Anda di halaman 1dari 2

”Berbeda-beda, tetapi mengunyah sirih.

” Semboyan ini mungkin cocok untuk


menggambarkan kesatuan masyarakat Indonesia. Mengingat, bahasa dan etnik yang
berbeda-beda ternyata tunduk pada sirih. Bagi sesiapa yang pernah mengunjungi pelosok-
pelosok nagari di Sumatera, Sulawesi, ataupun Indonesia bagian timur, dipastikan masih
akan menemui budaya mengunyah sirih ini.

Dalam masyarakat suku di Nusa Tenggara Timur, seperti di Tilong Kupang atau di Nagakeo,
kebiasaan mengunyah sirih sampai kini masih dilakukan oleh lelaki dan perempuan.
Bahannya pun serupa, yaitu daun sirih, kapur, pinang, dan gambir. Yang membedakan
hanyalah jenis kapur, teknologi pengolahan, dan kepercayaan-kepercayaan yang menyertai
tradisi itu. Namun, terlepas dari perbedaan itu, sirih sejak ribuan tahun telah dimuliakan
dalam kebudayaan-kebudayaan lokal kita.

https://amp.kompas.com/sains/read/2014/12/17/17282881/sirih-dan-sejarah-budaya-kita

Diperkirakan lebih dari 600 juta orang mengunyah sirih pinang di berbagai wilayah di dunia. Di
Indonesia, kebiasaan mengunyah sirih pinang merupakan bagian dari kebudayaan dan kehidupan
masyarakat dan sudah dikenal sejak abad ke-6 masehi serta kebiasaan tersebut dilakukan hampir
diseluruh wilayah di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua
(Ramadhan, 2010).

Masyarakat Blitar di Kelurahan Sentul yang merupakan etnis Jawa juga mengenal adanya tradisi
mengungunyah sirih pinang. Kebiasaan tersebut dilakukan secara turun temurun, namun sekarang
ini kebisaaan mengunyah sirih pinang hanya dapat dijumpai pada wanita yang sudah tua usianya.
Menginang merupakan tradisi masyarakat dengan komposisi dasar yakni daun sirih, pinang, gambir,
kapur, dan tembakau. Komposisi tersebut dibungkus dalam daun sirih yang kemudian dikunyah.
Masyarakat pengunyah memiliki alasan tersendiri mengapa mereka mengunyah sirih pinang.
Menurut informan yang diwawancarai di Kelurahan Sentul, mengunyah sirih telah memberikan
manfaat yakni dapat memberikan kenikmatan seperti orang merokok, sebagai aktifitas di waktu
senggang, dapat menghilangkan bau nafas, mengunyah sirih pinang dilakukan turun-temurun dan
karena adanya kepercayaan bahwa aktifitas ini dapat memperkuat gigi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Inggris pada imigran dari Asia Selatan yang mengunyah sirih pinang, didapati bahwa
mereka mengunyah sirih pinang karena memberikan rasa yang menyegarkan, sebagai makanan
ringan, membantu menghilangkan stress dan dipercaya dapat memperkuat gigi dan gusi (Flora et al.,
2012).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh (Suparno et al.2020) menyatakan Penggunaan
pasta gigi yang tepat merupakan salah satu upaya mengurangi permasalahan di rongga mulut, yaitu
mengurangi plak penyebab karies gigi. Salah satu keunggulan pasta gigi herbal dibandingkan dengan
beberapa pasta gigi di pasaran adalah tidak menggunakan bahan Sodium Lauryl Sulphate (SLS) yang
sering menyebabkan efek samping terhadap mukosa mulut. Daun sirih, biji pinang dan gambir
merupakan bahan herbal yang terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri. Mengetahui
formulasi pasta gigi kombinasi ekstrak etanol daun sirih, biji pinang dan gambir dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Jenis penelitian adalah true experimental laboratories
dengan rancangan penelitian post-test only control group design. Dengan hasil yang di dapat yaitu
bahwa formulasi pasta gigi kombinasi ekstrak etanol daun sirih (Piper betle L.), biji pinang (Areca
catechu), dan gambir (Uncaria gambir) berpengaruh terhadap hambatan pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
Daftar Pustaka

Flora., Meerjady, S., Tylor,C., Rahman, M. 2012. Betel Quid Chewing and Its Risk Factors in
Bangladeshi Adults”. WHO South East- Asia Journal of Public Health. 1(2): 162-181.

Rahmadhan, A, G. 2010. Serba Serbi Kesehatan Gigi dan Mulut. Jakarta: Bukune

Suparno, N, R., Camalin, C, M, S., Putri, C, S. 2020. Pengaruh Formulasi Pasta Gigi Kombinasi Ekstrak
Etanol Daun Sirih (Piper betle L), Biji Pinang (Areca catechu) dan Gambir (Uncaria gambir) terhadap
Hambatan Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Mutans. Jurnal Ilmu Farmasi. 11(2): 15-21

Anda mungkin juga menyukai