SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Planting of jabon (A. cadamba) tree species have attracted many people in
recent times due to its fast growing ability, cylindrical trunk with a good level of
alignment, and the ability of natural pruning. Jabon tree branches arevalso high
allowing light in from the side, to enhance natural regeneration. To optimize jabon
forests, land can be developed through agroforestry systems. Agroforestry
provides income daily, weekly, monthly and even yearly longer period for
farmers. Therefore, it is necessary for the development of agroforestry jabon plant
types that are resistant to shade.
Turmeric (C. domestica) may be an option for agroforestry crop jabon as
turmeric can be grown in shade conditions. In addition, turmeric has many
benefits, thus, its use is not limited to the rhizome and the leaves can also be used
as a spice in cooking to add flavor. Turmeric is also used as a refreshing drink, a
natural preservative, medicinal materials (anti-Alzheimer's disease, anti-tumor,
anti-diabetic), fodder for livestock and also for forensic purposes (fingerprint
visualization).
The results of the study treatments extract of leaves and twigs jabon shows
extracts of leaves and twigs application Jabon not inhibit the growth of turmeric
plants. The applications extraction of leaves and twigs of jabon showed no
allelopathic effect, wherein the extract of leaves and twigs treatment of white
Jabon did not inhibit the growth of turmeric plants, decrease the production of
rhizomes and reduce the content of curcumin at the of age 6 BST.
Agroforestry research conducted at the 3.9-year old jabon stands average
shade level of 73.7% shade. The results showed that treatment J3 (Urea, SP-36,
and KCl with each dose of 250 kg ha-1) was high in production from treatments J2
(Urea, SP-36, and KCl with each dose of 200 kg ha-1) and as well as treatment J1
(Urea, SP-36, and KCl with each dose of 150 kg ha-1) to the weight of the
rhizome. Production of turmeric at the age of 6 months after planting (BST)
ranged between 7.4 and 11.9 tons ha-1 and producing 9.9-16.4 tons ha-1 at the age
of 8 BST. The content of curcumin at age 6 BST is 6% has met the standard MMI
5%.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AGROFORESTRI TANAMAN KUNYIT
(Curcuma domestica Val.) DI BAWAH TEGAKAN JABON
(Anthocephalus cadamba Miq.)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Otih Rostiana, MSc
PRAKATA
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Produksi kayu dari hutan alam tidak cukup memenuhi kebutuhan industri
kayu di Indonesia. Pasokan bahan baku dari hutan alam semakin menurun
disebabkan deforestasi dan degradasi sebagai akibat kurang baiknya manajemen
hutan oleh pemegang izin hutan alam dan semakin maraknya penjarahan hutan
(Kemenhut 2011a; Tabel 1). Masalah ini dikeluhkan pengelola industri kayu
dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Kekurangan bahan baku dapat diatasi
dengan pasokan kayu dari hutan rakyat. Hutan rakyat merupakan salah satu
alternatif pengganti kayu hutan alam untuk kebutuhan industri (Kemenhut 2011b;
Tabel 2).
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
1. Daun dan ranting jabon tidak bersifat alelopati terhadap tanaman kunyit dan
kandungan kurkumin
2. Penanaman kunyit berpengaruh terhadap pertumbuhan jabon
4
Manfaat Penelitian
Secara ringkas, alur dari penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Kesejahteraan Petani
2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon
terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman
kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi rimpang,
kandungan kurkumin tanaman kunyit di bawah tegakan jabon, 3) Arsitektur
perakaran pohon jabon.
Rancangan Penelitian
percobaan, dan 72 satuan amatan. Faktor pertama ekstrak serasah jabon (D0) 0 g
l-1, (D1) 3 g l-1, (D2) 6 g l-1, (D3) 9 g l-1, faktor kedua ekstrak ranting jabon (R0) 0
g l-1, (R1) 3 g l-1dan (R2) 6 g l-1. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai
berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
Pelaksanaan Penelitian
Penanaman
Aplikasi ekstraksi
Yij = µ + τi + βj + Ԑ ij
Keterangan :
Yij = Pengamatan dosis pupuk ke-i dan kelompok ke-j
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan dosis duduk
βj = Pengaruh kelompok ulangan (blok)
Ԑ ij = Pengaruh acak yang menyebar normal
Keterangan :
Yijk = Pengamatan pada faktor dosis pupuk taraf ke-i faktor umur panen taraf
ke-j dan kelompok ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh utama faktor dosis pupuk
βj = Pengaruh utama faktor umur panen
(αβ)ij = Komponen interaksi dari faktor dosis pupuk dan faktor umur panen
ρk = Pengaruh dari kelompok
εijk = Pengaruh acak yang menyebar normal
8
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan bibit
Persiapan lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemeliharaan
Pengamatan
1.1. Perhitungan Riap Pohon: Riap pohon dipakai untuk menyatakan pertambahan
dimensi (diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total) pohon atau
tegakan per satuan luas pada waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum
penanaman kunyit sampai panen kunyit terakhir (umur 8 BST). Pendekatan
perhitungan riap rata-rata berjalan (Susila 2010) rumus :
dimana:
CAI = riap rata-rata berjalan (current annual increment)
Dt = diameter (cm) atau tinggi pohon saat pengamatan (m)
Dt-1 = diameter (cm) atau tinggi pohon sebelumnya (m)
T = jarak waktu pengukuran (bulan)
1.2. Pengukuran Tajuk: Pengukuran luasan tajuk dilakukan dengan cara mengukur
diameter tajuk menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan sebelum
penanaman hingga panen kunyit terakhir (umur 8 BST).
1.3. Intensitas Naungan: Persentase penutupan tajuk diukur untuk menduga
besarnya jumlah radiasi sinar matahari yang menembus sampai ke tanah.
Pendugaan penutupan cahaya matahari oleh tajuk tegakan dilakukan dengan
menggunakan alat sphericle densiometer (Supriyanto dan Kasno 2001),
penghitungan dengan rumus:
10
Keterangan;
Ti = Keterbukaan tajuk
Tn = Bobot pada masing-masing titik pengukuran
N = Jumlah titik pengukuran
2.1.1 Tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah daun dari umur 22-26 minggu
setelah tanam (MST)
2.1.2 Diameter batang, lebar daun, dan panjang daun pada umur 23 MST
2.1.3 Bobot rimpang dan kandungan kurkumin pada umur 26 MST dan 35 MST
Analisis Data
Hasil analisis sidik ragam perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon
terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang,
lebar daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST
dan umur 35 MST disajikan pada Tabel 3. Perlakuan ekstrak daun dan ranting
jabon terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, lingkar batang, lebar
daun, panjang daun, dan berat rimpang tanaman kunyit pada umur 26 MST dan
umur 35 MST menunjukkan semua aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon ke
tanaman kunyit tidak pengaruh nyata, diduga kandungan kimia daun dan ranting
jabon tidak bersifat senyawa alelopati.
pada Lampiran 3 ( Coder dan Warnell 1999). Menurut Junaedi et al. (2006)
alelopati yang dihasilkan dari tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam
pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta dalam pengendalian gulma,
patogen, ataupun hama.
Hasil pengamatan parameter pertumbuhan tanaman kunyit perlakuan
ekstrak daun dan ranting jabon disajikan pada Tabel 4, 5, dan 6. Pada Tabel 4
terlihat semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon tidak beda nyata dengan
kontrol. Rata-rata tinggi tanaman kunyit perlakuan ekstrak daun dan ranting
jabon pada pengamtan 1-5 MSA berkisar 112-123 cm. Data Tabel 4
memperlihatkan ekstrak daun jabon dengan konsentrasi tinggi 9 g l-1 (D3) masih
menunjukkan kecenderungan positif terhadap tinggi tanaman kunyit. Hasil
analisis daun jabon diduga tidak terdapat kandungan kimiawi yang bersifat
alelopati. Kandungan kimiawi daun jabon terbesar adalah Limonene dan
Spiroandrost dengan konsentrasi masing-masing 12.5% 10.5% (Lampiran 2).
Kandungan kimiawi tersebut digunakan sebagai bahan antibiotik. Menurut
Krisnawati et al. (2007) ekstrak daun jabon dapat digunakan dan berfungsi
sebagai obat kumur.
Data Tabel 4 juga memperlihatkan interaksi serasah dan ranting jabon
dengan konsentrasi tinggi (D3R2) terdapat kecenderungan positif pada
pertumbuhan tanaman kunyit. Pelakuan ekstrak daun dan ranting jabon
menunjukkan tidak terdapat pengaruh penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman
kunyit. Pengamatan 3 minggu setelah aplikasi (MSA) pertumbuhan tinggi
tanaman kunyit bertambah pada semua perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon.
Tidak terdapat pertumbuhan tinggi tanaman kunyit pada pengamatan 4 MSA,
karena 4 MSA tanaman kunyit telah masuk fase pembentukan rimpang.
Tabel 4 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap tinggi tanaman kunyit
(C. domestica)
Tinggi tanaman (cm)
Perlakuan MSA
0 1 2 3 4 5a
D0R0 115.2a 116.8 a 115.2 a 117.5 a 121.0 a 121.0 a
D0R1 116.7 a 118.6 a 116.9 a 118.4 a 120.6 a 120.6 a
D0R2 117.3 a 119.5 a 117.3 a 119.2 a 119.4 a 119.4 a
D1R0 116.4 a 118.3 a 116.5 a 118.3 a 120.3 a 120.3 a
D1R1 117.0 a 118.7 a 117.8 a 121.2 a 121.4 a 121.4 a
D1R2 115.0 a 117.8 a 115.3 a 114.0 a 114.8 a 114.8 a
D2R0 118.0 a 119.2 a 118.8 a 118.8 a 120.8 a 120.8 a
D2R1 117.0 a 115.3 a 113.8 a 116.5 a 115.7 a 115.7 a
D2R2 116.7 a 117.4 a 116.0 a 116.4 a 117.1 a 117.1 a
D3R0 113.2 a 115.2 a 112.2 a 111.8 a 113.8 a 113.8 a
a a a a a
D3R1 120.3 123.0 121.2 122.2 122.3 122.3 a
D3R2 116.0 a 118.7 a 116.3 a 118.0 a 119.3 a 119.3 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
13
Jumlah daun dihitung pada batang utama tanaman kunyit, jumlah daun
disajikan pada Tabel 5. Data Tabel 5 menunjukkan aplikasi ekstrak daun dan
ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan daun tanaman kunyit. Aplikasi
ekstrak daun dan ranting jabon pada perlakuan D1R2 menunjukkan konsentrasi
yang baik untuk pertumbuhan daun tanaman kunyit. Pengamatan jumlah daun
tanaman kunyit dari 1 MSA sampai 5 MSA memperlihatkan pertumbuhan daun
tanaman kunyit terus bertambah. Pertumbuhan daun tanaman kunyit terus
bertambah diduga kandungan kimiawi daun dan ranting jabon tidak bersifat
alelopati. Rata-rata jumlah daun tanaman kunyit pada 5 MSA berkisar 7.0-8.1
lembar tanaman-1. Jumlah daun tanaman kunyit pada perlakuan aplikasi ekstrak
daun dan ranting jabon tidak berbeda dengan jumlah daun tanaman kunyit tanpa
perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0).
Parameter jumlah anakan tanaman kunyit perlakuan aplikasi ekstrak daun
dan ranting jabon memberikan respon yang sama terhadap tanaman kunyit tanpa
aplikasi ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Hal ini diduga ekstrak daun dan
ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan anakan tanaman kunyit (Tabel 6).
Pertumbuhan anakan tanaman kunyit tidak terhambat diduga ekstrak daun dan
ranting jabon mengandung bahan kimiawi yang tidak bersifat alelopati. Jumlah
anakan tanaman kunyit umur 5 MSA berkisar 5.5-7.2 tunas tanaman-1. Jumlah
anakan berkorelasi dengan jumlah rimpang yang terbentuk, makin bertambah
anakan yang tumbuh, makin besar produkivitas rimpang kunyit terbentuk.
Tabel 5 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah daun tanaman
kunyit (C. domestia)
Jumlah daun (MSA)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5
a a a a
D0R0 5.5a 6.2 7.0 7.2 7.8 a 8.0 a
D0R1 4.7 a 5.3 a 5.8 a 6.0 a 6.3 a 6.5 a
D0R2 5.3 a 6.3 a 6.2 a 6.8 a 7.3 a 7.5 a
D1R0 5.0 a 5.8 a 6.7 a 7.0 a 7.3 a 7.5 a
D1R1 5.3 a 6.7 a 6.8 a 7.5 a 7.8 a 8.0 a
a a a a
D1R2 5.5 6.5 7.2 7.7 8.0 a 8.2 a
D2R0 5.2 a 6.0 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.7 a
D2R1 4.5 a 5.8 a 6.8 a 7.0 a 7.7 a 7.7 a
D2R2 5.8 a 6.5 a 6.7 a 7.0 a 7.5 a 7.5 a
D3R0 5.0 a 5.7 a 6.0 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a
D3R1 5.2 a 6.2 a 6.5 a 7.2 a 7.7 a 7.7 a
D3R2 5.0 a 6.3 a 6.5 a 7.2 a 7.0 a 7.5 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
14
Tabel 6 Pengaruh ekstrak daun dan ranting jabon terhadap jumlah anakan
tanaman kunyit (C. domestica)
Jumlah anakan (MSA)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5
a a a a a
D0R0 3.3 4.7 5.5 5.4 6.0 6.0 a
D0R1 4.0 a 5.7 a 6.0 a 6.2 a 6.7 a 6.8 a
D0R2 4.0 a 4.7 a 4.7 a 5.2 a 5.7 a 5.8 a
D1R0 4.0 a 5.8 a 6.8 a 6.8 a 6.8 a 7.0 a
D1R1 4.0 a 4.3 a 5.2 a 5.5 a 5.7 a 5.8 a
D1R2 4.3 a 5.2 a 6.3 a 6.5 a 6.8 a 7.0 a
a a a a a
D2R0 4.0 5.2 6.2 6.3 6.5 6.5 a
D2R1 4.0 a 5.2 a 6.0 a 6.2 a 6.5 a 6.5 a
D2R2 4.0 a 5.0 a 6.0 a 5.9 a 6.3 a 6.3 a
D3R0 3.3 a 5.2 a 4.8 a 5.2 a 5.3 a 5.5 a
D3R1 4.7 a 6.0 a 6.8 a 6.9 a 7.2 a 7.2 a
D3R2 3.7 a 5.0 a 5.5 a 5.9 a 5.7 a 6.0 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil pengukuran diameter batang, lebar daun dan panjang daun tanaman
kunyit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan perlakuan pemberian
ekstrak daun dan ranting jabon terhadap parameter pertumbuhan diameter batang,
lebar daun dan panjang daun tanaman kunyit tidak beda nyata dengan tanaman
kunyit tanpa perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon (D0R0). Perlakuan ekstrak
daun dan ranting jabon konsentrasi tinggi (D3R2) tidak beda nyata dengan ekstrak
daun dan ranting jabon konsentrasi rendah (D1R1). Perlakuan pemberian ekstrak
daun dan ranting jabon tidak menghambat pertumbuhan diameter batang, lebar
daun dan panjang daun tanaman kunyit.
15
Tabel 7 Pertumbuhan diameter batang, lebar dan panjang daun tanaman kunyit
(C. domestica)
Parameter
Perlakuan Diameter Batang Lebar Daun Panjang Daun
(mm) (cm) (cm)
a a
D0R0 21.7 17.3 57.2 a
D0R1 22.9 a 16.9 a 56.3 a
D0R2 22.2 a 16.2 a 56.7 a
D1R0 23.6 a 16.7 a 58.2 a
D1R1 21.9 a 17.2 a 57.7 a
D1R2 22.0 a 16.5 a 58.0 a
D2R0 22.5 a 17.2 a 58.2 a
D2R1 23.3 a 16.6 a 56.0 a
D2R2 22.2 a 16.7 a 59.0 a
D3R0 21.4 a 16.9 a 56.3 a
D3R1 22.5 a 17.2 a 59.8 a
D3R2 24.0 a 17.8 a 58.3 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Gambar 3 Bobot rimpang kunyit (C. domestica) umur 26 MST dan 35 MST
16
Kandungan kurkumin
Tabel 8 Pengaruh perlakuan ekstrak daun dan ranting jabon terhadap kandungan
kurkumin rimpang kunyit (C. domestica Val)
Umur Perlakuan
tanaman Pupuk anjuran (Urea, SP-36,
D0R0 D3R0 D0R2 D2R2
kunyit KCl masing-masing 200 kg ha-1)
Kandungan kurkumin (%)
20 MST 5
26 MST 5 6 5 5
35 MST 4 4 6 5
Pertumbuhan jabon
disajikan pada Tabel 9. Perlakuan dosis pupuk terhadap diameter batang, tinggi
bebas cabang dan tinggi total menunjukkan sistem agroforestri dengan tidak
agroforestri menunjukkan tidak pengaruh nyata.
Hasil pengukuran tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan diperoleh nilai riap
rata-rata berjalan (current annual increment) (CAI) adalah diameter pohon, tinggi
bebas cabang dan tinggi total dengan nilai 5.0 cm, 4.4 m dan 3.1 m pada
perlakuan tidak agroforestri (J0). Nilai riap rata-rata diameter, tinggi bebas
cabang dan tinggi total pada perlakuan agroforestri (J2) adalah 3.9 cm, 3.8 m dan
4.2 m (Tabel 10). Hasil penelitian ini menunjukkan nilai riap rata-rata berjalan
sama dengan penelitian sebelumnya. Krisnawati et al. (2011) menyatakan
tegakan jabon berumur hingga 5 tahun memiliki riap diameter rata-rata 1.2-11 cm
tahun-1 dan riap tinggi rata-rata 0.8-7.9 m tahun-1. Data Tabel 10 juga
menunjukkan semua perlakuan agroforestri (J1, J2 dan J3) tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan tidak agroforestri (J0).
Pertumbuhan riap rata-rata berjalan tegakan jabon sistem agroforestri
dengan kunyit yang diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl (J1, J2 dan J3) tidak
berbeda nyata dengan jabon tidak agroforesti (tanpa kunyit). Sistem agroforestri
tidak menunjukkan interaksi yang menghambat pertumbuhan jabon. Menurut
Huxley (1999) interaksi dibagi tiga zona, yaitu: 1) zona A interaksi di atas tanah
(kompetisi akan cahaya), 2) zona B interaksi lapisan tanah atas yang merupakan
interaksi antara beberapa akar tanaman, 3) zona C interaksi lapisan tanah bawah
yang didominasi oleh akar dari satu macam tanaman. Pada lapisan tanah atas
(zona B) perlakuan dosis pupuk pada tanaman kunyit diduga tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan riap rata-rata tegakan jabon. Hasil penelitian Seo (2010)
membandingkan pertumbuhan tegakan jabon pada lokasi yang berbeda
menyatakan pertumbuhan tegakan jabon dipengaruhi oleh kondisi lokasi dan
kesuburan tanah dibandingkan dengan praktek silvikultur seperti pemupukan dan
pemeliharaan. Kesuburan tanah dapat ditandai dengan jumlah mikroorganisme
tanah. Jumlah mikroorganisme tanah di bawah tegakan jabon pada lokasi
penelitian ini digolong besar yaitu 49 x 10-6 SPK/g (Atunnisa 2013).
18
Tanaman kunyit tumbuh baik pada intensitas cahaya penuh, juga dapat
tumbuh di bawah naungan dengan intensitas cahaya matahari 70%, curah hujan
2000-4000 mm tahun-1 dengan ketinggian tempat 240-1200 m di atas permukaan
laut (dpl) (Rahardjo dan Rostiana 2009). Pertumbuhan tanaman kunyit paling
baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang optimum bagi
19
tanaman kunyit antara 19-300C. Jenis tanah tanaman kunyit adalah jenis latosol,
aluvial dan regosol. Tanah lokasi penelitian di bawah tegakan jabon umur 3 tahun
tahun 5 bulan bertekstur liat, pH bersifat masam, dengan kandungan C organik
rendah, hara N dan P tanah rendah, namun hara K sangat tinggi (Seo 2013).
Curah hujan, kelembaban dan suhu selama pelaksanaan penelitian disajikan pada
Lampiran 3. Intensitas naungan di bawah tegakan jabon umur 4 tahun 5 bulan
adalah sebesar 73.7%. Pengukuran Intensitas cahaya matahari dengan Lux
diperoleh intensitas cahaya sebesar 49.1001 Lux.
Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk terhadap pertumbuhan
tanaman kunyit (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter batang,
panjang daun, dan lebar daun) tanaman kunyit disajikan pada Tabel 12. Perlakuan
dosis pupuk terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, diameter
batang, panjang daun, dan lebar daun tanaman kunyit menunjukkan semua
perlakuan dosis pupuk tidak pengaruh nyata.
Gambar 4 Pengaruh dosis pupuk anorganik terhadap tinggi tanaman kunyit (C domestica)
Gambar 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah daun tanaman kunyit (C. domestica)
21
Gambar 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk terhadap jumlah anakan tanaman kunyit (C. domestica)
Hasil analisis sidik ragam perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap
produksi tanaman kunyit (bobot rimpang dan kandungan kurkumin) disajikan
pada Tabel 14. Perlakuan dosis pupuk menunjukkan pengaruh nyata terhadap
bobot rimpang kunyit, tapi perlakuan umur panen tidak berpengaruh terhadap
bobot rimpang kunyit. Perlakuan umur panen menujukkan pengaruh nyata
terhadap kandungan kurkumin, namun perlakuan dosis pupuk tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan kurkuin. Interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot rimpang dan kandungan kurkumin.
Tabel 14 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh dosis pupuk dan umur
panen terhadap produksi tanaman kunyit (C. domestica)
F Hitung
Parameter Dosis Umur Interaksi dosis pupuk KK
pupuk panen dan umur panen
Bobot rimpang 5.13** 2.17tn 0.14tn 36.99
tn **
Kurkumin 3.71 19.52 1.43tn 8.93
Keterangan : ** : pengaruh sangat nyata pada taraf 1%, tn : tidak nyata pada taraf 5%,
KK : koefisien keragaman
Perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang tanaman
kunyit disajikan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 menunjukkan perlakuan dosis
pupuk pada umur 6 BST menghasilkan bobot rimpang seberat 339.9 g rumpun-1
(J1), 265.3 g rumpun-1 (J2) dan 424.6 g rumpun-1 (J3). Perlakuan dosis pupuk
pada umur 7 BST menghasilkan bobot rimpang 301.4 g rumpun-1 (J1), 216.9 g
rumpun-1 (J2) dan 427.8 g rumpun-1 (J3). Bobot rimpang umur 8 BST pada
masing-masing perlakuan dosis pupuk adalah 388.4 g rumpun-1, 382.8 g rumpun-1
dan 585.4 g rumpun-1. Perlakuan dosis pupuk J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl
masing-masing 250 kg ha-1) berbeda nyata dengan perlakuan dosis pupuk J1 dan
J2 (Tabel 15).
23
Tabel 15 Uji lanjut Duncan pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)
Bobot rimpang kunyit
Perlakuan
(g rumpun-1)
J1 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
278.32b
masing 150 kg ha-1)
J2 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
343.27b
masing 200 kg ha-1)
J3 (pupuk Urea, SP-36, KCl masing-
479.23a
masing 250 kg ha-1)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 1%
Gambar 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk dan umur panen terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)
Tabel 16 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap bobot rimpang kunyit
(C. domestica)
Bobot rimpang kunyit
Perlakuan
(g rumpun-1)
Umur panen 6 BST 343.26a
Umur panen 7 BST 315.35a
Umur panen 8 BST 442.21a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Gambar 8 Pengaruh dosis pupuk terhadap bobot rimpang kunyit (C. domestica)
umur 8 BST dengan intensitas naugan 73.7%
Produksi rimpang pada umur 6 BST sebesar 7.4-11.9 ton ha-1, umur 7 BST
6.1-12.0 ton ha-1 dan umur 8 BST sebesar 9.9-16.4 ton ha-1 (28.000 populasi
kunyit ha-1). Produksi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan
pertanaman pada cahaya penuh 30 ton ha-1. Namun, produksi rimpang kunyit
berbeda dari rata-rata produksi aksesi kunyit di bawah tegakan jati dengan
intensitas naungan 30% pada umur panen 9 bulan sebesar 7.2-9.5 ton ha-1 dan
variets Turina-3 mencapai 8.1 ton ha-1 (Syahid et al. 2012), pada cahaya penuh
produksi rimpang varietas Turina-3 mencapai 30 ton-1.
Perlakuan dosis pupuk, interaksi dosis pupuk dan umur panen tidak
berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin. Namun, umur panen
menunjukkan berpengaruh nyata terhadap kandungan kurkumin (Tabel 17). Hasil
analisis kandungan kurkumin (%) umur 6 BST adalah 6% (J1), 6% (J2) dan 5%
(J3). Meskipun belum ada standar SNI atau mutu Materia Medika Indonesia
(MMI) atau Farmakope Indonesia, kandungan kurkumin pada perlakuan dosis
pupuk (J1), perlakuan dosis pupuk (J2) dan perlakuan dosis pupuk (J3) telah
mencapai minimun 5%. Kandungan kurkumin pada umur 8 BST adalah 5% (J1),
4% (J2) dan 4% (J3).
Perlakuan umur panen 6 BST berbeda nyata dengan umur panen 7 dan 8
BST terhadap kandungan kurkumin disajikan pada Tabel 17. Kandungan
kurkumin berbeda pada umur panen diduga umur 7 dan 8 BST tanaman telah
memasuki fase penuaan sehingga kadar air rimpang rendah dan rimpang lebih
padat berisi pati maupun kandungan protein lebih maksimal. Menurut Rostiana
et al. (1990) kurkumin yang baik pada umur 5-6 bulan setelah tanam dengan
kisaran 11.32-11.95%, pada cahaya penuh. Perlakuan dosis tidak berpengaruh
nyata tarhadap kandungan kurkumin tanaman kunyit. Hasil penelitian Rahardjo
dan Pribadi (2010) perlakuan pemupukan urea, SP36 dan KCl tidak ada pengaruh
terhadap kadar xanthorhizol dan kurkuminoid simplisia temulawak.
26
Tabel 17 Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kandungan kurkumin
rimpang kunyit (C. domestica)
Kandungan kurkumin
Perlakuan
(%)
Umur panen 6 BST 5.6 a
Umur panen 7 BST 4.5 b
Umur panen 8 BST 4.1 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Tabel 18 Parameter perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
Parameter pengmatan
Perlakuan DB TBC TT PAH KAH
JAP
(cm) (m) (m) (cm) (cm)
Jabon tidak agroforestri (J0) 18.9 15.8 19.5 141.6 24.8 13.5
Jabon agroforestri (J3) 13.7 12.9 16.0 121.5 32.8 11.5
Keterangan : DB (diameter batang), TBC ( tinggi bebas cabang), TT (tinggi total), PAH (panjang
akar horizontal), KAH (kedalaman akar horinzontal), JAP (jumlah akar primer
Gambar 9 Arsitektur perakaran tegakan jabon (A. cadamba) umur 4 tahun 5 bulan
1 Pemberian ekstrak daun dan ranting jabon dengan konsentrasi tinggi tidak
menghambat pertumbuhan tanaman kunyit
2 Penanaman kunyit sistem agroforestri tidak mempengaruhi pertumbuhan jabon
3 Pertumbuhan jabon tidak mempengaruhi tanaman kunyit
4 Pemberian pupuk anorganik dosis tinggi menghasilkan produksi kunyit dan
kandungan kurkumin tinggi pada umur muda (6 BST)
5 Penanaman kunyit di bawah tegakan jabon menghasilkan kandungan kurkumin
sesuai standar Mutu MMI (6.1%)
6 Perakaran jabon yang dalam dapat dikombinasikan dengan tanaman kunyit
atau tanaman pertanian yang berakar dangkal
28
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Achmad dan Suryana I. 2009. Pengujian aktivitas ekstrak daun sirih (Piper betle
Linn.) terhadap Rhizoctonia sp. Secara in vitro. Bul Littro. 20(1):92-98.
Atunnisa R. 2013. Produktivitas, laju dekomposisi, dan pelepasan hara serasah
pada tegakan jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) [tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
[BALITTRO] Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 2007. Diskripsi
Kunyit Varietas Turina-2. Bogor (ID). Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat.
Coder KD dan Warnell DB. 1999. Potential allelopathy in different tree species.
Georgia (GE): University of Georgia.
Darusman D. 2012. Kehutanan demi keberlanjutan Indonesia. Bogor (ID): IPB
Press.
Daryono H. 1998. Alelopati dari jenis pohon Pinus merkusii Jungh. et de Vriese,
dan Eucalyptus platyphylla F. Muell. Terhadap semai jenis-jenis tersebut
dan jenis kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) [tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Ghasemzadeh A dan Ghasemzadeh N. 2011. Effects of shading on synthesis and
accumulation of polyphenolic compounds in ginger (Zingiber officinale
Roscoe) varieties. Journal of Medicinal Plants Research. 5(11). 2435-
2442.
Gomez KA dan Gomez AA. 2007. Prosedur Statistika untuk Penelitian
Pertanian. Volume ke-2. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta
(ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural
Research.
Hairiah K, Suprayogo D, van Noordwijk M. 2002. Interaksi antara Pohon Tanah
Tanamana Semusim. Hairiah K, Widianto, Utami SR, Lusiana B, editor.
Bogor (ID). ICRAF.
Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri.
Widianto, Utami SR, Hairiah K, editor. Bogor (ID). ICRAF.
Helmi, Djoefrie MHB, Mugnisjah WQ, Syakir M. 2004. Serapan hara oleh lada
perdu (Piper nigrum L.) pada kerapatan tanaman dan pemupukan yang
beragam di bawah tegakan kelapa. Forum Pascasarjana. 27(20):145–158.
Hilwan I. 1993. Produksi, laju dekomposisi dan pengaruh alelopati serasah Pinus
merkusii Jungh. et De Vriese dan Acacia mangium Silld. di hutan Gunung
Walat Sukabumi, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Huxley PH. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwel Science Ltd, UK. ISBN 0-
632-04047-5.(371).
29
Rahardjo M dan Pribadi ER. 2010. Pengaruh pupuk urea, SP-36 dan KCl terhadap
pertumbuhan dan produksi temulawak (curcuma xanthorhiza Roxb).
Jurnal Litrri. 16(3):98-105.
Rahardjo M. 2012. Pengaruh pupuk K terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu
rimpang jahe muda (Zingiber officinale Rosc.) Jurnal Littri. 18(1):10-16.
Rakesh K G, Harish K, Ramanjit K. 2011. A new technique for visualization
latent fingerprints on various surfaces using powder from turmeric: A
rhizomatous herbaceous plant (Curcuma longa). Egyptian Journal of
Forensic Sciences. 1:53-57.doi:10.1016/j.ejfs.2011.04.011.
Risasmoko A. 2012. Penanaman jabon untuk memenuhi kebutuhan kayu rakyat.
[diunduh 2013 Jan 2013]. Tersedia pada:
http://risasmoko.blogspot.com/2012/10/referensi-seputar-jabon-untuk-
hutan.html.
Rostiana O, Hadad EA, Taryono. 1990. Evaluasi dan pemanfaatan plasma nutfah
kunyit. Di dalam: Sudiarto, Mulya K, Rosita, Pribadi ER, editor.
Simposium Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Buku
IV Tanaman Obat; 1989 Juli 25-27; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm 888-890.
Rosita SMD, Rahardjo M, Kosasi. 2005. Pola pertumbuhan dan serapan hara N, P
dan K tanaman bangle (Zingiber purpurium Roxb.). Jurnal Littri. 1(1):32-
36.
Rosita SMD dan Nurhayati H. 2007. Respon tiga nomor harapan kunyit (Curcuma
domestica Val.) terhadap pemupukan. Bul. Littron. 18(2):127-138
Seo J. 2013. Silvicultural practices and growth of jabon tree (Anthocephalus
cadamba Miq.) in community forest, West Java, Indonesia [tesis]. Bogor
(ID). Institut Pertanian Bogor.
Sugiarti L, Wardoyo SE, Sutamihardja RTM, Kartika R, Nurita. 2008. Pengujian
antioksidan senyawa kurkuminoid kunyit (Curcuma domestica L.) dan
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara in vitro. Nusa Tani.
8(2):29–36.
Sukarjo. 2004. Toleransi beberapa jenis Curcuma spp. Terhadap intensitas
naungan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 6(2):97-103
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis; Analisa kimia tanah, tanaman,
air dan pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor (ID):Balai
Penelitian Tanah.
Supriyanto dan Kasno. 2001. Spherical densiometer manual. Stuckle IC, Siregar
CA, Supriyanto, Kartana J, editorial. Bogor (ID). SEAMEO-BIOTROP.
Susila IWW. 2010. Riap tegakan duabanga (Duabanga moluccana Bl.) di Rarung.
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(1):47–58.
Syahid SF, Syukur C, Nova NK, Pitona J, Wahyuno D, Balfas R, Idris M, Ermiati,
Lukman W, Hasapto P. 2010. Uji adaptasi Sembilan aksesi kunyit di
bawah naungan untuk meningkatkan produktivitas > 20 ton/Ha. Laporan
hasil penelitian 2010. Balai Tanaman Obat dan Rempah.
Syahid SF, Syukur C, Kristina NN, Pitono J. 2012. Adaptasi delapan nomor
harapan kunyit (Curcuma domestica Vahl.) toleran naungan. Bul Littro.
23(2):115-124.
31
Walalangi IT. 1994. Alelopati pada jahe (Zingiber officinale Rosc) [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanto N. 2001. Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan
kemasyarakatan Studi kasus di Repong Damar, Pesisir Kuri, Lampung
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wijayanto N dan Nurunnajah. 2012. Intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan
perakaran lateral mahoni (Swietenia macrophylla King)di RPH Babakan
Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1):8-13.
Winarti C dan Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai
sumber pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 24(2):47–55.
Yusron M. 2009. Respon temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap
pemberian pupuk bio pada kondisi agroekologi yang berbeda. Jurnal
Littri. 15(4):162-167.
Yusron M, Syukur C, Trislawati O. 2012. Respon lima aksesi jahe putih kecil
(Zingiber officinale var. Amarum) terhadap pemupukan. Jurnal Littri.
18(2):66-73.
32
Lampiran 4 Data iklim bulan Desember 2012 sampai bulan Agustus 2013,
Lintang 06031' LS, Bujur 106044' BT, Elevasi 207 m
Suhu Kelembaban Jumlah
Bulan Rata-rata Rata-rata Curah Hujan
(0C) (%) (mm)
Desember 2012 26.0 85 358.8
Januari 2013 25.1 88 509.8
Fabruari 2013 25.8 85 406.2
Maret 2013 26.2 84 289.8
April 2013 26.4 85 216.0
Mei 2013 26.2 85 399.3
Juni 2013 26.3 82 62.3
Juli 2013 25.4 85 360.2
Agustus 2013 25.7 85 258.3
Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Binjai pada tanggal 19 Juni 1977, dari pasangan
dari Muhammad Husni Lubis dan Badariah Hasibuan. Penulis adalah putra kedua
dari empat bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Sri Wahyuni
Damanik, S.Ag binti H. P Damanik dan dikaruniai dua putra dan satu putri yang
diberi nama Muhammad Dzaki Sulthan Lubis (27 Juli 2006), Aisyatul Ghina
Azzuhroh Lubis (16 September 2009) dan Muhammad Azka Mansur Lubis (29
Oktober 2013). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara (UMSU) dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011 penulis mendapatkan
Beasiswa dari Dinas Pendidikan Propinsi Riau untuk melanjutkan pendidikan S2
di Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis bekerja sebagai guru di SMP Fataha Kabupaten Siak Riau pada
tahun 2003-2005. Tahun 2005 sampai sekarang penulis mengajar pada Sekolah
Menegah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Pelalawan Riau (SMKN 1 Pangkalan
Kerinci, SMK Putra Mandiri dan SMKN 1 Pangkalan Lesung). Tahun 2008
penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditugaskan pada SMKN
1 Pangkalan Lesung, bulan Oktober 2009 sampai Agustus 2011 penulis diberi
amanah dan tugas sebagai kepala sekolah pada SMKN 1 Kuala Kampar
Kabupaten Pelalawan Riau.
Selama mengikuti perkuliahan di SPs IPB, penulis berpartisipasi dalam
kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu FW IPB (Forum Wacana IPB),
HIMMPAS (Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana), Forum Mahasiswa
Silvikultur Tropika dan Fompasri (Forum Mahasiswa Pascasarjana Riau) dan aktif
dalam kegiatan seminar baik sebagai panitia maupun peserta.