1
DAFTAR ISI
Daftar isi....................................................................................................................................................... ii
Latar Belakang........................................................................................................................................... 1
Prosedur koding....................................................................................................................................... 17
LAMPIRAN................................................................................................................................................... 25
2
WORKSHOP
“KODING DIAGNOSIS BERBASIS ICD-10
PADA FASILITAS LAYANAN KESEHATAN PRIMER”
LATAR BELAKANG
P-Care BPJS Kesehatan adalah aplikasi sistem informasi pelayanan pasien berbasis
web yang disediakan oleh BPJS Kesehatan bagi fasilitas kesehatan primer (FKTP) yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, untuk memberikan kemudahan akses data ke server
BPJS baik itu pendaftaran, penegakan diagnosa, terapi , hingga pelayanan laboratorium. Hal
ini dilakukan untuk kepentingan seperti input data pasien yang dirawat di faskes pertama,
cek laboratorium, konseling, rujukan serta kegiatan penting lainnya yang dilakukan faskes
tingkat pertama.
Untuk data diagnosis penyakit, input data meliputi diagnosis yang dituliskan oleh
dokter, disertai kode diagnosis sesuai ICD-10. ICD-10 adalah Sistem Klasifikasi
Internasional tentang Penyakit dan Masalah Kesehatan yang dikeluarkan oleh WHO dan
telah resmi digunakan di Indonesia sejak tahun 1998. Kode ICD-10 juga digunakan untuk
keperluan data statistik dan epidemiologi, termasuk memberikan gambaran rujukan.
Dalam P-Care, saat akan memperoses rujukan online, FKTP juga harus mencantumkan
kode diagnosis ICD-10.
Koding diagnosis dalam P-Care yang berbasis ICD-10 membutuhkan pengetahuan,
pemahaman dan ketrampilan khusus yang merupakan salah satu kompetensi perekam
medis dan informasi kesehatan (PMIK) sebagai pelaksana dokumentasi pelayanan
kesehatan di FKTP. Ketidakmampuan petugas dalam menetapkan kode diagnosis yang
tepat akan berpengaruh terhadap data statistik dan epidemiologi di FKTP, dan bahkan
mungkin dapat berpengaruh dalam akumulasi perhitungan angka rujukan non-spesialistik
yang menjadi salah satu indikator KBK (kapitasi Berbasis Kinerja). Jika salah memasukkan
kode, kasus yang spesialistik dapat dihitung sebagai non-spesialistik yang tentu akan
berdampak merugikan kinerja FKTP tersebut.
Namun keterbatasan ketersediaan tenaga perekam medis dan informasi kesehatan
di Indonesia, mengakibatkan tenaga-tenaga pelaksana ini diisi atau dilakukan oleh tenaga-
tenaga non-PMIK, sehingga kinerja yang dihasilkan dapat menjadi kurang optimal. Oleh
karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan bagi tenaga
pelaksana yang non-PMIK tersebut, perlu adanya Pelatihan Koding ICD-10 untuk FKTP.
3
KODING DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Data asuhan kesehatan dapat direpresentasikan dalam bentuk kode atau sistem
numerik. Kode tersebut mewakili suatu deskripsi naratif yang mungkin mempunyai arti
yang berbeda bagi masing-masing orang. Sistem koding dapat digunakan untuk
mendeskripsikan penyakit, prosedur, jasa layanan, operasi, cedera, masalah, alasan
kunjungan, derajat keparahan suatu penyakit, obat-obatan, pemeriksaan laboratorium,
spesimen patologi, kondisi obstetrik, kondisi mental, sebab-sebab kecelakaan dan cedera,
outcomes pasien, dan aspek lain dari asuhan kesehatan.
Kode berkomunikasi dengan cara yang predictable, consistent dan reproducible.
Disamping itu juga memudahkan komunikasi yang reliable tentang asuhan kesehatan
antara para partisipan yang ada dalam industri kesehatan.
Koding klinis atau koding medis adalah suatu kegiatan yang mentransformasikan
diagnosis penyakit, prosedur medis dan masalah kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi
suatu bentuk kode, baik numerik atau alfanumerik, untuk memudahkan penyimpanan,
retrieval dan analisis data.
Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi
kesehatan. Data klinis yang terkode dibutuhkan untuk me-retrieve informasi guna
kepentingan asuhan pasien, penelitian, peningkatan performansi pelayanan, perencanaan
dan manajemen sumber daya, bahkan untuk mendapatkan reimbursement (pembayaran
kembali) yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.
4
Dalam praktiknya, ICD telah menjadi klasifikasi diagnostik standar internasional
untuk keperluan epidemiologi umum dan berbagai manajemen kesehatan. Hal ini
mencakup pula analisis dari berbagai status kesehatan umum dari kelompok populasi serta
untuk monitoring insidensi dan prevalensi penyakit atau masalah kesehatan lain yang
berhubungan dengan variabel lain seperti karakteristik dan keberadaan individual yang
terkena. Namun ICD tidak dimaksudkan atau tidak sesuai untuk menyusun daftar (index)
satuan klinis yang berbeda. Dan juga ada keterbatasan dalam penggunaan ICD untuk
penelitian pada aspek finansial, seperti billing atau resource allocation.
American Health Information Management’s Association (AHIMA) dalam
publikasinya tentang “Coding With Integrity” menyatakan bahwa sebenarnya ICD tidaklah
dirancang untuk tujuan reimbursement. Pada awal pembentukannya, the International List
of Causes of Death pada abad 19, digunakan sebagai sistem untuk menggambarkan sebab
kematian. Bahkan revisi terbaru maupun modifikasinya sebenarnya tidak dirancang untuk
keperluan reimbursement. ICD telah lama digunakan untuk pelacakan diagnosis dan
prosedur medis terkait utilisasi rumah sakit jauh sebelum dikaitkan dengan sistem
reimbursement pada tahun 1983. Meskipun reimbursement merupakan salah satu faktor
penting dalam pengembangan kode tersebut, namun itu bukanlah satu-satunya tujuan bagi
penggunaan kode tersebut.
Bagi koder di Indonesia, khususnya bagi koder yang berlatar belakang pendidikan
D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Koding Diagnosis Penyakit menggunakan ICD
sudah dikenal sejak lama. Di Indonesia, ICD sudah digunakan sejak revisi ke-9 di tahun
1979. Kemudian setelah WHO mempublikasikan ICD revisi ke-10 , maka bersama dengan
dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 50/MENKES/SK/I/1998 tentang
Pemberlakuan Klasifikasi Statistik Internasional Mengenai Penyakit Revisi ke-Sepuluh
tertanggal 13 Januari 1998, penggunaan sistem klasifikasi penyakit bergeser dari ICD-9 ke
ICD-10, hingga saat ini.
Sejak implementasinya pada tahun 1998 lalu, hingga kini, ICD-10 digunakan sebagai
sistem klasifikasi penyakit untuk pelaporan data morbiditas baik intra fasilitas pelayanan
kesehatan, maupun untuk pelaporan eksternal seperti ke dinas kesehatan. Laporan data
morbiditas maupun mortalitas yang dibuat dengan sistem klasifikasi penyakit ICD-10 ini
umumnya digunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk gambaran dan
5
komparasi data morbiditas intra dan antar fasilitas pelayanan kesehatan, yang menjadi
salah satu bahan pembuatan kebijakan kesehatan. Selain itu data morbiditas menggunakan
ICD ini juga digunakan untuk evaluasi mutu pelayanan maupun untuk menunjang
kepentingan manajemen fasilitas pelayanan kesehatan.
Sebagaimana dinyatakan dalam manual instruksinya, pemanfaatan ICD-10
dimaksudkan untuk klasifikasi satuan penyakit dan masalah kesehatan untuk keperluan
eidemiologi dan manajemen kesehatan. Jika digunakan untuk keperluan terkait aspek
finansial, billing ataupun alokasi sumber daya, memang terdapat keterbatasan. Dalam
pembahasan tentang koding morbiditas, dalam manual instruksi ICD-10 memang
disebutkan pemanfaatan data koding morbiditas untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk
pembuatan program dan kebijakan kesehatan, manajemen kesehatan, termasuk monitoring
dan evaluasi, dalam epidemiologi, untuk identifikasi faktor risiko pada populasi, dan dalam
riset klinis (termasuk penyakit-penyakit yang muncul pada kelompok sosioekonomik yang
berbeda).
Namun tak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan ICD-10 telah jauh berkembang di
luar bidang yang disebutkan di atas. Seiring dengan ditemukannya pola pembayaran
berbasis case-mix, yang menggunakan kode ICD sebagai data input, maka ICD saat ini juga
memegang peran penting dalam mekanisme pembayaran kembali (reimbursement) biaya
pelayanan kesehatan. Sebagaimana disampaikan oleh O’Malley dkk ; “Pemanfaatan ICD
telah meluas dari sekedar mengklasifikasi data morbiditas dan mortalitas untuk tujuan
statistik, menjadi berbagai aplikasi yang berbeda meliputi bidang reimbursement,
administrasi, epidemiologi dan riset pelayanan kesehatan. Sejalan dengan pemanfaatan ICD
untuk keperluan reimbursement, tentunya terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
implementasi atau penggunaan kode ICD untuk tujuan reimbursement.
Oleh karena itu koder perlu untuk sungguh-sungguh memahami bahwa penetapan
kode haruslah sesuai dengan kaidah koding yang diatur dalam sistem klasifikasi yang
digunakan. Setelah itu, dalam proses billing untuk keperluan reimbursement, koder harus
dapat memilah, mana kode-kode yang diajukan dalam sistem billing untuk memperoleh
pembayaran yang layak sesuai dengan apa yang telah dikeluarkan oleh pihak RS. Adapun
untuk keperluan statistik dan riset, koder umumnya harus menyimpan sebanyak mungkin
6
informasi dalam bentuk kode, guna berbagai keperluan yang sekiranya diminta oleh
berbagai pihak lain.
PENGENALAN ICD-10
Dalam lingkungan RS, data tentang penyakit dan operasi digunakan oleh profesional
Rekam Medis untuk memenuhi kebutuhan penelitian medis. Untuk kepentingan ini
dibutuhkan suatu sistem klasifikasi yang sangat rinci, karena bila terlalu banyak penyakit
yang dikelompokkan dalam satu nomor kode, maka proses alokasi dokumen yang ingin
diteliti menjadi lebih sulit.
7
B. STRUKTUR DAN ISI ICD-10
1. Volume Dalam ICD-10
ICD-10 terdiri atas 3 volume : volume 1 berisikan klasifikasi utama; volume 2
merupakan pedoman bagi para pengguna ICD; dan volume 3 adalah indeks alfabetik bagi
klasifikasi.
Volume 1 berisikan klasifikasi yang menunjukkan kategori-kategori di mana suatu
diagnosis akan dialokasikan guna mempermudah penyortiran dan penghitungan data
untuk tujuan statistik. Volume tersebut juga dilengkapi dengan definisi-definisi dari isi tiap
kategori, subkategori dan butiran dalam daftar tabulasi.
Volume 2 berisikan deskripsi tentang sejarah ICD berikut struktur dan prinsip
klasifikasi; aturan-aturan yang berkaitan dengan koding morbiditas dan mortalitas;
presentasi statistik serta petunjuk praktis bagi pengguna ICD agar dapat memanfaatkan
klasifikasi yang ada sebaik-baiknya. Pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan dan
struktur ICD sangat penting artinya bagi statistisi dan analis informasi kesehatan, serta
petugas koding (koder).
Volume 3 merupakan indeks alfabetik, yang menjadi panduan untuk menemukan
kode yang dimaksud sesuai dengan deskripsi diagnosis klinis. Indeks Alfabetik berisikan
“lead-term” yang diletakkan di bagian paling kiri dari kolom, disertai kata-kata lain
(“modifiers” atau “qualifiers”) pada berbagai tingkatan indentasi di bawah lead term. Di
bagian I, kata-kata yang diindentasi ini biasanya merupakan varietas, letak anatomis, atau
kondisi yang mempengaruhi koding; di bagian II menunjukkan berbagai tipe kecelakaan
atau kejadian, kendaraan yang terlibat, dll. Modifiers yang tidak mempengaruhi kode
muncul dalam kurung parentheses di belakang kondisi/lead term.
8
dalam Bab II sekaligus Bab III, serta huruf H untuk Bab VII dan VIII. Empat bab (Bab I, II,
XIX, dan XX) menggunakan lebih dari satu huruf dalam posisi pertama kodenya.
Masing-masing bab berisikan kategori tiga-karakter yang cukup, sesuai dengan
muatan bab; tidak semua kode digunakan, sebagai persediaan untuk perluasan dan revisi
di masa yang akan datang.
9
Gambar 1. Bab dalam Volume 1 Daftar Tabulasi.
3. Blok Kategori
10
Masing-masing bab terbagi lagi menjadi subdivisi-subdivisi yang “homogen” yang
disebut blok kategori. Rentang blok kategori dimuat dalam kurung parentheses di belakang
masing-masing judul blok.
11
1. Inclusion terms
Diantara rubrik tiga- dan empat-karakter biasanya terdapat daftar sejumlah
terminologi diagnostik. Ini dikenal sebagai terminologi inklusi, atau inclusion terms.
Terminologi ini diberikan, semacam tambahan dari judul, sebagai contoh dari pernyataan-
pernyataan diagnostik yang terklasifikasi dalam rubrik tersebut. Bisa berupa kondisi yang
berbeda, atau sinonimnya, tetapi bukan merupakan subklasifikasi dari rubrik tersebut.
Inclusion terms ditulis sebagai pedoman isi rubrik. Sebagian besar isinya berkaitan
dengan istilah-istilah penting dan umum digunakan dalam rubrik. Lainnya adalah letak
atau kondisi perbatasan (borderline) yang membedakan antara satu subkategori dengan
yang lain, serta nama-nama alternatif tentang diagnosis tercantum dalam volume 3 yang
harus dirujuk terlebih dahulu sebelum mengkode suatu pernyataan diagnostik.
Deskripsi diagnostik yang umum dipakai untuk serangkaian kategori atau untuk
semua sub-kategori dari satu kelompok 3-karakter dapat ditemukan pada catatan yang
berjudul “Includes” yang mengikuti Bab, Blok atau Judul kategori 3-karakter atau 4-
karakter. Jadi jika “Includes” ini berada di bawah judul bab, maka ia berlaku umum untuk
semua isi bab, demikian pula jika berada di bawah judul Blok Kategori atau Judul rubrik 3-
karakter, maka ia berlaku secara umum untuk isi di bawahnya.
2. Exclusion terms
12
D. KODE-KODE KHUSUS
Dalam ICD-10 terdapat beberapa kode yang sifatnya khusus
1. Kode Kombinasi
ICD menyediakan kategori tertentu, di mana dua kondisi atau dua diagnosis
yang saling terkait, dapat diwakili oleh satu kode saja. Kode kombinasi ini seharusnya
digunakan sebagai diagnosis utama jika informasi yang diberikan sesuai, jadi bukan
dipecah dalam dua kode, sebagai diagnosis utama dan diagnosis sekunder. Keterangan
tentang kapan kode kombinasi ini seharusnya digunakan, termuat dalam Indeks Alfabetik
ataupun dalam keterangan pada Daftar Tabulasi berupa Exclusion. Dua atau lebih diagnosis
yang terekam sebagai diagnosis utama mungkin memiliki keterkaitan jika salah satu
diantaranya dianggap sebagai modifier dari kondisi lainnya.
Beberapa contoh kode kombinasi adalah sbb :
a) Hipertensi dengan beberapa kondisi penyerta.
a.1) Dalam Indeks Alfabetik (volume 3)1 bisa dijumpai keterangan sbb :
1
World Health Organization, ICD-10, Volume 3 : Alphabetical Index, Geneva, 2010.
13
i. Hipertensi (I10) dengan/disertai gangguan jantung (kondisi yang
dikode sebagai I51.4 s/d I51.9, yang diakibatkan oleh hipertensi)
dikode sebagai I11.9.
ii. Hipertensi (I10) dengan/disertai gangguan ginjal dikode I12.9
iii. Hipertensi (I10) dengan/disertai renal sclerosis (kondisi yang dikode
N26.-) dikode sebagai I12.9
iv. Hipertensi (I10) dengan renal sclerosis dan renal failure (kondisi yang
dikode N18.- , N19.-) dikode sebagai I12.0
a.2) Atau dapat pula dilihat pada keterangan dalam Daftar Tabulasi
(Volume 1)2
2
World Health Organization, ICD-10, Volume 1 : Tabular List, Geneva, 2010.
14
Dalam rubrik I12 tersebut dijelaskan bahwa :
I12 Hypertensive Renal Disease mencakup kondisi apapun yang termasuk dalam
N00-N07, N18.-, N19.- atau N26 yang diakibatkan oleh hipertensi. Jadi misalkan diagnosis
yang terekam adalah Hipertensi (I10) dan End Stage Kidney Disease (N18.5) akibat
hipertensi, maka kode yang diberikan adalah I12.0 bukan kode terpisah I10 dan N18.5.
b.) Contoh lain kondisi yang cukup menggunakan kode kombinasi adalah :
Peritonitis Akut Generalisata et causa Appendicitis Akut.
15
Jadi berdasarkan exclusion tersebut, maka Peritonitis Akut yang dikode sebagai
K65.0 jika menyertai/diakibatkan appendicitis akan dikategorikan di bagian lain,
yaitu (K35.-)3. Dan jika dilihat pada kategori yang bersangkutan, memang
disebutkan kondisi yang mencakup keduanya, yaitu :
Pada ICD-9 diperkenalkan suatu sistem, yang masih dilanjutkan dalam ICD-
10, dimana terdapat dua kode untuk suatu pernyataan diagnostik berisikan dua informasi
informasi baik tentang penyakit yang mendasari maupun manifestasinya pada suatu letak
anatomis atau organ tertentu yang merupakan suatu permasalahan klinik. Kode primer
untuk penyakit yang mendasari ditandai dengan tanda sangkur (dagger); sedangkan kode
tambahan opsional untuk manifestasi ditandai oleh bintang (asterisk).
Mengingat sistem ini memberikan alternatif klasifikasi guna presentasi statistik
(sebagaimana dijelaskan di atas), dalam prinsip ICD, kode sangkur (dagger) merupakan
kode primer dan harus selalu digunakan, sedangkan kode asterisk tidak boleh digunakan
secara tunggal. Namun demikian, dalam koding morbiditas, urutan kode dagger dan
asterisk dapat saja dibalik manakala fokus utama pelayanan medis ditujukan pada
manifestasi klinisnya. Jadi tidak harus selalu kode dagger yang menjadi kode primer.
Penggunaan kode dagger dalam statistik sesuai dengan klasifikasi tradisional untuk
penyajian data morbiditas, mortalitas dan aspek asuhan medis lainnya.
Kode asterisk muncul sebagai kategori 3-karakter. Tersedia kategori terpisah (non-
asterisk) untuk kondisi yang sama, namun bukan/tidak disebabkan oleh suatu penyakit
tertentu yang mendasari. Sebagai contoh, kategori G20 dan G21 tersedia untuk diagnosis
Parkinsonisme yang bukan manifestasi dari penyakit lain, sedangkan kategori G22* adalah
untuk “Parkinsonisme yang diakibatkan oleh penyakit lain yang terklasifikasi di bagian
lain”. Dan tersedia kode dagger yang berhubungan untuk kondisi asterisk yang telah
16
disebutkan tadi, misalnya untuk Parkinson akibat Syphilis, di kode G22* dan A52.1†.
Sebagian kode dagger muncul pada kategori khusus dagger. Namun demikian, lebih sering
dijumpai kode dagger untuk diagnosis ganda dan kode tak bertanda untuk kondisi tunggal
berasal dari kategori atau subkategori yang sama. Misalkan pada kode A54.8 pada contoh
di bawah ini, terdapat A54.8† (dengan tanda dagger) dan A54.8 (tanpa tanda dagger).
17
f) Bilamana dua kode dapat digunakan untuk menggambarkan suatu cedera,
keracunan atau efek samping lain, maka suatu kode dari Bab XIX, yang
mendeskripsikan kondisi cedera, ditambah kode dari Bab XX, yang
menunjukkan penyebabnya. Kode mana yang dipilih sebagai kode tambahan
tentunya tergantung pada tujuan pengumpulan datanya. (baca pendahuluan
Bab XX pada Volume 1)
18
• Translasi dari suatu diagnosis, prosedur, jasa maupun pelayanan ke dalam kode
numerik dan/atau alfanumerik untuk tujuan pelaporan statistik dan
reimbursement.
• Kode yang dipilih harus menggambarkan perjalanan dan pelayanan terhadap pasien
selama episode rawat tsb
• Membutuhkan pemahaman klinis yang memadai guna melakukan analisis dokumen
RM
• Membutuhkan pengetahuan tentang regulasi dan standar-standar dokumentasi
klinis
• Membutuhkan pengetahuan tentang terminologi medis menyangkut diagnosis, dan
prosedur untuk dapat mengalokasikan kode secara akurat
• Bahasa Inggris yang memadai, terutama terkait letak anatomik dan istilah2 medis
• Akurasi koding untuk pelaporan dan riset mungkin berbeda tingkatannya
dengan kode sbg dasar pembayaran kembali pelayanan kesehatan
Untuk konsistensi data, setiap orang harus mengikuti aturan dan konvensi koding
yang sama dalam mengkoding. Kepatuhan terhadap pedoman koding, konvensi, dan
instruksi sangat penting. Koder profesional perlu mengingat bahwa data kode tidak hanya
dikumpulkan dan digunakan saat ini saja, tapi juga disimpan untuk keperluan di masa yang
akan datang. Jika ada definisi data set pada aplikasi seperti definisi diagnosis utama,
diagnosis lain, prosedur utama dan prosedur signifikan lain dalam UHDDS, maka koder
harus mengikuti dan mematuhi.
19
PROSEDUR KODING
Secara umum, tahapan proses koding mencakup dua aktivitas tersebut di bawah ini :
a) Analisis lembar-lembar dokumen rekam medis
b) Alokasi /penentuan kode dengan tepat.
20
b. Temukan “lead-term”-nya. Untuk penyakit dan cedera biasanya merupakan ‘kata
benda’ yang mengacu pada kondisi patologis. Namun demikian beberapa kondisi
yang dinyatakan dalam bentuk adjective maupun eponym juga tercantum dalam
indeks sebagai “lead-term”.
c. Bacalah semua catatan yang tercantum dibawah “lead-term”.
d. Bacalah semua terminologi yang ada dalam kurung dibelakang “lead-term”. (Modifier
ini biasanya tidak akan merubah nomor kode), dan juga semua terminologi yang
tercantum di bawah “lead-term” (yang biasanya dapat merubah nomor kodenya)
sampai seluruh kata dalam pernyataan diagnostik telah selesai diikuti.
e. Ikuti dengan hati - hati semua “cross-references” ( kata “see” dan “see also” ) yang
termuat dalam indeks.
f. Rujuk daftar tabulasi dalam Volume I untuk verifikasi kecocokan nomor kode
terpilih. Perlu diingat bahwa kode 3-karakter dalam indeks yang diikuti tanda “dash”
pada posisi karakter ke-4 menunjukkan bahwa masih ada karakter ke-4 yang perlu
dicari dalam volume 1. Subdivisi lebih lanjut pada posisi karakter tambahan tidak di-
indeks, sehingga bila akan digunakan harus dicari dalam volume 1.
g. Berpedomanlah pada “inclusion” atau “exclusion terms” yang ada di bawah kode
terpilih, atau dibawah judul bab, blok atau kategori.
h. Tentukan kode yang sesuai.
LEAD TERM
a. Lead term dijumpai pada indeks alfabetik di volume 3, yaitu keberadaan kata di
paling kiri kolom dan menjadi kata kunci untuk turunan kata-kata dibawahnya. Lalu
turunannya hanya mendapatkan tanda minus (indent) dimukanya sebagai pengganti
kata tersebut. Untuk memudahkan, tanda (-) tersebut dianggap sebagai “idem” . ICD-
10 mengistilahkannya dengan sinonim “modifier” atau “qualifier”.
b. Lead term atau kata-kata kunci (key words) biasanya dalam bentuk kata benda,
sebagian besar merujuk ke kondisi penyakit dan keluhan. Sesuai tingkat
penjelasannya, turunan kata yang menjelaskan kata kunci makin rinci makin ditulis
ke kanan. Biasanya penjelasan menunjuk ke berbagai letak dan situasi yang
mempengaruhi pemberian kode. Penjelasan (modifier) yang tidak mempengaruhi
21
kode terdapat di dalam kurung parentheses ( ), kecuali “with” yang selalu tercantum
pertama.
c. Lead Term bukan letak anatomik. Jika kita tetap menjadikan letak anatomik sebagai
lead term maka akan muncul istilah ‘see condition’ yang berarti koder harus
merujuk pada kondisi si pasien dan bukan letak anatomiknya.
d. Indeks alfabetik (volume 3) telah disusun sedemikian sehingga koder dapat
mengalokasikan kode yang tepat dengan mencari lead term dari berbagai istilah
yang berbeda, dan menemukan kode yang sama, sepanjang tata cara dan langkah-
langkah koding dilaksanakan secara benar (lege artis).
e. Di bawah lead term akan disusun sub term – sub term yang menjelaskan kondisi
pasien lebih jauh, dan umumnya berisikan tentang ; etiology (causa), lokasi atau site
anatomik, tipe kelainan/penyakit, atau keterangan lebih lanjut tentang penyakitnya.
f. Kode yang mengikuti istilah dalam indeks mungkin tercantum dalam kategori 3
angka atau diberikan dengan angka ke-4 atau tanda titik strip .- (point dash) yang
berarti angka ke-4 masih harus dicari dalam daftar tabulasi utama di volume 1.
Apabila sistem “dual coding” atau kode ganda † dan * (dagger dan asterisk)
digunakan, kedua kode tercantum dalam indeks.
22
PENGOLAHAN DATA MORBIDITAS DAN PELAPORAN
Dalam pelayanan di FKTP sering dijumpai penggunaan koding antara lain pada saat
input data pasien di aplikasi BPJS yaitu P-Care dan pada saat membuat laporan data
penyakit untuk Dinas Kesehatan atau biasa disebut LB-1. Sumber data informasi untuk di
input pada P-Care umumnya dari rekam medis pasien. Sedangkan sumber data informasi
untuk laporan LB-1 berasal dari buku register. Pemanfatatan data morbiditas yang dimiliki
fasilitas pelayanan kesehatan belum banyak digunakan selain sebagai pemenuhan
kewajiban untuk laporan eksternal FKTP.
Berikut pengolahan data morbiditas berbasis manual dari aplikasi P-Care dan buku
register:
1. Log in kedalam aplikasi P-Care pada masing-masing FKTP
23
3. Masuk ke menu lihat data dan pilih data kunjungan peserta sakit
4. Tentukan periode yang akan digunakan sebagai data pelaporan dan cetak
5. Pada menu cetak bisa menggunakan opsi print to PDF atau unduh laman yang akan di
cetak dengan menu download di bagian pojok kanan atas
6. Setelah data terunduh, ubah data PDF kedalam file ms. Excel
24
7. Setelah Data diubah kedalam bentuk file excel pengolahan dilakukan dengan menu
pivot
25
9. Setelah lembar kerja pivot terbentuk, lakukan pengolahan data sesuai kebutuhan.
Dari output dari entrian aplikasi P-care tersebut dapat digunakan sebagai dasar
penggunaan data LB-1 yang kemudian bisa dilengkapi dengan data pendukung seperti
buku register dan data lain.
Pemanfaatan data morbiditas secara internal maupun external sendiri antara lain bisa
digunakan untuk :
a. Monitoring KBK sehingga persentase pembayaran kapitasi dari BPJS bisa maksimal
setiap bulannya tanpa harus menunggu hasil penilaian dari BPJS setelah
pembayaran kapitasi. Rencana tindak lanjut dari monitoring KBK adalah melakukan
upaya pemenuhan indikator KBK pada kunjungan rumah / home visite misalnya.
b. Laporan 20 besar penyakit sehingga bisa mengetahui perencanaan pengadaan obat
untuk bulan berikutnya guna meminimalisir terlalu banyaknya obat yang jarang
keluar dari gudang obat karena pengajuan obat tidak sesuai dengan data
morbiditas.
26
c. Laporan 20 besar obat keluar dapat digunakan sebagai audit antara kesesuaian
diagnosis dan penatalaksanaan yang berguna untuk penilaian akreditasi misalnya.
Juga untuk mengetahui bentuk atau sediaan yang paling serig digunakan oleh dokter
pelaksana di FKTP
d. Laporan morbiditas untuk dinas kesehatan. Dengan koding yang tepat data yang
terekam di pusat data informasi kesehatan juga akurat. Sehingga bisa
menggambarkan profil kesehatan secara tepat dan menghasilkan keputusan yang
tepat bagi pemangku kebijakan.
Oleh karena hal-hal diatas maka penentuan kode diagnosis yang tepat dan akurat yang saat
ini belum begitu diperhatikan oleh FKTP bisa menjadi perhatian khusus agar data yang
dihasilkan dapat bermakna dan bernilai guna.
27
LAMPIRAN
Clinical Pathway
No. Nama Penyakit Kode dan Nama Kode Diagnosa ICD 10 (pada KMK 514/2015
halaman --)
28
(A08.0-Rotaviral enteritis)
(A08.1-Acute gastroenteropathy due to Norwalk
agent)
(A08.2-Adenoviral enteritis)
(A08.3-Other viral enteritis)
(A08.4-Viral intestinal infection, unspecified);
(A08.5-Other specified intestinal infections);
(A02-Other salmonella infections)
(A02.0-Salmonella enteritis)
4 Tuberkulosis paru (A15-Respiratory tuberculosis, bacteriologically 176
tanpa komplikasi and histologically confirmed)
(A15.0-Tuberculosis of lung, confirmed by
sputum microscopy with or without culture)
(A15.1-Tuberculosis of lung, confirmed by culture
only)
(A15.2-Tuberculosis of lung, confirmed
histologically)
(A15.3-Tuberculosis of lung, confirmed by
unspecified means)
(A15.4-Tuberculosis of intrathoracic lymph
nodes, confirmed bacteriologically and
histologically)
(A15.5-Tuberculosis of larynx, trachea and
bronchus, confirmed bacteriologically and
histologically)
(A15.6-Tuberculous pleurisy, confirmed
bacteriologically and histologically)
(A15.7-Primary respiratory tuberculosis,
confirmed bacteriologically and histologically);
(A15.8-Other respiratory tuberculosis, confirmed
bacteriologically and histologically)
(A15.9-Respiratory tuberculosis unspecified,
confirmed bacteriologically and histologically);
(A16.1-Tuberculosis of lung, bacteriological and
histological examination not done)
(A16.2-Tuberculosis of lung, without mention of
bacteriological or histological confirmation);
29
(A16.7-Primary respiratory tuberculosis without
mention of bacteriological or histological
confirmation)
(A16.8-Other respiratory tuberculosis, without
mention of bacteriological or histological
confirmation)
(A16.9-Respiratory tuberculosis unspecified,
without mention of bacteriological or histological
confirmation)
Skrofuloderma (A18-Tuberculosis of other organs)
5 (A18.4-Tuberculosis of skin and subcutaneous 431
tissue)
Leptospirosis (tanpa (A27- Leptospirosis)
komplikasi) (A27.0-Leptospirosis icterohaemorrhagica);
6 212
(A27.8-Other forms of leptospirosis)
(A27.9-Leptospirosis, unspecified)
Lepra (A30-Leprosy [Hansen disease])
(A30.0-Indeterminate leprosy)
(A30.1-Tuberculoid leprosy)
(A30.2-Borderline tuberculoid leprosy)
(A30.3-Borderline leprosy)
7 364
(A30.4-Borderline lepromatous leprosy)
(A30.5-Lepromatous leprosy)
(A30.8-Other forms of leprosy)
(A30.9-Leprosy, unspecified)
(B92-Sequelae of leprosy)
8 Tetanus (A35-Other tetanus) 481
(Y58.4-Tetanus vaccine)
(Z11.2-Special screening examination for other
bacterial diseases)
(Z23.5-Need for immunization against tetanus
alone)
(Z27.1-Need for immunization against diphtheria-
tetanus-pertussis, combined [DTP])
(Z27.2-Need for immunization against diphtheria-
tetanus-pertussis with typhoid-paratyphoid [DTP
+ TAB])
30
(Z27.3-Need for immunization against diphtheria-
tetanus-pertussis with poliomyelitis [DTP + polio])
Pertusis (A37-Whooping cough)
(A37.0-Whooping cough due to Bordetella
pertussis)
(A37.1-Whooping cough due to Bordetella
9 209
parapertussis)
(A37.8-Whooping cough due to other Bordetella
species)
(A37.9-Whooping cough, unspecified)
Erisipelas (A46-Erysipelas); (O86.8-Other specified
10 204
puerperal infections )
Sifilis stadium 1 dan 2 (A51-Early syphilis); (A51.3-Secondary syphilis of
skin and mucous membranes); (A53-Other and
11 unspecified syphilis); (A53.0-Latent syphilis, 427
unspecified as early or late); (A53.9-Syphilis,
unspecified); (A65-Nonvenereal syphilis)
Sindrom duh (A54-Gonococcal infection); (A54.0-Gonococcal
(discharge) genital infection of lower genitourinary tract without
(gonore dan non periurethral or accessory gland abscess); (A54.3-
gonore) Gonococcal infection of eye); (A54.5-Gonococcal
pharyngitis); (A54.6-Gonococcal infection of anus
and rectum); (A54.8-Other gonococcal
infections); (A54.9-Gonococcal infection,
12 196
unspecified); (A56-Other sexually transmitted
chlamydial diseases); (A56.0-Chlamydial
infection of lower genitourinary tract); (A56.2-
Chlamydial infection of genitourinary tract,
unspecified); (A56.8-Sexually transmitted
chlamydial infection of other sites); (A64-
Unspecified sexually transmitted disease)
13 Gonore (A54-Gonococcal infection); (A54.0-Gonococcal 610
infection of lower genitourinary tract without
periurethral or accessory gland abscess); (A54.3-
Gonococcal infection of eye); (A54.5-Gonococcal
pharyngitis); (A54.6-Gonococcal infection of anus
and rectum); (A54.8-Other gonococcal
31
infections); (A54.9-Gonococcal infection,
unspecified); (A64-Unspecified sexually
transmitted disease)
Demam dengue, DHF (A90-Dengue fever [classical dengue]); (A91-
14 79
Dengue haemorrhagic fever)
Herpes simpleks tanpa (B00-Herpesviral [herpes simplex] infections);
15 komplikasi (B00.8-Other forms of herpesviral infection); 125
(B00.9-Herpesviral infection, unspecified)
Varisela tanpa (B01-Varicella [chickenpox]); (B01.9-Varicella
16 555
komplikasi without complication)
Herpes zoster tanpa (B02-Zoster [herpes zoster]); (B02.9-Zoster
17 571
komplikasi without complication)
Morbili tanpa komplikasi (B05-Measles); (B05.9-Measles without
18 561
complication)
Veruka vulgaris (B07-Viral warts)
19 552
32
Tinea kruris (B35-Dermatophytosis); (B35.6-Tinea cruris)
29 635
33
tambang Ancylostomiasis); (B76.1-Necatoriasis); (B76.8-
Other hookworm diseases); (B76.9-Hookworm
disease, unspecified)
Cutaneus larva migran (B76-Hookworm diseases); (B76.0-
Ancylostomiasis); (B76.1-Necatoriasis); (B76.8-
38 Other hookworm diseases); (B76.9-Hookworm 133
disease, unspecified); (B87.0-Cutaneous
myiasis); (B87.9-Myiasis, unspecified)
Askariasis (B77-Ascariasis); (B77.9-Ascariasis,
unspecified); (K93.8-Disorders of other specified
39 763
digestive organs in diseases classified
elsewhere)
Strongiloidiasis (B78-Strongyloidiasis); (B78.0-Intestinal
strongyloidiasis); (B78.1-Cutaneous
40 strongyloidiasis); (B78.7-Disseminated 154
strongyloidiasis); (B78.9-Strongyloidiasis,
unspecified)
Malaria (B85.3-Phthiriasis); (B50-Plasmodium falciparum
malaria); (B50.9-Plasmodium falciparum malaria,
unspecified); (B51-Plasmodium vivax malaria);
(B51.8-Plasmodium vivax malaria with other
complications); (B51.9-Plasmodium vivax malaria
without complication); (B52-Plasmodium
malariae malaria); (B52.8-Plasmodium malariae
41 malaria with other complications); (B52.9- 157
Plasmodium malariae malaria without
complication); (B53-Other parasitologically
confirmed malaria); (B53.0-Plasmodium ovale
malaria); (B53.1-Malaria due to simian
plasmodia); (B53.8-Other parasitologically
confirmed malaria, not elsewhere classified);
(B54-Unspecified malaria)
Pedikulosis pubis (B85-Pediculosis and phthiriasis); (B85.0-
42 517
Pediculosis due to Pediculus humanus capitis)
43 Pedikulosis kapitis (B85-Pediculosis and phthiriasis); (B85.0- 514
Pediculosis due to Pediculus humanus capitis);
(B85.1- Pediculosis due to Pediculus humanus
34
corporis); (B85.4- Mixed pediculosis and
phthiriasis)
44 Skabies (B86-Scabies) 214
Lipoma (D17-Benign lipomatous neoplasm); (D17.0-
Benign lipomatous neoplasm of skin and
subcutaneous tissue of head, face and neck);
(D17.1-Benign lipomatous neoplasm of skin and
subcutaneous tissue of trunk); (D17.2-Benign
45 lipomatous neoplasm of skin and subcutaneous 280
tissue of limbs); (D17.3-Benign lipomatous
neoplasm of skin and subcutaneous tissue of
other and unspecified sites); (D17.7-Benign
lipomatous neoplasm of other sites); (D17.9-
Benign lipomatous neoplasm, unspecified)
Anemia defisiensi besi (D50-Iron deficiency anaemia); (D50.8-Other iron
deficiency anaemias); (D50.9-Iron deficiency
46 anaemia, unspecified); (D64-Other anaemias); 649
(D64.8-Other specified anaemias); (D64.9-
Anaemia, unspecified)
Anemia defisiensi besi (D50-Iron deficiency anaemia); (D50.8-Other iron
pada kehamilan deficiency anaemias); (D50.9-Iron deficiency
47 anaemia, unspecified); (O99.0-Anaemia 646
complicating pregnancy, childbirth and the
puerperium)
Diabetes melitus tipe 1 (E10-Insulin-dependent diabetes mellitus);
48 (E10.9-Insulin-dependent diabetes mellitus 92
without complications)
Diabetes melitus tipe 2 (E11-Non-insulin-dependent diabetes mellitus);
49 (E11.9-Non-insulin-dependent diabetes mellitus 198
without complications)
Hipoglikemia ringan (E16-Other disorders of pancreatic internal
50 secretion); (E16.1-Other hypoglycaemia); (E16.2- 49
Hypoglycaemia, unspecified)
51 Malnutrisi energi- (E40-Kwashiorkor); (E41-Nutritional marasmus); 666
protein (E42-Marasmic kwashiorkor); (E44-Protein-
energy malnutrition of moderate and mild
degree); (E44.0-Moderate protein-energy
35
malnutrition); (E44.1-Mild protein-energy
malnutrition); (E46-Unspecified protein-energy
malnutrition); (E64.0-Sequelae of protein-energy
malnutrition)
52 Defisiensi vitamin (E50-Vitamin A deficiency); (E50.0-Vitamin A 408
deficiency with conjunctival xerosis); (E50.1-
Vitamin A deficiency with Bitot spot and
conjunctival xerosis); (E50.2-Vitamin A deficiency
with corneal xerosis); (E50.3-Vitamin A
deficiency with corneal ulceration and xerosis);
(E50.4-Vitamin A deficiency with keratomalacia);
(E50.5-Vitamin A deficiency with night blindness);
(E50.6-Vitamin A deficiency with xerophthalmic
scars of cornea); (E50.7-Other ocular
manifestations of vitamin A deficiency); (E50.8-
Other manifestations of vitamin A deficiency);
(E50.9-Vitamin A deficiency, unspecified); (E51-
Thiamine deficiency); (E51.1-Beriberi); (E51.8-
Other manifestations of thiamine deficiency);
(E51.9-Thiamine deficiency, unspecified); (E52-
Niacin deficiency [pellagra]); (E53-Deficiency of
other B group vitamins); (E53.0-Riboflavin
deficiency); (E53.1-Pyridoxine deficiency);
(E53.8-Deficiency of other specified B group
vitamins); (E53.9-Vitamin B deficiency,
unspecified); (E54-Ascorbic acid deficiency);
(E55-Vitamin D deficiency); (E55.0-Rickets,
active); (E55.9-Vitamin D deficiency,
unspecified); (E56-Other vitamin deficiencies);
(E56.0-Deficiency of vitamin E); (E56.1-
Deficiency of vitamin K); (E56.8-Deficiency of
other vitamins); (E56.9-Vitamin deficiency,
unspecified); (E64-Sequelae of malnutrition and
other nutritional deficiencies); (E64.1-Sequelae of
vitamin A deficiency); (E64.2-Sequelae of vitamin
C deficiency); (E64.3-Sequelae of rickets);
(E64.8-Sequelae of other nutritional deficiencies);
36
(E64.9-Sequelae of unspecified nutritional
deficiency)
Defisiensi mineral (E58-Dietary calcium deficiency); (E59-Dietary
selenium deficiency); (E60-Dietary zinc
deficiency); (E61-Deficiency of other nutrient
elements); (E61.0-Copper deficiency); (E61.1-
Iron deficiency); (E61.2-Magnesium deficiency);
(E61.3-Manganese deficiency); (E61.4-
Chromium deficiency); (E61.5-Molybdenum
deficiency); (E61.6-Vanadium deficiency);
53 396
(E61.7-Deficiency of multiple nutrient elements);
(E61.8-Deficiency of other specified nutrient
elements); (E61.9-Deficiency of nutrient element,
unspecified); (E63-Other nutritional deficiencies);
(E63.0-Essential fatty acid [EFA] deficiency);
(E63.1-Imbalance of constituents of food intake);
(E63.8-Other specified nutritional deficiencies);
(E63.9-Nutritional deficiency, unspecified)
Obesitas (E66-Obesity); (E66.0-Obesity due to excess
54 calories); (E66.1-Drug-induced obesity); (E66.8- 120
Other obesity); (E66.9-Obesity, unspecified)
Dislipidemia (E78-Disorders of lipoprotein metabolism and
other lipidaemias); (E78.0-Pure
hypercholesterolaemia); (E78.1-Pure
hyperglyceridaemia); (E78.2-Mixed
hyperlipidaemia); (E78.3-
55 Hyperchylomicronaemia); (E78.4-Other 52
hyperlipidaemia); (E78.5-Hyperlipidaemia,
unspecified); (E78.6-Lipoprotein deficiency);
(E78.8-Other disorders of lipoprotein
metabolism); (E78.9-Disorder of lipoprotein
metabolism, unspecified)
56 Hiperurisemia (E79-Disorders of purine and pyrimidine 678
metabolism); (E79.0-Hyperuricaemia without
signs of inflammatory arthritis and tophaceous
disease); (E79.1-Lesch-Nyhan syndrome);
(E79.8-Other disorders of purine and pyrimidine
37
metabolism); (E79.9-Disorder of purine and
pyrimidine metabolism, unspecified)
Gangguan somatoform (F45-Somatoform disorders); (F45.0-
Somatization disorder); (F45.1-Undifferentiated
somatoform disorder); (F45.2-Hypochondriacal
57 disorder); (F45.3-Somatoform autonomic 378
dysfunction); (F45.4-Persistent somatoform pain
disorder); (F45.8-Other somatoform disorders);
(F45.9-Somatoform disorder, unspecified)
Insomnia (F51-Nonorganic sleep disorders); (F51.0-
Nonorganic insomnia); (F51.2-Nonorganic
disorder of the sleep-wake schedule); (F51.8-
58 63
Other nonorganic sleep disorders); (G47.0-
Disorders of initiating and maintaining sleep
[insomnias])
Migren (G43-Migraine); (G43.0-Migraine without aura
[common migraine]); (G43.1-Migraine with aura
[classical migraine]); (G43.2-Status migrainosus);
59 201
(G43.8-Other migraine); (G43.9-Migraine,
unspecified); (N94.3-Premenstrual tension
syndrome)
Tension headache (G44-Other Headache Syndromes); (G44.1-
Vascular headache, not elsewhere classified);
(G44.2-Tension-type headache); (G44.3-Chronic
60 post-traumatic headache); (G44.4-Drug-induced 416
headache, not elsewhere classified); (G44.8-
Other specified headache syndromes); (R51-
Headache)
Bells' palsy (G51-Facial nerve disorders); (G51.0-Bell's
61 53
palsy)
Hordeolum (H00-Hordeolum and chalazion); (H00.0-
62 Hordeolum and other deep inflammation of 39
eyelid)
Blefaritis (H01-Other inflammation of eyelid); (H01.0-
63 104
Blepharitis)
64 Trikiasis (H02-Other disorders of eyelid); (H02.0-Entropion 307
38
and trichiasis of eyelid)
Mata kering (H04-Disorders of lacrimal system); (H04.1-Other
65 613
disorders of lacrimal gland)
Konjungtivitis (H10-Conjunctivitis); (H10.0-Mucopurulent
conjunctivitis); (H10.1-Acute atopic
conjunctivitis); (H10.2-Other acute conjunctivitis);
(H10.3-Acute conjunctivitis, unspecified); (H10.4-
Chronic conjunctivitis); (H10.5-
Blepharoconjunctivitis); (H10.8-Other
66 conjunctivitis); (H10.9-Conjunctivitis, 35
unspecified); (B30-Viral conjunctivitis); (B30.1-
Conjunctivitis due to adenovirus ); (B30.2-Viral
pharyngoconjunctivitis); (B30.8-Other viral
conjunctivitis ); (B30.9-Viral conjunctivitis,
unspecified); (H13.1-Conjunctivitis in infectious
and parasitic diseases classified elsewhere)
Perdarahan (H11-Other disorders of conjunctiva); (H11.3-
subkonjungtiva Conjunctival haemorrhage); (H57-Other
67 disorders of eye and adnexa); (H57.8-Other 662
specified disorders of eye and adnexa); (H57.9-
Disorder of eye and adnexa, unspecified)
68 Episkleritis (H15-Disorders of sclera); (H15.1-Episcleritis) 742
Hipermetropia ringan (H52-Disorders of refraction and
69 193
accommodation); (H52.0-Hypermetropia)
Miopia ringan (H52-Disorders of refraction and
70 313
accommodation); (H52.1-Myopia)
Astigmatism ringan (H52-Disorders of refraction and
71 507
accommodation); (H52.2-Astigmatism)
Presbiopia (H52-Disorders of refraction and
72 216
accommodation); (H52.4-Presbyopia)
Buta senja (H53-Visual disturbances); (H53.6-Night
73 521
blindness)
74 Otitis eksterna (H60-Otitis externa); (H60.0-Abscess of external 29
ear); (H60.3-Other infective otitis externa);
(H60.5-Acute otitis externa, noninfective);
(H60.8-Other otitis externa); (H60.9-Otitis
externa, unspecified); (H62-Disorders of external
39
ear in diseases classified elsewhere); (H62.0-
Otitis externa in bacterial diseases classified
elsewhere); (H62.1-Otitis externa in viral
diseases classified elsewhere); (H62.2-Otitis
externa in mycoses); (H62.3-Otitis externa in
other infectious and parasitic diseases classified
elsewhere); (H62.4-Otitis externa in other
diseases classified elsewhere); (H62.8-Other
disorders of external ear in diseases classified
elsewhere)
Serumen prop (H61-Other disorders of external ear); (H61.2-
75 575
Impacted cerumen)
Otitis media akut (H65-Nonsuppurative otitis media); (H65.1-Other
acute nonsuppurative otitis media); (H65.9-
Nonsuppurative otitis media, unspecified); (H66-
Suppurative and unspecified otitis media);
(H66.0-Acute suppurative otitis media); (H66.4-
Suppurative otitis media, unspecified); (H66.9-
76 628
Otitis media, unspecified); (H67-Otitis media in
diseases classified elsewhere); (H67.0-Otitis
media in bacterial diseases classified elsewhere);
(H67.1-Otitis media in viral diseases classified
elsewhere); (H67.8-Otitis media in other diseases
classified elsewhere)
Hipertensi esensial (I10-Essential (primary) hypertension)
77 246
40
Acute lymphadenitis of trunk); (L04.2-Acute
lymphadenitis of upper limb); (L04.3-Acute
lymphadenitis of lower limb); (L04.8-Acute
lymphadenitis of other sites); (L04.9-Acute
lymphadenitis, unspecified)
Rhinitis akut (J00-Acute nasopharyngitis [common cold])
80 531
41
infection, unspecified site)
85 Pneumonia, (J12-Viral pneumonia, not elsewhere classified); 541
bronkopneumonia (J12.0-Adenoviral pneumonia); (J12.1-
Respiratory syncytial virus pneumonia); (J12.2-
Parainfluenza virus pneumonia); (J12.3-Human
metapneumovirus pneumonia); (J12.8-Other viral
pneumonia); (J12.9-Viral pneumonia,
unspecified); (J13-Pneumonia due to
Streptococcus pneumoniae); (J14-Pneumonia
due to Haemophilus influenzae); (J15-Bacterial
pneumonia, not elsewhere classified); (J15.0-
Pneumonia due to Klebsiella pneumoniae);
(J15.1-Pneumonia due to Pseudomonas); (J15.2-
Pneumonia due to staphylococcus); (J15.3-
Pneumonia due to streptococcus, group B);
(J15.4-Pneumonia due to other streptococci);
(J15.5-Pneumonia due to Escherichia coli);
(J15.6-Pneumonia due to other aerobic Gram-
negative bacteria); (J15.7-Pneumonia due to
Mycoplasma pneumoniae); (J15.8-Other
bacterial pneumonia); (J15.9-Bacterial
pneumonia, unspecified); (J16-Pneumonia due to
other infectious organisms, not elsewhere
classified); (J16.0-Chlamydial pneumonia);
(J16.8-Pneumonia due to other specified
infectious organisms); (J17-Pneumonia in
diseases classified elsewhere); (J17.0-
Pneumonia in bacterial diseases classified
elsewhere); (J17.1-Pneumonia in viral diseases
classified elsewhere); (J17.2-Pneumonia in
mycoses); (J17.3-Pneumonia in parasitic
diseases); (J17.8-Pneumonia in other diseases
classified elsewhere); (J18-Pneumonia, organism
unspecified); (J18.0-Bronchopneumonia,
unspecified); (J18.1-Lobar pneumonia,
unspecified); (J18.2-Hypostatic pneumonia,
unspecified); (J18.8-Other pneumonia, organism
42
unspecified); (J18.9-Pneumonia, unspecified)
Bronkitis akut (J20-Acute bronchitis); (J20.0-Acute bronchitis
due to Mycoplasma pneumoniae); (J20.1-Acute
bronchitis due to Haemophilus influenzae);
(J20.2-Acute bronchitis due to streptococcus);
(J20.3-Acute bronchitis due to coxsackievirus);
(J20.4-Acute bronchitis due to parainfluenza
virus); (J20.5-Acute bronchitis due to respiratory
syncytial virus); (J20.6-Acute bronchitis due to
rhinovirus); (J20.7-Acute bronchitis due to
86 457
echovirus); (J20.8-Acute bronchitis due to other
specified organisms); (J20.9-Acute bronchitis,
unspecified); (J40-Bronchitis, not specified as
acute or chronic); (J41-Simple and mucopurulent
chronic bronchitis); (J41.0-Simple chronic
bronchitis); (J41.1-Mucopurulent chronic
bronchitis); (J41.8-Mixed simple and
mucopurulent chronic bronchitis); (J42-
Unspecified chronic bronchitis)
Rhinitis vasomotor (J30-Vasomotor and allergic rhinitis); (J30.1-
87 218
Vasomotor rhinitis)
Rhinitis alergika (J30-Vasomotor and allergic rhinitis); (J30.2-
Allergic rhinitis due to pollen); (J30.3-Other
88 seasonal allergic rhinitis); (J30.4- Other allergic 74
rhinitis); (J30.5-Allergic rhinitis, unspecified);
(J45.0-Predominantly allergic asthma)
Furunkel pada hidung (J34-Other disorders of nose and nasal sinuses);
89 524
(J34.0-Abscess, furuncle and carbuncle of nose)
Asma bronkial (J45-Asthma); (J45.0-Predominantly allergic
90 asthma); (J45.1-Nonallergic asthma); (J45.8- 114
Mixed asthma); (J45.9-Asthma, unspecified)
Ulkus mulut (aptosa, (K12-Stomatitis and related lesions); (K12.0-
herpes) Recurrent oral aphthae); (K12.1-Other forms of
91 487
stomatitis); (K12.2-Cellulitis and abscess of
mouth); (K12.3-Oral mucositis (ulcerative))
92 Refluks gastroesofagus (K21-Gastro-oesophageal reflux disease); 494
(K21.9-Gastro-oesophageal reflux disease
43
without oesophagitis)
Gastritis (K29-Gastritis and duodenitis); (K29.1-Other
acute gastritis); (K29.2-Alcoholic gastritis);
(K29.5-Chronic gastritis, unspecified); (K29.6-
93 491
Other gastritis); (K29.7-Gastritis, unspecified);
(K30-Functional dyspepsia); (R10.1-Pain
localized to upper abdomen)
Intoleransi makanan (K90-Intestinal malabsorption); (K90.4-
94 Malabsorption due to intolerance, not elsewhere 733
classified)
Impetigo (L01-Impetigo); (L01.0-Impetigo [any organism]
95 [any site]); (L01.1-Impetiginization of other 259
dermatoses)
Furunkel, karbunkel (L02-cutaneous abscess, furuncle and
carbuncle); (L02.0-Cutaneous abscess, furuncle
and carbuncle of face); (L02.1-Cutaneous
abscess, furuncle and carbuncle of neck); (L02.2-
Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle of
trunk); (L02.3-Cutaneous abscess, furuncle and
carbuncle of buttock); (L02.4-Cutaneous
abscess, furuncle and carbuncle of limb); (L02.8-
Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle of
other sites); (L02.9-Cutaneous abscess, furuncle
96 528
and carbuncle, unspecified); (H04.0-
Dacryoadenitis ); (H60.0-Abscess of external
ear ); (H04.3-Acute and unspecified inflammation
of lacrimal passages ); (N76.4-Abscess of vulva);
(N48.2- Other inflammatory disorders of penis);
(N49.2-Inflammatory disorders of scrotum);
(N49.8-Inflammatory disorders of other specified
male genital organs ); (N49.9-Inflammatory
disorder of unspecified male genital organ);
(N61-Inflammatory disorders of breast)
97 Abses folikel rambut (L02-Cutaneous abscess, furuncle, and 184
atau kelenjar sebasea carbuncle); (L02.0-Cutaneous abscess, furuncle
and carbuncle of face); (L02.1-Cutaneous
abscess, furuncle and carbuncle of neck); (L02.2-
44
Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle of
trunk); (L02.3-Cutaneous abscess, furuncle and
carbuncle of buttock); (L02.4-Cutaneous
abscess, furuncle and carbuncle of limb); (L02.8-
Cutaneous abscess, furuncle and carbuncle of
other sites); (L02.9-Cutaneous abscess, furuncle
and carbuncle, unspecified)
Impetigo ulseratif (L08-Other local infections of skin and
(ektima) subcutaneous tissue); (L08.0-Pyoderma); (L08.8-
98 Other specified local infections of skin and 190
subcutaneous tissue); (L08.9-Local infection of
skin and subcutaneous tissue, unspecified)
Eritrasma (L08-Other local infections of skin and
99 187
subcutaneous tissue); (L08.1-Erythrasma)
Dermatitis atopik (L20-Atopic dermatitis); (L20.0-Besnier prurigo);
10
(kecuali recalcitrant) (L20.8-Other atopic dermatitis); (L20.9-Atopic 309
0
dermatitis, unspecified)
Dermatitis seboroik (L21-Seborrhoeic dermatitis); (L21.0-Seborrhoea
10 capitis); (L21.1-Seborrhoeic infantile dermatitis);
327
1 (L21.8-Other seborrhoeic dermatitis); (L21.9-
Seborrhoeic dermatitis, unspecified)
10 Napkin eczema (L22-Diaper [napkin] dermatitis)
421
2
10 Dermatitis kontak iritan (L24-Irritant contact dermatitis); (L24.0-Irritant 13
3 contact dermatitis due to detergents); (L24.1-
Irritant contact dermatitis due to oils and
greases); (L24.2-Irritant contact dermatitis due to
solvents); (L24.3-Irritant contact dermatitis due to
cosmetics); (L24.4-Irritant contact dermatitis due
to drugs in contact with skin); (L24.5-Irritant
contact dermatitis due to other chemical
products); (L24.6-Irritant contact dermatitis due to
food in contact with skin); (L24.7-Irritant contact
dermatitis due to plants, except food); (L24.8-
Irritant contact dermatitis due to other agents);
(L24.9-Irritant contact dermatitis, unspecified
cause); (L25-Unspecified contact dermatitis);
45
(L25.0-Unspecified contact dermatitis due to
cosmetics); (L25.1-Unspecified contact dermatitis
due to drugs in contact with skin); (L25.2-
Unspecified contact dermatitis due to dyes);
(L25.3-Unspecified contact dermatitis due to
other chemical products); (L25.4-Unspecified
contact dermatitis due to food in contact with
skin); (L25.5-Unspecified contact dermatitis due
to plants, except food); (L25.8-Unspecified
contact dermatitis due to other agents); (L25.9-
Unspecified contact dermatitis, unspecified
cause)
Exanthematous drug (L27-Dermatitis due to substances taken
eruption, fixed drug internally); (L27.0-Generalized skin eruption due
10
eruption to drugs and medicaments); (L27.1-Localized 599
4
skin eruption due to drugs and medicaments);
(R21-Rash and other nonspecific skin eruption)
Alergi makanan (L27-Dermatitis due to substances taken
internally); (L27.2-Dermatitis due to ingested
food); (L27.8-Dermatitis due to other substances
10 taken internally); (L27.9-Dermatitis due to
767
5 unspecified substance taken internally); (T78.1-
Other adverse food reactions, not elsewhere
classified); (T78.4-Allergy, unspecified); (K52.2-
Allergic and dietetic gastroenteritis and colitis)
Dermatitis numularis (L30-Other dermatitis); (L30.0-Nummular
10
dermatitis); (L30.8-Other specified dermatitis); 32
6
(L30.9-Dermatitis, unspecified)
46
Pruritus scroti); (L29.2-Pruritus vulvae); (L29.3-
Anogenital pruritus, unspecified); (L29.8-Other
pruritus); (L29.9-Pruritus, unspecified); (T80.6-
Other serum reactions)
Akne vulgaris ringan (L70-Acne); (L70.0-Acne vulgaris); (L70.1-Acne
conglobata); (L70.2-Acne varioliformis); (L70.3-
Acne tropica); (L70.4-Infantile acne); (L70.5-Acné
10
excoriée des jeunes filles); (L70.8-Other acne); 771
9
(L70.9-Acne, unspecified); (L71-Rosacea);
(L71.1-Rhinophyma); (L71.8-Other rosacea);
(L71.9-Rosacea, unspecified)
11 Dermatitis perioral (L71-Rosacea); (L71.0-Perioral dermatitis)
387
0
Folikulitis superfisialis (L72-Follicular cysts of skin and subcutaneous
tissue); (L72.0-Epidermal cyst); (L72.1-
Trichilemmal cyst); (L72.2-Steatocystoma
multiplex); (L72.8-Other follicular cysts of skin
and subcutaneous tissue); (L72.9-Follicular cyst
of skin and subcutaneous tissue, unspecified);
11 (L08-Other local infections of skin and
229
1 subcutaneous tissue); (L08.0-Pyoderma); (L08.8-
Other specified local infections of skin and
subcutaneous tissue); (L08.9-Local infection of
skin and subcutaneous tissue, unspecified);
(L66.2-Folliculitis decalvans ); (L66.3-
Perifolliculitis capitis abscedens ); (L66.4-
Folliculitis ulerythematosa reticulata)
Hidradenitis supuratif (L73-Other follicular disorders); (L73.0-Acne
keloid); (L73.1-Pseudofolliculitis barbae); (L73.2-
11
Hidradenitis suppurativa); (L73.8-Other specified 232
2
follicular disorders); (L73.9-Follicular disorder,
unspecified)
11 Miliaria (L74-Eccrine sweat disorders); (L74.0-Miliaria
47
sweat disorder, unspecified)
Ulkus pada tungkai (L97-Ulcer of lower limb, not elsewhere
classified); (I83-Varicose veins of lower
extremities); (I83.0-Varicose veins of lower
11 extremities with ulcer); (I83.1-Varicose veins of
108
4 lower extremities with inflammation); (I83.2-
Varicose veins of lower extremities with both
ulcer and inflammation); (I83.9-Varicose veins of
lower extremities without ulcer or inflammation)
Pielonefritis tanpa (N10-Acute tubulo-interstitial nephritis); (N12-
11
komplikasi Tubulo-interstitial nephritis, not specified as acute 669
5
or chronic)
Infeksi saluran kemih (N39-Other disorders of urinary system); (N39.0-
Urinary tract infection, site not specified); (N39.8-
Other specified disorders of urinary system);
11 (N39.9-Disorder of urinary system, unspecified);
673
6 (O08.8-Other complications following abortion
and ectopic and molar pregnancy); (N37.8-Other
urethral disorders in diseases classified
elsewhere)
Infeksi saluran kemih (N39-Other disorders of urinary system); (N39.0-
bagian bawah Urinary tract infection, site not specified); (N39.8-
Other specified disorders of urinary system);
11 (N39.9-Disorder of urinary system, unspecified);
676
7 (O08.8-Other complications following abortion
and ectopic and molar pregnancy); (N37.8-Other
urethral disorders in diseases classified
elsewhere)
48
with childbirth); (O91.2-Nonpurulent mastitis
associated with childbirth)
Salpingitis (N70-Salpingitis and oophoritis); (N70.0-Acute
12 salpingitis and oophoritis); (N70.1-Chronic
1 salpingitis and oophoritis); (N70.9-Salpingitis and
oophoritis, unspecified)
Vaginitis (N76-Other inflammation of vagina and vulva);
(N76.0-Acute vaginitis); (N76.1-Subacute and
12
chronic vaginitis); (N76.6-Ulceration of vagina);
2
(N76.8-Other specified inflammation of vagina
and vulva)
Vaginosis bakterialis (N76-Other inflammation of vagina and vulva);
(N76.0-Acute vaginitis); (N76.1-Subacute and
chronic vaginitis); (N76.6-Ulceration of vagina);
(N76.8-Other specified inflammation of vagina
and vulva); (N77-Vulvovaginal ulceration and
12
inflammation in diseases classified elsewhere); 748
3
(N77.1-Vaginitis, vulvitis and vulvovaginitis in
infectious and parasitic diseases classified
elsewhere); (N77.8-Vulvovaginal ulceration and
inflammation in other diseases classified
elsewhere)
Vulvitis (N76-Other inflammation of vagina and vulva);
(N76.2-Acute vulvitis); (N76.3-Subacute and
12
chronic vulvitis); (N76.4-Abscess of vulva); 745
4
(N76.6-Ulceration of vulva); (N76.8-Other
specified inflammation of vagina and vulva)
Aborsi spontan komplit (O03-Spontaneous abortion); (O03.9-Complete
or unspecified, without complication); (O04-
Medical Abortion); (O04.9-Complete or
12 unspecified, without complication); (O05-Other
5 Abortion); (O05.9-Complete or unspecified,
without complication); (O06-Unspecified
abortion); (O06.9-Complete or unspecified,
without complication)
12 Ruptur perineum tingkat (O70-Perineal laceration during delivery); (O70.0-
49
(O70.1-Second degree perineal laceration during
delivery)
Kehamilan normal (O80-Single spontaneous delivery); (O80.0-
Spontaneous vertex delivery); (O80.1-
Spontaneous breech delivery); (O80.8-Other
12
single spontaneous delivery); (O80.9-Single 88
7
spontaneous delivery, unspecified); (O26.8-Other
specified pregnancy-related conditions); (O26.9-
Pregnancy-related condition, unspecified)
Inverted nipple (O92-Other disorders of breast and lactation
12
associated with childbirth); (O92.0-Retracted 618
8 nipple associated with childbirth)
50
pelvis); (T00.2-Superficial injuries involving
multiple regions of upper limb(s)); (T00.3-
Superficial injuries involving multiple regions of
lower limb(s)); (T00.6-Superficial injuries
involving multiple regions of upper limb(s) with
lower limb(s)); (T00.8-Superficial injuries
involving other combinations of body regions);
(T00.9-Multiple superficial injuries, unspecified);
(T14-Injury of unspecified body region); (T14.0-
Superficial injury of unspecified body region);
(T14.1-Open wound of unspecified body region);
(T14.8-Other injuries of unspecified body region);
(T14.9-Injury, unspecified)
Benda asing di (T15-Foreign body on external eye); (T15.1-
konjungtiva Foreign body in conjunctival sac); (T15.8-
13
Foreign body in other and multiple parts of 587
6
external eye); (T15.9-Foreign body on external
eye, part unspecified)
13 Benda asing (T17-Foreign body in respiratory tract); (T17.1-
52
7 Foreign body in nostril)
51
and hand); (T22.1-Burn of first degree of
shoulder and upper limb, except wrist and hand);
(T22.2-Burn of second degree of shoulder and
upper limb, except wrist and hand); (T22.4-
Corrosion of unspecified degree of shoulder and
upper limb, except wrist and hand); (T22.5-
Corrosion of first degree of shoulder and upper
limb, except wrist and hand); (T22.6-Corrosion of
second degree of shoulder and upper limb,
except wrist and hand); (T23-Burn and corrosion
of wrist and hand); (T23.0-Burn of unspecified
degree of wrist and hand); (T23.1-Burn of first
degree of wrist and hand); (T23.2-Burn of second
degree of wrist and hand); (T23.4-Corrosion of
unspecified degree of wrist and hand); (T23.5-
Corrosion of first degree of wrist and hand);
(T23.6-Corrosion of second degree of wrist and
hand); (T24-Burn and corrosion of hip and lower
limb, except ankle and foot); (T24.0-Burn of
unspecified degree of hip and lower limb, except
ankle and foot); (T24.1-Burn of first degree of hip
and lower limb, except ankle and foot); (T30-Burn
and corrosion, body region unspecified); (T24.2-
Burn of second degree of hip and lower limb,
except ankle and foot); (T24.4-Corrosion of
unspecified degree of hip and lower limb, except
ankle and foot); (T24.5-Corrosion of first degree
of hip and lower limb, except ankle and foot);
(T24.6-Corrosion of second degree of hip and
lower limb, except ankle and foot); (T25-Burn and
corrosion of ankle and foot); (T25.0-Burn of
unspecified degree of ankle and foot); (T25.1-
Burn of first degree of ankle and foot); (T25.2-
Burn of second degree of ankle and foot); (T25.4-
Corrosion of unspecified degree of ankle and
foot); (T25.5-Corrosion of first degree of ankle
and foot); (T25.6-Corrosion of second degree of
52
ankle and foot); (T29-Burns and corrosions of
multiple body regions); (T29.0-Burns of multiple
regions, unspecified degree); (T29.1-Burns of
multiple regions, no more than first-degree burns
mentioned); (T29.2-Burns of multiple regions, no
more than second-degree burns mentioned);
(T29.4-Corrosions of multiple regions,
unspecified degree); (T29.5-Corrosions of
multiple regions, no more than first-degree
corrosions mentioned); (T29.6-Corrosions of
multiple regions, no more than second-degree
corrosions mentioned)
Keracunan makanan (T62-Toxic effect of other noxious substances
eaten as food); (T62.0-Ingested mushrooms);
(T62.1-Ingested berries); (T62.2-Other ingested
(parts of) plant(s)); (T62.8-Other specified
noxious substances eaten as food); (T62.9-
Noxious substance eaten as food, unspecified);
(T61-Toxic effect of noxious substances eaten as
seafood); (T61.0-Ciguatera fish poisoning);
13
(T61.1-Scombroid fish poisoning); (T61.2-Other 594
9
fish and shellfish poisoning); (T61.8-Toxic effect
of other seafoods); (T61.9-Toxic effect of
unspecified seafood); (K52-Other noninfective
gastroenteritis and colitis); (K52.1-Toxic
gastroenteritis and colitis); (K52.8-Other specified
noninfective gastroenteritis and colitis); (K52.9-
Noninfective gastroenteritis and colitis,
unspecified)
14 Reaksi gigitan (T63-Toxic effect of contact with venomous
590
0 serangga animals); (T63.4- Venom of other arthropods)
53
properly administered)
Kekerasan tajam (X99-Assault by sharp object); (X78-Intentional
self-harm by sharp object); (Y28-Contact with
14 sharp object, undetermined intent); (Y35.4-Legal
303
2 intervention involving sharp objects); (W22-
Striking against or struck by other objects);
(W26.9-Contact with unspecified sharp object(s))
Kekerasan tumpul (Y00-Assault by blunt object); (X79-Intentional
self-harm by blunt object); (Y29-Contact with
14
blunt object, undetermined intent); (Y35.3-Legal
3
intervention involving blunt objects); (W22-
Striking against or struck by other objects)
HIV AIDS tanpa (Z21-Asymptomatic human immunodeficiency
komplikasi virus [HIV] infection status); (R75-Laboratory
evidence of human immunodeficiency virus
14 [HIV]); (Z11.4-Special screening examination for
4 human immunodeficiency virus [HIV]); (Z20.6-
Contact with and exposure to human
immunodeficiency virus [HIV]); (Z71.7-Human
immunodeficiency virus [HIV] counselling)
54