Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM I

STRUKTUR KOMUNITAS HEWAN AKUATIK

Dosen Pengampu :

Dr. Husain Latuconsina, S.Pi, M.Si


Hasan Zayadi, S.Si., M.Si

Disusun Oleh Kelompok 3:


Rini Istibanah (21901061036)
Faradila Komalasari (21901061040)
Syarifah Zhuraini (21901061060)
Ahmad Fahim Aryan (21901061068)
Nurhalimah (21901061079)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................ii


BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................
1.2. Tujuan dan manfaat .................................................................................................
1.3. Metode Praktikum ...................................................................................................
1.4.Alat dan Bahan .........................................................................................................
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................................
2.1. Hasil ........................................................................................................................
2.2 Pembahasan..............................................................................................................
BAB III. PENUTUP ..............................................................................................................
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Komunitas merupakan kumpulan populasi yang terdiri dari berbagai spesies yang
menempati suatu daerah tertentu. Menurut Odum (1994), komunitas diklasifikasikan
dengan melihat bentuk atau sifat struktur utamanya seperti spesies yang dominan, bentuk
atau indikator hidup, habitat fisik dari komunitas dan sifat maupun tanda-tanda
fungsional.
Komunitas dapat dikaji berdasarkan klasifikasi sifat strukturall (struktur
komunitas). Struktur komunitas dipelajari melalui beberapa cara yaitu ukuran, komposisi,
dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga berkaitan erat dengan kondisi
habitat. Perubahan pada habitat dapat mempengaruhi tingkat spesies sebagai komponen
terkecil penyusunan populasi yang membentuk komunitas. Berdasarkan pendapat
tersebut, dijelaskan bahwa komunitas merupakan kesatuan dinamik dari hubungan
fungsional yang saling mempengaruhi diantaranya populasi, dimana komunitas berperan
pada posisinya masing-masing dan menyebar dalam ruang serta tipe habitatnya (Odum,
1994)
Keberadaan keanekaragam jenis organisme yang hidup dengan cara beraturan,
tidak tersebar begitu saja tanpa adanya saling ketergantungan (interaksi), dapatedikaji
pada tingkat komunias sehingga pada konsep komunitas menjadi sangat penting dalam
mempelajari ekologi. Menurut Dharmawan et al. (2005), kajian komunuias dilakukan
untuk mengetahui keseimbangan yang tergambar didalam struktur dan komposisi
populasi penyusunnya. Kajian komunitas juga bertujuan untuk mengetahui pola sebaran
komunitas dan perubahannya dipakai sebagai hasil interaksi semua komponen yang
bekerja dalam komunitas tersebut.
Komunitas dan komponen penyusunnya adalah sebuah organisasi kehidupan yang
masing-masing memiliki dinamika sendiri disebut struktur komunitas (Satino, 2011).
Menurut Husamah, (2015), Struktur komunitas adalah suatu konsep yang mempelajari
susunan atau komposisi spesies dan kelimpahan dalam suatu komunitas. Komunitas
mempunyai struktur dan pola tertentu terhadap keanekaragaman, kemerataan, dan
dominansi dengan ciri yang unik pada suatu kommunitas. Analisa mengenai kelimpahan,
keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi dari suatu komunitas, serta keseimbangan
jumlah tiap spesiesnya.
Pada ekosistem perairan dapat ditemukan kelompok-kelompok organisme, salah
satunya adalah benthos. Bentos merupakan organisme yang hidup di dasar wilayah
perairan atau endapan, seperti laut, sungai dan perairan lainnya. Binatang yang disebut
bentos ini dapat di bagi berdasarkan cara makanannya menjadi pemakan penyaring
(seperti kerang) dan pemakan deposit (seperti siput). Siklus hidup bentos, baik sebagian
maupun keseluruhannya berada di dasar perairan baik yang sesil, menyerap, atau yang
menggali lubang.(Afrizal, 1992)
Hewan bentos hidup relatif menetap sehingga baik digunakan sebagai petunjuk
kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya.
Kelompok tersebut lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari
waktu ke waktu karena bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-
ubah. Kelompok bentos yang relatif  mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan
lingkungan perairan adalah invertebrata makro atau lebih dikenal dengan bentos.
Bentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrient di dasar
perairan. Karena bentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran
energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Keberadaan
hewan bentos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan,
baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen,
yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos, Adapun faktor abiotik
adalah fisik-kimia air yang diantaranya suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan
oksigen biologi (BOD), dan kimia (COD) serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air
dan substrat dasar.(Ternala, 2007)
1.2 Tujuan dan Manfaat Praktikum
Dengan melakukan praktikum ini diharapkan praktikan (mahasiswa) mampu
mengoleksi dan menganalisis struktur komunitas hewan akuatik yang meliputi : indeks
Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi, kepadatan, komposisi jenis, dan
Frekuensi jenis hewan akuatik (Bentos atau Nekton) pada suatu perairan (Sungai, danau,
waduk, kolam, rawa, laut). Manfaat adalah diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
praktikum (mahasiswa) dalam melakukan pengamatan dan analisis komunitas hewan
akuatik.

1.3. Metode Praktikum


Pilihlah lokasi sungai, rawa, danau, kolam atau perairan pantai (mangrove, lamun)
atau pantai berpasir/pantai berbatu yang menjadi objek praktikum komunitas hewan
bentos maupun nekton. Selanjutnya tentukanlah titik sampling secara purposive sampling
yaitu dengan pertimbangan lokasi kemungkinan dijumpai komunitas nekton atau bentos.
Satu titik sampling dengan ulangan sebanyak 6 kali atau 6 plot 1x1 m. Jarak antar plot
25m (Gambar 1). Gambarkan desain penelitian lengkap dengan titik sampling dan juga
profil lokasi praktikum. Catatlah kondisi lingkungan di sekitar lokasi praktikum, dan catat
juga flora dan inventarisasi fauna (nekton atau bentos) yang ditemukan.

(Gambar 1)
Untuk pengamatan hewan nekton seperti ikan, maka tidak perlu menggunakan
plot 1x1, cukup menggunakan alat tangkap dengan luas daerah penangkapan ikan
25x25m.
1.4. Alat dan Bahan
Alat pendukung praktikum yang digunakan adalah :
a) Alat tulis menulis
b) Kamera digital (HandPhone)
c) Meteran rol
d) Tali raffia (garis transek)
e) Plot (kuadran) berukuran 1x1m (untuk estimasi vegetasi atau hewan bentos /
gastropoda, bivalvia dan krustasea)
f) Alat tangkap seperti, bubu, pancing dan lainnya (untuk ikan /nekton)
g) Kantongan untuk mengoleksi sampel

Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah Alkohol 70% untuk pengawetan
sampel hewan yang terkoleksi.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil Pengamatan


Lokasi Pengamatan : Aliran Sungai Joyosuko
Tabel 1. Pengamatan Bentos
No. Plot Jumlah Jumlah Spesies Keterangan
Spesimen
Pengamatan
1. Plot 1x 1 m 3 1 Ditemukan kepiting
(Parathelphusa
convexa) yang
berukuran besar dan
kecil bersembunyi di
lorong bawah tembok

2. Plot 1x 1 m 1 1 Ditemukan siput


berwarna hitam yang
disebut susuh kura
(Sulcospira
testudinaria) pada
tembok sungai

3. Plot 1x 1 m 1 1 Ditemukan siput


berwarna hitam yang
disebut susuh kura
(Sulcospira
testudinaria) pada tepi
batu besar
4. Plot 1x 1 m - - Saat pengamatan tidak
ditemukan bentos
5. Plot 1x 1 m 2 2 Ditemukan 2 kepiting
(Parathelphusa
convexa) yang
berukuran sedang dan
1 siput susuh kura
(Sulcospira
testudinaria)
6. Plot 1x 1 m 1 1 Ditemukan kepiting
Parathelphusa
convexa)

Tabel 2. Pengamatan Nekton


No. Plot Jumlah Jumlah Keterangan
Spesimen Spesies
Pengamatan
1. Plot 1x 1 m ±25 1 Ditemukan ikan guppy
liar (ikan cere) dengan
nama ilmiah Poecilia
reticulata) yang berukuran
besar, sedang, dan kecil.
2. Plot 1x 1 m ±17 1 Ditemukan ikan guppy
liar (ikan cere) dengan
nama ilmiah Poecilia
reticulata) yang berukuran
kecil.
3. Plot 1x 1 m ±8 1 Ditemukan ikan guppy
liar (ikan cere) dengan
nama ilmiah Poecilia
reticulata) yang berukuran
besar, sedang, dan kecil.

Tabel 3. Pengukuran Parameter Lingkungan


No. Plot Kedalaman Kecepatan Suhu pH Tipe Keterangan
Perairan Arus (°C) Substrat
Pengamatan
1. Plot 1x 1 m ± 10 cm 0,05 m/s 25 Netral Berlumpur Plot berada
dan ditempat
berpasir yang teduh
dan aliran
kecil dan
tenang

2. Plot 1x 1 m ± 6 cm 0,17 m/s 29 Netral Berpasir Plot berada


di tepi
sungai yang
dibatasi
oleh
babatuan
dan terdapat
aliran
sungai dari
bagian atas

3. Plot 1x 1 m ± 55 cm 0,3 m/s 25,5 Netral Lumpur Plot berda


dan di tempat
berpasir yang
sedikit
teduh dan
aliran
sungai
besar

2.1.2 Analisis Data

Pengamatan Bentos
titik 1 titik 2 titik 3
no Nama Spesies
jumlah D jumlah D jumlah D

1 kepiting (Parathelphusa convexa) 3 0,5 0 0 0 0,00

2 siput (Sulcospira testudinaria.) 0 0,00 1 0,17 1 0,17

JUMLAH 3 1 1

titik 4 titik 5 titik 6

jumlah D jumlah D jumlah D

0 0,00 2 0,33 1 0,17

0 0 1 0,17 0 0,00

0 3 1

K F Ks Fi H' E

6 0,50 66,67 50,00 0,27 0,35

3 1 33,33 50,00 0,37 0,77

9 1,00 100 100 0,64 1,12

Pengamatan Nekton
titik 1 titik 2 titik 3
no Nama Spesies
Jumlah D jumlah D jumlah D

1 ikan guppy liar (Poecilia reticulata.) 25 8,33 17 5,67 8 2,67

JUMLAH 25 17 8

K F Ks Fi H' E D

50 1 100 100 0,00 0,00 0,120

50 1 100 100 0,00 0,00 0,120

2.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan untuk mengetahui struktur dari komunitas hewan akuatik.
Lokasi praktikum berada di Joyosuko yang menjadi obyek praktikum komunitas bentos maupun
nekton. Metode dilakukan dengan menentukan titik sampling secara Purpodive sampling dengan
masing-masing titik sampling diulang sebanyak 6 kali.
Berdasarkan hasil pengamatan komunitas bentos, pada lokasi satu ditemukan 2 spesies
yaitu kepiting (Parathelphusa convexa) dan siput berwarna hitam yang disebut susuh kura
(Sulcospira testudinaria) dengan jumlah spesimen yang berbeda pada tiap plot. Ada 6 plot pada
lokasi ini, dimana pada plot 1 ditemukan kepiting (Parathelphusa convexa) yang berukuran
besar dan kecil bersembunyi di lorong bawah tembok sebanyak 3 spesimen.
Pada plot 2 ditemukan 1 spesies siput berwarna hitam (Sulcospira testudinaria). Pada
plot 3 juga ditemukan 1 spesies siput berwarna hitam (Sulcospira testudinaria). Pada plot 4 tidak
ditemukan spesies apapun. Pada plot 5 Ditemukan 2 kepiting (Parathelphusa convexa) yang
berukuran sedang dan 1 siput susuh kura (Sulcospira testudinaria). Dan pada plot 6 ditemukan 1
spesies kepiting (Parathelphusa convexa.)

Berdasarkan analisis data komunitas bentos, spesies kepiting (Parathelphusa convexa.)


memiliki nilai keanekaragaman (H’) sebesar 0,27 dan spesies siput (Sulcospira testudinaria.)
sebesar 0,37 dimana kedua nilai ini termasuk dalam kategori rendah. Untuk nilai keseragaman
(E) pada spesies Parathelphusa convexa sebesar 0,35 dan spesies Sulcospira testudinaria sebesar
0,77 dimana nilai keseragaman (E) pada Parathelphusa convexa termasuk dalam kategori
komunitas dalam kondisi tertekan sedangkan nilai keseragaman (E) pada spesies Sulcospira
testudinaria termasuk dalam kategori komunitas dalam kategori labil.

Jenis organisme makrozoobentos disetiap plot yang mendominasi yaitu Parathelphusa


convexa. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh dan cangkang yang keras sehingga
memungkinkan untuk bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang ekstrim. Jenis organisme
makrozoobentos yang terendah yaitu Sulcospira testudinaria dikarenakan memiliki tubuh yang
lunak sehingga kurang mampu beradaptasi dan sebagian besar dari species ini berada pada
habitat yang dangkal. Hal ini sesuai dengan pendapat Rijaluddin et al., (2017) yang mengatakan
classis Crustacea akan mendiami habitat yang dangkal baik diperairan lentik maupun perairan
lotik.
Makrozoobentos mempunyai siklus hidup relatif panjang yang dapat memberikan kondisi
lingkungan, disebabkan adanya gangguan seperti aktivitas manusia di perairan (Desmawati et al.,
2019). Sedangkan menurut Chazanah et al., (2020) makrozoobentos dapat menunjukkan kondisi
ekologi tertentu dan memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan efek perubahan lingkungan
jangka pendek. Perubahan lingkungan dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi
komposisi, kelimpahan dan keanekaragamannya. Makrozoobentos umumnya digunakan sebagai
indikator biologi karena mereka sensitif terhadap perubahan lingkungan secara langsung yang
biasanya diklasifikasikan ke dalam berbagai kelompok fungsional ekosistem perairan dengan
kepadatan tinggi mulai dari spesies toleran hingga sensitif (Kim et al., 2020).

Untuk pengamatan pada hewan nekton di lokasi kedua didapatkan 1 spesies pada 3 titik
yang berbeda yaitu spesies ikan guppy liar (Poecilia reticulata.). Pada plot 1 ditemukan 25
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 8,33, Pada plot 2 ditemukan 17
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 5,67, dan pada plot 3 ditemukan 8
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 2,67.

Berdasarkan analisis data komunitas nekton pada lokasi ke-2, nilai keanekaragaman (H’)
spesies Poecilia reticulata sebesar 0,00 dimana nilai ini termasuk dalam kategori rendah, dan
nilai keseragaman (E) juga sebesar 0,00 yang berarti komunitas dalam kondisi tertekan.

Berdasarkan pengukuran suhu yang telah di sub rerata didapatkan hasil pada plot 1
memiliki suhu perairan 25°C, stasiun 2 memiliki suhu 29°C dan stasiun 3 memiliki suhu 25.5°C.
Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang terdapat di lokasi pengamatan (Sungai Joyosuko)
termasuk kedalam suhu optimum bagi kehidupan makrozoobentos dan nekton dimana berkisar
20-30°C, apabila suhu berkisar antara 35-40°C dapat membahayakan kehidupan makrozoobentos
dan nekton (Sumanto, 2019). Suhu berpengaruh terhadap aktivitas serta dapat menghambat
perkembangan organisme perairan, sehingga apabila suhu meningkat dapat menyebabkan
peningkatan laju metabolisme dan respirasi organisme perairan sehingga berpengaruh dalam
meningkatnya konsumsi oksigen (Choirudin et al., 2014 dalam Mulyani et al., 2021).

Kedalaman terendah yang terdapat di sungai Joyosuko berada di plot 2 yaitu 6 cm dimana
jenis substrat pada lokasi ini adalah berpasir dengan jumlah spesimen tinggi, semakin tinggi tipe
substrat berpasir semakin tinggi kelimpahan organisme, sedangkan kedalaman tertinggi berada
pada plot 3 yaitu 55 cm dengan jenis substrat pada lokasi ini lumpur berpasir dan jumlah
spesimen yang rendah. Menurut Irmawan et al., (2010) dalam apabila suatu perairan semakin
dalam, maka semakin sedikit jumlah jenis makrozoobentos karena hanya beberapa spesies
tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tersebut. Parameter perairan yang berpengaruh
terhadap kelimpahan makrozoobentos adalah salinitas, suhu, kekeruhan. Tipe substrat yang
berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobentos adalah tipe substrat yang banyak
mengandung liat dan pasir (Ulfa et al.,2018).

Derajat keasaman (pH) setiap plot pengamatan menunjukkan hasil yang sama , dimana
ketiga plot memiliki pH netral (7). Menurut Sinambela & Sipayung (2015) dalam Mulyani et al.,,
(2021) sebagian besar organisme akuatik menyukai pH sekitar 7 – 8.5.

Rendahnya jumlah komunitas hewan bentos dan nekton pada lokasi 1 dan lokasi 2
dikarenakan adanya aktivitas manusia dan penangkapan spesies secara terus menerus yang
menyebabkan berkurangnya populasi pada lokasi tersebut. Hal ini diperkuat oleh Irianto (2017)
yang menyatakan bahwa adanya aktivitas manusia dapat mempengaruhi komponen biotik
maupun abiotik di perairan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kesimpulan yang dapat diambil yaitu
komunitas bentos, spesies kepiting (Parathelphusa convexa.) memiliki nilai keanekaragaman
(H’) sebesar 0,27 dan spesies siput (Sulcospira testudinaria.) sebesar 0,37 dimana kedua nilai ini
termasuk dalam kategori rendah. Untuk nilai keseragaman (E) pada spesies Parathelphusa
convexa sebesar 0,35 dan spesies Sulcospira testudinaria sebesar 0,77 dimana nilai keseragaman
(E) pada Parathelphusa convexa termasuk dalam kategori komunitas dalam kondisi tertekan
sedangkan nilai keseragaman (E) pada spesies Sulcospira testudinaria termasuk dalam kategori
komunitas dalam kategori labil. Sedangkan komunitas nekton pada lokasi ke-2, nilai
keanekaragaman (H’) spesies Poecilia reticulata sebesar 0,00 dimana nilai ini termasuk dalam
kategori rendah, dan nilai keseragaman (E) juga sebesar 0,00 yang berarti komunitas dalam
kondisi tertekan.

Rendahnya jumlah komunitas hewan bentos dan nekton pada lokasi 1 dan lokasi 2
dikarenakan adanya aktivitas manusia dan penangkapan spesies secara terus menerus yang
menyebabkan berkurangnya populasi pada lokasi tersebut. Adanya aktivitas manusia dapat
mempengaruhi komponen biotik maupun abiotik di perairan.

3.2 Saran

Perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai struktur komunitas hewan akuatik untuk
menunjukkan hubungan kelimpahan hewan akuatik dengan pengaruh lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 1992. Ekosistem Perairan. Bumi Aksara : Jakarta.

Chazanah, N., Muntalif, B. S., Rahmayani, R. A., & Sudjono, P. (2020). Macrozoobentos
distribution as a bioindicator of water quality in the upstream of the citarum river.
Journal of Ecological Engineering, 21(3), 10–17.

Desmawati, I., Adany, A., & Java, A. (2019). Studi Awal Makrozoobentos di Kawasan
Wisata Surabaya. Jurnal Sains Dan Seni, 8(2), E19–E22.

Irianto, I. K. (2017). Kualitas air sungai badung dalam menunjang pengembangan pariwisata
air ditinjau dari sifat fisik perairan. Jurnal Logic, 17(2), 114–117.

Kim, H. G., Song, S. J., Lee, H., Park, C. H., Hawkins, S. J., Khim, J. S., & Rho, H. S. (2020).
A long-term ecological monitoring of subtidal macrozoobenthos around Dokdo
waters, East Sea, Korea.

Mulyani. D. T., Miharja, F. J., Nuryadi, Moh. M., Nurwidodo., & Prihanta. W. (2021).
Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kualitas Perairan di Sumber Sira
Kabupaten Malang. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Odum, Yanney J. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Sumanto, N. L. (2019). Keanekaragaman Makrozoobentos Di Sungai Bah Bolon Kabupaten
Simalungun Sumatera Utara. Bioscientist :Jurnal Ilmiah Biologi, 7(1).

Ternala, 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem. Universitas Sumatera Utara :Medan


Ulfa, M.,et al. (2018). Komunitas Makrozoobentos dengan Kualitas Air dan Substrat di
Ekosistem Mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Jurnal of Marine and
Aquatic Science, 4(2), 179-190
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai