LP1 - Kelompok 3 - Ekologi Hewan B
LP1 - Kelompok 3 - Ekologi Hewan B
Dosen Pengampu :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
DAFTAR ISI
(Gambar 1)
Untuk pengamatan hewan nekton seperti ikan, maka tidak perlu menggunakan
plot 1x1, cukup menggunakan alat tangkap dengan luas daerah penangkapan ikan
25x25m.
1.4. Alat dan Bahan
Alat pendukung praktikum yang digunakan adalah :
a) Alat tulis menulis
b) Kamera digital (HandPhone)
c) Meteran rol
d) Tali raffia (garis transek)
e) Plot (kuadran) berukuran 1x1m (untuk estimasi vegetasi atau hewan bentos /
gastropoda, bivalvia dan krustasea)
f) Alat tangkap seperti, bubu, pancing dan lainnya (untuk ikan /nekton)
g) Kantongan untuk mengoleksi sampel
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah Alkohol 70% untuk pengawetan
sampel hewan yang terkoleksi.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Bentos
titik 1 titik 2 titik 3
no Nama Spesies
jumlah D jumlah D jumlah D
JUMLAH 3 1 1
0 0 1 0,17 0 0,00
0 3 1
K F Ks Fi H' E
Pengamatan Nekton
titik 1 titik 2 titik 3
no Nama Spesies
Jumlah D jumlah D jumlah D
JUMLAH 25 17 8
K F Ks Fi H' E D
2.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan untuk mengetahui struktur dari komunitas hewan akuatik.
Lokasi praktikum berada di Joyosuko yang menjadi obyek praktikum komunitas bentos maupun
nekton. Metode dilakukan dengan menentukan titik sampling secara Purpodive sampling dengan
masing-masing titik sampling diulang sebanyak 6 kali.
Berdasarkan hasil pengamatan komunitas bentos, pada lokasi satu ditemukan 2 spesies
yaitu kepiting (Parathelphusa convexa) dan siput berwarna hitam yang disebut susuh kura
(Sulcospira testudinaria) dengan jumlah spesimen yang berbeda pada tiap plot. Ada 6 plot pada
lokasi ini, dimana pada plot 1 ditemukan kepiting (Parathelphusa convexa) yang berukuran
besar dan kecil bersembunyi di lorong bawah tembok sebanyak 3 spesimen.
Pada plot 2 ditemukan 1 spesies siput berwarna hitam (Sulcospira testudinaria). Pada
plot 3 juga ditemukan 1 spesies siput berwarna hitam (Sulcospira testudinaria). Pada plot 4 tidak
ditemukan spesies apapun. Pada plot 5 Ditemukan 2 kepiting (Parathelphusa convexa) yang
berukuran sedang dan 1 siput susuh kura (Sulcospira testudinaria). Dan pada plot 6 ditemukan 1
spesies kepiting (Parathelphusa convexa.)
Untuk pengamatan pada hewan nekton di lokasi kedua didapatkan 1 spesies pada 3 titik
yang berbeda yaitu spesies ikan guppy liar (Poecilia reticulata.). Pada plot 1 ditemukan 25
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 8,33, Pada plot 2 ditemukan 17
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 5,67, dan pada plot 3 ditemukan 8
individu spesies Poecilia reticulata dengan nilai kerapatan 2,67.
Berdasarkan analisis data komunitas nekton pada lokasi ke-2, nilai keanekaragaman (H’)
spesies Poecilia reticulata sebesar 0,00 dimana nilai ini termasuk dalam kategori rendah, dan
nilai keseragaman (E) juga sebesar 0,00 yang berarti komunitas dalam kondisi tertekan.
Berdasarkan pengukuran suhu yang telah di sub rerata didapatkan hasil pada plot 1
memiliki suhu perairan 25°C, stasiun 2 memiliki suhu 29°C dan stasiun 3 memiliki suhu 25.5°C.
Hal ini menunjukkan bahwa suhu yang terdapat di lokasi pengamatan (Sungai Joyosuko)
termasuk kedalam suhu optimum bagi kehidupan makrozoobentos dan nekton dimana berkisar
20-30°C, apabila suhu berkisar antara 35-40°C dapat membahayakan kehidupan makrozoobentos
dan nekton (Sumanto, 2019). Suhu berpengaruh terhadap aktivitas serta dapat menghambat
perkembangan organisme perairan, sehingga apabila suhu meningkat dapat menyebabkan
peningkatan laju metabolisme dan respirasi organisme perairan sehingga berpengaruh dalam
meningkatnya konsumsi oksigen (Choirudin et al., 2014 dalam Mulyani et al., 2021).
Kedalaman terendah yang terdapat di sungai Joyosuko berada di plot 2 yaitu 6 cm dimana
jenis substrat pada lokasi ini adalah berpasir dengan jumlah spesimen tinggi, semakin tinggi tipe
substrat berpasir semakin tinggi kelimpahan organisme, sedangkan kedalaman tertinggi berada
pada plot 3 yaitu 55 cm dengan jenis substrat pada lokasi ini lumpur berpasir dan jumlah
spesimen yang rendah. Menurut Irmawan et al., (2010) dalam apabila suatu perairan semakin
dalam, maka semakin sedikit jumlah jenis makrozoobentos karena hanya beberapa spesies
tertentu yang dapat beradaptasi dengan kondisi tersebut. Parameter perairan yang berpengaruh
terhadap kelimpahan makrozoobentos adalah salinitas, suhu, kekeruhan. Tipe substrat yang
berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobentos adalah tipe substrat yang banyak
mengandung liat dan pasir (Ulfa et al.,2018).
Derajat keasaman (pH) setiap plot pengamatan menunjukkan hasil yang sama , dimana
ketiga plot memiliki pH netral (7). Menurut Sinambela & Sipayung (2015) dalam Mulyani et al.,,
(2021) sebagian besar organisme akuatik menyukai pH sekitar 7 – 8.5.
Rendahnya jumlah komunitas hewan bentos dan nekton pada lokasi 1 dan lokasi 2
dikarenakan adanya aktivitas manusia dan penangkapan spesies secara terus menerus yang
menyebabkan berkurangnya populasi pada lokasi tersebut. Hal ini diperkuat oleh Irianto (2017)
yang menyatakan bahwa adanya aktivitas manusia dapat mempengaruhi komponen biotik
maupun abiotik di perairan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kesimpulan yang dapat diambil yaitu
komunitas bentos, spesies kepiting (Parathelphusa convexa.) memiliki nilai keanekaragaman
(H’) sebesar 0,27 dan spesies siput (Sulcospira testudinaria.) sebesar 0,37 dimana kedua nilai ini
termasuk dalam kategori rendah. Untuk nilai keseragaman (E) pada spesies Parathelphusa
convexa sebesar 0,35 dan spesies Sulcospira testudinaria sebesar 0,77 dimana nilai keseragaman
(E) pada Parathelphusa convexa termasuk dalam kategori komunitas dalam kondisi tertekan
sedangkan nilai keseragaman (E) pada spesies Sulcospira testudinaria termasuk dalam kategori
komunitas dalam kategori labil. Sedangkan komunitas nekton pada lokasi ke-2, nilai
keanekaragaman (H’) spesies Poecilia reticulata sebesar 0,00 dimana nilai ini termasuk dalam
kategori rendah, dan nilai keseragaman (E) juga sebesar 0,00 yang berarti komunitas dalam
kondisi tertekan.
Rendahnya jumlah komunitas hewan bentos dan nekton pada lokasi 1 dan lokasi 2
dikarenakan adanya aktivitas manusia dan penangkapan spesies secara terus menerus yang
menyebabkan berkurangnya populasi pada lokasi tersebut. Adanya aktivitas manusia dapat
mempengaruhi komponen biotik maupun abiotik di perairan.
3.2 Saran
Perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai struktur komunitas hewan akuatik untuk
menunjukkan hubungan kelimpahan hewan akuatik dengan pengaruh lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Chazanah, N., Muntalif, B. S., Rahmayani, R. A., & Sudjono, P. (2020). Macrozoobentos
distribution as a bioindicator of water quality in the upstream of the citarum river.
Journal of Ecological Engineering, 21(3), 10–17.
Desmawati, I., Adany, A., & Java, A. (2019). Studi Awal Makrozoobentos di Kawasan
Wisata Surabaya. Jurnal Sains Dan Seni, 8(2), E19–E22.
Irianto, I. K. (2017). Kualitas air sungai badung dalam menunjang pengembangan pariwisata
air ditinjau dari sifat fisik perairan. Jurnal Logic, 17(2), 114–117.
Kim, H. G., Song, S. J., Lee, H., Park, C. H., Hawkins, S. J., Khim, J. S., & Rho, H. S. (2020).
A long-term ecological monitoring of subtidal macrozoobenthos around Dokdo
waters, East Sea, Korea.
Mulyani. D. T., Miharja, F. J., Nuryadi, Moh. M., Nurwidodo., & Prihanta. W. (2021).
Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kualitas Perairan di Sumber Sira
Kabupaten Malang. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.