Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN NY. Y DENGAN RESIKO


BUNUH DIRI DI DESA GUYANGAN KECAMATAN WINONG KABUPATEN
PATI

Disusun oleh :
Ririn Dian Sutrisni (20213110058)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS

2021/2022
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Ny. Y Dengan Resiko Bunuh Diri Di
Desa Guyangan Kecamatan Winong Kabupaten Pati

A. PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja
untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri merupakan salah satu dari
20 penyebab utama kematian secara global untuk semua umur dan hampir satu juta
orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).

B. MACAM MACAM BUNUH DIRI


Dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Bunuh diri egoistik
Yaitu bunuh diri yangdilakukan oleh orang orang yang merasa kepentingan
individu lebih tinggi dari pada kepentingan kesatuan sosial
2. Bunuh diri altruistik
Yaitu bunuh diri karena adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu
dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat yang memiliki integritas yang kuat,
misalnya bunuh diri Harakiri di Jepang.
3. Bunuh diri anomi
Yaitu tipe bunuh yang lebih berfokus pada keadaan moral dimana individu yang
bersangkutan kehilangan cita cita, tujuan dan norma dalam hidupnya
4. Bunuh diri fatalistik
Tipe bunuh diri yang demikian tidak banyak dibahas oleh Durkheim pada tipe
bunuh diri anomi terjadi dalam situasi dimana nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat melemah, sebaliknya bunuh diri fatalistik terjadi ketika nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.

C. ETIOLOGI
(Menurut Fitria, Nita, 2009) Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
LaporanPendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 DiagnosisKeperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi
dari resiko bunuh diriadalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensiyang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalammenghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapatmenjadi pencetus adalah melihat atau membaca
melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi sangat rentan.
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar
memilih untuk melakukan tindakanbunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan
dengan banyak faktor, baik faktor social maupunbudaya. Struktur social dan
kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klienmelakukan
perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan
meningkatkankeinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang
aktif dalam kegiatanmasyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan
angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungandengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization,
regression, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya
tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.

D. RENTANG RESPON PROTEKTIF DIRI


Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan Resiko Destruktif diri tidak Pencederaan bunuh diri


diri destruktif langsung diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh dirimungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar
dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

Keterangan :
a) Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin,
dan kesadaran diri meningkat.
b) Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang
masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
c) Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi
yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara
sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
d) Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi
sedikit, dan menggigit jari.
e) Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

E. PROSES TERJADINYA PERILAKU BUNUH DIRI

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi
untuk bunuh diri dengan berbagai alasan,berniat melaksanakan bunuh diri,
mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh diri. Oleh karena itu,
adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus
mendapatkan perhatian serius. Sesekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka
selesai riwayat pasien. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang
salah) tentang bunuh diri.
F. PATOSIKOLOGI
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri

Isyarat Bunuh Diri


verbal/nonverbal

Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri

Ancaman bunuh diri

Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif

Upaya Bunuh Diri

Bunuh Diri

( Stuart & Sundeen , 2006 )


Tahapan rentang perkembangan bunuh diri juga dibedakan sebagai berikut :
1. Suicide Ideation
Pada tahapan ini merupakan proses kontemplasi dari suicide, atau sebuah metode
yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian,
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati.
2. Suicide Intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri.
3. Suicide Threat
Pada tahap ini klien mengekpresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4. SUICIDE Gesture
Pada tahap ini klien menunjukan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan umumnya tidak
mematikan karena mengalami ambivalensi kematian. Individu ini masih memiliki
kemampuan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami
konflik mental. Tahap ini dinamakan “crying for help” .
5. Suicide Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamtkan mislanya minum obat yang mematikan, namun
masih ada yang mengalami ambivalensi.
6. Suicide
Tindakan bunuh diri ini sebelumnya telah didahului oleh beberapa percobaan
bunuh diri sebelumnya. 30 % orang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang
yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini merupakan
pilihan terakhir utnuk mengatasi kesedihan yang mendalam.

G. TANDA DAN GEJALA


(Menurut Fitria, Nita (2009)
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

H. PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN


1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal yang
paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri dituliskan dalam
tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam faktor yang
berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan mereka
sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan  berbahaya dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri, nilailah
apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara impulsif dan
tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan. (contohnya,
apakah pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan orang lain?), dan
reaksi pasien karena diselamatkan (apakah pasien kecewa atau merasa lega?),
dan apakah faktor-faktor yang menyebabkan usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan
gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika keluarganya
dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan dapat dimulai secara
cepat. Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan abstinensia
dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda psokologis dari putus
alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang tinggi adanya gangguan
depresif berat. Semua pasien yang berusaha bunuh diri oleh alkohol atau obat
harus dinilai kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius, karena
mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang kacau dengan
letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari konfrontasi
empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan rasional dan bertanggung
jawab terhadap masalah yang mencetuskan krisis dan bagaimana mereka
biasanya berperan. Keterlibatan keluarga atau teman dan manipulasi lingkungan
mungkin membantu dalam menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha
bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang menyebabkan
mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak mempengaruhi perilaku
tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan manfaat dari rehabilitasi jangka
panjang, dan periode singkat stabilisassi mungkin diperlukan, tetapi tidak ada
pengobatan jangka pendek yang dapat diharapkan mengubah perjalanannya
secara bermakna.

I. TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


(Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh, 2009)
1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan
interpersonaldalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat
tingkah laku anggota,merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain.
Terapist bekerja dengan individu dankelompok, anggota belajar dari interaksi
antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat
dikoreksi dan dipelajari.
2. Terapi Modalitas yang cocok untuk resiko bunuh diri adalah :
a) Terapi Biologi
Karena perilaku abnormal/ penyimpangan pasien adalah akibat dari faktor
fisik/ penyakit jenis terapi yang bisa diberikan melalui terapi ini adalah terapi
psikoaktif, intervensi nutrisi (diet), fototerapi dll.
b) Terapi Lingkungan
Terapi ini bertujuan untuk mengembangkan rasa harga diri, kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain dan mempersiapkan diri untuk kembali ke
masyarakat serta mencapai perubahan kesehatan yang positif.
Syarat lingkungan bagi klien bunuh diri harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Secara psikologis
1) Ruangan aman dan nyaman
2) Terhindar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri
sendiri atau orang lain
3) Alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan medis di almari (bila ada)
harus dalam keadaan terkunci
4) Ruangan harus ditempatkan di lantai satu, dan keseluruhan ruangan
mudah dipantau oleh petugas kesehatan
5) Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan
meningkatkan gairah hidup pasien
6) Adanya bacaan ringan, lucu dan motivasi hidup
b. Lingkungan sosial
1) Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas kesehatan menyapa
pasien sesering mungkin
2) Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan
atau kegiatan medis lainnya
3) Menerima pasien apa adanya, jangan mengejek atau merendahkan
4) Meningkatkan harga diri pasien
5) Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan
membiarkan pasien sendiri terlalu lama di ruangan
c. Lingkungan spiritual
1) Sarana: tempat ibadah, buku-buku suci dll, harus terpisah.
2) Ruangan sepi dan tertutup dengan tujuan agar perhatian terpusat pada
pengobatan, serta agar pasien menemukan harapan baru bagi masa
depannya.
Asuhan Keperawatan Jiwa
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Ny. Y Dengan Resiko Bunuh Diri Di Desa
Guyangan Kecamatan Winong Kabupaten Pati

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Ny. Y
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :-
Alamat : Ds. Guyangan RT/RW : 02/01, Kec. Winong Kab. Pati

b. Identitas penanggung jawab         


Nama : Ny. N
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Saudara kandung / kakak kandung.

c. Factor Presipitasi dan Predisposisi


a) Factor Presipitasi
Keluarga pasien mengatakan adanya tekanan batin dari suaminya yang tidak
memperdulikan urusan keluarga dan penghasilan suaminya dibuat untuk judi
online.
b) Factor Predisposisi
1. Biologis : Keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
2. Psikologis: Klien pernah mengalami gangguan jiwa ± 2 tahun
3. Sosiologis: Hubungan dengan warga sekitar klien kurang baik dan klien
selalu menyendiri. Klien merasa seperti di remehkan warga.
d. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 110/90 mmHg.                       
 Suhu : 36 °C.   
 Nadi : 88 x / menit.                         
 Nyeri : Tidak ada keluhan nyeri
 Tinggi badan : 155 cm
 Berat badan : 50 kg
4. Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Rambut lurus, warna hitam, cukup rapi
 Mata  : Kontak mata baik
 Telinga : Ada serumen sedikit
 Hidung : Bersih
 Mulut : Tidak bau mulut, gigi bersih
 Muka : Ekspresi wajah tenang
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
 Paru-paru : Inspeksi : simetris saat bernafas
Palpasi : vokalfremitus simetris kanan kiri
Perkusi : suara normal/sonor : bergaung, nada rendah
Auskultasi : terdengar bunyi vesikuler
 Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak asites
Auskultasi : Terdengar bising usus normal 10x/menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Terdapat bunyi timpani
 Genetalia : Bersih, integritas kulit baik, tidak ada lesi
 Ekstremitas : Jaringan tangan dan kaki lengkap, tidak ada udema, akral
hangat, kekuatan otot normal.
 Kekuatan otot
55555 55555
55555 55555
e. Pengkajian Psikososial
1) Genogram

Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan
: Klien (P)
Penjelasan : Klien adalah anak kedua dari pasangan suami istri, memiliki kakak
perempuan dan 1 orang anak perempuan. Klien masih tinggal satu rumah
dengan orangtua. Sedangkan kaknya sudah berkeluarga dan tinggal dengan
suaminya, rumah kakaknya sebelahan dengan rumah klien.
2) Konsep Diri
a. Gambaran diri
Saat dilakukan wawancara pada pasien tentang dirinya dan anaknya pasien
merespon dengan baik, tetapi saat ditanya tentang suaminya klien tampak tidak
suka dan marah.
b. Identitas diri
Keluarga pasien mengatakan klien sebagai ibu rumah tangga.
c. Ideal diri
Klien mengatakan bahwa ingin cepat sehat dan bisa segera menjaga dan
menyekolahkan anaknya sampai sarjana.
a. Harga Diri
Klien menerima dan tidak minder dengan kondisinya yang sekarang, tetapi
kadang merasa tertekan karena jarang warga yang mau berkumpul dengannya.
3) Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti atau terdekat
Pasien mengatakan orang terdekat yang biasanya diajak untuk memecahkan
masalah adalah kakak kandungnya sendiri.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Pasien tidak pernah mengikuti karang taruna. Pasien hanya menghabiskan
waktu di dalam rumah.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak mengalami hambatan dalam menjalin hubungan
dengan orang lain, hanya dengan suaminya saja.
4) Nilai, keyakinan dan spiritual
Pasien beragama islam dan yakin dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa, pasien
tidak memiliki keyakinan yang berlebih terhadap agama yang dianutnya. Pasien
mengatakan sebelum sakit rajin menjalankan sholat 5 waktu setiap hari, tapi
semenjak sakit pasien jarang sholat.

f. Status Mental
1. Penampilan Umum
Kebersihan dan kerapihan klien cukup baik dan rapi.
2. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan jelas dan menjawab pertanyaan yang diberikan
dengan tepat, selama proses wawancara pasien berbicara mengenai satu topik
dengan jelas.
3. Aktvitas Motorik
Pada saat wawancara pasien tampak tenang dalam berbicara, tidak ada gerakan
yang di ulang – ulang ataupun gemetar.
4. Alam Perasaan
Pasien tidak menunjukkan ekspresi yang berlebihan saat sedih maupun
gembira. Pasien terlihat sangat senang saat menceritakan pengalaman yang
diceritakan.
5. Afek
Dari hasil observasi afek yang ditunjukkan pasien sesuai dengan stimulus yang
diberikan.
6. Interaksi Selama Wawancara
Selama proses wawancara, pasien mau menjawab pertanyaan. Kontak mata
pasien bagus dan pasien menatap wajah perawat saat wawancara dan mau
menjawab pertanyaan perawat dengan panjang dan lebar.
7. Persepsi
Klien mengalami gangguan persepsi halusinasi pendengaran
Jenis : halusinasi penglihatan (Visual, Optik)
Isi : melihat suaminya saat dirumah sehingga membuat kien marah.
Frekuensi : ± 5 menit
Waktu : bisa terjadi sewaktu-waktu
Respon : klien menjadi marah tidak terkontrol.
8. Isi pikir
Tidak ada gangguan isi pikir
9. Proses Fikir
Selama wawancara, pembicaraan pasien singkat dan tidak berbelit – belit,
tidak diulang – ulang, dan ada hubungannya antara satu kalimat dengan
kalimat lainnya dalam satu topik.
10. Tingkat Kesadaran dan orientasi
Pasien menyadari bahwa dia sedang di ruamah dan sedang melakukan
wawancara. Pasien juga sadar dan mengenal dengan siapa dia berbicara dan
lingkungannya. Tingkat kesadaran pasien terhadap waktu, orang dan tempat
jelas.
11. Memori
Pasien dapat mengingat peristiwa yang terjadi pada dirinya baik di masa lalu
maupun saat ini. Pasien juga ingat ketika ditanyakan apakah tadi pasien sudah
makan tau belum. Pasien tidak pernah mengalami gangguan daya ingat baik
jangka panjang maupun jangka pendek.
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Selama wawancara konsentrasi fokus terhadap terhadap apa yang sedang
ditanyakan.
13. Kemampuan Penilaian
Klien mampu mengambil keputusan yang menurut klien itu menjadi prioritas
bagi dirinya dengan bantuan kakaknya.
14. Daya Tarik Diri
Pasien mengetahui kekurangan atau kelemahan yang ada pada dirinya.

g. Mekanisme Koping
Saat diwawancara reaksi pasien baik, pasien dapat berbicara dengan orang lain
tanpa ada gangguan.

2. Analisa Data
Hari/tgl/jam Data fokus Diagnosis Paraf
Kamis, Ds : Resiko bunuh diri Ririn
berhubungan dengan dians
27 – 10 – 2021  Pasien mengatakan merasa
09.00 WIB. hidupnya tak berguna lagi Harga diri rendah

 Pasien mengatakan ingin


mati
 Pasien mengatakan pernah
mencoba bunuh diri
 Pasien mengatakan
mengancam bunuh diri
 Pasien mengatakan merasa
bersalah, sedih, marah,
putus asa, tidak berdaya

Do :
 Pasien tampak murung
 Pasien tampak tidak
bergairah
 Pasien tampak ada bekas
percobaan bunuh diri
3. Pohon Maslah
Akibat Resiko bunuh diri

Masalah Utama Gangguan konsep diri : Harga Diri


Rendah

4. Diagnosa Keperawatan
Resiko bunuh diri berhubungan dengan Harga Diri Rendah.

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Tanggal Dx. Kep. Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
Sabtu, Resiko TUM : Klien Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling
bunuh diri tidak tindakan percaya dengan
29 – 10
berhubungan mencederai diri keperawatan 1x menggunakan prinsip
– 2021
dengan harga sendiri. interaksi, klien komunikasi terapeutik :
09.00 diri rendah menunjukkan  Sapa klien dengan
WIB. TUK : 1. Klien eskpresi wajah ramah baik verbal
dapat membina bersahabat, maupun non verbal.
hubungan menunjukkan rasa  Perkenalkan diri
senang, ada dengan sopan.
kontak mata, mau  Tanyakan nama
berjabat tangan, lengkap dan nama
mau menyebutkan panggilan yang
nama, mau disukai klien.
menjawab salam,  Jelaskan tujuan
klien mau duduk pertemuan.
berdampingan  Jujur dan menepati
dengan perawat, janji.
mau  Tunjukan sikap
mengutarakan empati dan
masalah yang menerima klien
dihadapi. apa adanya.
 Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.
2. Klien dapat Setelah dilakukan 1. jauhkan klien dari
terlindungi dari keperawatan 1kali benda-benda yang
prilaku bunuh interaksi, klien dapat membahayakan
diri. dapat terlindung 2. tempatkan klien di
dari prilaku ruang yang tenang dan
bunuh diri. selalu terlihat oleh
perawat
3. awasi klien secara ketat
setiap saat
3. Klien dapat Setelah dilakukan 1. Dengarkan keluhan
Mengespresikan keperawatan 1kali yang dirasakan klien
perasaannya interaksi, klien 2. Bersikap empati
dapat untuk meningkatkan
mengeekspresikan ungkapan keraguan,
perasaannya ketakutan, dan
keputusasaan
3. Beri waktu dan
kesempatan untuk
menceritakan arti
penderitaannya
4. Beri dukungan pada
tindakan atau ucapan
klien yang menunjukan
keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat Setelah dilakukan 1. Bantu untuk
meningkatk tindakan memahami bahwa
an harga diri keperawatan 1kali klien dapat mengatasi
interaksi, klien keputusasaannya
dapat 2. Bantu mengidentifikasi
meningkatkan sumber-sumber harapan
harga diri (missal hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-
hal untuk diselesaaikan)
5. Klien dapat Setelah 1. Ajarkan
menggunakan dilakukan mengidentifikasi
koping yang tindakan pengalaman-pengalaman
adaptif keperawatan yang menyenangkan
1kali interaksi, 2. Bantu untuk mengenali
klien dapat hal-hal yang ia cintai
menggunakan dan yang ia sayangi
koping yang dan pentingnya
adaptif terhadap kehidupan
orang lain
3. Beri dorongan untuk
bebagi keprihatinan
pada orang lain
6. Klien dapat Klien 1. Kaji dan manfaatkan
menggunakan menggunakan sumber- sumber
dukungan dukungan sosial eksternal individu
sosial 2. Kaji system
pendukung keyakinan
yang dimiliki klien
3. Lakukan rujukan
sesuai indikasi
(pemuka agama)
7. Klien dapat Setelah 1. Diskusikan dengan
menggunakan dilakukan klien tentang manfaat
obat dengan tindakan dan kerugian tidak
benar dan keperawatan minum obat, nama,
tepat selama 1kali warna, dosis, cara , efek
interaksi, klien terapi dan efek samping
dapat penggunan obat
menggunakan 2. Pantau klien saat
obat dengan penggunaan obat
benar dan tepat 3. Beri pujian jika klien
menggunakan obat
dengan benar

4. Diskusikan akibat
berhenti minum obat
tanpa konsultasi
dengan dokter
5. Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter/perawat jika
terjadi hal – hal yang
tidak di inginkan .

6. Catatan Keperawatan
NO. Diagnosa Evaluasi ttd
1. Resiko bunuh diri S : klien mengatakan sudah mengetahu Ririn
berhubungan dengan tentang Resiko Bunuh Diri dians
Harga Diri Rendah. O : klien kooeratif
A : masalah teratasi
P : rencanaan kembali tentang
pengembangan tindakan
keperawatan, baik yang sekarang
maupun yang akan datang

-selesai-

Anda mungkin juga menyukai