PENDAHULUAN
STUNTING adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi
stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari – 3SD (severelystunted).
Kabupaten Penajam Paser Utara, sekitar 34,7 % anak balita mengalami stunting (Riset
Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013) yang merupakan angka tertinggi diwilayah Kalimantan
Timur sehingga ditetapkan sebagai salah satu dari 100 Kabupaten/Kota Daerah Lokasi
Khusus Stunting di Indonesia yang menjadi prioritas penanganan stunting.
Kondisi Geografis
1. Kepadatan Penduduk :
Bumil Remaja
No Puskesmas Wus Pus Bumil Bufas Resti 10 - 19 Usila
1 Penajam 10188 6545 876 836 175 6930 3696
2 Petung 6677 4290 574 548 115 4542 2422
3 Sotek 3214 2064 276 264 55 2185 1166
4 Waru 4776 3034 406 388 81 3212 1713
5 Babulu 5098 3406 456 435 91 3606 1923
6 Sbk. Jaya 1125 752 101 96 20 796 424
7 Gn. Intan 1975 1320 177 169 35 1397 745
8 Maridan 2666 1896 254 242 51 2007 1071
9 Sepaku I 2175 1546 207 198 41 1637 873
10 Sepaku III 1749 1243 166 159 33 1317 702
11 Semoi II 1007 716 96 91 19 758 404
Total Kab. 40651 26811 3588 3425 718 28388 15140
KUN KUNJ
AB JUN UNGA
ABS % S % ABS % GAN % N %
1 PENAJAM 789 595 75.4 10 1.3 34 4.3 280 68.1 52 100
2 PETUNG 518 426 82.2 5 1.0 22 4.2 55 75.3 41 100
3 SOTEK 248 203 81.9 2 0.8 9 3.6 55 75.3 8 100
4 WARU 366 225 61.5 3 0.8 12 3.3 126 97.7 49 100
5 BABULU 408 302 74.0 1 0.2 7 1.7 170 83.3 58 82.8
GUNUNG
6 INTAN 159 66 41.5 1 0.6 0 0.0 44 91.7 18 100
SEBAKUNG
7 JAYA 90 122 135 3 3.3 5 5.6 32 100 4 100
8 MARIDAN 226 156 69.0 0 0.0 1 0.4 88 100 158 100
9 SEPAKU I 185 140 75.7 3 1.6 19 10.3 39 38.6 14 100
10 SEPAKU III 148 122 82.4 1 0.7 4 2.7 53 100 3 100
11 SEMOI II 85 66 77.6 2 2.4 2 2.4 19 100 5 100
322
78.1
TOTAL 2 2423 75.2 31 1.0 115 3.6 961 410 97.2
BALITA BALITA
BALITA 2T /
MEMILIKI IMD DITIMBANG N/D
D1
KMS (D/S)
PUSKESMAS
CAP CAP
AIA TARG CAPAI TARG CAPAI TAR CAPAI TAR AIA TARG
N ET AN ET AN GET AN GET N ET
Penajam 24.5 100 %' 97.3 43 41.9 80 54.7 4.8
Petung 29.2 100 %' 102.4 43 46.7 80 60.1 4.7
Sotek 27.4 100 %' 73.6 43 39.2 80 53.0 2.6
Waru 27.9 100 %' 98.2 43 38.1 80 58.2 5.9
Babulu 23.7 100 %' 100.0 43 42.7 80 46.6 1.4
Gunung Intan 15.0 100 %' 89.3 43 45.1 80 54.1 7.5
Sebakung Jaya 42.9 100 %' 100.0 43 48.5 80 47.4 15.0
Sepaku I 31.6 100 %' 88.5 43 50.8 80 60.2 6.3
Sepaku III 38.0 100 %' 100.0 43 71.6 80 85.4 3.0
Semoi II 51.2 100 %' 99.4 43 59.5 80 50.5 8.3
Maridan 9.4 100 %' 99.4 43 59.5 80 50.5 8.3
KABUPATEN 26.5 100 %' 96.1 43 47.1 80 56.5 5.7
BALITA GIBUR
VITAMIN A BALITA VITAMIN A BUFAS
MENDAPAT PERAWATAN
PUSKSMAS
CAPAIA CAPAIA
N TARGET N TARGET CAPAIAN TARGET
Penajam 53.5 85 87 80 100 85
Petung 63.2 85 83 80 0 85
Sotek 53.7 85 74 80 100 85
Waru 54.9 85 90 80 100 85
Babulu 63.5 85 100 80 0 85
Gunung Intan 53.0 85 100 80 0 85
Sebakung Jaya 54.1 85 100 80 0 85
Sepaku I 32.3 85 99 80 100 85
Sepaku III 70.2 85 80 80 100 85
Semoi II 73.4 85 100 80 0 85
Maridan 60.9 85 100 80 0 85
KABUPATEN 57.1 85 90 80 100 85
BUMIL KEK
BUMIL ANEMIA FE 3 BUMIL REMAJA
PUSKESMA MENDAPAT PMT
NO PUTRIMENDAPAT
S FE
CAPAI TARGE CAPAIA TARGE CAPAIA TARGE CAPAI
AN T N T N T AN TARGET
1 Penajam 11.2 33% 82.3 80 107 100 50.9 30
1 Petung 12.5 33% 67.7 80 107 100 0.0 30
1 Sotek 8.8 33% 61.5 80 100 100 0.0 30
1 Waru 9.7 33% 54.6 80 96 100 95.4 30
1 Babulu 30.3 33% 82.9 80 100 100 71.4 30
1 Gunung Intan 5.1 33% 72.4 80 100 100 0.0 30
Sebakung
1
Jaya 6.9 33% 38.4 80 100 100 63.5 30
1 Sepaku I 23.0 33% 37.4 80 100 100 20.9 30
1 Sepaku III 13.3 33% 63.4 80 82 100 97.0 30
1 Semoi II 20.4 33% 49.2 80 100 100 0.0 30
1 Maridan 9.7 33% 49.2 80 100 100 10.8 30
KABUPATE
N 14.4 33% 67.9 80 98 100 40.7 30
2. CAPAIAN PROGRAM
BUMIL
PERSALIN PERSAL
BUMIL BUMIL KEK
BUMIL K4 FE 3BUMIL AN DI INAND
DESA ANEMIA KEK DAPAT
FASKES UKUN
PMT
ABS % ABS % ABS % ABS % ABS % ABS % ABS %
2
.
Api - Api 19 40.4 19 40.4 6 6 1 2.1 1 2.1 15 33.3 1 2
Labangka
Barat 50 100 50 100 9 20 5 11.1 5 11.1 50 100 0 0
Babulu Laut 51 73 51 73 35 50 3 4.3 3 4.3 51 76.1 0 0
9.
Sumber Sari 19 61.3 19 61.3 3 7 7 22.6 6 19.4 15 50 0 0
Gunung
Makmur 32 84.2 32 84.2 0 0 8 21.1 8 21.1 27 75 0 0
3.
Sri Raharja 13 48 13 48 1 6 2 7.1 2 7.1 15 56 0 0
Binuang 26 81.3 26 81.3 11 34 4 12.5 4 12.5 31 96.9 0 0
Sukaraja 38 54.3 38 54.3 14 20 1 1.4 1 1.4 40 59.7 0 0
Karang
Jinawi 8 53.3 8 53.3 0 0 0 0 0 0 13 92.9 0 0
Tengin Baru 41 56.1 41 56.2 19 26 12 16.4 9 12.3 45 64.3 0 0
0
.
TOTAL 297 65.2 297 65.2 98 17 43 9.9 39 9.12 302 70.4 1 2
TUJUAN PROGRAM
Menurunnya angka stunting anak usia bawah dua tahun dari 34,7% menjadi 20% pada akhir
2024 di di seluruh Kecamatan melalui peningkatkan kesadaran publik dan melakukan
perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting melalui kampanye lokal dan
pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku yang komprehensif.
TUJUAN KHUSUS
SASARAN
LOKASI PROGRAM
Kecamatan
Desa/Kelurahan
UPT. Puskesmas
posyandu
METODE IMPLEMENTASI
Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani pervalensi stunting, pemerintah Daerah
Penajam Paser Utara kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan serta regulasi yang
diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan pervalensi stunting, termasuk diantaranya:
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) 2018-2023 (target
penurunan prevalensi stunting menjadi 28% pada 2023).
2. Peraturan Bupati No 29 Tahun 2018 Tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
3. Surat Edaran Bupati No: 443.5/144/TUPimp/Kesmas-KL/I/2015 tentang Upaya Akselerasi
Pencapain Desa Open Defecation Free (Stop Buang Air Besar Sembarangan) Dan
Menggiatkan Gerakan Jumat Bersih
Selain mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi, telah memiliki program baik terkait
intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif, yang potensial untuk menurunkan
stunting. Intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan
1.000 Hari Pertama Kegiatan (HPK). Berikut ini adalah identifikasi beberapa program gizi
spesifik yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Penajam Paser Utara :
1. Program terkait Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil, yang dilakukan melalui beberapa
program/kegiatan berikut:
• Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan
protein kronis
• Program untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
• Pemberian obat cacing untuk menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
• Program untuk melindungi ibu hamil dari Malaria.
Jenis kegiatan yang telah dan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah meliputi
pemberian suplementasi besi folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan kepada ibu
hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, memberikan imunisasi
Tetanus Toksoid (TT), pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, melakukan upaya
untuk penanggulangan cacingan pada ibu hamil, dan memberikan kelambu serta
pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria.
2. Program yang menyasar Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan termasuk diantaranya
mendorong IMD/Inisiasi Menyusui Dini melalui pemberian ASI jolong/colostrum dan
memastikan edukasi kepada ibu untuk terus memberikan ASI Eksklusif kepada anak
balitanya.Kegiatan terkait termasuk memberikan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, Inisiasi Menyusui Dini (IMD), promosi menyusui ASI eksklusif (konseling
individu dan kelompok), imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap
bulan, dan penanganan bayi sakit secara tepat.
3. Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak
Usia 7-23 bulan:
• mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI
• menyediakan obat cacing
• menyediakan suplementasi zink
• melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
• memberikan perlindungan terhadap malaria
• memberikan imunisasi lengkap
• melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Selain itu, beberapa program lainnya adalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Balita Gizi Kurang melalui Puskesmas dan Posyandu. Program terkait meliputi pembinaan
Posyandu dan penyuluhan serta penyediaan makanan pendukung gizi untuk balita kurang gizi
usia 6-59 bulan.Terkait dengan intervensi gizi sensitif yang telah dilakukan oleh Pemerintah
Daerah terkait beberapa diantaranya adalah kegiatan sebagai berikut:
1. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih melalui program PAMSIMAS
(Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi berbasis Masyarakat).
PAMSIMAS juga dilakukan dengan kontribusi dari pemerintah daerah serta masyakart
melalui pelaksanaan beberapa jenis kegiatan seperti dibawah:
• Meningkatkan praktik hidup bersih dan sehat di masyarakat
• Meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki akses air minum dan sanitasi yang
berkelanjutan
• Meningkatkan kapasitas masyarakat dan kelembagaan lokal (pemerintah daerah
maupun masyarakat) dalam penyelenggaraan layanan air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat
• Meningkatkan efektifitas dan kesinambungan jangka panjang pembangunan sarana
dan prasarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
2. Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi melalui Kebijakan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM) yang pelaksanaanya dilakukan oleh Puskesmas
bekerjasama Desa/Kelurahan Kegiatan ini meliputi gerakan Penyuluhan dan Pemicuan
STBM telah menjangkau 6 desa/kelurahan.
3. Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) melalui
dua program:
3.1. Program KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan
Keluarga) oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional)
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Kegiatan yang
dilakukan meliputi:
• Penguatan advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terkait
Program KKBPK
• Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata
• Peningkatan pemahaman dan kesadaran remaja mengenai kesehatan
reproduksi dan penyiapan kehidupan berkeluarga
• Penguatan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
Pembangunan bidang Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB)
• Penguatan data dan informasi kependudukan, KB dan KS
3.2. Program Layanan KB dan Kesehatan Seksual serta Reproduksi (Kespro) oleh LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI). Kegiatan yang dilakukan adalah:
• Menyediakan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang terjangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk difabel (seseorang dengan
kemampuan berbeda) dan kelompok marjinal termasuk remaja
• Menyediakan pelayanan penanganan kehamilan tak diinginkan yang
komprehensif yang terjangkau.
• Mengembangkan standar pelayanan yang berkualitas di semua strata
pelayanan, termasuk mekanisme rujukan pelayanan kesehatan seksual dan
reproduksi
• Melakukan studi untuk mengembangkan pelayanan yang berorientasi pada
Kepuasan klien, pengembangan kapasitas dan kualitas provider.
• Mengembangkan program penanganan kesehatan seksual dan reproduksi pada
situasi bencana, konflik dan situasi darurat lainnya.
• Mengembangkan model pelayanan KB dan Kesehatan Produksi (Kespro)
Melalui pendekatan pengembangan masyarakat.
Ada tiga hambatan utama terhadap peningkatan gizi dan perkembangan anak di Kabupaten
Penajam Paser Utara:
Pertama, masalah anak pendek dan gizi ibu tidak mudah dilihat. Pada umumnya, orang tidak
tahu bahwa masalah gizi merupakan sebuah masalah, kecuali gizi kurang tersebut berbentuk
anak yang sangat kurus. Oleh karena itu, upaya-upaya diarahkan secara tidak tepat untuk
menangani anak yang sangat kurus, bukan diarahkan pada sistem dan intervensi untuk
menanggulangi gizi kurang pada ibu dan anak anak.
Kedua, banyak pihak menghubungkan gizi kurang dengan kurangnya pangan dan percaya
bahwa penyediaan pangan merupakan jawabannya. Ketersediaan pangan bukan penyebab
utama gizi kurang di Indonesia, meskipun kurangnya akses ke pangan karena kemiskinan
merupakan salah satu penyebab. Bahkan anak-anak dari dua kuintil kekayaan tertinggi
menunjukkan anak pendek dari menengah sampai tinggi, sehingga penyediaan pangan saja
bukan merupakan solusi.
Ketiga, pengetahuan yang tidak memadai dan praktek-praktek yang tidak tepat merupakan
hambatan signifikan terhadap peningkatan gizi.
• Monitoring dilakukan setiap tiga bulan sekali secara terpadu melalui laporan secara
berjenjang, rapat koordinasi lintas program, lintas sektor terkait dan pembinaan terbaru.
• Umpan balik (feedback) hasil monitoring dapat disampaikan melalui mekanisme
persuratan. Dan dapat dibawa ke forum pimpinan apabila terdapat tindak lanjut yang
memerlukan keputusan pimpinan yang lebih tinggi.
• Hasil monitoring akan menjadi bahan masukan dalam melakukan evaluasi upaya
komunikasi dalam pencegahan stunting secara keseluruhan
• Waktu evaluasi dilakukan 2 (dua) kali 1 tahun i, melalui laporan pada rapat koordinasi
forum komunikasi lintas program dan lintas sektor pada pertengahan dan akhir tahun.
• Evaluasi dampak dilakukan dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan Hasil evaluasi
dilaporkan ke Bupati, Gubernur dan akan dilaporkan kepada
Menteri Kesehatan.
KESIMPULAN
Pada umumnya, orang tidak menyadari pentingnya gizi selama kehamilan dan dua
tahun pertama kehidupan. Secara lebih khusus:
Perempuan tidak menyadari pentingnya gizi mereka sendiri. Misalnya, 81 persen perempuan
hamil menerima atau membeli tablet besi-folat pada tahun 2010, tetapi hanya 18 persen yang
mengkonsumsi tablet sebagaimana direkomendasikan minimal selama 90 hari selama masa
kehamilan.
Masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI eksklusif dan
praktek-praktek pemberian makan bayi dan anak yang tepat, dan memberikan dukungan
kepada para ibu.
Keluarga seringkali tidak memiliki pengetahuan tentang gizi dan perilaku kesehatan.
Penyedia layanan kesehatan dan petugas masyarakat tidak memberikan konseling gizi yang
memadai. Tanpa konseling yang efektif, pemantauan pertumbuhan tidak akan efektif dalam
menurunkan gizi kurang.
Pengambil keputusan lokal seringkali tidak memiliki pengetahuan yang memadai
tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan untuk meningkatkan gizi. Ini berarti sumber
daya terbuang, misalnya, tentang program pemberian makanan prasekolah, yang tidak efektif
dalam menurunkan gizi kurang pada anak-anak, meskipun program tersebut dapat
memberikan manfaat pendidikan. Kurangnya kesadaran juga berarti tidak adanya tindakan
tentang langkah-langkah penting yang harus dilakukan oleh para pengambil keputusan
kabupaten, misalnya, pengeluaran dan pelaksanaan peraturan daerah (Perda) tentang iodisasi
garam universal atau tentang pemberian ASI.
Hal yang kemungkinan menjadi penyebab belum efektifnya kebijakan serta program
Intervensi Stunting yang ada dan telah dilakukan adalah:
a. Program/intervensi yang ada (baik yang bersifat spesifik gizi maupun sensitif gizi) masih
perlu ditingkatkan rancangannya, cakupannya, kualitasnya dan sasarannya.
b. Program yang secara efektif mendorong peningkatan pengetahuan gizi yang baik dan
perubahan perilaku hidup sehat masyarakat belum banyak dilakukan.
c. Kurangnya pengetahuan dan kapasitas tenaga kesehatan di tingkat Kabupaten,
Puskesmas sampai pada tingkat Desa/Kelurahan dalam menangani stunting perlu
ditingkatkan.
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Penajam Paser Utara