Anda di halaman 1dari 11

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 181
Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah sebagai upaya
mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a. menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap
perempuan.
c. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan hak asasi perempuan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi Nasional ini memiliki kegiatan sebagai
berikut:

1) penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggulangan, penghapusan segala bentuk


kekerasan terhadap perempuan.
2) pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi
manusia terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan
terhadap perempuan kepada masyarakat.
5) pelaksanaan kerjasama regional dan internasional dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.

Latar Belakang
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah salah satu
lembaga nasional Hak Asasi Manusia (NHRI, National Human Rights Institution), yang berfokus
pada penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan adalah lembaga
negara yang independen yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada
tanggal 15 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada
pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani
persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan
seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di
berbagai kota besar di Indonesia.
Berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan 13-15 Mei 1998 (TGPF Peristiwa
Kerusuhan Mei 1998, fakta menunjukkan setidaknya ada 85 kasus kekerasan seksual terhadap
perempuan, mayoritas dari etnis Tionghoa; 52 perkosaan gang rape, 14 perkosaan dengan
penganiayaan, 10 penganiayaan serta 9 pelecehan seksual.

Yang dimaksud dengan kekerasan seksual berdasarkan Deklarasi PBB tentang penghapusan
kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.

Landasan Kerangka Kerja Komnas Perempuan:

1.Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2.Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)

3.Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT)

Tujuan Komnas Perempuan:

1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia;

2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segal bentuk kekerasan terhadap


perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

Mandat dan Kewenangan Komnas Perempuan:

1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia


dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan;

2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan


yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak
asasi perempuan;

3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan


terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan
kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan
penanganan;
4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, dan yudikatif, serta
organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusuanan dan pengesahan kerangka
hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak
asasi perempuan.;

5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya


pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta
perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

Pelaksana Mandat 2015-2019

Rapat paripurna komisioner Komnas Perempuan adalah otoritas tertinggi dalam pengambilan
keputusan dan penanggung jawab pelaksanaan mandat Komnas Perempuan. Para komisioner
berasal dari latar belakang yang beragam dan memenuhi prinsip-prinsip Paris untuk sebuah
mekanisme hak asasi manusia. Pemilihan komisioner diselenggarakan secara terbuka,
dilaksanakan oleh sebuah tim seleksi independen, dan melalui konsultasi dengan mitra-mitra
Komnas Perempuan dalam penentuan kriteria dan proses penyeleksian. Guna memastikan
keberlanjutan inisiatif organisasi sekaligus merawat demokrasi, seorang komisioner dapat dipilih
kembali sebanyak-banyaknya satu kali dan jumlah komisioner yang menjabat untuk periode
kedua paling banyak adalah sepertiga dari total anggota paripurna.

Ada 15 orang komisioner yang bertugas untuk masa bakti 2015-2019. Seorang ketua dan dua
wakil ketua dipilih di antara mereka. Selebihnya, para komisioner membagi diri dalam
Subkomisi dan Gugus Kerja untuk mengawal pelaksanaan mandat Komnas Perempuan. Saat ini
ada 5 Subkomisi, 3 Gugus Kerja dan 2 tim, yaitu:

•Subkomisi Pemantauan,

•Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Perempuan Korban Kekerasan,

•Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan,

•Subkomisi Pendidikan,

•Subkomisi Partisipasi Masyarakat

•Gugus Kerja Papua,

•Gugus Kerja Pekerja Migran (GK-PM),

•Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional (GK-PKHN)

•Tim Advokasi Internasional


•Tim Penguatan mekanisme HAM nasional untuk perempuan

Dalam kerjanya, para komisoner didukung oleh badan pekerja yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Jendral. Badan pekerja terbagi dalam divisi dan unit sesuai dengan subkomisi dan
gugus kerja yang ada, serta dalam lima bidang kesekretariatan, yaitu Sekretaris Pimpinan,
Bidang Umum, Bidang Sumber Daya Manusia (SDM), bidang Keuangan dan akuntansi, bidang
Recourse Centre (RC), serta bidang Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi (PME)

Komisi Paripurna Komnas Perempuan 2010-2014:

Ketua:

Azriana

Wakil Ketua:

Yuniyanti Chuzaifah

Budi Wahyuni

Anggota:

Adriana Venny Aryani, Indraswari, Indriyati Suparno, Irawati Harsono, Kharirah Ali, Magdalena
Sitorus, Marianna Amiruddin, Masruchah, Nahe'i, Nina Nurmila, Saur Tumiur Situmorang, Sri
Nurherawati.

Sekretaris Jenderal:

Heemlyvaartie D. Danes

Peran dan Isu Krusial Komnas Perempuan

Peran

Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :

1.Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak
perempuan korban;

2.Pusat pengetahuan (resource center) tentang Hak Asasi Perempuan;

3.Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;


4.Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang
hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggungjawab negara pada
penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;

5.Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Sebelas Isu Krusial Komnas Perempuan 2015-2019:

1.Kekerasan terhadap perempuan akibat pemiskinan perempuan, termasuk dalam konteks


migrasi, eksploitasi tenaga kerja di pabrik dan rumah tangga, eksploitasi sumber daya alam, dan
pengungsian;

2.Kekerasan terhadap perempuan akibat politisasi identitas dan kebijakan berbasis moralitas dan
agama;

3.Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks pelanggaran HAM masa lalu, konflik dan
bencana;

4.Penguatan mekanisme hak asasi manusia bagi perempuan;

5.Kekerasan seksual

6.Kekerasan terhadap perempuan dalam konteks perkawinan dan keluarga;

7.Perlindungan dan dukungan bagi Perempuan Pembela HAM

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan


Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender
Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan
kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di
Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia. Aktivitas ini sendiri
pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh
Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal
25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan
hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara
kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap
perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan
dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak
tahun 2003. Dalam kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga
sebagai fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas
Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan mandat Komnas Perempuan yakni untuk
bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan memfasilitasi upaya terkait pencegahan dan
penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Mengapa 16 Hari ?

Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari
berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan,
Pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Dalam rentang 16 hari, para aktivis HAM
perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi pengorganisiran agenda
bersama yakni untuk:

 menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap


perempuan merupakan pelanggaran HAM,
 mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para
survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan),
 mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah
lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh temuan tim kampanye di masing-masing daerah atas kondisi
ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat. Apapun strategi kegiatan, yang pasti
strategis ini diarahkan untuk:

 meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis jender sebagai isu Hak Asasi
Manusia di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
 memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan
 membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan
terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
 mengembangkan metode-metode yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman
publik sebagai strategi perlawanan dalam gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan
 menunjukkan solidaritas kelompok perempuan sedunia dalam melakukan upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
 membangun gerakan anti kekerasan terhadap perempuan untuk memperkuat tekanan
terhadap pemerintah agar melaksanakan dan mengupayakan penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan.

Apa yang terjadi dalam rentang waktu 25 November – 10 Desember?

 25 November : Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan


Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan atas meninggalnya Mirabal bersaudara (Patria,
Minerva & Maria Teresa) pada tanggal yang sama pada tahun 1960 akibat pembunuhan
keji yang dilakukan oleh kaki tangan pengusasa diktator Republik Dominika pada waktu
itu, yaitu Rafael Trujillo. Mirabal bersaudara merupakan aktivis politik yang tak henti
memperjuangkan demokrasi dan keadilan, serta menjadi simbol perlawanan terhadap
kediktatoran peguasa Republik Dominika pada waktu itu. Berkali-kali mereka mendapat
tekanan dan penganiayaan dari penguasa yang berakhir pada pembunuhan keji tersebut.
Tanggal ini sekaligus juga menandai ada dan diakuinya kekerasan berbasis jender.
Tanggal ini dideklarasikan pertama kalinya sebagai Hari Internasional untuk
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pada tahun 1981 dalam Kongres
Perempuan Amerika Latin yang pertama.
 1 Desember : Hari AIDS Sedunia Hari AIDS Sedunia pertama kali dicanangkan dalam
konferensi internasional tingkat menteri kesehatan seluruh dunia pada tahun 1988. Hari
ini menandai dimulainya kampanye tahunan dalam upaya menggalang dukungan publik
serta mengembangkan suatu program yang mencakup kegiatan pencegahan penyebaran
HIV/AIDS, dan juga pendidikan dan penyadaran akan isu-isu seputar permasalahan
AIDS.
 2 Desember : Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan Hari ini merupakan hari
diadopsinya Konvensi PBB mengenai Penindasan terhadap Orang-orang yang
diperdagangkan dan eksploitasi terhadap orang lain (UN Convention for the Suppression
of the traffic in persons and the Exploitation of other) dalam resolusi Majelis Umum PBB
No 317(IV) pada tahun 1949. Konvensi ini merupakan salah satu tonggak perjalanan
dalam upaya memberikan perlindungan bagi korban, terutama bagi kelompok rentan
seperti perempuan dan anak-anak, atas kejahatan perdagangan manusia.
 3 Desember : Hari Internasional bagi Penyandang Cacat Hari ini merupakan peringatan
lahirnya Program Aksi Sedunia bagi Penyandang Cacat (the World Programme of Action
concerning Disabled Persons). Program aksi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada
tahun 1982 untuk meningkatkan pemahaman publik akan isu mengenai penyandang cacat
dan juga mambangkitkan kesadaran akan manfaat yang dapat diperoleh, baik oleh
masyarakat maupun penyandang cacat, dengan mengintegrasikan keberadaan mereka
dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
 5 Desember : Hari Internasional bagi Sukarelawan Pada tahun 1985 PBB menetapkan
tanggal 5 Desember sebagai Hari Internasional bagi Sukarelawan. Pada hari ini, PBB
mengajak organisasi-organisasi dan negara-negara di dunia untuk menyelenggarakan
aktivitas bersama sebagai wujud rasa terima kasih dan sekaligus penghargaan kepada
orang-orang yang telah memberikan kontribusi amat berarti bagi masyarakat dengan cara
mengabdikan hidupnya sebagai sukarelawan.
 6 Desember : Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan Pada hari
ini pada tahun 1989, terjadi pembunuhan massal di Universitas Montreal Kanada yang
menewaskan 14 mahasiswi dan melukai 13 lainnya (13 diantaranya perempuan) dengan
menggunakan senapan semi otomatis kaliber 223. Pelaku melakukan tindakan tersebut
karena percaya bahwa kehadiran para mahasiswi itulah yang menyebabkan dirinya tidak
diterima di universitas tersebut. Sebelum pada akhirnya bunuh diri, lelaki ini
meninggalkan sepucuk surat yang berisikan kemarahan amat sangat pada para feminis
dan juga daftar 19 perempuan terkemuka yang sangat dibencinya.
 10 Desember : Hari HAM Internasional Hari HAM Internasional bagi organisasi-
organisasi di dunia merupakan perayaan akan ditetapkannya dokumen bersejarah, yaitu
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) oleh
PBB pada tahun 1948, dan sekaligus merupakan momen untuk menyebarluaskan prinsip-
prinsip HAM yang secara detail terkandung di dalam deklarasi tersebut

Fungsi dan tujuan Komisi Nasional Anti


Kekerasan terhadap Perempuan
Kebenaran Islam – Senin, September 01, 2014




Setiap instansi negara memiliki fungsi dan tujuan, salah satunya adalah Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan yang berkecimpung di penegakan Hak Asasi Manusia. Sebelum
membahas lebih lanjut mengenai Fungsi dan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan sebaiknya kita pahami dulu latar belakang pembentukan instansi yang
satu ini.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

ads
Pengertian dan Latar Belakang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah salah
satu lembaga nasional hak asasi manusia (NHRI, National Human Rights Institution), yang
berfokus pada penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia. Komnas Perempuan adalah
lembaga negara yang independen yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun
1998, pada tanggal 15 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun
2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada
pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani
persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan
seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di
berbagai kota besar di Indonesia.

Setelah memahami pengertian dan latar belakang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan selanjutnya kita masuk ke fungsi dan tujuan dari lembaga tersebut. Adapun
fungsi dan tujuannya terurai sebagai berikut.

Fungsi dan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan


terhadap Perempuan (KNAKP)
Tujuan Komnas Perempuan:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia;
2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segal bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.Mandat dan Kewenangan Komnas
Perempuan:

 Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan


Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan;
 Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi
perlindungan hak-hak asasi perempuan;
 Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan
terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil
pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong
pertanggungjawaban dan penanganan;
 Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, dan yudikatif,
serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusuanan dan pengesahan
kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan,
penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.;
 Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia,
serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

Peran atau Fungsi


Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :

1. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi
pemenuhan hak perempuan korban;
2. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;
3. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;
4. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas
pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggungjawab
negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;
5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Itulah Fungsi dan tujuan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Anda
juga bisa melihat fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga HAM lainnya seperti, Komnas
Pelindungan Anak Indonesia, Komite Nasional Perlindungan Konsumen dan Pelaku
Usaha, dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN). Semoga artikel ini
bermamfaat bagi Anda.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuanadalah lembaga independen yang didirikan
tanggal15 Oktober 1998, berdasarkan keputusan presidenNo. 181/1998. Komnas Perempuan lahir dari
tuntutanmasyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepadapemerintah untuk mewujudkan tanggung
jawab negaradalam menangapi dan menangani persoalan kekerasanterhadap
perempuan.Perkembangan Hak Asasi Manusia 107Fokus perhatian Komnas Perempuan pada saat
iniadalah perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga;perempuan pekerja rumah tangga yang
bekerja di dalamnegeri maupun di luar negeri sebagai buruh migran;perempuan korban kekerasan
seksual yang menjalankanproses peradilan; perempuan yang hidup di daerah konflikbersenjata; dan,
perempuan kepala keluarga yang hidup ditengah kemiskinan di daerah pedesaan.Dalam menjalankan
tugasnya, Komnas Perempuanmengambil peran sebagai berikut.a) menjadi resource center tentang hak
asasi perempuansebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadapperempuan sebagai pelanggaran
HAM;b) menjadi negosiator dan mediator antara pemerintahdengan komunitas korban dan komunitas
pejuang hakasasi perempuan, dengan menitikberatkan pada kepentingankorban;c) menjadi inisiator
perubahan serta perumusan kebijakan;d) menjadi pemantau dan pelapor tentang pelanggaranHam
berbasis jender dan pemenuhan hak korban;e) menjadi fasilitator pengembangan dan
penguatanjaringan di tingkat lokal, nasional dan internasionaluntuk kepentingan pencegahan,
peningkatan kapasitaspenanganan dan penghapusan segala bentuk terhadap kekerasan trhdp prmpuan

Anda mungkin juga menyukai