Anda di halaman 1dari 31

LEMBAGA HAM KOMISI NASIONAL ANTI

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN


(KOMNAS PEREMPUAN)

Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan
15 Oktober 1998
Latar Belakang Sejarah Komnas
Perempuan
Respon terhadap tuntutan
masyarakat anti kekerasan
terhadap tanggung jawab negara
atas kekerasan seksual yang
diderita oleh perempuan etnis
Tionghoa dalam Tragedi Mei 98

■ Laporan TGPF: 85 perempuan


mengalami kekerasan seksual

Webiner KBGO: Veryanto Sitohang 25 November 2020


Landasan & Kerangka Kerja
• Keppres No. 181/1998
• PerPres No. 65/2005
• UUD 1945
• UU No. 7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi
penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW)
• UU No. 5/1998 tentang Ratifikasi Konvensi
Anti Penyiksaan (CAT)
• Kebijakan-kebijakan lainnya tentang HAM.
Tujuan Komnas Perempuan

• Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi


penghapusan segala bentuk Kekerasan terhadap
Perempuan dan penegakan HAM, khususnya Hak
Asasi Perempuan di Indonesia

• Meningkatkan upaya pencegahan dan


penanggulangan segala bentuk Kekerasan
terhadap Perempuan dan perlindungan Hak Asasi
Perempuan
Tugas Komnas Perempuan
• Meningkatkan kesadaran publik
• Melakukan tinjau ulang dan
reformasi atas produk hukum dan
peraturan
• Melakukan pemantauan dan
melaporkan Kekerasan terhadap
Perempuan
• Menyediakan masukan dan
rekomendasi
• Membangun kerjasama/kemitraan
(lokal-nasional-regional-
internasional)
Komnas Perempuan sebagai LNHAM
• Komnas Perempuan bukan bagian
dari Eksekutif, Legislatif, Yudikatif
• Komnas Perempuan memposisikan
dirinya sebagai NHRI atau LNHAM
sesuai Paris Principle
• Ada 3 NHRI di Indonesia:
Komnas HAM, Komnas Perempuan
dan KPAI

Webiner KBGO: Veryanto Sitohang 25 November 2020


Cara Kerja
• Komnas Perempuan tidak memiliki kantor perwakilan di daerah
• Komnas Perempuan mengembangkan dan menguatkan
jaringan kerja di tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional
• Komnas Perempuan tidak memiliki mandat untuk melakukan
pendampingan kasus secara langsung
• Komnas Perempuan membentuk Unit Pengaduan untuk
Rujukan (UPR) tahun 2005
• Komnas Perempuan menerima pengaduan dari korban atau
pendamping yang datang langsung, melalui telepon, surat, fax
maupun email
• Komnas Perempuan membangun mekanisme rujukan dan
mekanisme dukungan advokasi dalam menyikapi pengaduan
kasus kekerasan terhadap perempuan
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 431.471
406.178
Ada 431.471 kasus kekerasan 348.446
terhadap perempuan yang 321.752
dilaporkan dan ditangani selama 293.220
tahun 2019. 279.688 259.150
Angka ini merupakan fenomena
gunung es.
Ada sangat banyak perempuan
korban tidak mampu dan tidak
berani menceritakan
pengalamannya atau mendatangi
lembaga penyedia layanan untuk
meminta pertolongan
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Akuntabilitas dan Transparansi

• Laporan hasil kerja Komnas Perempuan disampaikan dalam


forum pertanggungjawaban publik, termasuk audit laporan
keuangan
• Disampaikan secara tertulis kepada Presiden
• Laporan hasil kerja Komnas Perempuan juga dipublikasikan di
situs Komnas Perempuan
• Komnas Perempuan juga mengundang Tim evaluasi
independen (berkala) guna menilai kinerja dan menajamkan
strategi kerja
Isu Dominan

• Kekerasan Seksual
• Kebijakan diskriminatif
• Perkawinan anak
Tantangan di Indonesia
• Minimnya hak asasi perempuan
sebagai alat utama kerja-kerja
lembaga negara dan aktor-aktor
kunci di masyarakat
• Menguatnya fundamentalisme dan
konservatisme
• Transisi era digital yang lebih cepat
dari daya respons negara dan publik
• Kurang utuhnya pemahaman tentang
prinsip-prinsip CEDAW yaitu non-
diskriminasi, kesetaraan substantif
dan kewajiban negara
AGENDA KOMNAS PEREMPUAN 2020-2025

• PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR,


KONFLIK DAN BENCANA
• PEREMPUAN DAN INTOLERANSI, KELOMPOK MINORITAS
• PEKERJA PEREMPUAN (PRT,PEKERJA RUMAHAN, TEMPAT
HIBURAN DAN PEKERJA MIGRAN)
• KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DAN WHRD
• PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
Kontak Komnas Perempuan
Alamat:
Jl. Latuharhari 4B, Menteng, Jakarta Pusat 10310
Telp: 021-3903963/Faks: 021-3903922
Email : mail@komnasperempuan.go.id
Website : www.komnasperempuan.go.id
Facebook : www.facebook.com/stopktpsekarang
Twitter : @KomnasPerempuan
RUU PENGHAPUSAN
KEKERASAN SEKSUAL

FISIPOLYCHROME
“RUU PKS: Kawal Jangan Jegal”
Bidang Sosial dan Politik BEM FISIP
UNDIP

Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan
26 Juni 2021
Tiasri Wiandani
TUJUAN RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN
SEKSUAL

• Mencegah segala bentuk Tindak Pidana Kekerasan


Seksual;
• Menangani, melindungi, dan memulihkan korban;
• Menindak pelaku; dan
• Mewujudkan lingkungan bebas dari kekerasan Seksual.
6 KEUNGGULAN RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN
SEKSUAL

1. Pencegahan
2. Pemulihan
3. 9 Tindak Pidana Kekerasan Seksual
4. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
(Hukum Acara Khusus)
5. Ketentuan Pidana
6. Koordinasi dan Pengawasan
1. PENCEGAHAN

Pencegahan ialah segala upaya untuk menghilangkan faktor-faktor penyebab terjadinya


kekerasan seksual di berbagai sektor, termasuk upaya untuk mencegah keberulangan
kekerasan seksual.
Bentuk pencegahan yang diatur dalam ruu penghapusan kekerasan seksual meliputi
berbagai sektor:
• Infrastruktur, pelayanan, dan tata ruang
• Tata Kelola Kelembagaan Pemerintah
• Pendidikan
• Ekonomi
• Sosial budaya
2. PEMULIHAN
Dampak nyata yang dialami korban kekerasan seksual
• Korban sulit kembali pada kondisi fisik, psikis, seksual, ekonomi, sosial, seperti sebelum terjadi Kekerasan Seksual.
• Korban mendapat stigma dan dikucilkan dari masyarakat.
• Korban merasakan dampak yang sangat serius dan traumatik seumur hidup. Bahkan dalam banyak kasus, korban
mengalami tekanan psikologis sehingga melakukan bunuh diri
Sebelum dan Selama Proses Pengadilan
• Layanan kesehatan untuk pemulihan fisik dan psikologis.
• Tempat tinggal sementara yang layak dan aman.
• Layanan info hak korban termasuk bantuan hukum, hak selama proses peradilan, layanan perlindungan dan pemulihan.
• Korban yang bekerja dapat peroleh izin meninggalkan pekerjaan dengan upah penuh dan peroleh perlindungan dari
pemutusan pekerjaan.
• Layanan bantuan transportasi, biaya hidup dan biaya lainnya yang diperlukan.
• Tidak distigma dan didiskriminasi.
• Akses terhadap Pendidikan bagi korban dan anak korban.
lanjutan

• Kerahasiaan Identitas.
• Ganti Rugi.
• Menyampaikan keterangan tanpa tekanan.
• Layanan dokumen kependudukan dan dokumen lainnya.
• Peroleh info jika tersangka atau terdakwa tidak ditahan.
Setelah Proses Pengadilan
• Pemantauan, pemeriksaan dan pelayanan kesehatan fisik dan psikologis korban secara berkala.
• Penyediaan layanan jaminan sosial.
• Kompensasi, Restitusi, serta pendampingan penggunaannya.
• Pemberdayaan ekonomi untuk korban dan keluarga korban.
3. SEMBILAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
SEKSUAL

1. Pelecehan Seksual;
2. Pemaksaan Perkawinan;
3. Pemaksaan Kontrasepsi;
4. Pemaksaan Aborsi
5. Perkosaan;
6. Eksploitasi Seksual;
7. Pemaksaan Pelacuran;
8. Perbudakan Seksual;
9. Penyiksaan Seksual.
4. PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI
SIDANG PENGADILAN (HUKUM ACARA KHUSUS)
HAMBATAN YANG DIHADAPI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM MENCARI KEADILAN
• KUHAP mengatur lima (5) alat bukti. Namun, 5 alat bukti ini belum mengakomodasi kebutuhan pembuktian.
• Banyak kasus kekerasan seksual tidak dapat diproses di peradilan pidana karena dianggap kurang bukti.
• Korban, termasuk korban dengan disabilitas, seringkali disalahkan dan distigma oleh banyak pihak dalam proses
peradilan.
• Korban seringkali mengalami trauma berulang selama proses peradilan (mulai dari pelaporan, pemeriksaan di
kepolisian, hingga di persidangan).
• Korban seringkali justru dilaporkan sebagai pelaku tindak pidana pencemaran nama baik atau tindak pidana
lainnya.
• Saksi atau Korban seringkali tidak mendapat bantuan hukum atau pendampingan. Karena KUHAP hanya
mengatur hak atas bantuan hukum bagi tersangka dan terdakwa.
• Korban hanya mengatur bahwa hanya dalam kasus tertentu (kekerasan seksual anak) dan dengan keputusan
LPSK, saksi dan korban dapat peroleh bantuan hukum.
• Aturan dalam Sistem Peradilan Pidana belum mengakomodasi kebutuhan khusus korban, termasuk korban
dengan disabilitas.
Lanjutan
TEROBOSAN HUKUM ACARA PIDANA UNTUK MEMENUHI DAN MELINDUNGI HAK KORBAN
Alat Bukti
RUU ini memperluas cakupan alat bukti, diantaranya:
• Surat keterangan psikolog klinis, dan atau dokter spesialis kedokteran jiwa,
• Rekam medis atau hasil pemeriksaan forensik,
• Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, baik yang tertuang di benda fisik,
atau yang terekam secara elektronik
Perluasan alat bukti tersebut memberi peluang bagi korban dan aparatur penegak hukum untuk bisa memenuhi syarat
pembuktian. Karena KUHAP baru menetapkan 5 alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa.
Lanjutan
Sikap Aparat Penegak Hukum
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual melarang Aparat Penegak Hukum untuk:
• Merendahkan dan menyalahkan korban,
• Membebankan pencarian alat bukti kepada korban,
• Menggunakan pengalaman atau latar belakang korban sebagai alasan untuk tidak melanjutkan penyidikan
korban
• Serta melarang menyampaikan identitas korban kepada media massa atau media sosial.
Pemulihan
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengintegrasikan kebutuhan hak atas pemulihan ke dalam proses
peradilan pidana, mengatur para pihak yang menyelenggarakan hak-hak korban, serta pengawasannya.
Larangan Mengkriminalkan Korban
Dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, korban tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau perdata
khususnya terkait dengan kasus kekerasan seksual yang dialami korban.
Pendampingan Korban
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mewajibkan aparat penegak hukum untuk merujuk Korban dan Saksi ke
lembaga penyedia layanan pendampingan sesuai kebutuhan.
5. KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA DENGAN MODEL DOUBLE TRACK SYSTEM (SISTEM 2 JALUR): PIDANA DAN TINDAKAN
Bertujuan untuk:
• Mencegah Keberulangan Tindak Pidana atau Kasus Kekerasan Seksual
• Perbaikan Pola Pikir dan Perilaku Pelaku, serta Menjerakan Pelaku, dan
• Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Bagi Korban secara khusus dan Indonesia secara umum.
PIDANA POKOK
• Pidana penjara
• Kerja sosial
PIDANA TAMBAHAN
• Restitusi atau Ganti Rugi
• Kompensasi
• Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
• Pencabutan hak asuh anak atau pengampuan
Lanjutan

• Pencabutan jabatan atau profesi


• Pencabutan izin usaha
• Pencabutan hak
• menjalankan pekerjaan
• Pencabutan hak politik
TINDAKAN
Rehabilitasi Khusus (konseling dan terapi)
6. KOORDINASI DAN PENGAWASAN

KOORDINASI
Dalam melaksanakan penghapusan kekerasan seksual, Menteri PPPA berkoordinasi lintas sektor
dengan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah, perguruan tinggi, lembaga penyedia layanan, dunia
usaha, dan masyarakat.
Koordinasi tersebut dilakukan terkait dengan:
1. Kebijakan;
2. Perencanaan dan penganggaran;
3. Keterpaduan pelayanan dan penyediaan sarana prasarana penanganan, pelindungan dan pemulihan
korban;
4. Penguatan kapasitas dan peran serta masyarakat; data dan pelaporan; dan
5. Monitoring dan evaluasi.
Lanjutan
PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN UU DAN PERUMUSAN REKOMENDASI TERHADAP
KEBIJAKAN PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL MELIPUTI
1. Pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan UU;
2. Pemantauan dan penilaian atas kebijakan eksekutif, yudikatif, legislatif, badan publik, dunia usaha dan lembaga
terkait;
3. Pencarian fakta dan penilaian kepada para pihak yang diduga melakukan tindakan yang menghalangi
penghapusan kekerasan seksual; dan
4. Pemberian hasil dan rekomendasi pengawasan disampaikan kepada eksekutif, yudikatif, legislatif, dan lembaga
terkait.
SIAPA YANG MELAKUKAN PENGAWASAN RUU PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL?
Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional, yang dikoordinasikan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan).
Lembaga HAM Nasional telah memiliki kesiapan sumber daya dan mekanisme kerja untuk melakukan
pemantauan, tanpa harus membentuk lembaga perwakilan di daerah yang dapat berakibat pada inefisiensi birokrasi
dan anggaran.
Perjalanan Pengawalan RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual
• RUU P-KS diusulkan sejak 2012, pengesahannya sudah 8 tahun ditunda.
• RUU P-KS dikeluarkan dari proleknas 2020.
• Saat ini Komnas Perempuan bersama Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) mendorong agar RUU P-KS Kembali
masuk dalam prioritas proleknas 2021.
Stop segala bentuk perbuatan dan perkataan yang
merendahkan martabat perempuan.

Mari wujudkan lingkungan yang aman dan nyaman


dan bebas dari kekerasan, pelecehan dan
diskriminasi.

Hargai Perempuan Sebagai Manusia


TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai