Anda di halaman 1dari 7

Book Chapter of the 6th 

AECon 2020
Vol. 0, No. 0, 2020, halaman 00-00 (by editor)

Manajemen Pembelajaran Dimasa Pandemi COVID-19

Hastomo Aji Pangeling1*, Wiwik Wijayanti2

Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia


Jl. Colombo Yogyakarta No.1, Karang Malang, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55281
E-mail: hastomoajip@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi manajemen pembelajaran di sekolah pada masa pandemi
COVID-19. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri di Yogyakarta. Objek dalam penelitian ini adalah guru
dan kepala sekolah yang berfungsi sebagai manajemen pelaksana kegiatan sekolah pada masa pandemi COVID-
19. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu: 1)
Pelaksanaan manajemen pembelajaran sekolah pada masa pandemi COVID-19belum maksimal dikarenakan
keterbatasan dalam komunikasi dan pengawasan secara langsung oleh kepala sekolah terkait dengan proses
pembelajaran antara guru dan siswa, 2) kegiatan pembelajaran di sekolah mengalami hambatan yang disebabkan
oleh keterbatasan sarana dan prasarana yang digunakan siswa dalam mengikuti pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang disampaikan, dan 3) kepala sekolah kesulitan dalam mengidentifikasi kendala atau permasalahan
yang ditemukan oleh guru terkait dengan ketersediaan jaringan dan kurangnya disiplin murid yang disebabkan
oleh protokol pembelajaran daring yang tidak jelas.

Kata Kunci: : manajemen pembelajaran, pembelajaran daring

PENDAHULUAN
Penyakit mematikan dan menular virus corona yang juga dikenal sebagai COVID-19
sangat mempengaruhi ekonomi global. Tragedi ini juga mengguncang sektor pendidikan, dan
ketakutan ini kemungkinan besar bergema diseluruh sektor pendidikan secara global. Wabah
COVID-19 memaksa banyak sekolah dan perguruan tinggi untuk tetap tutup sementara.
Sekitar 264 juta anak dan remaja tidak bersekolah (UNESCO,2017) dan pandemi ini
membuat situasi pedidikan semakin parah. Berbagai sekolah, perguruan tinggi, dan
universitas telah menghentikan pengajaran tatap muka. Ketika pandemi COVID-19 menyebar,
pengajaran bertransformasi menjadi berbasis online/daring. Oleh karena itu perlu untuk
merancang kembali sistem pendidikan dalam berbagai kebutuhan yang sesuai dengan situasi
saat ini yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pendidikan informal dan non formal juga
sangat merasakan dampak dari pandemi ini. Namun, terdapat asumsi yang kuat bahwa tidak
ada pendekatan pedagogis yang dapat menggantikan pendidikan formal karena interaksi
langsung antara guru dengan guru, dan guru dengan siswa. Namun, setelah krisis COVID-19,
pembelajaran daring menjadi pergeseran dari metode tradisional ke pendekatan pembelajaran
modern secara virtual.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat dan telah
merambah berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan di berbagai
negara termasuk Indonesia. Bahkan adanya teknologi informasi dan komunikasi atau
Information and Communication Technologies (ICT) yang sangat besar terhadap sistem
pendidian secara global karena teknologi yang berkembang menyediakan kesempatan yang
sangat besar untuk mengembangkan manajemen pendidikan dan proses pembelajaran di

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


Universitas Muhammadiyah Purwokerto
1
HASTOMO AJI PANGELING, WIWIK WIJAYANTI
Manajemen Pembelajaran Dimasa Pandemi COVID-19
sekolah (Wiliam, 2015). Beberapa argumen dikaitkan dengan e-learning. Aksesibilitas,
keterjangkauan, fleksibilitas, dan pembelajaran pedagogi adalah beberapa diantaranya
argumen yang terkait dengan pembelajaran daring. Dikatakan bahwa mode pembelajaran
daring mudah diakses dan bahkan dapat menjangkau daerah luas. Itu dianggap menjadi model
pembelajaran yang relatif lebih murah baik dari biaya transportasi, akomodasi, dan
keseluruhan biaya pembelajaran berbasis institusi. Fleksibilitas adalah aspek menarik lainnya
dari pembelajaran daring. Siswa dapat belajar kapanpun dan dimanapun, dengan demikian
mengembangkan keterampilan baru dalam proses yang mengarah pada pembelajaran seumur
hidup. Pemerintah juga menyadari semakin pentingnya pembelajaran online di dunia yang
dinamis ini.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat dan telah
merambah berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan di berbagai
negara termasuk Indonesia. Bahkan adanya teknologi informasi dan komunikasi atau
Information and Communication Technologies (ICT) yang sangat besar terhadap sistem
pendidikan secara global karena teknologi yang berkembang menyediakan kesempatan yang
sangat besar untuk mengembangkan manajemen pedndidikan dan proses pembelajaran di
sekolah. (Wiliam, 2015).
Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada perbedaan yang
signifikan diharapkan mengenai efektivitas pembelajaran online yang dirancang dengan baik
dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka yang dirancang dengan baik (Clark, 1983;
Russell, 1999). Meskipun demikian, perbedaan signifikan masih ada dalam cara siswa
memandang pengalaman pembelajaran daring selama belajar. Sejauh persepsi siswa ini
negatif mengenai pengalaman belajar online masa lalu, sekarang, atau masa depan mereka,
persepsi siswa dapat berkontribusi pada hasil seperti tingkat putus sekolah yang lebih tinggi
(Carr, 2000), rendah motivasi siswa untuk belajar (Maltby & Whittle, 2000), dan menurunkan
kepuasan siswa dengan pembelajaran daring (Kenny, 2003). Namun, hasil ini tidak benar
untuk semua siswa, dalam semua situasi, dan sepanjang waktu. Pada kenyataannya,
pembelajaran daring pada masa pandemi ini menuai beberapa kendala dalam pelaksanaan
pendidikan, diantaranya: rendahnya kemampuan dan pengetahuan guru dalam pengoperasian
IT atau aplikasi untuk kegiatan pembelajaran, tidak maksimalnya dalam penyampaian materi,
kurangnya komunikasi dan sosialisasi dengan siswa secara langsung, kualitas jaringan tidak
menjangkau seluruh tempat tinggal peserta didik secara maksimal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif. Menurut Sugiyono
(2013), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang didasarkan pada filosofi post-
positivisme yang digunakan untuk mengkaji kondisi benda-benda alam, analisis data kualitatif
dan menekankan hasil penelitian pada generalisasi. Yin (2009) menjelaskan bahwa
pendekatan studi kasus lebih mengarah pada penelitian dengan pertanyaan tentang apa, siapa,
dimana, bagaimana dan mengapa.
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Alasan
menggunakan metode ini adalah karena penelitian ini berkaitan langsung dengan objek yang
akan diteliti yaitu manusia (sosial). Anselm (1998), dipengaruhi oleh pendapat Park, Thomas,
Dewey, Meade, Hughes, dan Blummer dalam Basics of Qualitative Research, menyatakan
bahwa peneliti yang berhubungan langsung dengan manusia (secara sosial) harus
menggunakan pendekatan kualitatif, Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan observasi,
dokumentasi, dan wawancara. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
mengacu pada pendapat Anselm (1998) adalah: (a) peneliti turun ke lapangan untuk
mengetahui apa yang terjadi, (b) relevansi teori berbasis data untuk pengembangan disiplin

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


2 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Book Chapter of the 6th AECon 2020
Vol. 0, No. 0, 2020, halaman 00-00 (by editor)

dan tindakan sosial, (c) kompleksitas fenomena dan tindakan manusia, (d) keyakinan bahwa
manusia adalah aktor yang berperan aktif dalam merespon situasi problematis, (e) kesadaran
bahwa manusia bertindak berdasarkan makna, (f) pemahaman bahwa makna didefinisikan dan
didefinisikan ulang melalui interaksi, (g) kepekaan terhadap alam akan mengungkapkan suatu
peristiwa, (h) kesadaran akan hubungan antara kondisi (struktur), tindakan (proses) dan
konsekuensi. Objek dalam penelitian ini yaitu guru dan siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembelajaran dan kelas online semakin menjadi bagian dari sistem pendidikan di
seluruh dunia. Saluran online telah membuat pendidikan menjadi nyaman dan mudah diakses
oleh semua kalangan. Sektor pendidikan di Indonesia telah menjadi entitas yang terus
berkembang. Ketika berbicara tentang sistem pendidikan di Indonesia, pendekatan kelas tatap
muka selalu menjadi yang paling menonjol. Keakraban dan kemudahan menggunakan metode
offline dan kurangnya sarana dan prasarana untuk pembelajaran daring telah menjadi
hambatan utama untuk mengadopsi pembelajaran berbasis daring. Namun, pada saat situasi
pandemi COVID-19 saat ini pembelajaran via daring telah ditingkat di berbagai lembaga
pendidikan termasuk sekolah. Mereka harus menemukan alternatif baru untuk melaksanakan
pembelajaran, dan kelas virtual/pembelajaran daring adalah jalan ke depan yang paling
mungkin dilakukan (Arora & Srinivasan, 2020). Kita akan melewati COVID-19 dengan
menerapkan komunikasi, kolaborasi, kerja sama, dan koordinasi yang baik (Contreras, 2020).
Menurut Arizona Department of Education (2020) pada sub bagian “Continuity of
Education Instruction” telah ditegaskan bahwa penting untuk mempertahankan pembelajaran,
dan untuk melibatkan siswa dalam kegiatan konstruktif saat mereka tidak di sekolah.
Melibatkan peserta didik pada tingkat apapun akan memberi mereka rasa normal selama
krisis, serta memberikan jalan keluar yang konstruktif terkait interaksi pembelajaran.
Mempertahankan kegiatan rutin atau normal selama keadaan darurat merupakan langkah
penanganan positif yang membantu mempercepat pemulihan setelah krisis. Kelangsungan
pendidikan selama pandemi akan tergantung pada berbagai faktor, seperti tingkat persiapan
sekolah, kesiapan orang tua/keluarga, serta kesiapan guru.
Berbagai lembaga pendidikan khususnya sekolah di seluruh Indonesia serta di seluruh
dunia mengalami pergeseran strategi pembelajaran ke pendidikan online atau daring dan
untuk sementara waktu menangguhkan pembelajaran di kelas. Pembelajaran daring di
Indonesia ada di tahap awal perkembangan. Di Indonesia, transisi ini telah menimbulkan
dampak baik positif maupun negatif untuk sebagian besar guru dan siswa di sekolah dan
masih beradaptasi pada situasi pembelajaran saat ini. Sementara teknologi membuat segala
sesuatu dapat diakses dan lebih mudah, itu bisa juga membatasi, terutama di Indonesia, di
mana banyak siswa dan guru menghadapi tantangan dalam hal akses ke internet, rendahnya
kemampuan dan pengetahuan guru dalam pengoperasian IT atau aplikasi untuk kegiatan
pembelajaran, tidak maksimalnya dalam penyampaian materi, dan kurangnya komunikasi dan
sosialisasi dengan siswa secara langsung. Sehubungan dengan itu, menurut Moorhouse
(2020), pelatihan harus diberikan kepada tutor kursus daring, sehingga mereka siap untuk
memberikan kursus secara daring jika terjadi pandemi atau keadaan darurat kesehatan. Hal ini
pada gilirannya jika tidak dilaksanakan akan menyebabkan masalah pada saat pembelajaran
daring, sehingga membuat adaptasi ke pembelajaran berbasis daring menjadi tantangan
tersendiri.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang pengalaman dan
persepsi guru dan siswa tentang mode pengajaran daring yang baru-baru ini diperkenalkan.

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


Universitas Muhammadiyah Purwokerto
3
HASTOMO AJI PANGELING, WIWIK WIJAYANTI
Manajemen Pembelajaran Dimasa Pandemi COVID-19
Hasil wawancara tersebut terbagi menjadi dua bagian yaitu, persepsi guru dan persepsi siswa
tentang kelas online. Hasil untuk keduanya dibahas secara terpisah.

Persepsi guru terhadap pembelajaran daring

Survei guru memiliki tiga dimensi yang akan di nilai: model pembelajaran daring,
faktor pribadi dan faktor siswa selama pembelajaran daring. Hasil wawancara menunjukkan
bahwa 22 guru dari 30 guru yang menjadi informan lebih menyukai metode pembelajaran di
kelas daripada metode pembelajaran daring dan sebanyak 8 guru memilih pembelajaran
daring. Beberapa guru merasa bahwa meskipun pembelajaran daring nyaman, dapat lihat dari
kenyamanan rumah mereka dan menghemat waktu perjalanan, tampaknya tidak efektif jika
dibandingkan metode kelas. Putusnya hubungan guru-siswa, kurangnya interaksi,
ketidakmampuan untuk melibatkan kelompok, masalah teknis ditemukan menjadi masalah
utama. Sebanyak 22 guru merasakan bahwa pembelajaran daring kurang cocok sebagai media
penyampaian materi kepada siswa. Namun, para guru setuju dengan fakta tersebut bahwa
peluang baru untuk menyelenggarakan pembelajaran daring ini telah membantu mereka
mengeksplorasi dan menggunakan metode pengajaran yang inovatif. Kurangnya kepuasan
kerja saat melaksanakan metode pembelajaran daring juga dilaporkan.
Beberapa guru merasa kurangnya keterampilan IT menghalangi penggunaan platform
atau aplikasi pengajaran daring secara efektif. Kurangnya minat dan keterlibatan siswa juga di
alami sebagian besar guru. Mereka melaporkan bahwa selama pembelajaran daring, masalah
utama yang mereka hadapi adalah siswa menghasilkan banyak alasan tidak bisa menghadiri
kelas, misalnya, masalah jaringan, diskonektivitas, buruk kualitas audio dan video, dan guru
mengalami kesulitan dalam memantau apakah siswa tersebut jujur atau tidak jika mengalami
kesulitan-kesulitan untuk mengikuti pembelajaran daring. Dengan kelas dan tugas
menggunakan saluran online, aplikasi teknologi pendidikan semakin populer di tengah
pandemi. Wawancara tersebut juga mengeksplorasi platform online apa yang disukai oleh
para guru untuk melaksanakan pembelajaran dan penugasan secara daring.
Ketika ditanya tentang masalah yang umumnya dihadapi guru saat melaksanakan
pembelajaran daring adalah sebagian besar guru mengalami masalah teknis seperti
konektivitas yang buruk, pemadaman listrik, kualitas audio dan video yang buruk sebagai
masalah utama. Kurangnya keterlibatan siswa pada saat pembelajaran daring juga menjadi
masalah. Mereka melaporkan bahwa siswa selama kelas online membuat banyak alasan dan
menunjukkan kurangnya keseriusan. Hal tersebut membuat menurunnya motivasi guru dalam
pembelajaran. Siswa sulit mengikuti pembelajaran dikarenakan berbagai alasan seperti
beberapa siswa berada di rumah mereka dimana masalah konektivitas kurang memadai,
diikuti oleh kurangnya motivasi dari sisi siswa untuk menghadiri kelas adalah masalah lain
yang dihadapi. Beberapa aspek negatif lain dari pembelajaran daring yang dirasakan oleh guru
adalah pembelajaran daring lebih memakan waktu karena membutuhkan persiapan bahan
mengajar seperti ppt, beberapa kasus melaporkan bahwa pembelajaran daring kurangnya
sosialisasi dan minimnya pendekatan kepada siswa. Sementara itu, implementasi
pembelajaran daring harus dirancang penilaian yang membantu guru untuk fokus. Sudut
pandang ini menyarankan cara-cara yang fleksibel untuk menutupi kekurangan sistem
pembelajaran sampai pandemi berakhir (Daniel, 2020).
Kesulitan dalam menilai kejelasan konsep oleh siswa dan untuk mengetahui sejauh
mana siswa memahami apa yang diajarkan adalah masalah lain yang dialami. Keterbatasan
memantau dan mengontrol perilaku siswa, kurangnya kepuasan kerja, batasan waktu dalam
menggunakan aplikasi online, keterlambatan memulai pembelajaran karena siswa

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


4 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Book Chapter of the 6th AECon 2020
Vol. 0, No. 0, 2020, halaman 00-00 (by editor)

membutuhkan penyesuaian dan waktu untuk bergabung, keterbatasan untuk menilai apakah
siswa hadir atau baru saja masuk adalah berbagai kasus yang dihadapi.
Sedangkan kasus guru yang melaporkan apa yang menurut mereka positif dalam
pemanfaatan pembelajaran daring merasa bahwa pembelajaran daring lebih fleksibel dan
nyaman, kemudahan akses, dapat menyesuaikan waktu pembelajaran. Sebanyak 8 guru
menganggap bahwa pengajaran online telah membantu mereka meningkatkan kemampuan
keterampilan mereka sebagai guru, menjadi lebih terampil, dan memberikan pengajaran yang
inovatif. Aspek positif lain adalah mereka mengangap bahwa pembelajaran daring tampak
lebih terstruktur, menggunakan berbagai media inovatif seperti berbagi layer/ppt,
mempromosikan penggunaan lebih banyak grafik, bagan, dan video, dapat menyimpan materi
pembelajaran untuk referensi di masa mendatang, dan untuk siswa yang ketinggalan kelas
mendapatkan rekaman dari proses pemebelajaran yang sudah dilakukan sehingga membuat
pengajaran lebih sistematis.

Persepsi siswa terhadap pembelajaran daring

Survei siswa menilai dua dimensi: metode pembelajaran online dan faktor pribadi.
Hasil survei menunjukkan bahwa 20 dari 28 siswa responden memberikan jawaban bahwa
mereka lebih menyukai metode pengajaran di kelas daripada pengajaran online mode.
sedangkan 8 siswa lainnya memilih pembelajaran daring. Dari hasil wawancara yang sudah di
lakukan dapat dilihat bahwa pada pembelajaran daring, siswa menganggap pembelajaran
daring kurang berkualitas. Hal-hal seperti masalah teknis, kurangnya memahami materi yang
disampaikan, kurangnya minat dan motivasi untuk mengikuti kelas adalah beberapa faktor
utama yang mengurangi efektivitas kelas online. Meskipun generasi saat ini sudah menguasai
teknologi dengan baik, hasil wawancara menunjukkan mayoritas siswa merasa kurang dalam
menguasai keterampilan IT.
Saat ditanya tentang masalah yang umumnya mereka hadapi selama pembelajaran
daring, mayoritas dari mereka mengalami kendala teknis seperti konektivitas jaringan yang
buruk, pemadaman listrik, kualitas audio dan video yang buruk, masalah dengan aplikasi,
terputus pada saat pembelajaran sebagai masalah utama dan beberapa siswa merasa sulit
untuk berkonsentrasi selama pembelajaran daring berlangsung, berbagai gangguan di rumah
sehingga mempersulit siswa untuk fokus selama pembelajaran. Mereka juga menganggap
bahwa pembelajaran daring di rumah membebani mereka. Beberapa siswa bahkan merasa
bahwa lingkungan rumah kurang mendukung, pembelajaran daring terutama dalam hal mata
pelajaran praktis susah di pahami, dan kurangnya kejelasan konsep Menurut mereka terlalu
banyak mata pelajaran yang dijadwalkan pada hari yang sama sehingga menyulitkan mereka
karena mendapatkan informasi terlalu banyak dan lelah. Kurang interaktifnya pembelajaran
daring dan tidak ada komunikasi antara siswa dengan guru membuat siswa lebih sulit dalam
berpartisipasi. Sehingga, pembelajaran daring yang mereka rasakan kurang komunikatif,
suasana belajar yang kurang bersahabat dan interaksi sosial yang terbatas.
Sedangkan aspek positif dari pembelajaran daring, mayoritas siswa menganggap dapat
menghemat waktu, pembelajaran daring dapat direkam dan bisa ditonton lagi sampai
memahami materi yang dijelaskan. Kelas dapat diikuti dimana saja, kapan saja dengan
demikian, memberikan fleksibilitas dan lebih sedikit mendapat gangguan dari teman sekelas.

KESIMPULAN
Hasil wawancara terhadap guru dan siswa menunjukkan bahwa pembelajaran tatap
muka dianggap lebih baik daripada pembelajaran online dalam hal kehadiran siswa, interaksi,

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


Universitas Muhammadiyah Purwokerto
5
HASTOMO AJI PANGELING, WIWIK WIJAYANTI
Manajemen Pembelajaran Dimasa Pandemi COVID-19
kepuasan dan kualitas secara keseluruhan. Meskipun pembelajaran daring lebih nyaman
dalam hal menghemat waktu transportasi, namun baik guru maupun siswa menganggap
kurang efektif dan terstruktur jika dibandingkan dengan mode pembelajaran di kelas.
Temuan lain dari penelitian ini bahwa sejalan dengan penelitian sebelumnya
(O'Malley & McGraw, 1999), adalah bahwa ketika pertama kali siswa melaksanakan
pembelajaran daring mereka merasa bahwa tidak dapat belajar sebanyak pembelajaran model
tatap muka di kelas. Ketidakpuasan ini selanjutnya mempengaruhi proses pembelajaran.
Zhang dan Perris (2004) juga melaporkan temuan serupa. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk terbiasa dengan media untuk
pembelajaran daring tersebut sebelum mempraktekkan pembelajaran daring. Hasil penelitian
saat ini menunjukkan bahwa kesiapan dan anggapan siswa dan guru sangat penting bagi
lembaga pendidikan untuk menyesuaikan mode pembelajaran daring di masa mendatang.
Kemudahan dan kepuasan guru dan siswa dengan penggunaan metode pembelajaran
daring meliputi struktur, tingkat interaksi antara siswa dan guru, dukungan teknis, dan
pengalaman keseluruhan dengan pembelajaran daring mempengaruhi pengalaman belajar
mengajar guru untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan menggunakan metode
pembelajaran daring. Untuk itu, kesadaran perlu ditingkatkan dengan fokus pada aspek
kenyamanan dan aksesibilitas untuk memaksimalkan pembelajaran daring oleh siswa dan
guru. Selain itu, kebutuhan akan pelatihan teknologi yang memadai kepada para guru tentang
metode pelaksanaan pembelajaran daring harus diprioritaskan karena hal itu merupakan
prasyarat untuk keberhasilan implementasi pembelajaran daring. Model pembelajaran secara
daring atau online dalam dunia pendidikan masih dalam tahap awal pengembangan di
Indonesia, oleh karena itu memiliki kejelasan tentang masalah yang dialami dan harapan
siswa serta guru akan membantu merencanakan strategi yang efektif dan terstruktur untuk
mengaplikasikan pembelajaran daring atau online secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Anselm. (1998). The major works (Davies, B and Evans, G.R). New York: Oxford University Press.
Arizona Department of Education. (2020). Pandemic preparedness (Issue March). Arizona Departmernt of
Education.
Arora, A. K., & Srinivasan, R. (2020). Impact of pandemic COVID-19 on the teaching–learning process: A
study of higher education teachers. Prabadhan. Indian Journal of Management, 13(4).
https://doi.org/10.17010/pijom/2020/v13i4/151825.
Carr, S. (2000). As distance education comes of age, the challenge is keeping the students. Chronicle of Higher
Education, 46(23), A39–A41.
Clark, R. E. (1983, Winter). Reconsidering research on learning from media. Review of Educational Research,
53(4), 445–459.
Contreras, G. W. (2020). Getting ready for the next pandemic COVID-19: Why we need to be more prepared
and less scared. Journal of Emergency Management, 18(2), 87–89. https://doi.org/10.5055/jem.2020.0461
Daniel, S. J. (2020). Education and the COVID-19 pandemic. Prospects, 2020, 1–6.
https://doi.org/10.1007/s11125-020-09464-3.
Kenny, J. (2003, March). Student perceptions of the use of online learning technology in their courses. ultiBASE
Articles. Retrieved September 30, 2004, from http://ultibase.rmit.edu.au/ Articles/march03/kenny2.pdf.
Maltby, J. R., & Whittle, J. (2000). Learning programming online: Student perceptions and performance.
Proceedings of the ASCILITE 2000 Conference. Retrieved September 30, 2004, from
http://www.ascilite.org.au/conferences/coffs00/papers/john_maltby.pdf.
Moorhouse, B. L. (2020). Adaptations to a face-to-face initial teacher education course “forced” online due to
the COVID-19 pandemic “forced” online due to the COVID-19 pandemic. Journal of Education for
Teaching, 00(00), 1–3. https://doi.org/10.1080/02607476.2020.1755205
O'Malley, J., & McGraw, H. (1999). Students perceptions of distance learning, online learning and the traditional
classroom. Online Journal of Distance Learning Administration, 2(4).
Russell, T. L. (1999). The “no significant difference phenomenon.” Raleigh: North Carolina State University.
Retrieved September 30, 2004, from: http://nt.media.hku.hk/no_sig_diff/ phenom1.html.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


6 Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Book Chapter of the 6th AECon 2020
Vol. 0, No. 0, 2020, halaman 00-00 (by editor)

Williams D.T., et al. (2015). Introduction to The 2015 World Health Organization Classification of Tumors of
the Lung, Pleura, Thymus, and Heart. Journal of Thoracic Oncology. Volume 10, issue 9, p1240-1242.
Yin, R. K. (2009). Case study research: Design and methods (4th Ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Zeng, W. Y. and Perris, K. 2004. Researching the efficacy of online learning: A collaborative effort amongst
scholars in Asian open universities. Open learning, 193: 247–264.

©2020 by Faculty of Teacher Training and Education


Universitas Muhammadiyah Purwokerto
7

Anda mungkin juga menyukai