Editor
Dr. Zulvi Wiyanti, SSiT.MKes
Kusuma Dini, SKM, MKM
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan Modul Pelatihan Midwifery Update dalam upaya menjaga
Mutu, Kompetensi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) Dalam Rangka mencapai Penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi.
Modul ini menjelaskan berbagai topik yang terdiri dari 1)
Pendahuluan, 2) Perkembangan Profesi Bidan dan Kebijakan Terkini
Terkait Kebidanan, 3) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), 4)
Etikolegal Dalam Pelayanan Kebidanan, 5) Pelayanan Antenatal
Terintegrasi, 6) Asuhan Persalinan Normal (APN), 7) Asuhan Nifas dan
Pelayanan Kontrasepsi, 8) Asuhan Kegawat-Daruratan Maternal &
Neonatal, 9) Asuhan Bayi Baru Lahir, Bayi, Balita dan Anak Usia Pra-
Sekolah, 10) Asuhan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas.
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (BBL) adalah upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
kesehatan ibu dan BBL serta dalam rangka percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Di Indonesia bidan
memiliki peran sangat penting dalam memberikan layanan kesehatan ibu,
kesehatan anak, kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga berencana
(KB). Bidan yang merupakan garda terdepan dalam memberikan
pelayanan kebidanan, perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
terkini tentang perkembangan dan rekomendasi terbaru dalam
melaksanakan pelayanan kebidanan yang berkualitas.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PPIBI), tim
penyusun dan tim editor demi cita- cita Bersama, agar bidan dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar.
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 12
B. Tujuan Pembelajaran ………….………………………………………. 17
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sasaran ………………………………………………………………….... 17
D. Dasar Hukum …………………………………………………………….. 17
BAB IX. UPDATE ASUHAN BAYI BARU LAHIR, BAYI, BALITA dan ANAK
USIA PRA-SEKOLAH
A. Deskripsi Singkat ………………………………………………….……. 415
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................................415
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Materi Pokok................................................................................................................... 415
1. Asuhan pada BBL
a. Situasi kesehatan BBL, bayi dan balita di Indonesia
b. Persiapan penanganan BBL
c. Penilaian awal pada BBL
d. Asuhan pada BBL
2. Asuhan pada bayi
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)
b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
3. Asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah
a. Pemantauan tumbuh kembang
b. Pemberian imunisasi sesuai program
c. Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)
d. Rujukan gangguan tumbuh kembang bayi, balita dan anak
usia pra- sekolah
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan derajat kesehatan
optimal seperti telah diamanahkan dalam Mukadimah Undang- Undang
Dasar 1945 (UUD 1945). Pembangunan kesehatan pada dasarnya
menyangkut kehidupan fisik, mental, sosial budaya dan ekonomi yang
dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi, baik tata
nilai maupun pemikiran terutama mengenai upaya pemecahan masalah
kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi (kespro) dan keluarga
berencana (KB) seperti tercantum pada bagian keenam dan ketujuh
dalam Undang - Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Selanjutnya pada Pasal 23 Undang - Undang No. 36 Tahun 2009,
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan. Jenis tenaga kesehatan dijabarkan pada Pasal 11 Undang -
Undang No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang
menyebutkan bahwa jenis tenaga kesehatan terdiri dari 13 jenis tenaga
kesehatan, salah satunya tenaga kebidanan. Pasal 11 ayat 5
menjelaskan bahwa yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan
adalah bidan.
Salah satu tugas dan fungsi IBI adalah selalu berupaya menjaga
mutu serta meningkatkan keterampilan dan kompetensi anggota
dengan meng-update standar pelayanan kebidanan termasuk
pelayanan kesehatan ibu, bayi, balita, KB dan kespro serta asuhan
pasca keguguran. Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah
dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seminar dan pelatihan
sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran berkelanjutan.
C. Sasaran
Sasaran pelatihan Midwifery Update adalah seluruh anggota IBI yang
akan melakukan Re-Sertifikasi Kompetensi dan Re-Registrasi
D. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
2. Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang perkembangan profesi bidan serta kebijakan
terkini terkait pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang
tentang perkembangan profesi Bidan dan kebijakan terkini terkait
pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu:
a. Menjelaskan tentang Perkembangan Profesi Bidan terkini di
Indonesia
b. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pendidikan
Kebidanan
c. Menjelaskan tentang Kebijakan Terkini tentang Pelayanan
Kebidanan
C. Materi Pokok
1. Perkembangan Profesi Bidan
2. Kebijakan Terkini Pendidikan Kebidanan
3. Kebijakan Terkini Pelayanan Kebidanan
b. Pengertian Bidan
Undang - Undang No. 4 Tahun 2019 tentang kebidanan menjelaskan
bahwa bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan
program pendidikan kebidanan baik di dalam negeri maupun di
luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik kebidanan.
c. Praktik Kebidanan
Kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam
bentuk asuhan kebidanan
e. Uji Kompetensi
Proses pengukuran pengetahuan, keterampilan dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program studi kebidanan.
f. Sertifikat Kompetensi
Surat tanda pengakuan terhadap kompetensi bidan yang telah lulus
uji Kompetensi untuk melakukan praktik kebidanan.
g. Sertifikat Profesi
Surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Kebidanan yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
h. Organisasi Profesi
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 65 Ayat (1) Undang-Undang No 4
Tahun 2019 Tentang Kebidanan, yang dimaksud dengan "Organisasi
Profesi Bidan" adalah Ikatan Bidan Indonesia (lBI). IBI sebagai
organisasi profesi satu-satunya wadah bidan di Indonesia selalu
berupaya menjaga mutu serta meningkatkan keterampilan dan
kompetensi anggotanya.
i. Registrasi
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap bidan yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah
mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan
secara hukum untuk menjalankan praktik Kebidanan (Undang-
Undang No. 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan, Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 6325, sejalan dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2019 Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan, Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 1626)
KTA IBI Online di bagi menjadi 2 setting yaitu Area Admin dan
Area Anggota
Area Admin
Area Admin di rancang untuk melakukan entry data,
pemutakhiran, pengeloalaan data serta pembuatan
pelaporan data dan informasi tentang anggota IBI. Setiap
Pengurus Cabang (PC), Pengurus Daerah (PD) dan Pengurus
Pusat (PP) memiliki admin untuk mengelola data diwilayah
nya masing masing. Setiap Pengurus Cabang berkewajiban
utntuk mengelola dan memperbaharui basisdata anggotanya
agar data yang dihasilkan mencermikan data yang
sebenarnya. Area admin dapat diakses dialamat berikut ini
http://ibi.data-online.id/apps/dengan memasukan
username dan password yang sudah dimiliki oleh setiap
cabang. Penggunaan akun admin PC/PD/PP IBI
dilaksanakan sesuai dengan Panduan Admin KTA Online.
XXXXX
3) e – STR/STR Online
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2019 tentang
Kebidanan mengamanatkan agar setiap tenaga kesehatan/Bidan
yang menjalankan praktik, wajib memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR). STR berlaku selama 5 tahun. Regulasi untuk
sertifikasi ulang (re-sertifikasi) dan untuk regitrasi ulang (re-
registrasi) Bidan melalui portofolio pengembangan
keprofesian berkelanjutan bagi Bidan. Pedoman pengembangan
keprofesian berkelanjutan bagi bidan bertujuan meningkatkan
kualitas pelayanan Kebidanan di masyarakat.
Midwifery
Update
pg. 29
pencapaian nilai pemohon dan bukti transfer biaya
administrasi perpanjangan STR.
PD IBI memberikan rekomendasi untuk perpanjangan STR.]
Bidan Praktik Mandiri adalah bidan yang memiliki Surat Ijin Praktik
Bidan (SIPB) sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register)
diberi izin secara sah dan legal untuk menjalankan praktek kebidanan
mandiri.
Visi
Bidan Delima menjadi standarisasi pelayanan TPMB di Indonesia
Misi
Meningkatkan kualitas pelayanan Kebidanan di TPMB.
Meningkatkan kompetensi TPMB berdasarkan hasil penelitian dan
perkembangan praktek Kebidanan terkini.
Mewujudkan TPMB yang handal, kompeten dan profesional dalam
pelayanannya melalui standarisasi dan kegiatan monev yang
berkesinambungan.
Mewujudkan rasa aman, nyaman dan kepuasan bagi TPMB dan
pengguna jasa.
Meningkatkan peran IBI dalam membina dan menjaga
profesionalitas TPMB.
Nilai-nilai BD
Kepatuhan pada standar pelayanan
Dianut sebagai nilai utama untuk menekankan bahwa sebuah
standar dalam pelayanan harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
anggota BD
Tumbuh Bersama
Untuk menggambarkan bahwa semua anggota BD harus merasakan
kemajuan dan terus berusaha untuk maju secara kelompok.
Proses Kredensial
Sesuai kompetensi dan kewenangannya, bidan dapat didayagunakan di
fasyankes pada unit:
Poliklinik Kebidanan (Obstetri Ginekologi) dan Keluarga Berencana
(KB)
Poliklinik Anak/Tumbuh Kembang Balita
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Kamar Bersalin
Kamar Operasi Obstetri dan Ginekologi
Ruang Nifas
Ruang Perinatologi
Ruang Onkologi Ginekologi
Midwifery
Update
pg. 35
Agar penerapan standar asuhan kebidanan dapat terlaksana dengan
baik, sangat diperlukan tenaga bidan koordinator/supervisor yang
kompeten guna pelaksanaan penyeliaan fasilitatif pelayanan kebidanan
dengan pendekatan pendampingan / bimbingan teknis (coaching).
e –Learning
Merupakan sebuah metode pembelajaran berbasis online dalam Program
Pengembangan Keprofesioan Berkelanjutan (P2KB) untuk
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.
Majalah Bidan
Majalah Bidan saat ini sudah mencapai hampir 150 edisi yang memuat
berbagai artikel yang menarik dan informatif serta kisah inspiratif para
bidan dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai informasi lainnya
yang dapat dipesan langsung ke Kantor PP IBI dengan PIC ibu
Tutik (021-4226043) dengan alamat: Kantor PP IBI Jl. Johar Baru
V/D13, Johar Baru, Jakarta Pusat
Email: ppibi@ibi.or.id
JIB terbit pertama kali pada Oktober tahun 2015, sampai Desember
2017 JIB telah menerbitkan 6 edisi jurnal dengan 40 Judul Artikel di
bidang kebidanan. JIB telah memiliki No. ISSN: 2502 - 3144 (media
cetak) berdasarkan SK.ISSN Tanggal 1 Februari 2016 No. 005.
25023144/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2016.02 dan No. ISSN 2620-4991 (media
online) berdasarkan SK ISSN Tanggal 9 April 2018 No. 0005.
26204991/ JI.3.1/ SK.ISSN/ 2018.04.
Semua artikel akan dibahas oleh para pakar dalam Bidang keilmuan
yang sesuai (peer review) dan dewan redaksi. Artikel yang perlu
perbaikan dikembalikan kepada penulis. Untuk menghindari duplikasi,
JIB tidak menerima artikel yang sudah di publikasikan atau sedang
diajukan kepada majalah/jurnal/media publikasi ilmiah lainnya, hal ini
dikuatkan dengan penandatanganan surat pernyataan. Penulis diminta
mengirimkan softcopy naskah disertai surat pernyataan tertulis bahwa
naskah tersebut adalah benar hasil karya penulis dan belum pernah
dipublikasikan kepada Dewan Redaksi. Penulis pertama harus
memastikan bahwa semua penulis pembantu telah menyetujui. Bila
diketahui artikel telah dimuat pada jurnal lain, maka pada JIB edisi
selanjutnya artikel akan dianulir.
Midwifery
Update
pg. 38
pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis
melalui e-mail. Penulis yang naskahnya dimuat akan diberi nomor bukti
pemuatan. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali
atas permintaan penulis. Penulis dianjurkan untuk mencantumkan
alamat lengkap, telepon, fax dan e-mail untuk memudahkan komunikasi
di form biodata yang disediakan. Korespondensi selanjutnya akan
dilakukan melalui e-mail.
Kolegium Kebidanan
Pasal 67 UU 4 tahun 2019 Tentang Kebidanan Untuk mengembangkan
cabang ilmu dan standar pendidikan kebidanan, organisasi profesi
bidan dapat membentuk kolegium Kebidanan. Kolegium kebidanan
sebagaimana merupakan badan otonom di dalam organisasi profesi
bidan.
Ketua dan wakil ketua kolegium dipilih oleh dan dari anggota kolegium.
Anggota kolegium berjumlah 9 orang. Kolegium membentuk divisi
standarisasi, penilaian profesi dan pengembangan ilmu kebidanan.
Anggota dan ketua divisi berasal dari anggota
Konsil Kebidanan
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun
2017 Tentang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI adalah lembaga
yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil
masing - masing tenaga kesehatan. KTKI mempunyai tugas sebagai
berikut:
Memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing
tenaga kesehatan;
Melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing tenaga kesehatan;
dan
Membina dan mengawasi konsil masing-masing tenaga kesehatan.
Uji Kompetensi
Uji kompetensi mahasiswa bidang kesehatan yang selanjutnya disebut
Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan
dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang kesehatan.
Komponen Kompetensi
a. Area Etik Legal dan Keselamatan Klien/pasien
1) Memiliki perilaku profesional.
2) Mematuhi aspek etik-legal dalam praktik kebidanan.
3) Menghargai hak dan privasi perempuan serta keluarganya.
4) Menjaga keselamatan klien/pasien dalam praktik kebidanan.
b. Area Komunikasi Efektif
1) Berkomunikasi dengan perempuan dan anggota keluarganya.
2) Berkomunikasi dengan masyarakat.
3) Berkomunikasi dengan rekan sejawat.
4) Berkomunikasi dengan profesi lain/tim kesehatan lain.
5) Berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders).
c. Area Pengembangan Diri dan Profesionalisme
1) Bersikap mawas diri.
2) Melakukan pengembangan diri sebagai bidan profesional.
3) Menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang menunjang praktik kebidanan dalam
rangka pencapaian kualitas kesehatan perempuan, keluarga dan
masyarakat.
d. Area Landasan Ilmiah Praktik Kebidanan
1) Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
memberikan asuhan yang berkualitas dan tanggap budaya
sesuai ruang lingkup asuhan:
Bayi Baru Lahir (Neonatus).
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Remaja.
Masa Sebelum Hamil.
Alur Pelayanan
Alur Pelayanan Kebidanan berfokus pada Klien/pasien melalui alur
yang dapat diakses secara langsung ataupun melalui rujukan. Alur
Pelayanan Kebidanan tersebut harus tertuang dalam Standar Prosedur
Operasional (SPO) sesuai dengan tatanan Pelayanan Kebidanan di
FPKTP dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
(FPKRTL) (Gambar Alur Pelayanan Kebidanan). Rujukan kebidanan
dapat dilakukan baik melalui rujukan vertikal maupun horizontal
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mekanisme sistem rujukan. Rujukan vertikal dilakukan
dalam rangka
Midwifery Update pg. 52
kebutuhan Klien/pasien akan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan dengan kompetensi dan kewenangan yang sesuai, Sedangkan
rujukan horizontal dilakukan karena keterbatasan sarana, prasarana
dan peralatan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang sifatnya
sementara atau menetap ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang
lebih lengkap. rujukan tersebut harus disertai dengan surat keterangan
rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.
Alur Pelayanan
Kewenangan Bidan
Mengacu pada UU No. 4 tahun 2019 tentang Kebidanan dan sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan, dalam penyelenggaraan Praktik
Kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan
kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan,
persalinan, pasca persalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, balita
dan anak prasekolah, termasuk kespro perempuan dan KB.
Midwifery
Update
pg. 57
Pelimpahan wewenang secara delegatif yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam rangka:
1) Pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
2) Program pemerintah.
Peran Bidan
Dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, bidan dapat berperan
sebagai:
a. Pemberi pelayanan kebidanan;
b. Pengelola pelayanan kebidanan;
c. Penyuluh dan konselor;
d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik;
e. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan;
dan/atau
f. Peneliti.
Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu ditetapkan melalui indikator mutu dan
upaya perbaikan mutu.
1) Indikator Mutu
Sebagai tolok ukur penilaian mutu ditetapkan beberapa
indikator mutu pelayanan kebidanan, meliputi:
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal care sesuai standar 10T
Persentase pertolongan persalinan normal oleh bidan
Persentase Bayi Baru Lahir (BBL) Normal yang
difasilitasi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam 1 jam
pertama oleh bidan
Persentase ibu pasca salin yang berhasil menggunakan
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang
difasilitasi oleh bidan
Midwifery
Update
pg. 79
1) Bidan yang memiliki latar belakang pendidikan Profesi
Bidan dengan pengalaman kerja ≥ 22 tahun akan tetap
menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai memasuki
usia pensiun.
2) Untuk Bidan yang memiliki latar belakang Pendidikan
Bidan Advance dengan pengalaman kerja ≥ 4 tahun.
Setelah menjalani ( m a s a k l i n i s ) BP IV selama 6 - 9
tahun, dapat mengikuti asesmen menjadi Bidan Praktisi
(BP) V. Bidan Praktisi (BP) V yang memiliki latar
belakang pendidikan terakhir Bidan Advence akan
tetap menjalani level Bidan Praktisi (BP) V sampai
memasuki usia pensiun.
Referensi
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 320 tahun 2020 tentang Standar
Profesi Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
- Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/4394/2020 Tentang Registrasi
Perizinan Tenaga Kesehatan Pada Masa Pandemi Corona Virus Desease
2019 (Covid – 19)
- Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
- Peraturan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (PAN-RB) Nomor
36 Tahun 2019 Tentang Jabatan Fungsional Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien
A. Deskripsi Singkat
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan. PPI
merupakan sasaran kelima dari 6 sasaran keselamatan pasien sehingga
penerapan PPI terkait langsung dengan upaya peningkatan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Bidan. Sesi ini membahas tentang
penerapan program PPI di fasilitas pelayanan kesehatan terutama
pelayanan kebidanan.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta memahami tentang Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu:
a. Memahami dan menerapkan prinsip kewaspadaan isolasi
b. Memahami dan menerapkan kebersihan tangan dengan baik dan
benar
c. Memahami dan menerapkan penggunaan dan pelepasan APD
dengan baik dan benar
d. Melakukan pemrosesan peralatan bekas pakai
e. Memahami dan menerapkan pengelolaan limbah
f. Memahami dan menerapkan pengelolaan linen
g. Memehami dan menerapkan pengelolaan lingkungan
h. Memahami dan menerapkan penyuntikan yang aman
i. Memehami dan menerapkan kebersihan pernafasan/etika batuk
C. Materi Pokok
1. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Pengertian PPI
b. Pengertian penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan
c. Ruang lingkup program PPI
2. Prinsip Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan standar
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
3. Kebersihan Tangan
a. Pengertian Kebersihan
b. Prinsip-prinsip kebersihan tangan
c. Jenis-jenis kebersihan tangan
d. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan
4. Penggunaan dan Pelepasan APD
a. Pengertian APD
b. Indikasi penggunaan APD
c. Jenis-jenis APD
d. Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada penggunaan APD
e. Prosedur pemasangan APD
f. Prosedur pelepasan APD
5. Pemrosesan Peralatan Habis Pakai
a. Pengertian peralatan habis pakai
b. Kategori peralatan perawatan pasien menurut dr. E. Spoulding
c. Tahapan pemrosesan peralatan habis pakai
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal
e. Proses disinfeksi peralatan semi kritikal
f. Proses Peralatan Non Kritikal
g. Penyimpanan instrumen atau peralatan steril
h. Hal yang perlu diperhatikan
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1: Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
a. Pengertian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2017, Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
a. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam pelayanan seluruh pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan, baik yang telah didiagnosis, diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Kewaspadaan standar diterapkan untuk
mencegah transmisi silang sebelum maupun setelah pasien di
diagnosis dan sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium.
Tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan termasuk bidan
berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman
dan kepatuhan petugas untuk menerapkan kewaspadaan standar
agar tidak terinfeksi.
Pelindung wajah
Pelindung Mata
Penutup kepala
(face shield)
(goggles)
(hair cap)
Pelindung
Pelindung pernapasan Baju/pakaian kerja
pernapasan (masker (masker bedah)
N 95)
Gambar: melepaskan masker N95 dengan menarik tali yang paling bawah
terlebih dahulu.
Sumber: Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa
Pandemi bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
c. Tahapan pemrosesan
Tahapan pemrosesan pre cleaning di mulai pada tahap awal
pembersihan dengan penyemprotan (flushing) menggunakan air
Midwifery Update
pg. 106
d. Prosedur sterilisasi pada peralatan Kritikal
Sterilisasi peralatan kritikal dapat menggunakan autoklaf atau
panas kering adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora dengan
menggunakan uap tekanan tinggi, panas kering (oven). Proses
sterilisasi dilakukan dengan catatan sebagai berikut:
Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam
sterilization or autoklaf):
1) Pastikan temperatur uap maksimum, yaitu sekitar 250 ᴼF (121
ᴼC) dengan tekanan 15 Psi (Pounds per Square Inch) dalam waktu
15-20 menit atau dalam suhu 273 ᴼF (134 ᴼC) dengan tekanan
30 Psi dalam waktu 3-5 menit.
2) Proses sterilisasi dengan autoklaf membutuhkan waktu 30
menit dihitung sejak suhu mencapai 121 ᴼC.
3) Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka
dan tidak terkunci selama proses sterilisasi dengan autoklaf.
4) Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan setelah
dilakukan sterilisasi.
Midwifery Update
pg. 108
f. Pemrosesan Peralatan non kritikal
Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan
dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Proses
pencucian, disinfeksi dan pembersihan pada peralatan non kritikal
dengan cara sebagai berikut:
1) Pencucian dilakukan dengan detergen dan air mengalir
kemudian keringkan dengan cara digantung, misalnya manset
tensimeter, dll.
2) Disinfeksi dilakukan dengan alkohol swab 70 %, misalnya
stetoscope, termometer, dll.
3) Pembersihan dilakukan menggunakan kain bersih yang sudah
dilembabkan (disemprot) dengan cairan klorin 0,05 %, gosok
dan lap semua permukaan yang dibersihkan, misalnya
permukaan tempat tidur, meja, dll.
b. Ventilasi ruangan
Sistem ventilasi di Fasyankes harus memenuhi persyaratan, sebagai
berikut:
1) Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai
sistem pengaturan udara yang baik dengan ventilasi natural dan
atau ventilasi mekanik atau buatan sesuai keperluan.
• Sistem ventilasi dengan menggunakan pengaturan mekanik
dimaksudkan untuk mengalirkan udara dalam ruangan
secara paksa dengan menyalurkan atau menyedot udara ke
arah tertentu sehingga terjadi tekanan udara positif dan
negatif. Alat mekanik pengaturan udara dapat berupa:
exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
Pada penggunaan exhaust fan sebaiknya pembuangan
udaranya tidak diarahkan ke ruang tunggu pasien atau
tempat orang beraktifitas atau lalu lalang.
Sistem ventilasi natural adalah sistem pengaturan udara
dengan mengandalkan pintu dan jendela yang terbuka, atau
skylight (bagian atas ruangan yang terbuka) untuk
mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan
sebaliknya. Penggunaan ventilasi alami sebaiknya dengan
menciptakan aliran udara silang (cross ventilation), pastikan
arah angin tidak membahayakan petugas atau pasien lain.
Referensi
- Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Kemkes 2020.
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir Di
Era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI, 2020
- Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI Dirjen P2MPL Cetakan III, 2010
- Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama Untuk Mencegah Infeksi yang Ditransmisikan Melalui
Udara (AirborneInfection), Kemkes RI Edisi Pertama, September 2014
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 56 Tahun 2015
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 Dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
- Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Pelayanan Kesehatan,
2017.
- Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri Dalam Menghadapi Wabah Covid-
19, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
2020
- Pedokman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Kemenkes RI, 2020
- Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Pada Masa Pandemi
Covid – 19 Bagi Praktisi Bidan, Knowledge Hub, 2021
A. Deskripsi Singkat
Pemahaman tentang etika dan moral menjadi bagian yang fundamental
dan sangat penting dalam praktik kebidanan, agar senantiasa
menghormati hak dan martabat klien/pasien. Etika profesi dalam
pelayanan kebidanan merupakan landasan bagi bidan dalam
memberikan pelayanan kepada individu, keluarga dan masyarakat,
berdasarkan pertimbangan yang sistematis tentang perilaku baik dan
benar sehingga bidan dapat menunjukkan perilaku etis terhadap
klien/pasien, teman sejawat, masyarakat dan diri sendiri serta profesi
sesuai dengan norma dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Disamping itu Bidan diharapkan dapat mengembangkan profesionalitas
dalam menyikapi masalah/isu etik.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu mengatasi masalah/
konflik dan dilemma moral sesuai dengan prinsip etikolegal dalam
praktik kebidanan.
C. Materi Pokok
1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi Bidan
2. Peraturan Perundangan terkait Praktik Bidan
3. Pencegahan Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik Kebidan
4. Penanganan Masalah Konflik dan Dilema Moral dalam Praktik
Kebidanan
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Konsep dan Prinsip Etik dan Kode Etik Profesi
Bidan (Aplikasi)
1. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issu utama
diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang
pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan
yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam
pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus
menjaga perkembangan praktek berdasarkan evidence based.
Sehingga di sini berbagai dimensi etik dan bagaimana pendekatan
tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan
dipahami.
Midwifery Update pg. 141
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang
menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada manusia serta tidak
terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas adalah sifat
moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik buruk.
Kaitan antara etika dan moralitas adalah, bahwa etika merupakan
ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan moral atau ilmu
yang membahas tentang moralitas. Moral adalah mengenai apa yang
dinilai seharusnya oleh masyarakat.
Midwifery
Update
pg. 142
4) Mendukung hak perempuan dan keluarganya untuk
berpartisipasi aktif dalam pembuatan keputusan
5) Memberdayakan perempuan dan keluarga untuk
memecahkan permasalahan kesehatannya termasuk
menyuarakan permasalahan sosial budaya yang
mempengaruhi kesehatan perempuan dan keluarganya.
b. Kewajiban Bidan Terhadap Tugas yaitu:
1) Menghormati hak asasi manusia sejak dalam kandungan.
2) Memberikan pelayanan berkualitas kepada klien/pasien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan
3) Menghormati keragaman budaya setempat dan
meminimalisir praktik budaya yang berbahaya bagi
kesehatan masyarakat
4) Menggunakan ilmu dan teknologi terkini, berbasis bukti
pengetahuan profesional untuk memastikan praktik yang
aman di semua tatanan pelayanan kebidanan.
5) Mendapat persetujuan dari klien/pasien dan atau
keluarganya atas tindakan yang akan dilakukan setelah
memberikan informasi yang jelas serta mendokumentasikan
Asuhan Kebidanan sesuai dengan standar;
6) Mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, menghargai
dan mendukung proses fisiologis.
7) Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi,
kewenangan, standar profesi, standar pelayanan dan standar
prosedur operasional serta ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Kewajiban Bidan Terhadap Sejawat Bidan dan Tenaga
Kesehatan Lainnya
1) Menghargai dan menghormati sejawat bidan dan tenaga
kesehatan lainnya.
2) Menjalin hubungan kerja dan komunikasi yang harmonis
berdasarkan prinsip inter-professional collaboration untuk
2. Informed Consent
Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
klien/pasien atau walinya yang berhak untuk dilakukan suatu
tindakan kebidanan terhadap klien/pasien sesudah memperoleh
informasi lengkap dan memahami mengenai tindakan itu. Informed
consent harus dilakukan oleh bidan setiap kali akan melakukan
tindakan medis.
Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan
setelah mendapat informasi secukupnya sehingga setelah
mendapatkan informasi yang diberikan, pasien ataupun walinya
3. Negosiasi
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak
yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang
berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah
suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi
formal.
Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2017
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
- Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
- Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor
HK.01.07/MENKES/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan
- PP IBI. Etika dan Kode Etik Kebidanan. Jakarta: PP IBI, 2018
- Setiyawati, et.al. Makalah Malpraktik.
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/07/05/makalah-
malpraktek. Diakses: 31 Oktober 2012
- YPKP. Modul Kebidanan: Integrasi Gender dan HAM dalam Konsep
Asuhan Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2012
- YPKP. Modul Kebidanan: Etika Kebidanan dan Hukum Kesehatan.
Etikolegal dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: YPKP, 2015
- YPKP. Modul Kebidanan: Kesehatan Reproduksi. Jakarta: YPKP, 2006
- Frith.Lucy., Draper.Heather. Ethics and Midwifery, Issues in
Contemporary Practice, Elsevier, Second Edition, 2004
- http://endahdian.wordpress.com/2009/12/21/dilema-etik-moral-
pelayanankebidanan/ Diakses 8 Oktober 2012
- http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/3/Chapter%
2011 .pdf. Diakses 19 Oktober 2012
- http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23439/4/Chapter%
2011. pdf. Diakses 20 Oktober 2012
- Sampurna, Budi,dkk. Bioetik dan Hukum Kedokteran Pengantar bagi
Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Cetakan Kedua. 2007:Pustaka
Dwipar
- Sweet. Betty R. Tiran, Denise. Mayes Midwifery’ A Textbook for Midwives,
British Library, London, 12th edition
Petunjuk Penilaian:
Berikanlah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan penglaman
saudara,
5 = Selalu dilakukan
4 = Sering dilakukan
2 = Jarang dilakukan
1 = Tidak Pernah dilakukan
Catatan:
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
Contoh Kasus
Seorang ibu hamil di Puskesmas, dibawa ke Puskesmas oleh
keluarganya karena tidak sadarkan diri. Setelah diperiksa ternyata ibu
sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ibu tersebut mengalami hamil
yang kedua kalinya, umur kehamilannya 32 minggu, namun janin
masih ada tanda-tanda kehidupan. Tidak ada dokter SPOG, hanya ada
dokter umum dan bidan. Pertanyaan bagaimana sikap bidan?
Kasus
1. Ny. A, 25 tahun, G1 hamil aterm. Saat datang di Puskesmas,
mengeluh mules2 ingin melahirkan. Pada pemeriksaan, tanda vital
baik, his 3x/10 mnt/25 detik/sedang relaksasi baik. Periksa dalam,
porsio axial, lunak, tebal 1 cm pembukaan 3 cm. Pasien tidak tahan
sakit, dan minta dilakukan operasi sesar. Bagaimana seharusnya
sikap bidan?
2. Seorang ibu 25 thn, G2P1 hamil aterm, riwayat SC 1x, janin
presentasi kepala dan belum inpartu. Ibu ini ingin sekali lahir
pervaginam, dan selama ini ANC di bidan. Bagaimana sikap bidan?
3. Ny. A, 24 tahun, G2P1 hamil aterm. Datang ke rumah bidan jam
17.30 dengan kondisi ketuban pecah, air ketuban jernih, his 3x/10
mnt/sedang. Pada periksa dalam didapatkan, pembukaan 4 cm
teraba bokong di H1. Bidan berusaha untuk observasi dan
menolong persalinan Ny. A. Bagaimana sikap bidan seharusnya?
4. Bagaimana saudara menyikapi ibu yang tidak ingin menggunakan
kontrasepsi tetapi tidak ingin hamil/
5. Seorang ibu hamil yang ke 3, ketika dilakukan pemeriksaan diduga
janinnya mengalami Down Syndrome, ibu termasuk keluarga
kurang beruntung, ibu telah mempunyai 2 orang anak yang masih
balita
6. Ibu membawa bayinya yang baru dilahirkan 1 minggu yang lalu,
meminta bayinya untuk di sunat
7. Sepasang remaja datang kepada saudara, mengaku baru saja
melakukan hubungan intim
A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang pelayanan Antenatal Terpadu
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami pelayanan
antenatal komprehensif dan berkualitas.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
a. Menjelaskan situasi kesehatan Ibu dan Bayi di Indonesia
b. Menjelaskan kebijakan pelayanan ANC di Indonesia
c. Menjelaskan konsep pelayanan antenatal terpadu, termasuk
konseling kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan
pemberian ASI;
d. Menjelaskan pelayanan ANC terpadu, deteksi dini kelainan/
penyakit/ gangguan yang diderita ibu hamil dan tatalaksana
terhadap kelainan/ penyakit/ gangguan pada ibu hamil sedini
mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.
C. Materi Pokok
1. Situasi Kesehatan Ibu dan Bayi diIndonesia
2. Standar pelayanan ANC
3. Pelayanan ANC Terpadu
4. Pelayanan ANC Masa Pandemi Covid-19
5. Pemanfaatan Buku KIA
Tujuan khusus:
a. Memberikan pelayanan antenatal terpadu, termasuk konseling
kesehatan, dan gizi ibu hamil, konseling KB dan pemberian ASI,
b. Pemberian dukungan emosi dan psikososial sesuai dengan keadaan
ibu hamil pada setiap kontak dengan tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi klinis dan interpersonal yang baik.
c. Menyediakan kesempatan bagi seluruh ibu hamil untuk
mendapatkan pelayanan antenatal terpadu 8 kali selama masa
kehamilan.
d. Melakukan pemantauan tumbuh kembang janin.
e. Mendeteksi secara dini kelainan/penyakit/gangguan yang diderita
ibu hamil.
f. Melakukan tatalaksana terhadap kelainan/penyakit/gangguan pada
ibu hamil sedini mungkin atau melakukan rujukan kasus ke fasilitas
pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang ada.
Kunjungan 5 di trimester 3
Dokter melakukan perencanaan persalinan, skrining faktor risiko
persalinan termasuk pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dan rujukan
terencana bila diperlukan.
Midwifery
Update
pg. 177
11. Melibatkan ibu hamil, suami dan keluarga dalam menjaga kesehatan
dan gizi ibu hamil, mempersiapkan persalinan dan kesiagaan
apabila terjadi komplikasi.
Midwifery
Update
pg. 178
Standar pengukuran menggunakan pita pengukursetelah kehamilan
24 minggu
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir trimester II dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada trimester III
bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk
ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada
masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan
selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang
dari 120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit
menunjukkan adanya gawat janin.
6. Skrining Status Imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan,
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus
mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil
diskrining status imunisasi T-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu
hamil, disesuai dengan status imunisasi TT ibu saat ini. Ibu hamil
minimal memiliki status imunisasi T2 agar mendapatkan
perlindungan terhadap infeksi tetanus. Ibu hamil dengan status
imunisasi T5 (TT Long Life) tidak perlu diberikan imunisasi TT lagi.
7. Beri Tablet tambah darah (tablet besi)
Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat
tablet tambah darah (tablet zat besi) dan Asam Folat minimal 90
tablet selama kehamilan yang diberikan sejak kontak pertama.
8. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada ibu hamil adalah
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus. Pemeriksaan
laboratorium rutin adalah pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan pada setiap ibu hamil yaitu golongan darah, hemoglobin
darah, protein urine, dan pemeriksaan spesifik daerah endemis/
epidemi (malaria, IMS, HIV, dll). Sementara pemeriksaan
laboratorium khusus adalah pemeriksaan laboratorium lain yang
Midwifery
Update
pg. 181
bidan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai
dengan sistem rujukan.
10. Temu wicara (konseling)
Temu wicara (konseling) dilakukan pada setiap kunjungan
antenatal yang meliputi :
a. Kesehatan ibu
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya
secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil
agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10
jam per hari) dan tidak bekerja berat.
b. Perilaku hidup bersih dan sehat
Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan
selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan,
mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok
gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah
raga ringan.
c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan
persalinan
Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga
terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau
masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi,
transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting
apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar
segera dibawa ke fasilitas kesehatan.
d. Tanda bahaya pada khamilan, persalinan dan nifas serta
kesiapan menghadapi komplikasi
Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenal tanda-tanda bahaya
baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya
perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan
berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenal tanda-tanda
bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan
ke tenaga kesehtan kesehatan.
ANC ke-1 di Trimester 1: skrining faktor risiko dilakukan oleh Dokter dengan
menerapkan protokol kesehatan. Jika ibu datang pertama kali ke bidan, bidan tetap
melakukan pelayanan antenatal seperti biasa, kemudian ibu dirujuk ke dokter
untuk dilakukan skrining. Sebelum ibu melakukan kunjungan antenatal secara
tatap muka, dilakukan janji temu/teleregistrasi dengan skrining anamnesa melalui
media komunikasi (telepon)/ secara daring untuk mencari faktor risiko dan gejala
COVID-19.
a. Jika ada gejala COVID-19, ibu dirujuk ke RS untuk dilakukan swab atau jika
sulit untuk mengakses RS Rujukan maka dilakukan Rapid Test.
Pemeriksaan skrining faktor risiko kehamilan dilakukan di RS Rujukan,
b. Jika tidak ada gejala COVID-19, maka dilakukan skrining oleh Dokter di
FKTP.
Gold standard diagnosis COVID-19 adalah swab nasofaring dan orofaring. Apabila
tidak dapat dilakukan swab di FKTP, bisa diganti dengan metode skrining lain,
yaitu gejala klinis, riwayat kontak/perjalanan, rapid test, dan darah lengkap.
Kontak 6 kali
a. Pada trimester I, dilakukan 2 kali kontak, pada trimester II
dilakukan 1 kali kontak, pada trimester III dilakukan 3 kali
kontak
b. Kontak dengan dokter umum dilakukan 1 kali pada trimester I
untuk skrining kesehatan ibu dan 1 kali pada trimester ke-3
c. Jika kehamilan sudah mencapai 40 minggu, maka harus dirujuk
untuk diputuskan terminasi kehamilannya
Midwifery
Update
pg. 196
cangkir kopi. Disamping mengandung kafein, kopi juga
mengandung inhibitor (zat yang mengganggu
penyerapan zat besi) Konsumsi kafein pada ibu hamil
juga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan janin, karena metabolisme janin belum
sempurna.
Walaupun the National Institute of Health USA (1993)
merekomendasikan konsumsi kafein bagi ibu hamil yang
aman adalah 150-250 mg/hari atau 2 (dua) cangkir
kopi/hari, namun dianjurkan kepada ibu hamil, “selama
kehamilan ibu harus bijak dalam mengonsumsi kafein,
batasi dalam batas aman yaitu paling banyak 2 cangkir
kopi/hari atau hindari sama sekali karena dalam kopi
tidak ada kandungan zat gizi.
Midwifery
Update
pg. 197
Tabel 5.2 Rekomendasi WHO tentang
Pengelompokan
Anemia (g/dL) Berdasarkan Umur
Anemia
Popula Tidak Anemia Ringan Sedang Berat
si
Anak 6-59 bulan 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Anak 5-11 tahun 11,5 11,0 – 11,4 8,0 – 10,9 < 8,0
Anak 12-14 tahun 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
WUS tidak hamil 12 11,0 – 11,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Ibu hamil 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0
Laki-laki 15 tahun 13 11,0 – 12,9 8,0 – 10,9 < 8,0
Sumber : WHO, 2012
Catatan:
Di daerah endemis malaria, selain upaya yang dilakukan
untuk mencegah dan mengobati malaria, juga harus tetap
disediakan TTD. Pemberian TTD pada ibu hamil yang
pernah menderita malaria perlu dimonitor secara
periodik.
Ibu hamil yang menderita kecacingan tetap diberi TTD
disamping pemberian obat cacing. Biasanya ibu hamil
dengan kecacingan akan menderita anemia sedang, maka
pemberian TTD dapat mencegah terjadinya anemia
menjadi lebih berat.
Lamivudine (3TC)
a. Cepat diserap sepenuhnya dengan diminum.
b. Dapat diminum dengan obat lainnya yang mengobati gejala
yang mirip dengan HIV.
c. Dapat diminum dengan atau tanpa makan terlebih dahulu.
Rujuk RS:
Ditetapkan status penyakit Hepatitis B
menurut PNPK atau pedoman yang
Tidak
ada masalah klinis dan/atau indikasi
Ibu hamil melanjutkan ANC dan
Penatalaksanaan sesuai persalinan di FKTP
PNPK atau pedoman yang Bayi diberikan Vaksin HB0 dan HBIg <
24 jam dari saat persalinan
Selanjutnya HB1, HB2 dan HB3
sesuai program imunisasi nasional
g. Kesehatan Jiwa
Dalam masa kehamilan dapat terjadi perubahan hormonal,
perubahan bentuk tubuh/ fisik, mengidam (mual, muntah, ingin
“sesuatu”), dan dapat mengalami masalah kesehatan fisik
(penyakit tidak menular dan penyakit menular) dan atau jiwa
(emosi tidak stabil seperti mudah tersinggung, marah, sedih,
cemas, perilaku agresif dan sebagainya).
i. Kecacingan
Infeksi cacing atau cacingan pada ibu hamil dapat
menimbulkan gangguan gizi berupa kekurangan kalori dan
protein serta kehilangan darah (anemia), hal ini akan
mengakibatkan terjadinya hambatan perkembangan fisik
pada calon bayi, bayi dengan berat lahir rendah bahkan
terjadinya kompilkasi pendarahan disaat melahirkan yang
diakibatkan karena anemia kronis. Ada tiga jenis cacing
yang umumnya menginfeksi manusia dan memberikan
dampak yaitu: Ascaris lumbricoides (cacing gelang),
Ancylostoma
Hal- hal yang harus dihindari oleh ibu bersalin dan selama
nifas
Cara menyusui bayi
Cara memerah dan menyimpan ASI
Tanda bahaya pada ibu nifas :
1. Perdarahan lewat jalan lahir
2. Keluar cairan berbau dari jalan lahir
3. Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan
kejang-kejang
4. Demam lebih dari 2 hari
5. Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit
6. Ibu terlihat sedih, murung dan menangis tanpa sebab
(depresi)
d. Keluarga Berencana
1. Mengapa perlu ikut ber KB
2. Metode kontrasepsi jangka panjang
3. Metode kontrasepsi jangka pendek
Pelaporan
Pelaporan pelayanan antenatal terpadu menggunakan formulir
pelaporan yang sudah ada, yaitu:
1. LB3 KIA
2. PWS KIA
3. PWS Imunisasi
Referensi :
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan ANC Terpadu, tahun
2020
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan
Psikososial pada Pandemi Covid-19, tahun 2020
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal,
Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir di Era Adaptasi Kebiasaan
Baru, tahun 2020
- Kementerian Kesehatan RI, Modul Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA), tahun 2015
- Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Antenatal
Terintegrasi, tahun 2015
- Buku KIA, tahun 2017
A. Deskripsi Singkat
Kelahiran merupakan sebuah keajaiban Tuhan yang terjadi setiap hari
dan sebuah kegembiraan bagi anggota keluarga. Bagi bidan, kelahiran
merupakan pelajaran yang tak pernah selesai dipelajari, karena
memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus berubah.. Pemilihan
fasilitas dan tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga
dengan harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami tentang hal -
hal yang harus diperhatikan dalam melakukan APN.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami paradigma dalam asuhan persalinan normal
b. Memahami lima aspek Lima aspek dasar yang penting dalam
asuhan persalinan yang bersih dan aman
c. Memahami Kala I Asuhan PersalinanNormal
d. Memahami pencatatan proses persalinan pada Partograf
C. Materi Pokok
1. Paradigma dalam asuhan persalinan normal
2. Lima aspek dasar yang penting dalam asuhan persalinan yang
bersih dan aman
3. Kala I Asuhan Persalinan Normal
4. Observasi persalinan dengan Partograf
5. Kala II persalinan
6. Kala III dan kala IV persalinan
7. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
8. Penjahitan robekan perineum
9. Pelayanan Persalinan pada masa pandemi covid-19
10.Langkah – langkah penuntun belajar persalinan normal
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Paradigma dalam Asuhan Persalinan
Fokus asuhan persalinan bersih dan aman adalah kualitas pelayanan,
kepuasan pasien, mencegah terjadinya komplikasi dan keselamatan ibu
dan bayi (patient’s savety) Hal ini merupakan pergeseran paradigma
dari menunggu timbulnya penyulit dan penanganan komplikasi
menjadi proaktif dalam persiapan persalinan dan pencegahan
komplikasi. Hal ini terbukti mampu mengurangi kesakitan dan
kematian ibu dan bayi baru lahir.
Bidan harus dapat mengenali berbagai penyulit pada ibu bersalin, yang
mengharuskan ibu untuk dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih
lengkap, dimana jika salah satu hasil anamnesa dan pemeriksaan risiko
kegawat-daruratan terdapat jawaban “ya” ibu harus dirujuk kefasilitas
kesehatan rujukan yang lebih lengkap.
Penggunaan Partograf
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai
bagian penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik
tanpa ataupun adanya penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah,
puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis
Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
Midwifery
Update
pg. 249
Penatalaksanaan distosia bahu
Pada proses persalinan normal setelah kelahiran kepala akan
terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada
sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ospubis. Dorongan pada
saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu dengan (anterior) berada
dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada
pada posisi antero posterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan dengan simfisis.
Pengelolaan umum
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada
setiap persalinan. Terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat
bayi yang besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus
Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan jika ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas
tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia menjadi penyebab lebih dari
90 % perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
setelah kelahiran bayi. Sebagian besar kematian ibu akibat
perdarahan pasca persalinan terjadi pada beberapa jam pertama
setelah kelahiran bayi.
Uterus kontraksi
Tidak
Pertahankan KBI selama 1-2 menit
Eksplorasi/bersihkanbekuandarah/s elaputketuban
Keluarkan tangan secara hati- hati
Pastikan kandung kemih kosong
Lakukan pengawasan kala IV
KBI maksimal 5 menit
Ya
Uterus
Tidak
Ya Suntik ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 – 1000 mg
Pasang infus RL + 20 IU oksitosin 28 tts
Berikan kristaloid, guyur Ya Pengawasan kala IV
Ulangi KBI
Uterus kontraksi
Tidak
RUJUK
Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal dan cairan infus 500 cc /jam hingga mencapai tempat rujukan
Selama rujukan dapat dilakukan pemasangan kondom kateter atau kompresi aorta abdominalis
CATATAN:
- Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan intravena yang
mengandung oksitosin
- Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi
berat/ tidak terkontrol, penderita sakit jantung dan penyakit
pembuluh darah tepi
Derajat robekan
Derajat 1 : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum
Derajat 2 : derajat 1 ditambah otot perineum
Derajat 3 : derajat 2 ditambah otot sfingter ani
Derajat 4 : derajat 3 ditambah mukosa rektum
Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan
menjahit derajat 3 dan 4. Segera rujuk ke fasilitas rujukan
Lahirnya Kepala
22. Setelah putaran paksi luar selesai, pegang kepala bayi secara
biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan
lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul di bawah arkuspubis dan kemudian gerakkan ke
arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang
Lahirnya Badan dan Tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, satu tangan menyangga kepala dan
bahu belakang, tangan yang lain menelusuri dan memegang
lengan dan siku bayi bagian atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua
mata kaki (masukkan telunjuk diantara kedua kaki dan pegang
kedua kaki dengan melingkarkan ibu jari pada satu sisi dan jari-
jari lainnya pada sisi yang lain agar bertemu dengan jari telunjuk)
VII. ASUHAN BAYI BARU LAHIR
33. Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
34. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut bawah ibu (di atas
simfisis), untuk mendeteksi kontraksi. Tangan lain memegang
klem untuk menegangkan tali pusat
35. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas
(dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversiouteri).
Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
ulangi kembali prosedur di atas.
Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.
Mengeluarkan plasenta
36. Bila pada penekanan bagian bawah dinding depan uterus ke arah
dorsal ternyata diikuti dengan pergeseran tali pusat ke arah distal
maka lanjutkan dorongan ke arah kranial hingga plasenta dapat
dilahirkan.
Ibu boleh meneran tetapi tali pusat hanya ditegangkan (jangan
ditarik secara kuat terutama jika uterus tak berkontraksi)
sesuai dengan sumbu jalan lahir (ke arah bawah-sejajar lantai-
atas)
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat:
1. Ulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
48. Bersihkan ibu dari paparan darah dan cairan tubuh dengan
menggunakan air DDT. Bersihkan cairan ketuban, lendir dan
darah di ranjang atau disekitar ibu berbaring. Bantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering
49. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.
Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan
yang diinginkannya
50. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi
51. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai
52. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%
53. Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dalam keadaan
terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit.
54. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih
dan kering
55. Pakai sarung tangan bersih/DTT untuk memberikan salep mata
profilaksis infeksi, vitamin K1 (1 mg ) intra muskuler dipaha kiri
bawah lateral dalam 1 jam pertama.
56. Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir. Pastikan kondisi bayi
baik. (pernafasan normal 40 - 60 kali/ menit dan temperatur
tubuh normal 36.5 - 37.50C) setiap 15 menit.
57. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha
kanan bawah lateral. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar
sewaktu-waktu dapat disusukan.
58. Lepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam
didalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
59. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan
kering
Dokumentasi
A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang asuhan nifas dan pelayanan kontrasepsi
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu memahami, asuhan nifas
dan pelayanan kontrasepsi.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta mampu :
a. Memahami tentang asuhan masa nifas
b. Memahami tentang pelayanan nifas di masa pandemi
c. Memahami tentang konseling dengan menggunakan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) dan Strategi Konseling
Berimbang Keluarga Berencana (SKB-KB)
d. Memahami perkembangan terkini dalam pelayanan kontrasepsi
e. Memahami metode pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi
f. Memahami perkembangan terkini penggunaan KB Pasca
Persalinan
g. Memahami pelayanan kontrasepsi dimasa pandemi
C. Materi Pokok
1. Asuhan Masa Nifas
a. Definisi asuhan masa nifas
b. Ruang lingkup pelayanan nifas
c. Jenis pelayanan masa nifas pada ibu
d. Pelayanan nifas di masa pandemi
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Asuhan masa nifas
a. Definisi Asuhan Masa Nifas
Asuhan Masa Nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan bagi
ibu dan bayi baru lahir dalam kurun waktu 6 jam sampai 42 hari
setelah melahirkan, yang dilaksanakan secara terintegrasi dan
komprehensif. Ibu nifas dan bayi baru lahir dipulangkan setelah 24
jam pasca melahirkan. Sehingga sebelum pulang diharapkan ibu
dan bayinya mendapat 1 kali pelayanan pasca persalinan.
Tehnik konseling :
1) SA : Sapa dan salam kepada klien/pasien dengan terbuka dan
sopan
Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan bicaralah
ditempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan
klien/pasien untuk membangun rasa percaya dirinya. Tanyakan
pada klien/pasien apa yang perlu dibantu serta jelaskan
pelayanan apa yang dapat diperoleh
2) T : Tanyakan pada klien/pasien, informasi tentang dirinya
Bantu klien/pasien untuk berbicara mengenai pengalaman
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, tujuan,
kepentingan, harapan serta keadaan kesehatan dan kehidupan
keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh
klien/pasien sesuai dengan kata-kata, gerak isyarat, dan
caranya. Coba tempatkan diri kita diposisi klien/pasien.
Perlihatkan bahwa kita memahami pengetahuan, kebutuhan dan
keinginan klien/pasien, agar kita dapat membantunya
Tujuan Konseling
1) Memberikan informasi yang tepat dan objektif sehingga
klien/pasien merasa puas
2) Mengidentifikasi dan menampung perasaan keraguan/
kekhawatiran tentang metode kontrasepsi
3) Membantu klien/pasien memilih metode kontrasepsi yang
sesuai dengan kebutuhan reproduksinya dan Medical Eligibility
Criteria
4) Memberi informasi tentang cara mendapatkan bantuan dan
tempat pelayanan KB.
Manfaat Konseling
1) Konseling membuat klien/pasien merasa bebas untuk memilih
dan membuat keputusan. Dia akan merasa telah memilih
metode kontrasepsi berdasarkan kemauannya sendiri yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya dan tidak merasa dipaksa
untuk menerima suatu metode kontrasepsi yang bukan
pilihannya.
2) Mengetahui dengan benar apa yang diharapkan/tujuan dari
pemakaian kontrasepsi. Klien/pasien memahami semua
manfaat yang akan diperoleh dan siap untuk mengantisipasi
berbagai efek samping yang mungkin akan terjadi.
Midwifery Update pg. 283
3) Mengetahui siapa yang setiap saat dapat dimintai batuan yang
diperlukan seperti halnya mendapat nasihat, saran, dan
petunjuk untuk mengatasi keluhan/masalah yang dihadapi.
4) Klien/pasien mengetahui bahwa penggunaan dan penghentian
kontrasepsi dapat dilakukan kapan saja selama hal itu memang
diinginkan klien/pasien dan pengaturannya diatur bersama
petugas.
Penapisan Kehamilan
Untuk melakukan penapisan kehamilan, ajukan 6 pertanyaan
berikut
1) Apakah klien/pasien pantang sanggama sejak haid terakhir?
2) Apakah klien/pasien baru melahirkan bayi kurang dari 4
minggu?
3) Apakah klien/pasien mempunyai bayi berumur kurang dari 6
bulan dan sedang menyusui secara ekslusif serta belum
mendapat haid?
4) Apakah klien/pasien masih dalam 7 hari pertama siklus haid?
5) Apakah klien/pasien mengalami keguguran dalam 7 hari
terakhir?
6) Apakah klien/pasien sedang menggunakan kontrasepsi secara
tepat dan konsisten?
Digunakan Digunakan
secara tepat secara biasa
dan
konsisten
Efektif M. L. A. 0,9 2
PilKombinasi (KOK) 0,3 8
Pil Progestin (non- 0,5 8
laktasi)
Midwifery Update
pg. 289
Mual, pusing, atau Test kehamilan, atau pemeriksaan
muntah (akibat ginekologik. Bila tidak hamil, sarankan
reaksi anafilaktik) minum pil saat makan malam, atau sebelum
tidur
Efektitas KSK
• Sangat efektif (0,1 – 0,4 kehamilan per 100 perempuan)
selama tahun pertama penggunaan
• Klien/pasien masih dapat disuntik jika terlambat 1 minggu
atau lebih cepat 1 minggu dari jadwal suntik seharusnya,
namun tetap dengan konseling, dan biarkan klien/pasien
yang memutuskan.
Efektifitas KSP
Efektifitas suntikan progestin memiliki efektifitas yang tinggi (3
kehamilan per 1000 perempuan) pada tahun pertama
penggunaan, asal penyuntikannya dilakukan secara teratur
sesuai jadwal yaitu setiap 12 minggu.Klien/pasien masih bisa
disuntik jika terlambat 4 minggu dan lebih cepat 2 minggu dari
jadwal suntik seharusnya. Konseling tetap dilakukan, dan
klien/pasien yang memutuskan.
Sefalgia
Untuk sefalgia yang terkait dengan pemakaian suntikan
progestin, dapat dicobakan aspirin (325-650 mg). Ibuprofen
(200-400 mg), paracetamol (325-1000 mg), atau penghilang
nyeri lainnya. Jika sefalgia menjadi lebih berat atau lebih
sering timbul selama penggunaan suntikan progestin maka
lakukan evaluasi tentang kemungkinan penyebab lainnya.
3) Kontrasepsi Implan
Implan mengandung hormon progestin (levonogestrel/
etonogestrel). Progestin ditempatkan didalam batang implan satu
atau dua batang yang di pasang pada lapisan bawah kulit
(subdermal) dibagian medial lengan atas dengan jangka 3 tahun.
Jenis AKDR
AKDR CuT
Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
Waktu pemasangan
• Dalam 12 hari pertama siklus menstruasi terakhir. AKDR dapat
dipasang pada wanita tidak hanya pada saat menstruasi.
• Lebih dari 12 hari dalam masa menstruasi, dapat dipasang
setelah diyakini klien/pasien tidak hamil
Keuntungan
• Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi (6-8 kehamilan per
1000 perempuan dalam 1 tahun pertama).
• AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
• Metode jangka panjang (proteksi 10 tahun) untuk yang
mengandung tembaga, dan 5 tahun untuk yang mengandung
hormon
• Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
• Tidak mempengaruhi hubungan seksual
• Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
untuk hamil
• AKDR Cu 380 A tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
• Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah
keguguran (apabila tidak terjadi infeksi)
• Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awal, tidak perlu
kembali ke klinik jika tak ada masalah.
• Dapat digunakan sampai menopause (dicabut paling lambat+ 6
bulan setelah menopause)
• Tidak ada interaksi dengan obat-obat lain
• Membantu mencegah kehamilan ektopik
• Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat (AKDR Cu 380 A)
apabila dipasang dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak
terlindungi.
Jenis 0 48 4 6 6 12
kontrasepsi jam mgg mgg bulan bulan
AKDR
Implan
Tubektomi
Pil Progestin
MAL
Suntik progestin
Hormon
Kombinasi
c. Kontrasepsi Darurat
Kontrasepsi darurat (KD) adalah suatu metode kontrasepsi yang
digunakan dalam 5 hari pasca sanggama yang tidak terlindungi oleh
kontrasepsi yang tepat dan konsisten. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Metode ini
juga dapat digunakan dalam kondisi darurat setelah hubungan
seksual tanpa perlindungan, kegagalan atau kesalahan penggunaan
A. Deskripsi Singkat
Sesi ini membahas tentang asuhan kegawat-daruratan Maternal dan
Neonatal yang dilakukan secara tim oleh Dokter, Bidan dan
Perawat/Dokter, Bidan dan Bidan.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami
tata laksana kegawatdaruratan pada kehamilan, persalinan, nifas
dan BBL
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan mampu memahami
tentang :
a. Tata laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan, nifas
b. Tata laksana pada kehamilan, persalinan, nifas dengan
penyulit obstetrik
c. Tata laksana kasus kegawatdaruratan tersering pada
kehamilan, persalinan dan nifas
d. Kasus kegawatan tersering pada bayi baru lahir
e. Tatalaksana resusitasi, stabilisasi dan transportasi pada bayi
baru lahir
f. Rujukan kasus kegawatdaruratan kehamilan, persalinan,
nifas dan BBL
C. Materi Pokok
1. Tata Laksana kegawatdaruratan dasar pada kehamilan,
persalinan, dan nifas
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Tata Laksana Kegawatdaruratan Dasar
pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Penatalaksanaan kegawatdaruratan dasar pada kehamilan, persalinan, dan
nifas bertujuan untuk mengenali dan menatalaksana kegawatdaruratan.
Penilaian awal kegawatdaruratan pada ibu hamil, bersalin dan nifas
dilakukan dengan segera lakukan (quick check) saat ibu tiba.
Diagnosis :
Kondisi henti jantung / henti napas biasanya akan selalu disertai
dengan penurunan kesadaran. Sebagai gold standard diganosis
adalah tidak teraba nadi karotis (gold standard). Kondisi pada ibu
hamil, bersalin dan nifas yang berisiko untuk terjadinya henti
jantung/ henti napas adalah :
1) Perdarahan hebat (paling sering).
2) Penyakit tromboemboli.
3) Penyakit jantung.
4) Sepsis.
5) Keracunan obat (contoh: magnesium sulfat, anestesi lokal).
6) Eklampsia.
7) Perdarahan intrakranial.
8) Anafilaktik.
9) Gangguan metabolik/elektrolit (contoh: hipoglikemia).
10) Hipoksia karena gangguan jalan napas dan/atau penyakit
paru.
Gambar. Algoritma Resusitasi Jantung Paru pada ibu hamil, bersalin dan nifas
Diagnosis
1) Gelisah
2) Bingung
3) Penurunan kesadaran
4) Nadi >100 kali/menit, lemah
5) Tekanan darah sistolik <90 mmHg
6) Pucat
7) Kulit dingin dan lembab
8) Pernapasan >30 kali/menit
9) Jumlah urin <30 ml/jam
Faktor Predisposisi
Curigai atau antisipasi kejadian syok jika terdapat kondisi berikut
ini:
1) Perdarahan pada kehamilan muda
2) Perdarahan pada kehamilan lanjut atau pada saat persalinan
3) Perdarahan pascasalin
4) Infeksi berat (seperti pada abortus septik, korioamnionitis,
metritis)
5) Kejadian trauma
6) Gagal jantung
Syok Hemoragik
Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok, cari tahu
dan atasi sumber perdarahan:
1) Perdarahan sebelum usia kehamilan 22 minggu
2) Perdarahan setelah usia kehamilan 22 minggu dan saat
persalinan
3) Perdarahan setelah persalinan
4) Transfusi dibutuhkan jika Hb < 7 g/dl atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat
Syok Septik
1) Ambil sampel darah, urin, dan pus/nanah untuk kultur
mikroba lalu mulai terapi antibiotika sambil menunggu hasil
kultur
2) Berikan kombinasi antibiotika kepada ibu dan lanjutkan
sampai ibu tidak demam selama 48 jam:
Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam, ditambah
Gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam, ditambah
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
c. Kejang
1) EKLAMPSIA
Definisi
Eklampsia adalah salah satu komplikasi akibat kehamilan
yang termasuk penyebab terbanyak kematian ibu yang
ditandai dengan gangguan pada susunan saraf pusat seperti
kejang.
Diagnosis
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subaraknoid, dan meningitis)
Saat hamil (usia kehamilan >20 minggu) atau nifas
2) EPILEPSI
Definisi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya
gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan,
berulang, yang disebabkan oleh muatan listrik abnormal sel-
sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai
Penyebab
Kejang pada epilepsi umumnya tidak dipengaruhi oleh
kehamilan.
Diagnosis
Kejang umum tonik klonik
Riwayat kejang sebelumnya
Tekanan darah normal
Protein urin normal
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan elektroensefalogram
(EEG)
Tata Laksana
Panggil bantuan tim respon awal emergensi
Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada
penegakan diagnosis
Prinsip tata laksana: gunakan obat dengan dosis terendah
dan HINDARI penggunaan obat pada kehamilan muda
yang meningkatkan kemungkinan kelainan bawaan (asam
valproat).
Jika ibu kejang, berikan 10 mg diazepam IV pelan selama
2 menit, bisa diulang sesudah 10 menit
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Faktor predisposisi
Faktor lingkungan (endemik)
Kontak dengan vektor malaria
Diagnosis
Tanda dan gejala malaria
Demam
Menggigil/kedinginan/kaku
Sakit kepala
Nyeri otot/persendian
Kehilangan selera makan
Mual dan muntah
Diare
Mulas seperti his palsu (kontraksi uterus)
Pembesaran limpa
Tata Laksana
Tata Laksana Umum (untuk malaria tanpa komplikasi)
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama
dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu
hamil tidak diberikan primakuin. Berikut pengobatan
malaria falciparum dan malaria vivaks pada ibu hamil:
d. Sesak Napas
1) ASMA AKUT
Definisi
Asma adalah penyakit sistem respirasi yang ditandai dengan
episode sesak dan mengi berulang. Hal ini disebabkan oleh
inflamasi kronik saluran udara serta sekresi mukus
berlebih.Pada serangan asma akut, inflamasi akan
menyebabkan saluran udara menjadi sempit sehingga
mengurangi aliran udara inspirasi dan ekspirasi.
Diagnosis
Sesak napas.
Batuk dengan sputum berbusa kemerahan.
Ronki basah halus pada basal paru.
Tata Laksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Berikan oksigen dengan sungkup 8 – 10L/menit
Berikan furosemid 40 mg IV.
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4
jam), pemberian furosemid dapat diulang.
Ukur keseimbangan cairan, batasi cairan yang masuk.
e. Pingsan
Definisi
Pingsan adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami rasa
“pusing” (dizzy) hingga kemudian kehilangan kesadaran sejenak
atau pingsan (faint). Hal ini terjadi akibat fluktuasi tekanan darah
yang terjadi sejenak dan cepat.
Diagnosis
1) Kehilangan kesadaran yang terjadi sangat cepat dan dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
2) Ketika diberikan rangsang segera memberikan respon yang
sesuai.
3) Harus dieksplorasi untuk memastikan penyebab dari
pingsan.
Salah satu penyebab dari pingsan adalah gangguan pada jantung.
Berikut adalah penjelasan lebih jauh tentang gangguan jantung.
GANGGUAN JANTUNG
Definisi
Gangguan jantung yang dimaksud di sini adalah gagal jantung,
yaitu sindrom klinis
akibat kelainan struktural maupun fungsional jantung yang
menyebabkan terganggunya fungsi pengisian dan pengosongan
ventrikel.
Diagnosis
Diagnosis gangguan jantung kadang sulit dilakukan karena
perubahan fisiologis pada kehamilan sering menyerupai tanda
dan gejala gangguan jantung. Berikut ini adalah tanda dan gejala
yang dapat mendukung kecurigaan adanya penyakit jantung
pada kehamilan.
Dispneu atau ortopneu yang memberat.
Batuk di malam hari.
Hemoptisis.
Pingsan.
Nyeri dada.
Pemeriksaan Penunjang:
EKG,
Echokardiografi,
Foto rontgen dada (harus dilakukan dengan pelindung radiasi
untuk melindungi janin).
Untuk mendukung Tata Laksana, penting juga untuk mengenali
klasifikasi kondisi klinis ibu.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya gagal jantung bergantung pada
kelainan struktural maupun fungsional yang mendasari. Gagal
jantung juga dapat terjadi secara idiopatik.
a. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
Mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan hingga usia 16
minggu. Pada keadaan muntah-muntah yang berat, dapat terjadi
dehidrasi, gangguan asam-basa, elektrolit dan ketosis; keadaan ini
disebut hiperemesis gravidarum.
Diagnosis
Mual dan muntah sering menjadi masalah pada ibu hamil. Pada
derajat yang berat, dapat terjadi hiperemesis gravidarum, yaitu
bila terjadi:
1) Mual dan muntah hebat.
2) Berat badan turun > 5% dari berat badan sebelum hamil.
3) Ketonuria.
4) Dehidrasi.
5) Ketidakseimbangan elektrolit.
Faktor Predisposisi
Peningkatan hormon-hormon pada kehamilan berkontribusi
terhadap terjadinya mual dan muntah. Beberapa faktor yang
terkait dengan mual dan muntah pada kehamilan antara lain:
1) Riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
atau keluarga
2) Status nutrisi; wanita obesitas lebih jarang dirawat inap karena
hiperemesis.
3) Faktor psikologis: emosi, stress.
b. Mola Hidatidosa
Definisi
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik
gestasional, yang disebabkan oleh kelainan pada villi khorionik
yang disebabkan oleh proliferasi trofoblastik dan edem.
Diagnosis
1) Perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah
banyak.
2) Mual dan muntah hebat.
3) Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak ditemukan janin intrauteri.
5) Nyeri perut.
6) Serviks terbuka.
7) Keluar jaringan seperti anggur, tidak ada janin.
8) Takikardi, berdebar-debar (tanda-tanda tirotoksikosis).
9) Penegakkan diagnosis kehamilan mola dapat dibantu dengan
pemeriksaan USG.
Faktor Predisposisi
1) Usia kehamilan terlalu muda dan tua.
2) Riwayat kehamilan mola sebelumnya.
3) Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kontraseptif
oral.
Diagnosis
1) Trias klasik (nyeri perut mendadak, riwayat amenorrhea,
perdarahan pervaginam)
2) Keadaan klinis pasien tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan.
Faktor Predisposisi
1) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
2) Riwayat operasi di daerah tuba dan/atau tubektomi.
3) Riwayat penggunaan AKDR.
4) Infertilitas.
5) Riwayat inseminasi buatan atau teknologi bantuan
reproduktif (assisted reproductive technology/ART).
6) Riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic inflammatory
disease/PID.
7) Merokok.
8) Riwayat abortus sebelumnya.
9) Riwayat promiskuitas.
10) Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
Tata Laksana
1) Periksa kondisi umum dan hemodinamik
2) Cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) IV 500 cc dalam 15
menit pertama, atau 2L dalam 2 jam pertama, dan dilanjutkan
selama merujuk
3) Pasang 2 jalur IV
4) Segera lakukan rujukan!!
5) Siapkan donor keluarga
d. Perdarahan Antepartum
Diagnosis
• Riwayat perdarahan berulang selama masa kehamilan.
• Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan > 28 minggu.
1) ABORTUS
Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC
Diagnosis
Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah
banyak
Perut nyeri dan kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup maupun terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya
Diagnosis dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara
lain:
Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik
(kromosom).
Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari: infeksi,
kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obat- obatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis
seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan
dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu,
umumnya pada trimester kedua), dan sinekia uteri karena
sindrom Asherman
Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma.
Macam-Macam Abortus
Terdapat bermacam–macam abortus yaitu abortus iminens,
abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit dan
missed abortion. Berikut adalah perbedaan berbagai jenis
abortus:
ABORTUS INSIPIENS
Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan
risiko dan rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi,
serta memberikan informasi mengenai kontrasepsi
pascakeguguran.
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan
evakuasi isi uterus. Jika evakuasi tidak dapat dilakukan
segera:
Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit
kemudian bila perlu)
Rencanakan evakuasi segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
- Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan
dan evakuasi sisa hasil
- konsepsi dari dalam uterus.
- Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter
NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit
selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke
ruang rawat.
ABORTUS INKOMPLIT
Lakukan konseling.
Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia
kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau
forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum
manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia.
Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian
bila perlu).
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus
40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang rawat.
Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam,
tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam
selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam.
ABORTUS KOMPLIT
Tidak diperlukan evakuasi lagi.
Lakukan konseling untuk memberikan dukungan
emosional dan menawarkan kontrasepsi pasca keguguran.
Observasi keadaan ibu.
Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat
berikan transfusi darah.
Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.
MISSED ABORTION
Lakukan konseling.
Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM
atau sendok kuret.
Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu:
pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan
serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan
serviks. Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20
unitdalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer laktat dengan
kecepatan 40 tetes/menit hingga terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi,
evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih
lanjut.
Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30
menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu
ke ruang rawat.
Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan
kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium.
2) PLASENTA PREVIA
Definisi
Plasenta yang berimplantasi di atas atau mendekati ostium
serviks interna. Terdapat empat macam plasenta previa
berdasarkan lokasinya, yaitu:
• Plasenta previa totalis - ostium internal ditutupi
seluruhnya oleh plasenta
• Plasenta previa parsialis - ostium interal ditutupi sebagian
oleh plasenta
• Plasenta previa marginalis - tepi plasenta terletak di tepi
ostium internal
• Plasenta previa letak rendah - plasenta berimplantasi di
segmen bawah uterus sehingga tepi plasenta terletak dekat
dengan ostium
Faktor Risiko
Multiparitas.
Riwayat seksio sesarea sebelumnya.
Riwayat plasenta previa sebelumnya.
Diagnosis
Perdarahan tanpa nyeri, usia kehamilan>20 minggu.
Darah segar yang keluar sesuai dengan beratnya anemia.
Syok.
Tidak ada kontraksi uterus.
Bagian terendah janin tidak masuk pintu atas panggul.
Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin.
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.
Tata Laksana
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati- hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
- Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan
seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia
kehamilan.
- Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup
tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif.
• Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
- Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
- MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g / 6 jam
• Pematangan paru: pada kehamilan 24 – 34 minggu berikan
dosis pertama injeksi deksametason 6 mg IM
• Rujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas lengkap.
Faktor Predisposisi
Hipertensi.
Versi luar.
Trauma abdomen.
Hidramnion.
Gemelli.
Defisiensi besi.
Tata Laksana
• Perhatian! Kasus ini tidak boleh diTata Laksana pada
fasilitas kesehatan dasar, harus dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang lebih lengkap.Tata Laksana berikut ini
hanya boleh dilakukan di fasilitas kesehatan yang
lengkap.
• Jika terjadi perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi)
dengan tanda-tanda awal syok pada ibu, lakukan
penanganan syok (lihat pokok bahasan penanganan syok)
dan lakukan rujukan.
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan belum terdapat
tanda-tanda syok, segera persiapkan rujukan.
4) RUPTUR UTERI
Definisi
Ruptur uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat
terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio
sesarea, risiko terjadinya ruptur uteri lebih tinggi.
Diagnosis
Syok atau takikardia.
Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bundlle’s ring).
Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptur terjadi).
Nyeri raba/tekan/lepas dinding perut.
Hilangnya gerak dan denyut jantung janin.
Bagian-bagian janin mudah dipalpasi.
Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas.
Tata Laksana
• Lakukan penilaian awal cepat kondisi keadaan umum,
hemodinamik dan keadaan yang mendukung kepada
penegakan diagnosis (termasuk analisis partograf)
• Berikan oksigen menggunakan sungkup 8-10L/menit
• Lakukan resusitasi cairan sesuai dengan kondisi ibu (lihat
tata laksana syok)
• Lakukan rujukan dengan terus melakukan resusitasi
cairan dalam perjalanan rujukan.
e. Persalinan Preterm
Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi diatas 20
minggu dan sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Diagnosis
1) Usia kehamilan 20 - 37 minggu.
2) Terjadi kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60
menit diikuti dengan perubahan serviks yang progresif.
3) Pembukaan serviks ≥ 2 cm.
Faktor Predisposisi
1) Usia ibu <18 tahun atau >40 tahun.
2) Hipertensi.
3) Pertumbuhan janin terhambat.
4) Solusio plasenta.
5) Plasenta previa.
6) Ketuban pecah dini.
7) Infeksi intrauterine.
8) Bakterial vaginosis.
Tata Laksana
1) Tata Laksana utama mencakup pemberian tokolitik,
kortikosteroid initial dose (2x6 mg) untuk pematangan paru dan
lakukan rujukan.
2) Jika terjadi kelahiran preterm, maka prinsip rujukan bayi berat
lahir rendah yaitu:
Prinsipnya adalah mencegah hipotermia.
Jaga suhu ruang tempat melahirkan tidak kurang dari
25oC.
Keringkan bayi dan jauhkan handuk yang basah.
Letakkan bayi pada dada ibu.
Periksa napas dan denyut jantung bayi.
Pakaikan bayi topi dan kaos kaki.
Bungkus bayi dengan plastik.
Selimuti Ibu dan bayi dan dijaga agar tetap hangat.
Lakukan IMD satu jam pertama kelahiran.
Pastikan bahwa:
1) Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan
memperhatikan
Faktor Predisposisi
1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
2) Infeksi traktus genital.
3) Infeksi intrauterin.
4) Bakterial vaginosis.
5) Serviks inkompetens.
6) Kehamilan ganda.
7) Penyakit periodontal.
8) Kurang gizi.
9) Perdarahan antepartum.
10) Merokok.
Tata Laksana
1) Berikan antibiotik eritromisin 4x250mg kemudian lakukan
rujukan ke fasilitas yang memadai.
2) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu
berikan pematangan paru dosis pertama injeksi deksametason
6 mg IM
3) Jika ketuban pecah terjadi pada kehamilan 24-34 minggu
disertai dengan kontraksi berikan tokolitik:
Nifedipin 3 x 20 mg/hari, atau
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 gr/6 jam
Diagnosis
1) Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks
pada partograf berada di antara garis waspada dan garis
bertindak, atau sudah memotong garis bertindak; ATAU
2) Fase ekspulsi (kala II) memanjang: tidak ada kemajuan
penurunan bagian terendah janin pada persalinan kala II.
Dengan batasan waktu
• Maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk
multipara, atau
• Maksimal 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara
bila pasien menggunakan analgesia epidural.
Tata Laksana
1) Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan
seksio sesarea.
2) Pada kondisi dimana terjadi distosia pada PK1 aktif dengan his
yang kuat maka berikan tokolitik untuk mencegah ruptur uteri
dengan cara sebagai berikut:
Nifedipin 3x20 mg/hari atau
MgSO4 4 gram IV dosis awal dilanjutkan 4 gram/6 jam
1) KELAINAN HIS
Definisi
Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal,
baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. His yang normal atau adekuat adalah his
persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan. His
persalinan tersebut meliputi: (3) - Secara klinis yaitu minimal 3
kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik,
sifatnya kuat.
Pembagian Kelainan his:
His terlampau lemah/Inersia uteri.
His terlampau kuat.
Incoordinate uterine contraction.
Tata Laksana
Rujuk untuk dilakukan seksio sesarea.
Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat
menjadi pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan
petugas memiliki kompetensi. Syarat melakukan
embriotomi:
- Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosefalus.
- Pembukaan serviks > 7 cm.
- Ketuban sudah pecah.
- Jalan lahir normal.
- Tidak terdapat tanda-tanda ruptur uteri.
3) MAKROSOMIA
Definisi
Bayi baru lahir dengan berat badan > 4000g.
Diagnosis
Diagnosis makrosomia tidak dapat ditegakkan hingga bayi
dilahirkan dan ditimbang berat badannya. Namun
demikian, dapat dilakukan perkiraan sebelum bayi
dilahirkan,untuk mengantisipasi risiko distosia bahu,
fraktur klavikula, atau cedera pleksus brakialis.
Faktor Predisposisi
Riwayat melahirkan bayi besar ( > 4.000 gram)
sebelumnya.
Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu.
Ibu dengan Diabetes Melitus Gestasional.
Multiparitas.
Kehamilan lewat waktu.
Usia ibu yang sudah tua.
Janin laki-laki.
Ras dan suku.
Tata Laksana
Pada saat antenatal, jika ditemukan taksiran berat janin
lebih dari 4000 gram, maka lakukan rujukan untuk:
- Memastikan taksiran berat janin dengan pemeriksaan
USG.
- Mencari penyebab makrosomia.
- Melakukan perencanaan persalinan.
Persalinan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
lengkap.
Faktor Predisposisi
Ibu dengan diabetes mellitus.
Riwayat hidramnion dalam keluarga.
Tata Laksana
Jika terdapat tanda persalinan macet, segera lakukan
rujukan.
2) MALPRESENTASI
Definisi
Malpresentasi meliputi semua presentasi selain vertex.
3) PRESENTASI DAHI
Diagnosis
Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di
atas pelvis, denyut jantung janin sepihak dengan bagian
kecil.
Pemeriksaan vaginal: oksiput lebih tinggi dari sinsiput,
teraba fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk
pintu atas panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan
daerah ubun-ubun besar. Ini adalah diameter yang PALING
besar sehingga sulit lahir pervaginam.
Tata Laksana
Segera lakukan rujukan.
4) PRESENTASI MUKA
Diagnosis
Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara
daerah oksiput dan punggung(sudut Fabre), denyut
jantung janin sepihak dengan bagian kecil janin
Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba
mulut dan bagian rahang mudah diraba, tulang pipi,
tulang orbita; kepala janin dalam keadaan defleksi
maksimal. Untuk membedakan mulut dan anus:
- Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii.
- Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar.
Tata Laksana
Lakukan rujukan.
i. Distosia Bahu
Definisi
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala
dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis
pubis. Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan obstetri
karena bayi dapat meninggal jika tidak segera dilahirkan.
Faktor Predisposisi
Perlu mewaspadai terjadinya distosia bahu pada persalinan
berisiko baik pada masa antepartum maupun intrapartum.
Tabel berikut merupakan faktor predisposisi terjadinya
distosia bahu pada masa antepartum dan intrapartum:
Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati penolong persalinan
adalah:
Kesulitan melahirkan wajah dan dagu.
Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan
tertarik kembali (turtle sign).
Kegagalan paksi luar kepala bayi.
Kegagalan turunnya bahu.
Tata Laksana
Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong
persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan.
Bersiaplah juga untuk kemungkinan perdarahan
pascasalin atau robekan perineum setelah Tata Laksana.
Upaya Pencegahan
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi distosia bahu.
Diagnosis
Pemeriksaan tali pusat dilakukan pada setiap pemeriksaan
dalam saat persalinan. Setelah ketuban pecah, lakukan lagi
pemeriksaan tali pusat bila ibu memiliki faktor risiko seperti
di tabel berikut. Berikut ini prosedur khusus yang dilakukan
pada kondisi tertentu:
k. Infeksi Nifas
Definisi
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat
persalinan dan masa nifas.
Faktor Predisposisi
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh, seperti: infeksi, anemia malnutrisi, anemia.
2) Persalinan dengan masalah seperti partus lama dengan
ketuban pecah dini, persalinan traumatik
3) Tindakan obstetri operatif.
4) Tertinggalnya selaput ketuban, sisa plasenta, dan bekuan
darah dalam rongga rahim.
Faktor predisposisi
1) Riwayat hipertensi sebelumnya.
2) Riwayat preeklampsia sebelumnya.
3) Diabetes melitus.
4) Obesitas sebelum hamil.
5) Kehamilan kembar.
6) Penyakit trofoblas.
7) Hidramnion.
8) Faktor herediter.
1) HIPERTENSI KRONIK
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah
persalinan.
Diagnosis
Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu.
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
Tata Laksana
Ketika pertama kali ditemukan ibu hamil dengan hipertensi
kronik harus dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis
Obgin dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.
Anjurkan istirahat lebih banyak.
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu
akan mengganggu perfusi serta tidak ada bukti-bukti
bahwa tekanan darah yang normal akan memperbaiki
keadaan janin dan ibu.
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat anti
hipertensi dan terkontrol dengan baik, lanjutkan
pengobatan tersebut. Jika tekanan diastolik >110 mmHg
dan atau tekanan sistolik >160 mmHg, berikan
antihipertensi.
Bila sebelumnya ibu sudah mengkonsumsi antihipertensi,
berikan penjelasan bahwa antihipertensi golongan ACE
inhibitor (misalnya kaptopril), ARB (misalnya valsartan),
dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Untuk
itu, ibu harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis
antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah ibu yang
cepat akan mengganggu perfusi janin.
Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain,
pikirkan superimposed preeklampsia dan tangani seperti
preeklampsia
Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75
mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin.
Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
Jika terdapat gangguan pertumbuhan janin, rujuk segera.
2) HIPERTENSI GESTASIONAL
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20
minggu dan menghilang setelah persalinan.
Diagnosis
Tekanan darah ≥140/90 mmHg.
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan
darah normal di usia kehamilan <12 minggu.
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri
ulu hati dan trombositopenia.
Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.
TataLaksana
Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), dan
kondisi janin.
Jika terjadi gangguan pertumbuhan janin, rawat untuk
lakukan rujukan.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara
normal.
Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu tanpa melihat proteinuria dan disertai keterlibatan
organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis
mikroangiopati.
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas.
Sakit kepala, skotoma penglihatan.
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif.
Oliguria (urine output< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2
mg/dl.
4) EKLAMPSIA
Kejang umum dan/atau koma.
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tata Laksana
Ibu hamil dengan preeklampsia harus dirujuk ke rumah sakit.
Sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit lakukan stabilisasi
awal sebagai berikut:
Diagnosis
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan ≥500 ml setelah
bayi lahir atau yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu.
Faktor Predisposisi
1) Kelainan implantasi dan pembentukan plasenta: plasenta
previa, solutio plasenta, plasenta akreta/inkreta/perkreta,
kehamilan ektopik, mola hidatidosa.
2) Trauma saat kehamilan dan persalinan: episiotomi, persalinan
per vaginam dengan instrumen (forsep di dasar panggul atau
bagian tengah panggul), bekas SC atau histerektomi.
3) Volume darah ibu yang minimal, terutama pada ibu berat
badan kurang, preeklampsia berat/eklampsia, sepsis, atau
gagal ginjal.
4) Gangguan koagulasi.
5) Pada atonia uteri, penyebabnya antara lain uterus
overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar, hidramnion
atau bekuan darah), induksi persalinan, penggunaan agen
anestetik (agen halogen atau anastesia dengan hipotensi),
persalinan lama, korioamnionitis, persalinan terlalu cepat dan
riwayat atonia uteri sebelumnya.
Untuk melakukan Tata Laksana yang cepat dan tepat, maka perlu
dikenali tanda dan gejala dari masing-masing penyebab
sebagaimana tercantum pada tabel berikut:
Tata Laksana
1) Panggil bantuan.
2) Nilai sirkulasi, jalan napas, dan pernapasan pasien.
3) Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan
syok.
4) Berikan oksigen.
CATATAN:
1) Jangan berikan lebih dari 3 liter larutan
intravena yang mengandung oksitosin
2) Jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi berat/tidak terkontrol, penderita sakit
jantung dan penyakit pembuluh darah tepi
Sisa Plasenta
1) Berikan 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl
0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan 10
unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unitdalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat dengan kecepatan 40
tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
2) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan
keluarkan bekuan darah dan jaringan (lihat lampiran A.2).
Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual atau
dilatasi dan kuretase.
3) Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2g IV
dan metronidazole 500 mg).
4) Jika perdarahan berlanjut, Tata Laksana seperti kasus atonia
uteri.
Ruptur Uteri
1) Pada kasus ruptur uteri harus dilakukan tindakan segera.
Keselamatan pasien yang mengalami ruptur uteri paling sering
tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi
keadaan syok dan mengendalikan perdarahan.
2) Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik
adalah laparatomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau
tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika janin sudah
tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan kontrol
perdarahan dan seringkali sampai harus sampai tindakan
pengangkatan uterus (histerektomi).
Inversio Uteri
1) Segera reposisi uterus. Namun jika reposisi tampak sulit,
apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah
untuk merujuk ibu.
2) Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan
melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan
morfin 0,1 mg/kgBB IM.
Tata laksana kegawatan pada bayi baru lahir harus harus dapat
dilakukan secara cepat dan tepat di tempat maupun selama proses
rujukan. Prinsip tatalaksana kegawatan tersering pada neonatus
adalah dengan mengenal tanda bahaya klinis seperti adanya trauma
lahir, penampakkan klinis biru (sianosis), pucat, dan kuning
(ikterus), kedaruratan saluran cerna serta kejang. Tata laksana lanjut
setelah identifikasi tanda bahaya kegawatan neonatus adalah
melaksankan resusitasi, stabilisasi dan proses transportasi neonatus
dalam keadaan gawat darurat.
Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial terjadi pada 20% - 40% bayi dengan
berat lahir <1.500 gram, jarang terjadi pada neonatus yang lebih
matur. Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada: ruang epidural,
subdural atau subarakhnoid, parenkim serebrum atau serebelum,
dan ventrikel. Presentasi klinis tanpa gejala yang bisa terjadi
hingga 50% kasus. Gejala yang sering timbul berhubungan
dengan kehilangan darah (pucat, syok, gawat napas sampai
apnea, gangguan pembekuan darah dan ikterus), tanda gangguan
neurologis, fontanela anterior menonjol, hipotonia, lemah, kejang
dan suhu tidak stabil.
Cedera Intraabdominal
Cedera intraabdominal bisa mengakibatkan ruptur atau
perdarahan subkapsular di hati, limpa atau kelenjar adrenal.
Presentasi klinis yang ditemukan adalah:
1) Riwayat persalinan yang sulit, ditandai adanya manifestasi
klinis yang mendadak termasuk syok dan distensi abdomen.
2) Gejala yang mengindikasikan awitan lanjut termasuk ikterus,
pucat, asupan minum yang buruk, takipnea dan takikardia.
Pneumonia
Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri ke dalam cairan
ketuban mengarah ke pneumonia bawaan atau infeksi bakteri
sistemik dengan manifestasi yang menjadi jelas sebelum
persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran
(asfiksia perinatal) atau setelah periode laten selama beberapa
jam (gawat pernapasan, syok).
Syok Hipovolemik
Syok jenis ini merupakan penyebab syok paling umum pada
bayi baru lahir. Syok jenis ini dapat bersifat sekunder
terhadap kehilangan darah antepartum atau postpartum.
Midwifery
Update
pg. 384
langsung produk mikroba (termasuk endotoksin), pada sistem
vaskuler selain adanya pelepasan substansi vasodilator.
Patofisiologi dan presentasi klinis: Tanda awal sebagai syok
ditemukan hangat dengan tekanan denyut lebar, ekstremitas
hangat, takikardia dan tekanan darah serta produksi urin
normal. Pada keadaan lebih parah, syok ini melaju menuju syok
dingin dengan ekstremitas terasa dingin dan berbercak.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan penyebab yang dapat
menyebabkan curah jantung rendah. Asfiksia pada saat lahir
dapat menyebabkan kontraktilitas yang buruk, disfungsi otot
papilaris, dan regurgitasi trikuspid. Disfungsi miokardium yang
bersifat sekunder untuk suatu agen infeksi (bakteri atau virus)
atau abnormalitas metabolisme seperti hipoglikemia dan
hipokalsemia.
Tatalaksana syok
Secara umum tatalaksana syok adalah sebagai berikut
• Bolus intravena sejumlah 20 ml/kg darah utuh (whole
blood), plasma beku segar (fresh frozen plasma), albumin,
Ringer laktat atau salin normal.
• Bayi kemudian dinilai kembali.Jika terdapat respon,
teruskan perluasan volume tetapi jika tidak ada respon
tambahkan agen inotropik.
• Agen inotropik: mulai dengan infus dopamin kemudian
Syok septik
Buat kultur (darah, urin dan CSF). Mulai terapi antibiotik
empirik. Gunakan pengembang volume (volume expanders) dan
agen inotropik sesuai kebutuhan. Catatan: Pemakaian
kortikosteroid pada syok septik masih kontroversial.
Syok kardiogenik
Mengobati penyebab yang mendasari syok: kebocoran udara/air
leaks: segera evakuasi udara serta mengobati aritmia Agen
inotropik (dopamin dan dobutamin). Catatan: Agen inotropik
merupakan kontraindikasi pada stenosis subaorta
hipertropik.
Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit
sistemik disertai infeksi bakteri, infeksi jamur dan infeksi
virus yang terjadi pada bayi baru lahir terutama dalam satu
bulan pertama kehidupannya. Bakteri merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian neonatus. Angka kejadian
Tatalaksana Sepsis
Sepsis neonatorum awitan dini
Profilaksis antimikroba intrapartum (PAI)
• Rekomendasi terkini untuk terapi antibiotika
intrapartum.
Anamnesis
• Riwayat ikterus pada anak sebelumnya.
• Riwayat anemia dengan pembesaran hati, limpa atau
pengangkatan limpa dalam keluarga.
• Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil.
• Riwayat infeksi maternal; ketuban pecah dini.
• Riwayat trauma persalinan, asfiksia.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru
lahir dengan pencahayaan yang memadai. Hal ini dilakukan
terutama apabila tidak ada pemeriksaan penunjang kadar
bilirubin serum total, namun jika tersedia maka akan sangat
berguna untuk dasar mengamati penjalaran ikterus ke kaudal
tubuh.
Konseling Antenatal
Tim resusitasi harus mengetahui kondisi ibu dan bayi baru lahir
mulai dari riwayat antenatal sampai pada waktu persalinan.
Pengenalan faktor risiko pada ibu dan bayi baru lahir sangat
penting diketahui oleh tim resusitasi. Berikut ini adalah
penjelasan terkait dengan faktor risiko pasien:
ibu. Suhu ruangan harus dijaga tetap hangat (26 • C). Letak ruang
resusitasi hendaknya sangat berdekatan dengan ruang bersalin
agar tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan. Pada
beberapa fasilitas dengan keterbatasan ruangan, ruang bersalin
menjadi satu dengan ruang resusitai bayi baru lahir. Hal tersebut
harus tetap adanya batas untuk area bersalin dan area resusitasi
bayi baru lahir.
Breathing
Setelah melakukan langkah awal dan airway, berdasarkan
kemungkinan hasil penilaian maka tim harus melakukan tindakan
untuk tiap kondisi secara cepat dan tepat:
1) Pada bayi baru lahir yang tidak bernapas spontan atau megap-
megap dan atau laju denyut jantung < 100x/menit, lakukan
ventilasi tekanan positif dan segera pasang pulse oxymetri di
tangan kanan.
2) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dan denyut jantung ≥
100x / menit tetapi ada distress pernapasan (takipneu,
tarikan dinding dada, merintih), lakukan pemasangan
CPAP dan segera pasang pulse oxymetri di tangan kanan.
3) Pada bayi baru lahir bernapas spontan dengan sianosis
sentral persisten tanpa adanya distress pernapasan,
pertimbangkan pemberian O2 dengan pemantauan saturasi
O2.
c. Perencanaan Rujukan
Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya,
karena rujukan harus mendapatkan persetujuan dari ibu dan/atau
Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan
menerima pasien adalah:
1) Nama pasien.
2) Nama tenaga kesehatan yang merujuk.
3) Indikasi rujukan.
4) Kondisi ibu dan janin.
5) Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.
6) Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi
pasien.
Perlengkapan
Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik
dibutuhkan untuk melakukan rujukan tepat waktu (kasus
kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya, perlengkapan yang
digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki kriteria:
1) Akurat.
2) Ringan, kecil, dan mudah dibawa.
3) Berkualitas dan berfungsi baik.
4) Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan
dan getaran.
5) Dapat diandalkan dalam keadaan cuaca eksteim tanpa
kehilangan akurasinya.
6) Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika
digunakan dalam pesawat terbang.
Perlengkapan Umum
1) Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan).
2) Tandu (stretcher).
3) Stetoskop.
4) Termometer.
5) Baskom muntah.
6) Lampu senter.
7) Sfignomanometer (digital lebih baik).
8) Doppler (bila tidak ada, gunakan stetoskop janin).
9) Infusion pump (tenaga baterai).
10) Sarung tangan steril (3 pasang, berbagai ukuran).
11) Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus pascasalin.
12) Lubrikan steril.
13) Larutan antiseptik.
Kendaraan
Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu dalam rujukan tepat
waktu harus disesuaikan dengan medan dan kondisi lingkungan
menuju tujuan rujukan. Berikut ini adalah contoh tampilan desain
ambulans sederhana yang dapat digunakan untuk merujuk ibu.
Berikut adalah tata letak dalam kendaraan/ambulans untuk
rujukan:
Tujuan
Melibatkan faskes perujuk dalam pemantauan dan penanganan
pasca perawatan sehingga segera dapat dikenali apabila timbul
kegawatdaruratan lebih lanjut.
Referensi
- Direktorat Kesehatan keluarga. Direktorat Jenderal Kesehatan
Masarakat, Kementerian Kesehatan 2017. Modul Pelatihan Penanganan
Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal Bagi Dokter Umum, Bidan
Dan Perawatdi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
- JNPK-KR, 2019, Pedoman Pelatihan PONEK.
- Kementerian Kesehatan 2018, Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
- WHO-Kemenkes 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.
A. Deskripsi Singkat
Bayi baru lahir (BBL), bayi, balita dan anak usia pra sekolah beresiko
mengalami masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Untuk itu diperlukan upaya- upaya
dalam pemberian asuhan yang berkualitas untuk meminimalisir
masalah kesehatan. Sesi ini membahas tentang asuhan bayi baru lahir,
bayi, balita, dan anak usia pra-sekolah.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan memahami dan
mampu memberikan asuhan yang berkualitas pada BBL, bayi, balita
dan anak usia pra-sekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan asuhan pada BBL
b. Memberikan asuhan pada bayi
c. Memberikan asuhan pada balita dan anak usia pra-sekolah
C. Materi Pokok
1. Asuhan pada BBL
a. Situasi kesehatan BBL, bayi dan balita di Indonesia
b. Persiapan penanganan BBL
c. Penilaian awal pada BBL
d. Asuhan pada BBL
2. Asuhan pada bayi
a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI)
b. Asuhan BBL di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Asuhan pada BBL
a. Situasi Kesehatan BBL, Bayi, Balita dan Anak Usia Pra- Sekolah
di Indonesia
Angka Kematian Bayi (AKB) berhasil diturunkan secara tajam dari
32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012, menjadi 24 per 1000
kelahiran hidup (SDKI, 2017). Penurunan kematian neonatal dari 19
per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup
(SDKI, 2017).
Gambar.
Tren Angka kematian Neonatal,
Bayi dan Balita Tahun 1991 - 2017
Gambar.
Jumlah Kematian Balita (0 – 59 Bulan) di Indonesia
Menurut Kelompok Umur Tahun 2019
Sumber:WHO/RHT/MSM/97-2
Evaporasi
Kehilangan panas akibat permukaan kulit bayi tidak segera
dikeringkan dari air ketuban dan darah dan /atau terlalu
cepat dimandikan.
Konduksi
Kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi
dengan permukaan yang temperaturnya lebih rendah dari
suhu tubuh bayi.
Konveksi
Kehilangan panas jika bayi ditempatkan pada suhu ruangan
dibawah 25 derajat C.
Radiasi
Kehilangan panas jika bayi ditempatkan dekat kipas angin
atau dekat jendela yang terbuka.
Lakukan kontak
Pemantauan bayikulit
saatibuIMD dengan kulit bayi selama
paling sedikit satu jam:
Pemantauan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Posisi:
SetelahBayi
tali diposisikan
pusat dipotong dengandan diikat,
mulut letak yang
dan hidung kan bayi
tengkurap
terlihat dan di atasterhalang
tidak perut ibu tanpa pakaian/bedong. Kulit bayi
melekatkulit:
Warna padaWarnakulit pink
ibu. (kulit
Kepaladan/atau
bayi harus berada
selaput diantara
lendir)
payudara ibu
Pernapasan: tetapi
Napas lebih (tidak
normal rendah dari
ada puting.
retraksi atau pernapasan
cuping
Selimuti bayi dan ibu dengan kain hangat
hidung) dan laju pernapasan normal: 40-60 dan pasang topi di
kali/menit
kepalatubuh:
Suhu bayi. pada 60 dan 120 menit setelah kelahiran
(kisaran
Mintalahnormal:36,5°C
ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu
- 37,5°C)
Ibuletakdan
kanbayi
bantal
tidakdibawah kepala ibu
pernah ditinggal untuk mempermudah
sendirian
kontak visual
Sebaiknya antara ibu
pemantauan dan bayi.
dilakukan setiap 15 menit sampai 2
jam post partum.
4) Pemberian Vit K
Pada semua bayi lahir termasuk Bayi Berat Lahir Rendah
diberikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis
tunggal, intramuskular pada antero lateral paha kiri. Untuk Bayi
Berat Lahir Sangat Rendah (≤ 1500 gram) atau lahir di usia
gestasi ≤ 32 minggu maka dosis vitamin K 1 yang diberikan
adalah 0,5 mg (Pedoman Kesehatan Neonatal Esensial, 2018)
6) Pemeriksaan Fisik
Prinsip:
Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan bayi tenang dan
kondisi telanjang
Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai
pernafasan, tarikan dinding dada ke dalam, denyut jantung
dan kondisi perut.
Pemeriksaan fisik memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
SIKAP TUBUH
REKOLL LENGAN
160º
180º 140º
140º- 120º
110º- 100º
90º- 90º
<90º <90º
180º 140º 110º
TANDA SELEMPANG
SUDUT POPLITEAL
180º
TUMIT KE KUPING
Manajemen Laktasi
- Menyusui sangat bermanfaat bagi Kesehatan dan
kelangsungan hidup anak. Efek perlindungan ASI sangat
kuat dalam melawan infeksi penyakit melalui
peningkatan daya tahan tubuh anak.
- ASI merupakan makanan terbaik bagi BBL sehat maupun
sakit. Sampai saat ini, penularan COVID-19 melalui ASI
masih belum diketahui secara pasti. Namun harus
diperhatikan risiko utama saat bayi menyusu adalah
kontak dekat dengan ibu, yang cenderung terjadi
penularan melalui droplet.
- Menyusui langsung dapat dilakukan bila klinis ibu tidak
berat dan bayi sehat dengan patuh melakukan
pencegahan penularan COVID-19.
Hal yang sangat penting agar bayi lahir tumbuh dan berkembang
menjadi anak sehat adalah:
- Bayi lahir ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih, di
sarana kesehatan yang memadai
- Untuk mengantisipasi risiko buruk pada bayi saat dilahirkan,
jangan terlambat pergi ke sarana kesehatan bila dirasakan
sudah saatnya untuk melahirkan
- Saat melahirkan sebaiknya didampingi oleh keluarga yang
dapat menenangkan perasaan ibu
Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan
terdapat terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
(gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi.
Cerebral palsy
Merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak
progresif, yang disebabkan oleh suatu kerusakan/gangguan
pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang
tumbuh/belum selesai pertumbuhannya.
Sindrom Down
Anak dengan Sindrom Down adalah individu yang dapat dikenal
dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang
terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih.
Perkembangannya lebih lambat dari anak yang normal.
Beberapa faktor seperti kelainan jantung kongenital, hipotonia
yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan
keterampilan untuk menolong diri sendiri.
Retardasi Mental
Merupakan suatu kondisi yang ditandal oleh intelegensia yang
rendah (IQ < 70) yang menyebabkan ketidakmampuan individu
untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat
atas kemampuan yang dianggap normal.
Midwifery
Update
pg. 464
terkait dengan pengelolaan limbah medis tajam yang aman (waste
disposal management).
Jenis Imunisasi:
Imunisasi Program
Imunisasi Program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada
seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
Catatan:
- Pemberian Imunisasi lanjutan pada baduta DPT-HB-Hib dan
Campak dapat diberikan dalam rentang usia 18-24 bulan
- Baduta yang telah lengkap Imunisasi dasar dan mendapatkan
Imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai
status Imunisasi T 3.
Tabel. Sasaran
Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 5 SD Td November
Sumber: PMK No 12, Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Midwifery
Update
pg. 469
pemberian imunisasi, seperti pelaksanaan jadwal pemberian
imunisasi baru.
o Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi
dilaksanakan pada wilayah terbatas (beberapa provinsi
atau kabupaten/ kota).
o Imunisasi dalam penanggulangan KLB (Outbreak
Response Immunization/ORI)
Pedoman pelaksanaan imunisasi dalam penanganan KLB
disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit
masing-masing.
Imunisasi khusus
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu.
Situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada berupa persiapan
keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan
menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi
kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu berupa: Imunisasi
terhadap meningitis meningokokus, yellow fever (demam
kuning), rabies dan poliomyelitis.
Imunisasi Pilihan.
Imunisasi pilihan adalah Imunisasi lain yang tidak termasuk
dalam Imunisasi program, namun dapat diberikan pada bayi,
anak, dan dewasa sesuai dengan kebutuhannya dan
pelaksanaannya juga dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berkompeten sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Gambar. Sistematika
Skrining Pemberian Imunisasi
Penyimpanan pelarut vaksin pada suhu 2°C s.d. 8°C atau pada suhu
ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Sehari sebelum
digunakan, pelarut disimpan pada suhu 2°C s.d. 8°C. Beberapa
ketentuan yang harus selalu diperhatikan dalam pemakaian vaksin
secara berurutan adalah paparan vaksin terhadap panas, masa
kadaluwarsa vaksin, waktu pendistribusian/penerimaan serta
ketentuan pemakaian sisa vaksin.
Tujuan: agar semua balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah
umur 5-6 tahun mendapatkan pelayanan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini tumbuh kembang secara optimal sesuai potensi yang
dimilikinya
Keterangan
Buku KIA : Buku Kesehatan Ibu dan Anak
KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
TDL : Tes Daya Lihat
TDD : Tes Daya Dengan
KMPE : Kuesioner Masalah Perilaku Emosional
M-CHAT : Modified-Checklist for Autism in
Toddlers BKB : Bina Keluarga Balita
TPA : Tempat Penitipan Anak
Pusat PAUD : Pusat Pendidikan Anak Usia Dini
TK : Taman Kanak-kanak
Jadwal TDD adalah setiap 3 bulan pada bayi umur 0-12 bulan
dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 keatas. Tes ini dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD dan petugas terlatih
lainnya. Tenaga kesehatan mempunyai kewajiban memvalidasi hasil
pemeriksaan tenaga lainnya. Alat/saran yang diperlukan adalah:
Instrumen TDD menurut umur anak.
Interpretasi:
Bila satu atau lebih jawaban TIDAK, kemungkinan anak mengalami
gangguan pendengaran. Catat dalam buku KIA atau register SDIDTK,
atau status/catatan medis anak
Intervensi:
Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada. Rujuk ke RS
bila tidak dapat ditanggulangi.
Keluhan tersebut dapat berupa satu atau lebih keadaan dibawah ini:
- Keterlambatan berbicara
- Gangguan komunikasi/ interaksi social
Midwifery
Update
pg. 488
- Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk
mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas.
Sumber:
Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan Dasar,
Kemenkes RI, 2019
Intervensi Perkembangan
Intervensi perkembangan anak dilakukan atas indikasi yaitu:
Perkembangan anak meragukan (M) lakukan intervensi sebagai
berikut:
- Pilih kelompok umur yang lebih muda dari umur anak
- Ajari orang tua cara melakukan intervensi sesuai dengan
masalah/penyimpangan yang ditemukan pada anak tersebut.
- Beri petunjuk pada orang tua dan keluarga untuk
mengintervensi anak sesering mungkin, penuh kesabaran dan
kasih saying, bervariasi dan sambal bermain dengan anak agar
ia tidak bosan
- Intervensi dilakukan secara intensif sekitar 3-4 jam selam 2
minggu
- Minta orang tua/keluarga control Kembali 2 minggu kemudian
untuk dilakukan evaluasi hasil intervensi dan melihat apakah
kemajuan/perkembangan atau tidak.
Tabel. Contoh Tindakan Intervensi Perkembangan pada beberapa
Anak dengan masalah Perkembangan
psikolog.
Sumber: Pedoman Pelaksanaan SDIDTK Anak di Tingkat Pelayanan
Dasar, Kemenkes RI, 2019
Midwifery Update pg. 500
Referensi
- IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), 2013. Air Susu Ibu dan Hak Bayi.
Jakarta. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-
hak-bayi
- Kementrian kesehatan RI, 2018. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial (Pedoman Teknis Pelayanan Tingkat Pertama)
- Kementerian Kesehatan RI, 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2019, Jakarta.
- Kementerian Kesehatan RI, 2020. Buku KIA Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta.
- PMK No.12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
- Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI, 2019
- Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Kemenkes RI, 2010
- Pedoman Pelayanan Antenatal, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
Di era Adaptasi Kebiasaan Baru, Kemenkes RI 2020
- Setiyani, A; Sukesi; Esyuananik, 2016a. Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
A. Deskripsi Singkat
Kesehatan Reproduksi sangat penting untuk mendapat perhatian
karena sangat berhubungan erat dengan sistem, fungsi dan prosesnya
mencakup kesehatan seksual dengan tujuan untuk meningkatkan
kehidupan dan hubungan pribadi demi terciptanya generasi penerus
bangsa yang berkualitas. Kesehatan perempuan merupakan kunci bagi
kualitas generasi penerusnya. Ibu yang sehat ketika hamil pada
umumnya akan melahirkan bayi yang sehat pula. Hal itu dapat terjadi
jika hubungan seksual dilakukan secara aman dan bermartabat, namun
jika hubungan seksual secara paksaan atau tidak diinginkan maka
kehamilannyapun tidak diharapkan sehingga dapat berakhir dengan
aborsi, penelantaran bayi bahkan kematian ibu dan anaknya. Hal ini
bisa semakin parah pada Situasi krisis kesehatan dapat meningkatkan
risiko kekerasan seksual pada perempuan dan anak termasuk
penyimpangan perilaku seksual, seperti perlecehan seksual, perkosaan,
penculikan, perdagangan anak, prostitusi, IMS dan Kehamilan Tidak
Diinginkan.
pg. 502
Peningkatan Kapasitas Bidan dilakukan agar semua bidan memiliki
kemampuan merespon situasi krisis secara professional. Untuk itu
diperlukan Ketersediaan layanan kesehatan reproduksi sejak awal
bencana/krisis kesehatan dilakukan melalui pelaksanaan Paket Pelayanan Awal
Minimum (PPAM) kesehatan reproduksi. Sasaran PPAM adalah penduduk
yang merupakan kelompok rentan kesehatan reproduksi yaitu bayi baru lahir,
ibu hamil, ibu bersalin, ibu pascapersalinan, ibu menyusui, anak perempuan,
remaja dan wanita usia subur. PPAM kesehatan reproduksi dilaksanakan
pada saat fasilitas pelayanan kesehatan tidak berfungsi atau akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi sulit terjangkau oleh masyarakat
terdampak.
B. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu menangani masalah
kesehatan reproduksi perempuan dalam situasi krisis didalam
komponen PPAM terutama memberikan dukungan psikososial bagi
klien/pasien, Pencegahan dan Penanganan awal Kekerasan Berbasis
Gender dan Seksual.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat:
a. Menjelaskan Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro
dalam perspektif gender
b. Menjelaskan Pengertian PPAM, komponen dan waktu
pelaksanaan PPAM serta Logistik PPAM
c. Menjelaskan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta
Dukungan Psikososial
d. Melaksanakan tugas dan peran bidan dalam memberikan
dukungan psikososial bagi klien/pasien
e. Melaksanakan peran sektor layanan kesehatan termasuk peran
bidan dalam pencegahan dan penanganan awal kekerasan
berbasis gender dan seksual
pg. 503
f. Membuat rencana strategis pencegahan dan penanganan
kekerasan berbasis gender dan seksual
g. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah
melakukan rujukan.
C. Materi Pokok
Materi pokok dalam pelatihan ini terdiri dari:
1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan kespro dalam perspektif
gender
2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu pelaksanaan PPAM,
Logistik PPAM
3. Pengertian Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual serta Dukungan
Psikososial
a. Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual
b. Dukungan Psikososial
4. Tugas dan peran bidan dalam memberikan dukungan psikososial
bagi klien/pasien
a. Pendekatan dukungan psikososial
b. Dukungan Psikologis Awal (DPA)
5. Peran sektor layanan kesehatan termasuk peran bidan dalam
pencegahan dan penanganan awal kekerasan berbasis gender dan
seksual
6. Rencana strategis pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis
gender dan seksual
7. Mengidentifikasi kasus yang perlu dirujuk dan langkah-langkah
melakukan rujukan.
pg. 504
D. Uraian Materi
Materi Pokok 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi dan Kespro
Dalam Perspektif Gender
Adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu
yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).
Keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan
perempuan. (UU RI No. 36 Tahun 2009 Pasal 71 Ayat 1)
pg. 505
Kespro adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup
fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi
serta proses reproduksi yang pemikiran kespro bukannya kondisi yang
bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki
kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah
menikah (Depkes RI, 2000).
pg. 506
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dalam menjalankan kehidupan dalam
reproduksisnya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam berpolitik
yang bernuansa kesehatan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam
kesehatan reproduksi.
pg. 507
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi
dan kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur pemaksaan,
ancaman, dan kekerasan.
7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh
informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat
berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang
bertanggung jawab.
8. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan
mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual,
termasuk HIV/AIDS.
9. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil
langkah yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu
yang menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksualnya terpenuhi.
10. Hukum dan kebijakann harus dibuat dan dijalankan untuk
mencegah diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang
berhubungan dengan sekualitas dan masalah reproduksi
11. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui
haknya, mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini
serta membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan
dan advokasi.
12. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak
perempuan ini diambil dari hasil kerja International Women’s
Health Advocates Worldwide.
pg. 508
1998). Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan
peran, fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–
laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat
berubah dan atau diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin.
Namun jenis kelamin di sini bukan seks secara biologis, melainkan
sosial budaya dan psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan
peranan antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat
sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan.
pg. 509
Berlaku Status Tergantung Sikap dan
sepanjang masa sebagai kepada perilaku keluarga
lakilaki dan kebudayaan lebih
perempuan mengutamakan
tidak pernah laki – laki
berubah daripada
sampai kita perempuan selalu
mati
Berlaku Dirumah, di Tergantung Pembatasan
dimanapun kampus pada budaya kesempatan di
berada ataupun di setempat bidang pekerjaan
mana sorang terhadap
laki-laki tetap perempuan di
lakilaki dan banding lakilaki
perempuan karena budaya
tetap setempat
perempuan
Merupakan Ciri utama Bukan Sifat atau
kodrat Tuhan laki-laki merupakan mentalitas antara
berbeda kodrat Tuhan lelaki dengan
dengan perempuan bisa
perempuan sama
Ciptaan Tuhan Perempuan Buatan Laki-laki dan
bisa haid, Manusia perempuan
hamil, berhak menjadi
melahirkan calon
dan menyusui ketua RT, RW,
sedangkan kepala desa
laki-laki tidak bahkan presiden
bisa
pg. 510
Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin, adalah
hasil rekayasa masyarakat. Masyarakat menghubungkan jenis kelamin
seseorang dengan perilaku tertentu yang seharusnya dilakukan
biasanya disebut dengan area ” kegiatan wanita” dan ”kegiatan laki-
laki”. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh
dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut.
Diskriminasi Gender
Pada hakikatnya, manusia memiliki kedudukan yang setara antara
laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat,
dan martabat yang sama. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia,
banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama
dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan
dan membudaya yang berdampak pada terciptanya perlakuan
diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin sehingga muncul istilah
gender yang mengacu pada perbedaan peran antara laki-laki dan
perempuan yang terbentuk dari proses perubahan peran dan status
tadi baik secara sosial ataupun budaya.
pg. 511
diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian
yang biasa dijumpai dalam masyarakatmanusia, ini disebabkan karena
kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain. Inti dari
diskriminasi adalah perlakuan berbeda.
pg. 512
meletakan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-
laki. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai
masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan
dalam kehidupan. Sebagai contoh apabila seorang isteri yang
hendak mengikuti tugas belajar, atau hendak berpergian ke luar
negeri harus mendapat izin suami, tetapi kalau suami yang akan
pergi tidak perlu izin dari isteri.
pg. 513
4. Kekerasan (Violence) Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap
perempuan sebagai akibat perbedaan, muncul dalam bebagai
bentuk. Kata kekerasan merupakan terjemahkan dari violence,
artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologis seseorang. Oleh karena itu kekerasan tidak hanya
menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan
penyiksaan, tetapi juga yang bersifat non fisik, seperti pelecehan
seksual sehingga secara emosional terusik. Pelaku kekerasan
bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah
tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam
masyarakat itu sendiri. Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan,
sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.
pg. 514
Materi Pokok 2. Pengertian PPAM, komponen dan waktu
pelaksanaan PPAM, Logistik PPAM
a. Pengertian PPAM
PPAM kesehatan reproduksi diterapkan pada semua jenis
bencana, baik bencana alam maupun non alam. Kebutuhan
terhadap pelayanan kesehatan reproduksi disesuaikan dengan hasil
penilaian kebutuhan awal yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
lapangan. Jika PPAM kesehatan reproduksi tidak dilaksanakan,
akan memiliki konsekuensi: 1) Meningkatnya kematian maternal
neonatal, 2) Meningkatnya risiko kasus kekerasan seksual dan
komplikasi lanjutan, 3) Meningkatnya penularan IMS, 4) Terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, 5)
Terjadinya penyebaran HIV AIDS.
pg. 515
Komponen dan waktu pelaksanaan PPAM
PPAM dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan
kesehatan reproduksi yang terdampak bencana seperti ibu hamil, bersalin,
pascapersalinan, bayi baru lahir, remaja dan WUS. Komponen PPAM
kesehatan reproduksi dilaksanakan segera setelah mendapatkan hasil
penilaian dari tim kaji cepat di lapangan (tim RHA).
pg. 516
Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan PPAM
KOMPONEN PPAM WAKTU
KEGIATAN RESPON
Komponen 1: a. Menunjuk a. 1 x 24 jam
Mengidentifikasi (mengaktifkan) seorang b. 1 x 24 jam
koordinator sub koordinator untuk c. 2 x 24 jam
klaster Kesehatan mengkoordinir Lintas d. 1 x 24 jam
Reproduksi/ P/S lembaga lokal dan
PPAM internasional dalam
pelaksanaan PPAM
Kespro.
b. Melakukan pertemuan
koordinasi untuk
mendukung dan
menetapkan
penanggung jawab
pelaksana di setiap
komponen.
c. Melaporkan isu-isu
dan data terkait
kesehatan
reproduksi,
ketersediaan sumber
daya serta logistik
pada pertemuan
koordinasi.
d. Memastikan
ketersediaan dan
pendistribusian
RH Kit.
pg. 517
penyintas perkosaan. pemberian
c. Memastikan profilaksis
masyarakat diberikan
mengetahui informasi dalam 72
tersedianya pelayanan jam pasca
medis, dukungan perkosaan
psikologis awal, c. 48 jam
rujukan perlindungan d. 72 jam
dan bantuan hukum
d. Memastikan adanya
jejaring untuk
pencegahan dan
penanganan
kekerasan seksual.
pg. 518
b. Memastikan
tersedianya
pelayanan (tenaga
yang kompeten
dan alat serta
bahan yang sesuai
standar) persalinan
normal dan
kegawatdaruratan
maternal dan
neonatal (PONED
dan PONEK)
di fasilitas
pelayanan
kesehatan
dasar dan
rujukan
c. Membangun
sistem rujukan
untuk
memfasilitasi
transportasi dan
komunikasi dari
masyarakat ke
puskesmas dan
puskesmas ke
rumah sakit
d. Memastikan
tersedianya
perlengkapan
persalinan (kit ibu
hamil, kit pasca
persalinan, kit
dukungan
persalinan) yang
diberikan pada ibu
hamil yang akan
melahirkan dalam
waktu dekat
e. Memastikan
masyarakat
mengetahui
adanya layanan
pertolongan
persalinan dan
kegawatdaruratan
maternal dan
neonatal
pg. 519
f. Ketersediaan
alat kontrasepsi
yang mencukupi
pg. 520
keluarga kontrasepsi bagi Sesegera
berencana (KB) para akseptor KB. mungkin,dengan
2. Kesehatan Memastikan menyesuaikan
reproduksi tersedianya layanan kebutuhan dari
remaja di PPAM kesehatan hasil kaji cepat
semua reproduksi remaja tim lapangan
komponen (lihat bab prioritas
PPAM tambahan)
3. Distribusi kit Memastikan kit
individu individu (kit ibu
hamil, kit ibu paska
melahirkan, kit bayi
baru lahir dan kit
higiene) terdistribusi
dengan baik dan
sesuai sasaran yang
ada.
Logistik PPAM
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang optimal
diperlukan ketersediaan paket dan perlengkapan PPAM. Ada 3 (tiga) jenis
paket (kit) yaitu: kit individu, kit persalinan di lapangan, kit kesehatan
reproduksi serta alat dan sarana penunjang. Semua kebutuhan logistik ini
harus disiapkan pada tahap prakrisis kesehatan sebagai bagian dari kegiatan
kesiapsiagaan bencana. Penyediaan dan pendistribusian logistik dapat
dilakukan secara mandiri oleh pemerintah maupun pihak lainnya.
Berikut adalah uraian tentang jenis-jenis paket dan logistik PPAM:
a. Kit individu
1) Berisi barang kebutuhan pribadi sesuai sasaran kesehatan
reproduksi.
2) Dikemas dalam kantong/tas dengan warna tertentu yaitu: ibu hamil
(kit warna hijau), ibu pasca melahirkan/ pasca persalinan (kit warna
oranye), bayi baru lahir (kit warna merah) dan kit hiegiene untuk
WUS (kit warna biru) .
3) Kit diberikan sesegera mungkin pada awal terjadi krisis
pg. 521
kesehatan sesuai kebutuhan dari hasil kaji cepat tim
lapangan
pg. 522
dalam kit kesehatan reproduksi terdapat dalam Buku Pedoman
Dukungan Logistik PPAM Kesehatan Reproduksi pada Krisis
Kesehatan.
5) Kebutuhan kit tergantung pada banyaknya pengungsi, jenis
pelayanan yang akan diberikan serta perkiraan lamanya
waktu mengungsi.
pg. 523
d. Alat dan Sarana Penunjang lainnya
1) Tenda Kesehatan Reproduksi
Apabila tidak tersedia ruangan/tenda untuk pelayanan
kesehatan reproduksi di posko kesehatan, maka tenda kesehatan
reproduksi harus disediakan. Ukuran minimal tenda kesehatan
reproduksi di lapangan 4 x 6 meter. Tenda ini dimanfaatkan untuk
melaksanakan pemeriksaan KIA/ANC, persalinan dan juga
konseling tentang kesehatan reproduksi serta menyusui. Tenda
kesehatan reproduksi harus bersifat privasi.
2) Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Kesehatan
Reproduksi
Dalam situasi krisis kesehatan, pengungsi perlu diberi informasi
tentang pelayanan kesehatan reproduksi yang tersedia di lokasi
pengungsian, seperti informasi tempat, jenis, dan jadwal
pelayanan kesehatan reproduksi, pendistribusian bantuan dan
topik penyuluhan kesehatan reproduksi. Media Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan reproduksi dapat berupa
poster, spanduk, mobil penerangan, radio, dan media lainnya yang
bermanfaat bagi pengungsi, seperti kipas kertas dan baju kaos.
Tidak dianjurkan memberikan media KIE dalam bentuk
leaflet/brosur/flyer karena akan menimbulkan limbah di tempat
pengungsian.
3) Peralatan penunjang lain
Peralatan penunjang ini digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi di situasi krisis
kesehatan seperti generator, obsgyn bed, tempat pembuangan
limbah, dll.
4) Alat bantu perlindungan diri
Pada situasi krisis kesehatan dan bencana dimana keadaan
menjadi tidak stabil, tindak kejahatan seksual dapat terjadi
bahkan meningkat terutama pada populasi rentan, yaitu
perempuan dan anak. Upaya pencegahan dan kewaspadaan diri
pg. 524
perlu ditingkatkan, misalnya dengan memberikan peralatan
sederhana yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan dan anak
untuk pencegahan kekerasan seksual seperti senter (untuk
membantu penerangan), peluit (sebagai alarm tanda bahaya),
dan lain- lain.l
pg. 525
Menurut IASC (Inter Agency Standing Committe) kekerasan
seksual adalah: Termasuk perkosaan/percobaan perkosaan,
kekerasan dan eksploitasi seksual, adalah “semua tindakan seksual,
percobaan tindakan seksual, komentar seksual yang tidak
diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan,
ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang
hubungan dengan korban, dalam situasi apa saja, termasuk tapi
tidak terbatas pada lingkungan rumah dan pekerjaan”. Bisa dalam
berbagai bentuk termasuk perkosaan, perbudakan seks dan atau
perdagangan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual, eksploitasi
seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi paksa.
pg. 526
Kekerasan Seksual menurut UU PKDRT 23/2004, pasal 8
meliputi:
1) Pemaksaan hubungan seksual yang yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; atau
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
pg. 527
Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual
1) Perkosaan/percobaan perkosaan
adalah hubungan seksual yang tidak disetujui bersama. Hal ini
termasuk penyerangan terhadap bagian tubuh manapun dengan
menggunakan alat kelamin dan/atau penyerangan terhadap alat
kelamin atau lubang dubur dengan benda apapun atau bagian
tubuh apapun. Perkosaan dan percobaan perkosaan
mengandung unsur kekuasaan, ancaman, dan/atau paksaan.
Penetrasi dalam bentuk apapun adalah perkosaan. Upaya untuk
memperkosa seseorang tetapi tanpa penetrasi adalah percobaan
perkosaan.
Perkosaan/percobaan perkosaan termasuk:
Perkosaan terhadap perempuan dewasa
Perkosaan terhadap anak-anak (perempuan atau laki-laki),
termasuk juga hubungan sedarah (incest)
Perkosaan yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaku
Perkosaan dalam pernikahan, antara suami dan istri
Perkosaan terhadap laki-laki, atau dikenal sebagai sodomi
2) Penganiayaan seksual
adalah bentuk nyata atau ancaman fisik secara seksual, baik
dengan menggunakan kekerasan atau dibawah ketidaksetaraan
atau kondisi pemaksaan.
3) Eksploitasi seksual
adalah bentuk nyata atau percobaan penganiayaan yang
mengandung unsur kerentanan, perbedaan kekuasaan, atau
kepercayaan, untuk tujuantujuan seksual, termasuk untuk,
tetapi tidak terbatas untuk keuntungan finansial, secara sosial
atau politik dengan mengeksploitasi seseorang secara seksual.
4) Kekerasan seksual
Tindakan seksual apapun, percobaan untuk melakukan kegiatan
seksual, kata-kata atau cumbuan seksual yang tidak diinginkan,
atau perdagangan seksualitas seseorang, menggunakan
pg. 528
paksaan, ancaman atau paksaan fisik, oleh siapapun apapun
hubungannya dengan si korban, di mana pun, termasuk tetapi
tidak hanya dirumah atau di tempat kerja”. Kekerasan seksual
terjadi dalam banyak bentuk, termasuk perkosaan, perbudakan
seks, dan/atau perdagangan, kehamilan yang dipaksakan,
pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan/atau penganiayaan,
dan pengguguran kandungan yang dipaksakan.
5) Kekerasan fisik mengacu pada tindakan yang menyakiti tubuh.
6) Kekerasan psikologis mengacu pada tindakan atau peniadaan
yang menyebabkan atau dapat menyebabkan penderitaan
mental atau emosional, seperti – namun tidak terbatas pada -
intimidasi, pelecehan, penguntitan, pengerusakan
properti/barang, dipermalukan, kekerasan verbal, dan
perselingkuhan. Menyaksikan kekerasan terhadap anggota
keluarga, pornografi, menyaksikan penyiksaan hewan, atau
melarang mengunjungi anak juga merupakan bentuk dari
kekerasan psikologis.
7) Penelantaran ekonomi merujuk pada perilaku yang membuat
perempuan bergantung secara finansial, misalnya dengan cara:
Menarik dukungan finansial atau melarang korban bekerja
Diambil atau diancam untuk diambil sumber penghasilannya
dan hak untuk menikmati harta bersama
Mengontrol uang dan kepemilikan korban
8) “Praktik-praktik berbahaya” adalah bentuk dari ketidaksetaraan
gender dan norma sosial, budaya, dan agama yang diskriminatif,
serta tradisi, yang berhubungan dengan posisi perempuan
dalam keluarga, komunitas dan masyarakat dan untuk
mengendalikan kebebasan perempuan, termasuk
seksualitasnya.
9) Bentuk KBG lainnya, kategori ini dipakai jika tidak memenuhi
kriteria di atas. Namun KDRT, kekerasan pada anak, tindak
pidana perdagangan orang, perbudakan seksual dan eksploitasi
tidak termasuk didalam kategori ini.
pg. 529
Dampak Kekerasan Seksual
KBG memiliki dampak yang sangat signifikan pada korbannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang, yang berupa dampak pada
aspek fisik, psikologis, dan sosial seseorang. Dampak ini tidak
terjadi secara tunggal dan terpisah akan tetapi saling berkaitan yang
dapat menambah peliknya masalah yang dialami korban dan
keluarganya. Misalnya dampak fisik akan juga berakibat pada
penderitaan psikologis korban. Secara umum dampak KBG yang
dialami oleh korban/penyintas adalah:
DAMPAK FISIK
Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang
Luka-luka fisik dari yang ringan Kehamilan yang tidak diinginkan dan
hingga berat, sampai dengan umumnya berakhir dengan aborsi yang
kehilangan anggota tubuh tidak aman,
bahkan kematian. Melanjutkan kehamilan yang tidak
Kehamilan yang tidak diinginkan dengan keluhan fisik yang
diinginkan, tertular penyakit lebih meningkat karena secara
menular seksual, mengalami psikologis menolak kehamilan
risiko lebih besar untuk tertular tersebut
HIV/AIDS, serta rusaknya organ Kondisi kesehatan yang menurun akibat
reproduksi. luka permanen atau tekanan psikis
Pemaksaan fisik memang yang ditimbulkan karena kejadian
seringkali digunakan dalam kekerasan seksual, cacat tubuh,
perkosaan akan tetapi tidak penyakit infeksi seksual kronis,
selalu demikian, sehingga mengidap HIV/ AIDS, tidak dapat
korban tidak selalu mengalami memiliki keturunan, kematian.
luka-luka pada tubuh, apalagi Pendarahan atau infeksi pada vagina,
bila pelaku sudah paham pertumbuhan jaringan yang tidak
strategi agar korban tidak normal pada vagina, menurunnya
sampai terluka secara fisik. hasrat seksual, sakit pada panggul yang
kronis, infeksi saluran kencing kronis
serta peradangan pada vagina.
Sumber:
DAMPAK PSIKOLOGIS/MENTAL
Jangka Pendek/Langsung Jangka Menengah dan Panjang
Mengalami kebingungan; rasa tidak Dampak jangka pendek masih bisa
percaya; hampa; marah; sedih; terus dialami;
tidak berdaya; malu; menjadi Alami gangguan psikologis lebih
agresif; menyalahkan diri sendiri; berat, misalnya: depresi, gangguan
Menyesali keadaan dalam arti identitas terpecah (split
memiliki pikiranpikira personality)
“seandainya aku….”, dll; Bunuh diri atau keinginan untuk
Mempertanyakan atau bunuh diri;
menyalahkan Tuhan; Mengalami gangguan stres pasca
Menghindari tempat kejadian atau trauma
tempat yang serupa dengan tempat Mengalami gangguan makan;
kejadian; gangguan tidur;
pg. 530
Rasa takut atau muak pada pelaku Memiliki masalah personal dengan
atau orang yang menyerupai lawan jenis; hasrat seksual menurun;
pelaku; menjadi tidak tertarik pada lawan
Mengalami mimpi buruk; sulit tidur jenis;
Menarik diri; sulit berkonsentrasi; Perilaku seks berisiko yang
kehilangan nafsu makan; tertampil dalam bentuk berganti-
Merasa diri kotor atau tidak ganti pasangan;
berharga; kehilangan kepercayaan Ketergantungan pada rokok atau
diri; merasa jijik pada diri sendiri; NAPZA;
merasa jijik pada segala sesuatu Perilaku yang melanggar aturan dan
yang mengingatkan korban pada hukum seperti mencuri atau
pelaku atau kejadian; membolos;
Memiliki pikiran yang Skeptis pada sistem hukum dan
berulang- ulang tentang nilai-nilai kehidupan;
kejadian;
Tidak ingat dengan hal-hal detil;
kehilangan orientasi diri, waktu dan
tempat.
pg. 531
penyelidikan, dan proses pengadilan harus mempertimbangkan
reaksi-reaksi tersebut.
b. Dukungan Psikososial
Pendekatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psikologi dan
sosial. Kata psikologi mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau
perasaan, perilaku, hal-hal yang diyakini, sikap, persepsi dan
pemahaman akan diri. Kata sosial merujuk pada orang lain,
lingkungan, termasuk tatanan sosial, norma, nilai aturan, sistem
ekonomi, sistem kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan
yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Pendekatan psikososial diartikan sebagai hubungan yang
dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana tingkah laku,
pikiran dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh orang lain atau pengalaman sosial.
pg. 532
kembali dari dampak bencana, pandemi, atau masalah yang
dialaminya, dapat menghadapinya saat ini maupun di masa
mendatang (Kerangka Kerja Psikososial dari Federasi Internasional,
2005-2007).
pg. 533
kebidanan, bidan juga merupakan garda terdepan yang dapat
memberikan dukungan kesejahteraan emosional bagi para
klien/pasiennya, begitu juga situasi bencana seperti pandemi ini,
sebagian orang mengalami berbagai tekanan yang disebabkan oleh
penurunan pendapatan ekonomi dan mobilitas, maupun ketegangan
dalam keluarga, yang dapat berdampak pada kesehatan fisik, termasuk
kesehatan reproduksi dan mental seseorang.
pg. 534
terhadap aspek spiritual dapat menyebabkan klien/pasien akan
mengalami tekanan secara spiritual. Dalam melakukan asuhan
kebidanan yang holistik, pemenuhan kebutuhan spiritual klien/pasien
dilakukan dengan pemberian spiritual care. Aspek penghormatan,
menghargai martabat dan memberikan asuhan dengan penuh kasih
sayang merupakan bagian dari asuhan ini. Donia Baldacchino (2015)
dalam publikasinya yang berjudul Spiritual Care Education of Health
Care Professionals menyebutkan bahwa dalam memberikan spiritual
care, tenaga kesehatan (bidan) berperan dalam upaya mengenali dan
memenuhi kebutuhan spiritual klien/pasien dengan memperhatikan
aspek penghormatan pada klien/pasien.
pg. 535
dengan pemahaman holistik terhadap wanita. Mengutip dari Fatma
Sylvana Dewi Harahap (2018) "merekonstruksi bangunan keseimbangan
kesehatan dengan sinergitas fisik, psikis, dan spiritualitas perlu
dilakukan melalui pendidikan dan pelayanan kebidanan".
pg. 536
dapat menangkap ekspresi wajah
Anda.
Pastikan klien/pasien merasa nyaman Berasumsi bahwa klien/pasien
untuk berbicara dengan Anda dengan pasti nyaman berbicara dengan
memperhatikan bahasa tubuhnya atau Anda.
mengajukan pertanyaan untuk
membantunya merasa nyaman, seperti
memberikan pilihan-pilihan.
Menggunakan bahasa yang mudah Menggunakan jargon-jargon medis
dimengerti klien/pasien dan sesuai atau kebidanan dan berasumsi
dengan usia klien/pasien. Bila bahwa klien/pasien pasti
klien/pasien tidak menggunakan bahasa memahami apa yang Anda
yang Anda gunakan, dampingi dengan sampaikan.
penerjemah. Lakukan konfirmasi apakah
informasi yang Anda sampaikan sudah
jelas atau belum.
pg. 537
Hindari memaksa klien/pasien untuk berbicara ketika ia
belum siap.
Tunjukkan sikap peduli, empati, dan hormat kepada
klien/pasien. Ajukan pertanyaan dengan kepedulian untuk
memahami sudut pandang klien/pasien. Gunakan kalimat
yang menunjukkan Anda berempati kepada klien/pasien.
pg. 538
situasi tersebut memang diperlukan dan sudah
mendapatkan persetujuan klien/pasien.
pg. 539
Rangkum apa yang Anda pahami pada akhir pembicaraan
- Identifikasi dan sampaikan pokok-pokok utama yang
telah disampaikan oleh lawan bicara sehingga ia
mengetahui bahwa Anda benar-benar mendengarkan
saat ia berbicara dan yakin bahwa pemahaman Anda
tepat. Misalnya, “Dari yang Anda sudah sampaikan, saya
menangkap bahwa Anda khawatir terutama tentang
[rangkum kekhawatiran utama yang diungkapkan], benar
begitu?”
- Deskripsikan hal-hal yang Anda dengar, bukan
menafsirkan perasaan lawan bicara Anda tentang
situasinya. Misalnya, jangan mengatakan “Anda pasti
merasa berat sekali”. Jangan hakimi lawan bicaara Anda
atau situasinya.
pg. 540
Dorong orang tersebut untuk memikirkan cara-cara
mengelola masalah tersebut. Berikut pertanyaan-pertanyaan
yang dapat membantu: Apa yang pernah Anda lakukan untuk
mengatasi masalah-masalah seperti ini sebelumnya?Langkah
apa yang telah Anda coba?Apakah ada orang yang dapat
membantu Anda mengelola masalah ini, seperti teman,
keluarga, atau organisasi? Apakah kenalan/teman Anda
punya masalah serupa? Bagaimana cara mereka
mengatasinya?
Bantu orang tersebut memilih cara mengelola masalah dan
mencoba cara tersebut. Jika tidak berhasil, dorong ia untuk
mencoba cara/solusi lain.
pg. 541
merespon kebutuhan segera, memberikan informasi yang
dibutuhkan penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang
dibutuhkan penyintas, tidak hanya untuk perawatan kesehatan
mental lanjutan namun pada rujukan lainnya.
pg. 542
2) Prinsip dasar Melakukan DPA/ PFA
Look (Lihat):
- Perhatikan kondisi keamanan
- Perhatikan orang-orang yang memerlukan pemenuhan
kebutuhan dasar mendesak
- Perhatikan orang-orang yang menunjukkan reaksi
distres yang serius
Listen (Dengar):
- Dekati orang-orang yang mungkin membutuhkan
bantuan
- Tanyakan mengenai kebutuhan dan kekhawatirannya
- Dengarkan ceritanya dan bantu mereka untuk merasa
tenang
- Penuhi kebutuhan segera (makan, minum, pakaian, rasa
aman)
Link (Hubungkan):
- Berikan informasi yang dibutuhkan penyintas dengan
penjelasan yang mudah dipahami
- Hubungkan penyintas pada layanan yang ia butuhkan
ataupun layaan lain yang tersedia dan cara bagaimana
mengaksesnya.
3) Kerangka kerja PFA/DPA
Safety (S)
Memberikan perlindungan dari bahaya (safeguard) dan
memenuhi kebutuhan dasar (sustain)
- Safe guard
Prinsip melindungi, mengamankan penyintas dari
bahaya, risiko dan menawarkan upaya perlindungan. Hal
yang harus diperhatikan adalah keamanan dan
keselamatan penyintas dan penolong. Perlindungan dari
terpapar pengalaman traumatis.
pg. 543
Tindakan:
o Sesegera mungkin bawa penyintas ke tempat yang
aman dan jauhkan dari bahaya yang mengancam
o Jauhkan dari pemandangan yang akan menimbulkan
trauma
o Lindungi penyintas dari orang- orang yang ingin
melihat serta perilaku yang menyakiti diri sendiri
maupun orang lain
o Sediakan tempat yang aman
o Perkenalkan diri serta peran Anda kepada penyintas
o Jangan meninggalkan penyintas seorang diri dan jika
Anda harus melakukannya maka berilah alasan
mengapa Anda perlu melakukan hal tersebut dan
mintalah seseorang yang ada disekitar Anda untuk
menjaga pemnyintas
o Sediakan hal/bantuan konkret yang membuat
penyintas merasa aman
o Cegah dan hentikan secara langsung perilaku
penyintas yang membahayakan diri.
- Memenuhi kebutuhan dasar (sustain)
o Berikan makanan dan minuman
o Berikan perawata medis yang diperlukan jika ada
luka dll,
o Sediakan tempat istirahat yang aman
o Sediakan pakaian
Function (F)
- Comfort
Prinsip memberikan kondisi yang nyaman dan tenang
untuk menurunkan tingkat stress dan stabilisasi untuk
reaksi negatif, serta mengupayakan kondisi stabil pada
penyintas.
pg. 544
- Connect
Menghubungkan penyintas dengan lingkungan sosial
terdekat dan bermakna yaitu keluarga, teman, maupun
orang lain yang ada di komunitas penyintas. Menjaga
kebersamaan bersama dengan orang yang bermakna
dalam kehidupan penyintas.
o Tanyakan penyintas adakah pihak lain yang ingin
diberitahu sehubungan dengan yang baru saja terjadi
o Pertemukan kembali penyintas dengan
keluarga/teman
o Hubungkan penyintas dengan sumber bantuan dan
penyintas lain
o Bantu mencari informasi pada sumber lain yang
menyediakan informasi yang dibutuhkan penyintas.
Action (A)
Memberikan bimbingan dan informasi (edukasi) pada
penyintas mengenai apa yang terjadi, memvalidasi reaksi
dan mengajarkan strategi coping (mengatasi masalah)
yang relevan untuk mengurangi ketidakpastian dengan
informasi yang akurat.
- Berikan informasi tentang apa yang terjadi dan yang
akan terjadi serta apa yang akan akan dilakukan
- Menenangkan penyintas bahwa reaksi mereka adalah
wajar
- Berikan informasi tentang reaksi stress yang normal
- Ajarkan keterampilan cara positif menghadapi
pengalaman sulit
- Ajarkan penyintas cara positif untuk beradaptasi
- Sediakan infromasi tentang pemberian/penerimaan
dukungan.
pg. 545
4) Langkah Melakukan Pelayanan PFA
Langkah awal adalah membangun hubungan (building rapport).
Hal ini dapat dilakukan dengan melalukan percakapan ringan.
Berhadapan dengan lawan bicara, postur tubuh terbuka
Perhatikan mimik wajah penyintas.
Condong ke lawan bicara. Kontak mata terjaga dan
relaks/santai
Hal-hal penting dalam memulai kontak: hadir secara fisik
dan emosional
Penerimaan: menghargai keberadaan orang yang ingin
dibantu, menghormati tanpa syarat dan netral.
Empati, mempersepsikan, mengenali berbagai reaksi
penyintas
Mendengar aktif
- Bahasa tubuh yang memancarkan kehangatan dan
pemahaman
- Memberikan tanggapan dengan kata-kata yang
menunjukkan kepedulian, menyejukan/menenangkan
dengan cara: Mengungkapkan kembali lewat kata-kata
dengan maksud yang sama dan mengungkapkan kembali
perasaan/emosi
5) Rujukan
Rujukan diberikan jika penyintas tidak mengalami kemajuan
setelah mendapat dukungan, maka penyintas membutuhkan
bantuan dari tenaga professional. Hal ini bukan berarti Anda
gagal membantu. Justru Anda bisa memahami kebutuhan
penyintas dan menghubungkannya pada layanan yang tepat.
Untuk itu bidan perlu memiliki informasi yang memadai
mengenai sistem rujukan dan layanan kesehatan lainnya. Hal ini
dapat dilakukan melalui koordinasi antar pihak termasuk
dengan psikiater atau psikolog.
Tanda-tanda penyintas perlu dirujuk:
pg. 546
Merasakan emosi negatif hampir setiap waktu dengan
intensitas mendalam
Perubahan perilaku yang signifikan
Kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari/terganggung
fungsi sosial
Tidak mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri
(disesuaikan dengan usia)
Sulit mengambil keputusan sendiri
Terus menerus teringat pada insiden traumatis tersebut
Mudah terkejut, sering mimpi buruk
Menampilkan emosi yang datar
Kehilangan gairah hidup
Mengungkapkan keinginan bunuh diri
Reaksi marah berlebihan atau sebaliknya (datar)
Memburuknya hubungan dekat yang telah terbina
Peningkatan penggunaan rokok, alkohol dan narkoba
pg. 547
Tenaga kesehatan memiliki peran yang sangat penting untuk dapat
membantu penyintas kekerasan seksual melalui:
a. Memiliki kesadaran mengenai kekerasan seksual
b. Memberikan dukungan awal pada penyintas kekerasan seksual
c. Memberikan penanganan klinis pada penyintas kekerasan seksual
d. Memberikan dukungan kesehatan mental
pg. 548
Kemampuan Yang Perlu Dimiliki Bidan Dalam Mencegah Masalah
Kekerasan dan Penanganan Korban
a. Memahami masalah kekerasan dan ketidakberdayaan korban
b. Memberikan penyuluhan dan meyakinkan perempuan bahwa
berbagai bentuk penyalahgunaan atau kekerasan terhadap
pasangan tidak dapat diterima, oleh sebab itu tidak ada perempuan
yang pantas utk dipukul, dipaksa dalam berhubungan seksual atau
didera secara emosional.
c. Melakukan anamnesis/bertanya kepada korban tentang kekerasan
yang dialami dengan cara simpatik, sehingga korban merasa
mendapat pertolongan
d. Memberikan rasa empati dan dukungan
e. Memberikan pelayanan medis, konseling, visum dan sesuai dengan
kebutuhan merujuk ke fasilitas yang lebih memadai
f. Memberikan pelayanan kontrasepsi dan pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya sesuai dengan kebutuhan serta mencegah
dampak serius terhadap kesehatan reproduksi korban
g. Mendeteksi korban kekerasan dan dapat menghubungkan mereka
dengan pelayanan dukungan masyarakat lainnya
pg. 549
f. Membantu pasien/ klien/pasien untuk mendapatkan pelayanan
lainnya bagi korban kekerasan
pg. 550
f. Menghargai Perbedaan Individu (Individual Differences)
Setiap individu harus dipandang unik, masing-masing orang
mempunyai latar belakang, pengalaman hidup dan cara menghadapi
tekanan (coping mechanism) yang berbeda sehingga tidak boleh
dibandingkan antara satu korban dengan korban lain dalam hal
apapun.
g. Tidak Menghakimi
Petugas pemberi layanan harus memastikan bahwa apapun kondisi
korban atau informasi yang keluar dari korban tidak akan dinilai
atau dihakimi.
h. Menghormati Pilihan dan Keputusan Korban Sendiri
Pemberian layanan harus dilakukan dengan persetujuan korban,
mulai dari proses wawancara, pencatatan data, hingga
penanganan/tindakan yang akan diambil. Oleh karena itu, petugas
harus menjelaskan maksud dan tujuan dari setiap rencana
tindakan, termasuk keuntungan, kerugian dan konsekuensinya bagi
korban. Tugas pemberi layanan memfasilitasi korban dengan
informasi dan pandangan untuk membuat keputusan dari pilihan
yang tersedia. Prinsipnya tidak ada satupun solusi yang cocok untuk
semua orang, dan hanya orang yang bersangkutanlah yang paling
tahu akan dirinya. Hal ini juga mengandung unsur pemberdayaan
bagi korban agar dapat membuat keputusan sekaligus
bertanggungjawab atas pilihan yang diambilnya.
i. Peka terhadap Latar Belakang dan Kondisi Korban dan Pemakaian
Bahasa yang Sesuai dan dimengerti oleh Korban
j. Cepat dan Sederhana
Pemberian layanan harus diberikan dengan segera tanpa
penundaan yang tidak perlu. Bila korban datang atas rujukan pihak
pemberi layanan lain, maka petugas penerima harus membaca
terlebih dahulu surat pengantar/rujukan. Harus diusahakan agar
korban tidak ditanya berulang kali tentang hal yang sama terkait
identitas maupun narasi kasusnya.
pg. 551
k. Empati
Petugas harus menerapkan sikap empati, yakni kesanggupan untuk
menempatkan diri dalam posisi orang lain (dalam hal ini korban).
Dengan demikian korban merasa diterima, dipahami dan dapat
terbuka menceritakan persoalannya.
l. Pemenuhan Hak Anak
Korban yang berusia di bawah 18 tahun berhak atas penghormatan
dan penggunaan sepenuhnya hakhaknya untuk bertahan hidup,
pengembangan, perlindungan dan partisipasi, sebagaimana diatur
dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the
Child).
pg. 552
c. Hak atas non-diskriminasi
1) Hukum, kebijakan dan praktik yang terkait dengan akses ke
layanan tidak boleh mendiskriminasikan seseorang yang telah
diperkosa atas dasar apa pun, termasuk ras, suku, agama, jenis
kelamin, orientasi seksual, warna kulit, atau asal-usul nasional
atau faktor sosial ekonomi lainnya.
2) Tidak boleh menolak layanan untuk perempuan yang termasuk
dalam kelompok etnis tertentu.
d. Hak atas Penentuan Nasib Sendiri/Mengambil Keputusan Sendiri
(Self Determination)
1) Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa atau menekan
penyintas.
2) Keputusan tentang menerima perawatan kesehatan dan
pengobatan adalah keputusan pribadi yang hanya dapat dibuat
oleh para penyintas sendiri.
3) Penyintas menerima informasi yang tepat membuat pilihan.
4) Penyintas memiliki hak: Apakah, dan oleh siapa, mereka ingin
didampingi ketika mereka menerima informasi, diperiksa atau
memperoleh layanan lainnya.
e. Hak atas Informasi
Informasi yang Utuh dan Objective Jelas Pilihan Keputusan.
f. Hak atas Privasi
1) Pendamping yang menyertai penyintas atas permintaannya
2) Hanya orang yang keterlibatannya diperlukan untuk
memberikan perawatan medis saja yang dipersilahkan untuk
hadir selama pemeriksaan dan perawatan medis.
g. Hak atas Jaminan Kerahasiaan
1) Semua informasi status medis dan kesehatan dijaga
kerahasiaannya dan bersifat pribadi, termasuk dari anggota
keluarga mereka sendiri.
pg. 553
2) Tenaga kesehatan mengungkapkan informasi hanya kepada
orang-orang yang relevan atau dengan persetujuan tegas dari
penyintas.
3) Bila ke polisi atau pihak berwenang lainnya, informasi yang
relevan dari pemeriksaan perlu disampaikan (Medical Record)
pg. 554
k. Merujuk korban kekerasan kepada organisasi/Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sesuai dengan persetujuan untuk mendapat
pertolongan lanjutan
l. Menyediakan ruangan yang memadai untuk menjaga kerahasiaan
pg. 556
d. Bila diputuskan untuk terminasi kehamilan (usia kehamilan ≤ 40
hari), maka terminasi harus dilakukan di Rumah Sakit (yang sudah
ditentukan).
e. Pelayanan untuk kehamilan, persalinan dan nifas dilaksanakan
sesuai standar namun harus dilakukan pendampingan yang intensif
untuk trauma psikis
pg. 557
3) Cek tanda-tanda kehamilan,
4) Catat kondisi mental korban (normal, depresi, bunuh diri dll)
b. Pemeriksaan daerah genital
1) Jika kekerasan terjadi lebih dari 72 jam tapi kurang dari 1
minggu, catat apapun luka yang menyembuh dan atau luka
baru.
2) Jika kekerasan terjadi lebih dari satu minggu dan tidak ada
memar atau lecet dan tidak ada keluhan (misal keluar cairan
dari vagina atau anus atau luka), kecil indikasi untuk melakukan
pemeriksaan pelvik.
3) Swab forniks posterior tetap dilakukan untuk mendeteksi
adanya IMS.
pg. 558
Kondisi ini akan meningkatkan kesejahteraan psikososial, mencegah
kondisi psikologis yang bertambah buruk dan memungkinkan bidan
merujuk klien/pasien/penyintas kepada pelayanan psikososial yang
dibutuhkan. Selain itu, juga dapat menjaga keseimbangan dan fisik
bidan.
Referensi
- Inter-Agency Standing Committee. (2007). IASC Guidelines on Mental
Health and Psychosocial Support in Emergency Settings.
- Inter-Agency Standing Committee. (2020). Basic Psychosocial Skills: A
Guide for COVID-19 Responders.
- Kementerian Kesehatan RI. (2017). Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal
Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan.
- Kementerian Sosial RI. (2020). Panduan untuk Pekerja dan Relawan
Kemanusiaan di Masa Kenormalan Baru dalam Konteks Pandemik COVID-
19.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan.
- Mental health and psychosocial considerations during the COVID-19
outbreak: 18 March 2020. Jenewa: World Health Organization; 2020.
(WHO/2019-nCoV/MentalHealth/2020.1;
https://apps.who.int/iris/handle/10665/331490, diakses 29 April
2020)
- Panduan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Kekerasan Terhadap
Perempuan & Anak dalam situasi pandemi covid-19, Kemenkes, 2020
- Panduan Tata Laksana Klinis Kasus Kekerasan Seksual pada situasi
krisis Kesehatan, Kemenkes, 2020
- Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu tatalaksana Kasus
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Kemenkes, 2009
pg. 559