Anda di halaman 1dari 51

AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT

(Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON


(Anthocephalus cadamba Miq.)

MUHAMMAD RIPQI LUBIS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Agroforestri Tanaman


Kunyit (Curcuma domestica Val.) di Bawah Tegakan Jabon (Anthocephalus
cadamba Miq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Muhammad Ripqi Lubis


NIM E451110141
RINGKASAN

MUHAMMAD RIPQI LUBIS. Agroforestri Tanaman Kunyit (Curcuma


domestica Val.) di Bawah Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)
Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR dan NURHENI WIJAYANTO.

Penanaman pohon jabon (A. cadamba) banyak diminati masyarakat saat


ini, karena jabon merupakan jenis pohon cepat tumbuh, berbatang silindris dengan
tingkat kelurusan sangat baik, dan memiliki kemampuan pemangkasan alami.
Pohon jabon juga memiliki bebas cabang tinggi memungkinkan cahaya masuk
dari samping, sehingga tanaman bawah masih dapat tumbuh. Untuk
mengoptimalkan lahan hutan jabon dapat dikembangkan pola agroforestri.
Agroforestri memberikan penghasilan harian, mingguan, bulanan dan tahunan
bahkan jangka waktu yang lebih panjang bagi petani. Oleh karena itu, untuk
pengembangan agroforestri jabon diperlukan jenis tanaman yang tahan terhadap
naungan.
Kunyit (C. domestica) dapat dijadikan pilihan tanaman untuk agroforestri
jabon karena kunyit dapat tumbuh pada kondisi naungan. Disamping itu, kunyit
banyak manfaatnya. Penggunaannya tidak sebatas rimpangnya, daun kunyit juga
dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak untuk menambah rasa. Rimpang
kunyit juga digunakan sebagai bahan minuman penyegar, bahan pengawet alami,
bahan obat (penyakit anti Alzheimer, anti tumor, anti diabetes), bahan konsumsi
hewan ternak dan digunakan sebagai bahan forensik (visualisasi sidik jari).
Hasil penelitian perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon menunjukkan
aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan tanaman
kunyit. Aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon juga tidak menurunkan produksi
rimpang dan tidak menurunkan kandungan kurkumin pada umur 6 bulan setelah
tanam. Di mana bahan ekstrak daun dan ranting jabon tidak terdapat kandungan
alelopati.
Penelitian agroforestri dilakukan pada tegakan jabon berumur 3 tahun 9
bulan dengan tingkat naungan berkisar 73.7%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan dosis pupuk J3 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-
masing 250 kg ha-1 menghasilkan produksi lebih tinggi dari perlakuan dosis
pupuk J2 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg ha-1) dan
perlakuan dosis pupuk J1 (Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 150
kg ha-1) terhadap bobot rimpang. Produksi kunyit pada umur 6 bulan setelah
tanam (BST) berkisar 7.4-11.9 ton ha-1, dan pada umur 8 BST menghasilkan
produksi kunyit 9.9-16.4 ton ha-1. Kandungan kurkumin pada umur 6 BST adalah
6% telah memenuhi standar MMI 5%.

Kata kunci: agroforestri, jabon, kunyit, kurkumin, alelopati


SUMMARY

MUHAMMAD RIPQI LUBIS. Turmeric (Curcuma domestica Val.) Plants Under


Agroforestry Stands Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Supervised by
IRDIKA MANSUR and NURHENI WIJAYANTO

Planting of jabon (A. cadamba) tree species have attracted many people in
recent times due to its fast growing ability, cylindrical trunk with a good level of
alignment, and the ability of natural pruning. Jabon tree branches arevalso high
allowing light in from the side, to enhance natural regeneration. To optimize jabon
forests, land can be developed through agroforestry systems. Agroforestry
provides income daily, weekly, monthly and even yearly longer period for
farmers. Therefore, it is necessary for the development of agroforestry jabon plant
types that are resistant to shade.
Turmeric (C. domestica) may be an option for agroforestry crop jabon as
turmeric can be grown in shade conditions. In addition, turmeric has many
benefits, thus, its use is not limited to the rhizome and the leaves can also be used
as a spice in cooking to add flavor. Turmeric is also used as a refreshing drink, a
natural preservative, medicinal materials (anti-Alzheimer's disease, anti-tumor,
anti-diabetic), fodder for livestock and also for forensic purposes (fingerprint
visualization).
The results of the study treatments extract of leaves and twigs jabon shows
extracts of leaves and twigs application Jabon not inhibit the growth of turmeric
plants. The applications extraction of leaves and twigs of jabon showed no
allelopathic effect, wherein the extract of leaves and twigs treatment of white
Jabon did not inhibit the growth of turmeric plants, decrease the production of
rhizomes and reduce the content of curcumin at the of age 6 BST.
Agroforestry research conducted at the 3.9-year old jabon stands average
shade level of 73.7% shade. The results showed that treatment J3 (Urea, SP-36,
and KCl with each dose of 250 kg ha-1) was high in production from treatments J2
(Urea, SP-36, and KCl with each dose of 200 kg ha-1) and as well as treatment J1
(Urea, SP-36, and KCl with each dose of 150 kg ha-1) to the weight of the
rhizome. Production of turmeric at the age of 6 months after planting (BST)
ranged between 7.4 and 11.9 tons ha-1 and producing 9.9-16.4 tons ha-1 at the age
of 8 BST. The content of curcumin at age 6 BST is 6% has met the standard MMI
5%.

Keywords: agroforestry, jabon, turmeric, curcumin, residues


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON
(Anthocephalus cadamba Miq.)

MUHAMMAD RIPQI LUBIS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Otih Rostiana, MSc
PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil’alamin. Tuhan seru sekalian alam, puji syukur


hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala, karena atas nikmat dan karunia-Nya yang
masih memberikan kesempatatan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini,
dengan judul agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon
(A. cadamba) yang dilaksanakan mulai bulan September 2012 sampai bulan
Agustus 2013. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada makhluk seru sekalian
alam sebagai teladan bagi kehidupan kita yakni Nabi Muhammad Shalallahu
’alaihi wasallam. Semoga dengan selalu bershalawat bisa menjadikan hidup lebih
dekat dengan akhlak yang beliau ajarkan kepada umatnya di dunia.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis penulis selalu
mendapatkan bimbingan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak
langasung. Oleh sebab itu, melalui tulisan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Irdika
Mansur, MForSc dan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku komisi
pembimbing atas segala bimbingan, arahan, kritikan dan masukan selama
penelitian hingga penulisan tesis. Semua itu diberikan dengan dedikasi yang
tinggi.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pedidikan
Provinsi Riau yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten Pelalawan Cq Bupati Pelalawan yang memberikan izin
tugas belajar. Dr Otih Rostiana, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis
atas saran dan arahannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayahanda dan ibunda yang membesarkan dan mendidik ananda, istri tercinta dan
kedua mertua atas doa dan kasih sayangnya. Anak-anak tercinta, seluruh keluarga,
dan teman-teman seperjuangan (PBT 2011 dan Silvikultur Tropika 2011) atas
segala motivasi dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Muhammad Ripqi Lubis


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
Manfaat Penelitian 4
2 METODE PENELITIAN 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Alat dan Bahan 5
Analisis Data 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon terhadap Pertumbuhan,


Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit 11

Pengaruh Pemupukan terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang,


Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon 16

Arsitektur Perakaran Pohon Jabon 25

4 SIMPULAN DAN SARAN 27


Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Tingkat deforestasi di Indonesia 1
2 Penggunaan kayu hutan rakyat 2
3 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tanaman kunyit
(C. domestica) 11
4 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman
kunyit (C. domestica) 12
5 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah daun tanaman
kunyit (C. domestica) 13
6 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah anakan
tanaman kunyit (C. domestica) 14
7 Pertumbuhan diameter batang, lebar dan panjang daun tanaman kunyit
(C. domestica) 15
8 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap kandungan
kurkumin rimpang kunyit (C. domestica) 16
9 Rekapitulasi hasil analisi sidik ragam parameter tegakan jabon (A.
cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 17
10 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tegakan jabon (A.
cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 18
11 Pengruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tajuk tegakan jabon
(A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 18
12 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap
parameter tanaman kunyit ((C. domestica) 19
13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap komponen pertumbuhan
diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit
(C. domestica) 22
14 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis pupuk dan umur
panen terhadap produksi tanaman kunyit (C. domestica) 22
15 Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica) 23
16 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica) 24
17 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kandungan kurkumin
rimpang kunyit (C. domestica) 26
18 Parameter perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 27
DAFTAR GAMBAR

1 Alur kegiatan penelitian agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di


bawah tegakan jabon (A. cadamba) 4
2 Tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon (A. cadamba) 8
3 Bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 26 MST dan 35 MST 15
4 Pengaruh dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman kunyit
(C. domestica) 20
5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun tanaman kunyit
(C. domestica) 20
6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah anakan tanaman
kunyit (C. domestica) 21
7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot
rimpang kunyit (C. domestica) 23
8 Pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica)
umur 8 BST dengan intensitas naungan 73.7% 25
9 Arsitektur perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diskripsi kunyit varietas Turina-2 32


2 Hasil analisi daun jabon 33
3 Jenis-jenis pohon berefek alelopati 35
4 Data iklim bulan Desember 2012 sampai bulan Agustus2013, Lintang
06031' LS, Bujur 106044' BT, Elevasi 207 m 36
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi kayu dari hutan alam tidak cukup memenuhi kebutuhan industri
kayu di Indonesia. Pasokan bahan baku dari hutan alam semakin menurun
disebabkan deforestasi dan degradasi sebagai akibat kurang baiknya manajemen
hutan oleh pemegang izin hutan alam dan semakin maraknya penjarahan hutan
(Kemenhut 2011a; Tabel 1). Masalah ini dikeluhkan pengelola industri kayu
dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Kekurangan bahan baku dapat diatasi
dengan pasokan kayu dari hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan salah satu
alternatif pengganti kayu hutan alam untuk kebutuhan industri (Kemenhut 2011b;
Tabel 2).

Tabel 1 Tingkat deforestasi di Indonesia (1990–2009)


1990- 1996- 2000- 2003- 2006-
Juta ha tahun-1
1996 2000 2003 2006 2009
Indonesia 1.87 3.51 1.08 1.17 0.83
Kawasan Hutan 1.37 2.83 0.78 0.76 0.61
Non Kawasan 0.50 0.68 0.30 0.41 0.22
Sumber : Kemenhut (2011a)

Pengembangan hutan rakyat selain bertujuan untuk memperbaiki


lingkungan, juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Produktivitas hutan rakyat dapat ditingkatkan dengan penerapan teknik sistem
silvikultur yang tepat dan pola agroforestri. Pemilihan pola tanam dan jenis
pohon perlu dilakukan guna tercapainya hutan rakyat yang diinginkan.
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dapat dikembangkan untuk
pembangunan hutan rakyat. Menurut Mansur (2012) jabon memiliki kelebihan
dari pohon pionir lainnya, antara lain: jenis pohon asli Indonesia dengan
penyebaran luas, mudah diperbanyak baik secara generatif maupun vegetatif,
informasi teknik budidaya mudah didapat, kayunya dapat digunakan untuk
keperluan industri, akar dan kulit batang dapat digunakan sebagai obat.
Risasmoko (2012) menambahkan diameter batang dapat tumbuh berkisar 10 cm
tahun-1, berbatang silindris dengan tingkat kelurusan sangat bagus, memiliki
kemampuan pemangkasan alami, masa produksi singkat, sehingga pada usia 4-6
tahun pohon dapat dipanen.
Pemilihan pola tanam diperlukan dalam pengembangan hutan jabon
sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Agroforestri
merupakan solusi yang tepat karena menurut Hairiah et al. (2003), agroforestri
merupakan pola penanaman yang dengan sengaja dan mengelola pohon bersama-
sama dengan tanaman pertanian, dan atau pakan ternak dalam sistem yang
berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Agroforestri merupakan salah
satu usaha yang dinilai layak secara finansial (Wijayanto 2001) dan dapat
2

menghasilkan panen harian, mingguan, bulanan, dan tahunan, bahkan untuk


jangka waktu yang lebih panjang (Darusman 2012).
Pola agroforestri pohon dan tanaman pertanian atau pakan ternak akan
berkompetisi untuk mendapatkan cahaya, unsur hara dan saling mempengaruhi
disebut dengan interaksi. Interaksi terjadi bila ketersediaan sumber kehidupan
tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi biasanya diwujudkan dalam
bentuk hambatan pertumbuhan tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung (Hairiah et al. 2002). Oleh karena itu, perlu
dicari tanaman yang dapat dipadukan dengan jabon pada sistem agroforestri, yaitu
tanaman yang toleran terhadap naungan.

Tabel 2 Penggunaan kayu hutan rakyat


Jenis Industri Kebutuhan (%)
Kayu bangunan 29.40%
Kayu lapis 2.90%
Kayu pertukangan/kerajian 15%
Penggergajian kayu 47.10%
Veneer 2.90%
Lainya 2.90%
Sumber: Kemenhut (2011b)

Kunyit (Curcuma domestica Val.) tumbuh baik dengan kondisi naungan


sekitar 30 % (Syahid et al. 2010) sehingga berpotensi untuk dibudidayakan pada
sistem agoforestri. Tanaman ini memiliki banyak manfaat dan berkhasiat sebagai
obat. Penggunaannya tidak hanya sebatas sebagai obat dan bumbu masak, tetapi
dapat juga diolah sebagai bahan minuman penyegar (Winarti dan Nurdjanah
2005), bahan pengawet alami (Sugiarti et al. 2008), bahan baku industri kosmetik,
bahan konsumsi hewan ternak (Pratikno 2010) dan digunakan sebagai bahan
forensik (visualisasi sidik jari) (Rakesh et al. 2011). Manoi (2009) menambahkan
kunyit dapat diolah menjadi produk rimpang kering (kunyit gelondongan), irisan
kunyit kering, tepung, minyak atsiri, oleoresin, dan zat warna kurkuminoid.
Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari
tanaman Zingiberaceae, khususnya kunyit dan temulawak. Senyawa kurkumin
ini, seperti juga senyawa kimia lain seperti anti-biotik, alkaloid, steroid, minyak
atsiri, resin, fenol merupakan hasil metabolit sekunder suatu tanaman. Menurut
Joe et al. (2004) kurkuminoid adalah kelompok senyawa fenolik bermanfaat untuk
mencegah timbulnya infeksi berbagai penyakit.
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki kedua jenis tersebut, maka perlu
dikembangkan agroforestri jabon untuk pendapatan jangka panjang dengan kunyit
yang tahan naungan untuk pendapatan jangka pendek. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian agroforestri jabon dan kunyit untuk mengetahui pengaruh
dosis pemupukan anorganik untuk pertumbuhan dan produksi kunyit di bawah
tegakan jabon. Kombinasi kedua jenis tersebut diharapkan akan meningkatkan
3

produktivitas sistem agroforestri dan memberikan pengaruh positif terhadap sosial


ekonomi dan lingkungan.

Perumusan Masalah

Pohon jabon dapat dikembangkan sebagai hutan rakyat sebagai solusi


untuk memenuhi kebutuhan industri kayu, karena dapat dikembangkan secara
generatif maupun vegetatif, benihnya mudah didapat, teknik budidaya murah, dan
memiliki sifat pertumbuhan relatif cepat sehingga masa produksinya singkat.
Pertumbuhan jabon yang cepat dan bertajuk rapat menghasilkan intensitas
naungan berat sehingga menghalangi cahaya mencapai lantai hutan, tetapi
memungkinkan cahaya masuk dari samping karena memiliki bebas cabang yang
tinggi.
Untuk mengoptimalkan lahan hutan rakyat jabon, perlu dikembangkan
pola agroforestri. Pengembangan agroforestri jabon diperlukan jenis tanaman
yang tahan naungan. Kunyit dapat dijadikan pilihan tanaman untuk agroforestri
jabon karena dapat tumbuh baik pada kondisi naungan sekitar 30%, disamping itu
tanaman ini banyak manfaatnya.
Penggunaannya tidak sebatas rimpang, daun kunyit dapat digunakan
sebagai bumbu masak untuk menambah rasa dan memberi warna. Rimpang
kunyit dapat digunakan sebagai bahan minuman penyegar, bahan kosmetik dan
pengawet alami, dan bahan forensik (visualisasi sidik jari). Oleh sebab itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui interaksi antara jabon dengan kunyit dalam
penanaman pola agroforestri. Varietas kunyit yang digunakan dalam penelitian
ini adalah varietas Turina-2 hasil pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat (BALITTRO 2007).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap


pertumbuhan tanaman kunyit
2. Menganalisis pertumbuhan jabon yang ditanam dengan kunyit
3. Menganalisis pertumbuhan kunyit di bawah tegakan jabon
4. Produksi kunyit dan kandungan kurkumin dipengaruhi dosis pupuk dan umur
panen
5. Mengetahui pengaruh tegakan jabon terhadap kandungan kurkumin rimpang
kunyit
6. Menganalisis arsitektur akar pohon jabon

Hipotesis

1. Daun dan ranting jabon tidak bersifat alelopati terhadap tanaman kunyit dan
kandungan kurkumin
2. Penanaman kunyit berpengaruh terhadap pertumbuhan jabon
4

3. Pertumbuhan jabon tidak mempengaruhi tanaman kunyit


4. Produksi kunyit dan kandungan kurkumin dipengaruhi dosis pupuk dan umur
panen
5. Tegakan jabon mempengaruhi kandungan kurkumin kunyit
6. Jabon memiliki system perakaran yang dalam

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat dan pengembang (pengusaha)


tanaman jabon potensi pemanfaatan lahan di bawah tegakan jabon untuk
penanaman kunyit dengan pola agroforestri dan memberikan gambaran
pemupukan yang optimal untuk produksi kunyit di lahan agroforestri jabon.

Alur Kegiatan Penelitian

Secara ringkas, alur dari penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat
pada Gambar 1.

Hutan Jabon Pemanfaatan


Hutan Rakyat

Serasah dan Ranting Agroforestri Perakaran Jabon

Alelopati Tanaman Kunyit


varietas Turina-2

Pertumbuhan Tanaman Kunyit


Produksi Rimpang Kunyit
Kandungan Kurkumin

Kebutuhan Industri Tambahan Pendapatan Petani

Kesejahteraan Petani

Gambar 1 Alur kegiatan penelitian agroforestri tanaman kunyit (C domestica) di bawah


tegakan jabon (A. cadamba.)
5

2 METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon
terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman
kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang,
kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, 3) Arsitektur
perakaran pohon jabon.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai bulan Agustus


2013. Penelitian pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap
pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, selama
empat bulan dilaksanakan di Rumah Kaca Bagian Ekologi Hutan, Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian pengaruh pemupukan terhadap
pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah
tegakan jabon dan Arsitektur perakaran pohon jabon dilaksanakan di Dusun
Tawakal RT/RW 01/ 05, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota
Bogor, Jawa Barat. Analisis kurkumin dengan uji Spektrofotometri di
Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) dan
analisis bahan kimia serasah jabon dengan uji GC-MS Pirolisis di Laboratorium
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil
Hutan (P3KKPHH) Gunung Batu, Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah tegakan jabon umur 3 tahun 9 bulan,


rimpang kunyit varietas Turina-2, pupuk anorganik (Urea, SP-36, dan KCl),
pupuk kandang, tanah dari lokasi agroforestri tanaman kunyit di bawah tegakan
jabon dengan tekstur clay, daun (serasah) dan ranting jabon.
Alat yang digunakan timbangan, blender, gelas ukur, kain halus (planel),
jangka sorong digital, meteran, polybag ukuran 40 cm x 40 cm, plastik putih
ukuran 40 cm x 60 dengan tebal 8 mm, garpu, toples plastik, kompas, pita ukur,
bak plastik, haga hypsometer, Lux meter dan spherical densiometer.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini terdiri atas:

1. Penelitian Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon Terhadap


Pertumbuhan, Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman
Kunyit

Penelitian disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)


faktorial (dua faktor), dengan tiga ulangan, 12 kombinasi perlakuan, 36 satuan
6

percobaan, dan 72 satuan amatan. Faktor pertama ekstrak serasah jabon (D0) 0 g
l-1, (D1) 3 g l-1, (D2) 6 g l-1, (D3) 9 g l-1, faktor kedua ekstrak ranting jabon (R0) 0
g l-1, (R1) 3 g l-1dan (R2) 6 g l-1. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai
berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + Ԑ ijk


Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada faktor daun taraf ke-i faktor ranting taraf ke-j dan
kelompok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama faktor daun
βj = Pengaruh utama faktor ranting
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor daun dan faktor ranting
ρk = Pengaruh dari kelompok
εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal

Pelaksanaan Penelitian

Penanaman

Polybag ukuran 40 cm x 40 cm diisi tanah sebanyak 10 kg polybag-1. Tiap


polybag ditanam satu rumpun kunyit berumur 18 minggu setelah tanam (MST).
Polibag ukuran 40 cm x 40 cm dengan tanaman kunyit dimasukkan ke dalam
kantong plastik putih berukuran 40 cm x 60 cm, bertujuan untuk menampung sisa
ekstrak dan ranting jabon.

Persiapan bahan ekstraksi

Ranting dan serasah jabon diambil dari lokasi penelitian agroforestri.


Ranting jabon dipotong kecil-kecil dengan panjang 0.5 cm kemudian dijemur
hingga kadar airnya 10%. Potongan ranting digiling menjadi serbuk dengan
ukuran 80 mesh, penggilingan dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan,
Departemen Hasil Hutan, Fakutas Kehutanan IPB. Serasah diambil tiap minggu,
dibersihkan dengan aquades kemudian diblender hingga halus (Hilwan 1993;
Walalangi 1994; Daryono 1998; Achmad dan Suryana 2009). Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan IPB. Bahan serbuk ranting dan hasil blenderan serasah direndam
dengan aquades dingin selama 24 jam sesuai perlakuan. Perlakuan serasah adalah
(D0) 0 g l-1, (D1) 3 g l-1, (D2) 6 g l-1, dan (D3) 9 g l-1, dan perlakuan ranting
adalah (R1) 0 g l-1, (R1) 3 g l -1 dan (R2) 6 g l-1.

Aplikasi ekstraksi

Ekstrak serasah dan ranting jabon disaring menggunakan kain planel.


Hasil saringan ekstrak disiramkan pada satuan amatan sebanyak 150 ml rumpun-1
sesuai perlakuan. Aplikasi ekstrak serasah dan ranting jabon dilakukan empat kali
pada tanaman kunyit berumur 22 MST, 23 MST, 24 MST dan 25 MST.
7

2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang,


Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon

Parameter pertumbuhan tanaman kunyit disusun dalam Rancangan


Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat perlakuan dan masing-masing
perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas: (J0) jabon tidak
agroforestri, (J1) jabon agroforestri (ada kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36,
dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg ha-1, (J2) jabon agroforestri (ada
kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing
200 kg ha-1 sebagai pupuk anjuran pada cahaya penuh (Rahardjo dan Rostiana
2009), dan (J3) jabon agroforestri (ada kunyit dan diberikan pupuk Urea, SP-36,
dan KCl dengan dosis masing-masing 250 kg ha-1. Model rancangan yang
digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Yij = µ + τi + βj + Ԑ ij

Keterangan :
Yij = Pengamatan dosis pupuk ke-i dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan dosis duduk
βj = Pengaruh kelompok ulangan (blok)
Ԑ ij = Pengaruh acak yang menyebar normal

Parameter produksi kunyit (bobot rimpang kunyit dan kandungan


kurkumin) dianalisis menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) faktorial (dua faktor), yaitu: faktor pertama dosis pupuk (J1) pupuk Urea,
SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg ha-1, (J2) pupuk Urea, SP-36,
dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg ha-1 sebagai pupuk anjuran pada
cahaya penuh (Rahardjo dan Rostiana 2009), dan (J3) pupuk Urea, SP-36, dan
KCl dengan dosis masing-masing 250 kg ha-1, faktor kedua umur panen (U1)
umur 6 BST, (U2) umur 7 BST dan (U3) umur 8 BST. Model rancangan yang
digunakan adalah sebagai berikut (Gomez dan Gomez 2007).

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + Ԑ ijk

Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada faktor dosis pupuk taraf ke-i faktor umur panen taraf
ke-j dan kelompok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama faktor dosis pupuk
βj = Pengaruh utama faktor umur panen
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor dosis pupuk dan faktor umur panen
ρk = Pengaruh dari kelompok
εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal
8

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bibit

Rimpang kunyit induk dipotong empat bagian, rimpang anakan dipilih


dengan berat 15-20 g, kemudian disemai dalam bak plastik yang berisi coco peat
selama 30-45 hari. Penyiraman dilakukan pada waktu pagi dan sore untuk
menjaga kelembaban sehingga mata rimpang bertunas. Rimpang dengan tinggi
tunas 5 cm sudah dapat dipindahkan ke lapangan.

Persiapan lahan

Gulma di bawah tegakan jabon berumur 3 tahun 9 bulan dibersihkan


terlebih dahulu. Tanah dicangkul sampai gembur dan dibuat petakan dengan
ukuran 3 m x 3.5 m. Tiap petak terdapat 4 pohon jabon yang memiliki rata-rata
diameter batang 8.0-19.0 cm dan tinggi total pohon jabon 11.0-17.9 m.

Penanaman

Bibit kunyit ditanam dengan jarak 50 cm x 50 cm berjumlah 24 tanaman


per petak. Pertumbuhan bibit kunyit tidak seragam sehingga masing-masing blok
ditanam bibit kunyit dengan tinggi berbeda. Blok satu ditanam bibit kunyit
dengan tinggi rata-rata 30.2 cm, blok dua rata-rata tinggi 10.4 cm dan blok tiga
tinggi rata-rata 6.7 cm. Waktu penanaman bibit kunyit dilakukan secara hati-hati
agar mata tunas tidak terpisah dengan rimpang kunyit (patah).

Gambar 2 Tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan jabon A. cadamba)

Pemupukan

Pupuk kandang diberikan dua minggu sebelum penanaman kunyit dengan


takaran 500 g lubang-1 (setara 20 ton ha-1). Pupuk SP-36 dan KCl diberikan
bersamaan penanaman kunyit masing-masing perlakuan J1 3.75 g lubang-1 (setara
150 kg ha-1), perlakuan J2 5 g lubang-1 (setara 200 kg ha-1) dan perlakuan J3 6.25
g lubang-1 (setara 250 kg ha-1). Dosis pupuk Urea pada perlakuan J1 3.75 g
lubang-1 (setara 150 kg ha-1), perlakuan J2 5 g lubang-1 (setara 200 kg ha-1) dan
perlakuan J3 6.25 g lubang1 (setara 250 kg ha-1) diberikan menjadi dua bagian
pada umur 1 bulan setelah tanam (BST) dan 3 BST. Teknik pemupukan dengan
cara dialur melingkari tanaman (Helmi et al. 2004).
9

Pemeliharaan

Gulma dibersihkan untuk menghindari adanya kompetisi unsur hara dan


air. Serasah, ranting, cabang jabon yang gugur di plot penelitian dibersihkan dan
dilakukan pengamatan hama dan penyakit secara rutin. Pengendalian hama daun
dengan cara mekanis, ulat tanah pengendalian dengan pemberian pestisida.

3. Arsitektur Perakaran Pohon Jabon

Penggalian dilakukan pada lingkaran tegakan jabon sampai didapatkan


akar horizontal. Panjang akar horizontal diukur dari batang utama sampai ujung
akar dan ke dalaman akar horizontal dari permukaan tanah sampai ke akar
horizontal. Tujuan penggalian akar adalah melihat arsitektur perakaran pohon
jabon. Parameter pengamatan akar jabon adalah jumlah akar primer, panjang akar
horinzontal dan ke dalaman akar horizontal.

Pengamatan

Pengamatan terdiri atas:

1. Parameter pertumbuhan jabon

1.1. Perhitungan Riap Pohon: Riap pohon dipakai untuk menyatakan pertambahan
dimensi (diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total) pohon atau
tegakan per satuan luas pada waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum
penanaman kunyit sampai panen kunyit terakhir (umur 8 BST). Pendekatan
perhitungan riap rata-rata berjalan (Susila 2010) rumus :

dimana:
CAI = riap rata-rata berjalan (current annual increment)
Dt = diameter (cm) atau tinggi pohon saat pengamatan (m)
Dt-1 = diameter (cm) atau tinggi pohon sebelumnya (m)
T = jarak waktu pengukuran (bulan)

1.2. Pengukuran Tajuk: Pengukuran luasan tajuk dilakukan dengan cara mengukur
diameter tajuk menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan sebelum
penanaman hingga panen kunyit terakhir (umur 8 BST).
1.3. Intensitas Naungan: Persentase penutupan tajuk diukur untuk menduga
besarnya jumlah radiasi sinar matahari yang menembus sampai ke tanah.
Pendugaan penutupan cahaya matahari oleh tajuk tegakan dilakukan dengan
menggunakan alat sphericle densiometer (Supriyanto dan Kasno 2001),
penghitungan dengan rumus:
10

Keterangan;
Ti = Keterbukaan tajuk
Tn = Bobot pada masing-masing titik pengukuran
N = Jumlah titik pengukuran

1.4. Pengukuran intensitas cahaya matahari: Pengukuran intensitas cahaya


matahari menggunakan Lux meter dengan 3 waktu yaitu; pagi (pukul 07.00-
08.00), siang (pukul 12.00-13.00) dan sore (pukul 16.00-17.00) selama tiga
hari. Lux meter diletak diatas permukaan tanah setinggi 75 cm.

2. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit

2.1. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit pada penelitian pengaruh alelopati


daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan
kandungan kurkumin tanaman kunyit, terdiri atas:

2.1.1 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun dari umur 22-26 minggu
setelah tanam (MST)
2.1.2 Diameter batang, lebar daun, dan panjang daun pada umur 23 MST
2.1.3 Bobot rimpang dan kandungan kurkumin pada umur 26 MST dan 35 MST

2.2. Parameter pertumbuhan tanaman kunyit pada penelitian pengaruh pemupukan


terhadap pertumbuhan, produksi rimpang, kandungan kurkumin tanaman
kunyit di bawah tegakan jabon, terdiri atas:
2.2.1 Tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah daun dari umur 1-5 BST
2.2.2 Diameter batang, lebar daun dan panjang daun pada umur 5 BST
2.2.3 Bobot rimpang pada umur 6 BST, 7 BST, dan 8 BST
2.2.4 Kandungan kurkumin pada umur 6 BST, 7 BST, dan 8 BST

Analisis Data

Hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan program


SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1 sehingga diperoleh analisis
keragamannya. Apabila dalam sidik ragam pada taraf α 0.05 perlakuan
menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk
mengetahui sejauh mana perbedaan nilai rata-rata perlakuan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian agroforestri tanaman kunyit (C. domestica) di bawah tegakan
jabon (A. cadamba) terdiri atas : pengaruh alelopati daun dan ranting jabon
terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman
kunyit, pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang,
kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, dan arsitektur
perakaran pohon jabon memberikan beberapa hasil penelitian.
11

3.1 Pengaruh Alelopati Daun dan Ranting Jabon Terhadap Pertumbuhan,


Produksi Rimpang dan Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit

Pertumbuhan tanaman kunyit

Hasil analisis sidik ragam perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon
terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang,
lebar daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST
dan umur 35 MST disajikan pada Tabel 3. Perlakuan ekstrak daun dan ranting
jabon terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang, lebar
daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST dan
umur 35 MST menunjukkan semua aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon ke
tanaman kunyit tidak pengaruh nyata, diduga kandungan kimia daun dan ranting
jabon tidak bersifat senyawa alelopati.

Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tanaman kunyit


(C. domestica)
Parameter Perlakuan F hitung KK
Ekstrak daun 0.89tn
Tinggi tanaman Ekstrak Ranting 0.85 tn 3.61
Interaksi daun dan ranting 0.06 tn
Ekstrak daun 0.47 tn
Jumlah daun Ekstrak Ranting 0.82 tn 10.80
Interaksi daun dan ranting 0.35 tn
Ekstrak daun 0.76 tn
Jumlah anakan Ekstrak Ranting 0.64 tn 14.87
Interaksi daun dan ranting 0.22 tn
Ekstrak daun 0.94 tn
Lingkar batang Ekstrak Ranting 0.84 tn 7.24
Interaksi daun dan ranting 0.35 tn
Ekstrak daun 0.64 tn
Panjang daun Ekstrak Ranting 0.83 tn 4.43
Interaksi daun dan ranting 0.56 tn
Ekstrak daun 0.63 tn
Lebar daun Ekstrak Ranting 0.79 tn 5.55
Interaksi daun dan ranting 0.61 tn
Ekstrak daun 0.58 tn
Berat rimpang umur 6 BST Ekstrak Ranting 0.97 tn 22.26
Interaksi daun dan ranting 0.94 tn
Ekstrak daun 0.77 tn
Berat rimpang umur 8 BST Ekstrak Ranting 0.36 tn 21.87
Interaksi daun dan ranting 0.73 tn
Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf 5%, KK : koefisien keragaman

Tanaman berkayu yang dilaporkan bersifat alelopati antara lain: Acasia


spp., Albizzia lebbeck, Eucalyptus spp., Grewia optiva, Glirycidia sepium,
Leucaena leucocephala, Moringa oleifera, Populus deltoides, Abies balsamea,
Picea mariana, Pinus divaricata, P. recinosa, dan Thuja occidentalis disajikan
12

pada Lampiran 3 ( Coder dan Warnell 1999). Menurut Junaedi et al. (2006)
alelopati yang dihasilkan dari tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam
pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta dalam pengendalian gulma,
patogen, ataupun hama.
Hasil pengamatan parameter pertumbuhan tanaman kunyit perlakuan
ekstrak daun dan ranting jabon disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6. Pada Tabel 4
terlihat semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon tidak beda nyata dengan
kontrol. Rata-rata tinggi tanaman kunyit perlakuan ekstrak daun dan ranting
jabon pada pengamtan 1-5 MSA berkisar 112-123 cm. Data Tabel 4
memperlihatkan ekstrak daun jabon dengan konsentrasi tinggi 9 g l-1 (D3) masih
menunjukkan kecenderungan positif terhadap tinggi tanaman kunyit. Hasil
analisis daun jabon diduga tidak terdapat kandungan kimiawi yang bersifat
alelopati. Kandungan kimiawi daun jabon terbesar adalah Limonene dan
Spiroandrost dengan konsentrasi masing-masing 12.5% 10.5% (Lampiran 2).
Kandungan kimiawi tersebut digunakan sebagai bahan antibiotik. Menurut
Krisnawati et al. (2007) ekstrak daun jabon dapat digunakan dan berfungsi
sebagai obat kumur.
Data Tabel 4 juga memperlihatkan interaksi serasah dan ranting jabon
dengan konsentrasi tinggi (D3R2) terdapat kecenderungan positif pada
pertumbuhan tanaman kunyit. Pelakuan ekstrak daun dan ranting jabon
menunjukkan tidak terdapat pengaruh penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman
kunyit. Pengamatan 3 minggu setelah aplikasi (MSA) pertumbuhan tinggi
tanaman kunyit bertambah pada semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon.
Tidak terdapat pertumbuhan tinggi tanaman kunyit pada pengamatan 4 MSA,
karena 4 MSA tanaman kunyit telah masuk fase pembentukan rimpang.

Tabel 4 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman kunyit
(C. domestica)
Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan MSA
0 1 2 3 4 5a
D0R0 115.2a 116.8 a 115.2 a 117.5 a 121.0 a 121.0 a
D0R1 116.7 a 118.6 a 116.9 a 118.4 a 120.6 a 120.6 a
D0R2 117.3 a 119.5 a 117.3 a 119.2 a 119.4 a 119.4 a
D1R0 116.4 a 118.3 a 116.5 a 118.3 a 120.3 a 120.3 a
D1R1 117.0 a 118.7 a 117.8 a 121.2 a 121.4 a 121.4 a
D1R2 115.0 a 117.8 a 115.3 a 114.0 a 114.8 a 114.8 a
D2R0 118.0 a 119.2 a 118.8 a 118.8 a 120.8 a 120.8 a
D2R1 117.0 a 115.3 a 113.8 a 116.5 a 115.7 a 115.7 a
D2R2 116.7 a 117.4 a 116.0 a 116.4 a 117.1 a 117.1 a
D3R0 113.2 a 115.2 a 112.2 a 111.8 a 113.8 a 113.8 a
a a a a a
D3R1 120.3 123.0 121.2 122.2 122.3 122.3 a
D3R2 116.0 a 118.7 a 116.3 a 118.0 a 119.3 a 119.3 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
13

Jumlah daun dihitung pada batang utama tanaman kunyit, jumlah daun
disajikan pada Tabel 5. Data Tabel 5 menunjukkan aplikasi ekstrak daun dan
ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan daun tanaman kunyit. Aplikasi
ekstrak daun dan ranting jabon pada perlakuan D1R2 menunjukkan konsentrasi
yang baik untuk pertumbuhan daun tanaman kunyit. Pengamatan jumlah daun
tanaman kunyit dari 1 MSA sampai 5 MSA memperlihatkan pertumbuhan daun
tanaman kunyit terus bertambah. Pertumbuhan daun tanaman kunyit terus
bertambah diduga kandungan kimiawi daun dan ranting jabon tidak bersifat
alelopati. Rata-rata jumlah daun tanaman kunyit pada 5 MSA berkisar 7.0-8.1
lembar tanaman-1. Jumlah daun tanaman kunyit pada perlakuan aplikasi ekstrak
daun dan ranting jabon tidak berbeda dengan jumlah daun tanaman kunyit tanpa
perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0).
Parameter jumlah anakan tanaman kunyit perlakuan aplikasi ekstrak daun
dan ranting jabon memberikan respon yang sama terhadap tanaman kunyit tanpa
aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Hal ini diduga ekstrak daun dan
ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan anakan tanaman kunyit (Tabel 6).
Pertumbuhan anakan tanaman kunyit tidak terhambat diduga ekstrak daun dan
ranting jabon mengandung bahan kimiawi yang tidak bersifat alelopati. Jumlah
anakan tanaman kunyit umur 5 MSA berkisar 5.5-7.2 tunas tanaman-1. Jumlah
anakan berkorelasi dengan jumlah rimpang yang terbentuk, makin bertambah
anakan yang tumbuh, makin besar produkivitas rimpang kunyit terbentuk.

Tabel 5 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah daun tanaman
kunyit (C. domestia)
Jumlah daun (MSA)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5
a a a a
D0R0 5.5a 6.2 7.0 7.2 7.8 a 8.0 a
D0R1 4.7 a 5.3 a 5.8 a 6.0 a 6.3 a 6.5 a
D0R2 5.3 a 6.3 a 6.2 a 6.8 a 7.3 a 7.5 a
D1R0 5.0 a 5.8 a 6.7 a 7.0 a 7.3 a 7.5 a
D1R1 5.3 a 6.7 a 6.8 a 7.5 a 7.8 a 8.0 a
a a a a
D1R2 5.5 6.5 7.2 7.7 8.0 a 8.2 a
D2R0 5.2 a 6.0 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.7 a
D2R1 4.5 a 5.8 a 6.8 a 7.0 a 7.7 a 7.7 a
D2R2 5.8 a 6.5 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.5 a
D3R0 5.0 a 5.7 a 6.0 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a
D3R1 5.2 a 6.2 a 6.5 a 7.2 a 7.7 a 7.7 a
D3R2 5.0 a 6.3 a 6.5 a 7.2 a 7.0 a 7.5 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
14

Data Tabel 6 juga memperlihatkan ekstrak daun jabon konsentrasi tinggi


anakan tanaman kunyit masih dapat tumbuh. Anakan tanaman kunyit dapat
tumbuh pada 4 MSA diduga ekstrak daun jabon mengandung unsur hara.
Atunnisa (2013) daun jabon yang telah terdekomposisi akan mensubsidi unsur
hara ke dalam tanah, unsur hara serasah jabon terdekomposisi adalah unsur N, P,
K, Ca dan Mg kandungan masing-masing unsur hara adalah 230 kg ha-1 th-1, 44 kg
ha-1 th-1, 110 kg ha-1 th-1, 238 kg ha-1 th-1 dan 151 kg ha-1 th-1.

Tabel 6 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah anakan
tanaman kunyit (C. domestica)
Jumlah anakan (MSA)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5
a a a a a
D0R0 3.3 4.7 5.5 5.4 6.0 6.0 a
D0R1 4.0 a 5.7 a 6.0 a 6.2 a 6.7 a 6.8 a
D0R2 4.0 a 4.7 a 4.7 a 5.2 a 5.7 a 5.8 a
D1R0 4.0 a 5.8 a 6.8 a 6.8 a 6.8 a 7.0 a
D1R1 4.0 a 4.3 a 5.2 a 5.5 a 5.7 a 5.8 a
D1R2 4.3 a 5.2 a 6.3 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a
a a a a a
D2R0 4.0 5.2 6.2 6.3 6.5 6.5 a
D2R1 4.0 a 5.2 a 6.0 a 6.2 a 6.5 a 6.5 a
D2R2 4.0 a 5.0 a 6.0 a 5.9 a 6.3 a 6.3 a
D3R0 3.3 a 5.2 a 4.8 a 5.2 a 5.3 a 5.5 a
D3R1 4.7 a 6.0 a 6.8 a 6.9 a 7.2 a 7.2 a
D3R2 3.7 a 5.0 a 5.5 a 5.9 a 5.7 a 6.0 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil pengukuran diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman
kunyit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan perlakuan pemberian
ekstrak daun dan ranting jabon terhadap parameter pertumbuhan diameter batang,
lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit tidak beda nyata dengan tanaman
kunyit tanpa perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Perlakuan ekstrak
daun dan ranting jabon konsentrasi tinggi (D3R2) tidak beda nyata dengan ekstrak
daun dan ranting jabon konsentrasi rendah (D1R1). Perlakuan pemberian ekstrak
daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan diameter batang, lebar
daun dan panjang daun tanaman kunyit.
15

Tabel 7 Pertumbuhan diameter batang, lebar dan panjang daun tanaman kunyit
(C. domestica)
Parameter
Perlakuan Diameter Batang Lebar Daun Panjang Daun
(mm) (cm) (cm)
a a
D0R0 21.7 17.3 57.2 a
D0R1 22.9 a 16.9 a 56.3 a
D0R2 22.2 a 16.2 a 56.7 a
D1R0 23.6 a 16.7 a 58.2 a
D1R1 21.9 a 17.2 a 57.7 a
D1R2 22.0 a 16.5 a 58.0 a
D2R0 22.5 a 17.2 a 58.2 a
D2R1 23.3 a 16.6 a 56.0 a
D2R2 22.2 a 16.7 a 59.0 a
D3R0 21.4 a 16.9 a 56.3 a
D3R1 22.5 a 17.2 a 59.8 a
D3R2 24.0 a 17.8 a 58.3 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Bobot rimpang kunyit

Perlakuan pemberian ekstrak daun dan ranting jabon terhadap bobot


rimpang kunyit tidak berbeda nyata dengan bobot rimpang kunyit tanpa perlakuan
ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Bobot rimpang kunyit umur 26 umur 35
MST disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan bobot rimpang kunyit
umur 26 MST dari 205.6 g rumpun-1 sampai 246.6 g rumpun-1. Ekstrak daun dan
ranting jabon dengan konsentrasi tinggi tidak menurunkan bobot rimpang kunyit.
Gambar 3 juga menunjukkan bobot rimpang kunyit umur 35 MST berkisar
201.0 g rumpun-1 hingga 256.0 g rumpun-1. Perlakuan esktrak daun dan ranting
jabon terhadap bobot rimpang umur 35 MST tidak beda nyata dengan bobot
rimpang kunyit tanpa perlakuan (D0R0). Perlakuan aplikasi ekstrak daun dan
ranting jabon tidak mempengaruhi bobot rimpang pada umur 35 MST. Esktrak
daun dan ranting jabon konsentrasi tinggi tidak mempengaruhi bobot rimpang
kunyit.

Gambar 3 Bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 26 MST dan 35 MST
16

Kandungan kurkumin

Hasil analisis kandungan kurkumin rimpang kunyit pada perlakuan ekstrak


daun dan ranting jabon disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan perlakuan
ekstrak daun dan ranting jabon tidak mempengaruhi kandungan kurkumin pada
umur 26 MST. Kandungan kurkumin yang dihasilkan pada umur 26 MST adalah
5-6% tidak berkurang dari kandungan kurkumin pada umur 20 MST sebesar 5%.
Perlakuan aplikasi ekstrak daun jabon (D3R0) tidak mempengaruhi kandungan
kurkumin pada umur 26 MST. Ekstrak ranting jabon (D0R2) juga tidak
mempengaruhi kandungan kurkumin pada umur 26 MST. Perlakuan aplikasi
ekstrak daun dan ranting jabon (D2R2) tidak mempengaruhi kandungan kurkumin
pada umur 26 MST. Kandungan kurkumin yang dihasilkan pada perlakuan
ekstrak daun dan ranting jabon lebih rendah dari penelitian sebelumnya sebesar
10.16% (Syukur 2010). Perlakuan ekstraksi daun dan ranting jabon pada umur 26
MST menghasilkan kandungan kurkumin telah mencapai standar mutu Materia
Medika Indonesia (MMI) 5%.
Tabel 8 juga menunjukkan hasil analisis kandungan kurkumin rimpang
kunyit pada umur 35 MST adalah 4-6%. Perlakuan aplikasi ekstrak daun dan
ranting jabon (D0R2) menghasilkan kandungan kurkumin sebesar 6% mencapai
standar mutu MMI 5%. Perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D2R2)
kandungan kurkumin berada dibatas mutu MMI (5%), kandungan kurkumin pada
perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0 dan D3R0) di bawah mutu MMI.

Tabel 8 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap kandungan
kurkumin rimpang kunyit (C. domestica Val)
Umur Perlakuan
tanaman Pupuk anjuran (Urea, SP-36,
D0R0 D3R0 D0R2 D2R2
kunyit KCl masing-masing 200 kg ha-1)
Kandungan kurkumin (%)
20 MST 5
26 MST 5 6 5 5
35 MST 4 4 6 5

Hasil analisis daun jabon dengan metoda GC-MS Pirolisis menghasilkan


kandungan kimiawi adalah I-Limonene 12.51%, Spiroandrost-5-ene 10.53%,
Acetic acid 7.94%, Benzenediol 5.05% dan kandungan kimiawi lainnya dibawah
5% (Lampiran 2). Kandungan kimiawi daun jabon yang dihasilkan tidak terdapat
sifat yang mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan tanaman kunyit, dan
mengurangi bobot rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit.

3.2 Pengaruh Pemupukan Terhadap Pertumbuhan, Produksi Rimpang,


Kandungan Kurkumin Tanaman Kunyit di Bawah Tegakan Jabon

Pertumbuhan jabon

Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk terhadap diameter


batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan
17

disajikan pada Tabel 9. Perlakuan dosis pupuk terhadap diameter batang, tinggi
bebas cabang dan tinggi total menunjukkan sistem agroforestri dengan tidak
agroforestri menunjukkan tidak pengaruh nyata.

Tabel 9 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam parameter tegakan jabon


(A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
Parameter F hit KK
tn
Diameter batang 0.18 36.29
tn
Tinggi bebas cabang 0.45 16.67
tn
Tinggi total 0.58 15.33
Keterangan : tn : tidak nyata pada taraf 5%, KK : koefisien keragaman

Hasil pengukuran tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan diperoleh nilai riap
rata-rata berjalan (current annual increment) (CAI) adalah diameter pohon, tinggi
bebas cabang dan tinggi total dengan nilai 5.0 cm, 4.4 m dan 3.1 m pada
perlakuan tidak agroforestri (J0). Nilai riap rata-rata diameter, tinggi bebas
cabang dan tinggi total pada perlakuan agroforestri (J2) adalah 3.9 cm, 3.8 m dan
4.2 m (Tabel 10). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai riap rata-rata berjalan
sama dengan penelitian sebelumnya. Krisnawati et al. (2011) menyatakan
tegakan jabon berumur hingga 5 tahun memiliki riap diameter rata-rata 1.2-11 cm
tahun-1 dan riap tinggi rata-rata 0.8-7.9 m tahun-1. Data Tabel 10 juga
menunjukkan semua perlakuan agroforestri (J1, J2 dan J3) tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan tidak agroforestri (J0).
Pertumbuhan riap rata-rata berjalan tegakan jabon sistem agroforestri
dengan kunyit yang diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl (J1, J2 dan J3) tidak
berbeda nyata dengan jabon tidak agroforesti (tanpa kunyit). Sistem agroforestri
tidak menunjukkan interaksi yang menghambat pertumbuhan jabon. Menurut
Huxley (1999) interaksi dibagi tiga zona, yaitu: 1) zona A interaksi di atas tanah
(kompetisi akan cahaya), 2) zona B interaksi lapisan tanah atas yang merupakan
interaksi antara beberapa akar tanaman, 3) zona C interaksi lapisan tanah bawah
yang didominasi oleh akar dari satu macam tanaman. Pada lapisan tanah atas
(zona B) perlakuan dosis pupuk pada tanaman kunyit diduga tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan riap rata-rata tegakan jabon. Hasil penelitian Seo (2010)
membandingkan pertumbuhan tegakan jabon pada lokasi yang berbeda
menyatakan pertumbuhan tegakan jabon dipengaruhi oleh kondisi lokasi dan
kesuburan tanah dibandingkan dengan praktek silvikultur seperti pemupukan dan
pemeliharaan. Kesuburan tanah dapat ditandai dengan jumlah mikroorganisme
tanah. Jumlah mikroorganisme tanah di bawah tegakan jabon pada lokasi
penelitian ini digolong besar yaitu 49 x 10-6 SPK/g (Atunnisa 2013).
18

Tabel 10 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tegakan jabon


(A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
Parameter
Perlakuan
DB (cm) TBC (m) TT (m)
J0 (jabon tidak agroforestri) 5.0a 4.4a 3.1a
J1 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
2.8a 3.8a 4.4a
Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha-1)
J2 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
3.9a 3.8a 4.2a
Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha-1)
J3 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
3.5a 3.3a 2.5a
Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha-1)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%, (DB) diameter batang, (TBC) tinggi bebas
cabang, (TT) tinggi total

Pertumbuhan suatu tegakan merupakan proses terjadinya peningkatan


jumlah serta ukuran daun dan pertumbuhan batang. Dengan bertambah besarnya
nilai rata-rata riap suatu tegakan akan bertambah pula luas tajuk (Tabel 11).
Ukuran tajuk juga menentukan tingkat kompetisi antar pohon, yaitu kompetisi
ruang untuk mendapatkan unsur hara, air dan mendapatkan cahaya (Hairiah et al.
2002; Helmi et al. 2004; Mawazin dan Suhaendi 2008). Data Tabel 8
menunjukkan pertumbuhan luas tajuk perlakuan agroforestri dengan kunyit (J1, J2
dan J3) tidak berbeda nyata dengan jabon tidak agroforestri (jabon tanpa kunyit).
Luas tajuk berfungsi untuk mengetahui intensitas naugan yang dihasilkan suatu
tegakan. Semakin luas tajuk akan bertambah besar pula intensitas naugan.

Tabel 11 Pengaruh penanaman kunyit terhadap pertumbuhan tajuk tegakan jabon


(A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
Parameter
Perlakuan Luas Tajuk Intensitas
2
Pohon (m ) Naungan (%)
J0 (jabon tidak agroforestri) 0.34a 76.1
J1 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
0.24a 73.0
Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha-1)
J2 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
0.33a 76.8
Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha-1)
J3 (jabon agroforestri kunyit diberikan pupuk
0.25a 71.2
Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha-1)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Pertumbuhan tanaman kunyit

Tanaman kunyit tumbuh baik pada intensitas cahaya penuh, juga dapat
tumbuh di bawah naungan dengan intensitas cahaya matahari 70%, curah hujan
2000-4000 mm tahun-1 dengan ketinggian tempat 240-1200 m di atas permukaan
laut (dpl) (Rahardjo dan Rostiana 2009). Pertumbuhan tanaman kunyit paling
baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang optimum bagi
19

tanaman kunyit antara 19-300C. Jenis tanah tanaman kunyit adalah jenis latosol,
aluvial dan regosol. Tanah lokasi penelitian di bawah tegakan jabon umur 3 tahun
tahun 5 bulan bertekstur liat, pH bersifat masam, dengan kandungan C organik
rendah, hara N dan P tanah rendah, namun hara K sangat tinggi (Seo 2013).
Curah hujan, kelembaban dan suhu selama pelaksanaan penelitian disajikan pada
Lampiran 3. Intensitas naungan di bawah tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan
adalah sebesar 73.7%. Pengukuran Intensitas cahaya matahari dengan Lux
diperoleh intensitas cahaya sebesar 49.1001 Lux.
Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk terhadap pertumbuhan
tanaman kunyit (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter batang,
panjang daun, dan lebar daun) tanaman kunyit disajikan pada Tabel 12. Perlakuan
dosis pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter
batang, panjang daun, dan lebar daun tanaman kunyit menunjukkan semua
perlakuan dosis pupuk tidak pengaruh nyata.

Tabel 12 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemupukan terhadap


parameter tanaman kunyit (C. domestica)
Parameter KT Perlakuan F hit KK
tn
Tingggi tanaman 332.61 3.48 9.11
Jumlah daun 0.39 0.41tn 11.59
Jumlah anakan 0.09 1.38tn 24.29
Lingkar batang 32.35 3.15tn 14.42
tn
Lebar daun 3.28 2.08 8.71
Panjang daun 82.28 2.74tn 11.26
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%, KK: koefisien keragaman

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman kunyit disajikan pada Gambar 4,


5, dan 6. Pada Gambar 4 memperlihatkan perlakuan penambahan dosis pupuk J3
tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J2 dan perlakuan dosis pupuk
J1 terhadap tinggi tanaman kunyit dari umur 1 BST sampai umur 5 BST.
Pelakuan dosis pupuk terhadap tinggi tanaman umur 1 BST masing-masing adalah
52.2 cm (J1), 49.7 cm (J2) dan 55.8 cm (J3).
Tinggi tanaman kunyit pada umur 5 BST adalah 102.9 (J1), 108.3 (J2) dan
119.3 cm. Tinggi tanaman hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian
sebelumya, dimana tinggi tanaman kunyit varietas Turina-2 pada cahaya penuh
150-200 cm (BALITTRO 2007). Hasil penelitian Yusron (2009) tanaman
temulawak di bawah tegakan jati umur 3 tahun dan di bawah tegakan sengon
umur 5 tahun dengan intensitas cahaya 60% dan 40% dengan dosis pupuk Urea,
SP-36 dan KCl masing-masing 200 kg ha-1 tinggi tanaman meningkat dengan
penambahan pupuk bio 45 dan 90 kg ha-1.
20

Gambar 4 Pengaruh dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman kunyit (C domestica)

Penghitungan jumlah daun dilakukan pada batang utama tanaman kunyit


(tunas pertama tumbuh). Jumlah daun tanaman kunyit disajikan pada Gambar 5.
Pada Gambar 5 menunjukkan pengurangan dosis pupuk J1 tidak menurunkan
jumlah daun yang terbentuk. Perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun umur 1
BST adalah 4.3 lembar tanaman-1 (J1), 4.5 tanaman rumpun-1 (J2) dan 4.5 lembar
tanaman-1 (J3). Jumlah daun pada umur 4 BST adalah 9.9 lembar tanaman-1 (J1),
9.9 lembar tanaman-1 (J2) dan 10.4 lembar tanaman-1 (J3).
Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun pada umur 5 BST
memperlihatkan jumlah daun berkurang dengan nilai 8.1 lembar tanaman-1 (J1),
9.2 lembar tanaman-1 (J2) dan 8.8 lembar tanaman-1 (J3). Menurut Li et al. (2010)
tanaman umur 130-160 hari setelah tanam (HST) memasuki tahap perkembangan
rimpang. Penelitian Syahid et al. (2010) pada sembilan aksesi kunyit
menghasilkan jumlah daun kunyit berkisar 6.0-8.0 lembar tanaman-1 di bawah
tegakan jati dengan intensitas naungan 30%. Data Gambar 5 juga menunjukkan
perlakuan dosis pupuk (J3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk (J2)
dan perlakuan dosis pupuk (J1).

Gambar 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestica)
21

Parameter pengamatan jumlah anakan tanaman kunyit umur 1 BST sampai


5 BST disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan tanaman kunyit
bertunas pada umur 2 BST, jumlah anakan kunyit pada masing-masing perlakuan
dosis pupuk adalah 0.4 anakan tanaman-1 (J1), 0.4 anakan tanaman-1 (J2) dan 0.6
anakan tanaman-1 (J3). Pertumbuhan anakan kunyit terus bertambah sampai
tanaman berumur 5 BST. Hasil penghitungan jumlah anakan kunyit pada umur 5
BST masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah anakan 3.6 anakan tanaman-1
(J1), 3.2 anakan tanaman-1 (J2) dan 3.7 anakan tanaman-1 (J3). Gambar 6 juga
menunjukkan perlakuan dosis pupuk (J3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan
dosis pupuk (J2) dan pelakuan dosis pupuk (J1).

Gambar 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica)

Komponen pertumbuhan diameter batang, lebar daun dan panjang daun


tanaman kunyit disajikan pada Tabel 13. Data Tabel 13 menunjukkan perlakuan
penambahan dosis pupuk J3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan J2 dan
perlakuan J1. Hasil pengukuran diameter batang pada umur 5 BST adalah 22.7
mm (J1), 19.1 mm (J2) dan 25.2 mm (J3). Hasil penelitian Syahid et al. (2010)
tanaman kunyit di bawah tegakan jati dengan intesitas naungan 30% diperoleh
diameter batang 11.30-14.39 mm.
Hasil pengukuran lebar dan panjang daun tanaman kunyit penelitian ini
berbeda dari hasil penelitian sebelumnya. Lebar dan panjang daun tanaman
kunyit di bawah tegakan jati dengan intensitas naungan 30% masing-masing
adalah 9.17-10.23 cm dan 35.96-40.27 cm (Syahid et al. 2010). Lebar dan
panjangnya daun dipengaruhi oleh tingginya intensitas naungan. Menurut Sukarjo
(2004) tanaman yang mendapat naungan yang lama ada kecenderungan tanaman
memperluas individu daun. Daun sebagai organ penting pada tanaman yang
berfungsi sebagai alat fotosintesis untuk menghasilkan fotosintat.
22

Tabel 13 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap komponen pertumbuhan


diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit
(C. domestica)
Parameter
Perlakuan Diameter Lebar Panjang
Batang (mm) Daun (cm) Daun (cm)
J1 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
22.7a 14.1a 47.7a
masing 150 kg ha-1)
J2 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
19.1a 13.4a 43.7a
masing 200 kg ha-1)
J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
25.2a 15.5a 54.2a
masing 250 kg ha-1)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Produksi tanaman kunyit (bobot rimpang dan kandungan kurkunin)

Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap
produksi tanaman kunyit (bobot rimpang dan kandungan kurkumin) disajikan
pada Tabel 14. Perlakuan dosis pupuk menunjukkan pengaruh nyata terhadap
bobot rimpang kunyit, tapi perlakuan umur panen tidak berpengaruh terhadap
bobot rimpang kunyit. Perlakuan umur panen menujukkan pengaruh nyata
terhadap kandungan kurkumin, namun perlakuan dosis pupuk tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan kurkuin. Interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot rimpang dan kandungan kurkumin.

Tabel 14 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis pupuk dan umur
panen terhadap produksi tanaman kunyit (C. domestica)
F Hitung
Parameter Dosis Umur Interaksi dosis pupuk KK
pupuk panen dan umur panen
Bobot rimpang 5.13** 2.17tn 0.14tn 36.99
tn **
Kurkumin 3.71 19.52 1.43tn 8.93
Keterangan : ** : pengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn : tidak nyata pada taraf 5%,
KK : koefisien keragaman

Perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang tanaman
kunyit disajikan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 menunjukkan perlakuan dosis
pupuk pada umur 6 BST menghasilkan bobot rimpang seberat 339.9 g rumpun-1
(J1), 265.3 g rumpun-1 (J2) dan 424.6 g rumpun-1 (J3). Perlakuan dosis pupuk
pada umur 7 BST menghasilkan bobot rimpang 301.4 g rumpun-1 (J1), 216.9 g
rumpun-1 (J2) dan 427.8 g rumpun-1 (J3). Bobot rimpang umur 8 BST pada
masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah 388.4 g rumpun-1, 382.8 g rumpun-1
dan 585.4 g rumpun-1. Perlakuan dosis pupuk J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl
masing-masing 250 kg ha-1) berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J1 dan
J2 (Tabel 15).
23

Tabel 15 Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)
Bobot rimpang kunyit
Perlakuan
(g rumpun-1)
J1 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
278.32b
masing 150 kg ha-1)
J2 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
343.27b
masing 200 kg ha-1)
J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
479.23a
masing 250 kg ha-1)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 1%

Perlakuan dosis pupuk J3 berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J1


dan J2 diduga penggunaan pupuk dengan dosis tinggi akan meningkatkan bobot
rimpang kunyit. Menurut Rahardjo dan Pribadi (2010) penggunaan pupuk urea
yang semakin tinggi dosisnya berpengaruh nyata terhadap peningkatan
pertumbuhan tanaman temulawak, sehingga dapat menghasilkan produksi
rimpang 25.46 ton ha-1 dengan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 300
kg ha-1, 200 kg ha-1 dan 200 kg ha-1. Rahardjo (2012) menambahkan semakin
tinggi dosis pupuk KCl diberikan bertambah meningkat produksi rimpang jahe
yang dihasilkan, bobot rimpang jahe adalah 271.51 g rumpun-1 dengan pemberian
dosis pupuk Urea, SP-36, dan KCl masing-masing 200 kg ha-1, 200 kg ha-1 dan
350 kg ha-1. Menurut Yusron et al. (2012) penurunan dosis pupuk anjuran akan
mengakibatkan penurunan hasil jahe cukup besar.

Gambar 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)

Gambar 7 juga menunjukkan umur panen 8 BST tidak berbeda nyata


dengan umur panen 6 BST dan 7 BST terhadap bobot rimpang kunyit. Bobot
rimpang kunyit umur panen 8 BST tidak berbeda nyata dengan umur panen 6 dan
7 BST disajika pada Tabel 16. Bobot rimpang pada umur panen 6 dan 7 BST
tidak berbeda nyata dengan umur panen 8 BST diduga berkaitan dengan distribusi
unsur hara dalam pengisian rimpang. Di mana, mulai pada umur 6 BST unsur
24

hara yang diserap akan banyak didistribusikan ke bagaian rimpang, sehingga


rimpang terbentuk dengan baik.

Tabel 16 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)
Bobot rimpang kunyit
Perlakuan
(g rumpun-1)
Umur panen 6 BST 343.26a
Umur panen 7 BST 315.35a
Umur panen 8 BST 442.21a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Hasil dari pengukuran intensitas naungan di bawah tegakan jabon berumur 4


tahun 5 bulan diperoleh intensitas naungan rata-rata adalah sebesar 73.7%. Bobot
rimpang kunyit umur 8 BST pada tingkat naungan disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 menunjukkan bobot rimpang kunyit pada tingkat naungan 73.7%
adalah 388.4 g rumpun-1 (J1), 352.8 g rumpun-1 (J2) dan 585.4 g rumpun-1 (J3).
Perlakuan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 150 kg ha-1 (J1) dan
dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 200 kg ha-1 (J2) menghasilkan
bobot rimpang kunyit di bawah batas hasil rimpang pada cahaya penuh. Bobot
rimpang kunyit yang dihasilkan pada cahaya penuh adalah 500-2500 g rumpun-1
(BALITTRO 2007). Yusron (2009) menyatakan produksi rimpang temulawak
akan menurun dengan meningkatnya intensitas naungan. Perlakuan dosis pupuk
Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha-1 (J3) menghasilkan produksi rimpang
kunyit masuk pada batas hasil bobot rimpang kunyit pada cahaya penuh. Di
mana, perlakuan dosis pupuk Urea, SP-36, KCl masing-masing 250 kg ha-1 (J3)
cenderung meningkatkan jumlah anakan dan luas daun, karena jumlah anakan
berkorelasi terhadap bobot rimpang kunyit.
Hasil bobot rimpang pada penelitian ini tidak berbeda dari hasil penelitian
sebelumnya. Penelitian Syahid et al. (2010) sembilan aksesi di bawah tegakan jati
intensitas naungan 30% dengan dosis pupuk anjuran menghasilkan berat rimpang
321.2-434.8 g rumpun-1. Pembentukan rimpang memerlukan unsur hara N dan K.
Menurut Rosita et al. (2005) unsur hara K dan N merupakan salah satu unsur hara
makro yang banyak diserap tanaman temu-temuan. Unsur hara K berfungsi
sebagai ion transpor hara, air dan hasil fotosintesis, maka dengan peningkatan
dosis pupuk KCl maka hasil fotosintesis yang dikirim ke rimpang juga meningkat.
Menurut Sulaeman et al. (2005) dari hasil analisis tanah terdapat kandungan
unsur hara K kategori sangat tinggi. Unsur K mempunyai fungsi penting dalam
proses fotosintesis, aktifitas enzim, metabolisme karbohidrat, protein dan sebagai
transport ion. Menurut Rahardjo (2012) peningkatan produksi rimpang
mempunyai kecenderungan positif terhadap meningkatnya dosis pupuk KCl.
Menurut Rosita dan Nurhayati (2007) pemberian dosis anjuran (NPK 200 kg ha-1)
pada tiga nomor harapan meningkatkan produksi rimpang kunyit. Kombinasi
pemberian pupuk N dan K yang optimal mampu meningkatkan produksi dan mutu
rimpang kunyit (Rahardjo 2012).
25

Gambar 8 Pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica)
umur 8 BST dengan intensitas naugan 73.7%

Produksi rimpang pada umur 6 BST sebesar 7.4-11.9 ton ha-1, umur 7 BST
6.1-12.0 ton ha-1 dan umur 8 BST sebesar 9.9-16.4 ton ha-1 (28.000 populasi
kunyit ha-1). Produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan
pertanaman pada cahaya penuh 30 ton ha-1. Namun, produksi rimpang kunyit
berbeda dari rata-rata produksi aksesi kunyit di bawah tegakan jati dengan
intensitas naungan 30% pada umur panen 9 bulan sebesar 7.2-9.5 ton ha-1 dan
variets Turina-3 mencapai 8.1 ton ha-1 (Syahid et al. 2012), pada cahaya penuh
produksi rimpang varietas Turina-3 mencapai 30 ton-1.

Kandungan kurkumin (%)

Perlakuan dosis pupuk, interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin. Namun, umur panen
menunjukkan berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin (Tabel 17). Hasil
analisis kandungan kurkumin (%) umur 6 BST adalah 6% (J1), 6% (J2) dan 5%
(J3). Meskipun belum ada standar SNI atau mutu Materia Medika Indonesia
(MMI) atau Farmakope Indonesia, kandungan kurkumin pada perlakuan dosis
pupuk (J1), perlakuan dosis pupuk (J2) dan perlakuan dosis pupuk (J3) telah
mencapai minimun 5%. Kandungan kurkumin pada umur 8 BST adalah 5% (J1),
4% (J2) dan 4% (J3).
Perlakuan umur panen 6 BST berbeda nyata dengan umur panen 7 dan 8
BST terhadap kandungan kurkumin disajikan pada Tabel 17. Kandungan
kurkumin berbeda pada umur panen diduga umur 7 dan 8 BST tanaman telah
memasuki fase penuaan sehingga kadar air rimpang rendah dan rimpang lebih
padat berisi pati maupun kandungan protein lebih maksimal. Menurut Rostiana
et al. (1990) kurkumin yang baik pada umur 5-6 bulan setelah tanam dengan
kisaran 11.32-11.95%, pada cahaya penuh. Perlakuan dosis tidak berpengaruh
nyata tarhadap kandungan kurkumin tanaman kunyit. Hasil penelitian Rahardjo
dan Pribadi (2010) perlakuan pemupukan urea, SP36 dan KCl tidak ada pengaruh
terhadap kadar xanthorhizol dan kurkuminoid simplisia temulawak.
26

Tabel 17 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kandungan kurkumin
rimpang kunyit (C. domestica)
Kandungan kurkumin
Perlakuan
(%)
Umur panen 6 BST 5.6 a
Umur panen 7 BST 4.5 b
Umur panen 8 BST 4.1 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Kandungan kurkumin yang dihasilkan lebih rendah dari hasil penelitian


Syahid et al. (2012) dengan kandungan kurkumin 6.43-7.05% pada nomor
sembilan aksesi di bawah tegakan jati intensitas naungan 30%. Menurut Rahardjo
dan Rosita (2003) tanaman menerima cahaya yang berkurang sampai pada tingkat
tertentu maka produktivitas dan mutunya menurun. Rendahnya kandungan
kurkumin di duga tingginya intensitas naungan. Menurut Joe et al. (2004)
kurkumin merupakan kelompok senyawa fenolik yang dihasilkan dari rimpang
kunyit. Secara umum, biosintesis fenol berhubungan dengan cahaya matahari.
Tingkat naungan tertentu mempengaruhi senyawa metabolit sekunder seperti
halnya senyawa fenolik, fenolat dan flavanoid. Senyawa fenolik dapat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Liu et al. 2005). Menurut Ghasemzadeh
dan Ghasemzadeh (2011) intensitas naungan lebih dari 60% dapat menurunkan
kandungan fenol dan flavonoid pada rimpang jahe. Oktavidiati et al. (2011)
menambahkan dengan tingkat naungan 50% dapat menurunkan kandungan total
filantin tetapi meningkatkan kandungan total hipofilantin pada tanaman meniran.

3.3 Arsitektur Perakaran Pohon Jabon

Hasil pengukuran perakaran tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan disajikan


pada Tabel 18. Penggalian akar tegakan jabon dilakukan pada tegakan jabon tidak
agroforestri (jabon tidak ada kunyit) J0 dan perlakuan jabon agroforestri (kunyit
diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing 250 kg ha-1) J3. Data Tabel
18 menunjukkan panjang akar horizontal pada sistem agroforestri (J3) adalah
121.5 cm dengan kedalaman akar horizontal sebesar 32.7 cm. Pada tegakan jabon
tidak agroforestri (J0) panjang akar horizontal sebesar 141.6 cm dengan
kedalaman akar horizontal adalah 24.8 cm. Panjang akar horizontal tegakan jabon
umur 4 tahun 5 bulan berkisar 0.61-2.30 m dengan kedalaman akar horizontal
sebesar 23-36 cm. Hasil penghitungan jumlah akar primer pada jabon berumur 4
tahun 5 bulan adalah 12.5 buah per pohon.
Tumbuhan dapat tumbuh baik apabila jumlah akarnya banyak. Karena,
akar berfungsi memperkuat berdirinya tumbuhan dan akar juga berfungsi sebagai
organ penyerap. Akar yang panjang dan banyak dapat menyerap air dan unsur-
unsur hara yang terlarut didalamnya lebih banyak dari dalam tanah, kemudian
diangkut ke bagian atas tanaman, terutama daun melalui pembuluh xylem.
Pembuluh xylem pada akar, batang dan daun merupakan suatu sistem
kontinunberhubungan satu sama lain (Lakitan 2011). Jumlah akar primer banyak
sehingga tegakan dapat berdiri dengan kuat.
27

Tabel 18 Parameter perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
Parameter pengmatan
Perlakuan DB TBC TT PAH KAH
JAP
(cm) (m) (m) (cm) (cm)
Jabon tidak agroforestri (J0) 18.9 15.8 19.5 141.6 24.8 13.5
Jabon agroforestri (J3) 13.7 12.9 16.0 121.5 32.8 11.5
Keterangan : DB (diameter batang), TBC ( tinggi bebas cabang), TT (tinggi total), PAH (panjang
akar horizontal), KAH (kedalaman akar horinzontal), JAP (jumlah akar primer

Jabon merupakan pohon tropis cepat tumbuh yang mempunyai perakaran


dalam sehingga unsur hara yang jauh di dalam masih dapat terambil. Perakaran
jabon akan semakin dalam dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 9).
Sistem tumpangsari dapat diatur berdasarkan sifat-sifat perakaran dan waktu
penanaman. Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindari
persaingan unsur hara dan air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran
yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakal dangkal (Wijayanto
dan Nurunnajah 2012).

Gambar 9 Arsitektur perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

1 Pemberian ekstrak daun dan ranting jabon dengan konsentrasi tinggi tidak
menghambat pertumbuhan tanaman kunyit
2 Penanaman kunyit sistem agroforestri tidak mempengaruhi pertumbuhan jabon
3 Pertumbuhan jabon tidak mempengaruhi tanaman kunyit
4 Pemberian pupuk anorganik dosis tinggi menghasilkan produksi kunyit dan
kandungan kurkumin tinggi pada umur muda (6 BST)
5 Penanaman kunyit di bawah tegakan jabon menghasilkan kandungan kurkumin
sesuai standar Mutu MMI (6.1%)
6 Perakaran jabon yang dalam dapat dikombinasikan dengan tanaman kunyit
atau tanaman pertanian yang berakar dangkal
28

Saran

Pengukuran naungan dengan spherical densitometer pada sistem


agroforestri perlu dipertimbangkan karena tidak mencerminkan cahaya yang
masuk dari samping tegakan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad dan Suryana I. 2009. Pengujian aktivitas ekstrak daun sirih (Piper betle
Linn.) terhadap Rhizoctonia sp. Secara in vitro. Bul Littro. 20(1):92-98.
Atunnisa R. 2013. Produktivitas, laju dekomposisi, dan pelepasan hara serasah
pada tegakan jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) [tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2007. Diskripsi
Kunyit Varietas Turina-2. Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat.
Coder KD dan Warnell DB. 1999. Potential allelopathy in different tree species.
Georgia (GE): University of Georgia.
Darusman D. 2012. Kehutanan demi keberlanjutan Indonesia. Bogor (ID): IPB
Press.
Daryono H. 1998. Alelopati dari jenis pohon Pinus merkusii Jungh. et de Vriese,
dan Eucalyptus platyphylla F. Muell. Terhadap semai jenis-jenis tersebut
dan jenis kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) [tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Ghasemzadeh A dan Ghasemzadeh N. 2011. Effects of shading on synthesis and
accumulation of polyphenolic compounds in ginger (Zingiber officinale
Roscoe) varieties. Journal of Medicinal Plants Research. 5(11). 2435-
2442.
Gomez KA dan Gomez AA. 2007. Prosedur Statistika untuk Penelitian
Pertanian. Volume ke-2. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta
(ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural
Research.
Hairiah K, Suprayogo D, van Noordwijk M. 2002. Interaksi antara Pohon Tanah
Tanamana Semusim. Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor.
Bogor (ID). ICRAF.
Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri.
Widianto, Utami SR, Hairiah K, editor. Bogor (ID). ICRAF.
Helmi, Djoefrie MHB, Mugnisjah WQ, Syakir M. 2004. Serapan hara oleh lada
perdu (Piper nigrum L.) pada kerapatan tanaman dan pemupukan yang
beragam di bawah tegakan kelapa. Forum Pascasarjana. 27(20):145–158.
Hilwan I. 1993. Produksi, laju dekomposisi dan pengaruh alelopati serasah Pinus
merkusii Jungh. et De Vriese dan Acacia mangium Silld. di hutan Gunung
Walat Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Huxley PH. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwel Science Ltd, UK. ISBN 0-
632-04047-5.(371).
29

Joe B, Vijaykumar M, Lokesh BR. 2004. Biological properties of curcumin


cellular and molecular menchanisms of action. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition. 44(2):97-111.doi:10.1080/10408690490424702.
Junaedi A, Chozin MA, Hokim K. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati
[ulasan]. Hayati. 13(2):79-84.
[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan 2011a. Basis Data Spasial Kehutanan.
Rahayu Y, Sugardiman RA, editor. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal
Planologi Kehutanan dan Direktorat Inventarisasi dan Pemantay Sumber
daya Hutan Kementerian Kehutanan.
[KEMENHUT] Kementerian Kehutanan 2011b. Potensi Pengembangan Hutan
Rakyat di Pulau Jawa. Winarno D, Karyana A, Mahmud A, Adi T, Jaya T,
Suaidi, Dipo, Haris C, editor. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Bina
Pengelolaan Das dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan.
Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq.:
ekologi, silvikultur dan produktivitas. Bogor (ID): CIFOR .
Lakitan B. 2011. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali Pers.
Li L, Chen F, Yao D, Wang J, Ding N, Liu X. 2010. Balanced fertilization for
ginger production-why potassium is important. Better Crops with Plant
Food. 1:25-27. www.ipni.net.
Liu X, Ardo S, Bunning M, Parry J, Zhou K, Stushnoff C, Stoniker F, Yu L,
Kendall P. 2005 Total phenolic content and DPPH radical scavenging
activity of lettuce (Lactuca sativa L.) grown in Colorado. ScienceDirect.
555-557.doi: doi:10.1016/j.lwt.2005.09.007.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab. Bogor (ID):IPB Press.
Manoi F. 2009. Standar Prosedur Operasional Penanganan Pasca Panen Kunyit.
Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Mansur I. 2012. Prospek Pengembangan Jabon untuk Mendukung Pengembangan
Hutan Tanaman. Di dalam: Langi M, Tasirin JS, Walangitan H, Asir LO,
editor. Prospek pengembangan hutan tanaman (rakyat), konservasi dan
rehabilitasi hutan; 2012 Oktober 23; Manado, Indonesia. Bogor (ID):IPB
Press. hlm 1-14.
Mawazin dan Suhaendi H. 2008. Pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan
diameter Shorea parvifolia Dyer. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi
Alam. 5(4):381-388.
Oktavidiati E, Chozin MA, Wijayanto N, Ghulamahdi M, Darusman LK. 2011.
Pertumbuhan tanaman dan kandungan total filantin dan hipofilantin aksesi
meniran (Phyllanthus sp. L) pada berbagai tingkat naungan. Jurnal Littri.
17(1):25-31.
Pratikno H. 2010. Pengaruh ekstrak kunyit (Curcuma domestica Vahl) terhadap
bobot badan ayam broiler (Gallus Sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi.
18(2):39-46.
Rahardjo M dan Rosita SMD. 2003. Agro ekosistem tanaman obat. Jurnal Bahan
Alam Indonesia. 2(3):89-95
Rahardjo M dan Rostiana O. 2009. Standar Prosedur Operasional Budidaya
Kunyit. Circular (16). Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat.
30

Rahardjo M dan Pribadi ER. 2010. Pengaruh pupuk urea, SP-36 dan KCl terhadap
pertumbuhan dan produksi temulawak (curcuma xanthorhiza Roxb).
Jurnal Litrri. 16(3):98-105.
Rahardjo M. 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu
rimpang jahe muda (Zingiber officinale Rosc.) Jurnal Littri. 18(1):10-16.
Rakesh K G, Harish K, Ramanjit K. 2011. A new technique for visualization
latent fingerprints on various surfaces using powder from turmeric: A
rhizomatous herbaceous plant (Curcuma longa). Egyptian Journal of
Forensic Sciences. 1:53-57.doi:10.1016/j.ejfs.2011.04.011.
Risasmoko A. 2012. Penanaman jabon untuk memenuhi kebutuhan kayu rakyat.
[diunduh 2013 Jan 2013]. Tersedia pada:
http://risasmoko.blogspot.com/2012/10/referensi-seputar-jabon-untuk-
hutan.html.
Rostiana O, Hadad EA, Taryono. 1990. Evaluasi dan pemanfaatan plasma nutfah
kunyit. Di dalam: Sudiarto, Mulya K, Rosita, Pribadi ER, editor.
Simposium Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Buku
IV Tanaman Obat; 1989 Juli 25-27; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm 888-890.
Rosita SMD, Rahardjo M, Kosasi. 2005. Pola pertumbuhan dan serapan hara N, P
dan K tanaman bangle (Zingiber purpurium Roxb.). Jurnal Littri. 1(1):32-
36.
Rosita SMD dan Nurhayati H. 2007. Respon tiga nomor harapan kunyit (Curcuma
domestica Val.) terhadap pemupukan. Bul. Littron. 18(2):127-138
Seo J. 2013. Silvicultural practices and growth of jabon tree (Anthocephalus
cadamba Miq.) in community forest, West Java, Indonesia [tesis]. Bogor
(ID). Institut Pertanian Bogor.
Sugiarti L, Wardoyo SE, Sutamihardja RTM, Kartika R, Nurita. 2008. Pengujian
antioksidan senyawa kurkuminoid kunyit (Curcuma domestica L.) dan
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara in vitro. Nusa Tani.
8(2):29–36.
Sukarjo. 2004. Toleransi beberapa jenis Curcuma spp. Terhadap intensitas
naungan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 6(2):97-103
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis; Analisa kimia tanah, tanaman,
air dan pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor (ID):Balai
Penelitian Tanah.
Supriyanto dan Kasno. 2001. Spherical densiometer manual. Stuckle IC, Siregar
CA, Supriyanto, Kartana J, editorial. Bogor (ID). SEAMEO-BIOTROP.
Susila IWW. 2010. Riap tegakan duabanga (Duabanga moluccana Bl.) di Rarung.
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(1):47–58.
Syahid SF, Syukur C, Nova NK, Pitona J, Wahyuno D, Balfas R, Idris M, Ermiati,
Lukman W, Hasapto P. 2010. Uji adaptasi Sembilan aksesi kunyit di
bawah naungan untuk meningkatkan produktivitas > 20 ton/Ha. Laporan
hasil penelitian 2010. Balai Tanaman Obat dan Rempah.
Syahid SF, Syukur C, Kristina NN, Pitono J. 2012. Adaptasi delapan nomor
harapan kunyit (Curcuma domestica Vahl.) toleran naungan. Bul Littro.
23(2):115-124.
31

Walalangi IT. 1994. Alelopati pada jahe (Zingiber officinale Rosc) [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanto N. 2001. Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan
kemasyarakatan Studi kasus di Repong Damar, Pesisir Kuri, Lampung
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanto N dan Nurunnajah. 2012. Intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan
perakaran lateral mahoni (Swietenia macrophylla King)di RPH Babakan
Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1):8-13.
Winarti C dan Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai
sumber pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 24(2):47–55.
Yusron M. 2009. Respon temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap
pemberian pupuk bio pada kondisi agroekologi yang berbeda. Jurnal
Littri. 15(4):162-167.
Yusron M, Syukur C, Trislawati O. 2012. Respon lima aksesi jahe putih kecil
(Zingiber officinale var. Amarum) terhadap pemupukan. Jurnal Littri.
18(2):66-73.
32

Lampiran 1 Diskripsi Kunyit Varietas Turina-2


Nomor seleksi Cudo 30
Asal Hasil seleksi individu asal Garut
Golongan / spesies Curcuma domestica Val
Umur tanaman
- Mulai berbunga 4–5 bulan
Mulai panen 10 bulan
- Selesai panen 10– 12 bulan
Tinggi tanaman 150– 200 cm
Bentuk tanaman Tegak
Warna batang semu Hijau keputihan
Bentuk daun Oval
Warna daun Hijau muda
Ciri tanaman siap panen 80% daun berwarna coklat luruh ketanah
Bentuk rimpang Oval
Warna kulit rimpang Coklat
Warna daging rimpang Kuning–Orange
Jumlah rimpang per rumput 21 buah
Berat rimpang per rumput 500– 2500 gram
Mutu rimpang
Kadar minyak atsiri 6.2%
Kadar kurkumin 9.95%
Kadar abu tak larut asam 0.29%
Kadar sari larut dalam air 21.92%
Kadar sari larut dalam alcohol 14.89%
Agroekologi yang dianjurkan
Ketinggian tempat 80–700 m dpl
Jumlah curah hujan/tahun 2000–4000 mm/tahun
Tipe iklim C
Jenis tanah Latosol
Kegunaan utama Industri obat/pabrik
Peneliti Cheppy Syukur, Laba Udarno, Supriadi,
Otih Rosdiana, Budi Martono, Siti
Fatimah Sahid
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (2007).
33

Lampiran 2 Hasil analisis daun jabon


Peak R.Time Area Conc% Name
1 2.975 37978153 2.61 Methanamine, N-methyl- (CAS)
Dimethylamine
Methane, chloro- (CAS)
2 3.084 25618130 1.76
Chloromethane
Acetic acid ethenyl ester (CAS) Vinyl
3 3.130 8527682 0.59
acetate
Acetic acid ethenyl ester (CAS) Vinyl
4 3.437 16632341 1.14
acetate
1,3-Cyclopentadiene (CAS)
5 3.708 12556600 0.86
Cyclopentadiene
6 3.788 3017511 0.21
2-Butanone, 3-methyl- (CAS) 3-
7 4.081 3196990 0.22
Methyl-2-butanone
8 4.534 115706824 7.94 Acetic acid (CAS) Ethylic acid
9 13.243 29414860 2.02 1,2-CYCLOPENTANEDIONE
10 15.667 182307750 12.51 l-Limonene
Spiro[androst-5-ene-17,1'-cyclobutan]-
11 24.347 153503602 10.53
2'-one, 3- hydroxy-, (3.beta.,17.beta.)-
34
35

Lampiran 4 Jenis-jenis pohon berefek alelopati


Efek Alelopati Efek Alelopati Efek Alelopati
Kuat Sedang Rendah
Acacia spp Abies amabilis Pinus monophylla Abies concolor
Acer saccharum Abies balsamea Pinus ponderosa Aesculus spp
Ailanthus altissima Abies grandis Pinus sylvestris Betula pendula
Celtis laevigata Acer circinatum Prunus pumila Carpinus spp
Celtis occidentalis Acer negundo Quercus alba Casuarina spp
Eucalyptus Acer platanoides Quercus borealis Cupressus
camaldulensis macrocarpa
Eucalyptus globulus Acer pseudoplatanus Quercus douglasii Fagus spp
Eucalyptus spp Acer saccharinum Quercus gambelii Fraxinus spp
Juglans cinerea Aesculus glabra Quercus michauxii Larix deciduas
Juglans nigra Aesculus Quercus shumardii Picea excelso
hippocastanum
Leucaena spp Aesculus octandra Rhododendron Pinus palustris
maximum
Myrica cerifera Arbutus menziesii Rhus copallina Pinus spp
Picea engelmannii Carya illinoensis Sorbus sitchensis Pinus strobus
Platanus occidentalis Carya ovate Tsuga canadensis Populus X spp
Populus deltoids Corylus spp Populus tremula
Prosopis juliflora Crataegus spp Pseudotsuga
menziesii
Prunus cornuta Fraxinus excelsior Quercus petraea
Prunus serotina Ginkgo biloba Quercus robur
Quercus falcate Gleditsia triacanthos Quercus rubra
Quercus marilandica Juniperus monosperma Salix pellita
Quercus rubra Juniperus scopulorum Sambucus
volatile, racemosa
Quercus stellata Kalmia spp Sequoia
sempervirens
Robinia pseudoacacia Picea abies Taxus brevifolia
Bark
Sassafras albidum Picea mariana Thuja plicata
Ulmus americana Picea pungens Tilia americana
Pinus banksiana Tilia cordata
Pinus contorta Tilia planifolia
Pinus densiflora Ulmus laevis
Pinus edulis Ulmus parvifolia
Pinus elliotii Umbellularia
californica
Sumber : Coder dan Warnell (1999).
36

Lampiran 4 Data iklim bulan Desember 2012 sampai bulan Agustus 2013,
Lintang 06031' LS, Bujur 106044' BT, Elevasi 207 m
Suhu Kelembaban Jumlah
Bulan Rata-rata Rata-rata Curah Hujan
(0C) (%) (mm)
Desember 2012 26.0 85 358.8
Januari 2013 25.1 88 509.8
Fabruari 2013 25.8 85 406.2
Maret 2013 26.2 84 289.8
April 2013 26.4 85 216.0
Mei 2013 26.2 85 399.3
Juni 2013 26.3 82 62.3
Juli 2013 25.4 85 360.2
Agustus 2013 25.7 85 258.3
Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Binjai pada tanggal 19 Juni 1977, dari pasangan
dari Muhammad Husni Lubis dan Badariah Hasibuan. Penulis adalah putra kedua
dari empat bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Sri Wahyuni
Damanik, S.Ag binti H. P Damanik dan dikaruniai dua putra dan satu putri yang
diberi nama Muhammad Dzaki Sulthan Lubis (27 Juli 2006), Aisyatul Ghina
Azzuhroh Lubis (16 September 2009) dan Muhammad Azka Mansur Lubis (29
Oktober 2013). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara (UMSU) dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan
Beasiswa dari Dinas Pendidikan Propinsi Riau untuk melanjutkan pendidikan S2
di Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis bekerja sebagai guru di SMP Fataha Kabupaten Siak Riau pada
tahun 2003-2005. Tahun 2005 sampai sekarang penulis mengajar pada Sekolah
Menegah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Pelalawan Riau (SMKN 1 Pangkalan
Kerinci, SMK Putra Mandiri dan SMKN 1 Pangkalan Lesung). Tahun 2008
penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditugaskan pada SMKN
1 Pangkalan Lesung, bulan Oktober 2009 sampai Agustus 2011 penulis diberi
amanah dan tugas sebagai kepala sekolah pada SMKN 1 Kuala Kampar
Kabupaten Pelalawan Riau.
Selama mengikuti perkuliahan di SPs IPB, penulis berpartisipasi dalam
kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu FW IPB (Forum Wacana IPB),
HIMMPAS (Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana), Forum Mahasiswa
Silvikultur Tropika dan Fompasri (Forum Mahasiswa Pascasarjana Riau) dan aktif
dalam kegiatan seminar baik sebagai panitia maupun peserta.

Anda mungkin juga menyukai