Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EKG SINDROM KORONER AKUT

Dosen : Dr.Rachmat S.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB

Disusun oleh :
Rahajeng Sugih Utamy (20.03.0048)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena


berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Penyakit Syndrom Koroner Akut”.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ns. Ahmad
Zubairi, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Keritis yang sudah
memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.

Besar harapan kami terhadap makalah ini agar bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan mengenai Penyakit Syndrom Koroner
Akut.

Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan
makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang. Mudah - mudahan
makalah ini dapat di pahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.

Kami mohon maaf yang sebesar - besarnya jika terdapat kata - kata yang kurang
berkenan.

Cilacap, 10 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi
DAFTAR
ISI...................................ii
BAB I KONSEP PENYAKIT SINDROM KORONER AKUT DAN
KONSEP
EBP.........................................................................................................................1
1.1. Konsep Sindrom Korone Akut.....................................................................1
1.1.1. Pengertian Sindrom Koroner Akut.......................................................1
1.1.2. Etiologi Dan Faktor Resiko..................................................................2
1.1.3. Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut...........................................4
1.1.4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut.......................................................4
1.1.5. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut...................................................5
1.1.6. Pemeriksaan Penunjang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
1.2. Konsep Evidence Based Practice (EBP)....................................................7
1.2.1. Pengertian Konsep Evidence Based Practice......................................7
1.2.2. Penjelasan Kasus EBP Mengenai “Terapi Ukupersur Sebagai
Evidance Based Nursing Untuk Mengurangi Nyeri Dada Pada
Pasien Sindrom Koroner
Akut....................................................................................................8
ii
BAB II WOC.......................................................................................................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
2

BAB I
KONSEP PENYAKIT SINDROM KORONER AKUT DAN KONSEP EBP

1.1. Konsep Sindrom Koroner Akut


1.1.1. Pengertian Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan sekumpulan penyakit
yang menyerang pembuluh darah koroner, dimana terbentuk oklusi
pada pembuluh darah koroner sehingga membuat otot jantung
kekurangan suplai oksigen (iskemia) dan dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan pada otot jantung (AHA, 2015). Sindrom koroner
akut (SKA) merupakan kondisi patologis arteri koroner yang
ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan
jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah (Brunner dan Suddarth,
2010).
SKA adalah spektrum kondisi klinis yang menyebabkan
ketidaknyamanan atau gejala lain yang disebabkan
ketidakseimbangan antara ketersediaan oksigen dengan
kebutuhannya (Black& Hawks,2008). Sindrom Koroner Akut
(SKA) merupakan kegawatdaruratan jantung dengan manifestasi
klinis berupa nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada disertai
gejala-gejala lain akibat iskemia miokard. Presentasi Sindrom
Koroner Akut dibagi tiga, yakni: unstable angina (UA), non-ST
elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST elevation
myocardial infarction (STEMI). Berdasarkan pengertian di atas
maka dapat disimpulkan bahwa SKA merupakan kondisi patologis
pada arteri koroner yang disebabkan penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa yang abnormal yang dapat menganggu proses transportasi
bahan-bahan energi tubuh sehingga mengakibatkan terjadi
ketidakseimbangan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otot
jantung.

1
3

1.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko


Sindrom Koroner Akut (SKA) dapat dipengaruhi beberapa
keadaan yaitu aktivitas/latihan fisik yang berlebihan, stress emosi,
terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan
hari dari suatu mingguan (senin). Berbagai keadaan tersebut
berkaitan dengan peningkatan aktivitas sistem simpatis sehingga
tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,
kontraktilitas jantung meningkat serta alira pembuluh darah koroner
juga meningkat. Beberapa faktor resiko Sindrom Koroner Akut
(SKA) : Faktor resiko pada sindrom koroner akut terbagi dua yaitu
faktor yang tidak dapat diubah (irreversible) dan faktor yang dapat
diubah (reversible). Faktor resiko yang tidak dapat diubah terdiri
dari usia, jenis kelaminn, suku bangsa, riwayat penyakit jantung
keluarga. Faktor resiko yang dapat diubah meliputi hipertensi,
dislipidemia, diabetes mellitus, merokok, dan usia (Little & Merryl,
2010).
a. Hipertensi
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang
secara tidak langsung akan meningkatkan beban kerja jantung.
Kondisi seperti ini akan memicu hipertrofi ventrikel kiri sebagai
kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
b. Dislipidemia
Tahap awal aterosklerosis ditandai dengan akumulasi
lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoprotein/LDL).
Kolesterol ini berikatan dengan suatu protein pembawa di
bawah endotel. Seiring dengan menumpuknya endotel ini di
dalam dinding pembuluh darah, maka kolesterol ini kemudian
akan teroksidasi, terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang
dihasilkan oleh zat pembuluh darah. Respon tubuh terhadap
keberadaan LDL yang teroksidasi ini, sel-sel endotel
menghasilkan bahan- bahan kimia yang menarik monosit ke
4

lokasi peradangan. Sel-sel imun inilah yang kemudian


menimbulkan respon peradangan lokal pada vaskular.
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan faktor resiko mayor untuk
penyakit jantung iskemik pada pria maupun wanita. Kelainan
metabolisme seperti hiperglikemia dan resistensi menyebabkan
kerusakan pada endotel pembuluh darah. Tingginya radikal
bebas yang terbentuk dari asam lemak bebas, peningkatan AGE
(Advance Glycation End products), aktivasi protein kinase C,
menurunnya ketersediaan NO serta meningkatnya aktivasi
berbagai faktor inflamasi akan menimbulkan kerusakan endotel
lebih jauh. Pada penderita DM, terjadi peningkatan kadar
fibrinogen, menurunnya aktivitas fibrinolisis, serta peningkatan
tissue faktor dan thrombogenicity, terutama pada individu
dengan DM yang tidak terkontrol.
d. Merokok
Komponen yang terdapat dalam sebatang rokok seperti nikotin
dapat menghambat atau menurunkan ketersediaan nitric oxide
(NO) sebagai vasilator fisiologis pada pembuluh darah sehingga
meningkatkan resiko terjadi aterosklerosis pada vaskuler. Selain
itu, respon inflamasi vaskuler terhadap kandungan asap rokok
menjadi pemicu terbentuknya plak aterosklerosis. Rokok juga
dihubungkan dengan peningkatan serum kolesterol, trigliserida,
dan level LDL, akan tetapi menurunkan HDL. Selain itu, asap
rokok juga mencetuskan efek protrombotik, yang
mengakibatkan kerusakan fungsi platelet, antitrombotik/faktor
protrombotik, dan faktor fibrinolisis.
e. Usia
Seiring pertambahan usia, terjadi perubahan yang pada
pembuluh darah manusia. Terjadinya fenotipe sel endotel dan
sel otot polos, endapan kolagen, dan penebalan dinding vaskuler
mengakibatkan perubahan struktural dinding pembuluh darah
5

menjadi kaku sehingga membuat resistensi vaskuler meningkat.


Hal ini menjadi pemicu meningkatnya tekanan darah pada
lansia, sehigga akan berdampak kepada resiko terjadinya
sindrom koroner akut.

1.1.3. Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut


Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri
dada yang tipikal ( angina tipikal ) atau atipikal ( angina ekuivalen ).
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan berat pada daerah
retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti
diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop
(PERKI,2015).
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia
muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita
diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan
angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut
dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat serangan jantung.

1.1.4. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


SKA dapat diklasifikasikan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung. Klasifikasi sindrom koroner akut dapat
dibagi menjadi sebagai berikut (PERKI,2015):
a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST
segment elevation myocardial infarction)
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vascular.Infark miokard dengan elevasi
segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi
6

total pembuluh darah arteri koroner. Diagnosis STEMI


ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai
elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan.
b. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non
ST segment elevation myocardial infarction)
NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di
awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Diagnosis
NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST
yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman
EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi
gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T
pseudonormalization, atau bahkan tanpa perubahan.
c. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan
berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan
peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim
digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil
pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan
bermakna, maka diagnosis menjadi Infark Miokard Akut
Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation Myocardial
Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil marka
jantung tidak meningkat secara bermakna.

1.1.5. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut


Sebagian besar SKA merupakan manifestasi akut plak
aterosklerosis pembuluh darah koroner yang rupture (koyak atau
pecah). Komposisi plak ateroma yang dominan dan penipisan
fibrous cap yang menutup plak merupakan bentuk plak yang mudah
rupture. Kejadian rupture plak aterosklerosis disebut fase disrupsi
7

plak. Kejadian ini diikuti proses agregasi trombosit dan aktivasi


jalur koagulasi. Faktor jaringan dikeluarkan bersama faktor Vlla
complex dan membentuk tissue factor Vlla complex mengaktivasi
faktor X menjadi faktor Xa dan menyebabkan produksi thrombin
yang banyak. Selanjutnya terbentuk thrombus yang kaya trombosit
(white thrombus), fase ini disebut fase trombosit akut.
Thrombus akan menyumbat lumen pembuluh darah koroner,
dapat secara total atau parsial atau menjadi mikroemboli yang
menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Sebagian pasien
SKA tidak mengalami koyak plak, namun karena obstruksi dinamis
akibat spasme local arteri koroner epikardial (angina printzmetal).
Demikian pula infark miokard tidak selalu disebabkan okulasi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal disertai vasokonstriksi
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis
jaringan pada otot jantung.

1.1.6. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa SKA umumnya diangkat berdasarkan tanda dan
gejala, EKG 12 lead, teslaboratorium yang kemudian dapat
dijadikan data untuk menentukan apakah pasientermasuk UAP,
NSTEMI atau STEMI. Prognosis tergantung dari seberapa
beratobstruksi arteri koroner dan seberapa kerusakan yang terjadi
pada miokardium.
a. EKG
Merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, normal
EKG tidakmenyingkirkan tidak adanya iskemik miokard atau
memulangkan pasien, pemeriksaan EKG perlu dilakukan
secara berkala.
b. Foto thoraks
Foto thoraks biasanya normal pada pasien dengan angina.
Pembesaran jantungatau peningkatan tekanan vena dapat
8

menandakan adanya infark miokard ataudisfungsi ventrikel


kiri, namun temuan ini kadang tidak dapat diandalkan.
c. Enzim jantung
Sel otot jantung yang mati akan mengeluarkan enzim, dan
enzim tersebut dapatmembantu dalam menegakkan infark
miokard.
d. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ruang jantung,
gerakan katup ataudinding ventrikel dan konfigurasi atau
fungsi katup.

1.2. Konsep Evidence based practice (EBP)


1.2.1. Pengertian Konsep Evidence Based Practice
Definisi EBP menurut analisis, EBP adalah pemecahan suatu
masalah yang melibatkan tenaga medis terutama pada perawat untuk
mengajukan pertnyaan klinis yang relevan guna mengakses bukti
dari penelitian dan faktor konteksual, menafsirkan bukti (menilai
dam mensintesi), menggambungkan bukti dengan pengalaman
praktis pasien atau kelompok sasaran, dan menerapkan apa yang
udah ada belajar dari bukti dalam membuat keputusan.
Secara umum, Evidence Based Practice adalah sebuah
pemdekatan yang bertujuan untuk meningkatkan proses melalui
pertanyaan yang manakah bukti penelitian ilmiah yang berkualitas
tinggi yang dapat diperoleh dan diterjemahkan ke dalam keputusan
praktik terbaik untuk meningkatkan kesehatan (steglitz, warnick,
Hoffman, Johnston, & spring, 2015).
Menurut Carlon (2010) Evidence Based Practice merupakan
suatu kerangka kerja yang mneguji, mengevaluasi dan menerapkan
temuan-temuan penelitian dengan tujuan untuk memperbaiki
pelayanan keperawatan kepada pasien.
9

1.2.2. Penjelasan kasus EBP mengenai ‘’Terapi Akupersur Sebagai


Evidence Based Nursing untuk mengurangi nyeri dada pada
pasien sindrom koroner akut ‘’
1.2.2.1. Abstrak
Penyakit jantung koroner secara klinis ditandai dengan
nyeri dada akibat sumbatan di arteri coroner. Akupresur
merupakan bagian terapi komplementer yang mampu
meningkatkan kadar endofrin untuk merangsang penurnan
nyeri, pelaksanaan evidence based nursing akupersur ini
diberikan pada 8 pasien dengan teknik pemilihan purposive
sampling. Instrument penerapan menggunakan skala
penilaian nyeri visual analog scale. penerapan akupersure
diberikan selama 20 menit pada titik akpresur L14 dengan
skala nyeri 0 sampai 5. Hasil dari 8 sampel yang diberikan
akupersur semua pasien mengalami penurunan skala nyeri.
Penekanan atau sentuhan pada titik akupersur dapat
meningkatkan kadar endorfrin dalam darah maupun sistemik.
Endofrin merupakan opiate tubuh secara alami dihasilkan
oleh kelenjar pituitary yang berguna untuk mengurangi nyeri,
mempengaruhi memori dan mood yang kemudian akan
memberikan perasaan relaks terapi akupersur terbukti mampu
menurunkan nyeri sehingga bermanfaat untuk diterapkan
pada pasien akut koroner sindrom dengan kleluhan nyeri
dada.
1.2.2.2. Metode
Penerapan Evidence Based Nursing (EBN) diawali
dengan penentuan fenomena actual yang terjadi diruangan
kemudian dilakukan pencarian terhadap jurnal-jurnal yang
sesuai untuk memberikan solusi intervensi. Penerapan EBN
ini menggunakan desain teknik pemilihan purposive samping.
Instrument penerapan menggunakan skala penilaan nyeri
10

visual analog scale/ VAS pelaksanaan dilakukan diruangan


rawat inap intensive Cardiovaskuler Care Unit RSUP dr.
Soeradji Tirtoonegoro klaten. Tahap observasi serta
pencarian literatur dimulai pada tanggal 4-30 november 2019.
Jumlah populasi berjumlah 12 pasien dengan reponden yang
diteliti berjumlah 8 orang pasien. Intervensi terapi
akupersur/sentuhan diberikan pada lokasi titik L14 terletak
dibagian belakang tangan kanan/kiri antara tulang metacarpal
pertama dan kedua dan hamper sepanang tulang radial.
Dilakukan selama 20 menit dalam 10 detik diberikan tekanan
sekitar 3-5 kilogram dengan periode istirahat 2 detik.
1.2.2.3. Tujuan
Tujuan terapi akupresure ini adalah untuk mengurangi
nyeri dada pada pasien dengan penyakit akut coronary
sindrom yaitu dengan menggunakan teknik akupresure.
1.2.2.4. Hasil
Dalam penerapan EBN ini, pasien yang terlibat adalah
sebanyak 8 orang pasien. Karakteristik dan hasil penerapan
EBN yang dilakukan pada pasien. Berdasarkan hasil table
diatas diperoleh hasil bahwa paling banyak berjenis kelamin
perempuan yaitu 5 responden (62,5%) sedangkan untuk jenis
kelamin laki-laki berjumlah 3 responden (37,7%)
karakteristik umur paling banyak usia > 65 tahun berjumlah 7
responden (87,5%) dan untuk umur <45 tahun berjumlah 1
responden (12,5%). Kemudian berdasrkan jumlah diagnosa
paling banyak yaitu NSTEMI berjumlah 5 kasus (62,5%) 2
kasus (25%) dan UAP (12,5%). Dan berdasakan table 2
didapatkan bahwa perubahan skala nyeri menggunakan
visual analog scale/VAS yang diberikan intervensi terapi
akupersur malporkan rata-rat pre test 4 (0-10) dan postvtets 2
(0-10).
11

BAB II
WOC

10
BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC

Corwin J. Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Kristanty Paula, S.Kep, Ns, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta : TIM

C.Susilo, Hidayat Sujuti, dkk. (2013). Hubungan Luas Infark Miokard Berdasar
Skor Selvester) Dengan Respon Nyeri Dada Pada Pasien Sindrom Koroner
Akut (SKA) Di Rsd Dr. Soebandi Jember. Diakses pada 15 November 2020

Smith, M., Coetzee, A. R., & Lochner, A. (2019). The Pathophysiolgy of


Myocardial Ischemia and Perioperative Myocardial Infarction. Journal
of Cardiothoraric and Vascular Anesthesia.

11

Anda mungkin juga menyukai