Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) GASAL

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Nama : Afmi Alfiani Rahmah

Nim : 2019200002

Kelas :B

Mata Kuliah : Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Dosen : Dr. Dwi Putri Cahyawati, SH., MH.

Hari/Tanggal : Rabu, 03 November 2021

Soal :

1) Berdasarkan perkara-perkara yang diajukan pada makhamah konstitusi,


terlihat bahwa perkara pengujian undang-undang mendominasi kewenangan
Makhamah Konsitusi. Jelaskan jawaban saudara!

Jawaban :

Perkara pengujian undang-undang mendominasi kewenangan mahkamah konstitusi


karena wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final untuk
menguji undang-undang menjadi wewenang utama MK sebagai pengawal konstitusi.
Wewenang ini pada praktiknya pun menjadi wewenang utama dan tugas yang
mendominasi kewenangan MK. Terlihat dari jumlah permohonan yang masuk dan
terdaftar di kepaniteraan MK yang sangat banyak dibandingkan dengan wewenang
lainnya. Keutamaan wewenang ini dapat terlihat juga pada Pasal 24 C (1) UUD 1945
yang menyebutkan wewenang ini sebagai wewenang pertama MK. Wewenang ini
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 60 UndangUndang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Sejak berdiri kewenangan Mahkamah Kontitusi (MK) memutus perkara permohonan


pengujian undang-undang (PUU) lebih mendominasi ketimbang kewenangan lain yang
mewarnai hampir 17 tahun kiprah lembaga pengawal konstitusi ini. Mahkota MK pun
terletak pada produk putusannya terutama ketika menjalankan wewenang PUU terhadap
UUD Tahun 1945. Salah satu kewenangan dari MK adalah menguji undang-undang
terhadap UUD 1945. Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 merupakan tugas
yang mendominasi kewenangan MK sebagaimana tampak dari permohonan yang masuk
dan terdaftar di kepaniteraan MK.

Pengujian UU adalah salah satu kewenangan dari Mahkamah Konstitusi yang mana
pengujian UU di MK ini ialah salah satu tugas dari MK itu sendiri. Walaupun ada
kewenangan-kewenangan lainnya yang juga melekat, tetapi kewenangan-kewenangan
tersebut bukan tugas utama dari lembaga Mahkamah Konstitusi, karena ada Pemohon dan
Termohon, ada pihak lawan, ada sengketa kepentingan dan sengketa hak. Sedangkan pada
pengujian UU tidak ada lawan, tidak ada termohon, yang diuji adalah norma. Jika
misalnya ada pihak DPR dan Pemerintah yang diundang MK hadir dalam sidang
pengujian undang-undang, sifatnya hanya sebatas pemberi keterangan. Oleh karenanya
perkara pengujian UU mendominasi di Mahkamah Konstitusi, karena setiap orang berhak
melakukan pengujian undang-undang apabila hak konstitusionalnya dirugikan. Pengujian
UU di MK adalah salah satu kewenangan MK yang pertama, karena hal yang paling
ditekankan sebagai salah satu latar belakang atau alasan MK ini terbentuk adalah karena
memang belum ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk menangani pengujian UU.
Maka dapat disimpulkan pula bahwa perkara pengujian UU ini mendominasi kewenangan
Mahkamah Konstitusi karena:

1) Pengujian undang-undang untuk menjaga berfungsinya proses demokrasi


dalam hubungan saling memengaruhi antarlembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Sehingg pengujian undang-undang yang dimiliki Mahkamah Konstitusi berfungsi untuk
menjaga mekanisme checks and balances.

2) Pengujian undang-undang berfungsi untuk melindungi hak-hak atau


kehidupan pribadi warga negara dari pelanggaran oleh cabang-cabang kekuasaan negara.
Pada awalnya MK terbentuk perkara yang mendominasi adalah pengujian UU, tetapi
kemudian ketika sengketa hasil pemilihan daerah juga menjadi kewenangan MK, hal ini
mulai tersaingi hukum acara pengujian UU hampir tersaingi dengan hukum acara
penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Namun demikian, tetap saja perkara
yang mendominasi adalah perkara yang berkaitan dengan pengujian UU. Artinya banyak
sekali UU yang dianggap oleh masyarakat itu tidak/kurang aspiratif, karena banyak sekali
UU yang merugikan.

2) Menurut saudara, bagaimana penerapan asas persidangan terbuka untuk umum


di Makhamah Konstitusi!

Jawaban :

Penerapan Asas Sidang Terbuka untuk Umum E-Litigation

Didalam KUHAP sendiri memuat 10 (sepuluh) asas penting dalam penyelanggaraan


peradilan pidana, salah satunya adalah asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk
umum.

Maksud asas pemerikasaan pengadilan terbuka untuk umum iadalah setiap


masyarakat boleh memahami, mengikuti, dan mengahadiri jalannya proses persidangan
tersebut yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh majelis hakim. Ada beberapa kasus
yang tidak dapat terbuka untuk umum yang diatur dalam Undang-Undang lain, namun
tetap dalam putusan hakim harus menyatakan putusan tersebut dengan terbuka untuk
umum.

Persidangan dilakukan secara terbuka untuk umum dengan maksud agar proses
pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli, barang bukti, dan terdakwa bisa dilihat oleh
siapapun. Artinya, tidak ada yang ditutup-tutupi. Proses tersebut menjadi prinsip dasar
atau asas utama pada seluruh persidangan pengadilan di Indonesia.

Asas sidang terbuka untuk umum ditegaskan pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor


48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) yang
berbunyi:

1. Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-
undang menentukan lain.
2. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum.
3. Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan putusan batal demi hukum.

 Berdasarkan asas tersebut, semua pemeriksaan persidangan dan pembacaan putusan


pada Mahkamah Konstitusi, peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha
negara, dan peradilan militer wajib dilakukan dalam sidang secara terbuka.

Adapun yang dimaksud aturan pengecualian yang diatur undang-undang adalah,


antara lain:

a. Berdasarkan ketentuan Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986


tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan:

Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut


ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup
untuk umum.

b. Berdasarkan ketentuan Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989


tentang Peradilan Agama yang menyatakan:

Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.

c. Berdasarkan ketentuan Pasal 141 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997


tentang Peradilan Militer yang menyatakan:

Dalam perkara yang menyangkut rahasia militer dan/atau rahasia negara, Hakim
Ketua dapat menyatakan sidang tertutup untuk umum.

d. Berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang


Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan: 

Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum,
kecuali pembacaan putusan.
3) Terkait undang-undang yang diuji di Makhamah Konstitusi. Bagaimana status
undang-undang tersebut secara hukum, jelaskan jawaban saudara!

Jawaban :

Menurut pendapat saya, terkait UU yang di uji di MK itu Status penerapannya masih
berlaku walaupun UU tersebut sedang di uji dan blm ada putusan yg inkracht maka uu
tersebut masih berlaku.

Jadi, Selagi belum adanya putusan MK yang inkracht maka UU berjalan dengan
semestinya. Hak uji materiil (HUM) adalah hak yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi
untuk menilai materi muatan suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-
Undang terhadap perhaturan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Lingkup
tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi ini sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di
bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-
undang.” Bersumber dari kewenangan yang diberikan oleh UndangUndang Dasar tersebut
maka, dalam hal terdapat muatan suatu peraturan perundangundangan di bawah undang-
undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi. Kemudian melalui putusan HUM, MK menyatakan tidak sah
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku.

Lalu, Adapun putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan dapat


diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan
permohonan keberatan langsung yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Implikasi
hukum atas putusan tersebut adalah peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak
sah maka tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4) Mengapa dalam persidangan di Makhamah Konstitusi, tidak dikenal gugatan?


Jelaskan jawaban saudara!

Jawaban :
Di dalam UU MK tidak dikenal istilah penggugat dan tergugat. Hal ini dikarenakan di
dalam UU MK juga tidak dikenal istilah gugatan, melainkan permohonan sebagaimana
diatur Pasal 1 angka 3 UU MK, sebagai berikut.

Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah


Konstitusi mengenai:

a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.
b. Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Pembubaran partai politik
d. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum
e. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilihan kata “permohonan” dan bukan “gugatan” yang diajukan kepada MK


sebagaimana dalam hukum acara perdata yang menyangkut contentieus rechtspraak dapat
menimbulkan kesan seolah-olah yang diajukan merupakan satu perkara yang bersifat satu
pihak (ex parte atau volontair). Pemilihan kata permohonan ini juga berdampak seolah-
olah tidak ada pihak lain yang ditarik sebagai pihak atau termohon dan yang mempunyai
hak untuk melawan permohonan tersebut. Padahal hal ini tidak selalu benar karena dalam
jenis perkara tertentu harus ada pihak yang secara tegas ditetapkan dan ditarik sebagai
pihak dan yang mempunyai hak untuk menjawab atau menanggapi permohonan tersebut.
UU MK memilih istilah “permohonan” akan tetapi sesungguhnya ada pihak yang
berkepentingan untuk berada dalam posisi sebagai termohon. Mungkin hal ini timbul
karena kuatnya nuansa kepentingan umum yang terlibat dalam perselisihan demikian
sehingga dihindarkan sifat berperkara yang adversarial.”

5) Keberadaan Makhamah saat ini sudah mulai disoroti banyak pihak, terutama
berkaitan dengan obyektifitas penanganan perkaranya. Jelaskan yang dimaksud
dengan hal demikian!

Jawaban :
Di dalam asas-asas umum Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, asas objektivitas
adalah untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri, apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai dengan para pihak.
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri
apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, atau penasihat
hukum atau antara hakim dan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan
sebagaimana yang disebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai
kepentingan langsung atau tidak langsung. Dimana perkara yang di uji harus kearah yang
rasional atau kearah kebenaran akal budi manusia.

Anda mungkin juga menyukai