Anda di halaman 1dari 6

EKONOMI KESEHATAN

Penyebab Kegagalan Pasar pada Pelayanan Kesehatan


DOSEN PENGAMPU : Rapotan Hasibuan, SKM, M.Kes

Disusun Oleh:
Fadya Millanaya 0801193250
Kelas : IKM 6 semester 5

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021

A. Penyebab Kegagalan Pasar


Suatu mekanisme pasar dapat dikatakan suatu mekanisme alamiah dimana pelaku ekonomi,
pembeli dan penjual, dapat bebas bergerak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Peningkatan
kapasitas pembeli (demand) tanpa adanya peningkatan kapasitas penjual (supply) menyebabkan harga
naik untuk mutu yang sama. Sebaliknya peningkatan suplai barang tanpa adanya peningkatan demand
akan menyebabkan barang turun. Mekanisme tersebut adalah mekanisme yang sangat lazim terjadi
pada pasar. Hasil (outcome) dari mekanisme ini adalah tercapainya efisiensi.

Semakin tinggi tingkat persaingan, peningkatan suplai, semakin rendah harga suatu barang dan
jasa, dan sebaliknya. Jadi konsumen akan diuntungkan. Akan tetapi di dalam pelayanan kesehatan2,
keluaran persaingan yang menghasilkan efisiensi tinggi ini selalu dipertanyakan. Apakah benar dengan
mekanisme pasar, pelayanan kesehatan akan lebih murah dan lebih berkualitas? Suatu barang atau jasa
pelayanan kesehatan dapat saja tidak lebih murah akan tetapi kualitasnya lebih baik, dus terjadi efisiensi
juga. Selain efisiensi yang merupakan keluaran umum yang diharapkan dari suatu mekanisme pasar, di
dalam pelayanan kesehatan seringkali dipertanyakan aspek equity (pemerataan) dari mekanisme pasar

Seperti contoh, salon kecantikan dan dan beras, perlakuan pemerintah sangat berbeda. Perbedaan
perlakuan tersebut, dimana untuk pasar jasa kecantikan pemerintah tidak melakukan intervensi apapun
dan untuk pasar beras pemerintah turun tangan, intervensi pemerintah sangat bergantung kepada jenis
produk atau jasa yang dijual.

 Imperfect Information
Imperfect Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi
yang lebih lemah sedangkan provider (dokter, dll) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan
kualitas pelayanan yang "dijualnya". Ciri ini juga dikemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain
seperti Feldstein, Jacos, Rapoport, dan Phelps. Dalam dua contoh diatas, jasa kecantikan dan beras, sifat
asimetri hampir tidak tampak. Konsumen tahu (mudah tahu) berapa harga pasar, apa manfaat yang
dinikmatinya, bagaimana kualitas berbagai layanan dan beras, dan seberapa besar kebutuhnya. Dalam
pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan
untuk mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanan tersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal
dengan consumer ignorance atau konsumen yang bodoh. Jangankan ia mengetahui berapa harga dan
berapa banyak yang diperlukan, mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup
dikuasainya, meskipun si pasien mungkin seorang professor.
Perbedaan dapat menyebabkan demand pelayanan kesehatan ditentukan oleh penjual bukan
oleh pembeli atau konsumen. Sementara dalam pasar yang normal, konsumenlah yang menentukan
jenis barang atau jasa dan jumlah yang dibelinya. Jadi kekuatan (power) terletak pada konsumen atau
pembeli dan oleh karenanya konsumen menjadi raja. Di dalam pelayanan kesehatan, sebaliknya,
provider-lah yang memunyai power dan menjadi raja sementara pasien menjadi budaknya. Oleh karena
itu, apa yang akan terjadi sangat tergantung dari sifat provider.
Menyadari adanya ketidak seimbangan informasi, maka praktek kedokteran dan kesehatan di
negara manapun memerlukan lisensi khusus. Tujuannya adalah untuk melindungi pasien dari pelayanan
yang tidak berkualitas atau yang dapat membodohi pasiennya. Akibat dari keharusan lisensi ini maka
terjadi entry barier yang membatasi masuknya supply. Hal ini menyebabkan kesimbangan pasar semakin
tidak bisa terjadi. Di Indonesia misalnya, banyak orang yang sudah menuduh bahwa perhimpunan
dokter spesialis sengaja menghambat jumlah dokter spesialis untuk mengurangi persaingan. Prilaku
monopolistik ini juga dilontarkan banyak kritikus pelaynan kesehatan di berbagai negara lain.
 Externalities
Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi
"pembeli" tetapi juga bukan pembeli. Demikian juga risiko kebutuhan pelayanan kesehatan tidak saja
mengenai diri pembeli. Contohnya adalah konsumsi rokok yang mempunyai risiko lebih besar pada
yang bukan perokok. Akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai
bentuknya. Oleh karenanya, pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab
diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawab bersama (publik).
Selain itu, pelayanan kesehatan mempunyai aspek sosial yang rumit dipecahkan sendiri oleh
bidang kedokteran atau ekonomi. Bidang kedokteran tidak bisa membiarkan keadaan seseorang yang
memerlukan bantuan medis tetapi teknologinya atau biayanya belum tersedia. Kita, dokter, tidak
bisa memperlakukan pasien sebagai komputer yang jika salah satu komponennya tidak berfungsi
dapat dimusnahkan saja, jika teknologi untuk memfungsikannya sulit atau mahal. Dokter berusaha
mencari teknologi baru untuk memecahkan masalah klinik yang tidak pernah tuntas. Teknologi baru
tersebut menuntut penelitian longitudinal dan biaya besar. Akibatnya, teknologi baru menjadi mahal.
Hal ini berdampak pada aspek ekonomi, dimana teknologi kedokteran dapat mengatasi keadaan
pasien, akan tetapi biaya untuk itu sering tidak tejangkau oleh kebanyakan orang.
Karena manusia memberikan nilai yang sangat tinggi akan kehidupan dan kesehatan, maka
seringkali timbul dilema besar yang menyangkut kelangsungan hidup seseorang hanya karena faktor
biaya. Karena secara sosial kita tidak bisa melakukan pertimbangan biaya dan efisiensi maka harus
ada suatu mekanisme yang mampu memecahkan pembiayaan pelayanan bedah, diagnostik canggih,
pelayanan gawat dararat, dan pelayanan intensif lain yang mahal.

Tambah disini

B. Bentuk intervensi pemerintah


Peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi merupakan kunci menuju masyarakat yang
lebih makmur, bahkan diharapkan Indonesia bisa menjadi Negara yang maju dan Negara industri.
Negara terbelakang atau Negara berkembang begitu besarnya dan masalah ekonomi tidak bisa
diserahkan begitu saja pada mekanisme bebas kekuatan-kekuatan ekonomi. Untuk itu dalam upaya
menyeimbangkan pertumbuhan berbagai sektor perekonomian hingga penawaran harus sesuai dengan
permintaan. Hal ini dibutuhkan pengawasan dan pengaturan oleh Negara atau pemerintah dalam upaya
mencapai pertumbuhan yang seimbang.
Pada intinya, pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian supaya menanggulangi
kegagalan pasar sehingga tidak adanya eksternalitas yang merugikan banyak pihak. Adapun bentuk dari
peran pemerintah yakni dengan melakukan intervensi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga, monopoli, dan
eksternalitas yang merugikan maka peran pemerintah sangat diperlukan dalam perekonomian suatu
negara. Peranan ini dapat dilakukan dalam bentuk intervensi secara laungsung maupun tidak langsung.
Berikut adalah intervensi pemerintah secara langsung dan tidak langsung dalam penentuan harga pasar
untuk melindungi konsumen atau produsen melalui kebijakan penetapan harga minimum (floor price)
dan kebijakan penetapan harga maksimum (ceiling price).
Contoh intervensi pemerintah secara langsung :

 Penetapan Harga Minimum (floor price)

Penetapan harga minimum atau harga dasar yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk
melindungi produsen, terutama untuk produk dasar pertanian. Misalnya harga gabah kering terhadap
harga pasar yang terlalu rendah. Hal ini dilakukan supaya tidak ada tengkulak (orang/pihak yang
membeli dengan harga murah dan dijual kembali dengan harga yang mahal) yang membeli produk
tersebut diluar harga yang telah ditetapkan pemerintah. Jika pada harga tersebut tidak ada yang
membeli, pemerintah akan membelinya melalui BULOG (Badan Usaha Logistik) kemudian didistribusikan
ke pasar. Namun, mekanisme penetapan harga seperti ini sering mendorong munculnya praktik pasar
gela, yaitu pasar yang pembentukan harganya di luar harga minimum.

 Penetapan Harga Maksimum (ceiling price)

Penetapan harga maksimum atau Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dilakukan pemerintah
bertujuan untuk melindungi konsumen. Kebijakan HET dilakukan oleh pemerintah jika harga pasar
dianggap terlalu tinggi diluar batas daya beli masyarakat (konsumen). Penjual tidak diperbolehkan
menetapkan harga diatas harga maksimum tersebut. Contoh penetapan harga maksimum di Indonesia
antara lain harga obat-obatan diapotek, harga BBM, dan tariff angkutan atau transportasi seperti tiket
bus kota, tarif kereta api dan tarif taksi per kilometer. Seperti halnya penetapan harga minimum,
penetapan harga maksimum juga mendorong terjadinya pasar gelap.

Contoh intervensi pemerintah secara tidak langsung

 Pemberian Subsidi

Pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam pembentukan harga pasar yaitu
melalui pemberian subsidi. Subsidi biasanya diberikan pemerintah kepada perusahaan- perusahaan
penghasil barang kebutuhan pokok. Subsidi juga diberikan kepada perusahaan yang baru berkembang
untuk menekan biaya produksi supaya mampu bersaing terhadap produk-produk impor. Kebijakan ini
ditempuh pemerintah dalam upaya pengendalian harga untuk melindungi produsen maupun konsumen
sekaligus untuk menekan laju inflasi.

Permasalahan ekonomi tidak hanya meliputi masalah-masalah mikro seperti kekakuan harga,
monopoli, dan eksternalitas yang memerlukan intervensi pemerintah. Permasalahan ekonomi juga
terjadi dalam lingkup ekonomi makro yang memerlukan kebijakan pemerintah. Dinegara-negara sedang
berkembang, pada umumnya terdapat tiga masalah besar pembangunan ekonomi.

 Penetapan Pajak

Kebijakan penetapan pajak dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengenakan pajak yang
berbeda-beda untuk berbagai komoditas. Misalnya untuk melindungi produsen dalam negeri,
pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak yang tinggi untuk barang impor. Hal tersebut menyebabkan
konsumen membeli produk dalam dalam negeri yang harganya relatif lebih murah.

 Masalah Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakmampuan yang bersifat ekonomi (ekonomi lemah)
jadi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (kebutuhan primer) karena
pendapatannya rendah. Kemiskinan terjadi karena beberapa faktor. Karena rendahnya pendapatan yang
menyebabkan rendahnya daya beli. Selain itu karena rendahnya pendidikan masyarakat sehingga
masyarakat tidak mendapatkan hidup yang layak.

Untuk mengatasi kemiskinan yaitu dengan cara membantu masyarakat pemerintah melakukan
program ‘Program Inpres Desa Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani dan pengasuh
kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Program Kawasan
Terpadu (PKT), Program Gerakan Orang Tua Asuh (GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta
program-program lainnya. Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi pemerintah. Memang
sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatasinya.

Namun kita semua juga haruslah ikut serta dalam upaya pengentasan kemiskinan karena kita
merupakan mahluk sosial yang beragama. Dimulai dari upaya kecil dan nantinya akan melakukan
perubahan besar.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995.

Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, 1999.

Depkes Taiwan. Public Health in Taiwan, ROC. Taipei, 1997

Anda mungkin juga menyukai