisi berbeda sesuai fase kehamilan.

Diagnosis
1) Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks
pada partograf berada di antara garis waspada dan garis
bertindak, atau sudah memotong garis bertindak; ATAU
2) Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan
penurunan bagian terendah janin pada persalinan kala II.
Dengan batasan waktu
• Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk
multipara, atau
• Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara
bila pasien menggunakan analgesia epidural.

Ikhtisar Kriteria Diagnostik dan


Penatalaksanaan Distosia

Midwifery Update pg. 349


Faktor Predisposisi
1) Presentasi wajah,
2) Malposisi persisten.
3) Kembar yang terkunci (terkunci pada daerah leher).

Tata Laksana
1) Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan
seksio sesarea.
2) Pada kondisi dimana terjadi distosia pada PK1 aktif dengan his
yang kuat maka berikan tokolitik untuk mencegah ruptur uteri
dengan cara sebagai berikut:
 Nifedipin 3x20 mg/hari atau
 MgSO4 4 gram IV dosis awal dilanjutkan 4 gram/6 jam

1) KELAINAN HIS
Definisi
Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal,
baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. His yang normal atau adekuat adalah his
persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan. His
persalinan tersebut meliputi: (3) - Secara klinis yaitu minimal 3
kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik,
sifatnya kuat.
Pembagian Kelainan his:
 His terlampau lemah/Inersia uteri.
 His terlampau kuat.
 Incoordinate uterine contraction.

2) DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (CEPHALOPELVIC


DYSPROPORTION/CPD) Definisi
Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala
janin dan pelvis maternal.

Midwifery Update pg. 350


Diagnosis
 Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan
kepala walaupun his adekuat. CPD terjadi akibat janin
terlalu besar dan/atau panggul ibu kecil.
 Waspadai CPD terutama pada keadaan:
- Arkus pubis <900.
- Teraba promontorium.
- Teraba spina ischiadika.
- Teraba linea innominata.
- Pada primigravida bagian terbawah tidak masuk ke
pintu atas panggul pada usia 36 minggu.

Tata Laksana
 Rujuk untuk dilakukan seksio sesarea.
 Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat
menjadi pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan
petugas memiliki kompetensi. Syarat melakukan
embriotomi:
- Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosefalus.
- Pembukaan serviks > 7 cm.
- Ketuban sudah pecah.
- Jalan lahir normal.
- Tidak terdapat tanda-tanda ruptur uteri.

3) MAKROSOMIA
Definisi
Bayi baru lahir dengan berat badan > 4000g.

Diagnosis
 Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi
dilahirkan dan ditimbang berat badannya. Namun
demikian, dapat dilakukan perkiraan sebelum bayi
dilahirkan,untuk mengantisipasi risiko distosia bahu,
fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis.

Midwifery Update pg. 351


 Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor
risiko ibu, pemeriksaan klinis, atau pemeriksaan USG.
Metode-metode tersebut dapat dikombinasi agar perkiraan
lebih akurat.

(Tulis Ulang, yang N=11 dihilangkan) - rumus


Johnson Toshack

Faktor Predisposisi
 Riwayat melahirkan bayi besar ( > 4.000 gram)
sebelumnya.
 Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu.
 Ibu dengan Diabetes Melitus Gestasional.
 Multiparitas.
 Kehamilan lewat waktu.
 Usia ibu yang sudah tua.
 Janin laki-laki.
 Ras dan suku.

Tata Laksana
 Pada saat antenatal, jika ditemukan taksiran berat janin
lebih dari 4000 gram, maka lakukan rujukan untuk:
- Memastikan taksiran berat janin dengan pemeriksaan
USG.
- Mencari penyebab makrosomia.
- Melakukan perencanaan persalinan.
 Persalinan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
lengkap.

Midwifery Update pg. 352


h. Kelainan Letak dan Malpresentasi dalam Persalinan
1) MALPOSISI
Definisi
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil
sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Diagnosis
Posisi abnormal verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil
sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Jenis jenis malposisi
yaitu posisi oksiput posterior dan posisi oksiput lintang.
Berikut adalah tabel yang menggambarkan jenis malposisi
dengan hasil pemeriksaaan.

Jenis-jenis Malposisi dan Hasil Pemeriksaan

Faktor Predisposisi
 Ibu dengan diabetes mellitus.
 Riwayat hidramnion dalam keluarga.
Tata Laksana
Jika terdapat tanda persalinan macet, segera lakukan
rujukan.

2) MALPRESENTASI
Definisi
Malpresentasi meliputi semua presentasi selain vertex.

Midwifery Update pg. 353


Faktor Predisposisi
 Wanita multipara.
 Kehamilan multipel (gemeli).
 Polihidramnion/oligohidramnion.
 Kelainan bentuk uterus atau terdapat massa (mis. mioma
uteri).
 Partus preterm.

3) PRESENTASI DAHI
Diagnosis
 Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di
atas pelvis, denyut jantung janin sepihak dengan bagian
kecil.
 Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih tinggi dari sinsiput,
teraba fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk
pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan
daerah ubun-ubun besar. Ini adalah diameter yang PALING
besar sehingga sulit lahir pervaginam.
Tata Laksana
Segera lakukan rujukan.

4) PRESENTASI MUKA
Diagnosis
 Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara
daerah oksiput dan punggung(sudut Fabre), denyut
jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin
 Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba
mulut dan bagian rahang mudah diraba, tulang pipi,
tulang orbita; kepala janin dalam keadaan defleksi
maksimal. Untuk membedakan mulut dan anus:
- Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii.
- Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar.
Tata Laksana
Lakukan rujukan.

Midwifery Update pg. 354


5) PRESENTASI MAJEMUK
Diagnosis
Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong).
Tata Laksana
 Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat
kecil/mati dan maserasi.
 Lakukan rujukan.

6) PRESENTASI BOKONG (SUNGSANG)


Diagnosis
 Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen.
 Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas,
bokong pada daerah pelvis, auskultasi menunjukkan
denyut jantung janin lokasinya lebih tinggi
 Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering
disertai adanya mekonium.
 Pada gambar (berturut-turut): presentasi bokong
sempurna, presentasi bokong murni, dan presentasi kaki
(footling).

Gambar 32. Presentasi Bokong

Komplikasi Presentasi Bokong


Komplikasi pada janin:
 Kematian perinatal.
 Prolaps tali pusat.
 Trauma pada bayi akibat: tangan dan kepala yang
menjuntai, pembukaan serviks yang belum lengkap, CPD.

Midwifery Update pg. 355


 Asfiksia karena prolaps tali pusat, kompresi tali pusat,
pelepasan plasenta dan kepala macet.
 Perlukaan / trauma pada organ abdominal atau pada
leher.
Tata Laksana
Lakukan rujukan.
LETAK LINTANG
Diagnosis
Pemeriksaan abdominal: sumbu panjang janin teraba
melintang, tidak teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa
kosong.
Pemeriksaan vaginal: sebelum in partu tidak ada bagian
terendah yang teraba di pelvis, sedangkan saat in partu yang
teraba adalah bahu, siku atau tangan.
Tata Laksana
Segera Lakukan rujukan.
Dalam obstetri modern, pada letak lintang inpartu,
dilakukan seksio sesarea walau janin hidup/mati.

i. Distosia Bahu
Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala
dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis
pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri
karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan.
Faktor Predisposisi
Perlu mewaspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan
berisiko baik pada masa antepartum maupun intrapartum.
Tabel berikut merupakan faktor predisposisi terjadinya
distosia bahu pada masa antepartum dan intrapartum:

Midwifery Update pg. 356


Faktor Predisposisi Terjadinya Distosia Bahu
Antepartum Intrapartum
 Riwayat distosia bahu  Kala I persalinan
sebelumnya memanjang
 Makrosomia > 4500 g  Secondary arrest
 Diabetes melitus  Kala II persalinan
 IMT > 30 kg/m2 memanjang
 Induksi persalinan  Augmentasi oksitosin
 Persalinan pervaginam
yang ditolong

Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan
adalah:
 Kesulitan melahirkan wajah dan dagu.
 Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan
tertarik kembali (turtle sign).
 Kegagalan paksi luar kepala bayi.
 Kegagalan turunnya bahu.

Identifikasi dan obati diabetes pada ibu. Tawarkan persalinan


elektif dengan induksi maupun seksio sesarea pada ibu dengan
diabetes yang usia kehamilannya mencapai 38 minggu dan
bayinya tumbuh normal.

Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu. Kenali


adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan
risiko cedera pada janin.

Tata Laksana
 Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong
persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan.
Bersiaplah juga untuk kemungkinan perdarahan
pascasalin atau robekan perineum setelah Tata Laksana.

Midwifery Update pg. 357


 Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring
telentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya
dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah
dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk
menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
 Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan
secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah
suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu.
 Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi
tingkat tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus
menerus ke arah aksial (searah tulang punggung janin)
pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan di
bawah simfisis pubis.
 Jika bahu masih belum dapat dilahirkan.
 Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup
untuk memudahkan manuver internal.
 Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi
punggung bayi.
 Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior
untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter
bahu.
 Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan
distosia bahu.
 Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi
posterior bahu anterior dan rotasikan bahu ke diameter
oblik.
 Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah
dilakukan tindakan di atas: Masukkan tangan ke dalam
vagina. Raih humerus dari lengan posterior, kemudian
sembari menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahkan
lengan ke arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan
tarik lurus ke arah vagina.

Midwifery Update pg. 358


 Manuver ini akan memberikan ruangan untuk bahu
anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.
 Jika semua tindakan diatas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, terdapat manuver- manuver lain yang dapat
dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode sling
atau manuver Zavanelli. Namun manuver-manuver ini
hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.

Upaya Pencegahan
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.

Algoritma penanganan distosia bahu:

Gambar. Algoritma Penanganan Distosia Bahu

J. Prolaps Tali Pusat


Definisi
Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus
sebelum janin.

Midwifery Update pg. 359


Faktor Predisposisi
 Multiparitas.
 Kehamilan multipel.
 Ketuban pecah dini.
 Hidramnion.
 Tali pusat yang panjang.
 Malpresentasi.

Diagnosis
Pemeriksaan tali pusat dilakukan pada setiap pemeriksaan
dalam saat persalinan. Setelah ketuban pecah, lakukan lagi
pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki faktor risiko seperti
di tabel berikut. Berikut ini prosedur khusus yang dilakukan
pada kondisi tertentu:

Secara Umum Terkait Prosedur


Khusus
 Multiparitas  Amniotomi
 Berat lahir kurang dari  Manipulasi janin
2500 gr pervaginam setelah
 Prematuritas ketuban pecah
 Anomali kongenital  Versi sefalik eksternal
 Presentasi sungsang  Versi podalik internal
 Letak lintang, oblik,  Induksi persalinan
atau tidak stabil  Insersi transducer
 Anak kedua pada tekanan uterus
kehamilan ganda
 Polihidromnion
 Bagian janin yang
terpresentasi belum
engaged
 Plasenta letak rendah
atau abnormal

Bila ibu tidak memiliki faktor risiko dan ketuban jernih,


pemeriksaan tali pusat tidak perlu dilakukan. Jika pecah
ketuban terjadi spontan, denyut jantung janin normal, dan
tidak ada faktor risiko prolaps tali pusat, pemeriksaan vagina
tidak perlu dilakukan bila ketuban jernih. Setelah ketuban

Midwifery Update pg. 360


pecah, periksa pula denyut jantung janin. Curigai adanya
prolaps tali pusat bila ada perubahan pola denyut jantung janin
yang abnormal setelah ketuban pecah atau amniotomi.

Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:


1) Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih
rendah dari bagian terendah janin (tali pusat terkemuka,
saat ketuban masih utuh)
2) Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali
pusat menumbung, saat ketuban sudah pecah)

Tali pusat terkemuka


1) Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat
diminimalisasi dengan posisi knee chest atau
Trendelenburg.
2) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang menyediakan layanan
seksio sesarea.

Tali pusat menumbung


1) Perhatikan apakah tali pusat masih berdenyut atau tidak.
Jika sudah tidak berdenyut, artinya janin telah mati dan
sebisa mungkin pervaginam tanpa tindakan agresif.
2) Jika tali pusat masih berdenyut:
3) Berikan oksigen.
4) Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau
memindahkan tali pusat yang tampak pada vagina secara
manual.
5) Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest.
6) Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual
untuk mengurangi kompresi pada tali pusat.
7) Segera rujuk ibu ke fasilitas yang melayani seksio sesarea.
Pada saat proses transfer dengan ambulans, posisi knee
chest kurang aman, sehingga posisikan ibu berbaring ke
kiri.

Midwifery Update pg. 361


Gambar. Algoritma Penanganan Prolaps Tali Pusat

k. Infeksi Nifas
Definisi
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat
persalinan dan masa nifas.

Faktor Predisposisi
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh, seperti: infeksi, anemia malnutrisi, anemia.
2) Persalinan dengan masalah seperti partus lama dengan
ketuban pecah dini, persalinan traumatik
3) Tindakan obstetri operatif.
4) Tertinggalnya selaput ketuban, sisa plasenta, dan bekuan
darah dalam rongga rahim.

Midwifery Update pg. 362


Materi Pokok 3. Tata Laksana Kasus
Kegawatdaruratan tersering pada Kehamilan,
Persalinan dan Nifas
a. Hipertensi dalam Kehamilan, Preeklampsia dan Eklampsia
Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk
sistolik atau 90 mmHg untuk diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.
Bila ditemukan tekanan darah tinggi (≥140/90 mmHg) pada ibu
hamil, lakukan pemeriksaan kadar protein urin dengan tes celup
urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.

Faktor predisposisi
1) Riwayat hipertensi sebelumnya.
2) Riwayat preeklampsia sebelumnya.
3) Diabetes melitus.
4) Obesitas sebelum hamil.
5) Kehamilan kembar.
6) Penyakit trofoblas.
7) Hidramnion.
8) Faktor herediter.

1) HIPERTENSI KRONIK
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah
persalinan.
Diagnosis
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
 Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu.
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).

Midwifery Update pg. 363


 Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung dan ginjal.

Tata Laksana
 Ketika pertama kali ditemukan ibu hamil dengan hipertensi
kronik harus dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis
Obgin dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
 Anjurkan istirahat lebih banyak.
 Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu
akan mengganggu perfusi serta tidak ada bukti-bukti
bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki
keadaan janin dan ibu.
 Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat anti
hipertensi dan terkontrol dengan baik, lanjutkan
pengobatan tersebut. Jika tekanan diastolik >110 mmHg
dan atau tekanan sistolik >160 mmHg, berikan
antihipertensi.
 Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi,
berikan penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE
inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan),
dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Untuk
itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis
antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
 Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu yang
cepat akan mengganggu perfusi janin.
 Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain,
pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti
preeklampsia
 Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75
mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu
 Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
 Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
 Jika terdapat gangguan pertumbuhan janin, rujuk segera.

Midwifery Update pg. 364


Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi,
maka berikan penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE
inhibitor (misalnya kaptopril), angiotensin II reseptor blocker
(misalnya valtran) dan klorotiazid merupakan kontraindikasi
pada ibu hamil. Untuk itu, ibu harus berdiskusi dengan
dokter mengenai jenis antihipertensi yang cocok selama
kehamilan.

2) HIPERTENSI GESTASIONAL
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20
minggu dan menghilang setelah persalinan.
Diagnosis
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan
darah normal di usia kehamilan <12 minggu.
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri
ulu hati dan trombositopenia.
 Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.

TataLaksana
 Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan
kondisi janin.
 Jika terjadi gangguan pertumbuhan janin, rawat untuk
lakukan rujukan.
 Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
 Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara
normal.

Midwifery Update pg. 365


3) PREEKLAMPSIA
Diagnosis
Preeklampsia
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu dengan tes celup urin menunjukkan proteinuri 1+
atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil
>300 mg/24 jam.
 Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu tanpa melihat proteinuri.

Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu tanpa melihat proteinuria dan disertai keterlibatan
organ lain:
 Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis
mikroangiopati.
 Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas.
 Sakit kepala, skotoma penglihatan.
 Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.
 Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif.
 Oliguria (urine output< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2
mg/dl.

Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik


 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000sel/uL pada
 usia kehamilan > 20 minggu.

4) EKLAMPSIA
 Kejang umum dan/atau koma.
 Ada tanda dan gejala preeklampsia

Midwifery Update pg. 366


 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid dan meningitis).

Tata Laksana
Ibu hamil dengan preeklampsia harus dirujuk ke rumah sakit.
Sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit lakukan stabilisasi
awal sebagai berikut:

Pencegahan dan Tata Laksana kejang


 Bila terjadi kejang, amankan jalan napas, pernapasan
(oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia (sebagai Tata Laksana kejang) dan preeklampsia
berat (sebagai pencegahan kejang). Cara pemberian dapat
dilihat pada gambar berikut.
 Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan
seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk
ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera
kirim ibu ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap
dengan fasilitas ventilator tekanan positif.

Gambar. Cara Pemberian MgSO4

Midwifery Update pg. 367


Penanganan Hipertensi
 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu
mendapat terapi antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada
pengalaman dokter dan ketersediaan obat. Beberapa jenis
antihipertensi yang dapat digunakan misalnya nifedipin,
nikardipin dan metildopa.

Dosis dari masing-masing obat antihipertensi

Gambar. Jenis Obat Antihipertensi, Dosis dan Cara Pemberian

Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal


dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga
persalinan
 USG (untuk memantau pertumbuhan janin).
 Rujuk.

Tidak ada bukti yang menunjukkan manfaat


dari pembatasan aktifitas (istirahat di rumah), pembatasan asupan garam dan pemberian

b. Perdarahan Pasca Persalinan (HPP/Hemorhagia Postpartum)


Definisi
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan, sementara perdarahan pasca persalinan

Midwifery Update pg. 368


sekunder adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari
normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan.

Diagnosis
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan ≥500 ml setelah
bayi lahir atau yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu.

Faktor Predisposisi
1) Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta,
kehamilan ektopik, mola hidatidosa.
2) Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan
per vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau
bagian tengah panggul), bekas SC atau histerektomi.
3) Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat
badan kurang, preeklampsia berat/eklampsia, sepsis, atau
gagal ginjal.
4) Gangguan koagulasi.
5) Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus
overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion
atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen
anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi),
persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan
riwayat atonia uteri sebelumnya.

Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan


Penyebab yang harus dipikirkan ketika terjadi perdarahan pasca
persalinan adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir, rupture uteri, inversio uteri dan gangguan
pembekuan darah.

Untuk melakukan Tata Laksana yang cepat dan tepat, maka perlu
dikenali tanda dan gejala dari masing-masing penyebab
sebagaimana tercantum pada tabel berikut:

Midwifery Update pg. 369


Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan, Tanda dan Gejala
PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Atonia uteri  Perdarahan segera setelah anak lahir
 Uterus tidak berkontraksi atau lembek
Retensio  Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit
plasenta setelah kelahiran bayi
Sisa  Plasenta atau sebagian selaput
plasenta (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap
 Perdarahan dapat muncul 6-10 hari
pascasalin disertai subinvolusi uterus
Robekan  Perdarahan segera
Jalan  Darah segar yang mengalir segera setelah
lahir bayi lahir
PENYEBAB GEJALA DAN TANDA
Ruptur  Perdarahan segera (perdarahan
Uteri intraabdominal dan/atau pervaginam)
 Nyeri perut yang hebat
 Kontraksi yang hilang
Inversio  Fundus uteri tidak teraba pada palpasi
Uteri abdomen
 Lumen vagina terisi massa
 Nyeri ringan atau berat
Gangguan  Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak
Pembekuan terlihat gumpalan darah
Darah  Kegagalan terbentuknya gumpalan pada
uji pembekuan darah sederhana
 Terdapat faktor predisposisi: Solusio
plasenta, kematian janin dalam uterus,
eklampsia, emboli air ketuban

Tata Laksana
1) Panggil bantuan.
2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan
syok.
4) Berikan oksigen.

Midwifery Update pg. 370


5) Pasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16
atau 18) mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat atau Ringer Asetat) sesuai dengan kondisi ibu,
sekaligus lakukan juga pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan.

Tabel. Jumlah Cairan Infus Pengganti


berdasarkan Perkiraan Volume Kehilangan Darah

6) Jika fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan: Kadar


hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin) Penggolongan
ABO dan tipe Rh serta sampel untuk pencocokan silang, Profil
Hemostasis.
7) Lakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan pernapasan
ibu.
8) Periksa kondisi abdomen: kontraksi uterus, nyeri tekan, parut
luka, dan tinggi fundus uteri.
9) Periksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat
perdarahan dan laserasi (jika ada, misal: robekan serviks atau
robekan vagina).
10) Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
11) Pasang kateter Folley untuk memantau volume urin
dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk. (CATATAN:
produksi urin normal 0.5-1 ml/ kgBB/jam atau sekitar 30
ml/jam).
12) Siapkan transfusi darah jika kadar Hb < 8 g/dL atau secara
klinis ditemukan keadaan anemia berat:
• 1 unit whole blood (WB) atau packed red cells (PRC) dapat

Midwifery Update pg. 371


menaikkan hemoglobin 1 g/dl atau hematokrit sebesar 3%
pada dewasa normal.
• Mulai lakukan transfusi darah, setelah informed consent
ditandatangani untuk persetujuan transfus.
13) Tentukan penyebab dari perdarahannya dan lakukan Tata
Laksana spesifik sesuai penyebab.

Tata Laksana Khusus


Atonia uteri
1) Lakukan pemijatan uterus.
2) Pastikan plasenta lahir lengkap.
3) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
10 unit oksitosin IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam
1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
4) Bila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak
berhenti, berikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat
diikuti pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit, dan pemberian
0,2 mg IM/IV (lambat) setiap 4 jam bila diperlukan. JANGAN
BERIKAN LEBIH DARI 5 DOSIS (1 mg).
5) Jika perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV
(bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit).
6) Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit atau
pasang kondom kateter.
Rujuk ke fasilitas yang lebih memadai sebagai antisipasi bila
perdarahan tidak berhenti

CATATAN:
1) Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan
intravena yang mengandung oksitosin
2) Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi berat/tidak terkontrol, penderita sakit
jantung dan penyakit pembuluh darah tepi

Midwifery Update pg. 372


Retensio Plasenta
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
10 unit oksitosin IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam
1000 ml larutan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
2) Lakukan tarikan tali pusat terkendali.
3) Manual plasenta dapat dilakukan bila terjadi perdarahan
banyak sementara menunggu 30 menit PTT atau sementara
sedang menjalankan proses rujukan.
4) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2g IV
DAN metronidazol 500 mg IV). Segera atasi atau rujuk ke
fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi komplikasi perdarahan
hebat atau infeksi.

Sisa Plasenta
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan (lihat lampiran A.2).
Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau
dilatasi dan kuretase.
3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2g IV
dan metronidazole 500 mg).
4) Jika perdarahan berlanjut, Tata Laksana seperti kasus atonia
uteri.

Midwifery Update pg. 373


Robekan Jalan Lahir
Ruptur Perineum dan Robekan Dinding Vagina
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber
perdarahan.
2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan
antiseptik.
3) Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat
dengan benang yang dapat diserap.
4) Lakukan penjahitan.
5) Bila perdarahan masih berlanjut, berikan 1g asam
traneksamat IV (bolus selama 1 menit, dapat diulang setelah
30 menit) lalu rujuk pasien

Ruptur Uteri
1) Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera.
Keselamatan pasien yang mengalami ruptur uteri paling sering
tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi
keadaan syok dan mengendalikan perdarahan.
2) Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik
adalah laparatomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau
tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika janin sudah
tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan kontrol
perdarahan dan seringkali sampai harus sampai tindakan
pengangkatan uterus (histerektomi).

Inversio Uteri
1) Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit,
apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah
untuk merujuk ibu.
2) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan
melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan
morfin 0,1 mg/kgBB IM.

Midwifery Update pg. 374


Gangguan Pembekuan Darah
1) Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati
dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera.
2) Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta,
eklampsia).
3) Rujuk

Algoritma Penanganan Perdarahan Persalinan

Materi Pokok 4. Rujukan Kasus Kegawatdaruratan


Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Kegawatan pada bayi baru lahir yang sering dijumpai, dikenal dengan
“THE MISSFITS” (Brosseau T, et al., Pediatr Clin N Am, 2006, 53: 69-
84), yaitu:
a. Trauma (Accident/Non Accident).
b. Heart disease/Hypovolemia/hypoxia.
c. Endokrin (Congenital adrenal hyperplasia, thyrotoxicosis).

Midwifery Update pg. 375


d. Metabolik (electrolyte imbalance).
e. Inborn Errors of Metabolism (Metabolic Emergencies).
f. Sepsis (Meningitis, Pneumonia, UTI).
g. Formula mishaps (Under of overdilution).
h. Intestinal catastrophes (Volvulus, Intususception, NEC).
i. Toxins/Poisons.
j. Seizures.

Pembicaran selanjutnya tentang topik kegawatan tersering bayi baru


lahir dalam modul ini ditekankan terutama untuk mengenal masalah
trauma lahir (T), penyakit jantung bawaan (H), emergensi pada
sistem pernapasan (E), gangguan metabolik seperti elektrolit,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia (M), inbalans sirkulasi (I), sepsis
(S), formula mishaps (F), intestinal gawat darurat (I), toksin atau
keracunan (T), seizures (S).

Tata laksana kegawatan pada bayi baru lahir harus harus dapat
dilakukan secara cepat dan tepat di tempat maupun selama proses
rujukan. Prinsip tatalaksana kegawatan tersering pada neonatus
adalah dengan mengenal tanda bahaya klinis seperti adanya trauma
lahir, penampakkan klinis biru (sianosis), pucat, dan kuning
(ikterus), kedaruratan saluran cerna serta kejang. Tata laksana lanjut
setelah identifikasi tanda bahaya kegawatan neonatus adalah
melaksankan resusitasi, stabilisasi dan proses transportasi neonatus
dalam keadaan gawat darurat.

a. Kegawatan Trauma Lahir (Cedera)


Trauma lahir/cedera lahir adalah cedera yang didapatkan saat
persalinan dan kelahiran. Trauma lahir dapat berupa cedera
kepala, leher, bahu dan intra abdomen. Cedera kepala paling sering
menimbulkan kaput suksedaneum, sefalhematom dan jejas pada
kepala.

Midwifery Update pg. 376


Kegawatan akibat cedera kepala adalah timbulnya kejang
karena perdarahan intrakranial. Cedera lahir leher dan bahu
adalah fraktur klavikula, brakial palsi, paralisis saraf frenikus.
Kegawatan terutama terjadi pada paralisis saraf frenikus yang
berakibat adanya gangguan napas.Cedera lahir intra abdomen
merupakan kasus kegawatan yang harus diwaspadai karena
menimbulkan renjatan yang disebabkan oleh adanya perdarahan
organ intraabdomen. Faktor predisposisi trauma lahir diantaranya
adalah prematuritas, makrosomia, disproporsi sefalo-pelvik
(kepala-panggul), distosia, persalinan lama, presentasi abnormal,
kelahiran dengan bantuan alat dan persalinan kembar.

Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial terjadi pada 20% - 40% bayi dengan
berat lahir <1.500 gram, jarang terjadi pada neonatus yang lebih
matur. Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada: ruang epidural,
subdural atau subarakhnoid, parenkim serebrum atau serebelum,
dan ventrikel. Presentasi klinis tanpa gejala yang bisa terjadi
hingga 50% kasus. Gejala yang sering timbul berhubungan
dengan kehilangan darah (pucat, syok, gawat napas sampai
apnea, gangguan pembekuan darah dan ikterus), tanda gangguan
neurologis, fontanela anterior menonjol, hipotonia, lemah, kejang
dan suhu tidak stabil.

Tatalaksana pada perdarahan intrakranial yaitu:


Langkah awal adalah prosedur resusitasi yaitu pembebasan jalan
napas (A), bantuan napas oksigenisasi (B), tunjangan sirkulasi (C),
pemberian obat kejang (D), jaga stabilisasi suhu (E), dan jaga
keseimbangan cairan (F).

Midwifery Update pg. 377


Kelumpuhan saraf frenikus (Phrenic Nerve Paralysis)
Kelumpuhan saraf frenikus mengakibatkan paralisis
diafragma.Hal ini jarang merupakan lesi tersendiri, biasanya
unilateral.Temuan klinis berupa gawat napas, tidak ada
pengembangan abdomen dengan inspirasi pada sisi yang terkena.

Cedera Intraabdominal
Cedera intraabdominal bisa mengakibatkan ruptur atau
perdarahan subkapsular di hati, limpa atau kelenjar adrenal.
Presentasi klinis yang ditemukan adalah:
1) Riwayat persalinan yang sulit, ditandai adanya manifestasi
klinis yang mendadak termasuk syok dan distensi abdomen.
2) Gejala yang mengindikasikan awitan lanjut termasuk ikterus,
pucat, asupan minum yang buruk, takipnea dan takikardia.

Pemeriksaan: USG abdomen Tatalaksana pada cedera


intraabdominal mungkin perlu laparatomi untuk kasus cedera hati
atau limpa.

b. Kegawatan Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan Klinis Biru,


Pucat, Kuning
Pada sub pokok bahasan ini, akan dibahas kegawatan neonatus
berdasarkan penampakan klinis yaitu biru, pucat dan kuning
1) Kegawatan Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan Klinis Biru
Bayi biru merupakan tanda terjadinya sianosis. Sianosis
adalah warna kebiruan pada kulit dan selaput lender yang
terjadi akibat peningkatan jumlah absolut haemoglobin (Hb)
tereduksi. Sianosis biasanya tidak diketahui sebelum jumlah
absolut Hb tereduksi mencapai 5 gram per 100 ml atau lebih
pada seseorang dengan konsentrasi Hb normal (normal
saturasi oksigen adalah kurang dari 90). Jumlah normal Hb
tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 gram per 100 ml.

Midwifery Update pg. 378


Faktor-faktor yang menyulitkan dalam pengenalan
sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan
kondisi penerangan. Sejumlah kecil methemoglobin atau
sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan sianosis
walaupun jarang terjadi.

Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan sianosis


sulit dikenali). Ada dua jenis sianosis yaitu sianosis sentral dan
sianosis perifer. Sianosis sentral, disebabkan oleh insufisiensi
oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada
wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Sianosis
perifer, dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan
pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat
udara dingin.

Kegawatan bayi baru lahir dengan penampakan sianosis


harus dibedakan antara penyakit jantung bawaan sianosis
dan gangguan napas. Prosedur membedakannya dengan
melakukan tes hiperoksia.

Sianosis adalah manifestasi klinis tersering dari penyakit


jantung bawaan (PJB) simptomatik pada bayi baru lahir.
Sianosis tanpa disertai gejala distres respirasi yang jelas
hampir selalu akibat PJB, sebab pada kelainan parenkhim
paru yang sudah sangat berat saja yang baru bisa
memberikan gejala sianosis dengan demikian selalu disertai
gejala distres respirasi yang berat.

Tanda klinis dugaan PJB sianotik pada neonatus dan


merupakan indikasi untuk merujuk ke rumah sakit adalah:
 Sianosis sentral yang disebabkan oleh hipoksemia
sistemik.
 Sianosis sentral tidak timbul segera setelah lahir, tidak
tampak selama saturasi oksigen arteri masih diatas 85%.

Midwifery Update pg. 379


 Sianosis sentral disertai takipnea (frekuensi pernapasan
yang cepat) tanpa disertai pernapasan cuping hidung dan
retraksi ruang iga serta kadar CO2 yang rendah
menunjukkan adanya gangguan keseimbangan asam
basa.
Sianosis sentral dengan tes hiperoksia positif menunjukkan
adanya gangguan atau distras pernapasan

2) Kegawatan Saluran Napas Pada Bayi Baru Lahir


• Gangguan napas adalah salah satu kegawatan pada
neonatus paling sering dijumpai oleh praktisi klinis di
bidang neonatologi. Batasan gangguan napas pada
neonatus adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
adanya:
• Takipnea, yaitu frekuensi napas >60 x/menit),
• Aktifitas otot pernapasan.
• Napas cuping hidung, adalah suatu mekanisme
kompensasi tubuh untuk memperbaiki fungsi pernapasan
dengan mengikutsertakan otot bantu pernapasan. Seperti
juga retraksi sebagai manifestasi otot bantu pernapasan di
dada.
• Merintih, adalah manifestasi tubuh untuk memperbaiki
oksigenisasi dengan menciptakan reservoir udara di ruang
orofaring.
• Stridor, menandakan adanya penyempitan saluran napas
atas.
• Kadang-kadang sianosis, menandakan kurangnya
kapasitas hemoglobin dan mengangkut oksigen.
• Apnea, yaitu henti napas lebih dari 20 detik atau kurang
dari 20 detik disertai bradikardia dan atau atau desaturasi.

Penentuan kriteria klinis gangguan napas pada atasan dapat


mengikuti atasan skor gangguan napas skor Downe. Skor
gangguan napas menurut Downe ditunjukkan oleh berat

Midwifery Update pg. 380


ringannya gejala yang terdiri dari frekuensi pernapasan,
adanya sianosis, aliran udara masuk ke dalam saluran napas,
adanya merintih dan retraksi. Skor 3 menandakan gangguan
napas ringan 4-5 gangguan napas sedang dan 6 menunjukkan
adanya gagal napas yang mengancam. Skor Downe digunakan
lebih luas pada semua usia kehamilan.

Tabel . Downe Score

Penyebab gangguan napas pada neonatus paling sering adalah


transient tachypnea of the newborn (TTN), pneumonia neonatus
(PN), sindrom aspirasi mekonium (SAM) dan sindrom distress
respirasi (SDR).

Transient tachypnea of the newborn (TTN)


Transient tachypnea of the newborn atau TTN adalah takipnea
yang terjadi sementara pada Neonatus. Hal ini merupakan
penyakit ringan pada bayi mendekati cukup usia atau bayi
cukup bulan yang memperlihatkan gawat pernapasan segera
setelah kelahiran. Keadaan ini terjadi ketika bayi gagal
membersihkan cairan dari alveoli, mukus atau memiliki cairan
berlebih di dalam paru akibat aspirasi.

Faktor risikonya adalah sebagai berikut:


• Seksio sesarea.
• Makrosomia.

Midwifery Update pg. 381


• Partus lama.
• Laki-laki.
• Ibu mendapatkan sedasi berlebihan.

Pneumonia
Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri ke dalam cairan
ketuban mengarah ke pneumonia bawaan atau infeksi bakteri
sistemik dengan manifestasi yang menjadi jelas sebelum
persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran
(asfiksia perinatal) atau setelah periode laten selama beberapa
jam (gawat pernapasan, syok).

Sindrom aspirasi mekonium (SAM)


Gawat napas ini disebabkan oleh aspirasi mekonium oleh fetus
dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan
kelahiran. Cairan ketuban hijau kental ditemukan pada 15%
persalinan, yang dapat mengakibatkan terjadinya sindrom
aspirasi mekonium 10- 15% terutama pada neonatus cukup
bulan dan lebih bulan. Pelepasan mekonium ke dalam cairan
ketuban diakibatkan oleh keadaan hipoksia atau gawat janin
dalam uterus. Mekonium yang teraspirasi dapat menyebabkan
sumbatan jalan napas dan reaksi inflamasi intensif.

Adapun faktor risikonya adalah:


• Kehamilan lebih bulan, hipertensi maternal.
• Denyut jantung janin abnormal.
• Preeklampsia.
• Diabetes mellitus pada ibu.
• Kecil masa kehamilan.
• Penyakit pernapasan pada ibu atau penyakit SVP

Sindrom distres respirasi (SDR)


Sindrom distres respirasi atau penyakit membran hialin
(Hyaline membrane disease, HMD) adalah penyebab gangguan

Midwifery Update pg. 382


napas tersering pada bayi prematur, akibat imaturitas struktur
dan fungsi paru-paru. Kejadian terutama pada neonatus dengan
usia kehamilan kurang dari 28 minggu, sepertiga terjadi pada
usia kehamilan 28-34 minggu dan kurang dari 5% terjadi pada
usia kehamilan setelah 34 minggu. Semua faktor yang terlibat
dalam perubahan fisiologis yang terjadi pada SDR tidak
sepenuhnya dipahami tetapi disfungsi primer yang terjadi
adalah produksi surfaktan yang kurang.

Faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko HMD


adalah:
• Kelahiran kurang bulan.
• Bayi laki-laki.
• Predisposisi familial.
• Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan.
• Asfiksia perinatal.
• Korioamnionitis.
• Neonatus dari ibu diabetes.
• Hydrops fetalis.

Sedangkan faktor yang menurunkan risiko


• Stres intrauteri yang kronis.
• Ketuban pecah dini (KPD).
• Hipertensi ibu.
• Pemakaian narkotik oleh ibu.
• Pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa
kehamilan (KMK).
• Kortikosteroid antenatal.
• Agen tokolitik.

3) Kegawatan Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan Pucat


Pada pokok bahasan ini, akan dibahas kegawatan bayi baru
lahir dengan penampakan pucat yang dibahas pada modul ini
yaitu syok dan sepsis neonatorum.

Midwifery Update pg. 383


Syok Pada Bayi Baru Lahir
Syok adalah suatu sindrom akut yang rumit dan ditandai oleh
perfusi sirkulasi yang tidak memadai pada jaringan untuk
dapat memenuhi kebutuhan metabolisme organ-organ vital.
Disfungsi organ terjadi akibat aliran darah dan oksigenasi
yang tidak memadai. Metabolisme seluler menjadi anaerob
secara dominan dan memproduksi asam laktat serta asidosis
metabolik. Syok dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut
penyebab yaitu syok hipovolemik, syok septik (distributif),
syok kardiogenik. Berikut ini akan dibahas masing – masing
jenis syok.

Syok Hipovolemik
Syok jenis ini merupakan penyebab syok paling umum pada
bayi baru lahir. Syok jenis ini dapat bersifat sekunder
terhadap kehilangan darah antepartum atau postpartum.

Kehilangan darah antepartum:


• Perdarahan plasenta, solusio plasenta, plasenta previa
atau terpotongnya plasenta selama seksio sesarea.
• Transfusi fetofetal.
• Transfusi fetomaternal.

Patofisiologi dan presentasi klinis pada syok hipovolemik:


Pada fase kompensasi, takikardia dan peningkatan resistensi
vaskuler sistemik terjadi tetapi tekanan vena pusat dan
produksi urin menurun.

Syok Septik (Distributif)


Pada jenis syok septik, terdapat volume darah normal tetapi
volume tersebut didistribusikan secara buruk sehingga
mengarah pada perfusi jaringan yang tidak memadai. Keadaan
ini dapat disebabkan oleh peningkatan kapasitas vena atau
paralisis vasomotorik.Pada kondisi sepsis, terdapat efek
depresif

Midwifery
Update
pg. 384
langsung produk mikroba (termasuk endotoksin), pada sistem
vaskuler selain adanya pelepasan substansi vasodilator.
Patofisiologi dan presentasi klinis: Tanda awal sebagai syok
ditemukan hangat dengan tekanan denyut lebar, ekstremitas
hangat, takikardia dan tekanan darah serta produksi urin
normal. Pada keadaan lebih parah, syok ini melaju menuju syok
dingin dengan ekstremitas terasa dingin dan berbercak.

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan penyebab yang dapat
menyebabkan curah jantung rendah. Asfiksia pada saat lahir
dapat menyebabkan kontraktilitas yang buruk, disfungsi otot
papilaris, dan regurgitasi trikuspid. Disfungsi miokardium yang
bersifat sekunder untuk suatu agen infeksi (bakteri atau virus)
atau abnormalitas metabolisme seperti hipoglikemia dan
hipokalsemia.

Patofisiologi dan presentasi klinis: Mekanisme kompensasi


dapat menyebabkan efek yang merusak. Peningkatan
resistensi vaskuler mempertahankan suatu pasokan darah
yang memadai untuk organ vital tetapi meningkatkan
afterload ventrikel kiri. Presentasi syok kardiogenik
mencakup: ekstremitas dingin berbercak, takikardia,
hipotensi dan oliguria.

Tatalaksana syok
Secara umum tatalaksana syok adalah sebagai berikut
• Bolus intravena sejumlah 20 ml/kg darah utuh (whole
blood), plasma beku segar (fresh frozen plasma), albumin,
Ringer laktat atau salin normal.
• Bayi kemudian dinilai kembali.Jika terdapat respon,
teruskan perluasan volume tetapi jika tidak ada respon
tambahkan agen inotropik.
• Agen inotropik: mulai dengan infus dopamin kemudian

Midwifery Update pg. 385


tambahkan dobutamin jika ada indikasi.
• Mengoreksi asidosis metabolik dengan infus sodium
bikarbonat pada dosis 1-2 mEq/kg
• Mengoreksi hipoksia dan memberikan dukungan
pernapasan sesuai dengan kebutuhan.
• Mengoreksi hipoglikemia dan ketidakseimbangan elektrolit
jika ditemui.

Tatalaksana syok secara spesifik menurut jenis penyebabnya:


Syok hipovolemik
Penggantian darah: darah utuh (whole blood) 10-20 ml/kg atau
butir-butir darah merah 5
-10 ml/kg selama 30 menit. Mengoreksi penyebab perdarahan
jika memungkinkan.

Syok septik
Buat kultur (darah, urin dan CSF). Mulai terapi antibiotik
empirik. Gunakan pengembang volume (volume expanders) dan
agen inotropik sesuai kebutuhan. Catatan: Pemakaian
kortikosteroid pada syok septik masih kontroversial.

Syok kardiogenik
Mengobati penyebab yang mendasari syok: kebocoran udara/air
leaks: segera evakuasi udara serta mengobati aritmia Agen
inotropik (dopamin dan dobutamin). Catatan: Agen inotropik
merupakan kontraindikasi pada stenosis subaorta
hipertropik.

Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit
sistemik disertai infeksi bakteri, infeksi jamur dan infeksi
virus yang terjadi pada bayi baru lahir terutama dalam satu
bulan pertama kehidupannya. Bakteri merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian neonatus. Angka kejadian

Midwifery Update pg. 386


sepsis neonatorum adalah 1 – 10 per 1000 kelahiran hidup
dan mencapai 13 – 27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
dengan berat kurang dari 1500 gram.

Bayi yang tetap hidup dapat mengalami cacat neurologis


yang signifikan karena mengakibatkan kerusakan susunan
saraf pusat, syok septik atau hipoksemia yang merupakan akibat
sekunder dari penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru
yang menetap. Perlu perhatian khusus pada deteksi dini untuk
tatalaksana lebih dini.

Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dapat dibagi


menjadi faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir
 Faktor risiko pada ibu
- Demam intrapartum > 38°C.
- Ketuban pecah dini > 18 jam.
- Ketuban bercampur mekonium yang berbau serta
persalinan dengan menggunakan alat yang tidak steril.
- Persalinan kurang bulan.
- Infeksi saluran kemih ibu.
 Faktor risiko pada bayi baru lahir
- Kelahiran kurang bulan.
- Sistem imun bayi baru lahir yang masih immature.
- Bayi baru lahir menggunakan selang endotracheal,
akses vena sentral, kateter, infus dan lainnya.
- Bayi baru lahir yang mendapatkan susu formula.

Sepsis neonatorum yang disebabkan bakteri masih menjadi


penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus. Sepsis
neonatorum sangat berbahaya dan bayi yang tetap hidup bisa
mengalami cacat neurologis yang signifikan karena
mengakibatkan kerusakan susunan sarafpusat (SSP), syok
septik atau hipoksemia yang merupakan akibat sekunder dari
penyakit paru parenkimal atau hipertensi paru yang menetap.

Midwifery Update pg. 387


Sepsis neonatorum merupakan penyakit pada neonatus
yang secara klinis sakit dan menunjukkan biakan darah positif.
Gejala sepsis sangat penting untuk diketahui oleh tenaga
kesehatan agar dapat mewaspadai tanda bahaya sebagaimana
tercantum pada tabel berikut.

Tabel. Tanda Bahaya Sepsis Neonatorum

Temuan fisik dapat tidak spesifik dan seringkali “subtle”. Gejala


umum yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :
• Gawat nafas: apneu, takipneu, sianosis (paling sering).
• Hipotermi (paling sering) atau hipertermia.
• Gejala gastrointestinal seperti muntah, diare, distensi
abdomen, ileus dan sulit minum
• Hepatomegali.
• Ikterus.
• Hipoglikemi atau hiperglikemia.
• Letargi.
• Irritability.
• Kejang.
• Fontanel menonjol atau penuh.

Midwifery Update pg. 388


• Ketidakstabilan vasomotor.
• Syok.
• Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).

Temuan pada pemeriksaan penunjang adalah Leukositosis


(>20.000) atau leukopeni (< 5.000), trombositopenia, hitung
jenis neutrofil absolute < 1500 (mungkin terlihat pada kasus
sepsis), rasio neutrofil immature: Neutrofil total (IT Ratio) lebih
tinggi dari 0,2 (Diketahui berhubungan dengan meningkatnya
infeksi bakteri, namun peningkatan IT Ratio tidak spesifik
hanya untuk infeksi.

Kejang, hipoglikemia, aspirasi, mekonium dan


pneumothoraks juga berkaitan dengan meningkatnya IT
Ratio, peningkatan CRP serial setiap 12 jam (nilai normal < 0,5
mg/dl), LED meningkat. Hal ini merupakan indikator infeksi
yang tidak lansung (nilai normal pada 2 minggu pertama
dihitung dengan cara usia bayi dalam hari ditambah 3
sedangkan pada usia lebih dari 2 minggu nilainya adalah 10-
20 ml/jam).

Kultur darah positif, hal ini perlu diulang 48 jam setelah


terapi antibiotik. Kultur urin positif, hal ini harus didapatkan
dari semua bayi baru lahir yang dicurigai sepsis awitan lambat
dengan cara katerisasi ataupun aspirasi suprapubik kandung
kemih. Selain itu dapat dilakukan kultur cairan
serebrospinal, kultur setempat, kultur aspriat trakea pada
bayi yang diintubasi, kultur luka kulit serta kultur feses.

Tatalaksana Sepsis
Sepsis neonatorum awitan dini
Profilaksis antimikroba intrapartum (PAI)
• Rekomendasi terkini untuk terapi antibiotika
intrapartum.

Midwifery Update pg. 389


• Persalinan kurang bulan <37 minggu

Ketuban pecah dini >18 jam Demam intrapartum pada ibu


(38°C) Anak sebelumnya terkena infeksi GBS simptomatik
Bakteriuria GBS pada ibu selama kehamilan ini Neonatus yang
lahir dari ibu yang mendapatkan PAI termasuk: Jika bayi
menunjukkan tanda sepsis, ambil kultur dan mulai berikan
antibiotika Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis,
kehamilan 35 minggu dan ibu mendapatkan sedikitnya 2 dosis
antibiotika, amati bayi dengan ketat.

Tidak perlu kultur ataupun antibiotika Jika bayi tidak


menunjukkan tanda sepsis, kehamilan <35 minggu atau ibu
hanya mendapatkan satu dosis antibiotika, periksa darah tepi
lengkap dan kultur darah dan lakukan observasi. Tidak perlu
antibiotika. Neonatus dengan kecurigaan klinis terkena sepsis
• Harus dilakukan kultur terlebih dulu.
• Organisme yang menjadi sasaran terapi adalah GBS,
kuman gram-negatif dan Listeria monositogenes
• Antibiotika yang dianjurkan

4) Kegawatan Pada Bayi Baru Lahir Dengan Penampakan


Kuning
Kuning pada bayi baru lahir dalam dunia kedokteran disebut
dengan jaundice atau icterus adalah kondisi pada bayi yang
menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera dan
membrane mukosa sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin
dalam darah (Hiperbilirubinemia).

Hiperbilirubinemia adalah apabila kadar bilirubin darah >


5 mg% (85 µmol/L) Bilirubin tersebut diproduksi dengan
pecahnya haemoglobin yang berlebihan dari sel darah merah.
Kondisi tersebut merupakan kondisi normal pada bayi baru
lahir apabila kuningnya bayi baru lahir terjadi timbul pada

Midwifery Update pg. 390


hari kedua ataupun ketiga serta kenaikan kadar bilirubin
tidak melebihi 5 mg%. Pada bayi yang mendapatkan ASI masih
mungkin terlihat kuning. Kuning yang berhubungan dengan
pemberian ASI dapat berupa Breastfeeding Jaundice dan
Breastmilk Jaundice.

Breastfeeding Jaundice adalah kuning pada bayi baru lahir


yang terjadi pada hari kedua dan hari ketiga pada waktu ASI
belum banyak. Kondisi ini tidak memerlukan pengobatan dan
tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Ibu harus
memberikan kesempatan kepada bayinya untuk menyusu
sehingga kolostrum akan cepat keluar dengan hisapan bayi
terus menerus.

Cara terbaik untuk menghindari risiko kuning pada bayi


baru lahir adalah dengan memberikan ASI sesering mungkin.
Breastmilk Jaundice adalah kadar bilirubin indirek masih
meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini dapat
berlangsung lama hingga 3 -12 minggu. Penyebab kuning ini
berhubungan dengan pemberian ASI dari seseorang ibu
tertentu dan biasanya timbul setelah bayi disusukan

Terdapat dua paham dalam tatalaksana Breastmilk


Jaundice yaitu menurut American Academy of Pediatrics (AAP)
bahwa pada kasus ini tidak dianjurkan menghentikan ASI.
Penggantian ASI dengan air putih, air gula dan atau susu
formula tidak menurunkan kadar bilirubin. Lain halnya
menurut Gartner dan Aurbach bahwa pada sebagian kasus
dapat dilakukan penghentian ASI sementara dengan tujuan
untuk menegakkan diagnosis. Apabila penghentian ASI
selama 24 jam tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin,
maka jelas penyebabnya bukan ASI, sehingga ASI dapat
dilanjutkan sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia.

Midwifery Update pg. 391


Meski demikian, ikterus yang terjadi pada setiap bayi baru lahir
hendaknya perlu ditangani secara seksama, karena
peningkatan bilirubin yang sangat tinggi dapat masuk ke dalam
syaraf dan merusak sehingga otak terganggu dan
mengakibatkan kecacatan sepanjang hidupnya ataupun
kematian (ensepalopati biliaris/ bilirubin ensepalopati).
Diagnostik ikterus pada baru lahir dapat melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
• Riwayat ikterus pada anak sebelumnya.
• Riwayat anemia dengan pembesaran hati, limpa atau
pengangkatan limpa dalam keluarga.
• Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil.
• Riwayat infeksi maternal; ketuban pecah dini.
• Riwayat trauma persalinan, asfiksia.

Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru
lahir dengan pencahayaan yang memadai. Hal ini dilakukan
terutama apabila tidak ada pemeriksaan penunjang kadar
bilirubin serum total, namun jika tersedia maka akan sangat
berguna untuk dasar mengamati penjalaran ikterus ke kaudal
tubuh.

Berikut ini cara menentukan tingkat keparahan ikterus


secara kasar dengan melihat pewarnaan kuning pada tubuh
dengan metode kremer.
• Tekan kulit dengan ringan menggunakan jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan:
• Hari 1, tekan pada ujung hidung dan dahi.
• Hari 2, tekan pada lengan dan tungkai.
• Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.

Midwifery Update pg. 392


• Kemudian sesuaikan hasil pemeriksaan dengan tabel
pembagian ikterus menurut metode kremer berikut ini

Tabel. Pembagian Ikterus Menurut Kramer

Berikut ini kondisi yang perlu perhatian serius dan segera


lakukan terapi sinar apabila:
• Ikterus terlihat dibagian mana saja dari tubuh bayi baru
lahir pada hari pertama.
• Ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan
dan kaki pada hari kedua.

Pemeriksaan tanda klinis lainnya perlu diperhatikan seperti


gangguan minum, keadaan umum, apnea, suhu yang labil. Hal
tersebut sangat membantu disamping keadaan
hiperbilirubinemianya.
Pemeriksaan Penunjang
• Kadar bilirubin serum total (bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama).
• Jika tersedia fasilitas maka dapat dilakukan pemeriksaan.
• Pemeriksaan golongan darah (ABO dan Rhesus) pada ibu
saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
• Pemeriksaan kadar G6PD dalam darah (Bila terdapat
riwayat keluarga menderita G6PD dan fasilitas
memungkinkan).

Midwifery Update pg. 393


5) Kegawatan saluran cerna pada bayi baru lahir
Kegawatan saluran cerna dibagi menjadi kegawatan saluran
cerna kasus bedah dan non-bedah. Kegawatan saluran cerna
kasus bedah secara klinis terutama ditandai oleh adanya
muntah bilier (empedu) yang berwarna hijau atau feses karena
adanya sumbatan saluran cerna. Sedangkan kegawatan saluran
cerna non bedah terutama ditandai oleh adanya muntah darah
(merah).

Kegawatan saluran cerna bedah


Sumbatan merupakan kegawatan saluran cerna kasus
bedah paling sering dijumpai. Sumbatannya dapat total
(atresia) atau parsial (penyempitan, stenosis). Penyebabnya
adalah kelainan akibat proses rotasi dan fiksasi pada periode
minggu ke tiga sampai ke lima usia kehamilan. Penyebab lain
yang dapat menimbulkan sumbatan atau penyempitan saluran
cerna adalah tidak terbentuknya persarafan pada saluran cerna
(penyakita hirschsprung), sumbatan mekonium, abses atau
perlengketan akibat peritonitis, bands peritoneal, volvulus dan
hernia (inguinal, diafragma).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga


adanya sumbatan saluran cerna seperti penyakit
Hirschsprung dan atresia jejunum. Gejala dan tanda klinis
yang sering ditemukan adalah polihidramnion pada riwayat
kehamilannya, muntah bilier (empedu) berwarna hijau,
kembung, terlambat keluarnya mekonium lebih dari 48 jam.
Apabila ada fasilitas pemeriksaan rontgen polos abdomen
akan didapatkan gambaran:
• Gelembung udara tunggal atau ganda yang menandakan
sumbatan saluran cerna setingkat lambung dan
duodenum.
• Gelembung udara minimal menunjukkan sumbatan
setingkat jejunum dan ileum.

Midwifery Update pg. 394


Tata laksana rujukan:
• Baringkan neonatus pada posisi anti-trendelenburg.
• Pasang pipa orogastrik, dan lakukan isapan periodik terus
menerus.
• Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan
tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
• Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan
menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi
dan suhu tubuh neonatus.

Kegawatan saluran cerna non bedah:


Kegawatan saluran cerna non bedah ditandai oleh adanya
perdarahan berupa muntah darah (hematemesis) dan berak
berdarah (hematosezia dan melena). Hematemesis berwarna
merah segar menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian
proksimal, sedangkan hematemesis merah tua sampai coklat
menandakan perdarahan saluran cerna bagian distal.

Hematosezia adalah berak berdarah warna merah segar,


sedangkan melena adalah buang air besar berdarah warna
merah tua sampai coklat. Hematosezia disebabkan adanya
perdarahan saluran cerna bagian bawah sedangkan melena
menadakan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas.
Diagnosis perdarahan saluran cerna ditujukan untuk
mengidentifikasi penyebab yang berhubungan dengan
kelainan faktor pembekuan atau karena kerusakan primer
pada dinding pembuluh darah. Kelainan faktor pengentalan
darah pada neonatus terutama disebabkan oleh defisiensi
vitamin K1.

Gejala klinis lainnya adalah:


 Keadaan umum neonatus pada umumnya tidak tampak
sakit berat pada tahap awal,

Midwifery Update pg. 395


 Tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi jantung dan
pernapasan normal
 Tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada tanda-tanda akut
abdomen yang menunjukkan proses strangulasi pembuluh
darah abdomen
 Gambaran pemeriksaan foto polos abodomen tidak
menunjukkan kelainan.
 Perdarahan saluran cerna
- Hal ini disebabkan kelainan primer pada pembuluh
darah saluran cerna biasanya disebabkan oleh infeksi
dan proses strangulasi.
- Proses infeksi saluran cerna yang menimbulkan
buang air besar berdarah disebabkan oleh bakteri
atau parasit yang menginfiltrasi dinding saluran
cerna secara invasif seperti Escherichia coli atau
Entamoeba histolitica.
- Infeksi sistemik yang berat pada neonatus terutama
pada bayi berat lahir rendah akan menimbulkan
enterokolitis nekrotikans yang menampakkan gejala
hematemesis dan melena.
- Pada pemeriksaan rontgen abdomen menunjukkan
gambaran infeksi yang luas pada saluran cerna
seperti adanya penebalan usus sampai gelembung
udara pada dinding saluran cerna (pneumatosis
intestinalis).

Tatalaksana kegawatan saluran cerna non bedah adalah:


• Pasang pipa orogastrik, dan lakukan hisapan periodik
terus menerus.
• Puasakan dan pasang akses intravena untuk memberikan
tunjangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
• Laksanakan prosedur rujukan secara umum dengan
menjaga kestabilan jalan napas, oksigenisasi, sirkulasi
dan suhu tubuh neonatus.

Midwifery Update pg. 396


6) Kejang pada bayi baru lahir
Kejang adalah episode kehilangan kesadaran yang
berhubungan dengan kegiatan motorik atau sistem otonom
abnormal. Angka kejadian kejang adalah 0.5% dari semua
neonatus cukup bulan dan kurang bulan. Kejadiannya lebih
tinggi (3.9%) pada bayi kurang bulan dengan usia kehamilan
< 30 minggu).

Penyebab kejang yang paling sering ditemui adalah hypoxic


ischemic encephalopathy (HIE)/asfiksia, infeksi (TORCH,
meningitis, septisemia), gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, ensefalopati
hiperbilirubin), perdarahan SSP (intraventrikular, subdural,
trauma). Empat jenis kejang yang sering ditemui pada neonatus
yaitu kejang tonik, klonik, mioklonik dan subtle.

Kejang tonik adalah gerakan fleksi dan ekstensi pada


ekstremitas atas, leher dan tubuh. Pada ekstremitas bawah
lebih terlihat gerakan ekstensi.Kejang tonik lebih sering
dijumpai pada neonatus kurang bulan, terutama terkait
dengan kelainan difusi SSP dan perdarahan intraventrikular.

Kejang klonik adalah gerakan kejut pada ekstremitas


yang perlahan dan berirama (1-3x/menit). Setiap gerakan
terdiri dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh
fase yang lambat. Perubahan posisi atau memegang
ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat gerakan
tersebut. Umumnya terjadi pada neonatus cukup bulan >2500
gram, tidak terjadi hilang kesadaran, berkaitan dengan trauma
fokal, infark atau gangguan metabolik. Kejang mioklonik
terlihat sebagai gerakan fleksi kepala dan tubuh dengan fleksi
atau ekstensi ekstremitas.Kejang tersebut berkaitan dengan
kelainan difus SSP.

Midwifery Update pg. 397


Kejang subtle (tidak terus menerus/tidak jelas) terlihat
sebagai gerakan stereotip ekstremitas seperti gerakan
mengayuh sepeda atau berenang, deviasi atau gerakan
kejutan pada mata dan mengedip berulang kali, ngiler,
mengisap atau mengunyah, apnea atau perubahan tiba-tiba
pada pola pernapasan, fluktuasi yang berirama pada tanda
vital. Berikut ini adalah tatalaksana kejang pada neonatus
meliputi obat anti kejang, dosis dan efek sampingnya.

Tabel. Obat Anti Kejang Pada Neonatus.

Materi Pokok 5. Resusitasi, Stabilisasi dan


Transportasi Pada Bayi Baru Lahir
Pada saat kelahiran, seluruh bayi baru lahir perlu didampingi oleh tim
yang memiliki kemampuan dalam melakukan resusitasi meskipun
hanya 10% bayi baru lahir yang perlu bantuan untuk memulai
bernapas (ventilasi). Sebanyak 1% dari 10% bayi baru lahir yang perlu
bantuan tersebut, memerlukan tindakan resusitasi lebih lanjut seperti
intubasi sampai dengan pemberian cairan dan obat – obatan.

Pada tingkat layanan dasar seperti puskesmas dan tingkat


layanan rujukan atau rumah sakit, tidak semua kasus bayi baru lahir
dapat ditangani. Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan
stabilisasi dan transportasi menjadi hal yang penting. Untuk itu,
resusitasi, stabilisasi dan transportasi merupakan rangkaian

Midwifery Update pg. 398


tindakan yang harus dikuasai oleh tenaga kesehatan dalam bentuk
tim sebagai penolong persalinan.

a. Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir


Resusitasi adalah serangkaian upaya sistematis dan terkoodinir
untuk mengembalikan usaha bernapas dan sirkulasi bayi baru lahir
sehingga terhindar dari kematian ataupun cacat menetap.

Setiap tenaga kesehatan yang merupakan tim penolong


persalinan dan perawatan bayi baru lahir harus memahami alur
resusitasi dan mampu melakukan persiapan resusitasi serta
mampu melakukan langkah resusitasi dengan baik dan benar
sesuai dengan alur resusitasi.

Alur Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir


Alur resusitasi pada bayi baru lahir merupakan acuan tim
resusitasi untuk melakukan resusitasi dengan langkah-langkah
yang sistematis.

Alur resusitasi dibaca mulai dari kotak paling atas sebelah


kanan yang bertuliskan “konseling antenatal, persiapan alat dan
pembagian tugas dalam tim” menuju ke bawah dan atau ke
samping secara berurutan sesuai dengan kondisi bayi baru lahir.

Panah warna biru menunjukkan batasan waktu efektif


penolong untuk melakukan tindakan, sedangkan panah warna
merah muda (pink) merupakan pengingat apakah penolong
memerlukan bantuan di setiap langkah tindakan.

Midwifery Update pg. 399


Alur Resusitasi pada Bayi Baru Lahir

Gambar. Algoritma Resusitasi Neonatus, Rekomendasi IDAI


Sumber: Resusitasi Neonatus, IDAI, 2017

Langkah resusitasi Pada Bayi Baru Lahir


Pada tindakan resusitasi bayi baru lahir, langkah resusitasi
mengacu pada alur resusitasi. Setiap langkah harus dilakukan
secara berurutan, tuntas dan optimal. Langkah-langkah resusitasi
meliputi persiapan (konseling antenatal, persiapan alat dan
pembagian tugas dalam tim), penilaian awal, langkah awal dan
membebaskan jalan napas (airway), memberikan pernapasan
(breathing), sirkulasi (circulation), pemberian obat-obatan (drug) dan
pemberikan cairan (fluid) serta pemberian konseling, informasi
ataupun edukasi kepada keluarga.

Midwifery Update pg. 400


Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir
Persiapan resusitasi merupakan hal yang penting dilakukan oleh
tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. Persiapan
dilakukan ketika pasien datang atau sebelum pembukaan
lengkap tanpa memandang apakah persalinan tersebut berisiko
ataupun normal. Tenaga kesehatan harus melakukan persiapan
resusitasi pada setiap persalinan karena akan mempengaruhi
kelancaran dan keefektifan suatu resusitasi.

Persiapan yang harus dilakukan meliputi persiapan tim


resusitasi, konseling antenatal dalam bentuk pengenalan faktor
risiko pasien, persiapan lingkungan resusitasi, persiapan alat
resusitasi dan persiapan tenaga kesehatan berupa pencegahan
penularan infeksi pada saat melakukan resusitasi.

Konseling Antenatal
Tim resusitasi harus mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir
mulai dari riwayat antenatal sampai pada waktu persalinan.
Pengenalan faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir sangat
penting diketahui oleh tim resusitasi. Berikut ini adalah
penjelasan terkait dengan faktor risiko pasien:

Pengenalan Faktor Risiko Pasien


Tim resusitasi harus mengetahui dan mengenali faktor risiko ibu
dan bayi baru lahir sebelum kelahiran dan pada saat kelahiran
(intrapartum) sebagai faktor penghambat dalam melakukan
resusitasi tim. Berikut ini adalah faktor risiko ibu, bayi baru lahir
pada saat sebelum persalinan dan saat persalinan:

Faktor risiko pada ibu sebelum persalinan


 Ketuban pecah dini ≥ 18 jam.
 Perdarahan pada trimester 2 dan 3.
 Hipertensi dalam kehamilan.
 Hipertensi kronik.

Midwifery Update pg. 401


 Penyalahgunaan obat.
 Konsumsi obat (seperti litium, magnesium, penghambat
adrenergik dan narkotika).
 Diabetes mellitus.
 Penyakit kronik (anemia, penyakit jantung bawaan sianotik).
 Demam.
 Infeksi.
 Korioamnionitis
 Kematian janin sebelumnya.
 Tidak pernah melakukan pemeriksaan antenatal.

Faktor risiko janin sebelum persalinan


• Kehamilan multiple (ganda, triplet).
• Prematur (terutama pada usia kehamilan <35 minggu).
• Lebih bulan (pada usia kehamilan >41 minggu).
• Besar masa kehamilan (large for gestational age).
• Pertumbuhan janin terhambat.
• Penyakit hemolitik automune (misalnya anti-D, anti-Kell,
terutama jika terdapat anemia/hidrops fetalis.
• Polihidramnion dan oligohidramnion.
• Gerakan janin berkurang sebelum persalinan.
• Kelainan kongenital yang mempengaruhi pernapasan, fungsi
kardiovaskular, atau proses transisi lainnya.
• Infeksi intrauteri.
• Hidrops fetalis.
• Presentasi bokong.
• Distosia bahu.

Faktor risiko ibu pada waktu persalinan (intrapartum)


• Pola denyut jantung yang meragukan pada kardiotokografi.
• Presentasi abnormal.
• Prolaps tali pusat.
• Persalinan/ kala 2 memanjang.

Midwifery Update pg. 402


• Persalinan yang sangat cepat.
• Perdarahan antepartum (misal solusio plasenta, plasenta
previa, vasa previa)
• Ketuban bercampur meconium.
• Pemberian obat narkotika untuk mengurangi rasa nyeri ibu
dalam 4 jam proses persalinan.
• Kelahiran dengan forseps.
• Kelahiran dengan vakum.
• Penerapan anastesi umum pada ibu.
• Seksio sesaria emergensi.

Persiapan Lingkungan Resusitasi


Ruangan harus bersih mulai dari lantai, dinding dan peralatan
medik yang ada di ruangan tersebut. Cahaya lampu ruangan harus
cukup terang untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir maupun

ibu. Suhu ruangan harus dijaga tetap hangat (26 • C). Letak ruang
resusitasi hendaknya sangat berdekatan dengan ruang bersalin
agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan. Pada
beberapa fasilitas dengan keterbatasan ruangan, ruang bersalin
menjadi satu dengan ruang resusitai bayi baru lahir. Hal tersebut
harus tetap adanya batas untuk area bersalin dan area resusitasi
bayi baru lahir.

Tempat resusitasi pada permukaan yang datar, ketinggian meja


90 cm dengan alas kain bersih dan kering serta dilengkapi dengan
pemancar panas. Tempat resusitasi hendaknya tidak dibawah
pendingin ruangan. Termoregulasi merupakan hal yang sangat
penting dan harus diperhatikan oleh tim dalam melakukan
resusitasi bayi baru lahir.

Persiapan Alat Resusitasi


Peralatan medik untuk melakukan resusitasi harus tetap
disiapkan secara lengkap meskipun tidak semua bayi baru lahir
memerlukan tindakan resusitasi.

Midwifery Update pg. 403


Penilaian awal
1) Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan
tindakan resusitasi adalah melakukan penilaian awal terhadap
kondisi bayi baru lahir pada saat diterima oleh tim resusitasi.
Langkah ini akan menentukan tindakan tim resusitasi untuk
melakukan tindakan selanjutnya. Komponen yang dinilai
adalah usaha bernapas dan tonus otot. Terdapat dua
pertanyaan yang penting pada saat penilaian awal yaitu:
 Apakah bayi baru lahir bernapas atau menangis?
 Apakah bayi baru lahir memiliki tonus otot baik?
2) Apabila dua pertanyaan tersebut jawabannya adalah “Ya” maka
bayi memerlukan perawatan rutin seperti jaga kehangatan,
mengeringkan bayi dan melanjutkan observasi pernapasan, laju
denyut jantung dan tonus otot.
3) Jika salah satu dari dua pertanyaan dijawab “tidak” maka bayi
baru lahir memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu resusitasi.
4) Pernapasan merupakan tanda yang pertama kali muncul
dengan gangguan kardiorespirasi. Mungkin saja penilaian
pernapasan sulit dilakukan karena kadang pernapasan bayi
dapat berhenti sejenak setelah usaha bernapas awal dan
kemudian melanjutkan pernapasan yang cukup.
5) Bila bayi dapat mempertahankan frekuensi denyut jantung
diatas 100x/menit maka kemungkinan tidak perlu dilakukan
intervensi segera namun sebaliknya jika frekuensi denyut
jantung dibawah 100x/menit maka kemungkinan diperlukan
ventilasi positif. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan
dengan mendengarkan bunyi jantung, meraba pulsasi pada
dasar tali pusat ataupun dengan menggunakan pulse oxymeter.
6) Tonus otot dan respons terhadap stimulasi merupakan salah
satu komponen yang akurat untuk menentukan kebutuhan
resusitasi. Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung
menggerakkan keempat tungkainya memulai usaha bernapas
dan meningkatkan denyut jantungnya diatas 100x/menit.

Midwifery Update pg. 404


Bila respons bayi tidak ada atau lemah maka perlu dilakukan
tindakan selanjutnya yaitu langkah awal.

Langkah Awal dan Airway


Langkah awal dilakukan ketika BBL tidak ada upaya bernapas dan
atau tonus otot lemah. Langkah awal meliputi memastikan bayi
tetap hangat, membuka jalan napas bayi dengan mengatur posisi
dan membersihkan jalan napas, mengeringkan bayi dan
memberikan stimulasi, serta mengatur kembali posisi kepala bayi.

Tim resusitasi harus memastikan bayi baru lahir tetap hangat


dengan memberikan kehangatan bayi baru lahir di bawah
pemancar panas atau lampu. Selain itu, pemasangan plastik dan
topi bayi merupakan cara memberikan kehangatan pada bayi baru
lahir. Selanjutnya, tim segera membuka jalan napas dengan
mengatur posisi kepala bayi dalam posisi menghidu atau
setengah tengadah (ekstensi). Hal ini dapat dibantu dengan ganjal
pada bahu bayi baru lahir. Posisi kepala yang tepat dapat
mempengaruhi jalan napas yang akhirnya tindakan resusitasi
menjadi optimal. Berikut adalah contoh posisi kepala bayi:

Posisi ini menunjukkan posisi yang baik untuk


membuka jalan napas secara optimal, yaitu
setengah ekstensi.

Kesalahan pada posisi ini adalah kepala bayi


terlalu kurang ekstensi atau terlalu fleksi.

Pada posisi ini tampak kepala bayi terlalu


ekstensi sehingga jalan napas tertutup

Gambar. Posisi Kepala.

Midwifery Update pg. 405


Selain mengatur posisi kepala, tim juga harus memeriksa apakah
ada sumbatan jalan napas. Tim mulai membersihkan mulut
menggunakan kassa dengan satu kali atau dua kali usapan. Apabila
ada lendir yang menyumbat jalannya napas, maka dilakukan
pengisapan. Pengisapan mulai dari mulut terlebih dahulu
kemudian hidung dengan alat pengisap.

Hal yang perlu diingat adalah pada saat melakukan membuka


jalan napas perlu diperhatikan termoregulasi. Pengisapan
dilakukan pada bayi yang tidak bugar dan atau dilakukan pada
jalan napas yang mengalami obstruksi.

Langkah awal selanjutnya adalah mengeringkan bayi baru lahir


mulai dari kepala dan rambut, dada, perut bayi sampai kaki serta
menyingkirkan kain yang basah mengganti dengan yang kering.
Berikan rangsangan taktil pada bayi dengan menggosok punggung
atau menyentil/menepuk telapak bayi baru lahir.

Pada bayi baru lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28


minggu dan atau dengan berat ≤ 1500 gram, disarankan untuk
menaikkan suhu ruangan menjadi 26OC dan perlu membungkus
bayi baru lahir dengan plastik bening tanpa dikeringkan terlebih
dahulu

kecuali wajahnya kemudian dipasang topi. Bayi tetap dapat


diberikan stimulasi walaupun dibungkus plastik. Setelah langkah
awal telah dilakukan, maka posisikan kepala bayi baru lahir
dalam posisi menghidu atau setengah tengadah (ekstensi).
Lakukan observasi usaha napas, laju denyut jantung dan tonus
otot.

Hasil penilaian dapat memberikan 3 kemungkinan kondisi


bayi baru lahir yaitu:
1) Bayi baru lahir tidak bernapas spontan atau megap-megap

Midwifery Update pg. 406


dan atau laju denyut jantung < 100x/menit.
2) Bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥
100x/menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu, tarikan
dinding dada, merintih).
3) Bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis sentral
persisten tanpa adanya distress pernapasan.

Breathing
Setelah melakukan langkah awal dan airway, berdasarkan
kemungkinan hasil penilaian maka tim harus melakukan tindakan
untuk tiap kondisi secara cepat dan tepat:
1) Pada bayi baru lahir yang tidak bernapas spontan atau megap-
megap dan atau laju denyut jantung < 100x/menit, lakukan
ventilasi tekanan positif dan segera pasang pulse oxymetri di
tangan kanan.
2) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥
100x / menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu,
tarikan dinding dada, merintih), lakukan pemasangan
CPAP dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan.
3) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis
sentral persisten tanpa adanya distress pernapasan,
pertimbangkan pemberian O2 dengan pemantauan saturasi
O2.

Keberhasilan pemberian bantuan napas pada bayi baru lahir


ditentukan oleh sungkup yang melekat rapat pada wajah bayi,
ditentukan oleh ukuran sungkup yang tepat serta cara memegang
sungkup yang benar. Tanda utama ventilasi yang efektif adalah
adanya pergerakan dinding dada dan perbaikan frekuensi denyut
jantung dengan segera.

Ukuran sungkup yang sesuai dengan bayi baru lahir. Sungkup


wajah untuk bayi baru lahir terdiri dari berbagai jenis ukuran
(diameter) sehingga dapat disesuaikan dengan besarnya wajah

Midwifery Update pg. 407


bayi. Sungkup wajah yang baik harus menutupi ujung dagu,
mulut dan hidung seperti tertera pada gambar berikut

Gambar. Kesesuaian Sungkup Wajah

Pada gambar, sungkup paling kiri berukuran terlalu kecil


karena tidak menutupi hingga ujung dagu, sedangkan sungkup
di tengah terlalu besar, karena menutupi mata. Sungkup paling
kanan berukuran tepat, menutupi ujung dagu, mulut dan hidung.
Lekatkan rapat sungkup pada wajah bayi menutupi pangkal
hidung, mulut dan dagu tapi tidak menutupi mata.

Sebelum melekatkan sungkup, tim perlu memastikan jalan


napas terbuka dengan menyesuaikan posisi kepala, mulut sedikit
terbuka dan membersihkan jalan napas jika perlu. Setelah itu,
tim melekatkan sungkup dengan benar.

Cara memegang sungkup dapat berbagai macam, tergantung


dari jenis sungkupnya. Terdapat tiga metode untuk memegang
sungkup pada muka, yaitu:
1. Stem Hold: titik temu antara ‘batang’ dan sungkup dipegang
dengan jari telunjuk dan jempol
2. Two-Point Top Hold: Jari jempol dan telunjuk menekan sisi atas
sungkup yang datar. Bagian ‘batang’ tidak dipegang dan jari
tidak memegang ke pinggir sungkup
3. OK Rim Hold: jempol dan telunjuk membentuk C (seperti tanda
OK), tangan kiri penolong memegang sungkup dengan jari-jari
membentuk huruf C dengan ibu jari dan telunjuk menekan

Midwifery Update pg. 408


sungkup ke wajah sedangkan 3 jari lainnya memegang sambil
mengangkat tepi rahang bawah bayi ke atas (jaw thrust).

Stem Hold Two-Point Top Hold OK Rim Hold


Gambar. Cara Memegang Sungkup Muka

Cara memastikan perlekatan yang benar yaitu pastikan dada


mengembang dengan melakukan ventilasi dua kali. Jika dada
belum mengembang berarti perlekatan belum benar, maka tim
harus mengevaluasi perlekatan yaitu:
1) Periksa ukuran sungkup.
2) Periksa cara memegang atau melekatkan sungkup.
3) Periksa jalan napas (cek posisi kepala bayi, sumbatan/lendir).

Apabila menilai perlekatan sungkup sudah benar maka lakukan


ventilasi tekanan positif 20 - 30x per 30 detik. Cara melakukan
ventilasi yaitu kembangkan paru dengan tekanan volume yang
cukup sehingga tampak pergeraan dinding dada dan perut atas.
Pergerakan dinding dada harus sesuai dengan yang tampak pada
respirasi normal yang tenang.

Apabila pengembangan dada tampak berlebihan dengan


tekanan yang sama, maka tekanan dan kecepatan ventilasi harus
diturunkan. Sebagai contoh, bayi A gagal mencapai pernapasan
spontan dengan frekuensi denyut jantung di bawah 100x/menit
sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif. Bayi A mendapat
tekanan inflasi awal 50 cmH2O. Setelah 5 kali pompa dada

tampak mengembang, sehingga tekanan inflasi diturunkan


menjadi 40 cmH2O. Setelah 10 kali pompa tampak dada

mengembang berlebihan, sehingga tekanan inflasi dapat

Midwifery Update pg. 409


diturunkan lagi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi pada
ventilasi tekanan positif setelah inflasi pertama dapat diturunkan
sesuai dengan kondisi bayi.

Pada bayi prematur, pengembangan paru yang berlebihan


selama ventilasi harus dihindari. Resusitasi sebaiknya dilakukan
dengan manometer untuk memantau tekanan PIP, sehingga dapat
memandu pemberian inflasi yang konsisten dan untuk
menghindari tekanan serta volume berlebihan. PIP awal untuk
ventilasi tekanan positif dapat diberikan sebesar 20-25 cmH2O

pada bayi prematur.

Segera evaluasi setelah melakukan ventilasi tekanan positif


selama 30 detik. Hal yang dievaluasi adalah usaha napas, frekuensi
denyut jantung dan saturasi oksigen. Berdasarkan hasil evaluasi
terdapat 4 kemungkinan kondisi bayi baru lahir dan tindakan
selanjutnya yaitu:
1) Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan tidak
ada tanda tanda distress respirasi maka lakukan perawatan
pascaresusitasi.
2) Bila napas spontan, denyut jantung > 100x/menit dan ada
tanda tanda distress respirasi, berikan CPAP.
3) Bila belum ada napas spontan, denyut jantung > 60x/menit
lanjutkan VTP.
4) Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung <
100x/menit, lakukan VTP dan kompresi dada.
5) Ventilasi tekanan positif dapat dilakukan dengan t-piece
resuscitator (CPAP) apabila kondisi bayi baru lahir
memerlukan VTP berkelanjutan. Salah satu kondisi bayi baru
lahir memerlukan t-piece resuscitator adalah pada kondisi
bernapas spontan namun ada distress pernapasan seperti
takipneu, retraksi dinding dada atau merintih. Berikut adalah
cara melakukan ventilasi tekanan positif berkelanjutan
menggunakan t-piece resuscitator:

Midwifery Update pg. 410


Materi Pokok 6. Rujukan Kasus Kegawatdaruratan
Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
a. Stabilisasi Pasien
Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi
optimal akan sangat membantu pasien untuk dapat ditangani
secara adekuat dan efektif. Dalam sistem pelayanan
kegawatdaruratan dan rujukan kesehatan antar fasilitas,
hendaknya dibuat perangkat dan mekanisme operasional yang
jelas antar unsur yang terlibat.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan


membentuk jejaring rujukan dimulai dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama hingga ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.
Fasilitas kesehatan rujukan di suatu daerah dapat terdiri dari RS
pemerintah dan RS swasta. Keduanya sangat perlu disatukan
dalam sebuah jejaring rujukan dengan peta kemampuan, saran dan
prasarana yang jelas. Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi rujukan.

Elemen-elemen penting dalam stabilisasi pasien adalah :


1) Menjamin kelancaran jalan napas, pemulihan sistem respirasi
dan sirkulasi
2) Mengganti cairan tubuh yang hilang
3) Memotong atau menghentikan kejang
4) Menghentikan sumber perdarahan atau infeksi
5) Mempertahankan suhu tubuh
6) Memperbaiki kadar gula darah
7) Mengatasi rasa nyeri atau gelisah
8) Memperbaiki perfusi jaringan
9) Persiapan sarana merujuk

b. Persiapan Sarana Merujuk Sistem dan cara rujukan


Rujukan ibu hamil dan neonatus yang berisiko tinggi merupakan
komponen yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan

Midwifery Update pg. 411


maternal. Dengan memahami sistem dan cara rujukan yang baik,
tenaga kesehatan diharapkan dapat memperbaiki kualitas
pelayanan pasien.

Indikasi dan Kontraindikasi


Secara umum, rujukan dilakukan apabila tenaga dan perlengkapan
di suatu fasilitas kesehatan tidak mampu menatalaksana
komplikasi yang mungkin terjadi. Dalam pelayanan kesehatan
maternal dan perinatal, terdapat dua alasan untuk merujuk ibu
hamil, yaitu ibu dan/atau janin yang dikandungnya. Berdasarkan
sifatnya, rujukan ibu hamil dibedakan menjadi:
1) Rujukan kegawatdaruratan
Rujukan kegawatdaruratan adalah rujukan yang dilakukan
sesegera mungkin karena berhubungan dengan kondisi
kegawatdaruratan yang mendesak.
2) Rujukan berencana
Rujukan berencana adalah rujukan yang dilakukan dengan
persiapan yang lebih panjang ketika keadaan umum ibu masih
relatif lebih baik, misalnya di masa antenatal atau awal
persalinan ketika didapati kemungkinan risiko komplikasi.
Karena tidak dilakukan dalam kondisi gawat darurat, rujukan
ini dapat dilakukan dengan pilihan modalitas transportasi yang
lebih beragam, nyaman, dan aman bagi pasien.
Adapun rujukan sebaiknya tidak dilakukan bila:
1) Kondisi ibu tidak stabil untuk dipindahkan.
2) Kondisi janin tidak stabil dan terancam untuk terus
memburuk.
3) Persalinan sudah akan terjadi.
4) Tidak ada tenaga kesehatan terampil yang dapat menemani.
5) Kondisi cuaca atau modalitas transportasi membahayakan.

c. Perencanaan Rujukan
Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya,
karena rujukan harus mendapatkan persetujuan dari ibu dan/atau

Midwifery Update pg. 412


keluarganya. Tenaga kesehatan perlu memberikan kesempatan,
apabila situasi memungkinkan, untuk menjawab pertimbangan dan
pertanyaan ibu serta keluarganya.

Beberapa hal yang disampaikan sebaiknya meliputi:


1) Diagnosis dan tindakan medis yang diperlukan.
2) Alasan untuk merujuk ibu.
3) Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak dilakukan.
4) Risiko yang dapat timbul selama rujukan dilakukan.
5) Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi yang dibutuhkan
untuk merujuk.
6) Tujuan rujukan.
7) Modalitas dan cara transportasi yang digunakan.
8) Nama tenaga kesehatan yang akan menemani ibu.
9) Jam operasional dan nomer telepon rumah sakit/pusat
layanan kesehatan yang dituju
10) Perkiraan lamanya waktu perawatan.
11) Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen
kelengkapan untuk Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi
kesehatan).
12) Petunjuk arah dan cara menuju tujuan rujukan dengan
menggunakan modalitas transportasi lain.
13) Pilihan akomodasi untuk keluarga.

Hubungi pusat layanan kesehatan yang menjadi tujuan rujukan


dan sampaikan kepada tenaga kesehatan yang akan menerima
pasien hal-hal berikut ini:
1) Indikasi rujukan.
2) Kondisi ibu dan janin.
3) Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk kondisi
lingkungan dan cuaca menuju tujuan rujukan).
4) Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan rujukan.

Midwifery Update pg. 413


5) Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan selama dan
sebelum transportasi, berdasarkan sebelumnya pengalaman-
pengalaman rujukan.

Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan
menerima pasien adalah:
1) Nama pasien.
2) Nama tenaga kesehatan yang merujuk.
3) Indikasi rujukan.
4) Kondisi ibu dan janin.
5) Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.
6) Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi
pasien.

Saat berkomunikasi lewat telepon, pastikan hal-hal tersebut telah


dicatat dan diketahui oleh tenaga kesehatan di pusat layanan
kesehatan yang akan menerima pasien.
1) Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas berikut ini (secara
langsung ataupun melalui faksimile) sesegera mungkin:
• Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas ibu,
hasil pemeriksaan, diagnosis kerja, terapi yang telah
diberikan, tujuan rujukan, serta nama dan tanda tangan
tenaga kesehatan yang memberi pelayanan).
• Fotokopi rekam medis kunjungan antenatal.
• Fotokopi rekam medis yang berkaitan dengan kondisi saat
ini.
• Hasil pemeriksaan penunjang.
• Berkas-berkas lain untuk pembiayaan menggunakan
jaminan kesehatan.
2) Pastikan ibu yang dirujuk telah mengenakan gelang
identifikasi.
3) Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang jalur intravena
dengan kanul berukuran 16 atau 18.

Midwifery Update pg. 414


4) Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan sesuai
indikasi segera setelah berdiskusi dengan tenaga kesehatan di
tujuan rujukan. Semua resusitasi, penanganan
kegawatdaruratan dilakukan sebelum memindahkan pasien.
5) Periksakelengkapan alat dan perlengkapan yang akan
digunakan untuk merujuk, dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan yang dapat terjadi selama transportasi.
6) Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk
7) Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk, meliputi:
• Keadaan umum pasien.
• Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu, Pernapasan).
• Denyut jantung janin.
• Presentasi.
• Dilatasi serviks.
• Letak janin.
• Kondisi ketuban.
• Kontraksi uterus: kekuatan, frekuensi, durasi.
8) Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama
tenaga kesehatan dan jam pemeriksaan terakhir.

Perlengkapan
Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik
dibutuhkan untuk melakukan rujukan tepat waktu (kasus
kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang
digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
1) Akurat.
2) Ringan, kecil, dan mudah dibawa.
3) Berkualitas dan berfungsi baik.
4) Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan
dan getaran.
5) Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca eksteim tanpa
kehilangan akurasinya.
6) Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika
digunakan dalam pesawat terbang.

Midwifery Update pg. 415


7) Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa mengganggu
sumber listrik kendaraan.

Perlengkapan Umum
1) Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan).
2) Tandu (stretcher).
3) Stetoskop.
4) Termometer.
5) Baskom muntah.
6) Lampu senter.
7) Sfignomanometer (digital lebih baik).
8) Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin).
9) Infusion pump (tenaga baterai).
10) Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran).
11) Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin.
12) Lubrikan steril.
13) Larutan antiseptik.

Cairan dan Obat-obatan


1) Cairan D/W 5% 1000 ml.
2) Cairan ringer laktat 1000 ml.
3) Cairan asering 1000 ml.
4) Cairan NaCl 0,9%.
5) Cairan koloid.
6) Soluset atau buret.
7) Plester.
8) Torniket.
9) Kanul intravena ukuran 16, 18, dan 20.
10) Kanula IV Butterfly (tipe kupu-kupu) ukuran 21.
11) Spuit dan jarum.
12) Swab alkohol.
13) MgSO4 1g/ampul.
14) Ca glukonas.
15) Oksitosin 10 unit/ml.

Midwifery Update pg. 416


16) Ergometrin 0,2 mg/ml.
17) Diazepam 10 mg/ampul.
18) Tablet nifedipin 10 mg.
19) Lidokain 2%.
20) Epinefrin.
21) Sulfas atropin.
22) Diazepam.
23) Cairan dan obat-obatan lain sesuai kasus yang dirujuk.

Perlengkapan Persalinan steril


1) Sarung tangan steril/DTT.
2) Gunting episiotomi (1 buah).
3) Gunting tali pusat (1 buah).
4) Pengisap lendir DeLee.
5) Suction mekanis dengan kateter 1 buah ukuran 10 Fr.
6) Klem tali pusat (2 buah).
7) Penjepit tali pusat atau benang tali pusat (steril / DTT).
8) Kantong plastik (2 buah).
9) Kassa steril/DTT 4x4 (6 buah).
10) Duk steril/kain bersih (1 lembar).
11) Selimut bayi (2 buah).
12) Selimut ibu.

Perlengkapan Resusitasi Bayi


1) Balon sungkup dengan katup PEEP.
2) Sungkup bayi ukuran 00,0, 1, dan 2.
3) Laringoskop bayi bilah lurus dengan blade ukuran 0 dan 1
atau Laringeal Mask Airway (LMA).
4) Pipa endotrakeal dengan stylet dan konektor, berukuran 2,5
sampai 4.
5) buah ampul epinefrin 1:10.000 1 ml/ampul.
6) Spuit 1ml dan 2ml.
7) Jarum ukuran 20 dan 25.
8) Pipa orogastrik.

Midwifery Update pg. 417


9) Gunting dan plester.
10) Tabung oksigen kecil lengkap.

Perlengkapan Resusitasi Dewasa


Pastikan tenaga kesehatan mampu menggunakan alat-alat di
bawah ini:
1) Tabung oksigen lengkap.
2) Self inflating bag dan sungkup oksigen.
3) Airway nomor 3.
4) Laringoskop dan blade untuk dewasa.
5) Pipa endotrakeal 7-7,5 mm.
6) Suction dan kateter ukuran 14 Fr.

Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu dalam rujukan tepat
waktu harus disesuaikan dengan medan dan kondisi lingkungan
menuju tujuan rujukan. Berikut ini adalah contoh tampilan desain
ambulans sederhana yang dapat digunakan untuk merujuk ibu.
Berikut adalah tata letak dalam kendaraan/ambulans untuk
rujukan:

Gambar 38. Tata letak Kendaraan Rujukan

Midwifery Update pg. 418


Rujukan Balik
Definisi
Rujukan balik merupakan sarana komunikasi antara RS rujukan
dengan faskes perujuk.

Tujuan
Melibatkan faskes perujuk dalam pemantauan dan penanganan
pasca perawatan sehingga segera dapat dikenali apabila timbul
kegawatdaruratan lebih lanjut.

Pelayanan Kegawatdaruratan di masa pandemi dan adaptasi


kebiasaan baru
Diharapkan tim mampu melakukan skrining tanda bahaya
termasuk covid-19 dan menggunakan APD sesuai standar.

Referensi
- Direktorat Kesehatan keluarga. Direktorat Jenderal Kesehatan
Masarakat, Kementerian Kesehatan 2017. Modul Pelatihan Penanganan
Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal Bagi Dokter Umum, Bidan
Dan Perawatdi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
- JNPK-KR, 2019, Pedoman Pelatihan PONEK.
- Kementerian Kesehatan 2018, Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
- WHO-Kemenkes 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.

Midwifery Update pg. 419


BAB IX
ASUHAN BAYI BARU LAHIR, BAYI, BALITA
dan ANAK USIA PRA-SEKOLAH

A. Deskripsi Singkat
Bayi baru lahir (BBL), bayi, balita dan anak usia pra sekolah beresiko
mengalami masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Untuk itu diperlukan upaya- upaya
dalam pemberian asuhan yang berkualitas untuk meminimalisir
masalah kesehatan. Sesi ini membahas tentang asuhan bayi baru lahir,
bayi, balita, dan anak usia pra-sekolah.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan memahami dan
mampu memberikan asuhan yang berkualitas pada BBL, bayi, balita
dan anak usia pra-sekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan asuhan pada BBL
b. Memberikan asuhan pada bayi
c. Memberikan asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah

C. Materi Pokok
1. Asuhan pada BBL
a. Situasi kesehatan BBL, bayi dan balita di Indonesia
b. Persiapan penanganan BBL
c. Penilaian awal pada BBL
d. Asuhan pada BBL
2. Asuhan pada bayi
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)
b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)

Midwifery Update pg. 420


3. Asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah
a. Pemantauan tumbuh kembang
b. Pemberian imunisasi sesuai program
c. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
d. Rujukan gangguan tumbuh kembang bayi, balita dan anak usia
pra- sekolah

D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Asuhan pada BBL
a. Situasi Kesehatan BBL, Bayi, Balita dan Anak Usia Pra- Sekolah
di Indonesia
Angka Kematian Bayi (AKB) berhasil diturunkan secara tajam dari
32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012, menjadi 24 per 1000
kelahiran hidup (SDKI, 2017). Penurunan kematian neonatal dari 19
per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup
(SDKI, 2017).

Data WHO menunjukkan bahwa angka yang sangat


memprihatinkan terhadap kematian bayi yang dikenal dengan
fenomena 2/3 yaitu : pertama, 2/3 kematian bayi (0-1 tahun) terjadi
pada masa neonatal (bayi baru berumur 0-28 hari). Kedua, 2/3
kematian masa neonatal dan terjadi pada minggu pertama.

Gambar.
Tren Angka kematian Neonatal,
Bayi dan Balita Tahun 1991 - 2017

Sumber : SDKI Tahun 1991 – 2017

Midwifery Update pg. 421


Gambar.
Proporsi Penyebab Kematian Neonatal (0-28 Hari)
di Indonesia Tahun 2019

Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2020

Gambar.
Jumlah Kematian Balita (0 – 59 Bulan) di Indonesia
Menurut Kelompok Umur Tahun 2019

Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2020

Berdasarkan data yang dilaporkan kepada Direktorat Kesehatan


Keluarga tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, 69% (20.244
kematian) diantaranya terjadi pada masa neonatus (Gambar 1.3).
Dari seluruh kematian neonatus yang dilaporkan, 80% (16.156
kematian) terjadi pada periode enam hari pertama kehidupan.
Sementara, 21% (6.151 kematian) terjadi pada usia 29 hari – 11
bulan dan 10% (2.927 kematian) terjadi pada usia 12 – 59 bulan.

Midwifery Update pg. 422


Gambar.
Proporsi Penyebab Kematian Anak Balita (12-59 Bulan)
di Indonesia Tahun 2019

Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2020

Prevalensi Bayi Lahir dengan Berat Lahir Rendah (BBLR) kurang


dari 2500 gram adalah 6,2 % (Riskesdas, 2018). Penyumbang
kematian BBLR adalah prematuritas, infeksi, asfiksia lahir,
hipotermia dan pemberian ASI yang kurang adekuat.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kematian karena


hipotermia pada BBLR dan bayi premature jumlahnya cukup
bermakna. Demikian pula dengan penyakit infeksi. Salah satu
penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian BBL adalah
pneumonia. Faktor resiko terpenting terjadinya pneumonia adalah
perawatan yang tidak bersih, hipotermia dan pemberian ASI yang
kurang adekuat.

Klik link berikut:


ASI adalah makanan terbaik bagi bayi hingga berusia 6 bulan.
https://www.youtube.com/watch?v=cgHwuivHb0o
Walaupun praktik pemberian ASI pada bayi berumur dibawah 6
bulan cukup tinggi yaitu 52% (SDKI, 2017). Namun proporsi ASI
eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih rendah yaitu 37,3 %
(Riskesdas,

Midwifery Update pg. 423


2018). Demikian juga dengan proporsi bayi mendapatkan ASI
sekitar 1 jam setelah lahir (IMD) yaitu 75,85 % (Profil Kesehatan
Indonesia, 2019).

Penurunan angka kematian neonatal, bayi, balita dan anak usia


pra-sekolah memerlukan upaya bersama tenaga kesehatan dengan
melibatkan keluarga dan masyarakat dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang berkualitas bagi ibu dan bayi baru lahir. Untuk
mengukur keberhasilan penerapan intervensi yang efektif dan
efisien, dapat dimonitor melalui indikator cakupan pelayanan yang
mencerminakan jangikauan dan kualitas pelayanan kesehatan bayi
baru lahir. Penurunan angka kematian neonatal dapat dicapai
dengan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
berkesinambungan sejak bayi dalam kandungan, saat lahir hingga
neonatal.

b. Persiapan Penanganan BBL


Persiapan penanganan BBL meliputi;
1) Persiapan diri
Bertujuan agar penolong persalinan berada dalam kondisi bersih
dan terlindungi, antara lain: melakukan kebersihan tangan dan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) secara lengkap.
2) Persiapan Alat
Persiapan alat dan bahan bertujuan untuk memastikan semua
peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam menangani
BBL dalam keadaan siap pakai, bersih dan lengkap.
3) Persiapan Tempat
• Ruangan hangat dan terang,
• Tempat resusitasi bersih, kering, hangat, datar, rata dan
cukup keras.
• Nyalakan Infant radian warmer 20 menit sebelum persalinan.
• Jika tidak ada Infant radian warmer gunakan meja resusitasi
dengan lampu pijar 60 watt yang berjarak 60 cm dari bayi.

Midwifery Update pg. 424


4) Persiapan Keluarga
• Memberikan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) serta
dukungan kepada ibu dan keluarga selama proses persalinan
• Persiapan laktasi dan perawatan bayi sehari- hari.
• Mengenal tanda- tanda bahaya pada ibu dan bayi.

c. Penilaian Awal pada BBL


Tujuan penilaian awal BBL untuk memastikan apakah bayi
memerlukan ventilasi atau tidak. Langkah- Langkah penilaian awal
BBL sebagai berikut:

Bagan. Langkah- langkah penilaian BBL

Sumber: Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Neonatal Esensial, Kemenkes,
2010

Midwifery Update pg. 425


d. Asuhan pada BBL
1) Menjaga Bayi Tetap Hangat
Mekanisme pengaturan suhu pada BBL belum berfungsi
sempurna sehingga berisiko tinggi mengalami hipotermia,
dimana suhu tubuh bayi < 36,5 derajat celcius. Hipotermia dapat
mengakibatkan hipoglikemia (kadar gula darah dalam tubuh
bayi kurang dari 30 mg/dl), bahkan kematian.

Mekanisme kehilangan panas tubuh pada BBL melalui cara-cara


berikut:
Gambar.
Mekanisme Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir.

Sumber:WHO/RHT/MSM/97-2

 Evaporasi
Kehilangan panas akibat permukaan kulit bayi tidak segera
dikeringkan dari air ketuban dan darah dan /atau terlalu
cepat dimandikan.
 Konduksi
Kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi
dengan permukaan yang temperaturnya lebih rendah dari
suhu tubuh bayi.
 Konveksi
Kehilangan panas jika bayi ditempatkan pada suhu ruangan
dibawah 25 derajat C.
 Radiasi
Kehilangan panas jika bayi ditempatkan dekat kipas angin
atau dekat jendela yang terbuka.

Midwifery Update pg. 426


2) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah proses menyusu dini segera setelah lahir dengan
cara kontak kulit ke kulit antara bayi dengan ibu, minimal satu
jam. IMD dilakukan pada semua bayi dalam kondisi bugar tanpa
memandang jenis persalinan.

Lakukan kontak
Pemantauan bayikulit
saatibuIMD dengan kulit bayi selama
paling sedikit satu jam:
Pemantauan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Posisi:
SetelahBayi
tali diposisikan
pusat dipotong dengandan diikat,
mulut letak yang
dan hidung kan bayi
tengkurap
terlihat dan di atasterhalang
tidak perut ibu tanpa pakaian/bedong. Kulit bayi
melekatkulit:
 Warna padaWarnakulit pink
ibu. (kulit
Kepaladan/atau
bayi harus berada
selaput diantara
lendir)
payudara ibu
 Pernapasan: tetapi
Napas lebih (tidak
normal rendah dari
ada puting.
retraksi atau pernapasan
 cuping
Selimuti bayi dan ibu dengan kain hangat
hidung) dan laju pernapasan normal: 40-60 dan pasang topi di
kali/menit
kepalatubuh:
 Suhu bayi. pada 60 dan 120 menit setelah kelahiran
 (kisaran
Mintalahnormal:36,5°C
ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu
- 37,5°C)
 Ibuletakdan
kanbayi
bantal
tidakdibawah kepala ibu
pernah ditinggal untuk mempermudah
sendirian
kontak visual
 Sebaiknya antara ibu
pemantauan dan bayi.
dilakukan setiap 15 menit sampai 2
jam post partum.

Midwifery Update pg. 427


Gambar.
Sembilan Tahapan Selama Perilaku IMD

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,


Kemenkes RI, 2010

Midwifery Update pg. 428


3) Pemberian Identitas
Semua BBL harus segera mendapatkan tanda berupa gelang
pengenal minimal berisi tentang nama ibu, ayah, tanggal, jam
lahir dan jenis kelamin, kemudian melengkapi rekam medis
dengan cap sidik telapak kaki bayi.

4) Pemberian Vit K
Pada semua bayi lahir termasuk Bayi Berat Lahir Rendah
diberikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis
tunggal, intramuskular pada antero lateral paha kiri. Untuk Bayi
Berat Lahir Sangat Rendah (≤ 1500 gram) atau lahir di usia
gestasi ≤ 32 minggu maka dosis vitamin K 1 yang diberikan
adalah 0,5 mg (Pedoman Kesehatan Neonatal Esensial, 2018)

5) Pemberian salep/tetes mata antibiotik.


Salep atau tetes mata untuk pencegahan infeksi dianjurkan
menggunakan salep atau tetes mata antibiotik tetrasiklin 1 %,
sebaiknya diberikan 1 jam setelah lahir (setelah IMD dan bayi
selesai menyusu)

6) Pemeriksaan Fisik
Prinsip:
 Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang dan
kondisi telanjang
 Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai
pernafasan, tarikan dinding dada ke dalam, denyut jantung
dan kondisi perut.
 Pemeriksaan fisik memperhatikan hal- hal sebagai berikut:

Midwifery Update pg. 429


Tabel. Pemeriksaan Fisik

Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,


Kemenkes RI, 2010

Midwifery Update pg. 430


7) Pemeriksaan Refleks
Beberapa gerak refleks diantaranya :
 Breathing Reflex yaitu refleks berupa menghirup dan
menghembuskan nafas secara berulang-ulang
 Eyeblink Reflex yaitu refleks menutup dan mengejapkan
mata. Refleks ini untuk melindungi mata, bertahan secara
permanen.
 Pupilary Reflex yaitu refleks berupa menyempitkan pupil
mata terhadap cahaya terang dan membesarkan pupil mata
pada lingkungan yang gelap
 Rooting Reflex yaitu refleks berupa memalingkan pipi ke arah
rangsang sentuhan dan akan melemah setelah usia 6 bulan
 Sucking Reflex yaitu refleks menghisap benda yang di
tempatkan dimulut dan akan berubah setelah beberapa
bulan melalui pengalaman
 Swallowing Reflex yaitu refleks menelan yang memungkinkan
bayi memasukan makanan. bersifat permanen, tetapi
berubah melalui pengalaman
 Babinski Reflex yaitu berupa jari-jari kaki yang mencengkram
ketika bagian bawah kaki diusap dan akan menghilang dalam
waktu 8-12 bulan
 Grasping Reflex yaitu berupa jari-jari tangan mencengkram
benda-benda di sekitar yang disentuhkan ke bayi dan akan
menghilang dalam waktu 3-4 bulan

8) Pemberian Imunisasi Hepatitis B (HB- 0)


Imunisasi HB-0 diberikan secara intramuskular (IM) pada paha
kanan bayi setelah bayi keadaan stabil. Vaksin HB-0 diberikan 2
– 3 jam setelah pemberian Vitamin K1 sebelum bayi berumur 24
jam karena:
 Sebagian ibu hamil merupakan Carrier Hepatitis B
 Hampir sebagian bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat
lahir dari ibu pembawa virus.
 Penularan pada saat lahir hampir seluruhnyaberlanjut

Midwifery Update pg. 431


menjadi Hepatitis menahun, yang kemudian dapat berlanjut
menjadi sirosis hati
 Imunisasi Hepatitis B-0 sedini mungkin akan melindungi
sekitar 75 % bayi dari penularan Hepatitis B.
 Proteksi pemberian imunisasi Hepatitis B-0 setelah 24 jam
menurunkan efek perlindungan terhadap bayi.

9) Penilaian Skor New Ballard


Penilaian usia kehamilan tidak boleh dilakukan terburu-buru
tapi harus sistematis dan dilakukan saat bayi stabil dan dalam
keadaan tenang dan biasa. Maturitas fisik paling akurat dilakukan
segera setelah lahir. Jika bayi mengalami proses yang sulit selama
persalinan dan kelahiran atau terkena efek obat persalinan,
maturitas neurologisnya mungkin tidak bisa dinilai secara akurat
pada waktu ini dan dengan demikian harus diulang setelah 24 jam

Jika penilaian neurologis tidak dapat dilakukan, perkiraan usia


kehamilan bisa dilakukan berdasarkan skor ganda penilaian fisik.
Prosedur penilaian harus dilakukan dengan tepat dan petugas
pemeriksa berikutnya harus mempunyai kesempatan untuk
mengkaji prosedur dengan staf yang lebih berpengalaman.
 Menilai maturitas fisik bayi dan beri tanda “X” pada kotak dalam
formulir yang paling menjelaskan tentang bayi. Jika pemeriksaan
kedua dilakukan, tuliskan “0” pada kotak yang benar.
 Menilai maturitas neuromuskular bayi dan tuliskan “X” pada
kotak dalam formulir yang paling menjelaskan tentang bayi. Jika
pemeriksaan kedua dilakukan, tuliskan “0” pada kotak yang
benar.
 Postur (sikap) paling baik jika dinilai saat bayi terlentang dan
tenang. Amati fleksi tangan dan kaki, bandingkan dengan angka
yang ada pada lembar kerja dan tuliskan “X” pada angka yang
paling sesuai.
 Square window (jendela pergelangan tangan) dilakukan
dengan melakukan fleksi pergelangan tangan bayi dan amati

Midwifery Update pg. 432


sudut antara ibu jari dan bagian lengan bawah. Lakukan fleksi
sebanyak mungkin dengan hati- hati, bandingkan sudut ibu jari
dengan angka yang ada pada lembar kerja dan pilih angka yang
paling sesuai.
 Arm recoil (gerakan lengan membalik) dievaluasi saat bayi
terlentang. Pegang kedua tangan bayi dan lakukan fleksi lengan
bagian bawah sejauh mungkin selama 5 detik, lanjutkan dengan
merentangkan kedua lengan lalu lepaskan. Amati reaksi bayi saat
lengan dilepaskan. Bayi yang tangannya tetap terentang atau
gerakannya acak mendapatkan skor 0; fleksi parsial 140-180
derajat mendapatkan skor 1; fleksi 110-140 derajat mendapatkan
skor 2; fleksi 90-100 derajat mendapatkan skor 3; dan kembali ke
fleksi penuh dengan cepat mendapatkan skor 4.
 Untuk menentukan sudut popliteal, letakkan bayi terlentang,
kepala, punggung dan panggulnya menempel pada permukaan.
Pegang paha bayi pada posisi fleksi dengan ibu jari dan telunjuk
kiri anda. Dengan telunjuk tangan kanan, lurus kaki di belakang
mata kaki dengan sedikit tekanan lembut. Bandingkan sudut di
belakang lutut atau sudut popliteal, dengan angka pada lembar
kerja.
 Untuk mengevaluasi scarf sign (tanda selendang) letakkan bayi
terlentang. Pegang tangan bayi dan tempelkan lengannya melewati
leher ke bahu yang berlawanan sejauh mungkin. Untuk melakukan
manuver ini, siku mungkin perlu diangkat melewati badan, tapi
kedua bahu tetap harus menempel di permukaan meja periksa
dan kepala harus tetap lurus. Amati posisi sikut pada dada bayi
dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, lalu catat skor
manuver ini.
 Heel-to-ear-maneuver (tumit ke telinga) dilakukan pada
posisi terlentang. Pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk,
tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa dan
pertahankan panggul pada permukaan meja periksa. Amati jarak
antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut lalu
bandingkan dengan angka pada lembar kerja.

Midwifery Update pg. 433


Gambar. Neuromuscular Maturity
-1 0 1 2 3 4 5

SIKAP TUBUH

PERSEGI JENDELA (PERGELA- NGAN TANGAN)

>90º 90º 60º 45º 30º 0º

REKOLL LENGAN
160º
180º 140º
140º- 120º
110º- 100º
90º- 90º
<90º <90º
180º 140º 110º

TANDA SELEMPANG
SUDUT POPLITEAL
180º
TUMIT KE KUPING

Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,


Kemenkes RI, 2010

Gambar. Maturitas Fisik

Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial,


Kemenkes RI, 2010

Midwifery Update pg. 434


Setelah menyelesaikan penilaian fisik dan neuromuskular,
jumlahkan nilai yang didapat pada setiap kotak yang diberi tanda
dan tuliskan totalnya pada lembar kerja. Jika pemeriksaan hanya
terdiri dari penilaian fisik, kalikan angka total dengan 2.

Gunakan Grafik Penilaian Maturitas, bandingkan nilai total yang


didapatkan dari penilaian pada kolom Skor dengan perkiraan usia
kehamilan pada Kolom minggu. Gunakan informasi ini untuk
mendokumentasi perkiraan yang tepat untuk bayi sesuai klasifikasi
berikut:
 Kurang Bulan: < 37 minggu
 Cukup Bulan: 37-42 minggu
 Lebih Bulan: > 42 minggu

Pastikan untuk mencatat tanggal dan waktu pemeriksaan.


Pastikan untuk mencatat usia menurut tanggal.
Rumus menghitung usia gestasi: Jumlah skorx2+120
5

Gambar. Grafik Skor Maturitas

Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Kemenkes


RI, 2010

Midwifery Update pg. 435


Gunakan perkiraan usia kehamilan dalam perkiraan usia
kehamilan menurut skor maturitas, dokumentasikan berat, panjang
dan lingkar kepala bayi.
 BMK (Besar masa kehamilan): di atas 90 persentil
 SMK (Sesuai masa kehamilan): 10 – 90 persentil
 KMK (Kecil masa kehamilan): di bawah 10 persentil

10) Pendokumentasian Asuhan pada BBL


Catat hasil pemeriksaan di formulir bayi baru lahir. Formulir ini
merupakan catatan medik yang harus disimpan oleh petugas
kesehatan. Tuliskan juga hasil pemeriksaan di buku Kesehatan Ibu &
Anak (KIA) beberapa informasi yang diperlukan sesuai dengan petunjuk
penulisan buku KIA.

Materi Pokok 2. Asuhan pada Bayi


a. Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI
ASI (Air susu ibu) adalah makanan terbaik dan sempurna untuk
bayi karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah
persalinan diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain,
walaupun hanya air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. ASI
memberikan manfaat untuk ibu dan bayi. Manfaat untuk bayi salah
satunya karena adanya zat protektif dalam ASI sehingga bayi yang
mendapat ASI lebih jarang sakit. Zat protektif yang terdapat pada
ASI meliputi lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, komplemen C3
dan C4, kolostrum mengandung Immunoglobulin (IgA), imunitas
seluler, tidak menimbulkan alergi, mempunyai efek psikologis yang
menguntungkan, mengupayakan pertumbuhan yang baik,
mengurangi kejadian dentis dan maloklusi (Setiyani, A; Sukesi;
Esyuananik, 2016a).

Midwifery Update pg. 436


Gambar. Cara Menyusui yang Benar

Sumber: Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.


Kementerian Kesehatan RI: Jakarta, 2016
Gambar. Cara Memerah dan Menyimpan ASI

Midwifery Update pg. 437


Sumber: Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Kementerian Kesehatan RI: Jakarta, 2016

Bayi disusui secara on demand – jadwal karena bayi akan


menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat, ASI dalam
lambungnya akan kosong dalam waktu 2 jam dan bayi akan
mempunyai pola tertentu dalam menyusui setelah 1 – 2 minggu
kemudian. Kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan bisa terpenuhi
dari ASI saja. Susu formula bisa diberikan karena alasan medis. ASI
sebaiknya terus diberikan sampai anak usia 2 tahun, namun pada
saat bayi usia 6 bulan haus mulai diberikan makanan
pendamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

Midwifery Update pg. 438


Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MPASI)
adalah makanan yang diberikan kepada bayi disamping ASI untuk
memenuhi kebutuhan gizinya.

Gambar. Tahapan Pemberian MP-ASI pada Anak

Sumber: IDAI, 2013

Dalam website IDAI, Indonesia telah mengadopsi global strategy for


infant and young child feeding 2003 dengan mencanangkan strategi
nasional pemberian makanan bayi dan anak (PMBA). PMBA juga
direkomendasikan pada beberapa keadaan khusus seperti HIV,
situasi sulit dan darurat.

WHO mengajukan kriteria AFASS untuk pemberian PASI pada bayi


yang lahir dari ibu penderita HIV positif, yaitu (IDAI, 2013):
1) Acceptable (diterima)
Ibu tidak mempunyai hambatan sosial budaya untuk memilih
makanan alternatif atau tidak ada rasa takut akan stigma dan
diskriminasi
2) Feasible (terlaksanakan)
Ibu atau keluarga punya cukup waktu, pengetahuan,
ketrampilan dan lainnya untuk menyiapkan dan
memberikan makan pada bayinya. Ibu mendapat dukungan bila
ada tekanan keluarga, masyarakat dan sosial.
3) Affordable (terjangkau)
Ibu dan keluarga mampu melakukan pembelian, pembuatan,
dan penyiapan makanan pilihan, termasuk bahan makanan,
bahan bakar dan air bersih. Tidak menggunakan dana untuk
kesehatan dan gizi keluarga.

Midwifery Update pg. 439


4) Sustainable (bersinambungan)
Makanan pengganti yang diberikan kepada bayi harus setiap
hari dan atau malam (tiap 3 jam) dan dalam bentuk segar.
Distribusi makanan tersebut harus berkelanjutan sepanjang
bayi membutuhkan.
5) Safe (aman, bersih berkualitas)
 Makanan pengganti harus disimpan secara benar, hygienis
dengan kuantitas nutrisi yang adekuat. Secara umum,
pemberian makanan pada bayi yang berasal dari ibu
penderita HIV positif dapat diuraikan sebagai berikut:
 Bila ibu memilih tetap memberikan ASI, maka ASI diberikan
hanya selama 6 bulan dan kemudian dihentikan. ASI diperah
dan dihangatkan 56 C selama 30 menit.
 Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula, maka
susu formula harus diberikan dengan memenuhi 5 kriteria
AFASS
 Tidak boleh memberikan ASI secara bersamaan dengan susu
formula.

b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)

1) Klik Link Aplikasi


Pelayanan BBLBuku Pedoman
secara UmumPelayanan Antenatal, Persalinan,
Nifas dan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru Hal 57 - 84
 Penularan COVID -19 secara vertikal melalui plasenta belum
https://covid19.go.id/storage/app/media/Materi%20Edukasi/2020/Oktober/
terbukti sampai saatrevisi ini. Prinsip pertolongan BBL
-2-a5-pedoman-pelayanan-antenatal-persalinan-nifas-dan-bbl-di-era-
diutamakan untuk mencegah penularan virus SARS-CoV-2
melalui droplet atau udara (aerosol generated).
 Penanganan BBL ditentukan oleh status ibunya. Persalinan
dan penanganan BBL dari ibu yang termasuk suspek,
probable, atau terkonfirmasi COVID-19, dilakukan di Rumah
Sakit.

Midwifery Update pg. 440


 BBL dari ibu BUKAN suspek, probable, atau terkonfirmasi
COVID-19 tetap mendapatkan pelayanan neonatal esensial
sesuai standar.
 Kunjungan neonatal dilakukan bersamaan dengan
kunjungan nifas.
 Pelayanan skrining Hipotiroid kongenital tetap dilakukan.
Idealnya waktu pengambilan specimen 48 – 72 jam setelah
lahir dan masih dapat diambil sampai usia 14 hari. Bila
didapatkan hasil skrining dan tes konfirmasinya positif
hipotiroid, maka diberikan terapi sulih hormone sebelum bayi
berusia 1 bulan.
 Pengambilan spesimen dari bayi suspek, probable, atau
terkonfirmasi COVID-19, tenaga kesehatan harus
menggunakan APD untuk pencegahan penularan droplet.
Tata cara penyimpanan dan pengiriman spesimen sesuai
pedoman Skrining Tiroid Kongenital (Kemenkes RI 2018).
Jika terkendala dalam pengiriman dapat disimpan pada suhu
kamar selama 1 bulan.

2) Pelayanan BBL di Rumah Sakit


Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) semua prosedur
pelayanan pada BBL sudah diberikan saat sebelum dilakukan
tindakan terminasi kehamilan, atau saat BBL masuk ruang
rawat Rumah Sakit, yang dikuatkan dengan Informed consent.
Pelayanan BBL yang dilakukan adalah :
 BBL dari ibu suspek, probable dan terkonfirmasi COVID-19
termasuk kriteria suspek, sehingga harus segera dilakukan :
- Swab nasofaring/orofaring idealnya 2 kali dengan interval
waktu minimal 24 jam.
- Hasil satu kali positif menunjukan bahwa BBL terinfeksi
virus SARS-CoV-2.

Midwifery Update pg. 441


 Prosedur klinis pada BBL dari ibu dengan suspek, Probable,
dan terkonfirmasi COVID-19.
- BBL dianggap sebagai COVID-19 sampai hasil RT-PCR
negatif. Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan
periode continuum of care pada neonatus
- Tindakan resusitasi, stabilisasi dan transportasi (aerosol
generated).
- Dilakukan pada 30 detik setelah lahir bila bayi
terdiagnosa tidak bugar (tidak bernafas dan tidak
bergerak)
- Isolasi dan APD sesuai prosedur pencegahan penularan
secara droplet maupun udara (aerosol generated).
 Prosedur klinis pada BBL tanpa gejala :
Periode 30 detik – 90 menit paska lahir pada BBL:
- Segera lakukan pemotongan tali pusat untuk
mempercepat pemisahan ibu dan BBL ke ruang/area
khusus untuk prosedur stabilisasi selanjutnya
- Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
o Konseling mengenai bahaya dan risiko penularan
COVID-19, dari ibu ke bayi, manfaat IMD serta
menyusui.
o IMD dapat dipertimbangkan atas keputusan bersama
orang tua diperkuat dengan informed consent
o Bidan wajib memfasilitasi ibu untuk pencegahan
penularan COVID-19 dengan menggunakan masker
bedah, mencuci tangan dan membersihkan payudara.

Periode 90 menit – 6 jam pasca lahir (golden minutes –


hours/periode transisi intra ke ekstra uterin)
- Dilakukan pemeriksaan swab nasofarin/orofaring untuk
pembuktian virus SARS-2
- Perawatan neonatal essensial
- BBL dapat segera dimandikan setelah keadaan stabil,
tidak menunggu setelah 24 jam.

Midwifery Update pg. 442


- Apabila bayi dalam kondisi bugar dilakukan rawat
gabung.

Periode 6 - 48 jam pasca lahir (golden days) di Rumah Sakit


atau Kunjungan Neonatal (KN) I :
- Rawat gabung dilaksanakan berdasarkan kondisi ibu
COVID-19 (suspek, probable atau terkonfirmasi) serta
kapasitas ruang rawat gabung COVID-19 dan non -
COVID-19.
- BBL dari ibu COVID-19 tanpa gejala atau gejala ringan,
dapat menyusu langsung dengan mematuhi pencegahan
penularan melalui droplet, di ruang rawat gabung isolasi
khusus COVID-19.
- Perawatan yang diberikan saat rawat gabung adalah:
o Pemberian ASI
o Observasi fungsi defekasi, diuresis,
hiperbilirubenimia dan timbulnya tanda bahaya
kegawatan cerna (perdarahan, sumbatan usus atas
dan tengah), infeksi dan kejang
*) Rawat Gabung dapat dilakukan apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
o Fasilitas kesehatan mempunyai kamar rawat gabung
perorangan (1 kamar hanya ditempati 1 orang ibu dan
bayi nya)
o Perawatan harus memenuhi protokol kesehatan
ketat, yaitu jarak antara ibu dengan bayi minimal 2
meter saat tidak menyusui. Bayi dapat
ditempatkan di inkubator atau tempat tidur bayi
yang dipisahkan dengan tirai.
o Ibu rutin dan disiplin mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang dan menyusui bayi.
o Ibu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat.
o Ibu harus memakai masker bedah.
o Ruangan rawat gabung memiliki sirkulasi baik.

Midwifery Update pg. 443


o Lingkungan disekitar ibu juga harus rutin
dibersihkan dengan cairan desinfektan.
o Konseling informasi edukasi tentang pencegahan
penularan virus SARS-CoV-2.
*) Rawat Gabung tidak dianjurkan bila :
o Ruang rawat gabung berupa ruangan/bangsal
bersama pasien lain.
o Ibu sakit berat sehingga tidak dapat merawat bayinya.

Periode 3 – 7 hari (golden days) dan 8 – 28 hari pasca lahir


(golden weeks) atau KN 2 dan 3 :
BBL yang sudah dipulangkan dari Rumah Sakit, pemantauan
tetap dilakukan oleh Rumah Sakit berkoordinasi dengan
Puskesmas di wilayahnya untuk ikut melakukan
pemantauan.

 Prosedur klinis pada bayi baru lahir dengan gejala :


Tindakan paska resusitasi, stabilisasi dan transportasi BBL:
- BBL yang tidak memerlukan tindakan medik dan
pemantauan secara intensif pada sistem respirasi,
kardiosirkulasi dan sistem lain yang berakibat
kegawatdaruratan, dirawat di ruang khusus isolasi
COVID-19 sampai hasil pembuktian RT-PCR negatif
minimal satu kali.
- BBL yang memerlukan tindakan medik dan pemantauan
secara intensif sistem respirasi, kardiosirkulasi dan
sistem lain yang berakibat kegawatdaruratan, dirawat di
ruang khusus isolasi COVID-19 sampai hasil pembuktian
RT-PCR negatif minimal satu kali.

 Bayi Baru Lahir dari ibu dengan HbsAg dan terkonfirmasi


COVID-19
- Bayi dengan kondisi klinis baik (bayi bugar) tetap
mendapatkan pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap

Midwifery Update pg. 444


dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis B serta
pemberian Hepatitis B Immunoglobulin (HbIg) kurang
dari 24 jam.
- Bayi dalam keadaan klinis sakit (bayi tidak bugar atau
tampak sakit) tetap mendapatkan pelayanan injeksi
vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg kurang
dari 24 jam. Pemberian vaksin Hepatitis B ditunda
sampai keadaan klinis bayi baik.

 BBL dari ibu dengan HIV dan terkonfirmasi COVID-19


tetap mendapatkan ARV profilaktis. dan pada usia 6 – 8
minggu dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis (EID)
bersamaan dengan pemberian imunisasi DPT-HepB-Hib
pertama melalui janji temu.

 BBL dari ibu menderita sifilis dan terkonfirmai COVID-19


diberikan injeksi Benzatil Penisilin sesuai Program
Pencegahan Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu
ke Anak (Kemenkes RI, 2019)

 Manajemen Laktasi
- Menyusui sangat bermanfaat bagi Kesehatan dan
kelangsungan hidup anak. Efek perlindungan ASI sangat
kuat dalam melawan infeksi penyakit melalui
peningkatan daya tahan tubuh anak.
- ASI merupakan makanan terbaik bagi BBL sehat maupun
sakit. Sampai saat ini, penularan COVID-19 melalui ASI
masih belum diketahui secara pasti. Namun harus
diperhatikan risiko utama saat bayi menyusu adalah
kontak dekat dengan ibu, yang cenderung terjadi
penularan melalui droplet.
- Menyusui langsung dapat dilakukan bila klinis ibu tidak
berat dan bayi sehat dengan patuh melakukan
pencegahan penularan COVID-19.

Midwifery Update pg. 445


- Cara pemberian nutrisi bagi BBL dari ibu suspek,
probable dan terkonfirmasi COVID-19 ditentukan oleh
klinis ibunya.

Pada kondisi klinis berat sehingga tidak memungkinkan ibu


memerah ASI dan tidak terdapat sarana-prasarana fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai :
- Lakukan pemisahan sementara antara ibu dan bayi.
- Makanan pilihan bagi bayi adalah ASI donor yang layak
(dipasteurisasi) atau susu formula.

Pada kondisi klinis ibu ringan/sedang pilihan nutrisinya


adalah ASI perah dengan syarat:
- Ibu memakai masker medis selama memerah dan harus
mencuci tangan menggunakan sabun selama 40 detik
sebelum memerah.
- Ibu harus membersihkan pompa serta semua alat yang
bersentuhan dengan ASI dan wadahnya setiap selesai
digunakan.
- ASI perah diberikan oleh tenaga kesehatan atau keluarga
yang tidak menderita COVID-19.
- Faskes harus dapat menjamin agar ASI perah tidak
terkontaminasi.
- Apabila faskes tidak dapat menjamin ASI perah tidak
terkontaminasi, maka ASI harus dipasteurisasai terlebih
dahulu sebelum diberikan kepada bayi.
- Bayi dapat diberikn ASI perah selama ibu tidak
mendapatkan obat-obatan yang dapat keluar dari ASI
dan belum terjamin keamananya bagi bayi.

Pada kondisi klinis ibu tidak bergejala/ringan maka ibu


dapat memilih memberikan ASI dengan cara menyusui
langsung dengan syarat:

Midwifery Update pg. 446


- Ibu menggunakan masker bedah dan harus mencuci
tangan dan membersihkan payudara dengan sabun dan
air.
- Ibu dapat menyusui bayinya, namun diberikan edukasi
bahwa bayi berisiko tertular walaupun belum diketahui
secara pasti.
- Untuk mengurangi risiko penularan pada pilihan ini, jika
memungkinkan ibu harus menjaga jarak 2 meter dengan
bayinya pada saat tidak menyusui.
- Ibu dapat menghubungi tenaga kesehatan untuk
mendapatkan layanan konseling menyusui, dukungan
dasar psikososial dan dukungan Praktik Pemberian
Makan Bayi dan Anak (PMBA) dan lainnya melalui
telepon atau media komunikasi lainnya.
- Apabila ibu tidak mampu memerah ASI, maka :
o Ibu dapat menghubungi tenaga kesehatan untuk
berkonsultasi tentang keadaannya melalui media
komunikasi yang tersedia.
o Pemberian ASI melalui donor ASI hanya disarankan
jika dalam pengawasan tenaga kesehatan.
o Bayi dapat diberikan pengganti ASI dengan
pengawasan tenaga kesehatan.
o Pemulangan/alih rawat non isolasi bayi
terkonfirmasi COVID-19 (hasil pemeriksaan swab
bayi RT-PCR pertama positif)

Midwifery Update pg. 447


Gambar. Alur Pemulangan BBL Tanpa Gejala dari Ibu Suspek,
Probable dan Terkonfirmasi COVID-19

Sumber: Buku Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan,


Nifas dan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru, 2020

Midwifery Update pg. 448


Gambar. Alur Pemulangan BBL Dengan Gejala dari Ibu
Suspek, Probable dan Terkonfirmasi COVID-19

Sumber: Buku Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan,


Nifas dan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru, 2020

Materi Pokok 3. Asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah


a. Pemantauan tumbuh kembang

Klik Link Pelayanan Kesehatan Balita & Anak Pra Sekolah


https://www.youtube.com/watch?v=E6kPRXa-uo4
Midwifery Update pg. 449
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan
struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat.

Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh


yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus,
bicara, bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.

Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan.


Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan
saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi
dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia yang utuh.

Ciri-ciri dan prinsip-prinsip tumbuh kembang anak.


Ciri ciri tumbuh kembang:
1) Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai
dengan perubahan fungsi.
2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa
melewati satu tahap perkembangan sebelum ia melewati
tahapan sebelumnya.
3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda pada masing−masing anak baik dalam pertumbuhan
fisik maupun perkembangan fungsi organ.
4) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Pada saat
pertumbuhan dan perkembangan berlangsung cepat, terjadi
peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi dan lain-lain.
Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat dan tinggi
badannya serta bertambah kepandaiannya.

Midwifery Update pg. 450


5) Perkembangan mempunyai pola menurut dua hukum yang tetap,
yaitu:
 Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala,
kemudian menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola
sefalokaudal)
 Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal
(gerak kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari
yang mempunyai kemampuan gerak halus (pola
proksimodistal)
6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap
perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan.
7) Prinsip-prinsip tumbuh kembang:
Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar.
Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan
sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu.
Belajar merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan
usaha. Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan
menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang
dimiliki anak.
8) Pola perkembangan dapat diramalkan. Terdapat persamaan pola
perkembangan bagi semua anak. Perkembangan berlangsung
dari tahapan umum ke tahapan spesifik, dan terjadi
berkesinambungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang


anak antara lain:
 Faktor internal terdiri dari:
- Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau
sebaliknya.

Midwifery Update pg. 451


- Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh
tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
- Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa
prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja
- Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa
pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat
- Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu
potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa
kelainan genetik yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak seperti kerdil.

 Faktor eksternal terdiri dari:


- Faktor prenatal
o Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir
kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
o Mekanis
Poisisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
kongenital seperti club foot.
o Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti aminopterin, thalidomide
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
palatoschizis
o Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,
ardiomegali, hyperplasia adrenal
o Radiasi
Paparan radium dan sinar rsotngen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefal, spina bifida,

Midwifery Update pg. 452


retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
kongenital mata, kelainan jantung
o Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma Rubella Sitomegalo Virus, Herpes
Simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin:
katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan
kelainan jantung kongenital
o Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu
membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin,
kemudian melalui plasenta masuk kedalam peredaran
darah janin dan akan menyebabkan hemolysis yang
selanjutnya mengakibatkan hyperbilirubinemia dan kern
icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak
o Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu
o Psikolog ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/
kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
- Faktor persalinan
Komplikai persalinan pada bayi seperti trauma kepala,
asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
- Faktor paska persalinan
o Gizi
Untuk tumbuh jembang bayi, diperlukan zat makanan
yang adekuat
o Penyakit kronis/kelainan kongenital, tuberkulosis,
anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.

Midwifery Update pg. 453


o Lingkungan fisik dan kimia
Lingkungan sering disebut milieu adalah tempat anak
tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia
kebutuhan dasar anak (r). Sanitasi lingkungan yang
kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar
radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok dll)
mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan
anak.
o Psikologis
Faktor pikologs dipengaruhi oleh hubungan anak dengan
orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki
oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan,
akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan
perkembangannya
o Endokrin
Gangguan hormonal, misalnya pada penyakit hipotiroid
akan menyebabkan anak mengalami hambatan
pertumbuhan.
o Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan
ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
o Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
o Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/ stimulasi
khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.

Midwifery Update pg. 454


o Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat
pertumbuhan, demikian juga halnya dengan pemakaian
obat perangsang terhadap susunan saraf yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon
pertumbuhan.

Aspek-aspek perkembangan yang dipantau


 Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap
tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri
dan sebagainya.
 Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot yang
kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti
mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.
 Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan untuk memberi respon terhadap suara,
berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
 Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri,
membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan
ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya dan sebagainya.

Periode tumbuh kembang anak


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan
dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa.
Tumbuh kembang anak terbagi dalam beberapa periode sebagai
berikut:

 Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam


kandungan), masa ini dibagi menjadi 3 periode yaitu:

Midwifery Update pg. 455


- Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur
kehamilan minggu
- Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12
minggu. Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi
suatu organisme, terjadi deferensiasi yang berlangung
dengan cepat, terbentuk sistem organ-organ dalam tubuh.
- Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu
sampai akhir kehamilan. Masa ini terdiri dari dua periode
yaitu:
o Masa fetus dini yaitu sejak umur kehamilan 9 minggu
sampai trimester kedua kehidupan intra uterin. Pada
masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan
jasad manusia sempurna. Alat tubuh sudah terbentuk
dan mulai berfungsi.
o Masa fetus lanjut yaitu trimester akhir kehamilan. Pada
masa ini pertumbuhan berlangsung cepat disertai
perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer
imunoglobulin G (Ig G) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri omega 3 (Docosa
Hexanic Acid) dan Omega 6 (Arachinodic Acid) pada otak
dan retina.

Periode yang paling penting dalam masa prenatal adalah


trimester pertama kehamilan. Pada periode ini otak bayi sangat
peka terhadap pengaruh lingkungan janin. Gizi kurang pada ibu
hamil, infeksi, merokok dan asap rokok, minuman beralkohol,
obat-obatan, bahan-bahan toksik, pola asuh, depresi berat,
faktor psikologis seperti kekerasan pada ibu hamil dapat
menimbulkan pengaruh buruk terhadap pertumbuhan janin dan
kehamilan. Pada ibu hamil dianjurkan untuk selalu
memperhatikan gerakan janin setelah kehamilan 5 bulan.

Midwifery Update pg. 456


Agar janin dalam kandungan tumbuh dan berkembang
menjadi anak sehat, maka selama masa intra uterin, seorang ibu
diharapkan:
- Menjaga kesehatannya dengan baik
- Selalu berada dalam lingkungan yang menyenangkan
- Mendapat nutrisi yang sehat untuk janin yang dikandungnya
- Memeriksa kesehatannya secara teratur ke sarana kesehatan
- Memberi stimulasi dini terhadap janin
- Tidak mengalami kekurangan kasih sayang dari suami dan
keluarganya
- Menghindari stress baik fisik maupun psikis
- Tidak bekerja keras yang membahayakan kondisi
kehamilannya

 Masa bayi (infancy) umur 0-11 bulan


Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-
organ.

Masa neonatal dibagi menjadi 2 periode:


- Masa neonatal dini umur 0-7 hari
- Masa neonatal lanjut, umur 8-28 hari

Hal yang sangat penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang
menjadi anak sehat adalah:
- Bayi lahir ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, di
sarana kesehatan yang memadai
- Untuk mengantisipasi risiko buruk pada bayi saat dilahirkan,
jangan terlambat pergi ke sarana kesehatan bila dirasakan
sudah saatnya untuk melahirkan
- Saat melahirkan sebaiknya didampingi oleh keluarga yang
dapat menenangkan perasaan ibu

Midwifery Update pg. 457


- Sambutlah kelahiran anak dengan perasaan penuh suka cita
dan penuh rasa syukur. Lingkungan yang seperti ini sangat
membantu jiwa ibu dan bayi yang dilahirkan
- Berikan ASI sesegera mungkin. Perhatikan reflex menghisap
karena berhubungan dengan masalah pemberian ASI
- Masa post (paska) neonatal, umur 9 hari sampai 11 bulan,
pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan yang berlangsung secara terus menerus
terutama meningkatnya fungsi sistem syaraf. Seorang bayi
sangat tergantung pada orang tua dan keluarga sebagai unit
pertama yang dikenalnya. Pada masa ini kebutuhan akan
pemeliharaan keehatan bayi, mendapat AI ekslusif selama 6
bulan penuh, diperkenalkan pada makanan pendamping ASI
sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal,
mendapat pola asuh yang sesuai. Masa bayi adalah masa
dimana kontak erat antara ibu dan anak terjalin, sehingga
dalam masa ini, pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.

 Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan
terdapat terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
(gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi.

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa


balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita
akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih
berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf
dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan
otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan antar sel
syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai

Midwifery Update pg. 458


dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan


bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia
berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian
anak juga dibentuk pada masa ini sehingga setiap
kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi
apalagi tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas
sumber daya manusia dikemudian hari.

 Masa anak prasekolah (anak umur 60-72 bulan)


Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi
perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan
meningkatnya keterampilan dan proses berfikir.

Memasuki masa prasekolah, anak mulai menunjukan


keinginannya, seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangannya. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam
rumah maka lingkungan diluar rumah mulai diperkenalkan.
Anak mulai senang bermain diluar rumah. Anak mulai berteman,
banyak keluarga yang mengabiskan sebagian besar waktu anak
bermain di luar rumah dengan cara membawa anak bermain ke
taman-taman bermain, taman-taman kota, atau ke tempat-
tempat yang menyediakan fasilitas permainan untuk anak.

Sepatutnya lingkungan tersebut menciptakan suasana


bermain yang bersahabat untuk anak (child friendly environment).
Semakin banyak taman kota atau taman bermain dibangun
untuk anak, semakin baik untuk menunjang kebutuhan anak.

Pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu


panca indra dan sistem reseptor penerima rangsangan serta

Midwifery Update pg. 459


proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar
dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa
ini adalah dengan cara berteman.

Orang tua dan keluarga diharapkan dapat memantau


pertumbuhan dan perkembangan anaknya, agar dapat dilakukan
intervensi dini bila anak mengalami kelainan atau gangguan.

Gambar. Tahapan perkembangan anak menurut umur

Midwifery Update pg. 460


Midwifery Update pg. 461
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan
Dasar, Kemenkes RI, 2019

Beberapa Gangguan Tumbuh-Kembang yang Sering Ditemukan


 Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Stunting merupakan konsekuensi dari masalah gizi
kronik yg terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK),
yaitu sejak konsepsi sampai anak usia 2 (dua) tahun. Stunting
menjadi salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan
dan kualitas sumber daya manusia di suatu negara.

Midwifery Update pg. 462


 Perawakan Pendek
Short stature atau perawakan pendek merupakan suatu
terminologi mengenai tinggi badan yang berada dibawah
persentil 3 atau -2SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku
pada populasi tersebut. Penyebabnya dapat karena variasi
normal, gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik
atau karena kelainan endokrin.

 Gangguan bicara dan bahasa


Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh
perkembangan anak. Karena kemampuan berbahasa sensitif
terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya,
sebab melibatkan kemampuan kognitif, motor, psikologis,
emosi dan lingkungan sekitar anak. Kurangnya stimulasi akan
dapat menyebabkan gangguan bicara dan berbahasa bahkan
gangguan ini dapat menetap.

 Cerebral palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, yang disebabkan oleh suatu kerusakan/gangguan
pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang
tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.

 Sindrom Down
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal
dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang
terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih.
Perkembangannya lebih lambat dari anak yang normal.
Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia
yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan
keterampilan untuk menolong diri sendiri.

Midwifery Update pg. 463


 Gangguan Autisme
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang
gejalanya muncul sebelum anak berumur 3 tahun. Pervasif
berarti meliputi seluruh aspek perkembangan sehingga
gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang mempengaruhi
anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang
ditemukan pada autisme mencakup bidang interaksi sosial,
komunikasi dan perilaku.

 Retardasi Mental
Merupakan suatu kondisi yang ditandal oleh intelegensia yang
rendah (IQ < 70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu
untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat
atas kemampuan yang dianggap normal.

 Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)


Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk
memusatkan perhatian yang seringkali disertai dengan
hiperaktivitas.

b. Pemberian imunisasi sesuai program


Kegiatan Imunisasi diselenggarakan di Indonesia sejak tahun
1956. Mulai tahun 1977 kegiatan Imunisasi diperluas menjadi
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan
penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio,
Tetanus serta Hepatitis B. Beberapa penyakit yang saat ini menjadi
perhatian dunia dan merupakan komitmen global yang wajib diikuti
oleh semua negara adalah Eradikasi Polio (ERAPO), eliminasi
campak dan rubela dan Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(ETMN).

Indonesia berkomitmen terhadap mutu pelayanan Imunisasi


dengan menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe
injection practices) bagi penerima suntikan, petugas dan lingkungan

Midwifery
Update
pg. 464
terkait dengan pengelolaan limbah medis tajam yang aman (waste
disposal management).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan


kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga
bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.

Jenis Imunisasi:
Imunisasi Program
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada
seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi Program terdiri atas:


 Imunisasi rutin
Imunisasi Dasar

Tabel. Jadwal Pemberian Imunisasi

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang


Penyelenggaraan Imunisasi

Midwifery Update pg. 465


Catatan :
- Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <
24 jam pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin
K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit,
pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai < 7 hari.
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Praktik
Mandiri Bidan, imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum
dipulangkan.
- Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat
diberikan sampai usia < 1 tahun tanpa perlu melakukan tes
mantoux.
- Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1,
DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval
sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status
imunisasi T 2.
- IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
- Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat
diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.

Gambar. Jadwal Imunisasi

Sumber: IDAI, 2017

Midwifery Update pg. 466


 Imunisasi lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
menjamin terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta, anak
usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Vaksin DPT-HB-Hib terbukti aman dan memiliki efikasi yang
tinggi, tingkat kekebalan yang protektif akan terbentuk pada
bayi yang sudah mendapatkan tiga dosis imunisasi DPT-HB-Hib.
Walau Vaksin sangat efektif melindungi kematian dari penyakit
difteri, secara keseluruhan efektivitas melindungi gejala
penyakit hanya berkisar 70-90 %.

Hasil penelitian (Kimura et al, 1991) menunjukkan bahwa


titer antibodi yang terbentuk setelah dosis pertama < 0.01
IU/mL dan setelah dosis kedua berkisar 0.05-0.08 IU/mL dan
setelah 3 dosis menjadi 1,5 -1,7 IU/mL dan menurun pada usia
15-18 bulan menjadi 0.03 IU/mL sehingga dibutuhkan booster.
Setelah booster diberikan didapatkan titer antibodi yang tinggi
sebesar 6,7 – 10.3 IU/mL.

Hasil serologi yang didapat pada anak yang diberikan DPT-


HB-Hib pada usia 18-24 bulan berdasarkan penelitian di Jakarta
dan Bandung (Rusmil et al, 2014) diketahui Anti D 99.7 %, Anti
T 100 %, HbSAg 99.5%. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa Imunisasi DPT harus diberikan 3 kali dan tambahan pada
usia 15-18 bulan untuk meningkatkan titer anti bodi pada anak-
anak.

Penyakit lain yang membutuhkan pemberian imunisasi


lanjutan pada usia baduta adalah campak. Penyakit campak
adalah penyakit yang sangat mudah menular dan mengakibatkan
komplikasi yang berat. Vaksin campak memiliki efikasi kurang
lebih 85%, sehingga masih terdapat anak-anak yang belum
memiliki kekebalan dan menjadi kelompok rentan terhadap
penyakit campak.

Midwifery Update pg. 467


Tabel. Jadwal Imunisasi Lanjutan
pada Anak Bawah Dua Tahun
Umur Jenis Imunisasi Interval minimal setelah Imunisasi dasar

DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3


18
bulan Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Catatan:
- Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan
Campak dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
- Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai
status Imunisasi T 3.

Hasil serologi Campak sebelum dilakukan Imunisasi campak pada


anak sekolah dasar diketahui titer antibodi terhadap campak
adalah 52,60% – 65,56%. Setelah Imunisasi campak pada BIAS
diketahui titer antibodi meningkat menjadi 96.69% - 96.75%
(SRH, 2009).

Hasil serologi Difteri sebelum dilakukan imunisasi difteri


pada anak sekolah dasar diketahui titer antibodi adalah 20.13% –
29,96% setelah imunisasi difteri pada BIAS diketahui titer
antibodi meningkat menjadi 92.01% - 98.11% (SRH, 2011).

Tabel. Sasaran
Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 5 SD Td November
Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Catatan: Anak usia sekolah dasar yang telah lengkap imunisasi


dasar dan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib serta mendapatkan
imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status imunisasi T5.

Midwifery Update pg. 468


 Imunisasi tambahan
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:
- Backlog fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk
melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur di
bawah tiga tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk
dilaksanakan di desa yang selama dua tahun berturut-turut
tidak mencapai UCI.
- Crash program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang
ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara
cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan
daerah yang akan dilakukan crash program adalah:
o Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi;
o Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang; dan
o Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak
mencapai UCI.
Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis
imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan
polio.
- Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Merupakan kegiatan imunisasi massal yang dilaksanakan
secara serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat.
PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran
suatu penyakit dan meningkatkan herd immunity (misalnya
polio, campak, atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang
diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status
Imunisasi sebelumnya.
- Cath Up Campaign (Kampanye)
Merupakan kegiatan imunisasi tambahan massal yang
dilaksanakan serentak pada sasaran kelompok umur dan
wilayah tertentu dalam upaya memutuskan transmisi
penularan agent (virus atau bakteri) penyebab PD3I.
Kegiatan ini biasa dilaksanakan pada awal pelaksanaan
kebijakan

Midwifery
Update
pg. 469
pemberian imunisasi, seperti pelaksanaan jadwal pemberian
imunisasi baru.
o Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi
dilaksanakan pada wilayah terbatas (beberapa provinsi
atau kabupaten/ kota).
o Imunisasi dalam penanggulangan KLB (Outbreak
Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit
masing-masing.

 Imunisasi khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
Situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada berupa persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi
kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu berupa: Imunisasi
terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam
kuning), rabies dan poliomyelitis.

 Imunisasi Pilihan.
Imunisasi pilihan adalah Imunisasi lain yang tidak termasuk
dalam Imunisasi program, namun dapat diberikan pada bayi,
anak, dan dewasa sesuai dengan kebutuhannya dan
pelaksanaannya juga dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Imunisasi diberikan pada sasaran yang sehat untuk itu, sebelum


pemberian imunisasi diperlukan skrining untuk menilai kondisi
sasaran.

Midwifery Update pg. 470


Prosedur skrining sasaran meliputi:
- Kondisi sasaran;
- Jenis dan manfaat Vaksin yg diberikan;
- Akibat bila tidak diimunisasi;
- Kemungkinan KIPI dan upaya yang harus dilakukan;
- Jadwal Imunisasi berikutnya.

Gambar. Sistematika
Skrining Pemberian Imunisasi

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang


Penyelenggaraan Imunisasi

Penyimpanan dan Pemeliharaan Logistik


Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai
didistribusikan ketingkat berikutnya (atau digunakan), vaksin harus
selalu disimpan pada suhu yang telah ditetapkan, yaitu:
 Provinsi
- Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C pada
freeze room atau freezer
- Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold
room atau vaccine refrigerator
 Kabupaten/Kota
- Vaksin Polio Tetes disimpan pada suhu -15°C s.d. -25°C
pada freezer
- Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada cold
room atau vaccine refrigerator.

Midwifery Update pg. 471


 Puskesmas
- Semua vaksin disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C pada vaccine
refrigerator
- Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada
suhu ruangan, terlindung dari sinar matahari langsung.

Tabel. Penyimpanan Vaksin

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu
ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum
digunakan, pelarut disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C. Beberapa
ketentuan yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin
secara berurutan adalah paparan vaksin terhadap panas, masa
kadaluwarsa vaksin, waktu pendistribusian/penerimaan serta
ketentuan pemakaian sisa vaksin.

 Keterpaparan Vaksin terhadap Panas


Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak
(yang dinyatakan dengan perubahan kondisi Vaccine Vial
Monitor (VVM) A ke kondisi B) harus digunakan terlebih
dahulu meskipun masa kadaluwarsanya masih lebih panjang.
Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.

Midwifery Update pg. 472


Gambar. Indikator VVM Pada Vaksin

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

 Masa Kadaluarsa Vaksin


Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang
lebih pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/
EEFO).
 Waktu Penerimaan vaksin (First In First Out/ FIFO)
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan
terlebih dahulu.Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin
yang diterima lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian
yang lebih pendek.
 Pemakaian Vaksin Sisa
Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit atau
praktek swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya.
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
- Disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C
- VVM dalam kondisi A atau B
- Belum kadaluwarsa
- Tidak terendam air selama penyimpanan
- Belum melampaui masa pemakaian.

Tabel. Masa Pemakaian Vaksin Sisa

Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Midwifery Update pg. 473


c. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
Kegiatan SDIDTK merupakan bagian dari program pembinaan
tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas
melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi
dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun
pertama kehidupan dan anak prasekolah umur 5-6 tahun.

Tujuan: agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah
umur 5-6 tahun mendapatkan pelayanan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini tumbuh kembang secara optimal sesuai potensi yang
dimilikinya

Stimulasi Tumbuh Kembang Balita dan Anak Pra Sekolah


Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan
terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang
anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat
dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga lain
dan kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-
masing dan dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi
dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan
gangguan yang menetap

Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi


terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa, serta kemampuan sosialisasi dan
kemandirian.

Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada


beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih
sayang.

Midwifery Update pg. 474


2) Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan
meniru tingkah laku orang-orang terdekat dengannya.
3) Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak.
4) Lakukanlah stimulasi dengan cara mengajak anak bermain,
bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak
ada hukuman.
5) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
6) Gunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana, aman dan
ada disekitar kita.
7) Beri kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan
8) Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas
keberhasilannya.

Perkembangan kemampuan dasar anak berkorelasi dengan


pertumbuhan, mempunyai pola yang tetap dan berlangsung secara
berurutan. Dengan demikian stimulasi yang diberikan kepada anak
dalam rangka merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak
dapat diberikan oleh orang tua/keluarga sesuai dengan pembagian
kelompok umur stimulasi anak sebagai berikut:

Tabel. Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Kemenkes RI

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar,


Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 475


Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak
Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
Deteksi gangguan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat
pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Tabel. Pelaksana dan Alat Deteksi
Dini Penyimpangan Pertumbuhan
Tingkat Pelaksana Alat dan Bahan Yang dipantau
Pelayanan yang digunakan
Keluarga/ - Orang tua - Buku KIA Berat badan
Masyarakat - Kader - Timbangan
kesehatan Dacin
- Pendidik - Timbangan
PAUD Digital (untuk
- Petugas anak > 5 tahun)
BKB - Alat ukur tinggi
- Petugas TPA badan/Panjang
dan guru TK badan
Puskesmas Tenaga - Buku KIA - Panjang/tinggi
kesehatan - Table/grafik badan
terlatih BB/TB - Berat badan
SDIDTK: - Table/Grafik - Lingkar kepala
- Dokter TB/U
- Bidan - Grafik LK
- Perawat - Timbangan
- Tenaga gizi - Alat ukur tinggi
- Tenaga badan/Panjang
kesehatan badan
lainnya - Pita pengukur
lingkar kepala
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar,
Kemenkes RI, 2019

Penentuan status gizi Anak:


 Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB) untuk
menentukan status gizi anak dibawah 5 tahun apakah normal,
kurus, sangat kurus atau gemuk.
 Pengukuran Panjang Badan terhadap umur atau Tinggi Badan
terhadap Umur (BB/U atau TB/U) untuk menentukan status gizi
anak apakah normal, pendek atau sangat pendek.
 Pengukuran Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U) untuk
menentukan status gizi anak usia 5-6 tahun apakah anak sangat
kurus, kurus, normal, gemuk atau obesitas.

Midwifery Update pg. 476


Untuk pemantauan pertumbuhan dengan menggunakan BB/U
dilaksanakan secara rutin di Posyandu. Apabila ditemukan anak
dengan BB tidak naik dua kali berturut-turut atau anak dengan
berat BB dibawah garis merah, kader merujuk ke petugas kesehatan
untuk dilakukan konfirmasi dengan menggunakan indikator BB/TB.
Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi dini
tumbuh kembang balita. Pengukuran boleh dilakukan oleh nakes
atau non nakes terlatih, namun untuk penilaian BB/TB hanya
dilakukan oleh nakes.

Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan


Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak dilakukan di semua
tingkat pelayanan. Adapun pelaksana dan alat yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Tabel. Pelaksana dan Alat Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Keterangan
Buku KIA : Buku Kesehatan Ibu dan Anak
KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
TDL : Tes Daya Lihat
TDD : Tes Daya Dengan
KMPE : Kuesioner Masalah Perilaku Emosional
M-CHAT : Modified-Checklist for Autism in
Toddlers BKB : Bina Keluarga Balita
TPA : Tempat Penitipan Anak
Pusat PAUD : Pusat Pendidikan Anak Usia Dini
TK : Taman Kanak-kanak

Midwifery Update pg. 477


Skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
 Tujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan.
 Skrining/ pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru
TK dan petugas PAUD terlatih
 Jadwal skrining rutin pemeriksaan adalah: setiap 3 bulan pada
anak < 24 bulan dan tiap 6 bulan pada anak usia 24-72 bulan
(umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72)
 Apabila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai
masalah tumbuh kembang, sedangkan umur anak bukan umur
skrining, maka pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur
skrining yang lebih muda dan dianjurkan untuk kembali sesuai
dengan waktu pemeriksaan umurnya.
 Alat/ instrumen yang digunakan:
- Formulir KPSP menurut umur.
Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan
perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak
umur 0 - 72 bulan
- Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar
bola tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm
sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biskuit
kecil berukuran 0,5 - 1 cm
 Cara menggunakan KPSP:
- Pada waktu pemeriksaan/skrining anak harus dibawa
- Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan
dan tahun lahir, bila lebih16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan
- Pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak
 KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu:
- Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh:
”dapatkah bayi makan kue sendiri?”
- Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas
melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP contoh: ”Pada

Midwifery Update pg. 478


posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada pergelangan
tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk”
- Jelaskan keadaan orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut
menjawab, oleh karena dipastikan ibu/pengasuh anak
mengerti apa yang ditanyakan.
- Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu
persatu. Setiap pertanyaan hanya ada satu jawaban, ya atau
tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
- Ajukan pertanyaan berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak
menjawab pertanyaan terdahulu
- Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
- Interpretasi hasil KPSP
Hitunglah jawaban Ya
Jawaban ya, bila ibu/ pengasuh anak menjawab: anak
bisa/ pernah/ sering/ kadang- kadang melakukan
Jawaban Tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak
belum pernah/ tidak pernah melakukan/ ibu/ pengasuh
anak tidak tahu.
Jumlah jawaban ’Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai
dengan tahap perkembangannya (S)
Jawaban ’Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M)
Jawaban ’Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada
penyimpangan (P)
Untuk jawaban ’Tidak’, perlu dirinci jumlah jawaban ’Tidak’
menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian)
- Intervensi:
Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan
berikut:
Beri pujian kepada ibu/ pengasuh anak karena telah
mengasuh dengan baik
- Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap
perkembangan anak.

Midwifery Update pg. 479


- Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering
mungkin, sesuai dengan umur dan kesiapan anak
- Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan
kesehatan di Posyandu secara teratur dan setiap ada
kegiatan BKB. Bila anak sudah memasuki usia prasekolah
(36- 72 bulan), anak dapat diikiutkan pada kegiatan di PAUD,
Kelompok Bermain atau TK
- Lakukan pemeriksaan/ skrining rutin menggunkanan KPSP
setiap 3 bulan pda anak berumur kurang dari 24 bulan dan
setiap 6 bulan pada anak umur 24- 72 bulan
- Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan
berikut:
o Beri petunjuk pada ibu/pengasuh anak agar memberi
stimulasi perkembangan anak lebih sering lagi, setiap
saat dan sesering mungkin
o Ajarkan ibu/pengasuh anak cara melakukan intervensi
stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi
penyimpangan/mengejar ketertinggalannya.
o Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit yang menyebebkan
penyimpangan perkembangannya dan lakukan
pengobatan.
o Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian
dengan menggunakan diagram KPSP yang sesuai dengan
umur anak
o Jika hasil KPSP ulang jawaban ’Ya’ tetap 7-8, maka
kemungkinan ada penyimpangan (P)
- Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P),
lakukan tindakan berikut: Merujuk ke Rumas Sakit dengan
menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan
(gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan
kemandirian)

Midwifery Update pg. 480


Tes Daya Dengar (TDD)
Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan
pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk
meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.

Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur 0-12 bulan
dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 keatas. Tes ini dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD dan petugas terlatih
lainnya. Tenaga kesehatan mempunyai kewajiban memvalidasi hasil
pemeriksaan tenaga lainnya. Alat/saran yang diperlukan adalah:
Instrumen TDD menurut umur anak.

Cara melakukan TDD:


- Tanyakan tanggal, bulan dan tahun lahir anak, hitung umur
anak dalam bulan
- Pilih dasar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur anak.

Pada anak umur kurang dari 24 bulan:


- Semua pertanyaan harus dijawab oleh orang tua/pengasuh
anak. Katakana pada ibu/pengasuh anak tidak usah ragu-ragu
atau takut menjawab, karena tidak untuk mencari siapa yang
salah.
- Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu, berurutan.
- Tunggu jawaban dari orang tua/pengasuh
- Jawaban YA jika menurut orang tua/pengasuh, anak dapat
melakukannya dalam satu bulan terakhir.
- Jawaban TIDAK jika menurut orang tua/pengasuh anak tidak
pernah, tidak tahu atau tidak dapat melakukannya dalam satu
bulan terakhir

Pada anak umur 24 bulan atau lebih:


- Pertanyaan-pertanyaan berupa perintah melalui orang tua/
pengasuh untuk dikerjakan oleh anak

Midwifery Update pg. 481


- Amati kemampuan anak dalam melakukan perintah orang tua/
pengasuh
- Jawaban YA jika anak dapat melakukan perintah orang
tua/pengasuh
- Jawaban TIDAK, jika anak tidak dapat atau tidak mau
melakukan perintah orang tua/pengasuh

Interpretasi:
Bila satu atau lebih jawaban TIDAK, kemungkinan anak mengalami
gangguan pendengaran. Catat dalam buku KIA atau register SDIDTK,
atau status/catatan medis anak
Intervensi:
Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada. Rujuk ke RS
bila tidak dapat ditanggulangi.

Tes Daya Lihat (TDL)


Tujuan TDL adalah untuk mendeteksi secara dini kelainan daya lihat
agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan
untuk memperoleh ketajaman penglihatan menjadi lebih besar.
Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia
prasekolah umur 36-72 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh tenaga
Kesehatan.

Alat/ sarana yang diperlukan adalah


- Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik
- Dua buah kursi, 1 untuk anak dan 1 untuk pemeriksa
- Poster “E” untuk digantung dan kartu “E” untuk dipegang anak
- Alat petunjuk

Cara melakukan tes daya lihat:


- Pilih satu ruangan yang bersih dan tenang dengan penyinaran
yang baik
- Gantungkan poster “E” setinggi mata anak pada posisi duduk

Midwifery Update pg. 482


- Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster “E” menghadap
ke poster “E”
- Letakkan sebuah kursi lainnya disamping poster “E” untuk
pemeriksa
- Pemeriksa memberikan kartu “E” pada anak. Latih anak dalam
mengarahkan kartu “E” menghadap atas, bawah, kiri, kanan
sesuai yang ditunjuk poster “E” oleh pemeriksa. Beri pujian setiap
kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak dapat
mengarahkan kartu “E” dengan benar

Gambar. Test Daya Lihat

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak


di Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019

- Selanjutnya anak diminta menutup sebelah matanya dengan


buku/kertas.
- Dengan alat penunjuk, tunjuk huruf “E” pada poster, satu
persatu, mulai dari baris pertama sampai baris ke empat atau
baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
- Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu “E” yang
dipegangnya dengan huruf “E” pada poster.
o Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara
yang sama.
o Tulis huruf “E” terkecil yang masih dapat di lihat, pada kertas
yang telah disediakan: Mata kanan:….. Mata kiri:……
- Interpretasi:
Anak pra sekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat
sampai baris ketiga pada pster “E”. bila kedua mata anak tidak
dapat melihat baris ketiga poster “E” atau tidak dapat
mencocockkan arah kartu “E” yang dipegangnya dengan arah
“E”
Midwifery Update pg. 483
pada baris ketiga yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan
anak mengalai gangguan daya lihat
- Intervensi:
Bila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, rujuk
ke RS rujukan tumbuh kembang level 1 dengan menuliskan
mata yang mengalami gangguan (kanan. kiri atau keduanya)

Deteksi Dini Penyimpangan Perilaku Emosional


Deteksi dini penyimpangan perilaku emosional adalah kegiatan/
pemeriksaan untuk menemukan gangguan secara dini adanya
masalah perilaku emosional, autisme dan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera
dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan perilaku
emosional terlambat diketahui maka intervensinya akan lebih sulit
dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

Deteksi yang dilakukan menggunakan:


- Kuesioner Masalah Perilaku Emosional (KMPE) bagi anak umur
36 bulan sampai 72 bulan
- Ceklis autis anak prasekolah (Modified Checklist for Autism in
Toddler/M-Chat) bagi anak umur 18 bulan sampai 36 bulan
- Formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktifitas (GPPH) menggunakan Abriviated Conner Rating
Scale bagi anak umur 36 bulan ke atas.

Deteksi dini Masalah Perilaku Emosional.


- Tujuannya untuk mendeteksi secara dini adanya
penyimpangan/ masalah perilaku emosional pada anak pra
sekolah.
- Jadwal deteksi dini masalah perilaku emosional adalah rutin
setiap 6 bulan pada anak umur 36 - 72 bulan. Jadwal ini sesuai
dengan jadwal pelayanan SDIDTK.

Midwifery Update pg. 484


- Alat yang digunakan adalah Kuesioner Masalah Perilaku
Emosional (KMPE) yang terdiri dari 14 pertanyaan untuk
mengenali problem prilaku emosional anak umur 36 - 72 bulan.
- Cara melakukan:
Tanyakan setiap pertanyaa dengan lambat, jelas dan nyaring
satu persatu perilaku yang tertulis pada KMPE kepada orang
tua/pengasuh. Catat jawaban YA kemudian hitung jumlah
jawaban YA
- Interpretasi:
Bila ada jawaban YA, maka kemungkinan anak mengalami
masalah perilaku emosional
- Intervensi:
Bila jawaban YA hanya 1 (satu):
Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan buku
pedoman Pola Asuh yang mendukung perkembangan anak.
Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan
rujuk ke RS yang memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang
atau memiliki fasilitas pelayanan Kesehatan jiwa.
Bila jawaban YA ditemukan 2 (dua) atau lebih:
Rujuk ke RS RS yang memiliki pelayanan rujukan tumbuh
kembang atau memiliki fasilitas pelayanan Kesehatan jiwa.
Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah
mental emosional yang ditemukan.

Deteksi dini autis pada anak pra sekolah.


Bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya autis pada anak
umur 18 bulan sampai 36 bulan. Dilaksanakan atas indikasi atau
bila ada keluhan dari ibu/pengasuh atau ada kecurigaan tenaga
kesehatan, kader kesehatan, petugas PAUD, pengelola TPA, dan
guru TK.

Keluhan tersebut dapat berupa satu atau lebih keadaan dibawah ini:
- Keterlambatan berbicara
- Gangguan komunikasi/ interaksi social

Midwifery Update pg. 485


- Perilaku yang berulang-ulang

Alat yang digunakan adalah M-CHAT (Modified- Checklist for


Autism in Toddlers)
Ada 23 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua/ pengasuh.
Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan
kepada orang tua untuk tidak ragu- ragu atau takut menjawab.
Cara menggunakan M-CHAT
- Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tertulis pada M-CHAT kepada orang tua
atau pengasuh anak
- Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas
pada M_CHAT
- Catat jawaban orang tua/pengasuh anak dan kesimpulan hasil
pengamatan kemampuan anak, YA atau TIDAK. Teliti Kembali
apakah semua pertanyaan telah dijawab.
- Interpretasi:
Enam pertanyaan No 2,7,9,13,14 dan 15 adalah pertanyaan
penting (critical item) jika dijawab TIDAK berarti pasien
mempunyai risiko tinggi autism. Jawaban TIDAK pada dua atau
lebih critical item atau tiga pertanyaan lain yang dijawab tidak
sesuai (misalnya seharusnya dijawab YA, orang tua menjawab
tidak), maka anak tersebut mempunyai risiko autism. Jika
perilaku itu jarang dikerjakan (misal anda melihat satu atau 2
kali, mohon dijawab tersebut tidak melakukannya.
- Intervensi:
Bila anak memiliki risiko tinggi autism, rujuk ke RS yang
memberi layanan rujukan tumbuh kembang anak.

Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas


(GPPH) Pada Anak
Bertujuan untuk mengetahui secara dini adanya gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktifitas (GPPH) pada anak umur 36
bulan ke atas. Dilaksanakan atas indikasi bila ada keluhan dari

Midwifery Update pg. 486


orang tua/ pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan,
kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK.

Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di


bawah ini:
- Anak tidak dapat duduk tenang
- Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
- Perubahan suasana hati yang mendadak/ impulsive

Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan


Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas/ GPPH (Abbreviated
Conners Ratting Scale). Formulir ini terdiri dari 10 pertanyaan yang
ditanyakan kepada orang tua/ pengasuh anak/ guru TK dan
pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.

Cara menggunakan formular deteksi dini GPPH:


- Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu
persatu perilaku yang tertulis pada formulirdeteksi dini GPPH.
Jelaskan kepada orang tua/pengasuh anak untuk tidak ragu-
ragu atau takut menjawab.
- Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan
pertanyaan pada formular deteksi dini GPPH
- Keadaan yang ditanyakan/diamati ada pada anak dimanapun
anak berada, (misalnya ketika di rumah, sekolah, pasar, took,
dan lain- lain), setiap saat dan Ketika anak dengan siapa saja.
- Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama
dilakukan pemeriksaan
- Teliti Kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
- Interpretasi:
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan “bobot
nilai” berikut ini, dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban
menjadi nilai total

Midwifery Update pg. 487


Nilai 0: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
Nilai 1: jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada
anak
Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan mengalami GPPH
- Intervensi:
Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke RS yang
memberi pelayanan rujukan tumbuh kembang atau memiliki
fasilitas Kesehatan jiwa untuk konsultasi lebih lanjut
Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan
pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan
kepada orang-orang terdekat dengan anak (orang tua, pengasuh,
nenek, guru, dan sebagainya)

Pelaksanaan dan Instrumen Deteksi Dini Tumbuh Kembang


Anak.
Deteksi dini tumbuh kembang anak atau pelayanan SDIDTK adalah
kegiatan/pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya
penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah.
Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/ masalah tumbuh
kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, bila
terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini
akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

Ada 3 jenis deteksi dini tumbuh kembang yang dapat dikerjakan


oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya,
berupa:
- Deteksi dini gangguan pertumbuhan, yaitu menentukan status
gizi anak apakah gemuk, normal, kurus dan sangat kurus,
pendek, atau sangat pendek, makrosefali atau mikrosefali.
- Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk
mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan),
gangguan daya lihat, gangguan daya dengar.

Midwifery
Update
pg. 488
- Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.

Pelayanan rutin SDIDTK sesuai dengan jadwal (terlampir) dan pada


Buku KIA, namun tidak menutup kemungkinan dilaksanakan pada:
- Kasus rujukan.
- Ada kecurigaan anak mempunyai penyimpangan tumbuh.
- Ada keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang.

Deteksi penyimpangan pertumbuhan


Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks BB/PB atau
BB/TB untuk anak umur 0-60 bulan

Tabel. Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks BB/PB


atau BB/TB untuk anak umur 0-60 bulan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di


Tingkat Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 489


Pengukuran status gizi anak berdasarkan IMT menurut umur
(IMT/U)

Tabel. Pengukuran status gizi anak


berdasarkan IMT menurut umur
(IMT/U)

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks Panjang/tinggi


badan menurut umur untuk anak umur 0-60 bulan.

Tabel. Pemeriksaan status gizi anak berdasarkan indeks


Panjang/tinggi badan menurut umur untuk anak umur 0-60 bulan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 490


Lingkar kepala untuk anak usia 0-72 bulan
Tabel. Lingkar kepala untuk anak usia 0-72 bulan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Deteksi dini penyimpangan perkembangan Algoritme kuesioner pra


skrining perkembangan (KPSP)
Tabel. Algoritme KPSP

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Contoh Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)


(KPSP per periode umur terlampir)

Midwifery Update pg. 491


Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan
Dasar, Kemenkes RI, 2019

Deteksi Dini Penyimpangan Pendengaran

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 492


Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat
Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019

Deteksi Dini Penyimpangan Pengelihatan


Algoritma Tes Daya Lihat untuk anak umur 36 sampai 72 bulan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 493


Deteksi Dini PenyimpanganPerilaku dan Emosional
Algoritma Pemeriksaan KMPE

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 494


Deteksi Dini Autis Pada Anak Algoritma Pemeriksaan
M-Chat Pada Anak diatas 18 Bulan

Sumber:
Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar,
Kemenkes RI, 2019

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Midwifery Update pg. 495


Deteksi Dini Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH) Pada Anak Prasekolah
Algoritma Pemeriksaan GPPH

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat


Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan


Dasar, Kemenkes RI, 2019

Intervensi Dini Penyimpangan Perkembangan Anak


Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan
tertentu pada anak yang perkembangan kemampuannya
menyimpang karena tidak sesuai dengan umurnya. Penyimpangan
perkembangan bisa terjadi pada salah satu atau lebih kemampuan
anak yaitu kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian anak. Tindakan intervensi

Midwifery Update pg. 496


dini tersebut berupa stimulasi perkembangan terarah yang
dilakukan secara intensif di rumah selama 2 minggu, yang diikuti
dengan evaluasi hasil intervensi stimulasi perkembangan.

Intervensi Perkembangan
Intervensi perkembangan anak dilakukan atas indikasi yaitu:
Perkembangan anak meragukan (M) lakukan intervensi sebagai
berikut:
- Pilih kelompok umur yang lebih muda dari umur anak
- Ajari orang tua cara melakukan intervensi sesuai dengan
masalah/penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut.
- Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk
mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan
kasih saying, bervariasi dan sambal bermain dengan anak agar
ia tidak bosan
- Intervensi dilakukan secara intensif sekitar 3-4 jam selam 2
minggu
- Minta orang tua/keluarga control Kembali 2 minggu kemudian
untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah
kemajuan/perkembangan atau tidak.
Tabel. Contoh Tindakan Intervensi Perkembangan pada beberapa
Anak dengan masalah Perkembangan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat


Pelayanan Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update pg. 497
Bila seorang anak mempunyai masalah/ penyimpangan
perkembangan, sedangkan umur anak saat itu bukan pada jadwal
skrining, maka lakukan intervensi perkembangan sesuai dengan
masalah yang ada sebagai berikut:
- Misalnya anak umur 19 bulan belum bisa menyebut ayah ibunya
dengan sebutan papa, mama, pilih kelompok umur lebih muda
untuk kemampuan bicara dan bahasa, yaitu pada kelompok
umur stimulasi 3-6 bulan
- Intervensi berupa stimulasi untuk kelompok umur yang lebih
muda pada contoh diatas untuk kellompok umur 15-18 bulan
tetap diberikan
- Ajari orang tua cara melakukan intervensi perkembangan anak
sebagaimana yang dianjurkan pada kotak stimulasi tersebut
- Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk
mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan
kasih saying, bervariasi dan sambal bermain dengan anak agar
ia tidak bosan
- Intervensi pada anak dilakukan secara intensif setiap hari
sekitar 3-4 jam, selama 2 minggu.
- Minta orang tua atau keluarga dating Kembali/control 2 minggu
kemudian.

Evaluasi intervensi perkembangan:


Cara melakukan evaluasi intervensi perkembangan adalah:
- Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining, maka
lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formular
KPSP sesuai dengan umur anak
- Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining
maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan
formular KPSP untuk umur yang lebi muda
- Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban YA 9
atau 10 artinya perkembangan anak sesuai dengan umur
tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai
dengan umurnya yang sekarang.
Midwifery Update pg. 498
- Bila hasil evaluasiintervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8,
kerjakan Langkah-langkah berikut:

Teliti Kembali apakah ada masalah dengan:


- Intensitas intervensi
- Jenis kemampuan perkembangan anak yang di intervensi
- Cara memberikan intervensi
- Lakukan pemeriksaan fisik secara teliti apakah ada penyakit
pada anak.
- Bila ditemukan salah satu atau lebih masalah diatas: tangani
sesuai permasalahan yang ditemukan
- Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat atau tidak
sesuai dengan petunjuk, ajari Kembali orang tua dan keluarga,
bila perlu dampingi.

d. Rujukan Dini Penyimpangan Perkembangan Anak


Rujukan diperlukan jika masalah/ penyimpangan perkembangan
anak tidak dapat ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan
intervensi.

Rujukan penyimpangan tumbuh kembang dilakukan secara


berjenjang sebagai berikut:
 Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat (orang tua, anggota keluarga lainnya
dan kader) dianjurkan untuk membawa anak ke tenaga
kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah Sakit. Orang
tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh
kembang buku KIA
 Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini, bidan dan perawat di Posyandu, Polindes,
Pustu termasuk Puskesmas keliling, melakukan tindakan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar
pelayanan yang terdapat pada buku pedoman.

Midwifery Update pg. 499


Bila kasus penyimpangan tersebut ternyata memerlukan
penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di
Puskesmas (dokter, bidan, perawat, nutrisionis, dan tenaga
kesehatan terlatih lainnya.
 Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan tersebut tidak dapat di tangani di
Puskesmas atau memerlukan tindakan yang khusus maka perlu
dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten (tingkat rujukan primer)
yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan
dokter spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan
penunjang diagnostik.

Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder


diharapkan memiliki klinik tumbuh kembang anak yang
didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan jiwa,
kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi
(fisioterapis, terapis bicara, dan sebagainya), ahli gizi dan

psikolog.
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan
Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update pg. 500
Referensi

- IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2013. Air Susu Ibu dan Hak Bayi.
Jakarta. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-
hak-bayi
- Kementrian kesehatan RI, 2018. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial (Pedoman Teknis Pelayanan Tingkat Pertama)
- Kementerian Kesehatan RI, 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019, Jakarta.
- Kementerian Kesehatan RI, 2020. Buku KIA Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta.
- PMK No.12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
- Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI, 2019
- Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 2010
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
Di era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI 2020
- Setiyani, A; Sukesi; Esyuananik, 2016a. Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta

Midwifery Update pg. 501


BAB X
ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUALITAS

A. Deskripsi Singkat
Kesehatan Reproduksi sangat penting untuk mendapat perhatian
karena sangat berhubungan erat dengan sistem, fungsi dan prosesnya
mencakup kesehatan seksual dengan tujuan untuk meningkatkan
kehidupan dan hubungan pribadi demi terciptanya generasi penerus
bangsa yang berkualitas. Kesehatan perempuan merupakan kunci bagi
kualitas generasi penerusnya. Ibu yang sehat ketika hamil pada
umumnya akan melahirkan bayi yang sehat pula. Hal itu dapat terjadi
jika hubungan seksual dilakukan secara aman dan bermartabat, namun
jika hubungan seksual secara paksaan atau tidak diinginkan maka
kehamilannyapun tidak diharapkan sehingga dapat berakhir dengan
aborsi, penelantaran bayi bahkan kematian ibu dan anaknya. Hal ini
bisa semakin parah pada Situasi krisis kesehatan dapat meningkatkan
risiko kekerasan seksual pada perempuan dan anak termasuk
penyimpangan perilaku seksual, seperti perlecehan seksual, perkosaan,
penculikan, perdagangan anak, prostitusi, IMS dan Kehamilan Tidak
Diinginkan.

Bidan mempunyai peran penting dan strategis dalam mencegah dan


menangani masalah kesehatan reproduksi dan seksual pada situasi
krisis kesehatan pada perempuan dan anak. Oleh sebab itu pentingnya
mempersiapkan bidan untuk siap siaga dalam merespon situasi krisis
kesehatan melalui peningkatan kapasitas bidan agar mampu
memberikan pelayanan kebidanan yang aman sepanjang siklus
kehidupan reproduksi perempuan untuk dapat melahirkan generasi
penerus yang sehat, unggul dan berkualitas.

pg. 502
Peningkatan Kapasitas Bidan dilakukan agar semua bidan memiliki
kemampuan merespon situasi krisis secara professional. Untuk itu
diperlukan Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi sejak awal
bencana/krisis kesehatan dilakukan melalui pelaksanaan Paket Pelayanan Awal
Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi. Sasaran PPAM adalah penduduk
yang merupakan kelompok rentan kesehatan reproduksi yaitu bayi baru lahir,
ibu hamil, ibu bersalin, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, anak perempuan,
remaja dan wanita usia subur. PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan
pada saat fasilitas pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi sulit terjangkau oleh masyarakat
terdampak.

B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu menangani masalah
kesehatan reproduksi perempuan dalam situasi krisis didalam
komponen PPAM terutama memberikan dukungan psikososial bagi
klien/pasien, Pencegahan dan Penanganan awal Kekerasan Berbasis
Gender dan Seksual.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat:
a. Menjelaskan Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro
dalam perspektif gender
b. Menjelaskan Pengertian PPAM, komponen dan waktu
pelaksanaan PPAM serta Logistik PPAM
c. Menjelaskan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta
Dukungan Psikososial
d. Melaksanakan tugas dan peran bidan dalam memberikan
dukungan psikososial bagi klien/pasien
e. Melaksanakan peran sektor layanan kesehatan termasuk peran
bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan
berbasis gender dan seksual

pg. 503
f. Membuat rencana strategis pencegahan dan penanganan
kekerasan berbasis gender dan seksual
g. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah
melakukan rujukan.

C. Materi Pokok
Materi pokok dalam pelatihan ini terdiri dari:
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif
gender
2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu pelaksanaan PPAM,
Logistik PPAM
3. Pengertian Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan
Psikososial
a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual
b. Dukungan Psikososial
4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan dukungan psikososial
bagi klien/pasien
a. Pendekatan dukungan psikososial
b. Dukungan Psikologis Awal (DPA)
5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam
pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan
seksual
6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis
gender dan seksual
7. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah
melakukan rujukan.

pg. 504
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan Kespro
Dalam Perspektif Gender
Adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu
yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).

Kespro adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan


social dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan,
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi
serta proses (ICPD, 1994).

Keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan. (UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 71 Ayat 1)

Kespro adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan


sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem
dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang
bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual
yang memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara
anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan (BKKBN,1996).

Kespro adalah kemampuan seseorang untuk dapat memanfaatkan


alat reproduksi dengan mengukur kesuburannya dapat menjalani
kehamilannya dan persalinan serta aman mendapatkan bayi tanpa
resiko apapun (Well Health Mother Baby) dan selanjutnya
mengembalikan kesehatan dalam batas normal (IBG. Manuaba, 1998).

pg. 505
Kespro adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup
fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi
serta proses reproduksi yang pemikiran kespro bukannya kondisi yang
bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki
kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah
menikah (Depkes RI, 2000).

Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus


kehidupan perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan
reproduksi dilakukan sejak dari janin sampai liang kubur (from womb
to tomb) atau biasa juga disebut dengan “Continuum of care women
cycle“. Kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan sepanjang
siklus kehidupan perempuan hal ini disebabkan status kesehatan
perempuan semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi
kesehatan saat memasuki masa reproduksi yaitu saat hamil, bersalin,
dan masa nifas.

Hak Kesehatan Reproduksi (ICPD CAIRO 1994)


1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Hak mendapat pelayanan dan kesehatan reproduksi.
3. Hak untuk kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang
kesehatan reproduksinya.
4. Hak untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak.
5. Hak untuk hidup dan terbebas dari resiko kematian karena
kehamilan, kelahiran karena masalah jender.
6. Hak atas kebebasan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan
reproduksi.
7. Hak untuk bebas dari penganiayan dan perlakuan buruk yang
menyangkut kesehatan reproduksi.
8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi.

pg. 506
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam
reproduksisnya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik
yang bernuansa kesehatan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam
kesehatan reproduksi.

Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) hak


kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, meliputi:
1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan
reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas
dengan memperhatikan kebutuhan klien/pasien, sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan klien/pasien.
2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau
sebagai individu) berhak memperoleh informasi selengkap-
lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek
samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan
untuk pelayanan dan/atau mengatasi masalah kesehatan
reproduksi.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang,
efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa
paksaan dan tidak melawan hukum.
4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam
menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang
sehat.
5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan
yang didasari penghargaan.

pg. 507
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi
dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan,
ancaman, dan kekerasan.
7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh
informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat
berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang
bertanggung jawab.
8. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan
mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual,
termasuk HIV/AIDS.
9. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil
langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu
yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksualnya terpenuhi.
10. Hukum dan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk
mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang
berhubungan dengan sekualitas dan masalah reproduksi
11. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui
haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini
serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan
dan advokasi.
12. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak
perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s
Health Advocates Worldwide.

Pengertian Gender dan Seksualitas.


1. Gender Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan
ditentukan perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah
atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan kedudukan
seseorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat dan budayanya
karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO

pg. 508
1998). Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan
peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–
laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat
berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin.
Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan
sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan
peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan.

2. Seks (Jenis Kelamin) Jenis kelamin merupakan perbedaan antara


perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.
jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan,
dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk
menstruasi, hamil dan menyusui. Seks adalah perbedaan jenis
kelamin yang telah ditentukan oleh Allah SWT berdasarkan fungsi
biologis. Seks berarti pria ataupun wanita yang pembedaannya
berdasar pada jenis kelamin, sex lebih merujuk pada pembedaan
antara pria dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai
oleh perbedaan anatomi tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti
ini lebih sering disebut sebagai perbedaan secara biologis atau
bersifat kodrati dan sudah melekat pada masing-masing individu
sejak lahir

Perbedaan Gender Dan Seks (Jenis Kelamin)


Seks Contoh Gender Contoh
Tidak dapat di Alat kelamin Dapat di ubah Peran dalam
ubah kegiatan sehari-
hari
Tidak dapat di Jakun pada Dapat di Peran istri dapat
pertukarkan laki-laki, pertukarkan digantikan suami
payudara dalam mengasuh
pada anak, memasak dll
perempua

pg. 509
Berlaku Status Tergantung Sikap dan
sepanjang masa sebagai kepada perilaku keluarga
lakilaki dan kebudayaan lebih
perempuan mengutamakan
tidak pernah laki – laki
berubah daripada
sampai kita perempuan selalu
mati
Berlaku Dirumah, di Tergantung Pembatasan
dimanapun kampus pada budaya kesempatan di
berada ataupun di setempat bidang pekerjaan
mana sorang terhadap
laki-laki tetap perempuan di
lakilaki dan banding lakilaki
perempuan karena budaya
tetap setempat
perempuan
Merupakan Ciri utama Bukan Sifat atau
kodrat Tuhan laki-laki merupakan mentalitas antara
berbeda kodrat Tuhan lelaki dengan
dengan perempuan bisa
perempuan sama
Ciptaan Tuhan Perempuan Buatan Laki-laki dan
bisa haid, Manusia perempuan
hamil, berhak menjadi
melahirkan calon
dan menyusui ketua RT, RW,
sedangkan kepala desa
laki-laki tidak bahkan presiden
bisa

Budaya yang Mempengaruhi Gender Sebagian besar masyarakat


menganut kepercayaan yang salah tentang arti menjadi seorang wanita,
dengan akibat yang membahayakan kesehatan wanita. Setiap
masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir,
berperasaan dan bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alasan
mereka dilahirkan sebagai wanita/pria.

Contohnya wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan,


merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan
kesejahteraan bagi keluarga serta melindungi keluarga dari ancaman.

pg. 510
Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin, adalah
hasil rekayasa masyarakat. Masyarakat menghubungkan jenis kelamin
seseorang dengan perilaku tertentu yang seharusnya dilakukan
biasanya disebut dengan area ” kegiatan wanita” dan ”kegiatan laki-
laki”. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh
dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut.

Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu


masyarakat, tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya,
contohnya: di dalam suatu masyarakat, wanita dari suku tertentu
biasanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain
mempunyai pilihan yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka
pegang. Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke
anaknya. Sejak anak berusia muda, orang tua telah memberlakukan
anak perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka
sadari.

Diskriminasi Gender
Pada hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara antara
laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat,
dan martabat yang sama. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia,
banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama
dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan
dan membudaya yang berdampak pada terciptanya perlakuan
diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin sehingga muncul istilah
gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-laki dan
perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status
tadi baik secara sosial ataupun budaya.

Diskriminasi: adalah pelayanan yang tidak adil terhadap individu


tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang

pg. 511
diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian
yang biasa dijumpai dalam masyarakatmanusia, ini disebabkan karena
kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Inti dari
diskriminasi adalah perlakuan berbeda.

Akibat pelekatan sifat-sifat gender tersebut, timbul masalah


ketidakadilan (diskriminasi) gender, yaitu :
1. Marginalisasi (Peminggiran) Proses marginalisasi
(peminggiran/pemiskinan) yang mengakibatkan kemiskinan,
banyak terjadi dalam masyarakat. Marginalisasi perempuan sebagai
salah satu bentuk ketidakadilan gender. Sebagai contoh, banyak
pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari
program pembangunan seperti internsifikasi pertanian yang hanya
memfokuskan petani laki-laki. Perempuan dipinggirkan dari
berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-
laki.Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa
yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih
oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.
Beberapa contoh marginalisasi yaitu pemupukan dan pengendalian
hama dengan teknologi baru laki-laki yang mengerjakan,
pemotongan padi dengan peralatan sabit, mesin diasumsikan hanya
laki-laki yang dapat mengerjakan, menggantikan tangan perempuan
dengan alat panen ani-ani, usaha konveksi, pembantu rumah tangga
menyerap lebih banyak perempuan dari pada laki-laki.

2. Subordinasi (Penomorduaan) Subordinasi pada dasarnya adalah


keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting
atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Sudah sejak
dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran
perempuan lebih rendah dari laki- laki. Banyak kasus dalam tradisi,
tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang

pg. 512
meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-
laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai
masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan
dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang
hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar
negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan
pergi tidak perlu izin dari isteri.

3. Pandangan Stereotype (Citra Baku) Stereotipe dimaksud adalah


citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan
kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum selalu
melahirkan ketidakadilan. Salah satu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu
jenis kelamin (perempuan). Hal ini mengakibatkan terjadinya
diskriminasi dan berbagai ketidakadilan yang merugikan kaum
perempuan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas
dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan
dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak
hanya terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di
tempat kerja dan masyarakat, bahkan di tingkat pemerintah dan
negara. Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi
bila perempuan marah atau tersinggung dianggap emosional dan
tidak dapat menahan diri. Standar nilai terhadap perilaku
perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai tersebut
banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum
perempuan sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak
aktif dalam “kegiatan lakilaki” seperti berpolitik, bisnis atau
birokrat. Sementara label laki-laki sebagai pencari nakah utama,
(breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan oleh
perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan
cenderung tidak diperhitungkan.

pg. 513
4. Kekerasan (Violence) Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap
perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai
bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence,
artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya
menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan
penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan
seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan
bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah
tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam
masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan,
sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.

5. Beban Ganda (Double Dourden) Bentuk lain dari diskriminasi dan


ketidakadilan gender adalah beban ganda yang harus dilakukan
oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan. Dalam
suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan
dilakukan laki-laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan.
Berbagai observasi, menunjukkan perempuan mengerjakan hampir
90% dari pekerjaan dalam rumah tangga. Sehingga bagi mereka
yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih harus
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses
pembangunan, kenyataannya perempuan sebagai sumber daya
insani masih mendapat pembedaan perlakuan, terutama bila
bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak ketimpangan,
meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di
satu sisi.

pg. 514
Materi Pokok 2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu
pelaksanaan PPAM, Logistik PPAM
a. Pengertian PPAM
PPAM kesehatan reproduksi diterapkan pada semua jenis
bencana, baik bencana alam maupun non alam. Kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan reproduksi disesuaikan dengan hasil
penilaian kebutuhan awal yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
lapangan. Jika PPAM kesehatan reproduksi tidak dilaksanakan,
akan memiliki konsekuensi: 1) Meningkatnya kematian maternal
neonatal, 2) Meningkatnya risiko kasus kekerasan seksual dan
komplikasi lanjutan, 3) Meningkatnya penularan IMS, 4) Terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, 5)
Terjadinya penyebaran HIV AIDS.

Penjelasan Tentang PPAM Kesehatan Reproduksi


Paket Kegiatan, koordinasi, perencanaan dan logistic
Paket tidak berarti sebuah kotak yang dapat
dibuka seseorang, tetapi mengacu pada strategi
yang mencakupkan koordinasi/perencanaan,
supplies dan kegiatan-kegiatan kesehatan
seksual dan reproduksi.
Pelayanan Pelayanan kesehatan reproduksi yang diberikan
kepada penduduk terdampak
Awal Dilaksanakan sesegera mungkin dengan melihat
hasil penilaian kebutuhan awal
Minimum Dasar, terbatas

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan PPAM


adalah serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang
harus segera dilaksanakan pada tanggap darurat krisis kesehatan
untuk menyelamatkan jiwa khususnya pada kelompok rentan.
PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan pada saat fasilitas
pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap pelayanan
kesehatan reproduksi sulit dijangkau oleh masyarakat terdampak.

pg. 515
Komponen dan waktu pelaksanaan PPAM
PPAM dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan
kesehatan reproduksi yang terdampak bencana seperti ibu hamil, bersalin,
pascapersalinan, bayi baru lahir, remaja dan WUS. Komponen PPAM
kesehatan reproduksi dilaksanakan segera setelah mendapatkan hasil
penilaian dari tim kaji cepat di lapangan (tim RHA).

PPAM terdiri dari 5 komponen sebagai berikut:


1. Mengidentifikasi koordinator PPAM Kesehatan Reproduksi
2. Mencegah dan menangani kekerasan seksual
3. Mencegah penularan HIV
4. Mencegah meningkatkanya kesakitan dan kematian maternal
dan neonatal
5. Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dan
terintegrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar ketika situasi stabil
pascakrisis kesehatan

Selain komponen di atas, terdapat prioritas tambahan dari


komponen PPAM, yang harus disediakan adalah:
1. Memastikan suplai yang memadai untuk kelanjutan penggunaan
kontrasepsi dalam keluarga berencana (KB)
2. Melaksanakan kesehatan reproduksi remaja di semua
komponen PPAM
3. Mendistribusikan kit individu

pg. 516
Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan PPAM
KOMPONEN PPAM WAKTU
KEGIATAN RESPON
Komponen 1: a. Menunjuk a. 1 x 24 jam
Mengidentifikasi (mengaktifkan) seorang b. 1 x 24 jam
koordinator sub koordinator untuk c. 2 x 24 jam
klaster Kesehatan mengkoordinir Lintas d. 1 x 24 jam
Reproduksi/ P/S lembaga lokal dan
PPAM internasional dalam
pelaksanaan PPAM
Kespro.
b. Melakukan pertemuan
koordinasi untuk
mendukung dan
menetapkan
penanggung jawab
pelaksana di setiap
komponen.
c. Melaporkan isu-isu
dan data terkait
kesehatan
reproduksi,
ketersediaan sumber
daya serta logistik
pada pertemuan
koordinasi.
d. Memastikan
ketersediaan dan
pendistribusian
RH Kit.

Komponen 2: a. Melakukan a. 1x 24 jam


Mencegah dan perlindungan bagi setelah
menangani penduduk yang bencana
kekerasan terkena dampak (khusus
seksual terutama pada nya pada
perempuan dan anak- bencana
anak. akibat
b. Menyediakan pelayanan konflik
medis bagi korban sosial)
termasuk pemberian b. Pelayanan
profilaksis pasca tersedia
pajanan dan 24 jam
kontrasepsi darurat pertama
(dalam 72 jam) dan setelah
dukungan psikologis bencana,
awal (PFA) bagi dan

pg. 517
penyintas perkosaan. pemberian
c. Memastikan profilaksis
masyarakat diberikan
mengetahui informasi dalam 72
tersedianya pelayanan jam pasca
medis, dukungan perkosaan
psikologis awal, c. 48 jam
rujukan perlindungan d. 72 jam
dan bantuan hukum
d. Memastikan adanya
jejaring untuk
pencegahan dan
penanganan
kekerasan seksual.

KOMPONEN PPAM KEGIATAN WAKTU RESPON


Komponen 3: a. Memastikan a. 1x 24 jam
Mencegah penularan tersedianya pasca bencana
HIV transfusi darah b. 1x 24 jam
yang aman pasca bencana
b. Memfasilitasi c. Poin c dan d
dan dilaksanaka
menekankan n dalam 1 x
penerapan 24 jam pasca
kewaspadaan bencana
standar d. 72 jam,
c. Pemberian berkoordinasi
profilaksis pasca dengan tim
pajanan logistik
mengenai
d. Ketersediaan obat ketersediaan
ARV alat
e. Memastikan kontrasepsi
ketersediaan
kondom

Komponen 4: a. Memastikan Semua langkah-


Mencegah adanya tempat langkah pada
meningkatnya khusus untuk komponen 4
kesakitan dan bersalin di dilakukan pada
kematian maternal beberapa tempat 24 jam setelah
dan neonatal seperti pos bencana
kesehatan, di
lokasi
pengungsian atau
di tempat lain
yang sesuai

pg. 518
b. Memastikan
tersedianya
pelayanan (tenaga
yang kompeten
dan alat serta
bahan yang sesuai
standar) persalinan
normal dan
kegawatdaruratan
maternal dan
neonatal (PONED
dan PONEK)
di fasilitas
pelayanan
kesehatan
dasar dan
rujukan
c. Membangun
sistem rujukan
untuk
memfasilitasi
transportasi dan
komunikasi dari
masyarakat ke
puskesmas dan
puskesmas ke
rumah sakit
d. Memastikan
tersedianya
perlengkapan
persalinan (kit ibu
hamil, kit pasca
persalinan, kit
dukungan
persalinan) yang
diberikan pada ibu
hamil yang akan
melahirkan dalam
waktu dekat
e. Memastikan
masyarakat
mengetahui
adanya layanan
pertolongan
persalinan dan
kegawatdaruratan
maternal dan
neonatal

pg. 519
f. Ketersediaan
alat kontrasepsi
yang mencukupi

KOMPONEN PPAM KEGIATAN WAKTU RESPON


Komponen 5: a. Mengidentifikasi Peralihan masa
Merencanakan kebutuhan tanggap darurat
pelayanan kesehatan peralatan dan ke masa
reproduksi suplai kesehatan pemulihan
komprehensif dan reproduksi
terintegrasi ke dalam berdasarkan
pelayanan estimasi sasaran
kesehatan dasar b. Mengumpulkan
ketika situasi stabil data riil sasaran
dan data
cakupan
pelayanan
c. Mengidentifikasi
fasilitas pelayanan
kesehatan untuk
menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
reproduksi yang
komprehensif
d. Menilai
kemampuan
tenaga kesehatan
untuk
memberikan
pelayanan
kesehatan
reproduksi yang
komprehensif dan
merencanakan
pelatihan.

Komponen 72 jam pasca


tambahan: bencana
1. Memastikan Memastikan Sesegera
ketersediaan ketersediaan alat mungkin, sesuai
untuk kontrasepsi untuk dengan waktu
keberlanjutan menjamin pelaksanaan
penggunaan keberlangsungan komponen PPAM
kontrasepsi dalam penggunaan alat di atas.

pg. 520
keluarga kontrasepsi bagi Sesegera
berencana (KB) para akseptor KB. mungkin,dengan
2. Kesehatan Memastikan menyesuaikan
reproduksi tersedianya layanan kebutuhan dari
remaja di PPAM kesehatan hasil kaji cepat
semua reproduksi remaja tim lapangan
komponen (lihat bab prioritas
PPAM tambahan)
3. Distribusi kit Memastikan kit
individu individu (kit ibu
hamil, kit ibu paska
melahirkan, kit bayi
baru lahir dan kit
higiene) terdistribusi
dengan baik dan
sesuai sasaran yang
ada.

Logistik PPAM
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang optimal
diperlukan ketersediaan paket dan perlengkapan PPAM. Ada 3 (tiga) jenis
paket (kit) yaitu: kit individu, kit persalinan di lapangan, kit kesehatan
reproduksi serta alat dan sarana penunjang. Semua kebutuhan logistik ini
harus disiapkan pada tahap prakrisis kesehatan sebagai bagian dari kegiatan
kesiapsiagaan bencana. Penyediaan dan pendistribusian logistik dapat
dilakukan secara mandiri oleh pemerintah maupun pihak lainnya.
Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis paket dan logistik PPAM:

a. Kit individu
1) Berisi barang kebutuhan pribadi sesuai sasaran kesehatan
reproduksi.
2) Dikemas dalam kantong/tas dengan warna tertentu yaitu: ibu hamil
(kit warna hijau), ibu pasca melahirkan/ pasca persalinan (kit warna
oranye), bayi baru lahir (kit warna merah) dan kit hiegiene untuk
WUS (kit warna biru) .
3) Kit diberikan sesegera mungkin pada awal terjadi krisis

pg. 521
kesehatan sesuai kebutuhan dari hasil kaji cepat tim
lapangan

b. Kit persalinan di lapangan


1) Merupakan paket alat, obat dan bahan habis pakai untuk
pertolongan persalinan. Perlu dipastikan alat dan obat
lengkap serta periksa tanggal kadaluarsa dari obat-obatan
tersebut.
2) Kit di distribusikan kepada bidan yang bertugas di daerah
terdampak/di lokasi pengungsian. Pastikan tersedia
transportasi dan akses menuju lokasi terdampak.
3) Kit diberikan apabila tidak tersedia peralatan pertolongan
persalinan/alat-alat kebidanan mengalami kerusakan atau
hilang saat terjadi bencana.

c. Kit kesehatan reproduksi


1) Kit ini hanya dipakai pada bencana besar dimana banyak
infrastuktur kesehatan yang rusak, tidak berfungsi dan tidak
mampu melakukan pelayanan kesehatan seperti biasanya.
Merupakan paket peralatan, obat dan bahan habis pakai yang
sudah dikemas dan diberi nomor dan warna sesuai dengan jenis
tindakan medis yang akan dilakukan, untuk memudahkan
pemberian pelayanan. Ada 12 jenis kit kesehatan reproduksi.
2) Kit berisi alat kesehatan dan bahan habis pakai yang biasa
digunakan di puskesmas maupun rumah sakit. Kit kesehatan
reproduksi terdiri dari 3 (tiga) blok, masing masing blok ditujukan
bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang berbeda.
3) Kit dirancang untuk penggunaan jangka waktu 3 (tiga)
bulan untuk jumlah penduduk tertentu.
4) Kit kesehatan reproduksi diadaptasi dari standar internasional yang
disesuai dengan kebijakan dan standar pelayanan kesehatan
reproduksi di Indonesia. Daftar peralatan dan obat-obatan di

pg. 522
dalam kit kesehatan reproduksi terdapat dalam Buku Pedoman
Dukungan Logistik PPAM Kesehatan Reproduksi pada Krisis
Kesehatan.
5) Kebutuhan kit tergantung pada banyaknya pengungsi, jenis
pelayanan yang akan diberikan serta perkiraan lamanya
waktu mengungsi.

Penyesuaian Kit Kesehatan Reproduksi dengan Kondisi di Indonesia


Kit Kesehatan Reproduksi Kit Kesehatan Reproduksi yang
Internasional disesuaikan dengan kondisi
Indonesia
Kit 0 Kit administrasi Kit 0 Kit administrasi
Kit 1 Kit kondom Kit 1 Kit kondom
Kit 2 Kit persalinan bersih -* Di Indonesia kit no 2
individu (bagian A & tidak diadaptasi
B)
Blok Blok
1 Kit 3 Kit perawatan korban 1 Kit 3
Kit perawatan korban
perkosaan perkosaan
Kit 4 Kit kontrasepsi Kit 4 Kit kontrasepsi
oral dan suntik oral dan suntik
Kit 5 Kit pengobatan Kit 5 Kit pengobatan
penyakit menular penyakit menular
seksual seksual
Kit 6 Kit pertolongan Kit 6 Kit pertolongan
persalinan di klinik persalinan di klinik
Blok Kit 7 Kit Alat Kontrasepsi Blok Kit 7 Kit Alat Kontrasepsi
2 Dalam Rahim 2 Dalam Rahim
(AKDR/IUD) (AKDR/IUD) dan
pencabutan implant
Kit 8 Kit penanganan Kit 8 Kit penanganan
keguguran dan keguguran dan
komplikasi komplikasi
Kit 9 Kit jahitan robekan Kit 9 Kit jahitan robekan
leher rahim dan leher rahim dan
vagina dan vagina dan
pemeriksaan vagina pemeriksaan vagina
Kit 10 Kit persalinan dengan Kit 10 Kit peralinan dengan
ekstraksi vacuum ekstraksi vacuum
Kit 11 Kit tingkat rujukan Kit 11 Kit tingkat rujukan
Blok untuk kesehatan Blok untuk kesehatan
3 reproduksi 3 reproduksi
Kit 12 Kit transfusi darah Kit 12 Kit transfusi darah

pg. 523
d. Alat dan Sarana Penunjang lainnya
1) Tenda Kesehatan Reproduksi
Apabila tidak tersedia ruangan/tenda untuk pelayanan
kesehatan reproduksi di posko kesehatan, maka tenda kesehatan
reproduksi harus disediakan. Ukuran minimal tenda kesehatan
reproduksi di lapangan 4 x 6 meter. Tenda ini dimanfaatkan untuk
melaksanakan pemeriksaan KIA/ANC, persalinan dan juga
konseling tentang kesehatan reproduksi serta menyusui. Tenda
kesehatan reproduksi harus bersifat privasi.
2) Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kesehatan
Reproduksi
Dalam situasi krisis kesehatan, pengungsi perlu diberi informasi
tentang pelayanan kesehatan reproduksi yang tersedia di lokasi
pengungsian, seperti informasi tempat, jenis, dan jadwal
pelayanan kesehatan reproduksi, pendistribusian bantuan dan
topik penyuluhan kesehatan reproduksi. Media Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan reproduksi dapat berupa
poster, spanduk, mobil penerangan, radio, dan media lainnya yang
bermanfaat bagi pengungsi, seperti kipas kertas dan baju kaos.
Tidak dianjurkan memberikan media KIE dalam bentuk
leaflet/brosur/flyer karena akan menimbulkan limbah di tempat
pengungsian.
3) Peralatan penunjang lain
Peralatan penunjang ini digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi di situasi krisis
kesehatan seperti generator, obsgyn bed, tempat pembuangan
limbah, dll.
4) Alat bantu perlindungan diri
Pada situasi krisis kesehatan dan bencana dimana keadaan
menjadi tidak stabil, tindak kejahatan seksual dapat terjadi
bahkan meningkat terutama pada populasi rentan, yaitu
perempuan dan anak. Upaya pencegahan dan kewaspadaan diri

pg. 524
perlu ditingkatkan, misalnya dengan memberikan peralatan
sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan dan anak
untuk pencegahan kekerasan seksual seperti senter (untuk
membantu penerangan), peluit (sebagai alarm tanda bahaya),
dan lain- lain.l

Materi Pokok 3. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta


Dukungan Psikososial
Pada situasi bencana dimana keadaan tidak stabil, potensi terjadinya kekerasan
seksual dapat meningkat terutama saat situasi mulai mengarah pada
terjadinya konflik sosial. Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan
seksual menjadi salah satu prioritas dalam PPAM untuk meyakinkan tanggap
darurat yang mengatasi kerentanan perempuan sejak awal krisis dan upaya
perlindungan yang memadai bilamana kekerasan terjadi. Kekerasan seksual
mempunyai dampak fisik dan psikologis jangka panjang dan dapat mengancam
jiwa bila tidak ditangani dengan baik.

a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual


Kekerasan Berbasis Gender (selanjutnya akan disebut KBG)
adalah “sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai
macam bentuk tindakan kekerasan yang membahayakan atau
mengakibatkan penderitaan pada seseorang, yang dilakukan
berdasarkan perbedaan sosial termasuk gender laki-laki dan
perempuan, yang dapat mengakibatkan penderitaan secara sik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran termasuk berupa
ancaman, paksaan dan berbagai bentuk lainnya yang merampas
kebebasan seseorang, baik di ruang publik/ umum maupun dalam
lingkungan kehidupan pribadi” (IASC, 2015). Akar masalah dari
KBG adalah adanya norma, pemikiran, sikap dan struktur yang
menciptakan ketidaksetaraan gender, diskriminasi, relasi kuasa
yang timpang dan tidak adanya penghargaan pada hak asasi
manusia.

pg. 525
Menurut IASC (Inter Agency Standing Committe) kekerasan
seksual adalah: Termasuk perkosaan/percobaan perkosaan,
kekerasan dan eksploitasi seksual, adalah “semua tindakan seksual,
percobaan tindakan seksual, komentar seksual yang tidak
diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan,
ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang
hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, termasuk tapi
tidak terbatas pada lingkungan rumah dan pekerjaan”. Bisa dalam
berbagai bentuk termasuk perkosaan, perbudakan seks dan atau
perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi
seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi paksa.

Beberapa UU mengenai pengertian kekerasan seksual


Indonesia memiliki penjelasan pengertian kekerasan seksual
dalam beberapa UU, namun belum ada UU yang menjelaskan secara
komprehensif mengenai pengertian kekerasan seksual yang terdiri
dari berbagai macam bentuk.

Berikut ini beberapa UU yang di dalamnya terdapat penjelasan


tentang kekerasan seskual diantaranya:
UU RI Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.

pg. 526
Kekerasan Seksual menurut UU PKDRT 23/2004, pasal 8
meliputi:
1) Pemaksaan hubungan seksual yang yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; atau
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.

Berdasarkan UU PKDRT 23/2004 pasal 46-48 dan KUHP Pasal


285-286, kekerasan seksual yang dapat diancam dengan sanksi
hukum terdiri dari:
1) Setiap perbuatan kekerasan seksual
2) Pemaksaan orang yang menetap dalam rumah tangga untuk
melakukan hubungan seksual.
3) Perbuatan seksual yang mengakibatkan korban.
4) Pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap seorang perempuan untuk bersetubuh di luar
perkawinan
5) Persetubuhan di luar perkawinan dengan perempuan yang
sedang pingsan atau tidak berdaya.

Kekerasan seksual menurut UU Perlindungan Anak No. 35/2014


Pasal 76 D-E meliputi:
1) Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman
Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.
2) Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman
Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan
serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

pg. 527
Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual
1) Perkosaan/percobaan perkosaan
adalah hubungan seksual yang tidak disetujui bersama. Hal ini
termasuk penyerangan terhadap bagian tubuh manapun dengan
menggunakan alat kelamin dan/atau penyerangan terhadap alat
kelamin atau lubang dubur dengan benda apapun atau bagian
tubuh apapun. Perkosaan dan percobaan perkosaan
mengandung unsur kekuasaan, ancaman, dan/atau paksaan.
Penetrasi dalam bentuk apapun adalah perkosaan. Upaya untuk
memperkosa seseorang tetapi tanpa penetrasi adalah percobaan
perkosaan.
Perkosaan/percobaan perkosaan termasuk:
 Perkosaan terhadap perempuan dewasa
 Perkosaan terhadap anak-anak (perempuan atau laki-laki),
termasuk juga hubungan sedarah (incest)
 Perkosaan yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku
 Perkosaan dalam pernikahan, antara suami dan istri
 Perkosaan terhadap laki-laki, atau dikenal sebagai sodomi
2) Penganiayaan seksual
adalah bentuk nyata atau ancaman fisik secara seksual, baik
dengan menggunakan kekerasan atau dibawah ketidaksetaraan
atau kondisi pemaksaan.
3) Eksploitasi seksual
adalah bentuk nyata atau percobaan penganiayaan yang
mengandung unsur kerentanan, perbedaan kekuasaan, atau
kepercayaan, untuk tujuantujuan seksual, termasuk untuk,
tetapi tidak terbatas untuk keuntungan finansial, secara sosial
atau politik dengan mengeksploitasi seseorang secara seksual.
4) Kekerasan seksual
Tindakan seksual apapun, percobaan untuk melakukan kegiatan
seksual, kata-kata atau cumbuan seksual yang tidak diinginkan,
atau perdagangan seksualitas seseorang, menggunakan

pg. 528
paksaan, ancaman atau paksaan fisik, oleh siapapun apapun
hubungannya dengan si korban, di mana pun, termasuk tetapi
tidak hanya dirumah atau di tempat kerja”. Kekerasan seksual
terjadi dalam banyak bentuk, termasuk perkosaan, perbudakan
seks, dan/atau perdagangan, kehamilan yang dipaksakan,
pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan/atau penganiayaan,
dan pengguguran kandungan yang dipaksakan.
5) Kekerasan fisik mengacu pada tindakan yang menyakiti tubuh.
6) Kekerasan psikologis mengacu pada tindakan atau peniadaan
yang menyebabkan atau dapat menyebabkan penderitaan
mental atau emosional, seperti – namun tidak terbatas pada -
intimidasi, pelecehan, penguntitan, pengerusakan
properti/barang, dipermalukan, kekerasan verbal, dan
perselingkuhan. Menyaksikan kekerasan terhadap anggota
keluarga, pornografi, menyaksikan penyiksaan hewan, atau
melarang mengunjungi anak juga merupakan bentuk dari
kekerasan psikologis.
7) Penelantaran ekonomi merujuk pada perilaku yang membuat
perempuan bergantung secara finansial, misalnya dengan cara:
 Menarik dukungan finansial atau melarang korban bekerja
 Diambil atau diancam untuk diambil sumber penghasilannya
dan hak untuk menikmati harta bersama
 Mengontrol uang dan kepemilikan korban
8) “Praktik-praktik berbahaya” adalah bentuk dari ketidaksetaraan
gender dan norma sosial, budaya, dan agama yang diskriminatif,
serta tradisi, yang berhubungan dengan posisi perempuan
dalam keluarga, komunitas dan masyarakat dan untuk
mengendalikan kebebasan perempuan, termasuk
seksualitasnya.
9) Bentuk KBG lainnya, kategori ini dipakai jika tidak memenuhi
kriteria di atas. Namun KDRT, kekerasan pada anak, tindak
pidana perdagangan orang, perbudakan seksual dan eksploitasi
tidak termasuk didalam kategori ini.

pg. 529
Dampak Kekerasan Seksual
KBG memiliki dampak yang sangat signifikan pada korbannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, yang berupa dampak pada
aspek fisik, psikologis, dan sosial seseorang. Dampak ini tidak
terjadi secara tunggal dan terpisah akan tetapi saling berkaitan yang
dapat menambah peliknya masalah yang dialami korban dan
keluarganya. Misalnya dampak fisik akan juga berakibat pada
penderitaan psikologis korban. Secara umum dampak KBG yang
dialami oleh korban/penyintas adalah:

DAMPAK FISIK
Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang
 Luka-luka fisik dari yang ringan  Kehamilan yang tidak diinginkan dan
hingga berat, sampai dengan umumnya berakhir dengan aborsi yang
kehilangan anggota tubuh tidak aman,
bahkan kematian.  Melanjutkan kehamilan yang tidak
 Kehamilan yang tidak diinginkan dengan keluhan fisik yang
diinginkan, tertular penyakit lebih meningkat karena secara
menular seksual, mengalami psikologis menolak kehamilan
risiko lebih besar untuk tertular tersebut
HIV/AIDS, serta rusaknya organ  Kondisi kesehatan yang menurun akibat
reproduksi. luka permanen atau tekanan psikis
 Pemaksaan fisik memang yang ditimbulkan karena kejadian
seringkali digunakan dalam kekerasan seksual, cacat tubuh,
perkosaan akan tetapi tidak penyakit infeksi seksual kronis,
selalu demikian, sehingga mengidap HIV/ AIDS, tidak dapat
korban tidak selalu mengalami memiliki keturunan, kematian.
luka-luka pada tubuh, apalagi  Pendarahan atau infeksi pada vagina,
bila pelaku sudah paham pertumbuhan jaringan yang tidak
strategi agar korban tidak normal pada vagina, menurunnya
sampai terluka secara fisik. hasrat seksual, sakit pada panggul yang
kronis, infeksi saluran kencing kronis
serta peradangan pada vagina.
Sumber:

DAMPAK PSIKOLOGIS/MENTAL
Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang
 Mengalami kebingungan; rasa tidak  Dampak jangka pendek masih bisa
percaya; hampa; marah; sedih; terus dialami;
tidak berdaya; malu; menjadi  Alami gangguan psikologis lebih
agresif; menyalahkan diri sendiri; berat, misalnya: depresi, gangguan
 Menyesali keadaan dalam arti identitas terpecah (split
memiliki pikiranpikira personality)
“seandainya aku….”, dll;  Bunuh diri atau keinginan untuk
 Mempertanyakan atau bunuh diri;
menyalahkan Tuhan;  Mengalami gangguan stres pasca
 Menghindari tempat kejadian atau trauma
tempat yang serupa dengan tempat  Mengalami gangguan makan;
kejadian; gangguan tidur;

pg. 530
 Rasa takut atau muak pada pelaku  Memiliki masalah personal dengan
atau orang yang menyerupai lawan jenis; hasrat seksual menurun;
pelaku; menjadi tidak tertarik pada lawan
 Mengalami mimpi buruk; sulit tidur jenis;
 Menarik diri; sulit berkonsentrasi;  Perilaku seks berisiko yang
kehilangan nafsu makan; tertampil dalam bentuk berganti-
 Merasa diri kotor atau tidak ganti pasangan;
berharga; kehilangan kepercayaan  Ketergantungan pada rokok atau
diri; merasa jijik pada diri sendiri; NAPZA;
merasa jijik pada segala sesuatu  Perilaku yang melanggar aturan dan
yang mengingatkan korban pada hukum seperti mencuri atau
pelaku atau kejadian; membolos;
 Memiliki pikiran yang  Skeptis pada sistem hukum dan
berulang- ulang tentang nilai-nilai kehidupan;
kejadian;
 Tidak ingat dengan hal-hal detil;
kehilangan orientasi diri, waktu dan
tempat.

DAMPAK SOSIAL, BUDAYA dan EKONOMI


Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang
 Dipersalahkan atas kejadian yang  Dampak jangka pendek masih bisa
menimpa dirinya; terus terjadi;
 Dipertanyakan moralitas dan  Mendapatkan stigma negatif yang
kesucian dirinya; terus melekat;
 Dipertanyakan niat dan  Masa depan suram karena putus
motivasinya; sekolah atau kehilangan pekerjaan;
 Diadili oleh masyarakat;  Ketergantungan
Dinikahkan dengan pelaku atau ekonomi; pengangguran;
dengan siapa saja atas keputusan  Kembali menjadi korban karena
keluarga karena dianggap sudah sistem hukum dan adat, penegak
‘rusak’; hukum, konselor, pemuka
 Diceraikan sepihak atau agama, petugas kesehatan,
ditinggalkan oleh pasangan; pemuka adat dan komunitas, dll;
dihukum oleh pasangan,
 Dikucilkan oleh keluarga,
lingkungan, teman kerja;

Dampak yang muncul pada setiap penyintas kekerasan


bervariasi tergantung pada karakteristik kejadian traumatis
tersebut dan penghayatan korban sendiri yang tergantung pada
kepribadian, usia, gender, latar belakang korban (pola asuh,
pengalaman traumatis sebelumnya, tingkat sosial ekonomi,
budaya), serta ada tidaknya dukungan dari keluarga atau sosial.
Karena adanya dampak-dampak yang khas ini, maka
proses pemulihan,

pg. 531
penyelidikan, dan proses pengadilan harus mempertimbangkan
reaksi-reaksi tersebut.

Penyintas laki-laki, baik dewasa, remaja, maupun anak-anak,


mungkin akan mengalami hambatan yang lebih besar untuk
melaporkan kejadian kekerasan yang dialami karena norma sosial
dalam budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai makhluk
yang kuat dan tangguh. Melaporkan kejadian kekerasan, terutama
kekerasan seksual, yang dialami akan dianggap aib karena dianggap
tidak cukup tangguh melawan pelaku dan kurang dipercaya oleh
petugas karena adanya anggapan sosial tadi. Hal ini akan semakin
membuat penyintas menjadi lebih sulit untuk mendapatkan
pemulihan yang tepat.

b. Dukungan Psikososial
Pendekatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psikologi dan
sosial. Kata psikologi mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau
perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan
pemahaman akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain,
lingkungan, termasuk tatanan sosial, norma, nilai aturan, sistem
ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan
yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Pendekatan psikososial diartikan sebagai hubungan yang
dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana tingkah laku,
pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh orang lain atau pengalaman sosial.

Dukungan psikososial adalah bantuan yang diberikan untuk


memfasilitasi kemampuan untuk bangkit kembali (resiliensi) atau
tangguh yang ada dalam diri sesorang, baik bida, klien/pasien atau
penyintas bencana atau kekerasan, keluarga, dan komunitas
sehingga individu, keluarga, dan komunitas tersebut bisa bangkit

pg. 532
kembali dari dampak bencana, pandemi, atau masalah yang
dialaminya, dapat menghadapinya saat ini maupun di masa
mendatang (Kerangka Kerja Psikososial dari Federasi Internasional,
2005-2007).

Dukungan psikososial melibatkan 3 domain utama sumber daya


dalam komunitas, yaitu: human capital, social capital dan cultural
capital. Human capital menjelaskan sumber daya seperti kesehatan
dan kesejahteraan fisik dan psikologis, keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki, termasuk didalamnya mata pencaharian
anggota komunitas. Sedangkan social capital menggambarkan
sumber daya suatu komunitas yang berupa relasi sosial di dalam
keluarga, kelompok sebaya, institusi agama dan budaya, akses
terhadap layanan publik yang disediakan pemerintah, dll. Sumber
daya yang tidak kalah pentingnya adalah cultural capital: nilai,
norma, belief/keyakinan dan tradisi yang hidup dan dihayati di
dalam komunitas.

Ketiga domain ini saling berhubungan satu sama lain, misal:


kondisi psikologis yang baik akan mendukung efektifnya jaringan
sosial dan pada akhirnya berkontribusi terhadap tetap langgengnya
nilai kekeluargaan/gotong-royong yang dianggap penting dalam
suatu komunitas tertentu.

Materi Pokok 4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan


dukungan psikososial bagi klien/pasien
Undang-Undang No 4 Tahun 2019 menyebutkan bahwa bidan
memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa
sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa
nifas, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah, termasuk
kesehatan Reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Selain memberikan asuhan

pg. 533
kebidanan, bidan juga merupakan garda terdepan yang dapat
memberikan dukungan kesejahteraan emosional bagi para
klien/pasiennya, begitu juga situasi bencana seperti pandemi ini,
sebagian orang mengalami berbagai tekanan yang disebabkan oleh
penurunan pendapatan ekonomi dan mobilitas, maupun ketegangan
dalam keluarga, yang dapat berdampak pada kesehatan fisik, termasuk
kesehatan reproduksi dan mental seseorang.

Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di


dalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-
kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan
rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama”.
Dalam implementasinya: “Praktik kebidanan dilakukan dengan
menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik
terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional,
sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksi”. Profesi bidan
berperan dalam memberikan asuhan yang aman, bersifat holistik, dan
berpusat pada individu di segala batasan usia dan
berbagai setting kehidupan.

Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling


komprehensif dalam pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam
pendekatan ini, seorang individu merupakan sebuah kesatuan yang
terdiri dari dimensi fisik, mental, emosional, sosio kultural dan
spiritual, dan setiap bagiannya memiliki hubungan dan ketergantungan
satu sama lain. Untuk mempertahankan seorang individu sebagai satu
kesatuan, pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek
yang harus diperhatikan disamping pemenuhan terhadap kebutuhan
lain.

Asuhan kebidanan yang dilakukan secara holistik pada masa


kehamilan berdampak positif pada hasil persalinan. Pengabaian

pg. 534
terhadap aspek spiritual dapat menyebabkan klien/pasien akan
mengalami tekanan secara spiritual. Dalam melakukan asuhan
kebidanan yang holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual klien/pasien
dilakukan dengan pemberian spiritual care. Aspek penghormatan,
menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh kasih
sayang merupakan bagian dari asuhan ini. Donia Baldacchino (2015)
dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health
Care Professionals menyebutkan bahwa dalam memberikan spiritual
care, tenaga kesehatan (bidan) berperan dalam upaya mengenali dan
memenuhi kebutuhan spiritual klien/pasien dengan memperhatikan
aspek penghormatan pada klien/pasien.

Bidan juga berperan memfasilitasi klien/pasien dalam membangun


komunikasi, memberikan perhatian, dukungan, menunjukkan empati,
serta membantu klien/pasien untuk menemukan makna dan tujuan
dari hidup, termasuk berkaitan dengan kondisi yang sedang mereka
hadapi. Spiritual care dapat membantu klien/pasien untuk dapat
bersyukur dalam kehidupan mereka, mendapatkan ketenangan dalam
diri, dan menemukan strategi dalam menghadapi rasa sakit maupun
ketidaknyamanan yang dialami, baik dalam masa kehamilan, maupun
persalinan. Selain itu, hal ini juga akan membantu klien/pasien dalam
memperbaiki konsep diri bahwa kondisi sakit ataupun tidak nyaman
yang dialami juga bentuk lain dari cinta yang diberikan oleh Tuhan.

Kehamilan dan persalinan merupakan peristiwa transformatif


dalam kehidupan seorang wanita. Pemberian asuhan kebidanan dengan
tidak mengabaikan aspek spiritual merupakan hal yang sangat penting
dalam menunjang kebutuhan klien/pasien. Ibu dan bayi yang sehat,
fase tumbuh kembang anak yang sehat, serta menjadi manusia yang
berhasil dan berkontribusi positif bagi masyarakat merupakan
harapan bersama. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berperan
dalam kesehatan ibu dan anak diharapkan agar dapat memberikan
asuhan

pg. 535
dengan pemahaman holistik terhadap wanita. Mengutip dari Fatma
Sylvana Dewi Harahap (2018) "merekonstruksi bangunan keseimbangan
kesehatan dengan sinergitas fisik, psikis, dan spiritualitas perlu
dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan kebidanan".

a. Pendekatan Dukungan Psikososial


Memberikan Dukungan Psikososial kepada Klien/pasien
1) Komunikasi yang Berempati
Cara Anda membawa diri dalam interaksi sehari-hari (nada
bicara, postur, cara memperkenalkan diri, dan sebagainya)
dapat mempengaruhi cara orang melihat Anda (apakah orang
tersebut mempercayai atau menyukai Anda), menanggapi Anda
(apakah orang mengikuti nasihat Anda, menjadi agresif, tenang,
terbuka pada Anda), dan proses pemulihan (jika seseorang
merasa lebih didukung, kesembuhan fisik dan emosionalnya
akan semakin baik).

Tabel. Tindakan yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan oleh


Bidan dalam Memberikan Dukungan kepada Klien/pasien
Boleh Dilakukan Tidak Boleh Dilakukan
Posisi tubuh terbuka menghadap Menyilangkan tangan Anda di
klien/pasien dan tidak kaku, terutama dada ataupun berkacak pinggang.
bila memberikan layanan luring.
Melihat lawan bicara. Membelakangi, menghindari
kontak mata, atau terlalu terfokus
pada gawai Anda.
Mempertahankan kontak mata yang Menatap mata klien/pasien
sesuai agar klien/pasien merasa nyaman dengan cara yang membuatnya
dan didengarkan. menjadi tidak nyaman atau
merasa dinilai.
Memperkenalkan diri dengan jelas; Berasumsi bahwa lawan bicara
sebutkan nama dan peran/jabatan Anda. sudah mengetahui siapa Anda.
Menggunakan nada bicara yang tenang Menggunakan nada bicara yang
dan lembut dengan suara yang cukup tinggi, terburu-buru, terlalu cepat,
jelas, terutama bila memberikan layanan terdengar menghela napas dan
daring. tidak sabar.
Jika klien/pasien tidak dapat melihat Berasumsi klien/pasien
wajah Anda karena Anda menggunakan mengetahui wajah Anda, padahal
masker, upayakan menempelkan foto diri Anda menggunakan masker.
pada tanda pengenal. Juga
berasumsi bahwa lawan bicara

pg. 536
dapat menangkap ekspresi wajah
Anda.
Pastikan klien/pasien merasa nyaman Berasumsi bahwa klien/pasien
untuk berbicara dengan Anda dengan pasti nyaman berbicara dengan
memperhatikan bahasa tubuhnya atau Anda.
mengajukan pertanyaan untuk
membantunya merasa nyaman, seperti
memberikan pilihan-pilihan.
Menggunakan bahasa yang mudah Menggunakan jargon-jargon medis
dimengerti klien/pasien dan sesuai atau kebidanan dan berasumsi
dengan usia klien/pasien. Bila bahwa klien/pasien pasti
klien/pasien tidak menggunakan bahasa memahami apa yang Anda
yang Anda gunakan, dampingi dengan sampaikan.
penerjemah. Lakukan konfirmasi apakah
informasi yang Anda sampaikan sudah
jelas atau belum.

Keterampilan Komunikasi yang Diperlukan untuk


Memberikan Dukungan Psikososial
Mendengarkan adalah bagian terpenting dalam memberikan
dukungan psikososial melalui komunikasi yang suportif. Hindari
menasihati, melainkan sampaikan informasi. Berikan lawan
bicara kesempatan untuk berbicara tanpa diburu-buru.
Dengarkan apa yang disampaikan oleh lawan bicara secara
saksama sehingga Anda dapat memahami benar situasi dan
kebutuhan mereka, membantu mereka merasa tenang, dan
dapat memberikan bantuan yang tepat dan bermanfaat bagi
mereka.

Anda dapat belajar mendengarkan dengan cara-cara berikut.


 Berikan perhatian penuh ketika berhadapan dengan
klien/pasien. Perlihatkan bahasa tubuh yang tunjukkan
minat dan perhatian melalui kontak mata, ekspresi, cara
duduk, dan lain-lain.
 Dengarkan keluhan klien/pasien dan lakukan penyimpulan
dan konfirmasi atas apa yang Anda dengar dari klien/pasien.

pg. 537
Hindari memaksa klien/pasien untuk berbicara ketika ia
belum siap.
 Tunjukkan sikap peduli, empati, dan hormat kepada
klien/pasien. Ajukan pertanyaan dengan kepedulian untuk
memahami sudut pandang klien/pasien. Gunakan kalimat
yang menunjukkan Anda berempati kepada klien/pasien.

Ketika berkomunikasi jarak jauh atau daring, perhatikan hal-hal


berikut:
 Jika pokok pembicaraannya sensitif, pastikan lawan bicara
Anda dapat membicarakannya dengan nyaman dan dengan
privasi yang cukup. Anda dapat berkata, misalnya, “Saya
menelepon untuk berbicara dengan Anda mengenai keluhan
kesehatan Anda. Apakah Anda dapat berbicara dengan
leluasa saat ini? Jawaban Anda boleh ‘ya’ atau ‘tidak’ saja.”.
 Jelaskan kemungkinan adanya miskomunikasi atau
kesalahpahaman pada pembicaraan secara daring agar
kejadian seperti itu dapat dihindari. Anda dapat berkata,
misalnya, “Kali ini berbeda karena kita berbicara lewat
telepon, dan saya kurang yakin apa yang Anda maksud saat
mengatakan ... Bisakah dijelaskan sekali lagi?“.
 Beri waktu untuk jeda saat lawan bicara tidak bersuara.
 Beri komentar yang membantu menormalkan keheningan,
seperti “Tidak apa-apa, silakan ambil waktu”, “Saya masih
di sini saat Anda mau berbicara”, dan lain-lain.Usahakan
untuk meminimalisasi gangguan, misalnya, “Saya kesulitan
mendengar Anda, apakah Anda bisa pindah ke tempat yang
lebih tenang?”.
Pastikan Anda berada di tempat yang tenang saat menelepon
orang lain/klien/pasien sehingga privasi dan kerahasiaan
terjaga. Hindari menggunakan pengeras suara sehingga
orang lain dapat mendengar pembicaraan Anda, kecuali bila

pg. 538
situasi tersebut memang diperlukan dan sudah
mendapatkan persetujuan klien/pasien.

 Jika memungkinkan, dukung lawan bicara/klien/pasien


untuk melihat dan mendengar Anda saat berbicara.
Misalnya, jika ada jendela, bicaralah kepada lawan bicara
melalui telepon di luar jendela lawan bicara Anda sehingga
ia dapat melihat Anda. Jika tersedia fasilitas video, Anda
dapat mencoba menggunakan perangkat lunak panggilan
video.

Mendengarkan aktif adalah teknik yang membantu Anda


mendengarkan dengan baik dan saksama. Berkomunikasi
secara aktif terdiri dari langkah-langkah berikut:
 Mendengarkan dengan penuh perhatian
- Berusaha memahami sudut pandang dan perasaan lawan
bicara/klien/pasien.
- Membiarkan lawan bicara berbicara; tetaplah diam
sampai lawan bicara selesai berbicara.
- Menjauhkan gangguan—apakah situasi di sekitar Anda
berisik? Bisakah Anda pindah ke tempat yang lebih
tenang? Apakah Anda dapat menenangkan pikiran dan
fokus pada lawan bicara serta hal-hal yang ia ucapkan?
- Bersikap hangat, terbuka, dan tenang dalam membawa
diri Anda
 Mengulangi
- Ulangi pesan-pesan dan kata-kata inti lawan bicara,
seperti “Anda bilang mengasuh anak-anak Anda sambil
bekerja dapat terasa terlalu berat”.
- Minta penjelasan jika ada sesuatu yang tidak Anda
pahami, seperti “Saya kurang memahami apa yang baru
saja Anda katakan, bisakah Anda menjelaskannya sekali
lagi?”

pg. 539
 Rangkum apa yang Anda pahami pada akhir pembicaraan
- Identifikasi dan sampaikan pokok-pokok utama yang
telah disampaikan oleh lawan bicara sehingga ia
mengetahui bahwa Anda benar-benar mendengarkan
saat ia berbicara dan yakin bahwa pemahaman Anda
tepat. Misalnya, “Dari yang Anda sudah sampaikan, saya
menangkap bahwa Anda khawatir terutama tentang
[rangkum kekhawatiran utama yang diungkapkan], benar
begitu?”
- Deskripsikan hal-hal yang Anda dengar, bukan
menafsirkan perasaan lawan bicara Anda tentang
situasinya. Misalnya, jangan mengatakan “Anda pasti
merasa berat sekali”. Jangan hakimi lawan bicaara Anda
atau situasinya.

2) Berikan Dukungan Praktis


Berikan informasi yang tepat seperti informasi mengenai COVID-
19; bagaimana mengakses makanan dan bantuan (termasuk
mengakses fasilitas pelayanan bila terkena COVID-19); bila
membutuhkan pelayanan pengasuhan, rumah aman atau
pelayanan kekerasan berbasis gender. Berikan pemenuhan
kebutuhan praktis seperti makan atau minum. Hubungkan
klien/pasien dengan penyedia pelayanan yang ia butuhkan dan
upayakan untuk tetap memantau perkembangan klien/pasien.

3) Bantu Orang Lain Agar Dapat Membantu Dirinya Sendiri


Misalnya dengan metode penyelesaian masalah berikut:
 Bantu orang mengambil waktu untuk memikirkan masalah
mana yang paling mendesak.
 Bantu orang tersebut memilah masalah yang dapat
dikendalikan untuk mengidentifikasi dan memilih satu
masalah yang dapat ia perbaiki.

pg. 540
 Dorong orang tersebut untuk memikirkan cara-cara
mengelola masalah tersebut. Berikut pertanyaan-pertanyaan
yang dapat membantu: Apa yang pernah Anda lakukan untuk
mengatasi masalah-masalah seperti ini sebelumnya?Langkah
apa yang telah Anda coba?Apakah ada orang yang dapat
membantu Anda mengelola masalah ini, seperti teman,
keluarga, atau organisasi? Apakah kenalan/teman Anda
punya masalah serupa? Bagaimana cara mereka
mengatasinya?
 Bantu orang tersebut memilih cara mengelola masalah dan
mencoba cara tersebut. Jika tidak berhasil, dorong ia untuk
mencoba cara/solusi lain.

4) Berikan Beberapa Usulan Kegiatan yang Dapat Membuat


Klien/pasien Merasa Lebih Baik, misalnya:
 Membuat daftar hal-hal yang disyukuri secara mental atau
ditulis di kertas
 Mencoba meluangkan waktu setiap hari untuk melakukan
kegiatan yang disukai atau yang dirasa bermakna
 Berolahraga, jalan kaki, senam atau menari
 Melakukan kegiatan kreatif, seperti kesenian, menyanyi,
kerajinan tangan atau menulis
 Mendengarkan musik atau radio
 Berbicara dengan teman atau anggota keluarga
 Membaca buku atau mendengarkan buku audio
 Mempraktikkan teknik-teknik relaksasi

a. Dukungan Psikologis Awal (DPA)/Psychological First Aid (PFA)


Salah satu bentuk dukungan psikososial adalah PFA atau
Dukungan Psikologis Awal. Psychological First Aid (PFA)
merupakan Pertolongan Pertama Psikologis dapat didefinisikan
sebagai kehadiran (bidan) yang penuh kepedulian dan suportif yang
didesain untuk memberikan rasa aman, mengurangi rasa tertekan
akut dan

pg. 541
merespon kebutuhan segera, memberikan informasi yang
dibutuhkan penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang
dibutuhkan penyintas, tidak hanya untuk perawatan kesehatan
mental lanjutan namun pada rujukan lainnya.

PFA bukan sebuah terapi, proses formulasi diagnostik, bukan


pula proses formulasi terapeutik dan intervensi. Menurut Everly
dkk (2006) PFA merupakan serangkaian keterampilan yang
bertujuan mengurangi dampak negatif stress dan mencegah
timbulnya masalah kesehatan mental yang lebih buruk yang
disebabkan oleh bencana atau situasi krisis. Menurut Vernberg dkk
(2008) PFA bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari
pengalaman traumatis, menguatkan fungsi adaptif penyintas dan
meningkatkan proses pemulihan penyintas. PFA mudah
dilaksanakan oleh tenaga professional, relawan atau orang awam
yang terlatih dan dapat diberikan dalam setting klinis dan non
klinis.

PFA ini didesain khusus bagi personel kesehatan masyarakat,


pendidik, petugas cepat tanggap darurat, serta petugas penanganan
bencana yang tidak memiliki latar belakang kesehatan mental.
Program ini khusus didesain tanpa prasyarat tertentu, sehingga
orang di luar disiplin kesehatan mental dapat menyediakan
perawatan yang segera, penuh kepedulian dan mendukung untuk
bangkit dari kesulitan.

Konsep PFA dapat dianalogikan seperti konsep P3K.


1) Langkah Persiapan Dukungan Psikologis Awal (DPA)/
Psychological First Aid (PFA)
 Kenali dan pahami konteks situasi
 Perhatikan kemampuan orang yang kita bantu
 Empati, jujur dan tidak menjanjikan sesuatu atau membeda
bedakan

pg. 542
2) Prinsip dasar Melakukan DPA/ PFA
 Look (Lihat):
- Perhatikan kondisi keamanan
- Perhatikan orang-orang yang memerlukan pemenuhan
kebutuhan dasar mendesak
- Perhatikan orang-orang yang menunjukkan reaksi
distres yang serius
 Listen (Dengar):
- Dekati orang-orang yang mungkin membutuhkan
bantuan
- Tanyakan mengenai kebutuhan dan kekhawatirannya
- Dengarkan ceritanya dan bantu mereka untuk merasa
tenang
- Penuhi kebutuhan segera (makan, minum, pakaian, rasa
aman)
 Link (Hubungkan):
- Berikan informasi yang dibutuhkan penyintas dengan
penjelasan yang mudah dipahami
- Hubungkan penyintas pada layanan yang ia butuhkan
ataupun layaan lain yang tersedia dan cara bagaimana
mengaksesnya.
3) Kerangka kerja PFA/DPA
 Safety (S)
Memberikan perlindungan dari bahaya (safeguard) dan
memenuhi kebutuhan dasar (sustain)
- Safe guard
Prinsip melindungi, mengamankan penyintas dari
bahaya, risiko dan menawarkan upaya perlindungan. Hal
yang harus diperhatikan adalah keamanan dan
keselamatan penyintas dan penolong. Perlindungan dari
terpapar pengalaman traumatis.

pg. 543
Tindakan:
o Sesegera mungkin bawa penyintas ke tempat yang
aman dan jauhkan dari bahaya yang mengancam
o Jauhkan dari pemandangan yang akan menimbulkan
trauma
o Lindungi penyintas dari orang- orang yang ingin
melihat serta perilaku yang menyakiti diri sendiri
maupun orang lain
o Sediakan tempat yang aman
o Perkenalkan diri serta peran Anda kepada penyintas
o Jangan meninggalkan penyintas seorang diri dan jika
Anda harus melakukannya maka berilah alasan
mengapa Anda perlu melakukan hal tersebut dan
mintalah seseorang yang ada disekitar Anda untuk
menjaga pemnyintas
o Sediakan hal/bantuan konkret yang membuat
penyintas merasa aman
o Cegah dan hentikan secara langsung perilaku
penyintas yang membahayakan diri.
- Memenuhi kebutuhan dasar (sustain)
o Berikan makanan dan minuman
o Berikan perawata medis yang diperlukan jika ada
luka dll,
o Sediakan tempat istirahat yang aman
o Sediakan pakaian
 Function (F)
- Comfort
Prinsip memberikan kondisi yang nyaman dan tenang
untuk menurunkan tingkat stress dan stabilisasi untuk
reaksi negatif, serta mengupayakan kondisi stabil pada
penyintas.

pg. 544
- Connect
Menghubungkan penyintas dengan lingkungan sosial
terdekat dan bermakna yaitu keluarga, teman, maupun
orang lain yang ada di komunitas penyintas. Menjaga
kebersamaan bersama dengan orang yang bermakna
dalam kehidupan penyintas.
o Tanyakan penyintas adakah pihak lain yang ingin
diberitahu sehubungan dengan yang baru saja terjadi
o Pertemukan kembali penyintas dengan
keluarga/teman
o Hubungkan penyintas dengan sumber bantuan dan
penyintas lain
o Bantu mencari informasi pada sumber lain yang
menyediakan informasi yang dibutuhkan penyintas.
 Action (A)
Memberikan bimbingan dan informasi (edukasi) pada
penyintas mengenai apa yang terjadi, memvalidasi reaksi
dan mengajarkan strategi coping (mengatasi masalah)
yang relevan untuk mengurangi ketidakpastian dengan
informasi yang akurat.
- Berikan informasi tentang apa yang terjadi dan yang
akan terjadi serta apa yang akan akan dilakukan
- Menenangkan penyintas bahwa reaksi mereka adalah
wajar
- Berikan informasi tentang reaksi stress yang normal
- Ajarkan keterampilan cara positif menghadapi
pengalaman sulit
- Ajarkan penyintas cara positif untuk beradaptasi
- Sediakan infromasi tentang pemberian/penerimaan
dukungan.

pg. 545
4) Langkah Melakukan Pelayanan PFA
Langkah awal adalah membangun hubungan (building rapport).
Hal ini dapat dilakukan dengan melalukan percakapan ringan.
 Berhadapan dengan lawan bicara, postur tubuh terbuka
 Perhatikan mimik wajah penyintas.
 Condong ke lawan bicara. Kontak mata terjaga dan
relaks/santai
 Hal-hal penting dalam memulai kontak: hadir secara fisik
dan emosional
 Penerimaan: menghargai keberadaan orang yang ingin
dibantu, menghormati tanpa syarat dan netral.
 Empati, mempersepsikan, mengenali berbagai reaksi
penyintas
 Mendengar aktif
- Bahasa tubuh yang memancarkan kehangatan dan
pemahaman
- Memberikan tanggapan dengan kata-kata yang
menunjukkan kepedulian, menyejukan/menenangkan
dengan cara: Mengungkapkan kembali lewat kata-kata
dengan maksud yang sama dan mengungkapkan kembali
perasaan/emosi
5) Rujukan
Rujukan diberikan jika penyintas tidak mengalami kemajuan
setelah mendapat dukungan, maka penyintas membutuhkan
bantuan dari tenaga professional. Hal ini bukan berarti Anda
gagal membantu. Justru Anda bisa memahami kebutuhan
penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang tepat.
Untuk itu bidan perlu memiliki informasi yang memadai
mengenai sistem rujukan dan layanan kesehatan lainnya. Hal ini
dapat dilakukan melalui koordinasi antar pihak termasuk
dengan psikiater atau psikolog.
Tanda-tanda penyintas perlu dirujuk:

pg. 546
 Merasakan emosi negatif hampir setiap waktu dengan
intensitas mendalam
 Perubahan perilaku yang signifikan
 Kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari/terganggung
fungsi sosial
 Tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri
(disesuaikan dengan usia)
 Sulit mengambil keputusan sendiri
 Terus menerus teringat pada insiden traumatis tersebut
 Mudah terkejut, sering mimpi buruk
 Menampilkan emosi yang datar
 Kehilangan gairah hidup
 Mengungkapkan keinginan bunuh diri
 Reaksi marah berlebihan atau sebaliknya (datar)
 Memburuknya hubungan dekat yang telah terbina
 Peningkatan penggunaan rokok, alkohol dan narkoba

Materi Pokok 5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran


bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis
gender dan seksual
Dalam bentuk pelayanan atau pendampingan kepada korban kekerasan
seksual termasuk kasus aborsi dan korban perkosaan, menjadi focus
utama karena:
a. Kekerasan seksual dapat segera mengancam nyawa seseorang
b. Kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak yang serius dan
seumur hidup
c. Penanganan yang tepat pada kasus kekerasan seksual dapat
mencegah terjadinya kekerasan berulang dan kekerasan lainnya
d. Penanganan yang segera dan tepat dapat mencegah
berkembangnya dampak yang lebih parah

pg. 547
Tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat penting untuk dapat
membantu penyintas kekerasan seksual melalui:
a. Memiliki kesadaran mengenai kekerasan seksual
b. Memberikan dukungan awal pada penyintas kekerasan seksual
c. Memberikan penanganan klinis pada penyintas kekerasan seksual
d. Memberikan dukungan kesehatan mental

Peran Sektor layananan Kesehatan Pelaksana Pelayanan Kekerasan


terhadap Perempuan/Anak (PP KtP/A)
a. Pelayanan dasar
1) Deteksi dini dan tatalaksana korban
2) Sosialisasi pencegahan dan penanganan
3) Rujukan
b. Pelayanan tk rujukan
1) Dapat diakses 24 jam
2) Dilakukan secara komprehensif/one stop services (medis,
psikososial dan medikolegal)

Peran Bidan Dalam Mengidentifikasi Kasus Kekerasan Serta


Penanganannya
a. Identifikasi kasus kekerasan
b. Deteksi awal adanya kasus kekerasan seksual
c. Penilaian kekerasan dalam konteks kesehatan (mis: tingkat
keparahan, frekuensi kekerasan, apakah pasien/ klien/pasien
melakukan pengobatan)
d. Menyediakan pengobatan terhadap luka-luka yang dialami pasien/
klien/pasien
e. Memberikan konseling terhadap pasien/ klien/pasien
f. Melakukan dokumentasi terhadap temuan-temuan dan rujukan
g. Memfoto luka-luka yang dialami pasien/ klien/pasien
h. Merujuk pasien/klien/pasien ke pelayanan yang diperlukan

pg. 548
Kemampuan Yang Perlu Dimiliki Bidan Dalam Mencegah Masalah
Kekerasan dan Penanganan Korban
a. Memahami masalah kekerasan dan ketidakberdayaan korban
b. Memberikan penyuluhan dan meyakinkan perempuan bahwa
berbagai bentuk penyalahgunaan atau kekerasan terhadap
pasangan tidak dapat diterima, oleh sebab itu tidak ada perempuan
yang pantas utk dipukul, dipaksa dalam berhubungan seksual atau
didera secara emosional.
c. Melakukan anamnesis/bertanya kepada korban tentang kekerasan
yang dialami dengan cara simpatik, sehingga korban merasa
mendapat pertolongan
d. Memberikan rasa empati dan dukungan
e. Memberikan pelayanan medis, konseling, visum dan sesuai dengan
kebutuhan merujuk ke fasilitas yang lebih memadai
f. Memberikan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan serta mencegah
dampak serius terhadap kesehatan reproduksi korban
g. Mendeteksi korban kekerasan dan dapat menghubungkan mereka
dengan pelayanan dukungan masyarakat lainnya

Tindakan Bidan Dalam Membantu Korban Kekerasan


a. Memperhatikan kerahasiaan pasien/ klien/pasien
b. Memberikan kepercayaan kepada pasien/ klien/pasien
c. Menyatakan bahwa kekerasan yang dihadapi pasien/ klien/pasien
bukan kesalahannya
d. Menghormati hak pasien/ klien/pasien untuk mengambil
keputusan yang dianggap terbaik bagi dirinya ketika ia sudah
mampu berpikir secara jernih
e. Membantu klien/pasien membuat rencana penyelamatan diri bila
mengalami kekerasan, dengan memperhatikan apa yang telah
dilakukannya selama ini dan apakah ada tempat untuk
mendapatkan perlindungan yang aman

pg. 549
f. Membantu pasien/ klien/pasien untuk mendapatkan pelayanan
lainnya bagi korban kekerasan

Materi Pokok 6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan


kekerasan berbasis gender dan seksual
Prinsip Umum
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA) di tahun 2010 sudah menyusun Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dalam SPM tersebut diterangkan prinsip-prinsip umum dalam
penanganan kekerasan, yaitu:
a. Responsif Gender
Semua petugas pelayanan harus peka gender ketika mendalami
masalah yang dialami korban dan dapat melakukan pemberdayaan
terhadap korban.
b. Non Diskriminasi
Setiap perempuan dan anak tanpa kecuali berhak mendapatkan
layanan berkaitan dengan kekerasan yang dialaminya; tidak ada
seorang pun boleh ditolak atau diberikan prioritas atas yang lain
kecuali atas pertimbangan kedaruratan tertentu.
c. Hubungan Setara dan Menghormati
Siapapun korban, pemberian layanan bagi korban harus dijalankan
dengan rasa hormat untuk membangkitkan harga diri korban yang
jatuh akibat mengalami kekerasan.
d. Menjaga Privasi dan Kerahasiaan
Pelayanan harus diberikan di tempat yang menjamin privasi
korban. Setiap informasi yang terungkap harus dijaga
kerahasiaannya dan diketahui hanya oleh pihak yang relevan dalam
pemberian layanan. Petugas harus menyampaikan prinsip ini
kepada korban.
e. Memberi Rasa Aman dan Nyaman
Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa korban dalam
keadaan aman dan nyaman dalam menceritakan masalahnya.

pg. 550
f. Menghargai Perbedaan Individu (Individual Differences)
Setiap individu harus dipandang unik, masing-masing orang
mempunyai latar belakang, pengalaman hidup dan cara menghadapi
tekanan (coping mechanism) yang berbeda sehingga tidak boleh
dibandingkan antara satu korban dengan korban lain dalam hal
apapun.
g. Tidak Menghakimi
Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa apapun kondisi
korban atau informasi yang keluar dari korban tidak akan dinilai
atau dihakimi.
h. Menghormati Pilihan dan Keputusan Korban Sendiri
Pemberian layanan harus dilakukan dengan persetujuan korban,
mulai dari proses wawancara, pencatatan data, hingga
penanganan/tindakan yang akan diambil. Oleh karena itu, petugas
harus menjelaskan maksud dan tujuan dari setiap rencana
tindakan, termasuk keuntungan, kerugian dan konsekuensinya bagi
korban. Tugas pemberi layanan memfasilitasi korban dengan
informasi dan pandangan untuk membuat keputusan dari pilihan
yang tersedia. Prinsipnya tidak ada satupun solusi yang cocok untuk
semua orang, dan hanya orang yang bersangkutanlah yang paling
tahu akan dirinya. Hal ini juga mengandung unsur pemberdayaan
bagi korban agar dapat membuat keputusan sekaligus
bertanggungjawab atas pilihan yang diambilnya.
i. Peka terhadap Latar Belakang dan Kondisi Korban dan Pemakaian
Bahasa yang Sesuai dan dimengerti oleh Korban
j. Cepat dan Sederhana
Pemberian layanan harus diberikan dengan segera tanpa
penundaan yang tidak perlu. Bila korban datang atas rujukan pihak
pemberi layanan lain, maka petugas penerima harus membaca
terlebih dahulu surat pengantar/rujukan. Harus diusahakan agar
korban tidak ditanya berulang kali tentang hal yang sama terkait
identitas maupun narasi kasusnya.

pg. 551
k. Empati
Petugas harus menerapkan sikap empati, yakni kesanggupan untuk
menempatkan diri dalam posisi orang lain (dalam hal ini korban).
Dengan demikian korban merasa diterima, dipahami dan dapat
terbuka menceritakan persoalannya.
l. Pemenuhan Hak Anak
Korban yang berusia di bawah 18 tahun berhak atas penghormatan
dan penggunaan sepenuhnya hakhaknya untuk bertahan hidup,
pengembangan, perlindungan dan partisipasi, sebagaimana diatur
dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the
Child).

Prinsip Penanganan berdasarkan hak-hak yang ada pada diri penyintas


a. Hak atas Kesehatan
1) Hak untuk menerima layanan kesehatan berkualitas baik.
2) Termasuk perawatan kesehatan reproduksi untuk mengatasi
konsekuensi fisik dan psikologis dari penyalahgunaan, termasuk
pencegahan dan manajemen kehamilan dan IMS.
3) Layanan kesehatan tidak "menjadikan penyintas perkosaan
menjadi korban bentuk kekerasan lainnya“.
b. Hak atas martabat manusia
1) Menerima perlakuan yang sesuai dengan martabat dan rasa
hormat mereka sebagai manusia.
2) Setidaknya, memberikan akses yang adil ke perawatan medis
yang berkualitas.
3) Privasi pasien/ klien/pasien dan kerahasiaan informasi medis
mereka.
4) Menginformasikan pasien/ klien/pasien dan memperoleh
persetujuan mereka sebelum intervensi medis dilakukan.
5) Menyediakan klinik yang aman.
6) Bahasa yang mudah dipahami penyintas.

pg. 552
c. Hak atas non-diskriminasi
1) Hukum, kebijakan dan praktik yang terkait dengan akses ke
layanan tidak boleh mendiskriminasikan seseorang yang telah
diperkosa atas dasar apa pun, termasuk ras, suku, agama, jenis
kelamin, orientasi seksual, warna kulit, atau asal-usul nasional
atau faktor sosial ekonomi lainnya.
2) Tidak boleh menolak layanan untuk perempuan yang termasuk
dalam kelompok etnis tertentu.
d. Hak atas Penentuan Nasib Sendiri/Mengambil Keputusan Sendiri
(Self Determination)
1) Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa atau menekan
penyintas.
2) Keputusan tentang menerima perawatan kesehatan dan
pengobatan adalah keputusan pribadi yang hanya dapat dibuat
oleh para penyintas sendiri.
3) Penyintas menerima informasi yang tepat  membuat pilihan.
4) Penyintas memiliki hak: Apakah, dan oleh siapa, mereka ingin
didampingi ketika mereka menerima informasi, diperiksa atau
memperoleh layanan lainnya.
e. Hak atas Informasi
Informasi yang Utuh dan Objective  Jelas  Pilihan  Keputusan.
f. Hak atas Privasi
1) Pendamping yang menyertai penyintas atas permintaannya
2) Hanya orang yang keterlibatannya diperlukan untuk
memberikan perawatan medis saja yang dipersilahkan untuk
hadir selama pemeriksaan dan perawatan medis.
g. Hak atas Jaminan Kerahasiaan
1) Semua informasi status medis dan kesehatan dijaga
kerahasiaannya dan bersifat pribadi, termasuk dari anggota
keluarga mereka sendiri.

pg. 553
2) Tenaga kesehatan mengungkapkan informasi hanya kepada
orang-orang yang relevan atau dengan persetujuan tegas dari
penyintas.
3) Bila ke polisi atau pihak berwenang lainnya, informasi yang
relevan dari pemeriksaan perlu disampaikan (Medical Record)

Komponen Kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual


a. Melakukan perlindungan bagi penduduk yang terkena dampak
terutama pada perempuan dan anak-anak
b. Menyediakan pelayanan medis bagi korban termasuk pemberian
profilaksis pasca pajanan dan kontrasepsi darurat (dalam 72 jam)
dan dukungan psikologis awal bagi penyintas perkosaan
c. Memastikan masyarakat mengetahui informasi tersedianya
pelayanan medis, dukungan psikologis awal, rujukan perlindungan
dan bantuan hukum (dalam 48 jam)
d. Memastikan adanya jejaring untuk pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual (dalam 72 jam)

Hal-hal yang penting dilakukan


a. Menghindari rasa takut untuk bertanya
b. Tidak menuduh
c. Identifikasi adanya kekerasan
d. Identifikasi korban berada dlm keadaan bahaya
e. Memberikan pelayanan kesehatan memadai: kontrasepsi darurat,
pengobatan pencegahan IMS (Go, sifilis)
f. Membuat status lengkap
g. Membantu membuat rencana penyelamatan diri
h. Menjelaskan bahwa korban berhak untuk diobati, mendapat
pertolongan dan perlindungan hukum
i. Menyediakan waktu utk konsultasi lebih lanjut
j. Hindari memberikan obat penenang pada korban KDRT

pg. 554
k. Merujuk korban kekerasan kepada organisasi/Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sesuai dengan persetujuan untuk mendapat
pertolongan lanjutan
l. Menyediakan ruangan yang memadai untuk menjaga kerahasiaan

Pengenalan Kasus (Dugaan Adanya Kekerasan)

No Kekerasan Domestik (RT) No Kekerasan Seksual


Tanda
1 & Gejala
Keluhan kronis Yang
tanpa Perlu
adanya Diwaspadai
1 Kasus Kekerasan
Kehamilan anak usia <14
No penyakit/kelainan fisik yang
Tanda Kekerasan No th Gejala Kekerasan
jelas
1 Trauma ringan atau berat yg 1 Cemas, penuh rasa takit,
2 Pasangan pria yang terus 2 PMS pada anak/remaja
meninggalkan bekas berupa sedih, putus asa
mengawasi dan tidak mau
memar pada tubuh, khususnya
meninggalkan korban
diseputar mata dan wajah
3 Trauma fisik selama kehamilan 3 Perdarahan/gatal pada
2 Cidera akibat pukulan/ benda 2 Bersifat agresif, tanpa sebab
vagina
tajam yang jelas
4 Mulai pemeriksaan kehamilan 4 Bab/bak ada rasa nyeri
3 Gigi tanggal, biasanya 3 Tampak jauh lebih tua dari
pada usia yg sdh lanjut
berhubungan dg kehamilan umurnya
5 Riwayat percobaan bunuh diri 5 Nyeri perut
yang ditelantarkan atau akibat
atau ingin bunuh diri
gizi buruk, akibat
6 Tak segera mencari pertolongan 6 Gangguan seksual:
sepakan/pukulan didaerah
medis setelah mengalami cedera vaginismus
mulut
7 Infeksi saluran kemih atau 7 Cemas, depresi, sikap
nyeri panggung merusak diri, obesitas, ggn
tidur, ketergantungan
alkohol/narkoba pg. 555
8 Sindroma gangguan 8 Gangguan fisik yang tidak
pencernaan jelas sebabnya
9 Menolak diperiksa panggul
10 Berganti-ganti pasangan
4 Sering mengalami perdarahan 4 Merasa rendah diri,
akibat pukulan menunjukkan
ketidakberdayaan dirinya
dengan menganggap
dirinya
5 Kelainan bentuk hitung akibat bodoh dan tidak mampu
patahnya tulang hidung 5 Mengeluh nyeri yang tidak
jelas sebabnya, kontraksi
otot, kesemutan dan nyeri
6 Keputihan disebabkan oleh perut
PMS 6 Sering nyeri kepala atau sulit
7 Perdarahan pervagina yang tidur
dapat diakibatkan oleh 7 Mengeluh nyeri bila
perlakukan buruk terhadap bersenggama, tak bisa
perempuan, baik saat hamil menikmatinya dan
maupun tidak hamil menganggap sebagai
pengorbanan
8 Pernyataan yang sering
dikatakan adalah:
 Pasangan memanfaatkan
saya,
 Pasangan melampiaskan
kekesalannya kepada
saya,
 Ini adalah risiko
perkawinan

Materi Pokok 7. Mengidentifikasi dan kasus yang perlu dirujuk serta


langkah-langkah melakukan rujukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh nakes pada penyintas/korban
kekerasan seksual yang hamil:
a. Penyintas/korban yang hamil harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk
menentukan usia kehamilan.
b. Kehamilan pada penyintas/korban kekerasan seksual merupakan
kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan, seringkali
perawatan kehamilan tidak dilakukan dengan baik sehingga perlu
perhatian khusus, selain itu risiko tertular IMS juga harus menjadi
perhatian.
c. Bila penyintas/korban akan melanjutkan kehamilan, diberikan
alternatif setelah lahir akan dirawat sendiri atau di berikan kepada
orang lain (adopsi) berkoordinasi dengan Dinas Sosial.

pg. 556
d. Bila diputuskan untuk terminasi kehamilan (usia kehamilan ≤ 40
hari), maka terminasi harus dilakukan di Rumah Sakit (yang sudah
ditentukan).
e. Pelayanan untuk kehamilan, persalinan dan nifas dilaksanakan
sesuai standar namun harus dilakukan pendampingan yang intensif
untuk trauma psikis

Bagan Tatalaksana Kehamilan pada Kasus Kekerasan Seksual

Pemberian Terapi Pada Korban Kekerasan Seksual


Terapi dibedakan jika korban datang dalam waktu 72 jam dan lebih
dari 72 jam
Korban datang dalam waktu 72 jam setelah kejadian
a. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS)
b. Pencegahan Infeksi HIV
c. Pencegahan Kehamilan
Terhadap korban yang datang lebih dari 72 jam setelah kejadian,
dilakukan :
a. Pemeriksaan fisik
Jarang ditemukan bukti-bukti fisik pada lebih dari satu minggu
setelah kejadian. Pada semua kasus :
1) Catat ukuran dan warna dari memar dan lecet,
2) Catat bukti-bukti komplikasi kekerasan yang mungkin terjadi
(tuli, patah tulang, abses dll),

pg. 557
3) Cek tanda-tanda kehamilan,
4) Catat kondisi mental korban (normal, depresi, bunuh diri dll)
b. Pemeriksaan daerah genital
1) Jika kekerasan terjadi lebih dari 72 jam tapi kurang dari 1
minggu, catat apapun luka yang menyembuh dan atau luka
baru.
2) Jika kekerasan terjadi lebih dari satu minggu dan tidak ada
memar atau lecet dan tidak ada keluhan (misal keluar cairan
dari vagina atau anus atau luka), kecil indikasi untuk melakukan
pemeriksaan pelvik.
3) Swab forniks posterior tetap dilakukan untuk mendeteksi
adanya IMS.

Alur Ringkas Penanganan & Rujukan


Kasus Dugaan Kekerasan Seksual

Pemahaman pendekatan dan dukungan psikososial sangat diperlukan


oleh bidan. Pemahaman ini dapat membangun kapasitas bidan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan dalam
memberikan penanganan maupun asuhan yang tepat dan komprehensif
kepada klien/pasien ataupun penyintas. Dengan demikian,
ketangguhan bidan maupun klien/pasien/penyintas akan membaik.

pg. 558
Kondisi ini akan meningkatkan kesejahteraan psikososial, mencegah
kondisi psikologis yang bertambah buruk dan memungkinkan bidan
merujuk klien/pasien/penyintas kepada pelayanan psikososial yang
dibutuhkan. Selain itu, juga dapat menjaga keseimbangan dan fisik
bidan.

Referensi
- Inter-Agency Standing Committee. (2007). IASC Guidelines on Mental
Health and Psychosocial Support in Emergency Settings.
- Inter-Agency Standing Committee. (2020). Basic Psychosocial Skills: A
Guide for COVID-19 Responders.
- Kementerian Kesehatan RI. (2017). Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal
Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan.
- Kementerian Sosial RI. (2020). Panduan untuk Pekerja dan Relawan
Kemanusiaan di Masa Kenormalan Baru dalam Konteks Pandemik COVID-
19.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan.
- Mental health and psychosocial considerations during the COVID-19
outbreak: 18 March 2020. Jenewa: World Health Organization; 2020.
(WHO/2019-nCoV/MentalHealth/2020.1;
https://apps.who.int/iris/handle/10665/331490, diakses 29 April
2020)
- Panduan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Kekerasan Terhadap
Perempuan & Anak dalam situasi pandemi covid-19, Kemenkes, 2020
- Panduan Tata Laksana Klinis Kasus Kekerasan Seksual pada situasi
krisis Kesehatan, Kemenkes, 2020
- Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu tatalaksana Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Kemenkes, 2009

pg. 559

Anda mungkin juga menyukai