Hari-hari yang kita lalui di era digital agaknya terasa semakin sulit, segenap tantangan
terus berdatangan, dan masalah demi masalah pun kian tampak. Tidak terkecuali,
dunia pendidikan pula begitu.
Memasuki tahun ketiga era Merdeka Belajar, sistem pendidikan kita terasa sedang
mendapat penyegaran. Pelan-pelan, arah pendidikan pun mulai berubah dan agaknya
semakin dekat dengan tujuan dan cita-cita utama bangsa.
Terlebih lagi semenjak datangnya wabah Covid-19. Pada periode awal, semua pihak
memang terlihat kelabakan, baik itu pemerintah, sekolah, guru, anak-anak, hingga
orang tua.
Namun dalam kondisi sulit tersebut perlahan kita semua bisa bangkit. Kebijakan demi
kebijakan lahir dengan berlandaskan kebijaksanaan. Para guru dan sekolah kian akrab
dengan teknologi, bahkan pelan-pelan fasilitas dan proses digitalisasi pendidikan mulai
terpenuhi.
Namun, kita adalah bangsa yang besar. Kita adalah bangsa yang tidak bisa berjalan
sendiri. Kita harus bekerja sama, dan para pemimpin adalah nakhodanya.
Laksana kapal laut, nakhoda yang tak berkompetensi dan kurang peduli hanya akan
membuat kapal menjadi karam dan tenggelam. Rasanya pendidikan juga demikian,
pendidikan memerlukan nakhoda yang tahan banting dan pantang untuk berpatah
arang.
Para generasi muda adalah pemimpin. Anak-anak muda adalah tombaknya bangsa untuk
memajukan negeri. Anak muda harus memimpin dirinya sendiri untuk terus maju,
berinisiatif, menjadi penerobos, inovator, dan kebermanfaatan terutama di bidang
pendidikan.
Para orang tua adalah pemimpin. Rahim yang cerdas akan melahirkan generasi yang
cerdas, dan sebaik-baiknya pendidikan awal adalah pendidikan dari rumah, pendidikan
dari keluarga.
Para guru adalah pemimpin. Guru adalah para pahlawan tanpa tanda jasa yang juga
bertanggung jawab menjadi pemimpin, pengarah, pembimbing, hingga motivator untuk
para siswa di sekolah.