Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

LEIOMYOMA UTERI ATAU MYOMA UTERI

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik


Departemen Keperawatan Obstetri dan Gynecologi

Disusun oleh :
CHANDRA YUNI ARSIH P
NIM. 202104088

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
TAHUN 2022

LAPORAN PENDAHULUAN
LEIOMYOMA UTERI ATAU MYOMA UTERI
1. PENGERTIAN
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma
uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma
jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita
sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia
produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada
usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).
Mioma merupakan suatu pertumbuhan massa atau daging di dalam rahim
atau di luar rahim yang tidak bersifat ganas. Mioma berasal dari sel otot polos
yang terdapat di rahim dan pada beberapa kasus juga berasal dari otot polos
pembuluh darah rahim. Jumlah dan ukuran mioma bervariasi, terkadang
ditemukan satu atau lebih dari satu.
Pada umumnya, mioma terletak di dinding rahim dan bentuknya
menonjol ke rongga endometrium atau permukaan rahim. Sebagian besar mioma
tidak bergejala ditemukan pada wanita usia 35 tahun, sedangkan sebagian kecil
lainnya ditemukan secara tidak sengaja sewaktu pemeriksaan rutin pada wanita
usia reproduksi atau usia subur.
Sebaiknya lakukan pemeriksaan kondisi kesehatan secara rutin, supaya
mioma tidak berubah menjadi semakin ganas. Pasalnya, mioma dapat
menyebabkan keguguran dan menjadi salah satu alasan tindakan pengangkatan
rahim (histerektomi).
Mioma dapat berkembang menjadi ganas, dan kondisi tersebut dikenal
sebagai leiomiosarkoma. Walau begitu, kemungkinan mioma menjadi ganas
cukup kecil. Mioma dapat menyebabkan komplikasi berupa torsi atau terpuntir,
yang dapat menyebabkan gangguan sirkulasi akut, sehingga mengakibatkan
kematian jaringan.
Myoma uteri terbagi menjadi 3 berdasarkan lokasinya:
a. Mioma intramural adalah jenis miom yang paling umum terjadi. Miom ini
muncul di dalam dinding otot rahim. Mioma intramural dapat tumbuh lebih
besar, dan dapat meregangkan rahim.
b. Mioma submukosa adalah mioma yang tumbuh di lapisan otot bagian dalam
dari dinding rahim. Apabila miom tumbuh besar bisa mempengaruhi siklus
haid dan akan mengakibatkan pendarahan serta komplikasi serius lainnya,
seperti kemandulan dan keguguran.
c. Mioma submukosa adalah mioma yang tumbuh di lapisan otot bagian dalam
dari dinding rahim. Apabila miom tumbuh besar bisa mempengaruhi siklus
haid dan akan mengakibatkan pendarahan serta komplikasi serius lainnya,
seperti kemandulan dan keguguran.

2. ETIOLOGI
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1. Umur Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2. Hormon Endogen (endogenous hormonal) Konsentrasi estrogen pada
jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan miometrium normal.
3. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita
mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita
mioma uteri.
4. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
5. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke
uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1
(satu) kali atau 2 (2) kali
Faktor terbentuknya tomor:
1. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel -
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan
kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak
serta merta semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena
sel yang mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan
terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal,
tidak dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut
WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%,
disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet
dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati.
Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal
menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam
prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu
senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat
menyebabkan kerusakan pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada mioma,


disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh
pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan
anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim
hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi
estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan
miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih
banyak dari pada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat
pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan estrogen.

3. PATOFISIOLOGI
Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri yang
dikenal dengan nama lain leiomioma uteri, yakni: hormonal, proses
inflamasi, dan growth factor.
a. Hormonal
Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian
dalam miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar
estrogen menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim
ini membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan
meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta
merangsang produksi sitokin dan platelet derived growth factor (PDGF) dan
epidermal growth factor (EGF). Estrogen juga akan merangsang
terbentuknya reseptor progesteron terutama di bagian luar miometrium.
Progesteron mendasari terbentuknya tumor melalui perangsangan
insulin like growth factor (IGF-1), transforming growth factor (TGF), dan
EGF. Maruo, dkk. meneliti peranan progesteron yang merangsang proto-
onkogen, Bcl-2 (beta cell lymphoma-2), suatu inhibitor apoptosis dan
menemukan bukti bahwa gen ini lebih banyak diproduksi saat fase sekretori
siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah yang melatarbelakangi
berkurangnya volume tumor pada saat menopause.
Teori lain yang kurang berkembang menjabarkan pengaruh hormon
lain seperti paratiroid, prolaktin, dan human chorionic gonadotropin (HCG)
dalam pertumbuhan mioma.

b. Proses Inflamasi
Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai
dengan hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi tubuh
berupa pelepasan zat vasokonstriksi. Proses peradangan yang berulang kali
setiap siklus haid akan memicu percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler
yang merangsang proliferasi sel. Obesitas yang merupakan faktor risiko
mioma ternyata juga merupakan proses inflamasi kronis; pada penelitian in
vitro, pada obesitas terjadi peningkatan TNF-α.2 Selain TNF-α, sejumlah
sitokin lain juga memiliki peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1,
IL-6, dan eritropoietin.
c. Growth Factor
Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah
epidermal growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF I-II),
transforming growth factor-B, platelet derived growth factor, acidic
fibroblast growth factor (aFGF), basic fibroblast growth factor (bFGF),
heparin-binding epidermal growth factor (HBGF), dan vascular endothelial
growth factor (VEG-F).1 Mekanisme kerjanya adalah dengan mencetak
DNA-DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan dalam angiogenesis
tumor. Matriks ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan growth factor
juga menjadi faktor pemicu mioma uteri karena dapat mempengaruhi
proliferasi sel.

4. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%
saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh
apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari
mioma uteri. Dar ipenelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita
ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma
submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut
bagian bawah, serta nyeri pinggang.
Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung
kemih, ureter, dan usus dapat terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan
disuri (14%), keluhan obstipasi (13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas
hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi
mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma uteri
menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam panggul.
1. Massa di Perut Bawah
Penderita mengeluhkan merasakan adanya massa atau benjolan di perut
bagian bawah.
2. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insidens disfungsi
ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri
menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan
miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia. Miometrium
merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam mengatur fungsi
endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung dari
miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang
memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus
abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya
angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting factor dan reseptornya pada
mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal.
3. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini
timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai
dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan
kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenorrhoe. Dapat juga rasa nyeri
disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya
akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat
besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada urat syaraf yaitu
pleksus uterovaginalis, menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.
4. Pressure Effects ( Efek Tekenan )
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-
organ di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit
untuk dihubungkan langsung dengan mioma. Penekanan pada kandung
kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila uretra tertekan bisa menimbulkan
retensio urinae. Bila berlarut-larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis.
Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan
konstipasi atau nyeri saat defekasi.
5. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan
masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat
terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium
dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas
tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

5. PEMERIKSAAN
a. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium
dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan
CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya
pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan
uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium: darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati,
ureum, kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.

6. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI
a. Perdarahan sampai terjadi anemia.
b. Torsi tangkai mioma dari :
1) Mioma uteri subserosa.
2) Mioma uteri submukosa.
c. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
d. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.

Pengaruh mioma terhadap kehamilan


a. Infertilitas.
b. Abortus.
c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
d. Inersia uteri.
e. Gangguan jalan persalinan.
f. Perdarahan post partum.
g. Retensi plasenta.
Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
a. Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksaaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup
observasi, medikamentosa, atau pembedahan.

8. PROGNOSIS
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan
mengecil dalam 6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma
simptomatis sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi
rekurensi dapat terjadi pada 15-33% pasca-tindakan miomektomi. Setelah 5-
10 tahun, 10% pasien akhirnya menjalani histerektomi. Pasca-embolisasi,
tingkat kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan sampai 5 tahun
setelah tindakan.
Konsepsi spontan dapat terjadi pasca-miomektomi atau setelah
radioterapi. Pada penelitian retrospektif, kejadian sectio caesaria meningkat
pada wanita hamil dengan mioma uteri karena kejadian malpresentasi janin,
ketuban pecah dini, prematuritas, dan kematian janin dalam kandungan.
Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah,
hanya sekitar 10-20% mioma berkembang menjadi leiomyosarcoma. Suatu
studi menyimpulkan bahwa transformasi maligna hanya terjadi pada 0,25% (1
dari 400 kasus) wanita yang telah menjalani pembedahan. Keganasan umumnya
dipicu oleh riwayat radiasi pelvis, riwayat penggunaan tamoksifen, usia lebih
dari 45 tahun, perdarahan intratumor, penebalan endometrium, dan gambaran
heterogen pada gambaran radiologis MRI.
EDUKASI DAN PROMOSI KESEHATAN Edukasi meliputi anjuran
kontrol ulang berkala pada pasien asimptomatis dan yang menginginkan
fertility sparing. Tindakan preventif umum berupa pengaturan diet dan
olahraga. Di samping itu, menyusui dan merokok ternyata dapat menghambat
tumorigenesis mioma uteri.
a. Edukasi Pasien
Selama tidak ada keluhan, pasien dianjurkan kontrol setiap 6 bulan. Jika
telah menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor dalam satu tahun maka
kontrol dianjurkan hanya jika muncul gejala. Kehamilan dapat terjadi 4-6 bulan
setelah penanganan. Kehamilan dapat berjalan lancar namun 1/3 kasus mioma
dapat menginduksi abortus dan prematur.
b. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Seperti penyakit lainnya, upaya pencegahan mioma uteri dilakukan
dengan pengaturan diet dan olahraga. Selain itu, merencanakan kehamilan dan
memberikan ASI eksklusif, merokok, dan produk kecantikan ternyata dapat
memberikan efek profilaksis.
c. Diet
Rekomendasi paling penting adalah diet menjaga berat badan ideal
untuk mengurangi faktor risiko obesitas. Hal ini karena kejadian tumor sering
dikaitkan dengan terlalu banyak konsumsi daging merah dan rendahnya
konsumsi sayuran hijau atau buah. Fungsi proteksi juga dari vitamin A dan D.
Penelitian gagal menunjukkan manfaat kedelai dalam pencegahan tumor; namun
konsumsi susu dan dairy product akan menurunkan risiko tumor.
9. PATHWAY
Faktor Internal : Keturunan, Faktor eksternal: radiasi, Faktor Hormonal

Reseptor Estrogen Meningkat

Hiperplasia sel imatur

Myoma Uteri

Myoma Intramural Myoma Submukosum Myoma Subserosum

Perdarahan Pembesaran Uterus

Gangguan pada suplai darah Penekanan pada organ lain,


Gangguan hematologi penekanan pada syaraf

Gangguan Perfusi Kurangnya pengetahuan pasien


Jaringan Risiko Infeksi Gangguan Rasa
Penekanan ke blader
Nyaman
Defisit Pengetahuan dan organ pencernaan

Disfungsi sexual
Ansietas
Konstipasi

Gangguan eliminasi
urine
10. KERANGKA ASUHAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS KLIEN Biodata
a. Nama : ……………………………………………….
b. Umur : ……………………………………………….
c. Jenis Kelamin : ……………………………………………….
d. Alamat : ……………………………………………….
e. Status perkawinan : ……………………………………………….
f. Agama : ……………………………………………….
g. Pendidikan : ……………………………………………….
h. Pekerjaan : ……………………………………………….
i. No. Register : ……………………………………………….
j. Tanggal MRS : ……………………………………………….
k. Tanggal Pengkajian : ……………………………………………….
l. Diagnosa Medis : .........................................................................
Biodata Penanggung jawab
a. Nama : ……………………………………………….
b. Umur : ……………………………………………….
c. Pendidikan : ……………………………………………….
d. Pekerjaan : ……………………………………………….
e. Alamat : ……………………………………………….

B. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
a. Keluhan saat MRS Alasan utama yang membuat pasien itu dibawa ke RS
b. Keluhan saat Pengkajian : Keluhan utama saat pegkajian
2. Riwayat Penyakit Sekarang Kronologis sebelum masuk rumah sakit sampai
pengkajian, yang meliputi :
1. P = Provoking atau Paliatif : ……………………………………
2. Q = Quality : ……………………………………
3. R = Regio : ……………………………………
4. S = Severity : …………………………………..
5. T = Time : …………………………………..

3. Riwayat Peyakit Dahulu Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya, baik


itu penyakit menular, menurun atau penyakit sistem reproduksi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat yg diderita oleh keluarga, baik penyakit menular atau menurun
(penyakit dalam dan organ reproduksi)
b. Genogram (3 generasi ke atas)
5. Riwayat Kebidanan Masa Lalu
a. Riwayat Haid
b. Riwayat Perkawinan
c. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas BBL Riwayat Anak Ke
Kehamilan Persalinan Nifas BBL
d. Riwayat KB
6. Riwayat Psikososial dan Status Spiritual
a. Kondisi emosi / perasaan klien
b. Kebutuhan Spiritual Klien :
c. Tingkat Kecemasan Klien :
7. Pola Pemeliharaan Kesehatan
a. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi : Pemenuhan No Makan/Minum
Sebelum Sakit Saat Sakit
b. Pola Eliminasi No Pemenuhan Eliminasi BAB /BAK
c. Pola istirahat tidur No Pemenuhan Istirahat Tidur
d. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene
e. Aktivitas Lain
f. Pemeriksaan Fisik
1) PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
2) KEADAAN UMUM PEMERIKSAAN INTEGUMENT,
RAMBUT DAN KUKU)
3) PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
4) PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
5) PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU
6) PEMERIKSAAN ABDOMEN
7) PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
g. Penatalaksanaan
…………………………………………………………………………
…………………
h. Harapan Klien/ Keluarga sehubungan dengan Penyakitnya
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………..
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Rasa Nyaman b/d Gejala Penyakit
b. Ansietas b/d krisis situasional
c. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
d. Risiko Infeksi b/d Penurunan Hb
e. Perfusi Jaringan Tidak Efektif b/d Penurunan Konsentrasi Hb
f. Disfungsi sexual b/d proses penyakit
g. Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung kemih (efek
desakan dari tumor)
h. Konstipasi b/d penurunan motilitas gastrointestinal

12. INTERVENSI KEPERAWATAN


a. Gangguan Rasa Nyaman b/d Gejala Penyakit (D0074)
Intervensi Keperawatan
Terapi Relaksasi (I. 09326)
Definisi
Menggunakan teknik peregangan untuk mengurangi tanda dan gejala
ketidaknyamanan seperti nyeri, ketegangan otot, atau kecemasan
Tindakan
Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu kemampuan
kognitif
 Identifikasiteknik relaksai yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
 Monitor respon terhadap terapi relaksai
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan yang tenag dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan nalgesik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis. musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensai relaksasi 
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
peregangan, atau imajinasi terbimbing)
b. Ansietas b/d
 REDUKSI ANXIETAS (I.09314)
 Observasi
 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik
 Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat anxietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu

TERAPI RELAKSASI
Observasi
 Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang menganggu kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
 Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu
sebelum dan sesudah latihan
 Monitor respons terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama
 Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis, relaksasi yang tersedia
(mis. music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
 Anjurkan mengambil psosisi nyaman
 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulang atau melatih teknik yang dipilih’
 Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas dalam,
pereganganm atau imajinasi terbimbing)

c. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi


Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan
Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi Terapeutik
2) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4) Berikan kesempatan untuk bertanya
5) Gunakan variasi mode pembelajaran
6) Gunakan pendekatan promosi kesehatan dengan memperhatikan
pengaruh dan hambatan dari lingkungan, sosial serta budaya.
7) Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif dan
pencapaiannya
Edukasi
1) Jelaskan penanganan masalah kesehatan
2) Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di masyarakat
3) Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
4) Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah (mis.
keinginan mengunjungi fasilitas kesehatan)
5) Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
6) Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari hari
d. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Penurunan Konsentrasi Hb
 PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)
Observasi
 Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer, edema, pengisian kalpiler,
warna, suhu, angkle brachial index)
 Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
 Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
 Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang cidera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
o Anjurkan berhenti merokok
o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
o Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan,
dan penurun kolesterol, jika perlu
o Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara teratur
o Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
o Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
o Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
o Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis. Rendah
lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
o Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan( mis.
Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195)


Observasi
 Identifikasi penyebab perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat pengikat, prostesis, sepatu, dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta, EGC


Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing
Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017.  Oxford: Wiley
Blackwell.
Nugroho, T. (2012). Obstetri dan Ginekologi. Yokyakarta: Nuha Medika
Nurarif, Amin Huda., Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Edisi Revisi.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Sylvia, Prince. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Theodore R. Schrock, M. D (2007), Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs.
Med Adji

Anda mungkin juga menyukai