Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH HUKUM CYBER

KELOMPOK 5

Dengan judul
Digital Signature, Criminal Liability and Penalties, Standard Evidence

Disusun oleh
Daniel Adi Putra (140401062)
Putri Agusti Anggraini (140401120)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

2017
DAFTAR ISI

1. Digital Signature...................................................................................................... 1
1.1 Pengertian Digital Signature............................................................................... 1
1.2 Fungsi Digital Signature...................................................................................... 1
1.3 Sifat Digital Signature......................................................................................... 1
1.4 Undang-undang yang mengatur Digital Signature.............................................. 2

2. Criminal Liability and Penalties............................................................................ 4


2.1 Pengertian Criminal Liability and Penalties........................................................ 4
2.2 Undang-undang yang mengatur Criminal Liability and Penalties...................... 4
2.3 Jenis Criminal Liability and Penalties................................................................. 4
2.3.1 Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal....................... 4
2.3.2 Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan................................ 4
2.3.3 Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang.............................. 5
2.3.4 Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik................. 5
2.3.5 Tindak pidana tambahan........................................................................... 5
2.3.6 Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana................................... 5

3. Standard Evidence.................................................................................................. 5
3.1 Real Evidence...................................................................................................... 6
3.2 Hearsay Evidence................................................................................................ 6
3.3 Derived Evidence................................................................................................ 6
PEMBAHASAN

1. Digital Signature
1.1 Pengertian Digital Signature
Digital Signature (Tanda Tangan Elektronik) adalah alat bukti untuk
mengidentifikasi perjanjian antara dua belah pihak, sebagai syarat formalitas, dan
sebagai tanda persetujuan.
1.2 Fungsi Digital Signature
Fungsi Digital Signature (Tanda Tangan Digital) adalah sebagai berikut:
- Sebagai alat bukti identifikasi para pihak
Dari mekanisme atau tata kerja lahirnya tanda tangan digital melalui
proses enkripsi dengan tekhnik kriptografi, lahirlah kunci privat dari salah satu
pihak sehingga dapat membuka kunci pulik milik pelanggan dari salah satu
pihak yang hendak melakukan perjanjian tersebut.
- Memenuhi syarat formalitas
Dilibatkannya lembaga certification authority sebagai lembaga yang
dipercaya untuk menjamin kerahasiaan digital signature. Negara masih
mengusahakan agar memilki lembaga yang berada di bawah naungan
Pemerintah untuk menerbitkan sertifikat digital.
- Tanda persetujuan
Sifat yang ada dalam tanda tangan digital sebagai kunci untuk
membuka kontrak yang telah dienkripsi pula maka pada saat pihak yang
memiliki kunci privat mencocokan kunci publik milik pelaku usaha misalnya,
maka pada saat pihak yang memiliki kunci publik itu mengetahui penawaran
pelanggannya, maka saat itu juga merupakan tanda persetujuan atas peristiwa
hukum yang akan terjadi dari kedua pihak.
- Efisiensi
Setelah pelanggan menyatakan persetujuannya dengan membuka atau
melakukan dekripsi atas kontrak yang telah dienkripsi, dan membaca segala
ketentuan yang harus diikuti terhadap pelaku usaha, maka kedua pihak secara
tegas menyepakati tunduk pada ketentuan yang ada dalam kontrak yang telah
dienkripsi itu.
1.3 Sifat Digital Signature
Beberapa sifat umum Digital Signature (Tanda Tangan Digital) adalah sebagai
berikut:
- Otentik (authenticity)
Arti nya tak bisa/sulit ditulis/ditiru oleh orang lain. Pesan dan tanda tangan
pesan tersebut juga dapat menjadi barang bukti, sehingga penandatangan tak
bisa menyangkal bahwa dulu ia tidak pernah menandatanganinya.
- Sah (integrity)
Arti nya untuk dokumen (pesan) itu saja atau salinannya yang sama persis.
Tanda tangan itu tidak bisa dipindahkan ke dokumen lainnya, meskipun
dokumen lain itu hanya berbeda sedikit. Ini juga berarti bahwa jika dokumen
itu diubah, tanda tangan digital dari pesan tersebut tidak lagi sah.
- Tidak dapat disangkal keberadaannya (Non Repudiation) non repudiation)
Hal ini timbul dari keberadaan digital signature yang menggunakan
enkripsi asimetris (asymmetric encryption). Enkripsi asimetris ini melibatkan
keberadaan dari kunci prifat dan kunci publik. Suatu pesan yang telah
dienkripsi dengan menggunakan kunci prifat maka ia hanya dapat
dibuka/dekripsi dengan menggunakan kunci publik dari pengirim. Jadi apabila
terdapat suatu pesan yang telah dienkripsi oleh pengirim dengan menggunakan
kunci prifatnya maka ia tidak dapat menyangkal keberadaan pesan tersebut
karena terbukti bahwa pesan tersebut dapat didekripsi dengan kunci publik
pengirim. Keutuhan dari pesan tersebut dapat dilihat dari keberadaan hash
function dari pesan tersebut, dengan catatan bahwa data yang telah di-sign
akan dimasukkan kedalam digital envelope.
- Dapat diperiksa dengan mudah
Dapat diperiksa dengan mudah termasuk oleh pihak-pihak yang belum
pernah bertatap muka langsung dengan penandatangan.
1.4 Undang-undang yang mengatur Digital Signature
Masalah yang mengemuka dan diatur dalam UU ITE adalah hal yang
berkaitan dengan masalah kekuatan dalam sistem pembuktian dari informasi,
dokumen, dan tanda tangan elektronik. Pengaturan informasi, dokumen, dan tanda
tangan elektronik, dituangkan dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 UU ITE.
Secara umum dikatakan bahwa bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang
berlaku di Indonesia. Demikian halnya dengan tanda tangan elektronik, memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Namun pembuatan tanda tangan
elektronik tersebut harus memenuhi persyaratanpersyaratan seperti yang telah
ditentukan.
- Pasal (5) Ayat (1) sampai dengan Ayat (3) UU ITE
secara tegas menyebutkan: informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang
berlaku di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang.
- Ayat (4)
ada pengecualian yang menyebutkan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik tidak berlaku untuk:
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.
- Pasal 11
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut;
a. data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada
penanda tangan;
b. data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda
tangan;
c. segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait
dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
penandatangannya;
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan
telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang
terkait.

2. Criminal Liability dan Criminal Penalties


2.1 Pengertian Criminal Liability dan Criminal Penalties
Criminal Liability adalah tanggung jawab yang diberikan kepada setiap
pelanggar kasus criminal cyber.
Criminal Penalties adalah hukuman yang diberikan pada kasus criminal cyber.
2.2 Undang-undang yang mengatur Criminal Liability dan Criminal Penalties
Di Indonesia pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
2.3 Jenis Criminal Liability dan Criminal Penalties
2.3.1 Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
A. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal,
yang terdiri dari:
▪ Kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE)
▪ Perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE)
▪ Penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU
ITE)
▪ Pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE)
▪ berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen
(Pasal 28 ayat [1] UU ITE)
▪ Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28
ayat [2] UU ITE)
▪ Mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU
ITE)
B. Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE)
C. Intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan
Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE)
2.3.2 Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:
A. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data
interference – Pasal 32 UU ITE)
B. Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference – Pasal 33
UU ITE)
2.3.3 Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE)
2.3.4 Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35
UU ITE)
2.3.5 Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE)
2.3.6 Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE)

3. Standard Evidence
Penanganan terhadap praktik tindak pidana dunia (cyber crime) tidak
lepas dari perihal pembuktiannya. Karena dalam memanipulasi data komputer
menjadi hal yang sangat mudah untuk dilakukan, tetapi sulit untuk ditelusuri dan
juga sangat sulit untuk mengetahui secara pasti orang yang melakukan
penyalahgunaan komputer tersebut.3 Tindak pidana ini juga tidak terlepas dari
adanya bukti elektronik. Bukti elektronik tersebut dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi hakim dalam memutus suatu perkara.
Hal yang harus diperhatikan sebelum sampai pada tahap pembuktian
adalah pencarian alat bukti atau barang bukti yang mungkin ada
(diketemukan). Barang bukti merupakan barang mengenai mana delik dilakukan
(objek delik) dan barang dengan aman delik dilakukan, yaitu alat yang dipakai
untuk melakukan delik termasuk juga barang bukti ialah hasil dari delik barang
yang memiliki hubungan dengan langsung dengan tindak pidana.

Kemudian harus dilakukan suatu uji keabsahan terhadap sistem


komputer. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal atas keabsahan suatu sistem
komputer tersebut (dapat berupa sertifikat, atau surat keterangan lainnya yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang) nantinya akan menjadi suatu
jaminan bagi pihak lain yang telah melakukan suatu aktifitas dengan
menggunakan sistem komputer tersebut. Semua data dan informasi yang
dihasilkan oleh komputer bersertifikat menjadi dapat dipertanggungjawabkan.
Jika dikemudian hari terjadi suatu tindak pidana, maka bukti elektronik yang
terdapat di dalam harddisk, disket atau hasil print out, memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna. Sertifikat atau surat keterangan bekerjanya sistem tersebut, dijadikan
sandaran bahwa peralatan komputer tersebut aman dan dapat dipercaya
Standard Evidence dibagi menjadi 3 buah, yaitu:
3.1 Real Evidence
Bukti elektronik yang dimaksud di sini adalah hasil rekaman langsung dari
suatu aktifitas elektronik, hasil penghitungan atau analisa oleh suatu sistem
komputer yang telah bekerja sesuai dengan prosedur perangkat lunak yang
digunakan untuk pemrosesan data atau informasi, rekaman data log dari sebuah
server dalam Internet, atau juga dapat berbentuk salinan (receipt) dari suatu
peralatan seperti hasil rekaman kamera yang menggunakan sensor.
Real evidence ini dapat digunakan dalam banyak kemungkinan. Kita ambil
contoh sebuah bank melakukan suatu transaksi dengan nasabah tentang
pemotongan pajak sekian persen secara otomatis atas rekening, dan setiap
waktu nasabah tersebut dapat mengeceknya, maka pemotongan (penghitungan)
pajak tersebut termasuk dalam real evidence.
3.2 Hearsay Evidence
Hearsay evidencce adalah dimana dokumen atau rekaman yang merupakan
hasil dari pemrosesan dengan menggunakan komputer yang kesemuanya adalah
salinan atas sebuah informasi di atas kertas. Pemrosesan data komputer tersebut
tidak berlangsung secara otomatis melainkan dilakukan oleh manusia.
Contohnya adalah dalam suatu transaksi di bank, seorang nasabah hendak
menukarkan sebuah cek pada sebuah bank, kemudian data yang tertera di
atas cek tersebut divalidasi dengan menggunakan komputer yang ada di bank
tersebut. Apakah benar tanda tangan tersebut merupakan tanda tangan dari
pemilik rekening, nomor rekeningnya, dan identitasnya, maka salinan cek setelah
melewati proses validasi tersebut dapat digolongkan ke dalam hearsay evidence.
Penggunaan bukti elektronik tersebut di dalam pengadilan nantinya harus
diperkuat oleh alat bukti dan bukti lainnya.
3.3 Derived Evidence
Derived Evidence adalah kombinasi antara keduanya (real evidence dan
hearsay evidence). Penggunaan data atau pesan elektronik sebagai barang bukti
di pengadilan dicari ada tidaknya suatu hubungan antara keduanya. Contohnya
dalam suatu transaksi di bank, setiap harinya dilakukan sinkronisasi transaksi
antara data yang merupakan rekaman langsung suatu aktifitas suatu transaksi
dengan menggunakan komputer dengan aktifitas para pihak (bank dengan
nasabah).

Anda mungkin juga menyukai