Anda di halaman 1dari 2

SEKOLAH DEMOKRASI ANGKATAN II SESI 11

Ismail Fahmi

ANALISIS BIG DATA

Siapa kah yang memiliki kuasa data di era digital? Di dunia maya sekarang ini masihlah
terbawa kebopongan, sehingga sering mendapatkan informasi yang tidak benar. Kita sekarang ini
berada pada era digital ke 4, tapi bentuk demokrasi kita masihlah pada tahap terpusat atau
ancient civilization. Sejak tahun 2020 sampai sekarang ini, boot telah berkembang hingga
membentuk sebuah opini public dalam memanipulasi informasi. Hal tersebut terdapat pada
platform twitter, facebook, youtube. Untuk tujuan dari cyber troops sendiri adalah memanipulasi
data dan membentuk opini public. Ketika kita melihat isu, kita tidak bisa melihat hanya ramenya,
isunya seru atau lainnya. Tapi kita juga harus melihat analityknya dalam melihat big data. Dalam
menganalisis big data, hal yang terpenting adalah keywordnya (meskipun hanya tactical).

Pahun 2014, saat Jokowi masih gubernur, yang pro sangat banyak sekali. Saat muncul
campaign berubah drastis. Di tahun 2017, fpi mulai masuk, permasalahan konflik mulai
meningkat. Selain itu, pada saat pemilihan gubernur ahok-djarot muncul namanya MCA, pihak
keempat yang tidak mengingingkan ahok menjadi gubernur, namun tidak juga mendukung anis
ataupun agus. Itulah yang membuat polarisasi demokrasi kita sangat buruk. Dalam pendapat
media sosial melalui big data pada persepsi jokowi, isu sekarang yang diangkat adalah janji
Jokowi yang paling tertinggi, bukanlah isu pki, anti islam, ataupun china. Namun, dalam sisi
prabowo, isu tertinggi adalah HAM. Pada hal Attention Economy menjalankan polarisasi dan
dalam algoritma mobocratic, hal yang sering muncul dalam timeline media sosial adalah jumlah
like, meskipun kita tidak kenal orang tersebut.

Pada analisis big data drone empirit, data yang telah di dapatkan harus lah di ubah
menjadi sebuah policy brief dan data yang di dapatkan akan menjadi sia-sia saja jikalau tidak
diolah. Sehingga dibutuhkan saling bekerja samanya antara engineering dan para pihak pakar
sosial politik karena pada pihak engineering sulit atau kurang dalam permasalahan sosial ataupun
politik. Dalam analisis big data, mayoritas orang yang pro terhadap free west papua akan
menggunakan kata “West Papua” dalam pencarian keyword, sebab jika kita hanya menggunakan
Papua, sistem tidak akan menunjukkan. Selain itu dalam digital diplomacy, misalnya dalam free
west papua. Jika di satukan dalam forum antara pro free west papua (veronica koman, Benjamin,
benny wenda) melawan Indonesia (buzzer), hal itu di karenakan tidak adanya digital diplomacy
pada kubu indonesia. Oleh karena itu di demokrasi kita butuh pemerintah dan oposisi, belajar
mengenai social networt bisa kita membuat lebih cerdas dalam menghadapi era digital, bahkan
bisa membantu pemerintah dalam bentuk policy brief.

Anda mungkin juga menyukai