Anda di halaman 1dari 9

LPPM - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

LITERASI KEUANGAN PEDAGANG PASAR DALAM PENGELOLAAN


KEUANGAN USAHA (STUDI KASUS PADA PEDAGANG PASAR SUKODONO
DAN GEDANGAN KABUPATEN SIDOARJO)

IKA PERMATASARI
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNESA, Jl. Ketintang
Surabaya, 60231, Indonesia
ikapermatasari@unesa.ac.id

ROHMAWATI KUSUMANINGTIAS
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNESA, Jl. Ketintang
Surabaya, 60231, Indonesia
rohmawatikusumaningtias@unesa.ac.id

MARIANA
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNESA, Jl. Ketintang
Surabaya, 60231, Indonesia
mariana@unesa.ac.id

LOGGAR BHILAWA
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi UNESA, Jl. Ketintang
Surabaya, 60231, Indonesia
loggarbhilawa@unesa.ac.id

Diterima Hari Tanggal Bulan Tahun


Direvisi Hari Tanggal Bulan Tahun

Abstrak - Literasi keuangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu dan perusahaan agar
terhindar dari rumitnya permasalahan keuangan. Kesulitan keuangan dapat berasal dari pengeluaran
yang lebih tinggi dibandingkan penerimaan, kesalahan dalam pengelolaan keuangan, dan tidak
adanya perencanaan keuangan. Melalui kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, institusi
perguruan tinggi berupaya untuk mengenalkan pengelolaan keuangan kepada pelaku Usaha Mikro
Kecil Menengah UMKM (dalam hal ini pedagang pasar) melalui pelatihan pengelolan keuangan
pada proses bisnis sederhana yang mampu dicerna dan diterapkan oleh UMKM. Berdasarkan hasil
kegiatan PKM, tidak ada satu pun pedagang yang mengalami defisit keuangan bulanan. Hal ini

1593
1594 Ika Permatasari, Rohmawati Kusumaningtias, Mariana, Loggar Bhilawa

berarti bahwa tanpa memedulikan jenjang pendidikan pun, pengelolaan keuangan usaha telah
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari pedagang, meskipun dalam tahap yang relatif
sederhana. Akan tetapi pola pikir mengenai investasi yang dimiliki saat ini masih terbatas pada
investasi konvensional dan hanya beberapa pedagang yang telah memiliki investasi dalam bentuk
saham maupun asuransi.

Kata Kunci: Investasi; Literasi Keuangan; Pengelolaan Keuangan; UMKM.

Abstract - Financial literacy is a basic need for every individual and company to avoid the
complexity of financial problems. Financial difficulties can come from higher expenses than
revenue, errors in financial management, and lack of financial planning. Through Community
Service activities, higher education institutions strive to introduce financial management to SME
players (in this case, market traders) through training in financial management in simple business
processes that are able to be understood and implemented by SMEs. Based on our observations,
none of the traders experienced a monthly financial deficit. This means that regardless of the level of
education, business financial management has been implemented in the daily lives of traders, even in
relatively simple stages. However, the mindset regarding the investment currently owned is still
limited to conventional investment and only a few traders have had investments in the form of shares
or insurance.

Keywords: Investment; Financial Literacy; Financial Management; SME.

1. Pendahuluan
Kontribusi UMKM dalam mendorong perekonomian tidak bisa dipandang sebelah mata.
Meksipun pertumbuhan mengalami penurunan pada tahun 2017 (berkurang 3% dari
tahun 2016), namun Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa secara akumulasi,
61,41% UMKM berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) serta
mendominasi penyerapan nyaris 97% dari total tenaga kerja nasional. Selain itu, UMKM
merupakan sektor yang minim memiliki ketergantungan terhadap komponen impor,
karena menggunakan sumber bahan baku yang diperoleh secara lokal. Sebaliknya,
UMKM berpartisapsi dalam peningkatan ekspor, dengan volume mencapai 14,06% dari
keseluruhan total ekspor. Hal ini berdampak pada pengurangan nilai neraca devisa
negara. Dengan demikian kebutuhan sektor UMKM untuk mandiri sangat diperlukan.
Namun menurut LPPI (2015: 18), realitasnya saat ini UMKM masih menemui banyak
kendala, secara internal dan eksternal. Secara internal, seringkali muncul permasalahan
modal usaha, sumber daya manusia, pemahaman aspek legalitas dan akuntabilitas.
Sedangkan secara eksternal, UMKM dihadapkan pada persaingan usaha yang ketat,
infrastruktur, dan akses bisnis. Keterbatasan kemampuan individu UMKM, khususnya
dalam hal pengelolaan keuangan dapat menimbulkan persoalan yang mempengaruhi
keberlanjutan proses bisnis UMKM. Dengan demikian, pelaku UMKM diharuskan
memahami risiko keuangan yang seringkali dihadapi, antara lain risiko pasar, risiko
kredit, dan risiko likuiditas. Risiko pasar merupakan risiko eksternal yang muncul akibat
pergerakan harga pasar, sehingga hal ini berada di luar kendali pelaku UMKM.
Sedangkan risiko kredit dan risiko likuiditas saling berkaitan. Risiko kredit disebabkan
customer gagal membayar kewajibannya yang pada akhirnya, jika pelaku UMKM tidak
mengalokasikan kerugian piutang tersebut secara cermat akan menyebabkan saldo kas
Literasi Keuangan Pedagang Pasar... 1595

nihil. Hal ini mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar setiap kewajiban yang
jatuh tempo dan tidak dapat membiayai opersionalisasi bisnis perusahaan. Dengan
demikian tingkat literasi keuangan pelaku UMKM sangat penting untuk mampu
mengelola bisnisnya.
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap kondisi mitra UMKM, rata-rata mereka
masih menekankan perhatian pada jual beli barang dagangnya saja, bukan pada
bagaimana mengelola keuangannya. Sekilas, pembukuan dan pengelolaan yang mereka
buat bersifat sederhana, hanya pemasukan dan pengeluaran, bahkan yang lebih parah,
tidak ada pembukuan sama sekali. Fungsi pengelolaan keuangan ini sangat penting bagi
UMKM terutama apabila usaha mereka semakin berkembang dan membutuhkan
tambahan modal. Salah satu penyedia modal yang lebih ketat dalam pemberian modal
adalah perbankan. Bank akan meminta calon debiturnya untuk menyerahkan laporan
keuangan sebagai persyaratan untuk mendapatkan kredit. Permasalahan lainnya adalah
permodalan para pedagang pasar Sidoarjo masih mengandalkan modal dari rentenir.
Perlu adanya perubahan pola pikir bagi mereka untuk mengubah kebiasaan tersebut. Oleh
karena itu, pengelolaan keuangan sangat penting bagi UMKM yang usahanya makin
bertumbuh dan berkembang. Di samping itu, masalah yang sering kali ditemui adalah
belum terpisahnya keuangan pribadi pemilik dengan keuangan usaha. Aset usaha pun
masih menyatu dengan aset pemilik.
Program PKM yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi, khususnya dalam
kaitannya dengan literasi keuangan, diperuntukkan bagi UMKM agar lebih memerhatikan
pentingnya pemisahan harta dan keuangan antara pemilik dengan usahanya. Penelitian
yang dilakukan oleh Ariwibawa (2016) menyebutkan adanya pengaruh literasi keuangan
terhadap kinerja dan keberlangsungan usaha UMKM kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan literasi keuangan yang baik, diharapkan UMKM akan mampu membuat
keputusan manajemen keuangan yang tepat untuk peningkatkan kinerja dan keberlanjutan
usaha. Anggraeni (2015) menyebutkan bahwa literasi keuangan akan memengaruhi cara
berpikir seseorang terhadap kondisi keuangan. Hal ini juga akan memengaruhi
pengambilan keputusan yang strategis dalam hal pengelolaan keuangan yang lebih baik
bagi pemilik usaha. Ia menemukan bahwa tingkat literasi keuangan dari pemilik usaha
masih rendah, dimana mereka sebatas mencatat penerimaan dan pengeluaran usaha tanpa
disertai dengan penyimpanan dokumen pendukung. Selain itu pemilik usaha juga belum
pernah membuat anggaran sebagai dasar evaluasi kinerja usahanya. Selain itu
kemampuan pemilik usaha dalam mengelola kas surplus sehingga belum sampai pada
tahap investasi pada produk keuangan.
Karakter UMKM melekat pada perilaku pengusaha dalam menjalankan bisnisnya
(LPPI, 2015: 12). Literasi dapat diartikan sebagai kecakapan individu dalam memeroleh
dan mengevaluasi relevansi infomasi dalam pengambilan keputusan dan memahami
setiap risiko yang ditimbulkan (Amaliyah & Witiastuti, 2015). Tingkat literasi keuangan
berpengaruh pada pandangan pelaku UMKM dalam pengambilan keputusan strategis
terhadap kondisi bisnisnya (Desiyanti, 2016; Puspitaningtyas, 2017; Ratnawati, 2013).
Penelitian Anggraeni (2015) menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan memengaruhi
1596 Ika Permatasari, Rohmawati Kusumaningtias, Mariana, Loggar Bhilawa

kemampuan mengelola keuangan. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan pelaku usaha
sebatas mencatat kas masuk dan keluar tanpa memperhatikan dokumen pendukung.
Selain itu, pelaku usaha tidak pernah melakukan perencanaan anggaran dan keterbatasan
penggunaan dana untuk keperluan transaksi keseharian tanpa bertujuan untuk investasi.
Rendahnya literasi keuangan ini mengakibatkan terjadinya inefisiensi proses bisnis yang
mempengaruhi kesejahterahan pihak-pihak yang terlibat dalam UMKM (Harahap, 2014).
Padahal dalam perkembangan bisnis saat ini, UMKM diharapkan mempunyai nilai
tambah unik dalam produk dan jasanya (Aribawa, 2016).
Pada umumnya pelaku bisnis UMKM masih mencampurkan antara keuangan pribadi
atau keluarga dengan keuangan usaha. Untuk menjaga keberlangsungan hidup usahanya,
pelaku usaha memerlukan upaya ekstra dalam hal pengelolaan seluruh aspek usaha,
khususnya di bidang keuangan. Oleh karena itu, pendampingan terhadap pelaku usaha
(dalam hal ini pedagang pasar Sukodono dan pasar Gedangan Kab. Sidoarjo) diperlukan
untuk memberikan pengetahuan keuangan yang penting bagi pribadi dan usahanya.

2. Metode
Program PKM dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan studi pendahuluan
untuk mendapatkan gambaran utuh sejauh mana pemahaman mereka mengenai
pengelolaan keuangan usaha. Tahap selanjutnya yaitu memberikan materi mengenai
literasi keuangan dan pengelolaan keuangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Tahap
selanjutnya adalah pendampingan bagi pelaku usaha untuk mengisi worksheet mengenai
literasi keuangan, pengelolaan keuangan, dan investasi.
Unit analisis dalam program PKM ini adalah para pedagang pasar di pasar Gedangan
dan pasar Sukodono Kabupaten Sidoarjo. Kedua pasar ini berada di bawah pengawasan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah menyebarkan kuesioner yang berisi financial checklist dan
worksheet mengenai pengelolaan keuangan usaha.

3. Hasil dan Pembahasan


Para pedagang pasar diminta untuk mengisi formulir yang berisi kesulitan-kesulitan yang
selama ini dihadapi oleh masing-masing pedagang pasar meliputi pengelolaan keuangan,
permodalan, arus kas, penentuan harga jual, pesaing, penyimpanan barang dagang, arus
barang dan hal lainnya. Kemudian, setelah materi tentang pengelolaan keuangan
disampaikan, peserta diminta untuk mengisi worksheet tentang implementasi pengelolaan
keuangan yang telah dilakukan selama ini.
Informasi mengenai tingkat pendidikan diperlukan untuk mengetahui latar belakang
pendidikan dengan pemahaman mengenai literasi keuangan. Informasi mengenai
penghasilan kotor dan pengeluaran per bulan diperlukan untuk mengetahui apakah
terdapat UMKM yang mengalami defisit arus kas setiap bulannya. Akan tetapi, baik yang
berpendidikan tinggi maupun tidak, seluruh peserta PKM masih belum memisahkan
keuangan pribadi dengan keuangan usaha mereka. Ini akan menimbulkan kerancuan
Literasi Keuangan Pedagang Pasar... 1597

karena akan mengalami kesulitan dalam membedakan mana aset pribadi dan mana yang
merupakan aset usaha. Selain itu, pengelolaan keuangan usaha yang tidak profesional
akan menyebabkan usaha dapat mengalami kesulitan keuangan yang berdampak akhir
pada kebangkrutan.
Pengelolaan keuangan yang baik dapat menunjukkan profesionalisme pemilik usaha
sebagai seorang pengusaha. Pemisahan keuangan pribadi dengan keuangan usaha
memiliki dampak positif yaitu pemilik usaha dapat mengetahui secara pasti total
pendapatan dan laba bersih dari usaha tersebut. Dengan demikian pemilik usaha dapat
mengambil keputusan yang tepat sehubungan dengan ekspansi usaha yang direncanakan.
Kondisi keuangan usaha yang semakin baik, akan secara otomatis berpengaruh pada
keuangan pribadi yang semakin baik karena pemilik usaha dapat menaikkan gajinya
sendiri sebagai apresiasi atas kerja kerasnya dalam membangun dan mengembangkan
usaha.
Manfaat positif lainnya jika memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan usaha
adalah pemilik usaha dapat mengetahui apakah terdapat peningkatan laba dan aset secara
periodik. Ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan mengalami perkembangan atau
tidak. Apabila keuangan pribadi masih digabungkan dengan keuangan usaha, maka
pemilik usaha tentu akan mengalami kesulitan dalam menganalisis kinerja usahanya dan
tidak dapat diketahui secara pasti berapa aset pribadi dan berapa aset usaha. Akibatnya,
pemilik usaha akan mengalami kesulitan dalam menentukan bagian-bagian mana dari
usaha tersebut yang memerlukan perbaikan dan peningkatan.
Dampak negatif lain dari penggabungan keuangan pribadi dan keuangan usaha adalah
adanya peluang kebangkrutan usaha. Pengelolaan keuangan gabungan semacam ini akan
menimbulkan persepsi bahwa pemilik usaha memiliki uang yang cukup banyak. Hal ini
dapat menimbulkan godaan gaya hidup konsumtif untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pribadi. Tanpa disadari keuangan usaha akan semakin menipis sehingga
pemilik usaha tidak mampu untuk membiayai kegiatan usaha itu sendiri.
Penerapan manajemen keuangan yang profesional sangat penting agar usaha tetap
bertahan dan berkembang. Dengan memisahkan keuangan pribadi dan usaha justru akan
memudahkan pemilik usaha dalam mengukur pencapaian yang telah diperoleh dari sejak
usaha mulai dirintis hingga sekarang. Dengan demikian pemilik usaha dapat mengetahui
secara pasti kondisi usaha tersebut, apakah untung atau justru mengalami kerugian.
Berkaitan dengan literasi keuangan, didapati bahwa pedagang pasar Gedangan dan
Sukodono yang menjadi peserta kegiatan mayoritas masuk dalam golongan not literate
dan less literate, dan hanya satu pedagang saja yang termasuk dalam kelompok sufficient
literate. Mayoritas pedagang masih memiliki tabungan di bank dan investasi dalam
bentuk aset berwujud seperti emas, tanah, kios, sawah/ladang, dan peternakan. Hanya 6
(enam) pedagang saja yang sufficient literate dan memiliki investasi dalam bentuk
asuransi.
Pedagang pasar secara rata-rata masih belum memiliki perencanaan keuangan yang
terstruktur. Pada dasarnya mereka memiliki perencanaan keuangan, namun masih sebatas
di dalam pikiran saja dan belum tertulis. Oleh karena itu, dilakukan pendampingan
1598 Ika Permatasari, Rohmawati Kusumaningtias, Mariana, Loggar Bhilawa

dengan membantu mereka mengidentifikasi jumlah kekayaan bersih dan investasi yang
dimiliki saat ini serta mengisi rencana investasi mereka di masa depan beserta target
waktu kapan rencana investasi tersebut ingin direalisasikan. Seluruh peserta PKM masih
belum terpikirkan untuk merencanakan pensiun mereka. Jadi, investasi yang dimiliki saat
ini hanya ditujukan untuk simpanan saja dan sebagai dana darurat.
Ditinjau dari sisi akuntansi untuk usaha kecil, seluruh pedagang pasar masih belum
memiliki pencatatan akuntansi yang memadai. Seluruhnya masih menggunakan
pembukuan sederhana yang mencatat uang masuk dan keluar. Pelatihan dan
pendampingan yang dilakukan tim PKM masih dirasa sulit oleh pelaku-pelaku usaha
karena rata-rata pendidikan mereka SMP dan SMA yang belum mengerti tentang
pencatatan dan pentingnya pencatatan akuntansi.
Dalam hal modal kerja, seluruh pedagang pasar masih belum memahami konsep
mengenai modal kerja. Akan tetapi dalam praktik sebenarnya mereka telah melakukan
implementasi modal kerja dalam menjalankan bisnisnya, hanya saja secara rata-rata
usahanya dijalankan secara tunai sehingga hanya sedikit piutang dan utang yang dimiliki
untuk usahanya. Masalah krusial yang dimiliki oleh seluruh pedagang adalah pencatatan
yang minimal mengenai jumlah persediaan yang dimiliki. Tentu saja bagi pedagang
sayur-mayur, ayam, telur, umbi-umbian, buah-buahan, daging sapi dan turunannya, dan
tahu tempe yang menjadi peserta PKM, persediaan bukan menjadi masalah krusial karena
barang dagangnya selalu habis dalam sehari, sehingga tidak terdapat penumpukan
persediaan atau persediaan berlebih. Sedangkan bagi pedagang sembako, kerudung, baju,
kosmetik, sandal sepatu, jamu, bahan kue, dan plastik, persediaan merupakan masalah
krusial karena rata-rata mereka tidak memiliki catatan persediaan yang tertib. Akibatnya
kadang kala terdapat persediaan yang menumpuk dan berakibat pada kerusakan. Di sisi
lain, pedagang warung kopi, warung makan, dan gorengan tidak memiliki catatan
persediaan yang tertib sehingga tidak dapat diketahui laba atau rugi yang mendekati
kenyataan. Akibatnya di antara pedagang warung kopi/makan/gorengan ini tidak
memiliki tabungan atau deposito di bank karena penghasilannya digunakan untuk
membeli kembali bahan baku.
Beberapa pedagang pasar yang menjadi peserta PKM seluruhnya telah memiliki
investasi meskipun dalam bentuk yang paling sederhana. Mayoritas dari mereka memiliki
tabungan atau deposito bank, emas/perhiasan/logam mulia, serta tanah dan bangunan.
Beberapa di antara mereka telah memiliki aset yang lebih modern yaitu kios/toko yang
disewakan (sebagai bentuk pengembangan usaha), dan asuransi. Hanya terdapat satu
pedagang yang telah memiliki investasi berupa saham, meskipun ia hanya tamatan SMP.
Tabel berikut ini merupakan contoh worksheet yang diisi oleh seorang pedagang
kerudung dan baju, dengan tingkat pendidikan lulusan SMP. Penghasilan kotor per bulan
adalah di atas Rp30.000.000,00. Di bawah ini hasil rakapitulasi dari pengisian worksheet
yang mencerminkan kondisi keuangan pedagang pasar.
Literasi Keuangan Pedagang Pasar... 1599

Tabel 1 Laporan Posisi Keuangan Usaha Per 30 September 2018


A. ASET
Uang tunai di tangan Rp 800.000,00
Tabungan Rp 7.000.000,00
Deposito Rp 40.000.000,00
Kendaraan (sepeda motor 2 buah) Rp 15.000.000,00
Rumah Rp 1.040.000.000,00
Kios / toko Rp 75.000.000,00
Emas (kurang lebih 200 gram) Rp 100.000.000,00
Tanah Rp 200.000.000,00
Jumlah Harta Rp 1.485.000.000,00

B. UTANG
Saldo utang kerabat/teman Rp 432.000,00
Saldo utang koperasi -
Saldo utang bank -
Saldo utang rentenir -
Jumlah Utang Rp 432.000,00

C. KEKAYAAN BERSIH Rp 1.485.565.000,00


(Aset dikurangi Utang)
Sumber : diolah penulis

Tabel 2. Bentuk Investasi Yang Dimiliki Saat Ini Per 30 September 2018
No Bentuk Investasi Jumlah
(dalam rupiah)
1 Tabungan (Deposito) di bank Rp 47.000.000,00
2 Emas / perhiasan / logam mulia Rp 100.000.000,00
3 Tanah / rumah Rp 1.020.000.000,00
4 Kios / toko yang disewakan Rp 12.000.000,00
5 Asuransi Rp 135.200.000,00
6 Sawah atau ladang -
7 Peternakan -
8 Lainnya (Saham) Rp 100.000.000,00
Sumber : diolah penulis
Tabel 3 Rencana Investasi Di Masa Depan
No Bentuk Investasi Kapan ingin dilakukan?
(bulan atau tahun)
1 Tabungan (Deposito) di bank -
2 Emas / perhiasan / logam mulia -
1600 Ika Permatasari, Rohmawati Kusumaningtias, Mariana, Loggar Bhilawa

No Bentuk Investasi Kapan ingin dilakukan?


(bulan atau tahun)
3 Tanah / rumah 2021
4 Sawah atau ladang 2025
5 Peternakan Sudah ada keinginan tetapi belum ada target waktu
6 Asuransi -
7 Dana pensiun Sudah ada keinginan tetapi belum ada target waktu
8 Reksa dana / saham -
9 Lainnya (memiliki kios/toko lainnya) 2019
Sumber : diolah penulis

4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari program PKM mengenai literasi keuangan para
pedagang pasar adalah:
a. Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini bisa menaikkan literasi pedagang
pasar yang sebelumnya not literate menjadi less literate. Hal ini didukung dengan
kemampuan mereka dalam merencanakan masa depan dengan tambahan
pengetahuan tentang produk-produk keuangan yang disampaikan dalam kegiatan
PKM.
b. Seluruh pelaku UMKM (dalam hal ini pedagang pasar binaan Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Sidoarjo) tidak memisahkan keuangan pribadi dengan keuangan
usaha.
c. Sebagian besar pelaku UMKM tidak memiliki perencanaan yang memadai mengenai
keuangan pribadi maupun usahanya. Sehingga pemberian dan pengisian worksheet
yang telah dilakukan dalam PKM akan memberikan manfaat bagi pegadang pasar.
d. Pelaku UMKM belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang pengelolaan
keuangan.
e. Tingkat pendidikan seseorang belum tentu memengaruhi literasi keuangan
seseorang. Meskipun demikian, kegiatan PKM yang dilakukan dapat meningkatkan
literasi keuangan dari not literate menjadi not literate, yaitu setidaknya mereka dari
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.

Daftar Pustaka
Amaliyah, R., & Witiastuti, R. S. (2015). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Literasi
Keuangan di Kalangan UMKM Kota Tegal. Management Analysis Journal, 4(3), 252–257.

Anggraeni, B. D. (2015). Pengaruh Tingkat Literasi Keuangan Pemilik Usaha Terhadap


Pengelolaan Keuangan (Studi Kasus: UMKM Depok). Jurnal Vokasi Indonesia, 3(1), 22–30.

Aribawa, D. (2016). Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Kinerja dan Keberlangsungan UMKM
di Jawa Tengah. Jurnal Siasat Bisnis, 20(1), 1–13.

Biro Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/1520/ekonomi-indonesia-


Literasi Keuangan Pedagang Pasar... 1601

triwulan-i-2018-tumbuh-5-06-persen.html

Desiyanti, R. (2016). Literasi dan Inklusi Keuangan serta Indeks Utilitas UMKM di Padang.
BISMAN Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 2(2), 122–134.

Harahap, Y. R. (2014). Kemampuan Menyusun Laporan Keuangan Yang Dimiliki Pelaku UKM
dan Pengaruhnya terhadap Kinerja UKM. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis, 14(1), 66–76.

LPPI, B. I. (2015). Profil Bisnis Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM). Bank Indonesia dan
LPPI.

Manurung, Adler Haymas. (2008). Financial Planner (Panduan Praktis Mengelola Keuangan
Keluarga. Jakarta: KOMPAS.

Puspitaningtyas, Z. (2017). Manfaat Literasi Keuangan bagi Business Sustainability. In Seminar


Nasional Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis VII.

Ratnawati. (2013). Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Literasi Keuangan, Sustainability Usaha


sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Manajemen UKM. Jurnal Ilmiah, 24(2), 24–32.

Anda mungkin juga menyukai