Anda di halaman 1dari 24

Konsep Pembelajaran, Ciri-ciri Pembelajaran, Prinsip Pembelajaran, Model dan

Pendekatan Pembelajaran, Konsep Masalah Belajar, Jenis-jenis Masalah Belajar,


Faktor yang Mempengaruhi Masalah Belajar, Upaya Mengatasi Masalah Belajar,
Contoh Penelitian Terkait dengan Masalah Belajar

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran)

Dosen pengampu:

Dr. Herson Kadir, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok II

Yurnaningsih Guzali (311421022)

Lisnayanti (311421083)

KELAS C

Bahasa dan Sastra Indonesia

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dr. Herson Kadir, S.Pd, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bagaimana konsep
pembelajaran, ciri-ciri, komponen pembelajaran, prinsip pembelajaran serta
kondisi/permasalahan belajar bagi para pembaca maupunn penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Herson Kadir, S.Pd,M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh memerlukan
penyempurnaan terutama pada bagian isi. Oleh sebab itu, kritik serta saran yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan makalah ini.

Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita sekalian.

Gorontalo, 16 Maret 2022

Kelompok II
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................

1.2 Fokus Masalah..................................................................................................................

1.3 Tujuan...............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pembelajaran........................................................................................................

2.2 Hubungan Ontologi dengan Filsafat Pendidikan.............................................................

2.3 Prinsip Pembelajaran........................................................................................................

2.4 Model dan Pendekatan Pembelajaran...............................................................................

2.5 Konsep Masalah Belajar...................................................................................................

2.6 Jenis-jenis Masalah Belajar..............................................................................................

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Masalah Belajar..................................................................

2.8 Upaya Mengatasi Masalah Belajar...................................................................................

2.9 Contoh Penelitian Terkait dengan Masalah Belajar........................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan...........................................................................................................................

3.2 Saran.................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar dan pembelajaran merupakan dua konsep yang saling berhubungan dan tidak
dapat dipisahkan. Keduanya merupakan aktivitas utama dalam pendidikan. Belajar dimaknai
sebagai proses perubahan perilaku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.
Sedangkan pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan untuk menfasilitasi terjadinya
proses belajar pada anak didik. Pembelajaran dimaknai pula sebagai interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar. Dengan demikian,
efektivitas sebuah proses pembelajaran ditentukan oleh interaksi ketiga komponen tersebut.
Belajar dan pembelajaran merupakan aktivitas utama dalam proses pendidikan.
Pendidikan secara nasional di Indonesia didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
baik untuk diri peserta didik itu sendiri maupun untuk masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Namun selayaknya sebuah pendidikan tentulah memiliki permaslaahan-permasalahan
yang muncul dalam proses penerapannya. Pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar
tidak terlepas dari berbagai masalah belajar. Salah satunya berkaitan dengan masalah
keterampilan belajar. Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh
seorang individu yang menghambat kelancaran proses belajarnya.
Erman Amti dan Marjohan (1991 : 67). Masalah belajar yang dialami oleh
siswa berkaitan erat dengan keterampilan belajar. Menurut Herman Nirwana, dkk
(2002:77) keterampilan belajar adalah suatu keterampilan yang harus dikuasai oleh
seorang siswa untuk dapat sukses dalam menjalani pembelajaran di sekolah (sukses
akademik) dengan menguasai materi yang di pelajarinya.
Bentuk masalah belajar yang paling sering dialami oleh siswa berkaitan dengan
keterampilan belajar, yang mencakup keterampilan mengatur waktu belajar. Hal ini dapat
dilihat bahwa masih banyaknya siswa tidak mampu memanfaatkan waktu luang sebaik
mungkin untuk belajar. Namun sebuah masalah tentulah memiliki penyelesaiannya, sama
halnya dengan permaslahan keterampilan siswa dalam mengatur waktu belajarnya. Sebaiknya
pada keterampilan mengatur waktu belajar hendaknya siswa dapat menggunakan waktu
luang luang yang ada sebaik mungkin untuk belajar.
1.2 Fokus Masalah

a. Bagaimanakah konsep pembelajaran?


b. Bagaimanakah ciri-ciri pembelajaran?
c. Bagaimanakah prinsip pembelajaran?
d. Apa saja model dan pendekatan pembelajaran?
e. Bagimanakah konsep masalah belajar?
f. Apa saja jenis-jenis masalah belajar?
g. Faktor apa saja yang mempengaruhi masalah dalam belajar?
h. Upaya apa yang bisa mengatasi permaslahan dalam belajar?
i. Bagaimanakah contoh penelitian terkait dengan masalah belajar?

1.3 Tujuan
a. Mendeskripsikan konsep pembelajaran.
b. Mendeskripsikan ciri-ciri pembelajaran.
c. Mendeskripsikan prinsip pembelajaran.
d. Mendeskripsikan model dan pendekatan pembelajaran.
e. Mendeskripsikan konsep masalah belajar.
f. Mendeskripsikan jenis-jenis masalah belajar.
g. Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi masalah belajar.
h. Mendeskripsikan upaya mengatasi masalah belajar
i. Mendeskripsikan contoh penelitian terkait dengan masalah belajar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pembelajaran


Konsep dasar pembelajaran berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
Trianto menyatakan bahwa: “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang
kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai
produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran
dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya
(mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan”.
Sedangkan menurut Aqib menyatakan bahwa proses pembelajaran adalah upaya
secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran yang berjalan
secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Adapun Prof.Surya mengatakan bahwa pembelajaran ialah suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku secara menyeluruh,
sebagai hasil dari interaksi individu itu dengan lingkungannya”.
Berdasarkan dasar-dasar teori pembelajaran menurut para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses dimana terjadinya perubahan tingkah laku
yang dilakukan oleh guru kepada siswanya serta lingkungan beserta seluruh sumber belajar
lainnya yang dijadikan sebagai sarana belajar.
Dalam proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara
berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik. Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
belajar agar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Maka dapat
disimpulkan tujuan dari pembelajaran adalah prilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi,
dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik setelah melalui proses pembelajaran.
2.2 Ciri-Ciri Pembelajaran
Ciri-ciri belajar menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara diantaranya adalah:
1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior).
2) Perubahan perilaku relative permanent.
3) Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar
sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
4) Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
5) Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan

Slameto mengungkapkan enam kriteria perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar,
yaitu sebagai berikut:
1) Perubahan terjadi secara wajar.
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan, atau sekurang-
kurangnya ia merasakan telah terjadi suatu perubahan dalam dirinya.
2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional.
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan, tidak statis.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktiv.
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju
untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat
saja dan tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar seperti
berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.
Perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar, meliputi
perubahan keseluruhan tingkah laku jika seseorang belajar sesuatu.

Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Setidaknya belajar memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif).
2. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan.
3. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan
terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.
4. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan,
tidak karena kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan.

Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila


memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut. (a). belajar adalah perubahan tingkahlaku; (b).
perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan; (c). perubahan
tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan ciri belajar diantaranya: Pertama,
belajar merupakan usaha sadar dari seseorang, Kedua, belajar ditandai adanya perubahan
tingkah laku yang mencakup seluruh aspek (kognitif, afektif, psikomotor), dan perubahan
tersebut relative permanent, Ketiga, perubahan tingkah laku tersebut diperoleh dari proses
interksi dengan lingkungan dan latihan.

2.3 Prinsip Pembelajaran


Prinsip-prinsip pembelajaran merupakam aspek kejiwaan yang perlu dipahami setiap
pendidik selaku tenaga profesional yang memikul tanggung jawab besar dalam mencerdaskan
anak bangsa. Prinsip-prinsip pembelajaran secara umum meliputi perhatian dan motivasi,
keaktifan, keterlibatan langsung, penguatan, pengulangan, tantangan, serta perbedaan
individu.
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, tanpa adanya
perhatian maka pelajaran yang diterima dari pendidik adalah sia-sia. Bahkan dalam kajian
teori belajar terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian
terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran itu sesuai
kebutuhannya, sehingga termotivasi untuk mempelajari secara serius.
Selain dari perhatian, motivasi juga mempunyai peranan yang urgen dalam kegiatan
belajar. Gage dan Berliner mendefinisikan motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan demikian motivasi dapat dibandingkan dengan
sebuah mesin dan kemudi pada mobil. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat,
peserta didik yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik
perhatiannya dan timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.
b. Keaktifan
Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks. Kompleksitas
belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu dari peserta didik dan pendidik. Dari
segi pesera didik, belajar dialami sebagai suatu proses, mereka mengalami proses mental
dalam menghadapi bahan ajar. Dari segi pendidik proses pembelajaran tersebut tampak
sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Kecenderungan psikologi dewasa ini
menganggap bahwa anak adalah mahluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk
berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri.
Dimiyati dan Mudjiono mengatakan bahwa ”belajar hanya dialami oleh peserta didik
sendiri, peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadi proses belajar.” Hal ini
menunjukkan bahwa belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami
sendiri.

c. Keterlibatan Langsung
Edgar Dale dalam Oemar Hamalik mengemukakan bahwa belajar yang paling baik
adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam proses pembelajaran membutuhkan
keterlibatan langsung peserta didik. Namun demikian, keterlibatan langsung secara fisik tidak
menjamin keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan peserta didik secara fisik, mental,
emosional dan intelektual, maka pendidik hendaknya merancang pembelajarannya secara
sistimatis, melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik
peserta didik dan karakteristik mata pelajaran.

d. Penguatan
Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang
baik. Apalagi hasil yang baik, merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengeruh baik
bagi usaha belajar selanjutnya. 
Penguatan adalah respons terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan berulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan dapat juga diartikan sebagai
segala bentuk respons baik bersifat verbal ataupun non verbal yang merupakan bagian dari
modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa.
Penguatan juga dapat digunakan sebagai pemicu motivasi belajar siswa berupa
pemicu motivasi ekstrinsik yang akan menumbuhkan motivasi intrinsik sehingga dapat
meningkatkan perilaku belajar peserta didik.
Penggunaan penguatan dalam kelas dapat mencapai atau mempunyai pengaruh sikap
positif terhadap proses belajar siswa dan juga dapat memberikan informasi atau umpan balik
(feed back) bagi peserta didik sebagai suatu dorongan atau koreksi. Adapun tujuan dari
penguatan dalam pembelajaran adalah :
a) menumbuhkan perhatian siswa
b) memelihara motivasi siswa
c) memudahkan siswa
d) meminimalkan perilaku negatif dan mendorong tumbuhnya perilaku positif
e) meningkatkan kegiatan belajar serta membina tingkah laku siswa yang produktif

e. Pengulangan

Pengulangan dalam kaitannya dengan pembelajaran adalah suatu tindakan atau


perbuatan berupa latihan berulangkali yang dilakukan peserta didik yang bertujuan untuk
lebih memantapkan hasil pembelajarannya. Pemantapan diartikan sebagai usaha perbaikan
dan sebagai usaha perluasan yang dilakukan melalui pengulangan–pengulangan.

Ahmad Zayadi dan Abdul Majid mengatakan bahwa penguatan dorongan serta
bimbingan pada beberapa peristiwa pembelajaran peserta didik dapat meningkatkan
kemampuan yang telah ada pada perilaku belajarnya. Hal ini mendorong kemudahan bagi
peserta didik untuk melakukan pengulangan atau mempelajari materi pelajaran secara
berulang kali. Adanya pengulangan terhadap materi pelajaran yang diberikan mempermudah
penguasaan dan dapat meningkatkan kemampuannya.

Fungsi utama pengulangan adalah untuk memastikan peserta didik memahami


persyaratan–persyaratan kemampuan untuk suatu mata pelajaran, peserta didik akan belajar
dengan mudah dan mengingat lebih lama jika mereka mengulangi apa yang mereka pahami.

f. Tantangan

Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan melalui bentuk kegiatan,


bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan tersebut. Apabila pendidik
menginginkan peserta didiknya memunculkan motif yang kuat untuk mengatasi hambatan
dengan baik, maka bahan pembelajaran haruslah menantang. Adanya tantangan yang
dihadapi peserta didik dapat menjadikannya lebih bergairah untuk mengatasinya. Bahan ajar
yang memerlukan pemecahan masalah dan analisis dapat membuat peserta didik tertantang
untuk mempelajarinya.
g. Perbedaan Individu

Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Tidak ada yang sama baik dari aspek fisik maupun psikis. Dimiyati
dan Mudiyono berpendapat bahwa “peserta didik merupakan individu yang unik, artinya
tidak ada dua orang peserta didik yang sama persis, tiap peserta didik memiliki perbedaan
satu sama lain. Perbedaan itu terdapat pula pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-
sifatnya.”

Oemar Hamalik mengemukakan bahwa perbedaan individu manusia, dapat dilihat


dari dua sisi yakni horizontal dan vertikal. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu
dalam aspek mental, seperti tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi dan
sebagainya. Sedang perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah
seperti bentuk badan, tinggi dan besarnya badan, tenaga dan sebagainya. Masing-masing
aspek tersebut besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan.

Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik. Oleh
karena itu perbedaan individu ini perlu menjadi perhatian pendidik dalam aktivitas
pembelajaran dengan memperhatikan tipe-tipe belajar setiap individu. Para ahli didik
mengklasifikasi tipe belajar peserta didik atas 4 macam yaitu:

a. Tipe auditif, yaitu peserta didik yang mudah menerima pelajaran melalui pendengaran.

b. Tipe visual, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui penglihatan.

c. Tipe motorik, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui gerakan.

2.4 Model dan Pendekatan Pembelajaran


a) Pembelajaran Integratif
Secara sederhana, pembelajaran integratif merupakan pembelajaran yang
memadukan berbagai disiplin ilmu. Pemaduan ini dilakukan bukan hanya pada konten
materi pembelajaran ataupun konten kompetensi, melainkan lebih jauh memadukan konteks
hasil belajar, konteks pengalaman belajar, dan konteks konten belajar.
Fogarty (1991) menyatakan bahwa pembelajaran integratif merupakan pembelajaran
yang memadukan kurikulum dalam berbagai bentuk pemaduan, baik pemaduan dalam
bentuk materi pembelajaran, pemaduan pengalaman belajar, serta pemaduan
keterampilan,tema, konsep, dan topik lintas disiplin ilmu.
Drake (2007: 25) memandang pembelajaran integratif sebagai pembelajaran yang
memadukan kurikulum dengan berbagai cara secara umum dan secara bergantian.

b) Pembelajaran Saintifik
Pendekatan saintifik adalah model pembelajaran yang menggunakan metode ilmiah
dalam kegiatan pembelajarannya.
Peserta didik diberikan ruang untuk bereksplorasi terhadap materi pembelajaran,
termasuk dalam kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan data, serta
mengomunikasikan.
Adapun tujuan pembelajaran saintifik diantaranya 1) Meningkatkan Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi, 2) Menciptakan Lingkungan Belajar yang Kondusif, 3)
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Sistematis, 4) Meningkatkan Pemahaman Konsep, 5)
Meningkatkan Motivasi Belajar, 6) Meningkatkan Kemampuan Komunikasi.

c) Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan


hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi peserta didik
dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan
terpadu (integrated).

Pendekatan tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menyatukan


berbagai rangkaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya, dan berpusat pada sebuah pokok persoalan.

Pembelajaran dengan pendekatan tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam


memilih dan mengembangkan tema pembelajran, serta menyorotinya dari barbagai aspek.
Demikian halnya dalam mengembangkan ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik dalam
pembelajaran. Jika pendekatan tematik yang dilakukan oleh seorang guru, maka guru harus
memiliki pemahaman yang luas tentang tema yang pilih dalam kaitannya dengan berbagai
mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa orang guru
menuntut kekom-pakan dalma membentuk pemahaman, kompetensi, dan pribadi peserta
didik. Tema yang dipilih hendaknya diangat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar
pembelajaran menjadi hidup, dan tidak menjemukan.
d) Pembelajaran Kontektual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dari segi bahasa, menggunakan kata konteks “konteks” berarti memahami makna
dari sebuah kata dengan memperhatikan makna dari kata-kata yang terkandung di dalam
sebuah kalimat, atau memahami sebuah kalimat dengan memperhatikan makna dari kalimat-
kalimat yang terkandung di dalam sebuah paragraf. Misalnya seorang anak yang sehari-
harinya hidup di kota ketika diminta untuk mengambilkan telur akan menuju ke lemari es
(kulkas). Lain halnya dengan seorang anak yang sehari-harinya hidup di desa pertanian akan
menuju ke kandang ayam. Respon kedua anak tersebut berbeda sebab mereka memiliki
konteks yang berbeda. Dalam konteks kota, pikiran anak akan tertuju pada lemari es
(kulkas) ketika berpikir tentang telur sedangkan dalam konteks desa pertanian pikiran anak
tertuju pada kandang ayam ketika berpikir tentang telur.
Berdasarkan uraian tersebut, konteks berarti hal-hal yang berkaitan dengan ide-ide
atau pengetahuan awal seseorang yang diperoleh dari berbagai pengalamannya seharihari.
Model pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan tetapi dapat digabung dengan
model-model pembalajaran yang lain, misalnya: penemuan, keterampilan proses,
eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-lain.

e) Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif merupakan proses pembelajaran yang dirancang, disusun, dan
dikondisikan untuk siswa agar mampu belajar. Siswa harus menempatkan diri dengan baik,
siswa tidak boleh hanya diam, tapi harus berusaha memotivasi dirinya sendiri agar
berkembang. Pembelajaran inovatif akan membangkitkan semangat siswa untuk menjadi
yang terbaik (Ismail, 2003; Burhanuddin, 2014; dan Komara, 2014).
Pembelajaran inovatif akan merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. Pembelajaran inovatif juga akan
membuat siswa berfikir kritis dalam menghadapi masalah (Ismail, 2003; Burhanuddin, 2014;
dan Komara, 2014).
Pembelajaran inovatif di sekolah merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
kepada penyampaian materi pembelajaran kepada siswa, yang berupa ekspositori (strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal ), inkuiri
(pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri),
pembelajaran berbasis masalah, peningkatan kemampuan berpikir, pembelajaran koperatif,
pembelajaran kontekstual, pembelajaran afektif, dan pendekatan ilmiah.

f) Pembelajaran Discovery Learning


Discovery learning merupakan strategi pembelajaran yang cenderung meminta siswa
untuk melakukan observasi, eksperimen, atau tindakan ilmiah hingga mendapatkan
kesimpulan dari hasil tindakan ilmiah tersebut (Saifuddin, 2014:108).
Dalam model pembelajaran discover learning ini pembelajaran harus melibatkan
kemampuan siswa secara maksimal untuk menggali dan mengidentifikasi informasi,
sehingga mereka dapat menemukan pengetahuan dengan sendiri.
Model discovery learning ini, siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang
dipelajari kemudian mengkonstruk pengetahuan itu dengan memahami maknanya. Dalam
model ini guru hanya sebagai fasilitator. Ciri utama dari model discovery learning adalah; 1)
mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan; 2) berpusat pada siswa; 3) kegiatan untuk menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

2.5 Konsep Masalah Belajar


Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai
ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak
terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal
yang tidak mengenakan.
Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau
didefinisikan sebagai berikut. “Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami
oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-
kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi
dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja
dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki kemampuan diatas
rata-rata normal, pandai atau cerdas.

2.6 Jenis Masalah Belajar


Belajar adalah salah satu aktivitas siswa yang terjadi di dalam lingkungan
belajar. Siswa menjadi sasaran utama dalam kegiatan belajar yang secara tidak langsung
juga menjadi tolak ukur akan keberhasilan proses belajar dan pebelajaran. Selama proses
belajar dan pembelajaran berlangsung tentunya terdapat masalah-masalah yang dialami oleh
siswa, maka dapat dirincikan jenis-jenis siswa yang mengalami permasalahan dalam belajar,
yaitu sebagai berikut:
 Siswa yang tidak mampu mencapai tujuan belajar atau hasil belajar sesuai dengan
pencapaian teman-teman seusianya yang ada dalam kelas yang sama. Sesuai dengan
tujuan belajar yang tercantum dalam Kurikulum bahwa siswa dikatakan lulus atau
tuntas dalam suatu pelajaran jika telah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang telah ditentukan oleh tiap-tiap guru bidang studi. KKM dibuat
berdasarkan intake (pencapaian) siswa di dalam kelas. Apabila seorang siswa tidak
mencapai kriteria tersebut, maka yang bersangkutan dikatakan bermasalah dalam
pelajaran tersebut.
 Siswa yang mengalami keterlambatan akademik, yakni siswa yang diperkirakan
memiliki intelegensi yang cukup tinggi tetapi tidak menggunakan kemampuannya
secara optimal. Belum tentu semua siswa yang terdapat dalam satu kelas memiliki
kemampuan yang sama, ada beberapa siswa dengan kemampuan intelegensi diatas
rata-rata bahkan super. Kondisi inilah yang menyebabkan si siswa cerdas ini harus
menyesuaikan kebutuhan asupan kecerdasannya dengan kemampuan teman-teman
sekelasnya, sehingga siswa yang seharusnya sudah berhak diatas teman-teman
sebayanya dipaksa menerima kondisi sekitarnya.
 Siswa yang secara nyata tidak dapat mencapai kemampuannya sendiri (tingkat IQ
yang diatas rata-rata). Maksudnya, yaitu siswa yang memiliki intelegensi diatas rata-
rata normal tetapi tidak mencapai tujuan belajar yang optimal. Misalnya KKM pada
Mata Pelajaran A sebanyak 65, kemudian nilai yang dicapainya 70. Padahal
seharusnya dengan tingkat intelegensi seperti itu, yang bersangkutan bisa mendapat
nilai minimal 80 bahkan lebih.
 Siswa yang sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan siswa yang memilki bakat
akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
pendidikan atau pengajaran khusus. Siswa yang mengalami kondisi seperti ini yakni
siswa yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata dan sangat sering
bermasalah dalam pembelajaran. Seringkali Guru kehabisan ide untuk menangani
siswa yang seperti ini, bimbingan pelajaran tambahan atau ekstra menjadi salah satu
alternatif penyelesaian masalah semacam ini.
 Siswa yang kekurangan motivasi dalam belajar, yakni keadaan atau kondisi siswa
yang kurang bersemangat dalam belajar seperti jera dan bermalas-malasan. Siswa
yang seperti ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis, yang tidak
peduli terhadap perkembangan belajar siswa. Lingkungan keluarga yang apatis, yang
tidak berperan dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa
bodoh, sehingga belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan
masyarakat yang merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses
memotivasi siswa itu sendiri.
 Siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi
siswa yang kegiatannya atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan
seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci
guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya.
Besarnya kesempatan yang diberikan oleh Guru untuk menyelesaikan tugas
menyebabkan siswa mengulur-ulur pekerjaan yang seharusnya diselesaikan segera
setelah diperintahkan, Guru yang terlalu disiplin dan berwatak tegas juga menjadi
faktor berkurangnya perhatian (attention) yang seharusnya diberikan oleh siswa
kepada Guru.
 Siswa yang sering tidak mengikuti proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa-
siswa yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup
lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya. Seringkali materi
pelajaran yang telah disampaikan oleh Guru pada pertemuan jauh sebelumnya
kemudian siswa dituntut untuk mengikuti dan menguasai materi pelajaran dalam
waktu yang relatif singkat menyebabkan si siswa menjadi tertekan dan terbebani oleh
materi belajar yang banyak.
 Siswa yang mengalami penyimpangan perilaku (kurangnya tata krama) dalam
hubungan intersosial. Pergaulan antar teman sepermainan yang tidak seumuran dan
tidak mengeyam bangku pendidikan menyebabkan si anak atau siswa terpengaruh
dengan pola perilaku dan pergaulan yang serampangan, seperti berbicara dengan
nada yang tinggi dengan orang yang lebih tua, sering membuat kegaduhan atau
keributan di dalam masyarakat. Kemudian siswa yang bersangkutan membawa
perilaku buruknya tersebut kedalam lingkungan sekolah yang lambat laun
menyebabkan teman-teman lainnya terpengaruh dengan pola perilakunya, baik
dalam berbicara ataupun dalam memperlakukan orang lain.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Masalah Belajar


Dalam suatu pembelajaran pasti akan adanya suatu masalah yang timbul. Secara
garis besar, faktor yang menjadi penyebab terjadinya masalah belajar menurut Kartadinata
(1999; 72) ada dua faktor yaitu faktor internal (dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal
(faktor dari luar diri individu). Kedua faktor tersebut yaitu:
a.) Faktor Internal (faktor yang berasal dari diri siswa) antara lain meliputi:
 Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ tubuh, alat bicara, 
gangguan panca indra, cacat tubuh, serta penyakit menahun (asma, alergi dan
sebagainya)
 Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental) seperti
kemampuan mental kurang, taraf kecerdasan kurang.
 Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri,
tercekam rasa takut, kebencian, serta ketidakmatangan emosi.
 Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, tidak teratur
dalam belajar, kurang berminat pada pelajaran sekolah, malas, sering terlambat
datang ke sekolah, sering bolos dan sering tidak mengikuti pelajaran, terlalu banyak
bermain atau kegiatan yang tidak mendukung keberhasilan belajar.
b.) Faktor Eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa) antara lain meliputi:
 Sekolah, antara lain; 1) sifat kurikulum yang kurang fleksibel, 2) beban belajar telalu
berat, 3) metode mengajar yang kurang memadai, 4) kurangnya alat dan sumber
belajar
 Keluarga (rumah), antara lain; 1) keluarga yang kurang harmonis, 2) keluarga retak,
3) kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar anak, 4) kondisi ekonomi
yang kekurangan.
 Masyarakat antara lain; adat dan kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung
kegiatan belajar di sekolah, teman sebaya yang memiliki perilaku kurang baik,

2.8 Upaya Mengatasi Masalah Belajar


Dari deretan masalah belajar yang terdapat dalam pembahasan sebelumnya, terdapat
beberapa upaya mengatasi masalah-masalah tersebut diantaranya;
a. Memperkirakan kemungkinan bantuan
Kalau letak kesulitan yang dialami siswa sudah dipahami baik jenis dan sifat
kesulitan dengan berbagai macam latar belakangnya. Contohnya permasalahan dalam
menghadapi siswa yang bermasalah dari segi psikis yang mencakup intelektual maupun
daya nalarnya yang membutuhkan bantuan para ahli dalam bidangnya untuk membantu
permasalahan yang dialami oleh siswa tersebut.

b. Menetapkan kemungkinan cara mengatasi


Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat staf bimbingan dan konseling jika
diperlukan. Setelah hal itu dilaksanakan maka perlu disusun suatu rencana yang berisi
tentang beberapa alternatif yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dialami
siswa. Contohnya siswa yang bersikap dan memiliki kebiasaan buruk dalam belajar ataupun
sisiwa yang kekurangan motivasi dan minat dalam belajar.

c. Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remidial (Remidial Teaching)
yang diperkirakan tepat dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Contohnya dengan Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.

2.9 Contoh Penelitian Terkait dengan Masalah Belajar

Masalah belajar yang dialami oleh siswa berkaitan erat dengan keterampilan belajar.
Menurut Herman Nirwana, dkk (2002:77) “keterampilan belajar adalah suatu keterampilan
yang harus dikuasai oleh seorang siswa untuk dapat sukses dalam menjalani pembelajaran di
sekolah (sukses akademik) dengan menguasai materi yang di pelajarinya. Tim Satgatsus
3SCPD (1997:68)“ mengemukakan beberapa jenis keterampilan belajar siswa yaitu
keterampilan mengatur waktu belajar, keterampilan membaca buku, keterampilan menghafal
pelajaran, keterampilan mengikuti pelajaran di kelas, keterampilan mencatat, keterampilan
meringkas buku, keterampilan belajar kelompok, keterampilan mengingat, konsentrasi, dan
ketahanan dalam belajar, keterampilan menyelesaikan tugas sekolah, keterampilan persiapan
ujian”.
Keterampilan-keterampilan belajar yang telah disebutkan di atas semua sangat besar
peranannya dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Misalnya apabila siswa dalam
mengatur waktu belajar tidak pandai maka akan berpengaruh terhadap belajarnya,
selanjutnya apabila dalam membaca buku pelajaran siswa tidak memiliki keterampilan maka
ia akan mengalami kesulitan dalam memahami bacaan buku tersebut, begitu juga seterusnya
dengan keterampilan-keterampilan belajar yang lain. Fenomena di lapangan menemukan
banyaknya siswa yang belum memiliki keterampilan belajar. Hasil pengolahan AUM
PTSDL (Elgi Syafni 2012:71) menemukan masalah paling banyak terdapat pada bidang
keterampilan belajar 46,47% dari 26 orang siswa.
Sebagai contoh penelitian terkait dengan masalah belajar, kami mengambil masalah
belajar yang dihadapi oleh siswa SMA N 2 Lintau Buo yang tak lain berkaitan dengan
keterampilan belajar.
Hasil observasi pada tanggal 08 Maret 2012 menemukan, siswa sering
mengalamicemas dan gugup ketika berbicara di dalamkelas. Misalnya, saat ada pelajaran
yang tidak dimengerti, siswa takut untuk bertanya kepada guru, dan pada saat diskusi siswa
lebih seringdiam karena merasa takut untuk bertanya.
Hasil wawancara dengan Guru Mata Pelajaran Agama pada tanggal 12 Maret 2012
dieroleh informasi bahwa pada saat pengumpulan tugas banyak siswa yang tidak mampu
menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan meminta waktu
pengumpulan tugasnya di perpanjang, beberap asiswa memiliki catatan yang kurang lengkap
dan tidak rapi, rendahnya minat siswa dalam bertanya dan memberi respon terhadap
pelajaran di dalam kelas.
Selanjutnya hasil wawancara dengan guru BK 15 Maret 2012, membenarkan
banyaknya siswa yang datang keruangan BK untuk konseling membahas masalah terkait
dengan kecemasan dan kekhawatiran yang mereka alami ketika akan mengikuti ujian dan
ulangan, serta masalah-masalah lain yang berkaitan dengan keterampilan belajar. Dari
berbagai perolehanseperti, hasil pengolahan AUM PTSDL,observasi, serta wawancara
menyimpulkanbahwa masalah belajar yang di alami siswasangat variatif.
Memperhatikan fenomena di atas, penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk
mendeskripsikan masalah belajar yang dihadapi siswa SMA N 2 Lintau Buo berkaitan
dengan keterampilan belajar serta upaya penangan yang mereka lalukan untuk menangani
masalahbelajar yang mereka hadapi.

 METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan analisis
deskriptif. Populasi penelitian 323 orang dengan sampel penelitian 67 orang siswa. Alat
yang digunakan untuk pengumpulan datadalam penelitian ini adalah angket. Angket ini
bertujuan untuk memperoleh data masalah belajar siswa dan penanganannya.Untuk setiap
kemungkinan jawaban angket penelitian menggunakan kriteria kemungkinan pilihan
jawaban yaitu: YA dan TIDAK.
Untuk melihat persentase hasilpenelitian, menggunakan rumus persentase yang
dikemukakan oleh A. Muri Yusuf(1997:346) sebagai berikut:

p= f/n X 100%
Keterangan:
p = presentase
f= frekuensi
n= jumlah responden
100%= bilangan tetap

 HASIL
Hasil penelitian masalah belajar siswa dapat dilihat dalam tabel berikut.

Alternatif Jawaban
No. Aspek YA TIDAK
1 Keterampilan mengatur waktu 55,7% 44,3%
belajar
2 Keterampilan membaca buku 50% 50%
3 Keterampilan menghafal 51,8% 48,2%
pelajaran
4 Keterampilan mengikuti 61,3% 38,7%
pelajaran didalam kelas
5 Keterampilan mencatat 69,4% 30,6%
6 Keterampilan meringkas buku 57,5% 42,5%
7 Keterampilan belajar kelompok 74,7% 25,3%
8 Keterampilan mengingat,
konsentrasi danketahanan 38,6% 61,4%
dalambelajar
9 Keterampilan penyelesaian tugas 50,2% 49,8%
sekolah
10 Keterampilan persiapan ujian 85,1% 14,9%
Rata-rata 59,4% 40,57%

Berdasarkan tabel di atas dapatdijelaskan bahwa, pada sub variabel yang pertama
terdiri dari sepuluh indikator. Pada indikator keterampilan mengatur waktu belajar terdapat
sebanyak 44,3% tidak memiliki keterampilan dalam mengatur waktu belajar, pada indikator
keterampilan membaca buku terdapat 50% tidak memiliki keterampilan membaca buku,
pada keterampilan menghafal pelajaran terdapat 48,2% tidak memiliki keterampilan dalam
menghafal pelajaran, pada indikator keterampilan mengikuti pelajaran didalam kelas 38,7%
tidak memiliki keterampilan dalam mengikuti pelajaran didalam kelas, pada indikator
keterampilan mencatat 30,6% tidak memiliki keterampilan dalam mencatat, pada
keterampilan meringkas buku 42,5% tidak memiliki keterampilan dalam meringkas buku.
Pada indikator keterampilan belajar kelompok 25,3% tidak memiliki keterampilan dalam
belajar kelompok, pada indikator keterampilan mengingat, konsentrasi dan ketahanan dalam
belajar 61,4% tidak memiliki keterampilan dalam mengingat, konsentrasi dan ketahanan
dalam belajar, pada indikator keterampilan penyelesaian tugas sekolah pada alternatif 49,8%
tidak memiliki keterampilan dalam penyelesaian tugas sekolah, pada indikator keterampilan
persiapan ujian dan14,1% tidak memiliki keterampilan dalam persiapan ujian.

 UPAYA
Pada keterampilan mengatur waktu belajar hendaknya siswa dapat menggunakan
waktu luang yang ada sebaik mungkin untuk belajar.
Pada keterampilan membaca buku hendaknya siswa dapat membaca secara lengkap
tanpa ada yang ditinggalkan, serta lebih menfokuskan diri dalam membaca buku pelajaran
sehingga buku yang dibaca mudah untuk dipahami.
Pada keterampilan menghafalpelajaran siswa bisa membaca tabel, gambardan grafik
serta istilah-istilah asing karenasemuanya sangat berguna dalam memudahkanmenghafal
pelajaran.
Pada keterampilan meringkas buku hendaknya siswa bisamenggunakan teknik
penyimpulan materi padasetiap buku pelajaran untuk meringkas buku.Sehingga hasil
ringkasan yang dibuat benar-benar bisa dipahami.
Pada keterampilan mengingat,konsentrasi dan ketahanan dalam belajar siswa
diharapkan dapat lebih konsentrasi dan fokus pada pelajaran tanpa memikirkan hal-hal
lainyang bisa mengganggu dalam belajar.
Pada keterampilan penyelesaian tugas sekolah sebaiknya siswa membuat kopian
untuk pertinggalan jika seandainya tugas tersebut tidak dikembalikan lagi oleh guru, dan
selanjutnya mengulang terlebih dahulu materiyang diberikan guru sebelum membuat tugas
agar nantinya tugas tersebut memiliki hasil yang baik.
Jika seandainya siswa mengalami masalah dalam belajar selain bertanya kepada
teman, sebaiknya bertanya kepada guru BKdan guru mata pelajaran agar masalah yang
dihadapi bisa dientaskan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Guru BK hendaknya lebih membantu siswa dalam penanganan masalah yang
dihadapi oleh siswa seperti memberikan layanan-layanan BK karena pada hakikatnya guru
BK memegang peranan penting dalam menangani siwa-siswi yang mengalami
permasalahan, baik dalam aspek akademi maupun non-akademik. Sementara guru Mata
Pelajaran hendaknya lebih memperhatikan peserta didiknya yang mengalami masalah
belajar dan membantu mereka yang mengalami masalah dengan cara bekerja sama dengan
guru BK.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafy, S M. 2014. Konsep Belajar dan Pembelajaran. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 17
No. 1 Juni 2014: 66-79. Diakses pada tanggal 9 Februari 2022 dari
https://media.neliti.com/media/publications/145621-ID-konsep-belajar-dan-
pembelajaran.pdf
Yusuf. M, & A. Syurgawi. 2020. Konsep Dasar Pembelajaran. Jurnal STAI DDI Kota
Makassar, Vol.1 No.2.1 P-ISSN : 2615-3084. Diakses pada tanggal 16 Maret 2022 dari
file:///C:/Users/User/Downloads/V1.+No.2.1+Konsep+Dasar+Pembelajaran.pdf

Faizah, S Nur. 2017. Hakikat Belajar dan Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Vol. 1 No. 2 Tahun 2017 p-ISSN: 2579-6259. Diakses pada tanffal 16 Maret
2022 dari https://core.ac.uk/download/pdf/322523223.pdf

Ali Gani H. St.Prinsip-prinsip Pembelajaran dan Implikasinya terhadap Pendiidkan dan


Peserta Didik. Jurnal Al-Ta’dib, Vol. 6 No. 1 Januari-Juni 2013: 31-42.

Umiaisyabilal. 2018. Konsep Dasar Pembelajaran Integratif Berdiferensiasi. Diakses pada


16 Maret 21.34 WITA dari https://mastiahumiaisyabilal.wordpress.com/2018/11/09/konsep-
dasar-pembelajaran-integratif-berdiferensiasi/

Sunhaji. 2014. Model Pembelajaran Integratif Pendidikan Agama Islam dengan Sains. Jurnal
Insania, Vol. 19, No. 2, Juli - Desember 2014. Diakses pada tanggal 16 Maret 2022 dari
https://www.researchgate.net/publication/325316759_MODEL_PEMBELAJARAN_INTEG
RATIF_PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM_DENGAN_SAINS/fulltext/
5b0563a20f7e9b1ed7e80bf2/MODEL-PEMBELAJARAN-INTEGRATIF-PENDIDIKAN-
AGAMA-ISLAM-DENGAN-SAINS.pdf

Pratama. R. 2021. Pendekatan Saintifik: Pengertian, Langkah, dan Contohnya. Diakses Pada
16 Maret pukul 21.56 WITA dari https://bocahkampus.com/pendekatan-saintifik

Anonymous. 2012. Pendekatan Tematik dalam Pembelajaran. Diakses pada 16 Maret 20:19
WITA dari https://www.referensimakalah.com/2012/06/pendekatan-tematik-dalam-
pembelajaran.html
Purwadhi.2019. Pembelajaran Inovatif dalam Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal
Indonesia untuk Kajian Pendidikan, Vol. 4 No. 1, Maret 2019:21-34. Diakses pada tanggal
16 Maret 2022 dari file:///C:/Users/User/Downloads/16968-36130-1-SM.pdf

Hasnawati. 2006. Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya Dengan


Evaluasi Pembelajaran. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Vol. 3 No. 1, April 2006: 53-62.
Diakses pada 16 Maret 2022 dari https://media.neliti.com/media/publications/17252-ID-
pendekatan-contextual-teaching-learning-hubungannya-dengan-evaluasi-pembelajaran.pdf

Fajri.Z. 2019. Model Pembalajarn Discovery Learning dalam Meningkatkan Presentasi


Belajar Siswa. Jurnal Ika, Vol. 7 No. 2 Desember 2019.

Dedi. 2013. Faktor-faktor Penyebab Masalah Belajar di Sekolah Dasar. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2022 pukul 20:23 WITA dari http://dedi26.blogspot.com/2013/04/faktor-
faktor-penyebab-masalah-belajar.html?m=1

Syafni.E, Yarmis Syukur & Indra Ibrahim. 2013. Masalah Belajar Siswa dan
Penanganannya. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 2 No. 2 Juni 2013, hlm. 15-19. Diakses
pada tanggal 16 Maret 2022 dari
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/view/1721/1580

Ismail. 2016. Diagnosis Kesulitan Belajar dalam Pembelajaran Aktif di Sekolah. Jurnal
Edukasi Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN : 2460-4917 E-ISSN : 2460-5794. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2022 dari file:///C:/Users/User/Downloads/689-1328-1-SM.pdf

Burhanuddin. A.2014. Masalah Belajar dan Penangannya. Diakses pada tanggal 16 Maret
pukul 19:30 WITA dari https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/07/19/masalah-
belajar-dan-penanganannya/

Anda mungkin juga menyukai