Anda di halaman 1dari 24

Desain Multilevel dalam Implementasi Blended Learning

di Satuan Pendidikan Nonformal

Abstrak.
CLC sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang terdampak wabah COVID
19 harus menyelenggarakan pengajaran online dan kegiatan pembelajaran di bawah arahan
pemerintah sebagai upaya pencegahan penularan pandemi COVID 19. Kurangnya pengalaman
dalam penyelenggaraan pembelajaran online membuat institusi bingung menjalankan proses
pembelajaran karena keterbatasan kemampuan pendidik dan pengelola dalam melaksanakan
pendidikan online. Perlu dikaji lebih dalam strategi pembelajaran apa yang harus dilakukan CLC
selama masa pandemi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode campuran
dengan 10 responden CLC yang tersebar di Jawa Barat. Dari temuan di lapangan, pembelajaran
di CLC selama pandemi masih berlangsung. Tutor hanya menggunakan aplikasi pesan untuk
menyampaikan pembelajaran bahan dan proses evaluasi. Mereka bahkan tidak menerapkannya
dalam sistem manajemen pembelajaran online. Untuk alasan ini, CLC dapat percontohan model
sistem pembelajaran campuran bertingkat. Penerapan sistem model dimulai dari pengelolaan
kelembagaan, pengelolaan program, hingga pengelolaan pembelajaran oleh tutor.
Kata kunci: Pembelajaran terpadu; Pendidikan Nonformal, Satuan Pendidikan Nonformal

PENGANTAR
Pandemi COVID 19 yang terjadi sejak 2019 dan sudah mulai menyebar di Indonesia
awal Maret 2020 (Satgas COVID, 2020) telah memberikan dampak yang signifikan berdampak
pada kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Pendidikan adalah salah satunya. Sistem
dilakukan secara online selama ini situasi, selaras dengan surat edaran dari pemerintah sebagai
salah satu upaya pencegahan dan penanganan penularan COVID 19 (Surat Edaran Nomor 2
Tahun 2020 Tentang Pencegahan Dan Penanganan COVID 19, 2020). Senada dengan itu,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengungkapkan total siswa yang
terkena dampak COVID 19 dari Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, hingga
Pendidikan Menengah adalah 68 juta siswa (cnnindonesia, 2020). Hal tersebut sangat
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa selama masa Pandemi COVID 19. Sekolah yang
memiliki sudah siap memanfaatkan teknologi dalam pembelajarannya pasti tidak akan menemui
kendala dan keseriusan masalah, berbeda dengan yang belum memanfaatkan teknologi secara
optimal pasti mendapat masalah karena ini (Abidah et al., 2020). Kondisi serupa juga terjadi
dalam konteks satuan pendidikan nonformal seperti PAUD, PAUD, Lembaga Diklat, dan lain-
lain yang sejenis. Satuan pendidikan.
Satuan Pendidikan Nonformal sebagai wadah masyarakatuntuk melaksanakan pendidikan
juga telah dipengaruhi oleh Pandemi covid19. Sulit untuk mendapatkan data peserta didik
terkena dampak COVID 19 di Indonesia. Meskipun demikian, ada beberapa penelitian yang
dilakukan untuk mengukur penggunaan informasi dan teknologi dalam konteks Pendidikan
Nonformal Satuan. Teknologi dimanfaatkan oleh CLC sebagai salah satu solusi untuk mengatasi
jarak yang sangat jauh antara komunitas tempat tinggal dan Pusat Pembelajaran, menyediakan
peserta didik dengan materi berbentuk elektronik atau materi onlinedan juga pembelajaran
online. (Sutisna dkk., 2020). Studi lain menjelaskan bahwa beberapa CLC dan Kursus telah
menerapkan teknologi pendidikan dalam penciptaan, penggunaan, pengelolaan, dan evaluasi
untuk melayani peserta didik; Namun, mereka masih membutuhkan bantuan untuk
menggunakannya secara optimal
kemampuan mereka dalam klasifikasi dan pemilihan
teknologi pendidikan yang tepat, selaras dengan
kebutuhan, dengan efektifitas, dan dengan efisiensi
(Hanum, 2019). Selanjutnya, selain struktur, prasarana, dan peserta didik, aspek sumber
daya manusia,
dalam hal ini penyelenggara dan tutor juga perlu pembenahan terutama dalam literasi
informasi dan
teknologi diwujudkan melalui banyak kegiatan, seperti:
pelatihan, bimbingan teknis, dan lokakarya (Sunarwan, 2017). Studi-studi tersebut telah
menunjukkan perlunya
peningkatan manajemen dalam aplikasi dan
pemanfaatan teknologi di Pendidikan Nonformal
Satuan. Diskusi tentang pembelajaran berbasis teknologi
manajemen masih jarang dipegang, aplikasi menyeluruh
teknologi di satuan pendidikan nonformal masih
sulit diwujudkan, membutuhkan masa transisi bertahap yang dicapai melalui salah satu
metode alternatif, blended learning yang menggabungkan pembelajaran tatap muka/langsung dan
pembelajaran online. Blended learning menggabungkan
aspek terbaik dari pembelajaran online, aktivitas tatap muka terstruktur, dan praktik dunia
nyata. Lebih
majunya teknologi informasi, semakin tinggi
kebutuhan blended learning menjadi (Senpai, n.d.).
Blended learning bermanfaat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna baik
bagi individu maupun sosial
(Yulia, 2017). Oleh karena itu, blended learning dianggap sebagai pilihan yang tepat
karena menggabungkan teori online dan praktik langsung.
Blended learning mengintegrasikan manfaat berbasis kolaboratif, mandiri, dan
pemecahan masalah
pembelajaran untuk mencapai pembelajaran tipe luas yang melibatkan
penciptaan lingkungan fisik dan virtual dan jenis media lainnya (Hawi & Sudira, 2019).
Banyak penelitian berbeda tentang pembelajaran campuran telah menunjukkan bahwa
pendekatan blended learning yang telah dikembangkan
telah memperoleh umpan balik positif dalam pengembangan dan implementasinya
(Dwiyogo, 2018). Mempertimbangkan karakteristiknya yang cocok, pembelajaran campuran
dapat dilaksanakan di Satuan Pendidikan Nonformal Indonesia. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
kemungkinan rancangan model konseptual pola implementasi blended learning dalam
kegiatan pembelajaran
dalam satuan pendidikan nonformal. Ini dilakukan oleh
terlebih dahulu mempelajari kondisi awal Satuan Pendidikan Nonformal Indonesia dalam
pelaksanaan pembelajaran
pelayanan selama masa pandemi. Studi ini dilakukan
sebagai salah satu upaya membentuk masyarakat sebagai pembelajar sepanjang hayat
dengan menyeimbangkan penggunaan teknologi dan sosialisasi
kompetensi offline atau dalam kehidupan nyata.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode campuran, menggabungkan
elemen pendekatan kualitatif dan kuantitatif
untuk tujuan besar dan pemahaman serta bukti yang menyeluruh (Almalki et al., 2016).
Model yang digunakan dalam hal ini
penelitian ini adalah model metode campuran dari Sequential Explanatory Design,
ditampilkan dengan pengumpulan data
dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama,
dilanjutkan dengan pengumpulan data dan analisis
data kuantitatif pada tahap kedua (Creswell,
2009). Pada tahap pertama, pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
untuk mengetahui
mengetahui kondisi awal penggunaan teknologi di satuan pendidikan nonformal,
dilanjutkan dengan observasi selama proses pelatihan, mencari kemungkinan pola implementasi
yang dapat diterapkan oleh tutor di
setiap unit. Setelah data dianalisis, studi literatur atau dokumen terkait dengan
pelaksanaan
blended learning pada satuan pendidikan yang dilaksanakan
keluar.
Penelitian ini melibatkan 10 unit PKB di Jawa Barat
Provinsi, terdiri dari; 1 CLC di Kota Bandung, 1
CLC di Cimahi, 1 CLC di Kabupaten Bandung, 3 CLC
di Wilayah Kota/Kabupaten Tasikmalaya, 4 CLC di
Kabupaten Karawang, serta 50 tutor dan penyelenggara
yang mengikuti pelatihan Blended Learning.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Layanan Pendidikan di Satuan Pendidikan Nonformal Indonesia Selama Pandemi


Pengumpulan data awal dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara online untuk
mendapatkan informasi mengenai kondisi satuan pendidikan nonformal di
menghadapi pandemi COVID 19 dan untuk melihat sejauh mana
pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajaran.

Gambar 1 menggambarkan kondisi pelayanan satuan pendidikan nonformal pada masa


pandemi. Dia
menunjukkan bahwa selama periode ini, 65,1% institusi
melakukan proses pembelajaran online. 56,8% institusi
memiliki 1-2 frekuensi pertemuan untuk dilakukan secara online
proses pembelajaran. 85,6% dari program kesetaraan adalah
dilakukan secara offline, sedangkan 71,2% program kesetaraan
dilakukan secara online. Selanjutnya, 48,6% institusi
melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan mengecek kelengkapan tugas yang diajukan
peserta didik. Meski begitu, hanya
50% peserta didik dalam 37,7% institusi terlibat aktif dalam penyerahan tugas ini,
sedangkan 50%
orang lain sebaliknya. Hal ini terjadi karena peserta didik menghadapi
rintangan. Kendala utama yang dihadapi oleh 43,1% institusi adalah pelajar tidak
memiliki kredit untuk internet
kuota.

Gambar 2 menjelaskan kondisi peserta didik dan


tutor selama masa pandemi. Data menjelaskan
bahwa 64,4% institusi menggunakan aplikasi pesan, seperti whatsapp, line, dll., dalam
pembelajaran mereka
proses. Aplikasi pesan sebagai salah satu media untuk
menghubungkan pesan diharapkan menjadi salah satu
solusi untuk mengatasi kegagalan komunikasi
antara tutor dan peserta didik, untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat,
kecerdasan, dan kehebatan
jarak tempat tinggal (Putu & Yuliartni, 2019).
Selanjutnya, selama masa pandemi, peserta didik mengalami
demotivasi, seperti terlihat pada grafik bahwa 63% institusi mengalami kasus ini,
berdampak pada keterlambatan
penyerahan tugas peserta didik yang dikerjakan sebesar 69,2%
dari peserta didik. Selanjutnya, institusi yang memanfaatkan
aplikasi pembelajaran mengungkapkan bahwa peserta didik berdasarkan
instruksi instruktur, bukan inisiatif sendiri, instal
54,1% aplikasi pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh
sedikit (38,4%) tutor memiliki pengetahuan tentang
aplikasi pembelajaran, meskipun penggunaannya tidak optimal.
Grafik juga menunjukkan bahwa pandemi COVID 19
memotivasi 63% tutor untuk mengelola pembelajaran secara digital. Selain itu, 34,2%
tutor mengakui
bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan tentang sistem manajemen pembelajaran.
70% tutor belum memanfaatkan
teknologi, lebih fokus pada pemberian motivasi kepada peserta didik untuk terus
berpartisipasi dalam pembelajaran
proses karena 45,5% dari mereka merasa bahwa yang utama
kendalanya adalah untuk menjaga motivasi peserta didik dan tidak memiliki
hubungannya dengan teknologi

Pemahaman tutor Pendidikan Nonformal tentang informasi dan teknologi dilihat dari
ketersediaan struktur dan kemampuannya dalam memanfaatkan
teknologi. Sehubungan dengan ini, Gambar 3 menunjukkan bahwa
80,1% institusi menyediakan IT dalam bentuk laptop,
dengan 45,9% dari mereka memiliki laptop yang layak, dan 58,9% dari
lembaga menyediakan komputer untuk peserta didik mereka. Lebih lanjut, grafik
menjelaskan bahwa 47,3% institusi
mengalokasikan Rp 100-300/bulan untuk proses pembelajaran online. 91,8% kemampuan
tutor masih di tingkat dasar
memanfaatkan IT, termasuk dalam mengoperasikan komputer/laptop seperti program
Microsoft Office. Oleh karena itu, hanya 82,2% dari informasi dan teknologi baru
Sebagai media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan mengakibatkan belum optimalnya
pemanfaatan teknologi. Selanjutnya, grafik juga
menunjukkan bahwa hanya 30,1% tutor yang berpartisipasi dalam
pelatihan terkait pemanfaatan teknologi,
mengikuti 1-5 pelatihan. 52,1% tutor berpartisipasi dalam
pelatihan operasi dasar komputer. Tiga faktor
mempengaruhi pemahaman tutor Pendidikan Nonformal Indonesia tentang IT, dilihat
sejauh ini dari
data, termasuk partisipasi dalam pelatihan, ketersediaan struktur dan infrastruktur TI, dan
pembiasaan hasil belajar. Sejalan dengan itu,
ada beberapa kunci yang mempengaruhi efektif online
pembelajaran, yaitu: kondisi dimana pembelajaran online
digunakan, aplikasi dari pembelajaran online itu sendiri, dan
individu yang menggunakan aplikasi (Murad et al.,
2019). Untuk berhasil melakukan pembelajaran online,
pelaksana perlu memperhatikan pengaruhnya
faktor, dan dengan demikian, perhatian khusus diperlukan dalam
persiapan. Penggunaan Informasi Komputer dan
Media berbasis teknologi dalam proses pembelajaran di
CLC pada umumnya belum dimanfaatkan secara optimal, karena
struktur peralatan komputer yang terbatas dan dengan demikian
penggunaan media oleh tutor masih bisa dipertimbangkan
lemah (Sutisna, 2016).

Kondisi lembaga pendidikan nonformal pada masa pandemi menjadi salah satu gambaran
kesiapan institusi dalam memanfaatkan teknologi dalam proses pengelolaan dan
pembelajarannya.
Dampak pembelajaran online dalam situasi pandemi yang sedang berlangsung
menunjukkan bahwa pembelajaran online dapat terbaca,
murah (Agarwal & Kaushik, 2020) yang seharusnya
bagian dari proses pembelajaran di Pendidikan Nonformal
Institusi. Peserta didik sudah memiliki fasilitas dasar
diperlukan untuk berpartisipasi dalam pembelajaran online, online
pembelajaran memiliki keluwesan dalam pelaksanaannya, mampu
untuk mendorong belajar mandiri, dan memotivasi
peserta didik agar lebih aktif dalam belajar (Sadikin &
Hamidah, 2020). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk
menerapkan model tersebut dengan mudah oleh Lembaga Pendidikan Nonformal.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa blended learning
model telah terbukti efektif untuk meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik dalam CLC, dicampur
pembelajaran sebagai kombinasi dari tradisional dan online
kelas memiliki poin kuat dan tidak mengabaikan
makna kontak tatap muka (Sutisna, 2016).
Pendekatan blended learning memberikan dampak positif pada
proses belajar mengajar. Metode ini lebih baik
diterapkan sebagai pelengkap pembelajaran konvensional
(Sanjaya, 2013). Penerapan pembelajaran campuran
dalam proses pembelajaran bervariasi, selaras dengan bidang pembelajaran, karakteristik
peserta didik, dan hasil belajar;
itu harus desain pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, harus
mampu beradaptasi dengan teknologi yang digunakan, dengan perkembangan zaman,
dengan pembelajaran, dan dengan efektivitas dalam peningkatan keterampilan peserta
didik (Dewi
dkk., 2018). Bagian dari pembelajaran online memberi lebih banyak waktu
bagi peserta didik untuk berpikir secara menyeluruh tentang tanggapan mereka sehingga
bahwa mereka dapat lebih mengekspresikan pikiran mereka. aspek ini
memfasilitasi kebutuhan pembelajar introvert dan mereka yang
tidak nyaman untuk mengekspresikan pandangan mereka di depan orang lain
orang-orang.

Peserta didik merasa lebih bahwa mereka memiliki kualifikasi


waktu untuk memikirkan iklan menanggapi diskusi asinkron lebih efektif (Firdaus et al.,
2020). Banyak
ilmuwan dan praktisi percaya bahwa dengan menggabungkan
konvensional dan e-learning, proses pembelajaran akan menjadi
lebih menarik, mudah diakses, dan efektif untuk orang dewasa
peserta didik (Zainuddin & Keumala, 2018). Karena itu,
kombinasi pembelajaran online iklan offline adalah adil
kolaborasi jika dilaksanakan dengan baik dan dikelola secara profesional. Selain itu,
setelah melamar
blended learning, peserta didik mampu mengembangkan sikap kritis
berpikir sehingga mereka dapat memberikan penjelasan sederhana,
membangun keterampilan dasar, memberikan penjelasan lebih lanjut, memutuskan
tindakan untuk memecahkan masalah, dan dapat menarik kesimpulan dengan benar
(Lukitasari et al., 2019). Tiga utama
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas e-learning dan
blended learning mencakup karakteristik instruktur/
tutor, teknologi, dan karakteristik peserta didik.
Faktor-faktor ini menunjukkan perlunya menguji karakteristik
peserta didik dalam penggunaan teknologi pembelajaran yang efektif
dan menunjukkan bahwa karakteristik pengguna memberikan dampak pada
niat perilaku untuk menggunakan teknologi (Kintu et al., 2017). Sejalan dengan itu,
dimensi campuran pembelajaran terdiri dari beberapa aspek, sebagai berikut:
ruang (tatap muka, online, otonomi) dan waktu (sinkron) untuk guru dan siswa dan interaksi
konten, pedagogi (konvensional, sebaliknya) dan lokus kontrol (guru, siswa, kelompok), Media
untuk mencapai pengetahuan (media ekspositori, aktif, interaktif), pengalaman belajar (formal,
nonformal, informal), lingkungan belajar (pribadi/jaringan, di tempat kerja/di rumah, kelas
virtual/kelas fisik (Galvis, 2018). Oleh karena itu, kelas blended learning perlu persiapan dalam
pelaksanaannya. Meskipun persiapan utamanya, dalam kaitannya dengan pengembangan staf
pengajar,
ada juga faktor lain yang perlu dianalisis sehingga
keputusan yang adil dapat ditarik kembali. Faktor-faktor itu,
diantaranya adalah; (a) komunitas yang semakin besar
antar Lembaga Pendidikan Nonformal, (b) mempersiapkan pengajaran online yang lebih
efektif, (c) mengakui dan menghargai staf pengajar online, dan (d)
memberikan dukungan kelembagaan secara aktif dan pengakuan melalui anggaran yang
bermanfaat, pelatihan, dukungan untuk penelitian disiplin, dan publikasi untuk
lingkungan online (Lim & Ripley, 2007). Meskipun
ini, peran tutor juga penting. Guru harus
mengelola kombinasi dengan hati-hati antara kegiatan
dan proyek-proyek yang akan menumbuhkan motivasi, sementara di
sekaligus memberikan akses bagi peserta didik mengenai informasi dan pengetahuan
yang pada awalnya memotivasi mereka untuk berpartisipasi dalam program (Fisher et al.,
2013). Tutor harus menjelaskan harapan, awal, dan
memandu diskusi online dan menjelaskan evaluasi
kriteria sejak dimulainya pembelajaran
(Youngblood et al., 2001). Di bawah ini adalah model
blended learning yang dapat dijadikan acuan untuk
diterapkan di lembaga nonformal yang menerapkan model tersebut.

Prosedur yang dilakukan untuk menerapkan blended learning


model dibagi menjadi tiga tahap, meliputi: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi
(Sutisna, 2016). Gambar di atas mengilustrasikan langkah-langkah
aplikasi blended learning di Pendidikan Nonformal
satuan. Langkahnya dimulai dengan pertama, melakukan kebutuhan
analisis program blended learning, di Indonesia
Program Pendidikan Nonformal, yang layanan programnya terstruktur secara
kelembagaan seperti PKB dan
Lembaga Pelatihan. Dalam hal ini, penyelenggara perlu
terlebih dahulu mengatur kebutuhan dan potensi yang dimiliki lembaga. Potensi, dalam
hal ini, mengacu pada apakah
institusi telah membutuhkan sumber daya untuk mengimplementasikan
pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan blended learning sebagai satu kesatuan
pendekatan belajar. Sumber daya dalam konteks ini mengacu
sumber daya manusia yaitu penyelenggara dan tutor
yang memahami perkembangan materi dengan
menggunakan blended learning, untuk selanjutnya tutor harus
mampu memfasilitasi pembelajaran online karena peserta didik
karakteristik dibatasi oleh ruang dan waktu (Arriany
& Laksono, 2020). Sumber daya kedua adalah struktur dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan blended learning,
seperti komputer yang memadai, jaringan koneksi internet, dan kelengkapan media
pembelajaran lainnya
yang dapat digunakan oleh tutor dalam mendesain pembelajaran
bahan yang digunakan dalam cara blended learning. Kebutuhan, dalam hal ini
Hal ini mengacu pada kebutuhan masyarakat dalam partisipasi belajar karena tidak
mungkin mengikuti pembelajaran konvensional/tatap muka/langsung. Keadaan ini
Berkaitan dengan keterbatasan waktu dan tempat peserta, sehingga tidak memungkinkan
untuk hadir di tempat pembelajaran.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dan pemetaan terlebih dahulu
apakah masyarakat memang membutuhkan layanan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ini.

Langkah kedua adalah pengaturan pembelajaran jarak jauh kegiatan sebagai bagian dari
visi dan misi lembaga. Lembaga perlu menetapkan visi dan misinya secara tertulis untuk
menyediakan layanan pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik atau masyarakat pada
umumnya untuk berpartisipasi dalam pembelajaran jarak jauh. Penetapan visi dan misi penting
dilakukan karena keduanya akan memberikan arahan dalam pengembangan program layanan di
institusi. Penyelenggara dan tutor menciptakan pembelajaran jarak jauh sebagai bagian dari
pengembangan layanan untuk semua peserta didik, dan menjadi inovasi yang ditawarkan kepada
masyarakat secara umum. Langkah ketiga adalah pengaturan blended learning masukan dan
pemangku kepentingan. Dalam langkah ini, institusi perlu mengatur komponen yang terlibat
dalam pembelajaran jarak jauh
kegiatan sebagai syarat yang perlu diatur dan dipenuhi dalam upaya menyelenggarakan
pembelajaran jarak jauh, sebagai
tawaran kegiatan belajar di lembaga. masukan,
dalam hal ini, mengacu pada semua hal yang relevan dengan pembelajaran
meliputi peserta didik, program pembelajaran (kurikulum), proses pembelajaran,
pendidik (tutor, fasilitator,
narasumber), dan struktur dan infrastruktur pembelajaran. Pemangku kepentingan, dalam
hal ini, mendefinisikan semua
pihak yang berkontribusi langsung dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh, dengan
mengakui hasil pembelajaran
atau mereka yang membantu dalam fasilitasi jarak jauh
sedang belajar. Stakeholder dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan yang secara langsung
memberikan pembinaan
seperti inspektur, sedangkan mereka yang mengakui
hasil belajar adalah mitra lembaga seperti:
perusahaan yang nantinya akan menerima lulusan untuk menjadi
dipekerjakan.
Langkah keempat adalah menerapkan blended learning.
Kegiatan blended learning yang ditawarkan oleh institusi adalah
dilakukan dengan menggunakan berbagai macam pendekatan; pelatihan e asinkron
(tempat dan waktu
antara instruktur dan peserta berbeda) dan e-training sinkron (tempat berbeda, tetapi
waktu yang sama). Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai hal ini,
peserta didik dapat belajar saat blended learning
dilaksanakan pada tingkat program. Manfaat dari
pendekatan dapat diwujudkan hanya jika banyak peluang keterlibatan yang diberikan
oleh dua konteks
dikembangkan untuk merangsang peserta didik dengan
jenis pengalaman, untuk melatih peserta didik belajar secara individu dan kolaboratif
(Jeffrey et al., 2014). Itu
langkah kelima adalah mengevaluasi program dan melakukan perbaikan. Mirip dengan
pembelajaran konvensional, lama
pembelajaran jarak jauh juga perlu evaluasi dalam hal
pencapaian dan menggunakan data untuk terus melakukan perbaikan. Tutor melakukan
analisis terhadap peserta didik‟
karakteristik. Hal ini dilakukan dengan memetakan karakteristik peserta didik dilihat dari
aspek kemampuannya
dalam partisipasi pembelajaran online. Aspek-aspek tersebut meliputi; a) kemampuan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, b) kepemilikan aparatus/alat teknologi,
c) ketersediaan jaringan internet, dan d) kemampuan menyediakan pulsa data internet
Selain langkah tersebut, satuan pendidikan nonformal
perlu memperhatikan langkah-langkah yang dilakukan dalam program pembelajaran,
sebagai berikut: pertama, menetapkan tujuan pembelajaran
untuk mendapatkan

Materi pembelajaran dalam blended learning merupakan hal yang penting. Gambar 5
menunjukkan aliran campuran
materi pembelajaran, yang dimulai dengan melakukan kebutuhan
analisis, menetapkan hasil belajar, memutuskan
isi materi, penentuan sistem penyampaian/pengajaran, pengembangan dan pilihan
evaluasi pembelajaran. Upaya untuk menentukan konten untuk menyerah
blended learning dikenal sebagai analisis isi, ini
langkah adalah bagian dari proses penentuan material
dan penentuan sistem pengiriman. Analisis konten
dilakukan untuk memberikan materi yang tepat, efektif, dan optimal
digunakan oleh peserta didik.
Kedua, melakukan analisis isi oleh tutor Untuk menghasilkan penjelasan yang efektif
bagi peserta didik,
Analisis isi dilakukan melalui alur berikut:
a) Memastikan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai : ini
Prosesnya dilakukan dengan memetakan kompetensi dasar
yang paling signifikan/penting yang dapat
dicapai oleh peserta didik melalui proses blended learning, b) Memastikan strategi
pembelajaran yang digunakan dalam proses: hal ini dilakukan dengan memiliki strategi
synchronous atau
asynchronous selaras dengan materi dan kompetensi untuk dicapai dan dilakukan secara
optimal, c) Memastikan
Media pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik dalam program: proses ini dilakukan
dengan menentukan desain pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan, apakah ini
berdasarkan desain atau berdasarkan pemanfaatan alat.
Dalam proses ini, isi ide atau konsep yang harus
disampaikan harus mendukung amalan yang mendorong
disiplin konten dengan merumuskan lebih
definisi yang tepat (Dziuban et al., 2018). efektif
mengajar membutuhkan pengetahuan konten yang akurat dan
pemahaman konseptual ditambah dengan menarik
presentasi. Oleh karena itu, perancang instruksional harus
memiliki kerangka konseptual (Arghode et al., 2017).
Konten dalam domain yang terstruktur dengan baik (atau dekat) terdiri dari konsep yang
diputuskan secara ketat dan tidak terstruktur, ditandai dengan masalah dengan banyak solusi dan
banyak jenis alternatif, seperti sosial
ilmu, ilmu manajemen, disiplin lingkungan dan disiplin desain yang perlu reflektif
praktek (Buzzetto-More, 2007). Hal ini membutuhkan perhatian dan pertimbangan yang
baik dari para tutor.
Pengiriman informasi secara online lebih bisa dilakukan
secara real time, dengan suara dan video, diikuti oleh
banyak jenis sumber atau bingkai tersedia secara bersamaan
waktu untuk tampil. Oleh karena itu, berbagi informasi dan
mentransfer pengetahuan saat ini terjadi dalam data
lingkungan yang kaya dan beragam, mirip dengan
ruang berita atau situasi perang yang menawarkan akses praktis tanpa batas (Buchen,
2012). Oleh karena itu, dicampur
pembelajaran diterapkan dengan menggunakan banyak jenis media,
diterapkan dengan cara yang ideal untuk memecahkan masalah (Isti‟anah, 2017). Ada
tiga alasan penggunaan
media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
tutor dalam memilih media yang tepat sesuai dengan
isi dan tujuan pembelajaran (Musfiqon, 2012: 28).
Landasan tersebut meliputi: (1) Landasan Filosofis,
yaitu penggunaan media harus berdasarkan nilai kebenaran
yang telah ditemukan dan disepakati oleh banyak orang,
(2) Landasan Psikologis, yaitu pemanfaatan pembelajaran
Media tutor juga perlu memperhatikan situasi psikologis peserta didik yang berkembang
secara beragam,
dan (3) Landasan Sosiologi, yaitu dalam pemanfaatan
media, seorang guru perlu mempertimbangkan latar belakang sosial
dari peserta didik di sekolah. Jika media yang digunakan tidak
Sesuai dengan latar belakang sosial peserta didik, materi pembelajaran yang disampaikan
kepada peserta didik tidak dapat diterima secara optimal (Musfiqon, 2012). Pada kasus ini,
oleh karena itu, konten dan media harus dapat
terintegrasi dengan baik sehingga blended learning dapat berjalan dengan efektif. Ada
beberapa macam bahan ajar,
antara lain: (1) Fakta, yaitu segala sesuatu yang ada di
bentuk fakta dan kebenaran, (2) Konsep, itu saja yang ada di
bentuk-bentuk pemahaman – pemahaman baru yang
dapat muncul sebagai hasil pemikiran, (3) Prinsip, yaitu
dalam bentuk hal – hal utama, inti, dan
mempunyai kedudukan yang paling penting, (4) Prosedur merupakan langkah – langkah
yang sistematis atau berurutan dalam melakukan
kegiatan dan menjelaskan kronologi sistem, dan
(5) Sikap atau nilai merupakan hasil belajar
aspek sikap, misalnya nilai jujur, peduli, tolong menolong, semangat, dan minat belajar
dan
bekerja, dan sebagainya (Isdisusilo, 2012:150).
Gambar dan Tabel di atas menunjukkan jenis materi yang dapat disampaikan dalam
blended learning. Ini
jenis materi dapat disampaikan secara offline dan online,
diselaraskan dengan kebutuhan dan kondisi, itulah jenis-jenisnya
materi berupa proses atau keterampilan. Oleh karena itu, blended learning tidak
memerlukan pembelajaran
melalui metode online tetapi juga dikombinasikan dengan pembelajaran tatap muka
sehingga membutuhkan materi yang tepat untuk
tujuan (Dissriany & Banggur, 2018).
Ketiga, memilih jenis blended learning yang akan diterapkan. Ada beberapa macam
blended learning,
antara lain: a) Rotasi Stasiun Blended learning, peserta didik bergiliran melewati stasiun
secara permanen
jadwal, di mana salah satu stasiunnya adalah pembelajaran online. Model ini paling
banyak digunakan pada umumnya di sekolah dasar karena tutor terbiasa memiliki
Rotasi di tengah dan stasiun, b) Rotasi Lab blended learning, pembelajar memutar stasiun
secara permanen
jadwal memungkinkan mereka untuk mengatur jadwal yang fleksibel
dengan tutor untuk menggunakan lab komputer yang ada, peserta didik
menghabiskan satu bagian dari pembelajaran mereka di lab komputer
melalui kurikulum online berdasarkan kecepatan mereka sendiri
secara individual. Kemudian, mereka berpartisipasi dalam pembelajaran lainnya
di kelas dengan tutor untuk memperkuat apa yang mereka miliki
belajar di lab, mereka telah mempelajari hal-hal dasar dan
mengembangkan pemahaman mereka tentang pembelajaran online. Dia
kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran tatap muka untuk bertanya
hal-hal yang belum mereka pahami atau untuk meningkatkan
pembelajaran berikutnya, c) pembelajaran campuran jarak jauh (juga
dikenal sebagai Virtual yang Diperkaya). Dalam pembelajaran ini, fokus peserta didik
adalah menyelesaikan tugas online sambil sesekali bertemu dengan tutor/berdasarkan kebutuhan.
Ini
Pendekatannya berbeda dengan model Flipped Classroom
dalam hal keseimbangan waktu belajar online dan interaksi tatap muka. Dalam model
pembelajaran ini, peserta didik akan
tidak melihat/bekerja dengan/belajar dari guru setiap hari
tatap muka, namun, dalam manajemen 'terbalik', d)
Pembelajaran campuran yang fleksibel, pembelajaran online menjadi
tulang punggung belajar peserta didik, bahkan mengarahkan
mereka ke aktivitas offline pada waktu tertentu, jadwalnya adalah
disesuaikan secara individual di antara modalitas belajar.
Kebanyakan dari mereka belajar di dalam unit, kecuali untuk pekerjaan rumah. Tutor
memberikan tatap muka yang fleksibel dan adaptif
mendukung sesuai dengan kebutuhan melalui kegiatan-kegiatan seperti:
sebagai instruksi kelompok kecil, proyek kelompok, dan
bimbingan individu, e) Flipped Classroom blended learning. Ada kemungkinan bahwa
blended learning yang paling terkenal, Flipped Classroom‟, diperkenalkan dengan
konten di rumah, dan dipraktikkan di institusi
dengan dukungan dari tutor dan/atau pasangan, f)
Rotasi Individu Blended learning. Model ini
memungkinkan pelajar untuk bermain melalui stasiun, namun, berdasarkan
jadwal individu yang telah ditetapkan oleh
tutor atau algoritma perangkat lunak. Tidak seperti jenis lainnya
model rotasi, jenis rotasi ini membuat individu menghidupkan kegiatan yang telah diatur
dalam
daftar putar mereka, artinya mereka tidak harus memutar
ke setiap stasiun, g) Blended learning berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek online, diakses baik secara individu maupun dalam bentuk
kursus dan instruksi
tatap muka dan kolaborasi untuk merancang, mengulang, dan
mempublikasikan tugas berbasis proyek, produk, dan relevan
artefak, h) Pembelajaran terpadu yang diarahkan sendiri. peserta didik
menggunakan kombinasi pembelajaran online dan tatap muka
untuk memandu penyelidikan pribadi, untuk mencapai tujuan
pembelajaran formal, untuk terhubung dengan tutor secara fisik dan digital, dan
sebagainya. Karena pembelajarannya adalah
mandiri, peran pembelajaran online‟ dan fisik
tutor berubah, dan tidak ada kursus online formal untuk
diselesaikan. Dalam pembelajaran ini, salah satu tantangan bagi tutor adalah mereka
dapat mengevaluasi dan (masih ada pertanyaan tentang itu) keberhasilan pengalaman belajar
adalah
dicapai tanpa membatalkan otentikasi. Bagi peserta didik, tantangannya adalah mencari
model produk, proses, dan potensi yang dapat memberikan jenis percikan, mampu
mempertahankan pembelajaran sementara pada saat yang sama cukup sadar untuk
menemukan apa yang berhasil dan mengapa, sebagai
serta melakukan penyesuaian. Pembelajar akan membutuhkan dukungan untuk
membimbing diri mereka sendiri melalui otonomi dan kritik diri, h) Pembelajaran terpadu dari
dalam ke luar. Dalam pembelajaran ini, pengalaman direncanakan untuk 'selesai' atau 'berakhir'
di luar
kelas fisik, tetapi masih membutuhkan dan memperoleh keuntungan dari poin kuat dari
fisik dan
kamar digital. Baik di Luar-In dan Inside-Out
model, karakter pembelajaran online‟ kurang penting dan fokus pada platform, ruang,
orang,
dan kesempatan di luar sekolah (Komponen online dapat berupa soal mandiri
dan/atau kursus dan kurikulum eLearning formal.).
Karena pola pembelajarannya inside-out, campur aduk
Pembelajaran Berbasis Proyek adalah contoh terbaik dari model pembelajaran InsideOut.
Mirip dengan campuran Luar-dalam
belajar, ada kebutuhan peserta didik untuk dibimbing
dari para ahli, untuk mempelajari umpan balik, pengajaran konten,
dan dukungan psikologis dan moral dari interaksi tatap muka sehari-hari
keuntungan dari poin kuat fisik dan
kamar digital. Baik di Luar-In dan Inside-Out
model, karakter pembelajaran online‟ kurang penting dan fokus pada platform, ruang,
orang,
dan kesempatan di luar sekolah (Komponen online dapat berupa soal mandiri
dan/atau kursus dan kurikulum eLearning formal.).
Karena pola pembelajarannya inside-out, campur aduk
Pembelajaran Berbasis Proyek adalah contoh terbaik dari model pembelajaran InsideOut.
Mirip dengan campuran Luar-dalam
belajar, ada kebutuhan peserta didik untuk dibimbing
dari para ahli, untuk mempelajari umpan balik, pengajaran konten,
dan dukungan psikologis dan moral dari interaksi tatap muka sehari-hari, i) Blended
learning Luar-Dalam. Di dalam
pembelajaran ini, pengalaman direncanakan untuk 'dimulai' di
lingkungan digital dan fisik non-akademik yang digunakan
setiap hari, namun selesai di dalam kelas.
Skor huruf tradisional dan bentuk penilaian, atau belajar mengajar yang kurang
tradisional menggunakan ruang kelas hanya sebagai 'platform' tempat yang aman untuk berbagi,
untuk
menjadi kreatif, berkolaborasi, dan memberi dan
menerima umpan balik yang dapat menumbuhkan hasil kerja peserta didik. Sedangkan
polanya adalah Outside-In, tidak seperti campuran
pembelajaran jarak jauh, peserta didik masih membutuhkan bimbingan,
pengajaran, dan dukungan dari interaksi tatap muka
setiap hari, j) Tambahan blended learning. Di dalam
model, pelajar menyelesaikan tugas online sepenuhnya untuk menyelesaikan
pembelajaran tatap muka sehari-hari, atau sepenuhnya mengalami
pembelajaran tatap muka untuk menyelesaikan pembelajaran yang dicapai dalam
kursus dan dalam kegiatan online. Ide besarnya, di
konteks ini, adalah untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran kritis dalam satu ruang
sepenuhnya, sedangkan 'berlawanan'
ruang dapat memberi peserta didik pengalaman pelengkap khusus yang tidak dapat
diberikan atau tidak dapat diberikan oleh orang lain
peserta didik, k) Blended learning berbasis penguasaan. Peserta didik bergiliran antara
pembelajaran online dan tatap muka
(kegiatan, evaluasi, proyek, dan sebagainya.) berdasarkan
penyelesaian tujuan pembelajaran berbasis ketuntasan. Desain evaluasi sangat penting
dalam setiap penguasaan berbasis
pengalaman belajar; kemampuan untuk menggunakan tatap muka
dan alat evaluasi digital bisa kuat atau 'rumit' tergantung pada pola berpikirnya
desainer pembelajaran. Meskipun pendidik tidak
mengontrol lingkungan belajar online, itu sangat
penting untuk memahami cara penyampaian, pelajar‟
karakteristik, dan aspek lingkungan yang berbeda untuk
berinteraksi dan mempengaruhi pembelajaran agar pembelajaran berjalan
efektif (Batu, 2018).

Keempat, tutor mempersiapkan kelengkapan bahan ajar yang akan digunakan sebagai
campuran
bahan ajar (memilih media dan materi). Setelah
melakukan pemetaan jenis materi dan menentukan jenis blended learning yang akan
digunakan, langkah selanjutnya
adalah mempersiapkan kelengkapan materi pembelajaran
yang akan disampaikan kepada peserta didik. Persiapan bahan dapat diambil dari banyak
sumber belajar yang dapat diandalkan. Kelima, mengembangkan pembelajaran
materi dengan menggunakan media pembelajaran yang dikuasai (use in
lingkungan maya). Koleksi belajar
bahan yang sudah dikerjakan nanti disiapkan
dituangkan dalam bentuk media pembelajaran yang akan
digunakan dan telah dikuasai. Perubahan bentuk
materi pembelajaran ke dalam media dilakukan agar
materi dapat disampaikan secara virtual dan begitulah
penampilan menjadi lebih menarik. Fungsi media pembelajaran secara rinci antara lain:
(1) Media sebagai
Sumber Belajar, yaitu melalui media peserta didik
menerima pesan dan informasi untuk membentuk yang baru
pengetahuan dalam diri peserta didik itu sendiri, (2) Semantik
Fungsi, yaitu kemampuan media dalam menambahkan
kosakata (simbol verbal) yang artinya dapat
benar-benar dipahami oleh peserta didik, (3) Fungsi Manipulatif, yaitu kemampuan
media dalam menampilkan kembali sesuatu
objek atau peristiwa menggunakan banyak cara, sesuai dengan
kondisi, situasi, tujuan, dan sasaran, (4) Fiksatif
Fungsi, yaitu fungsi yang berhubungan dengan kemampuan
satu media untuk menangkap, menyimpan, menampilkan kembali satu objek atau
peristiwa yang sudah lama terjadi, (5) Fungsi Distributif, yaitu dalam sekali penggunaan
suatu bahan, benda, atau
acara, dapat diikuti oleh peserta didik dalam jumlah besar
(tidak terbatas) dan dalam ruang lingkup yang luas guna meningkatkan efisiensi waktu
dan biaya, (6) Fungsi Psikologis, yaitu media dapat membangkitkan perasaan,
emosi, dan tingkat penerimaan atau penolakan peserta didik terhadap sesuatu, sehingga
menimbulkan sikap dan minat peserta didik terhadap materi pembelajaran,
dan (7) Fungsi Sosial Budaya, yaitu kemampuan
media untuk mengatasi hambatan sosial budaya di kalangan
peserta komunikasi pembelajaran (Asyar, 2012).
Keenam, menerapkan blended learning. Proses ini dilakukan dengan melaksanakan
proses pembelajaran
dengan peserta didik, menyampaikan materi, dan melaksanakan proses sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan kompetensi yang dimiliki
telah dirancang sebelumnya. Ketujuh, melakukan evaluasi blended learning. Proses ini
dilakukan dengan memastikan seluruh proses pembelajaran yang telah
direncanakan dan dilaksanakan selaras dengan pembelajaran
tujuan dan dengan mencari kondisi pencapaian
kompetensi belajar melalui blended learning. Berdasarkan desain model blended learning
ini, maka
jelas bahwa implementasi model di satuan pendidikan nonformal membutuhkan desain
yang matang
dan persiapan dalam hal hal-hal yang termasuk dalam
unsur-unsur yang telah menjadi bagian dari komponen
pelaksanaan pembelajaran campuran. Keefektifan
implementasi blended learning dipengaruhi oleh
beberapa faktor utama, sebagai berikut: (1) ada yang tepat
sarana dan prasarana, (2) tutor masih membutuhkan
peningkatan yang berkaitan dengan komputer dan informasi dan teknologi dengan
membaca dan melatih keduanya
pelatihan mandiri dan formal, dan (3) peserta didik membutuhkan akses ke komputer dan
internet, dan mereka membutuhkan
untuk dapat memanfaatkan pembelajaran online (Dissriany
& Banggur, 2018). Analisis sastra kontemporer
menunjukkan kemungkinan untuk menggambarkan proses dan prosedur untuk
mengembangkan komunitas pembelajaran online sebagai model, yang berisi rangkaian peristiwa
yang terdiri dari faktor-faktor:
pertanda, proses, dan produk. Faktor pertanda
menguraikan kondisi untuk pengembangan masyarakat, sedangkan faktor masyarakat
menjelaskan secara rinci strategi
digunakan oleh instruktur untuk mengembangkan perasaan komunitas, faktor produk, di
sisi lain, partikularisasi
perasaan pengalaman komunitas, antara lain
hasil (Brook & Oliver, 2003). Kasus ini selaras
dengan beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pendidikan nonformal
institusi dalam pelaksanaan blended learning
secara profesional tanpa meninggalkan faktor-faktor tersebut.
Pembelajaran online akan terus menjadi lebih penting untuk
pelajar dewasa. Tantangan bagi pendidik adalah bagaimana caranya
menyediakan lingkungan “sosial” yang positif dengan menggunakan media elektronik.
Teknologi akan terus berubah seiring dengan
perkembangan teknologi baru. Instruktur membutuhkan
untuk beradaptasi, berubah, dan terus belajar tentang bagaimana
lingkungan "elektronik" ini digunakan untuk menumbuhkan sosial
situasi, dan mereka perlu mengenali peran mereka sebagai
agen perubahan (Cercone, 2008).

KESIMPULAN

Identifikasi lembaga pendidikan nonformal


syarat pelaksanaan pembelajaran online
dapat terlihat dengan jelas selama pandemi COVID 19,
kurangnya kesiapan kelembagaan dalam menghadapi
perubahan pola belajar dari offline ke online
membutuhkan persiapan yang lebih terorganisir. Oleh karena itu,
persiapan struktur dan infrastruktur, manusia
sumber daya, dan komponen pendukung lainnya diperlukan untuk lebih siap dalam
melakukan proses transisi ini. Salah satu upaya yang harus dilakukan untuk mempermudah
proses
adalah melalui model blended learning yang terstruktur dan sistematis.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa blended learning telah
mampu memberikan pembelajaran yang efektif dan efisien dalam
konteks lembaga pendidikan nonformal. Kemungkinan untuk mengembangkan model
pembelajaran campuran multi-level
yang telah dirancang dapat diimplementasikan di lembaga pendidikan nonformal, dengan
memperhatikan
beberapa pertimbangan untuk merancang dan mempersiapkan dengan baik oleh
masing-masing institusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan, antara lain
struktur-prasarana, kemampuan
sumber daya manusia, dan komitmen institusi perlu dipersiapkan dengan baik agar
pelaksanaan blended learning dapat dilakukan secara optimal.

Anda mungkin juga menyukai