Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1. Hakikat Belajar
Belajar pada hakikatnya menurut Wahab (2015), adalah kegiatan yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku
pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan baru
maupun dalam bentuk sikap dan nilai yang positif. Selama berlangsungnya
kegiatan belajar, terjadi proses interaksi antara orang yang melakukan kegiatan
yang belajar yaitu siswa / mahasiswa dengan sumber belajar, baik berupa manusia
yang berfungsi sebagai fasilitator yaitu guru atau dosen maupun yang berupa
nonmanusia.
Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai
“perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini,
tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat
fisik, penyakit, obat – obatan, atau perubahan karena proses pematangan.
Pengertian belajar memang selalu berkaiatan dengan perubahan, baik yang
meliputi keseluruan tingkah laku individu maupun yang hanya terjadi pada
beberapa aspek dari kepribadian individu. Perubahan ini dengan sendirinya
dialami tiap – tiap individu atau manusia, terutama hanya sekali sejak manusia
dilahirkan. Sejak saat itu, terjadi perubahan – perubahan dalam arti perkembangan
melalui fase – fasenya. Dan karena itu pula, sejak saat itu berlangsung proses –
proses belajar (Sobur, 2013).
Belajar menurut Goldberg dalam Gredler (2011), adalah proses multisegi
yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka
menalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Akan tetapi kapasitas
belajar adalah karakteristik yang membedakan manusia dari makluk lainnya.
Hanya manusia yang memiliki otak yang berkembang baik untuk digunakan
melakukan tindakkan yang memiliki tujuan.

8
2.1.2. Hakikat Belajar Kimia
Concise Dictionary of Science & Computers dalam Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan (2007), mendefenisikan kimia sebagai cabang dari ilmu pengetahuan
alam yang berkenaan dengan kajian – kajian tentang struktur dan komposisi
materi, perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena – fenomena lain yang
menyertai perubahan materi. Keragaman jenis materi serta luasnya fenomena
yang bertali temali dengan perilaku materi menyebabkan kimiawan
mengkhususkan kajian – kajiannya pada bidang – bidang spesifik. Hal ini
kemudian menyebabkan berkembangnya perncabangan dalam disiplin ilmu kimia
berdasarkan kekhususan jenis materi dan aspek khusus sifat materi yang
dikajinya, seperti misalnya kimia organik, kimia anorganik, kimia fisis, biokimia
dan kimia lingkungan.
Mata pelajaran kimia merupakan produk pengetahuan alam yang berupa
fakta, teori, prinsip, dan hukum dari proses kerja ilmiah. Jadi, dalam pelaksanaan
pembelajaran kimia harus mencakup tiga aspek utama yaitu: produk, proses, dan
sikap ilmiah (Wasonowati, 2014).
Menurut Chia dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007), Seiring dengan
semakin memasyarakatnya proses dan produk kimia, fungsi mata pelajaran
berkembang lebih lanjut bukan sebagai persiapan belajar di peguruan tinggi
melainkan juga sebagai pengembangan literasi kimia. Akibatnya terjadi
pergeseran besar dalam mata pelajaran kimia ke arah pemahaman dan aplikasi
konsep, prinsip, dan proses kimia yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari dan
dunia industri.
`Dengan demikian hakikat belajar kimia adalah suatu upaya atau kegiatan
untuk untuk mengetahui kajian – kajian tentang struktur dan komposisi materi,
perubahan yang dapat dialami materi, dan fenomena – fenomena lain yang
menyertai perubahan materi dalam kehidupan sehari – hari yang menghasilkan
proses dan produk dan sikap kimia.

9
2.1.3. Hasil Belajar
Hasil belajar yaitu terkecapaian tiap kemampuan dasar, baik kognitif,
afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan
pembelajaran tertentu (Suyanto & Asep Jihad, 2013). Menurut Wahab (2015),,
jenis prestasi belajar itu meliputi tiga ranah atau aspek, yaitu:
a. Ranah kognitif (cognitive domain)
b. Ranah afektif (affective domain)
c. Ranah psikomotor (psychomotor domain)

Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah
tersebut di atas diperlukan patokan – patokan atau indikator – indikator sebagai
petunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari
ketiga ranah tersebut. Untuk mengungkap hasil belajar siswa pada penelitian ini
dapat digunakan tiga aspek, yaitu:
a. Matra Kognitif, menitikberatkan pada proses intelektual. Bloom
mengemukakan jenjang – jenjang tujuan kognitif sebagai berikut:
1) Pengetahuan. Pengetahuan merupakan pengingat bahan – bahan
yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai ke teori, yang
menyangkut informasi yang bermanfaat, seperti : istilah umum,
fakta – fakta khusus, metode dan prosedur,konsep dan prinsip.
2) Pemahaman. Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai
pengertian.
3) Penerapan (aplikasi). Penerapan adalah abilitedt untuk
menggunakan bahan yang telah di pelajari ke dalam situasi baru
yang nyata, meliputi: aturan metode, konsep, prinsip, hukum, teori
4) Analisis (pengkajian). Analisis adalah abilitet untuk merinci bahan
menjadi bagian – bagian supaya struktur organisasinya mudah
dipahami, meliputi identifikasi bagian – bagian, mengenali prinsip
– prinsip organisasi.
5) Sintesis. Sintesis adalah abilitet mengkombinasikan bagian –
bagian menjadi suatu keseluruan baru, yang menitikberatkan pada

10
tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan
struktur baru.
6) Evaluasi. Evaluasi adalah abilitet untuk mempertimbangkan nilai
bahan untuk maksuttertentu berdasarkan kriteria internal dan
kriteria eksternal.
b. Matra Afektif adalah sikap, perasaan, emosi dan karakteristikmoral, yang
merupakan aspek – aspek penting perkembangan siswa. Krathwohl,
Bloom, dan Masia, mengembangkan hierarki matra ini terdiri dari:
1) Penerimaan (receiving); suatu keadaan sadar, kemauan untuk
menerima, perhatian terpilih
2) Sambutan (responding); suatu sikap terbukake arah sambutan,
kemauan untuk merespon, kepuasan yang timbul karena sambutan.
3) Menilai (valuing); penerimaan nilai – nilai, preferensi terhadap
suatu nilai, membuat kesepakatan sehubungan dengan nilai.
4) Organisasi (organization); suatu konseptualisasi tentang suatu nilai,
suatu organisasi dari suatu sistem nilai
5) Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai, suatu formasi mengenai
perangkat umum, suatu manisfestasi daripada kompleks nilai.
c. Matra Psikomotorik, adalah kategori ketiga tujuan pendidikanyang
menunjukan pada gerakan – gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah.
Kecakapan – kecakapan fisik dapat berupa pola – pola gerakan atau
keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan. Strukrur hierarki
tujuan – tujuan psikomotorik di kembangkan oleh Elizabeth Simpson
sebagai berikut:
1) Persepsi (perception); penggunaan lima organ indera untuk
memperoleh kesadaran tentang tujuan dan untuk menerjemakannya
menjadi tindakan (action)
2) Kesiapan (set). Dalam keadaan siap untuk merespon secara mental,
fisik dan emosional.
3) Respons terbimbing (guided response); bantuan yang diberikan
kepada siswa melalui pertunjukan peran model.

11
4) Mekanisme; respon fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasaan.
5) Respon yang unik (complex overt response). Suatu tindakan
motorik yang rumit dipertunjukan dengan terampilan dan efisien
(Hamalik, 2008).

Taksonomi Bloom yang sudah diperbaharui, memisakan antara dimensi


pengetahuan (knowledge) dan dimensi proses kognitif (cognitive processes).
Dalam taksonomi lama kedua dimensi tersebut menjadi satu yaitu kategori
pengetahuan. Pada taksonomi Bloom yang baru, kemampuan mengevaluasi
diturunkan levelnya pada C5, sementara itu kemampuan mensintesis naik menjadi
level C6 dan berganti nama menjadi create atau membuat. Meskipun demikian,
bila dilihat dari dimensi proses kognitifnya, “create” pada taksonomi Bloom yang
baru lebih tinggi bila dibandingkan dengan “sintesis” pada taksonomi lama.
Pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif juga mendapat perhatian
penting pada taksonomi Bloom yang baru.
Secara umum perubahan dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Taksonomi Bloom:
C1 (pengetahuan); C2 (pemahaman); C3 (aplikasi); C4(analisis);
C5 (sintesis); C6 (evaluasi)
Taksonomi revisi
C1 (mengingat); C2 (memahami); C3 (mengaplikasi); C4
(menganalisis); C5 (mengevaluasi); C6 (evaluasi)
(Rusyna,2014)

2.1.4. Kemampuan Berpikir Kritis


A. Defenisi Berpikir Kritis
Kata “kritis” muncul dari bahasa Yunani yang berarti “hakim” dan diserap
oleh bahasa latin. Kamus (Oxford) menerjemakan sebagai “sensor” atau pencarian
kesalahan. Seringkali “kritis” dimaksudkan sebagai penilaian, entah buruk atau
bagus. Namun, hal ini memperlemah nilai utama berpikir kritis ( De Bono, 2007).

12
Berpikir kritis adalah aktivitas mental sistematis yang dilakukan oleh
orang – orang yang toleran dengan pikiran terbuka untuk memperluas pemahaman
mereka. Pemikir kritis meneliti dengan cermat proses berpikir mereka dan proses
berfikir orang lain untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap
(Johnson,2002).
Salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan
berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir secara individual yang
dapat diandalkan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang
diambil serta dapat mempengaruhi kehidupannya. Pemikir yang kritis terampil
bertanya secara kritis, menyelidiki masalah secara kritis, memberi jawaban yang
baru, menemukan informasi baru yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan. Keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan pemecahan
masalah yang menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya, dengan berpikir
kritis orang dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab tentang
kehidupannya, perilakunya, dan tindakannya dengan pengetahuan yang penuh
asumsi dan dapat memperhitungkan konsekuensi dari keputusan tersebut
( Hendayana, 2010).

B. Komponen - komponen Kemampuan Berfikir Kritis


Menurut Paul, R.W. dalam Oktaviana (2016), berpikir kritis merupakan proses
berpikir yang bertujuan untuk menganalisis dan mengevaluasi pemikiran secara
mandiri. Komponen-komponen berpikir kritis antara lain: a) Purpose (Tujuan):
semua pemikiran memiliki tujuan, b) Question at issue/ central problem
(Pertanyaan yang dipermasalahkan / masalah utama) : semua pemikiran adalah
upaya untuk mencari sesuatu untuk menyelesaikan beberapa pertanyaan, c) Point
of view (Sudut pandang) : Semua penalaran dilakukan dari beberapa titik pandang.
d)Empirical Dimension (Dimensi empiris): semua penalaran berdasarkan data,
informasi, bukti.e) Concept and ideas (konsep dan ide): semua pemikiran
diungkapkan melalui, dan dibentuk oleh, konsep dan ide-ide, f) Assumption
(Anggapan): semua pemikiran didasarkan pada asumsi, g) Implications and
consequences (implikasi dan konsekuensi) : semua alasan ini didasarkan implikasi

13
dan konsekuensi, h) Inference (Kesimpulan): semua pemikiran dapat ditarik
kesimpulannya dan mendukung data.

C. Indikator Kemampuan Berfikir Kritis


Menurut Ennis dalam Rusyna (2014), indikator kemampuan berpikir kritis
terdiri dari lima jenis, yaitu:
a. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification)
b. Membangun keterampilan dasar (basic support)
c. Membuat inferensi (inferring)
d. Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification)
e. Mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics)
Kelima kemampuan berpikir kritis tersebut di jelaskan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Ennis (Rusyna,2014)


Kemampuan Sub kemampuan
Penjelasan
Berpikir kritis berpikir kritis
1.Memberika a. Mengidentifikasi,
n penjelasan merumuskan pertanyaan
sederhana b. Mengidentifikasi kriteria-
(elementary 1. Memfokuskan kriteria untuk
clarification) pertanyaan mempertimbangkan
jawaban yang mungkin
c. Menjaga kondisi pikiran

a. Mengidentifikasi
kesimpulan
b. Mengidentifikasi alasan
dengan pernyataan
c. Mengidentifikasi alasan
tanpa pertanyaan
d. Mengidentifikasi
2. Menganalisis
kerelevanan dan
argumen
ketidakrelevanan
e. Mencari persamaan dan
perbedaan
f. Mencari struktur dari suatu
argumen
g. Merangkum.

14
a. Mengapa?
b. Apa intinya dan apa
3. Bertanya dan artinya?
menjawab c. Apa contohnya, apa yang
pertanyaan bukan contoh?
klarifikasi dan d. Bagaimana menerapkan
yang kasus tersebut?
memberikan e. Apa yang menyebabkan
tantangan perbedaan?
f. Apa faktanya?

a. Ahli
b. Tidak adanya konflik
interes
c. Kesepakatan antar sumber
d. Reputasi
1. Menyesuaikan
e. Menggunakan prosedur
dengan sumber
yang ada
f. Mengetahui resiko reputasi
g. Mampu memberikan alasan
h. Kebiasaan berhati-hati.
2.Membangun
a. Terlibat dalam
keterampilan
menyimpulkan
dasar (basic
b. Dilaporkan oleh pengamat
support)
sendiri
c. Mencatat hal - hal yang
2. Mengobservasi
diinginkan
dan
d. Penguatan dalam
mempertimbangk
kemungkinan penguatan
an hasil
e. Kondisi akses yang baik
observasi
f. Komponen menggunakan
teknologi
g. Kemampuan observer atas
kredibilitas ktiteria

1. Membuat a. Kelompok logis


deduksi dan b. Kondisi logis
mempertimbangk c. Interpretasi pernyataan
3.Membuat an hasil
inferensi observasi
(inference) 2. Membuat induksi a. Membuat generalisasi
dan b. Membuat kesimpulan dan
mempertimbangk hipotesis.
an hasil induksi

15
a. Latar belakang fakta
b. Konsekuensi
c. Penerapan prinsip-prinsip
3. Membuat dan
d. Mempertimbangkan
mempertimbangk
alternatif
an keputusan
e. Menyeimbangkan,
menimbang dan
memutuskan.
4. Membuat a. Bentuk: sinonim,
1. Mengidentifikasi
penjelasan klasifikasi, rentang ekspresi
istilah,
lebih lanjut yang sama, operasional,
mempertimbangk
(advanced contoh dan bukan contoh
an definisi
clarification)
a. Penalaran secara implisit
2. Mengidentifikasi b. Asumsi yang diperlukan,
suatu tindakan rekonstruksi argumen.

a. Mengidentifikasi masalah
b. Menyeleksi kriteria untuk
membuat solusi
c. Merumuskan alternatif yang
memungkinkan
1. Memutuskan
d. Memutuskan hal-hal yang
sesuatu tindakan
5. Mengatur akan dilakukan secara
strategi dan alternatif
taktik e. Me-review
(strategy and f. Memonitor implementasi.
tactics)
a. Memberi label
b. Strategi logika
2. Berinteraksi
c. Retorika logika
dengan orang
d. Presentasi posisi, lisan atau
lain
tulisan

Berdasarkan penjelasan mengenai indikator kemampuan berpikir kritis


menurut Ennis, maka dapat dibuat rubrik dengan pemberian skor 1 sampai skor 4.
Skor 1 adalah skor terendah dan skor 4 adalah skor tertinggi. Rubrik tersebut
ditampilkan pada Tabel 2.2.

16
Tabel 2.2 Rubrik penilaian berpikir kritis Modifikasi dari Ennis dalam Hassaobah
(2007)
NO Indikator Berpikir Kritis Skor Indikator Penilaian
1 Memberikan Penjelasan 1 Hanya memfokuskan pada
Sederhana (MPS) pertannyaan
2 Memilih informasi relevan
3 Menganalisis argumen
4 Menjawab pertannyaan tentang
suatu penjelasan
2 Memberi Penjelasan Lebih 1 Mendefenisikan Istilah
2 Mendefenisikan asumsi
Lanjut (MPLL)
3 Mempertimbangkan defenisi
4 Menentukan pola hubungan
yang digunakan
3 Menerapkan Strategi dan 1 Menentukan tindakan
2 Menunjukan pemecahan
Taktik (MST)
masalah
3 Memecahkan masalah
mengunakan berbagai sumber
4 Ketepatan menggunakan
tindakan

D. Delapan Langkah untuk Menjadi Pemikir Ktitis


Menurut Johnson (2002), Berikut ini akan disampaikan delapan langkah yang
dapat diikuti oleh pemikir kritis. Pertanyaan – pertanyaan yang saling berkaitan
berikut ini memungkinkan siswa untuk mengevaluasi pemikiran mereka sendiri
dan pemikiran orang lain. Jika siswa menggunakan pertanyaan pertannyaan ini
dengan terorganisasi untuk menilai pemikiran mereka dalam berbagai topik, atau
mengevaluasi pemikiran yang mereka temukan dalam artikel, buku, percakapan,
dan tempat lain, mereka akan sampai pada kesimpulan yang mandiri dan dapat
dipercaya.
1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas. Sebuah masalah atau isu
dapat diteliti apabila sebelumnya masalah itu digambarkan dengan
jelas. Selanjutnya Johnson mengutip pendapat Ruggiero, bahwa

17
pemecahan masalah adalah mencari tindakan terbaik yang harus
diambil dan analisis isu adalah mencari keyakinan yang paling masuk
akal.
2) Apa sudut pandangnya? Sudut pandang adalah sudut pribadi yang
digunakan dalam memandang sesuatu. Seorang pemikir kritis harus
berusaha menangguhkan sementara pilihan subjektifnya. Pada saat
yang sama melakukan pertimbangan-pertimbangan dan waspada
terhadap bukti yang lemah untuk meningkatkan pengetahuan dan
mendapatkan pemahaman.
3) Apa alasan yang diajukan? Keyakinan dan tindakan pada dasarnya
diambil atas alasan yang masuk akal. Selanjutnya mengutip pendapat
Gray dan Herr, alasan bisa berupa sebuah hubungan yang biasa saja,
penjelasan atas suatu kejadian, dan menegaskan sebuah ide umum.
Pemikir kritis memiliki tugas mengidentifikasi alasan dan bertanya
apakah alasan-alasan yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan
konteksnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesudahnya.
4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang
diterima apa adanya. Mengutip pendapat Browne dan Keeley, seorang
pemikir kritis tidak mudah memasukkan asumsi dalam argumennya,
dan tidak mudah menerima asumsi yang terdapat dalam materi yang
dibuat oleh orang lain. Asumsi dapat diterima apabila jelas, logis,
didasarkan pada pengalaman yang luas, dan didukung dengan fakta.
5) Apakah bahasanya jelas? Dalam memahami sebuah makna seorang
pemikir kritis memperhatikan kata-kata. Kata-kata dapat membentuk
ide, sehingga pemikir kritis harus terus menerus memeriksa bahasa
mereka sendiri maupun orang lain. Kata-kata yang tidak digunakan
dengan tepat akan mengurangi pemahaman.
6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti
adalah informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Dengan adanya
bukti dapat mendukung sebuah kesimpulan, membedakan pengetahuan
dengan keyakinan, dan membuktikan sebuah pendapat. Tugas seorang

18
pemikir kritis adalah menilai bukti. Bukti yang dipercaya memiliki
sifat, yaitu:
a. Tidak bertentangan dengan pokok masalah
b. Berasal dari sumber-sumber terbaru
c. Akurat
d. Dapat diuji
7) Kesimpulan apa yang ditawarkan? Setelah mengumpulkan data dan
mengevaluasi informasi untuk memecahkan sebuah masalah, pemikir
kritis mulai merumuskan kesimpulan yang tepat. Pemikir kritis
meneliti alasan, bukti dan logika untuk membenarkan kesimpulan.
Langkah-langkah yang efektif untuk menentukan sebuah kesimpulan
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi alasan
b. Apakah kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten
dengan alasan yang mendasarinya.
8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?
Kesimpulan mempunyai efek samping baik menyangkut persoalan
pribadi maupun umum. Pemikir kritis berusaha untuk memprediksi
dan mengevaluasi semua efek samping yang akan timbul. Jika
kesimpulan yang diambil tidak berdampak negatif, maka akan diambil.

Menurut Pott dalam Rusyna (2014), terdapat tiga strategi yang dapat
digunakan guru bila akan mengajar sains dengan berbasiskan keterampilan
berpikir kritis. Ketiga strategi tersebut adalah:
a. Membangun kategori ( building categories)
b. Menemukan masalah ( finding problem)
c. Meningkatkan fasilitas lingkungan belajar ( enhancing the
environment)

2.1.5. Model Pembelajaran

19
Menurut Dewey dalam Suyanto & Asep Sudrajat (2013), mendefenisikan
model pembelajaran sebagai a plan or pattern that we can use to design face-to-
face teaching in classroom or tutorial settings an to shape instructional material,
(suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka di
kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas serta untuk menyusun materi
pembelajaran.
Dari pengertian tersebut dapat di pahami bahwa: 1) model pembelajaran
merupakan kerangkah dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan
mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangkah dasarnya; 2) model
pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan
landasan filosofi dan padagogis yang melatarbelakanginya (Suyanto & Asep
Sudrajat, 2013).
Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek sebelum dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru
serta segala fasilitas yang terkait yang di gunakan secara langsung atau tidak
langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2012). Model – model yang
dikembangkan oleh Joyce dan Weil dalam Huda (2014) memiliki struktur yang
jelas. Implementasi setiap model dideskripsikan dalam struktur ini. Ada empat
aspek struktur ini, antara lain:
1. Sintak (tahap – tahap) model pengajaran merupakan deskripsi
implementasi model dilapangan. Ia merupakan rangkaian sistematis
aktivitas – aktivitas dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran
tahap yang berbeda.
2. Sistem sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa.
Dalam beberapa model, guru sangat berperan dominan. Dalam sebagian
model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan dalam sebagian yang
lain aktivitas tersebut didistribusikan secara merata.
3. Tugas atau peran guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus
memandang siswanya dan merespon apa yang dilakukan siswanya. Prinsip
– prinsip ini merefleksikan aturan – aturan dalam memilih model dan
menyesuaikan respon intruksional dengan apa yang dilakukan siswa.

20
4. Sistem dukungan mendeskripsikan kondisi – kondisi yang mendukung
yang seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan
model tertentu. ‘Dukungan’ disini merujuk pada prasyarat – prasyarat
tambahan diluar skill – skill, kapasitas – kapasitas manusia pada umumnya
dan fasilitas – fasilitas teknis pada khususnya. Dukungan tersebut berupa
buku, film, perangkat labolaturium, materi – materi rujukan, dan
sebagainya.

2.1.6. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
PBL merupakan model pembelajaran yang dipusatkan kepada masalah-
masalah yang disajikan oleh guru dan siswa menyelesaikan masalah tersebut
dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka dari berbagai sumber yang
dapat diperoleh (Yudawan, 2015). Menurut Borrow dalam Huda (2014),
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) sebagai pembelajaran
yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah.
Menurut Oktaviana (2016), Pembelajaran dengan model Problem Based
Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan
teori konstruktivisme. Penerapan model PBL dalam pembelajaran IPA, khususnya
kimia, harapannya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan berbagai strategi penyelesaian, sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Ciri – ciri Problem Based Learning (PBL)


Ciri utama pembelajaran berbasis masalah adalah pengajuan pertanyaan atau
masalah, merumuskan keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerja
sama, serta menghasilkan karya dan peragaan (Suyanto & Asep Sudrajat, 2013).
Menurut Sanjaya dalam Syahrianda (2014), ciri-ciri utama pembelajaran berbasis
masalah meliputi:
1) Pengajuan pertanyaan-pertanyaan atau masalah, pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar

21
pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa.
2) Memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, meskipun problem based
learning berpusat pada mata pelajaran tertentu (seperti IPA,
Matematika, Ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah
dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau
masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik, pembelajaran berdasarkan masalah
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
4) Kolaborasi, pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang
bekerjasama satu dengan yang lainnya, baik berpasangan atau
berkelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas yang kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
5) Menghasilkan produk dan memamerkannya, pembelajran berbasis
masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan.

C. Fase dalam Sintaks Problem Based Learning (PBL)


Menurut Suyanto & Asep Sudrajat (2013), Pada model pembelajaran berbasis
masalah terdapat lima tahap utama, dimulai tahap memperkenalkan siswa dengan
suatu masalah dan diakhiri dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Kelima langkah dari model pembelajaran tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 di
bawah ini.
Tabel 2.2 Langkah – langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Suyanto &
Asep Sudrajat, 2013)
Fase Keterangan Perilaku Guru
ke

22
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Mengarahkan menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotifasi
1
siswa pada siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
masalah yang dipilihnya.

Guru membantu siswa mendefenisikan dan


Mengorganisasik mengorganisasikan tugas belajar yang
2 an siswa untuk berhubungan dengan masalah yang akan
belajar dipecahkan.

Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan


penyelidikan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
3 individual untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
maupun masalah yang dihadapi siswa.
kelompok

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan


Mengembangkan menyiapkan karya nyata yang sesuai seperti
4 dan menyajikan laporan, video, dan model dan membantu mereka
hasil karya untuk berbagi tugas dengan temannya.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi


Menganalisis dan
atau evaluasi terhadap hasil penyelidikan mereka
mengevaluasi
dan proses – proses yang mereka gunakan berupa
5 proses
langkah – langkah permecahan masalah dari
pemecahan
masalah yang muncul dan dihadapi oleh siswa.
masalah

Menurut Taufik Amir, (2015), Problem Based Learning (PBL) akan dapat
dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat (masalah, formulir
pelengkap, dan lain lain). Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan
telah membentuk kelompok-kelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok
menjalankan proses yang sering dikenal dengan proses langkah.
Langkah 1: Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep ini
dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta berangkat dari cara
memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam
masalah

23
Langkah 2: Merumuskan masalah.
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-
hubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu. Kadang-kadang ada
hubungan yang masih belum nyata antara fenomenanya. Atau ada yang
sub-sub masalahnya yang harus diperjelas dahulu.
Langkah 3: Menganalisis masalah.
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki
anggota tentang masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi
factual (yang tercantum pada masalah), dan juga I formasi yang ada dalam
pikiran anggota. Brainstorming dilakukan pada tahap ini. Anggota
kelompok mendapatkan kesempatan melatih bagaimana menjelaskan,
melihat alternative atau hipotesis yang terkait dengan masalah.
Langkah 4: Menata gagasan Anda dan secara sistematik yang analisisnya
dengan dalam
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain,
dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertangan dan
sebagainya. Analisis adalah upaya memilah-memilah sesuatu menjadi
bagian-bagian yang membentuknya.
Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok
sudah tau pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih
belum jelas. Tujuan pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah
yang dibuat. Inilah yang akan menjadi dasar gagasan yang akan dibuat
laporan. Tujuan pembelajaran ini juga yang dibuat menjadi dasar
penugasan individu disetiap kelompok.
Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar
diskusi kelompok)
Saat kelompok sudah tau informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah
punya tujuan pembelajaran, Kini saatnya mereka harus mencari informasi
tambahan itu, dan menentukan dimana hendak mencari dicarinya. Mereka
harus mengatur jadwal, menentukan sumber informasi. Setiap anggota

24
harus mampu belajar sendiri dengan untuk tahapan ini, agar mendapatkan
informasi yang relevan seperti misalnya menentukan kata kunci dalam
pemilihan, memperkirakan topik, penulis, publikasi dari sumber
pembelajaran. Pembelajar harus : memilih, meringkas sumber pelajaran
dengan kalimatnya sendiri, dan mintalah menulis sumbernya dengan jelas.
Keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus
disampaikan oleh setiap individu/setiap kelompok yang bertanggung
jawab atas setiap tujuan pembelajaran. Laporan ini harus disampaikan dan
dibahas pada pertemuan kelompok berikutnya.
Langkah 7: Mensintesa dan menguji informasi baru, dan membuat laporan
untuk dosen atau kelas
Dari laporan-laporan individu/sub kelompok, yang dipresentasikan
dihadapan anggota kelompok lain, kelompok akan mendapatkan informasi
baru. Anggota yang mendengar laporan yang disajikan. Kadangkadang
laporan-laporan yang dibuat menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru
yang harus disikapi oleh kelompok. Pada langkah 7 ini kelompok sudah
dapat membuat sintesi menggabungkannya dan mengkombinasikan hal-hal
yang relevan. Sebagian bagus tidaknya aktivitas PBL kelompok, akan
sangat ditentukan pada tahap ini. Di tahap ini, keterampilan yang
dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau
ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk makalah.
Disinilah kemampuan menulis dan mempresentasikan lisan sangat
dibutuhkan dan sekaligus dikembangkan.

D. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah


a) Penetapan Tujuan
Guru mendeskripsikan bagaimana pembelajaran berbasis masalah
direncanakan untuk membantu mencapai tujuan seperti keterampilan
penyelidikan, memahami peran guru membantu siswa menjadi mandiri.
Dalam pelaksanaanya pembelajaran berbasis masalah bisa saja diarahkan
untuk mencapai tujuan – tujuannya yang telah disebutkan tadi.

25
b) Merancang Situasi Masalah
Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah lebih suka
memberikan siswa suatu keleluasaan dalam memilih masalah untuk
diselidiki karena cara ini terbukti dapat meningkatkan motivasi siswa.
Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka – teki
dan tidak terdefenisikan secara ketat, memungkinkan kerja sama,
bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
c) Dalam pembelajaran berbasis masalah, siswa dimungkinkan bekerja
dengan beragam material dan peralatan. Pelaksanaan bisa dilakukan
didalam kelas, bisa juga dilakukan di perpustakaan atau laboratorium,
bahkan dapat pula dilakukan diluar sekolah. Oleh karena itu, tugas
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk
penyelidikan siswa haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi
guru yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah.
d) Langkah – langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
 Mengarahkan siswa pada masalah.
 Mengorganisasi siswa untuk belajar.
 Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. (Suyanto
& Asep Jihad, 2013)

E. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)


Kelebihan Problem Based Learning menurut Wahab ( 2015), yaitu:
a. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
b. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
c. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
d. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

26
e. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar.

F. Kekurangan Problem Based Learning (PBL)


Menurut Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain dalam Istarani (2012),
Problem Based Learning (PBL) memiliki kekurangan sebagai berikut:
a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan
tingkat berfikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan
dan keterampilan guru, sering orang beranggapan keliru bahwa
pembelajaran berbasis masalah hanya cocok untuk SLTP, SLTA dan PT
saja. Padahal untuk anak SD sederajat juga bisa dilakukan dengan tingkat
kesulitan permasalahan yang sesuai dengan taraf kemampuan berfikir
anak.
b. Proses belajar mengajar dengan menggunakan model ini sering
memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil
waktu pelajaran lain.
c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan dengan banyak berfikir
memecahkan sendiri atau kelompok, yang kadang – kadang memerlukan
berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

G. Tujuan Problem Based Learning (PBL)


Tujuan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah adalah untuk
memberikan kemampuan dasar dan teknik kepada siswa agar mampu
memecahkan masalah, ketimbang hanya di cekoki dengan sejumlah data dan
informasi yang harus dihapalkan. Dengan metode mengajar ini, pendidik
memberikan bakat kepada siswa tentang kemampuan untuk memecahkan masalah
dengan menggunakan kaidah ilmiah tentang teknik dan langkah – langkah berfikir
kritis dan rasional. Bekal kemampuan tentang kemampuan dasar dan teknik –
teknik pemecahan masalah tersebut akan sangat bermanfaat bagi peserta untuk

27
diterapkan dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari – hari
(Suyanto & Asep Sudrajat, 2013).

H. Manfaat Problem Based Learning (PBL)


Menurut Smith dalam Taufik Amir (2015), Adapun manfaat dari PBL adalah
sebagai berikut:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar.
Mengapa bisa lebih ingat dan paham? Kedua hal ini ada kaitannya. Kalau
pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks praktiknya, maka
kita akan lebih ingat.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Banyak kritik pada
dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan di kelas – kelas sama
sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. PBL yang baik mencoba
menutupi kesenjangan ini. Dengan kemampuan pendidik membangun
masalah yang sarat dengan konteks praktik, pemelajar biasa “merasakan”
lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3. Mendorong untuk berpikir. Dengan proses yang mendorong pemelajar
untuk mempertanyakan, kritis, reflektif, maka manfaat ini bisa berpeluang
terjadi. Pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu – buru menyimpulkan,
mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta – fakta yang
mendukung alasan. Nalar pemelajar dilatih, dan kemampuan berpikir
ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga dipikirkan.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial. Karena
dikerjakan dalam kelompok – kelompok kecil, maka PBL yang baik dapat
mendorong terjadinya pengembangan kecakapankerja tim dan kecakapan
soaial.
5. Membangun kecakapan belajar ( life-long learning skills). Pemelajar perlu
dibiasakan untuk mampu belajar terus menerus. Ilmu, keterampilan yang
mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apapun bidang
pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan
untuk belajar (learn how to learn).

28
6. Memotivasi pemelajar. Motivasi belajar pemelajar, terlepas dari apapun
metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan kita. Dengan PBL,
kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri pemelajar,
karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan.

Pendekatan PBL untuk memecahkan masalah dunia nyata adalah


menguntungkan untuk pendidikan sains dalam pendidikan khususnya dan guru
pada umumnya. Membuka untuk mengkritik isi pembelajaran yang akuntabel dan
transparan dari guru sekolah, anak-anak sekolah, para pemangku kepentingan
publik dan professional. Hal ini merupakan terobosan untuk bergerak dari
kurikulum pembelajaran tradisional berbasis konten (isi) untuk lebih transparan,
kurikulum pragmatis yang terbuka untuk pengawasan publik. Koordinator
(pemerintah) tentu ingin guru mengatasi masalah dunia nyata dan kemudian
membuat penemuan mereka dan hasil publik untuk peserta didik dalam komunitas
lokal ( Ariyanti, 2015).

2.1.7. Teka – Teki Silang (TTS)


Teka-Teki Silang (TTS) adalah suatu permainan mengisi ruang-ruang
kosong berbentuk kotak putih dengan huruf yang membentuk suatu kata yang
merupakan jawaban dari suatu pertanyaan. Kelebihan media TTS yaitu:
a. Dapat meningkatkan motivasi siswa dalam menjawab soal karena
terdapat unsur permainan didalamnya.
b. Meningkatkan kerjasama yang sehat antar siswa.
c. Merangsang siswa untuk aktif, berpikir kritis, dan kreatif;
membantu siswa untuk lebih teliti dalam menjawab pertanyaan.
d. Penggunaan teka-teki silang dapat meningkatkan hasil belajar
siswa (Davis, 2009).

Mendesain tes uji pada teka – teki silang mengundang keterlibatan dan
partisipasi langsung. Teka – teki silang dapat diselesaikan secara individu atau
secara tim (Silberman,2002).

29
2.1.8. Powerpoint
Program PowerPoint salah satu software yang dirancang khusus untuk
mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam
pembuatan, mudah dalam penggunaandan relatif murah, karena tidak
membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data ( data storage).
PowerPoint dapat digunakan melalui beberapa tipe penggunaan:
1. Personal Presentation: pada umumnya PowerPoint digunakan untuk
presentasi dalam classical learning. Seperti kuliah, training, seminar,
workshop,dll. Pada penyajian ini PowerPoint sebagai alat bantu bagi
instruktur / guru untuk presentasi menyampaikan materi dengan
bantuan media PowerPoint. Dalam hal ini kontrol pembelajaran
terletak pada guru atau instruktur.
2. Stand Alone: pada pola penyajian ini, PowerPoint dapat dirancang
khusus untuk pembelajaran individu yang bersifat interaktif, meskipun
kadar interaktifnya tidak terlalu tinggi namun PowerPoint mampu
menampilkan feedback yang sudah diprogram.
3. Web Based: pada pola ini PowerPoint dapat diformat menjadi file web
(html) sehingga program yang muncul berupa browser yang dapat
menampilkan internet. Hal itu ditunjang dengan adanya fasilitas dari
PowerPoint untuk mempublish hasil pekerjaan anda menjadi web
( Susilana, 2009).

2.1.9. Reaksi Oksidasi dan Reduksi


A. Konsep Oksidasi dan Reduksi
Reaksi Redoks adalah singkatan dari reaksi Reduksi dan reaksi Oksidasi.
Seiring dengan meningkatnya pemahaman terhadap ilmu kimia, maka konsep
redoks pun mengalami perkembangan, yakni :
a. Berdasarkan Pelepasan dan Pengikatan Oksigen
Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah peristiwa pelepasan oksigen,
sedangkan oksidasi adalah peristiwa pengikatan oksigen.

30
Contoh: 2PbO(s) ⟶ 2Pb(s) + O2(g)
(yang mengalami reduksi adalah Pb)
2Fe(s) + 3O2(g) ⟶ 2Fe2O3(g)
(yang mengalami oksidasi adalah Fe)
b. Berdasarkan Penangkapan dan Pelepasan Elektron
Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah peristiwa penangkapan elektron,
sedangkan oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektron.
Contoh: Cu2+(aq) + 2e ⟶Cu(s)
Al(s) ⟶ Al3+(aq) + 3e
c. Berdasarkan Perubahan Bilangan Oksidasi
Berdasarkan konsep ini, reduksi adalah peristiwa yang disertai dengan
penurunan biloks, sedangkan oksidasi adalah peristiwa yang disertai
dengan kenaikan biloks.

Contoh: Na(s) + H2O(l) ⟶ NaOH(aq) + H2(g)


0 +1 +1 0
Oksidasi

Reduksi

Dalam suatu reaks redoks, zat yang mengalami reduksi akan menyebabkan
zat lain teroksidasi (oksidator), begitu pula sebaliknya zat yang mengalami
oksidasi akan menyebabkan zat lain tereduksi (reduktor).
Pengertian Reaksi Redoks pertama kali ditinjau dari aspek pelepasan/
penangkapan oksigen sangat terbatas karena beberapa jenis reaksi kimia termasuk
redoks meskipun di dalam system reaksinya tidak ada pelibatan oksigen.
Reduktor (Pereduksi = Reduktan) adalah spesi yang mereduksi spesi lain,
sementara spesi tersebut mengalami oksidasi. Sebaliknya Oksidator (Pengoksidasi
= Oksidan) adalah spesi yang mengoksidasi spesi lain, sementara spesi tersebut
mengalami reduksi (Tim Dosen Kimia, 2014).

31
B. Bilangan Oksidasi
Bilangan Oksidasi berfungsi menyatakan muatan yang dimiliki oleh atom
seandainya elektron valensinya itu tertarik ke atom yang lain yang berikatan
dengannya, yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar.
Kita dapat menentukan besarnya bilangan oksidasi suatu unsur dalam
senyawa dengan mengikuti aturan berikut ini
Aturan penentuan bilangan oksidasi unsur adalah:
a. Unsur bebas (misalnya H2, O2, N2, Fe, dan Cu) mempunyai bilangan
oksidasi = 0.
b. Umumnya unsur H mempunyai bilangan oksidasi = +1, kecuali dalam
senyawa hidrida, bilangan oksidasi H = –1.
Contoh:
- Bilangan oksidasi H dalam H2O, HCl, dan NH3 adalah +1
- Bilangan oksidasi H dalam LiH, NaH, dan CaH2 adalah –1
c. Umumnya unsur O mempunyai bilangan oksidasi = –2, kecuali dalam
senyawa peroksida, bilangan oksidasi O = –1
Contoh:
- Bilangan oksidasi O dalam H2O, CaO, dan Na2O adalah –2
- Bilangan oksidasi O dalam H2O2, Na2O2 adalah –1
d. Unsur F selalu mempunyai bilangan oksidasi = –1.
e. Unsur logam mempunyai bilangan oksidasi selalu bertanda positif.
Contoh:
- Golongan IA (logam alkali: Li, Na, K, Rb, dan Cs) bilangan oksidasinya =
+1
- Golongan IIA (alkali tanah: Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) bilangan oksidasinya
= +2
f. Bilangan oksidasi ion tunggal = muatannya. Contohnya bilangan oksidasi
Fe dalam ion Fe2+ adalah +2
g. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam senyawa = 0.

32
Contoh: dalam senyawa H2CO3 berlaku: 2 biloks H = +1 biloks C = +3
biloks O = 0
h. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam ion poliatom = muatan ion.
Contoh: - Dalam ion NH4 + berlaku 1 biloks N = +4 biloks H = +1
(Chang, 2005)

C. Oksidator dan Reduktor


Oksidator (pengoksidasi) adalah zat yang mengalami penurunan
(reduksi) bilangan oksidasi dalam suatu reaksi oksidasi. Reduktor (pereduksi)
adalah zat yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi dalam suatu reaksi redoks.
Contoh:
 Cl2(g) + 2e ⟶ 2Cl-(aq)
Pada reaksi di atas, Cl2 mengikat 2 elektron menjadi 2Cl-, berarti Cl2 mengalami
penurunan bilangan oksidasi (reduksi), oleh karena Cl2 mengalami reduksi, maka
Cl2 disebut oksidator.
 Cu(s) ⟶ Cu2+(aq) + 2e
Pada reaksi di atas, Cu melepas 2 elektron menjadi Cu 2+, berarti Cu mengalami
kenaikan bilangan oksidasi. Oleh karena Cu mengalami kenaikan bilangan
oksidasi, maka Cu disebut reduktor.

D. Reaksi Autoredoks
Reaksi autoredoks (disproporsionasi) adalah reaksi redoks dengan
oksidator sekaligus reduktor.
Contoh:
3I2(g) + 6KOH(aq) ⟶ 5KI(aq) + KIO3(aq) + 3H2O(l)
0 +1 -2 +1 +1 -1 +1+5 -2 +1 -2
Reduksi
oksidasi
Pada reaksi di atas, I2 sebagai oksidator sekaligus reduktor sehingga
reaksi tersebut dikatakan reaksi autoredoks.

33
E. Penerapan Reaksi Redoks dalam Kehidupan
 Reaksi Redoks pada Penyambungan Besi
Rel – rel dengan proses termit. Campuran aluminium dan besi oksida
disulut untuk reaksi redoks dan panas yang dihasilkan dapat melumerkan
permukaan rel. Reaksi: 2Al + Fe2O3 ⟶2Fe + Al2O3
 Pernapasan sel
Contohnya oksidasi glukosa (C6H12O6) menjadi CO2 dan reduksi oksigen
menjadi air. Reaksinya: C6H12O6 ⟶ CO2 + 6H2O
 Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses oksidasi-reduksi biologi yang terjadi secara
alami. Fotosintesis merupakan proses kompleks dan melibatkan tumbuhan
hijau, alga hijau atau bakteri tertentu. Organisme ini menggunakan energi
dalam cahaya matahari melalui reaksi redoks menghasilkan oksigen dan
gula. Misalnya pada buah apel yang dibelah dan dibiarkan di udara terbuka
warnanya akan menjadi kecoklatan, serta terjadinya karat pada besi
(Purnawan dan Rohmahtyah, 2013).

2.2. Kerangka Konseptual


Kegiatan belajar pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu hasil
belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus dapat
memilih model pembelajaran yang tepat untuk siswa sehingga
hasil belajar yang diperoleh siswa dapat maksimal. Hasil belajar
pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Dalam pembelajaran untuk dapat
menghasilkan peserta didik yang menguasai materi sekaligus berkarakter harus
dilakukan berbagai strategi, metode, dan taktik yang tidak hanya sesuai dengan
peserta didik, namun juga dengan materi dan tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai. Pembelajaran tidak lagi dapat terpusat pada guru, namun juga menuntut
keaktifan siswa untuk ikut berfikir dan mengemukakan pendapatnya.
Ilmu kimia mempelajari tentang susunan,struktur, sifat, perubahan materi,
dan perubahan energi yang menyertainya. Sebagian dari pokok bahasan materi

34
kimia kelas X adalah reaksi reduksi oksidasi yang memiliki karakteristik
gejalanya bersifat konkrit, dan menggunakan hitungan matematis logis,
memerlukan hafalan simbolik, pemahaman, terapan dan peristiwa yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak peristiwa yang berkaitan dengan
reaksi redoks yang harus dihadapi peserta didik untuk dicari, diidentifikasi sebab,
dirumuskan masalahnya, dianalisis untuk membuat keputusan, dan berusaha untuk
mendapatkan solusi pemecahan masalahnya.
Secara umum, PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau
materi pelajaran (Esema, 2012). Selain penggunaan model pembelajaran,
penggunaan media juga amat penting untuk menghindari kejenuhan siswa dalam
belajar. Dewasa ini telah mengalami kemajuan teknologi yang pesat dan bahkan
menyebabkan penggunaan media komunikasi selular tidak lagi menjadi hal yang
mewah. Hal tersebut tentu dapat dimanfaatkan untuk dapat mengembangkan
pembelajaran kimia menjadi lebih mudah sekaligus dalam pengerjaan tugas dan
bertukar informasi dalam kelompok
Berdasarkan uraian tersebut maka pokok bahasan redoks diharapkan
sesuai bila menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan
media Powerpoint dan TTS. Dengan Problem Based Learning dengan media
Powerpoint dan TTS diharapkan siswa lebih tertarik mempelajari materi redoks
ini dan dapat membuat siswa berpikir kritis serta dapat meningkatkan hasil
belajar.

2.3. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konseptual diatas maka
hipotesis penelitian ini disimpulkan sebagai berikut:

35
1. Terdapat perbedaan yang signifikan dari kemampuan berpikir kritis
siswa yang dibelajarkan dengan media Powerpoint melalui model
Problem Based Learning dibandingkan kemampuan berpikir kritis
siswa yang dibelajarkan dengan media TTS melalui model Problem
Based Learning.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil belajar siswa yang
dibelajarkan dengan media Powerpoint melalui model Problem
Based Learning dibandingkan kemampuan berpikir kritis siswa yang
dibelajarkan dengan media TTS melalui model Problem Based
Learning.
3. Terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan berpikir kritis
dan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan media Powerpoint
dan media TTS melalui model Problem Based Learning.

36

Anda mungkin juga menyukai